Uploaded by User94508

LP BBLR - NI LUH DESI DIARTAMI - NIM.050

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
Oleh :
Ni Luh Desi Diartami
P07120320050
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KELAS B
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilan (Proverawati, 2010). Berdasarkan Ikatan Dokter Anak
Indonesia / IDAI (2014) BBLR yaitu bayi berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi dengan catatan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam satu jam setelah lahir. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37
Minggu) atau bayi cukup bulan (Intrauterien growth restriction) ( Pudjiadi, 2010)
2. Penyebab
a. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa
kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur).
b. Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang dari berat
semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan =KMK).
c. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA.
Faktor Ibu :
a. Toksemia gravidarum, yaitu preeklampsi dan eklampsi.
b. Kelainan bentuk uterus (mis. Uterus bikornis,inkompeten serviks).
c. Tumor (mis. Mioma uteri, sistoma).
Ibu yang menderita penyakit antara lain : akut dengan gejala panas tinggi
(mis. Tifus abdominalis, malaria). Kronis (mis. TBC, penyakit jantung,
gromeluronefritis kronis).
d. Trauma pada masa kehamilan antara lain: fisik (mis.jatuh). Psikologis (mis.stres).
e. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
f. Plasenta antara lain plasenta previa,solusio plasenta.
Faktor Janin
a.
kehamilan ganda,
b.
Hidramnion,
c.
Ketuban pecah dini,
d.
cacat bawaan,
e.
Infeksi (mis. Rubeolla, sifilis,toksoplasmosis),
f.
Insufisiensi plasenta,
g.
Inkompatibilitas darah ibu dan janin(factor Rhessus, golongan darah ABO).
h.
Faktor Plasenta adalah Plasenta previa dan solusio plasenta.
3. Gejala Klinis
a.
Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
b.
Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
c.
Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
d.
Kuku panjangnya belum melewati ujung jari.
e.
Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas.
f.
Lingkar kepala sama dengan atau kurang 33 cm.
g.
Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
h.
Rambut lanugo masih banyak.
i.
Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
j.
Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolaholah tidak teraba tulang rawan daun telinga.
k.
Tumit mengkilap,telapak kaki halus.
Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang.
Testis
belum
turun
kedalam
skrotum,untuk
bayi
perempuan
klitoris
menonjol,labia minora belum tertutup oleh labia mayora.
l.
Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakanya lemah.
Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan reflex
isap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisnya lemah.
m. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan
lemak masih kurang.
n.
Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit
4. Pathway
PREMATURI
Faktor Ibu : Umur
(20 th) paritas, Ras,
Infertilitas Riwayat
kehamilan tak baik,
Rahim abnormal, dll
Faktor Placenta :
penyakit vaskuler,
kehamilan ganda,
malformasi tumor
Dinding otot Rahim
bagian bawah Rahim
lemah
Permukaan tubuh relatif
lebih luas
Jaringan lemak subkutan
lebih tipis
Faktor janin: kelainan
kromosom,malformasi,
T
TORCH, kehamilan
ganda
AS
Bayi lahir premature
(BBLR/BBSLR)
Prematuritas
DISMATURITAS
Faktor gangguan :
pertukaran zat antara
ibu dan janin
Reterdasi pertumbuhan
intra uterin
Berat badan <2500
gram
Fungsi organ-organ
belum baik
Penurunan daya
tahan
Penguapan berlebih
Pemaparan dengan suhu
luar
Kehilangan panas
melalui kulit
Kekurangan
cadangan energi
Resiko infeksi
Kehilanga cairan
Hipovolemia
Kehilangan
panas
malnutrisi
Termoregulasi Tidak
Efektif
Defisit Nutrisi
Hipotermia
5. Klasifikasi
Klasifikasi bayi berat menurut (Saifuddin, 2009) adalah :
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat badan 1500 – 2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat badan bayi kurang dari
1500 gram.
c. Bayi berat lahir ektrem rendah (BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000
gram.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.00024.000/mm3,hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
b. Hematokrit (ht) : 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisitemia,penurunan
kadar
menunjukkan
anemia
atau
hemoragic
prenatal/perinatal).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebihan.
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran ratarata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na,K,Cl) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
g. Pemeriksaan analisa gas darah.
7. Penatalaksanaan Medis
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk
perumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup
diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan
vitamin dan zat besi.
a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/BBLR
Bayi premature dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan
baik,metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu
bayi prematuritas harus dirawat di dalam incubator sehinga panas badanya
mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam incubator maka suhu bayi
dengan berat badan, 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat
badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila incubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas,
sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
b. Nutrisi
Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori
110 kal/kg BB sehingga pertumbuhanya dapat meningkat. Pemberian minum bayi
sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung.
Reflex menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang
paling utama, sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila factor
menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok
perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan
diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai
sekitar 200 cckg BB/hari.
c. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibody
belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak
pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR).
Dengan demikian perawat dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan
terisolasi dengan baik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata (Maryunani, 2013)
1) Identitas bayi : nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada.
2) Identitas orang tua : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama : bearat badan < 2500 gr, tinggi badan < 45 cm, lingkar dada < 30
cm, lingkar kepala < 33 cm, hipotermia.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat penyakit dahulu
1) Masalah yang berkaitan dengan ibu (Pantiawati, 2010)
Penyakit yang berkaitan dengan ibu seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa,
absorpsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes
millitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum
kelahiran/ prenatal care. Riwayat kelahiran prematur atau absorpsi, penggunaan obatobatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu : umur di bawah 16 tahun atau di atas
35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah, kehamilan kembar, status sosial
ekonomi yang rendah, tidak adanya perawatan sebelum kelahiran, dan rendahnya gizi,
konsultasi yang pernah dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak
kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual
lain, keadaan seperti toksemia, abrupsio plasenta, plasenta previa, dan prolapsus tali
pusat, konsumsi kafein, rokok, alkohol, dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
2) Bayi pada saat kelahiran (Pantiawati, 2010)
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan
pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar di bandingkan umur kehamilan, berat
biasanya kurang dari 2500 gram, kurus , lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,
kepala relative lebih besar dibandingkan badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar dada,
kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai
3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7 sampai 10
normal.
f. Keadaan umum: Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
g. Tanda-tanda Vital: Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
h. Kulit: Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
i. Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubunubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
j. Mata: Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksterhadap cahaya.
k. Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
l. Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
m. Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
n. Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
o. Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
p. Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus
costaae
pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1
sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
q. Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.
r. Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
s. Anus: Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeses.
t. Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
u. Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat
atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A,
1996 : 109-356).
Tanda Fisiologis
a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih,walaupun lapar bayi tidak menangis,
bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi,penyebabnya adalah : pusat pengatur
panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan kurangnya mobilisasi
sehingga produksi panas berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Termoregulasi tidak efektif
b. Hipotermi
c. Risiko Infeksi
d. Hipovolemi
e. Defisit Nutrisi
3. Intervensi Keperawatan
No
1.
Standar Diagnosa
Standar Luaran
Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia
(SLKI)
(SIKI)
Termoregulasi Tidak Efektif
Setelah
intervensi
suhu
keperawatan Observasi
……x…..
Definisi:
Kegagalan
dilakukan Regulasi Temperatur
mempertahankan diharapkan
tubuh
dalam
anak tiap 2 jam
 Monitor
rentang Termoregulasi
normal
Membaik
Penyebab :
kriteria hasil:
 Stimulasi
pusat
termoregulasi hipotalamus
 Fluktuasi suhu lingkungan
 Proses
 Monitor suhu tubuh
jam
penyakit
(Mis.
Infeksi)
dengan
 Kejang menurun (5)
 Suhu
 Suhu kulit membaik
kebutuhan
 Perubahan
laju
catat
dan
gejala
Terapeutik
 Pasang alat pemantau
suhu kontinu jika perlu

menurun
Sesuaikan
suhu
linkungan
dengan
kebutuhan pasien
menurun
(5)
 Kadar glukosa darah
metabolism
 Suhu lingkungan ekstrem
 Ketidakadekuatan
dan
hipertermia
(5)
 Hipoksia
oksigen
suplai
lemak subkutan
 Berat badan ekstrem
 Efek agen farmakologis
(mis. Sedasi)
Gejala dan Tanda Mayor
(Tidak Tersedia)
tanda
(5)
 Takipnea
dan
 Monitor
 Takikardi menurun
suhu lingkungan
warna
suhu kulit
membaik (5)
 Dehidrasi
Subjektif
 Monitor
tubuh
 Pucat menurun (5)
pakaian
frekuensi
pernapasan, dan nadi
 Proses penuaan
 Peningkatan
darah,
(5)
 Ketidaksesuaian
tekanan
Kolaborasi
membaik (5)
 Pengisian
kapiler
membaik (5)
 Ventilasi membaik
(5)

Kolaborasi
antipiretik
pemberian
Objektif
 Kulit dingin/hangat
 Menggigil
 Suhu tubuh fluktuatif
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak Tersedia)
Objektif
 Piloreksi
 Pengisian kapiler >3 detik
 Tekanan darah meningkat
 Pucat
 Frekuensi
napas
meningkat
 Takikardia
 Kejang
 Kulit kemerahan
 Dasar kuku sianotik
Kondisi Klinis Terkait
 Cedera Medula Spinalis
 Infeksi/sepsis
 Pembedahan
 Cedera Otak Akut
 Trauma
2
Resiko Infeksi (D.0142)
Setelah diberikan asuhan
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama
peningkatan
Pencegahan Infeksi
Observasi
terserang …x...jam diharapkan
organisme patogenik
dapat mengatasi Resiko
Faktor Resiko :
Infeksi dengan kriteria
 Penyakit kronis (mis. hasil:
Diabetes militus)
 Efek prosedur invasive
infeksi local dan sitemik
Terapeutik

Batasi
jumlah
pengunjung
Tingkat infeksi
Kebersihan
Monitor tanda dan gejela
tangan
 Berikan perawatan kulit
 Malnutrisi
meningkat (5)
 Peningkatan
organisme
paparan
pathogen
Kebersihan
badan
 Ketidakadekuatan
pertahanan

meningkat (5)
Nafsu
lingkungan
pada area edema
sesudah kontak dengan
makan
pasien dan lingkungan
meningkat (5)
tubuh
Cuci tangan sebelum dan
pasien
Demam menurun (5)

Pertahankan
primer
Kemerahanmenurun
aseptik
 Gangguan
(5)
beresiko tinggi
peristaltic
 Kerusakan
Nyeri menurun (5)
Edukasi
Bengkak

menurun
(5)
integritas kulit
 Perubahan sekresi
 Penurunan
kerja
silialis
 Ketuban
pecah
lama
 Ketuban
pecah
sebelum waktunya
Vesikel menurun (5)
Drainase
oprasi
purulenmenurun (5)
 Imununosupresi
 Leukopenia
inflamasi
 Faksinasi
adekuat
malaise
asupan nutrisi

Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
menurun (5)
Kolaborasi
Letargi menurun (5)

Kadar
sel
kognitif
darah
putih membaik (5)
darah
membaik (5)
Kultur
tidak
Anjurkan meningkatkan
menggigil
Kultur
respon

Pluria menurun (5)
menurun (5)
hemoglobin
tangan dengan benar
kondisi luka atau luka
Gangguan
 Penurunan
mencuci
hijau menurun (5)
Periode
sekunder
cara
 Ajarkan cara memeriksa
berwarna
menurun (5)
 Supresi
 Ajarkan
Sputum
 Status cairan tubuh
tubuh
Jelaskan tanda dan gejala
 Ajarkan etika batuk
Periode
pertahanan
pasien
menurun (5)
 Merokok
 Ketidakadekuatan
pada
infeksi
Cairan berbau busuk
pH
kondisi
urine
membaik (5)
Kultur
sputum
Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu
Kondisi klinis terkait :
membaik (5)
 AIDS
Kultur
 Luka bakar
membaik (5)
 Penyakit paru obstruktif
Kultur
area
luka
feses
membaik (5)
kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi
penggunaan
terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
3
Setelah
Hipotermia
dilakukan Manajemen Hipotermia
tindakan
Definisi: Suhu tubuh berada di selama
keperawatan Observasi:
….x….
menit
 Monitor suhu tubuh
 Identifikasi
penyebab
Termoregulasi
hipotermia
(mis.
Penyebab:
membaik dengan kriteria
Terpapar
suhu
 Kerusakan hipotalamus
hasil:
lingkungan
 Konsumsi alkohol
 Menggigil menurun
pakaian tipis, kerusakan
bawah rentang normal tubuh.
 Berat badan ekstrem
 Kekurangan
(5)
lemak
subkutan
 Terpapar suhu lingkungan
rendah
 Malnutrisi
diharapkan
 Kulit
hipotalamus, penurunan
merah
laju
menurun (5)
kekurangan
 Kejang menurun (5)
 Akrosianosis
menurun (5)
rendah,
metabolism,
lemak
subkutan)

Monitor tanda dan gejala
akibat hipotermia (mis.
 Pemakaian pakaian tipis
 Penurunan
laju
 Tidak beraktivitas
panas
Konduksi,
menurun (5)
(5)
(mis.
konveksi,
evaporasi, radiasi)
 Trauma
 Proses penuaan
 Vasokonstriksi
 Kurang terpapar informasi
pencegahan
hipotermia
Subjektif
(tidak tersedia)
 Kulit teraba dingin
 Menggigil
 Suhu tubuh di bawah nilai
normal
Subjektif
(Tidak tersedia)
disatria,
menggigil,
hipertensi,
diuresis;
Hipotermia
sedang:
aritmia,
koahulopati,
reflex
 Takikardi
menurun;
menurun
hipotermia
berat: oliguria, reflex
 Bradikardi menurun
menghilang, edema paru,
asam-basa abnormal)
(5)
 Dasar kuku sianolik
Terapeutik:
menurun (5)
menurun
 Sediakan
lingkungan
yang hangat (mis. Atur
(5)
 Suhu
tubuh
membaik (5)
(5)
 Kadar glukosa darah
 Pengisian
kapiler
membaik (5)
membaik
membaik (5)
 Ganti pakaian dan/linen
yang basah
 Lakukan
pasif
penghangatan
(mis.
Selimut
tebal
 Lakukan
aktif
darah
penghangatan
eksternal
kompres
(5)
 Tekanan
suhu ruangan, inkobator
menutup kepala, pakaian
membaik (5)
 Ventilasi
Gejala dan Tanda Minor
takipnea,
 Pucat menurun (5)
 Suhu kulit membaik
Objektif
ringan,
apatis,
 Hipoksia
Gejala dan Tanda Mayor
Hipotermia
hipotensi,
perifir menurun (5)
(5)
 Efek agen farmakologis
terhadap
oksigen
 Piloereksi menurun
metabolisme
 Transfer
 Konsumsi
(mis,
hangat,
botol
hangat, selimut hangat,
perawatan
model
kangguru)
Objektif
 Lakukan
penghangatan
 Akrosianosis
aktif internal (mis. Infus
 Bradikardi
cairan
 Dasar kuku sianotik
hangat, lavase pantoneal
 Hipoglikemia
dengan cairan hangat)
hangat,
oksigen
 Hipoksia
Edukasi:
 Pengisian kapiler >3 detik
 Anjurkan makan/minum
 Konsumsi
hangat
oksigen
meningkat
 Ventilasi menurun
 Piloereksi
 Takikardia
 Vasokonstriksi perifer
 Kutis
memorata
(pada
neonatus)
Kondisi Klinis Terkait
 Hipotiroidisme
 Anoreksia nervesa
 Cedera batang otak
 Prematuritas
 Berat badan lahir rendah
(BBLR)
 Tenggelam
4
Setelah
Hipovolemia
tindakan
keperawatan Observasi:
selama …...x…... menit  Periksan tanda dan gejala
Definisi:
Penurunan
dilakukan Manajemen Hipovolemia
volume
instravaskular,
cairan diharapkan
interstisial, Hypovolemia Membaik
dan/atau intraseslukler.
hipovolemias (mis. Nadi
meningkat,
nadi
teraba
tekanan
darah
dengan kriteria hasil:
lemah,
Status Cairan:
mneurun,
Penyebab:
 Kekuatan nadi (5)
menyempit, turgor kulit
 Kehilangan cairan aktif
 Turgor kulit (5)
menurun,
 Kegagalan
regulasi
mekanisme  Output urine (5)
 Pengsisian vena (5)
 Peningkatan permeabilitas  Frekuensi nadi (5)
kapiler
 Tekanan darah (5)
mukosa
tekanan
nadi
membrane
kering,
volume
urine menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake dan output
 Kekurangan intake cairan
 Tekanan nadi (5)
 Evaporasi
 Membrane
cairan
mukosa
Terapeutik
(5)
Gejala dan Tanda Mayor:
Subjektif
Venous  Hitung kebutuhan cairan
 Jugular
Pressure (JVP) (5)

Berikan posisi modified
Trendelenburg
-
dan  Berikan asuoan cairan oral
Objektif:
Integritas
 Frekuensi nadi meningkta
Jaringan:
 Nadi teraba lemah
 Elastisitas (5)
Edukasi
 Tekanan darah menurun
 Hidrasi (5)
 Anjurnkan memperbanyak
 Tekanan nadi menyempit
 Perfusi jaringan (5)
 Turgor kulit menurun
 Kerusakan
 Membrane mukosa kering
Kulit
jaringan  Anjurkan
 Kerusakan
 Hematokrit meningkat
kulit (5)
menghindari
perubahan
(5)
 Volume urine menurun
asupan cairan oral
lapisan
posisi
mendadak
Kolaborasi
Gejala dan Tanda Minor
 Kolaborasi
pemberian
Subjektif;
cairan IV isotonis (mis.
 Merasa lemah
NaCl, RL)
 Kolaborasi
 Mengeluh haus
pemberian
Objektif:
cairan IV hipotonis (mis.
 Pengisian vena menurun
Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Status mental berubah
 Kolaborasi
 Suhu tubuh meningkat
cairan
 Konsentrasi
urine
meningkat
 Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi Klinis Terkait:

Penyakit Addison
 Trauma atau perdarahan
 Luka bakar
pemberian
koloid
(mis.
Albumin, Plasmanate)
 Kolaborasi
pemberian
produk darah.
Manajemen
Syok
Hipovolemik
Observasi
 Monitor
status
kardiopulmonal (frekuensi
 AIDS
danb

frekuensi
Penyakit Crohn
 Muntah
 Diare
nadi,
napas,
TD,
MAP)
 Monitor status oksigenasi
 Colitis ulseratif
 Hipoalbuminemia
tekanan
(oksimetri nadi, AGD)
 Monitor
status
cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
Terapeutik
 Pertahankan jalan napas
paten
 Berikan
oksigen
untuk
mempertahankan
satirasi
oksigen >94%

Perispaan
intubasi
dan
ventilasi
mekanis,
jika
perlu
 Berikan
posisi
syok
(modified Trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang katetr urine untuk
menilai produksi urine

Pasang selang nasogastric
untuk
dekompresi
lambung, jika perlu
 Kolaborasi
pemberian
epinefrin

Kolaborasi
pemberian
dipenhidramin, jika perlu

Kolaborasi
pemberian
bronkodilator, jika perlu

Kolaborasi
intubasi
endotracheal, jika perlu

Kolaborasi
pemberian
resusitasi cairan, jika perlu
5
Setelah
Defisit Nutrisi
tindakan
Definisi :
dilakukan Manajemen Nutrisi
keperawatan
selama ... x ... jam
Asupan Nutrisi tidak cukup diharapkan
untuk
memenuhi
perawatan
kebutuhan diri meningkat dengan
Metabolisme.
kriteria hasil :
Penyebab :
Status nutrisi
 Ketidakmampuan
mencerna makanan.
 Ketidakmampuan
menelan makanan.
 Ketidakmampuan
mengabsorpsi makanan.
 Peningkatan kebutuhan
mtabolisme.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
 Berat badan
meningkat
Alergi
makanan
 Indentifikasi
kebutuhan
kalori yang dibutuhkan
pasien
 Fungsi
 Monitor asupan mkanan
Gastrointestinal
 Monitor
hasil
membaik
pemeriksaan
 Nafsu makan
laboratorium.
meningkat
 Perilaku
Objektif :
badan
rentang ideal.
 Indentiikasi
 Monitor berat badan
meningkatkan berat
minimal 10% dibawah
 Identifikasi status nutrisi
 Eliminasi fekal
 Berat badan menurun
Observasi
 Status menelan
 Tingkat depresi
Terapeutik
 Lakukan
oral
hygene
sebelum makan
 Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
 Sajikan mkanan secara
menarik
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
 cepat kenyng setelah
makan
 kram/nyeri abdomen
 Berikan makanan tinggi
kalori
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk
 nafsu makan menurun
 Anjurkan
diet
yang
diprogramkan
Objektif :
 bising usus hiperaktif
 otot pengunyah lemah
 otot menelan lemah
 membrane
mukosa
pucat
 sariawan
 serum albumin turun
Kondisi Klinis Terkait :
 Stroke
 parkinson
 Mobious syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2014. Bayi Berat Lahir Rendah, In Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Proverati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi, AH. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indoenesia, Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta.
Saifuddin, AB. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, 5
th edn, YBP- SP. Jakarta.
Download