Uploaded by User93733

moral dan nilai

advertisement
1.
Paparan Masalah
Perawat adalah bagian yang sangat krusial dalam pengembangan
bidang kesehatan. Profesi perawat diatur oleh PP No 32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan. Eksistensi perawat sangat krusial karena jumlahnya di
dalam pelayanan kesehatan sangat banyak dan cenderung mendominasi di
banding tenaga kesehatan lainnya, bahkan dominasi jumlah perawat tersebut
juga sebanding dengan peran mereka terhadap pasien. Perawat sebagai
tenaga kesehatan dengan jumlah terbanyak di indonesia merupakan ujung
tombak dalam mencapai kesejahteraan pasien dalam hal kesehatan.
Nilai-nilai adalah suatu aspek yang penting dalam mengambil
keputusan karena nilai-nilai mempengaruhi persepsi dan motivasi
seseorang, maka penting bagi perawat untuk menjadi sadar akan nilainilainya dan nilai-nilai orang lain yang terkait dalam situasi. Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat menciptakan suasana dimana
nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan dari individu dihormati. Suasana dalam
menciptakan penghargaan akan nilai dan moral dari individu pasien tersebut
meliputi penghargaan akan hidup, penghargaan akan martabat, dan
penghargaan akan hak klien (Naden & Eriksson, 2005). Asuhan
keperawatan yang berkualitas harus terdapat didalamnya sikap perawat yang
menerima dan menghargai moral individu pasien. Dalam praktek
keperawatan harus diperhatikan moral individu baik dari moral pasien
maupun moral perawat sendiri. Sehingga prinsip-prinsip nilai dan moral
harus diterapkan dalam asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasien
tersebut menjadi suatu pertimbangan dalam melakukan asuhan keperawatan
(Kim et al., 2002).
Dalam melakukan asuhan keperawatan gangren pada pasien diabetes
mellitus biasanya perawat menggunakan masker untuk melindungi pasien
dari bau yang tidak sedap yang disebabkan penyakit gangren yang membusuk pada
pasien diabetes mellitus. Padahal penyakit gangren pada pasien DM bukan
merupakan yang infeksius sehingga tidak diperlukan masker. Bau pada
penyakit gangren tersebut merupakan ciri khas. Reaksi pada bau terkadang
berlebihan yang terlihat pada reaksi non verbal perawat saat merawat luka
gangren (Roberson, Neil & Bryant, 2008). Reaksi non verbal adalah suatu
reaksi yang melputi gerakan wajah, sentuhan, gerakan tubuh, dan kualitas
dari suara (Martin et al.,2010). Memakai masker saat merawat luka gangren
maupun reaksi nonverbal merupakan melanggar nilai dan moral pada
pasien. Kesulitan yang sering dihadapi oleh perawat saat merawat luka
gangren yaitu konflik nilai dan moral antara pasien dan klien.
Oleh karena dari permasalahan mengenai nilai dan moral tentang
pemakaian masker dan reaksi nonverbal pada saat merawat luka gangren
tersebut baik dari perspektif pasien dan perawat belum dilakukan dengan baik.
Di sisi lain pasien sudah malu akan penyakitnya yang berbau dan merembes sehingga
terisolasi dari komunitas sekitar, belum lagi dari reaksi nonverbal dan
pemakaian masker oleh perawat yang membuat pasien lebih tersiksa
sehingga nilai dan moral pasien yang menyebabkan keputusasaan. Sehingga
diperlukan suatu komunikasi untuk menjembatani kesenjangan nilai dan
moral antara pasien dan perawat. Komunikasi tersebut sangat penting bila
memang harus memakai masker sehingga tidak terjadi kesenjangan nilai dan
norma pasien dan pasien merasa nyaman dan tidak perlu malu akan luka
berbau yang dideritanya dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dapat dilakukan dengan baik.
2.
Pembahasan
Nilai
(value)
berarti
sebuah
keyakinan
seseorang
mengenai
penghargaan terhadap sesuatu hal yang mengarahkan individu untuk
bersikap. Menurut Rich & Butts (2010) menyebutkan pemahaman tentang
nilai bahwasanya nilai berati pandangan atau persepsi yang menjadi evaluasi
seorang individu menginginkan atau tidak menginginkan sesuatu, persepsi
terhadap baik atau tidaknya suatu hal. Nilai dalam keperawatan berarti hal
apa saja yang penting untuk diputuskan dan kemudian diaplikasikan oleh
perawat dengan pasien yang secara persepsi sama baiknya bagi kedua pihak
tersebut. Nilai antara perawat dan pasien harus mengacu pada moral yang
sesuai dan baik untuk diaplikasikan, salah satu moral yang baik adalah
dengan terbentuknya rasa saling percaya untuk kemudian memperbaiki
kondisi pasien menuju kesejahteraan.
Sebuah review literatur yang disusun oleh Shahriari et al., (2013)
menjelaskan bahwa secara garis besar nilai-nilai etika terbagi dengan
komunitas global. Waaupun demikian, pada beberapa kasus utamanya dari
segi pengaruh sosial, budaya, status ekonomi dan kepercayaan religius
terhadap nilai menghasilkan pemahaman yang berbeda terhadap nilai. Hal
ini membuktikan bahwa walaupun secara global nilai itu dipandang sama,
namun faktor-faktor pembeda tersebut diatas membuat pemahaman individu
terhadap nilai menjadi berbeda, begitu pula dengan bagaimana mereka
menghargai nilai individu lain. Nilai memegang peranan penting dalam
membentuk moral seorang individu, dan karena di dalam nilai tersebut maka
seorang individu memiliki motivasi untuk bertindak dan memilih
keputusan..
Menurut Wright dalam Jormsri et al.,(2005) bahwa nilai dipengaruhi
pilihan etik menjadi 3 bagian yaitu: (1) kerangka nilai dari masalah dan
sudut pandang masyarakat tentang masalah nilai, (2) alternatif pemecahan
nilai bahwa pertimbangan manusia sebagai sebuah tindakan yang bisa
dilakukan, (3) nilai keputusan langsung merupakan pemecahan suatu
permasalahan. Sedangkan menurut Shahriari et al., (2013) bahwa terdapat
10 komponen dalam nilai yaitu; (1) Human dignity (martabat manusia)
adalah menghormati dari individu pasien meliputi kepribadian, keluarganya,
dan lingkungan merupakan hal terpenting dalam nilai keperawatan, (2)
Social Justice (keadilan sosial) merupakan persamaan dalam mendapatkan
akses kesehatan dan diperlakukan sama baik dari status ekonomi, sosial, dan
status budaya, (3) Altruism artinya adalah perawat berperan dalam
memberikan bantuan kepada klien, bersedia menghormati dan menghargai
dalam
dalam
usaha
mendapatkan
pengambilan
kesehatannya
keputusan artinya
kembali,
perawat
(4)
Autonomi
berperan
dalam
pengambilan keputusan , baik dalam menerima ataupun menolak suatu
tindakan, intervensi dan perawatan. Sehingga perawat dapat membantu
pasien mendapatkan haknya dalam menerima informasi tentang diagnosa,
pengobatan, dan pencegahan dalam pengambilan keputusan yang tidak tepat, (5)
Precision and accuracy in caring merupakan keahlian klinisi dan pengetahuan
perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien, meningkatkan kesehatan
mereka dan meredakan dari rasa nyeri dan penderitaan, (6) Responsibilty
berkaitan dengan komitmen, tanggung jawab pemenuhan hak pasien, dan
menghormati keputusan pasien, (7) Human relationship meliputi asuhan
keperawatan termasuk tindakan efektif dalam suatu hubungan yang berdasar
saling menghormati dan memahami, (8) Individual and profesional competency
merupakan erat kaitannya dengan keperawatan sebagai suatu profesi yang
profesional dan berkompeten sehingga keperawatan dapat tumbuh dan
berkembang, (9) Sympathy merupakan erat kaitannya dengan memahami
pasien dan kebutuhan keluarganya dan memberikan perawatan berdasar
komunikasi yang adil, (10) Trust erat kaitannya dengan kejujuran dalam
perkataan dan perbuatan.
Berbeda dengan nilai, moral merupakan tolak ukur dari benar atau
salah sebuah perilaku manusia dalam mengambil suatu keputusan untuk
melakuykan suatu tindakan. Oleh Aristotle dalam Broadi (2002)
mengatakan bahwa penalaran moral adalah suatu kebijaksanaan yang
berfokus untuk pencapaian yang baik. Penalaran ini berfokus pada
pencapaian yang baik untuk mengetahuai cara bertindak dalam situasi
tertentu, melakukan pertimbangan yang matang, yang konsisten dan
mempunyai karakter yang bagus. Pertimbangan, penilaian, dan keputusan
adalah langkah menuju perubahan dalam pengetahuan menuju suatu
tindakan (Broadie dalam Rich & Butts, 2010).
Menurut Jormsri et al., (2005) mengatakan bahwa kompetensi moral
meliputi 3 moral yaitu moral perception sebagai bentuk dari sifat afektif
yang memberikan kesadaran akan nilai dan ekspresi dari nilai berdasar
komunikasi yang sama; moral judgement merupakan bentuk kognitif yang
meminta dari pilihan individu yang memerlukan alasan yang logis dan
berpikir kritis; moral behaviour merupakan tindakan yang tegas dari pilihan
individu tersebut. Pada saat ini dapat dijawab dengan single kerangka kerja
moral itu cukup mewakili morality semua individu di semua budaya.
Indikator dari keranga kerja kompetensi moral dalam praktik keperawatan
menurut Jormsri et al., (2005) meliputi (1) loving kindness adalah ekpresi
manusia dari bergbagai karakater, (2) compassion adalah rasa kasihan/iba
terhadap penderitaan oranglain secara afektif dan membebaskan dari rasa
penderitaan dan nyeri, (3) Sympathetic joy adalah suatu perasaan bahagia
saat melihat orang bahagia saat orang lain berhasil memberikan bantuan dan
dukungan kepada meraka yang bertahan dari penderitaan mereka, (4)
equanimity adalah menerima mereka apaadanya dengan segala kebaikan dan
keburukan yang dimiliki, (5) responsibility dalam profesi perawat adalah
perawat harus bertanggung jawab kepada pasien sebagai klien, (6) discipline
adalah perawat harus lebih berhati-hati dalam menata kehidupan mereka
untuk perkembangan personal. Mereka dapat mengontrol diri mereka
dengan membantu daripada mengeksploitasi tindakan mereka, (7) honesty
berfokus pada menghargai manusia dengan memegang kebenaran,
menghindari penipuan dan berusaha keras berbuat baik kepada oranglain,
(8) respect for human values, dignity and rights, adalah melihat manusia
sebagai tetangga dan penduduk dari dunia dan berpikir mereka bahwa
meraka sama dan unik.
Dari teori nilai dan moral diatas, bahwa perawat harus bekerja secara
profesional dengan berbagai kompeten yang harus dicapai dengan bekerja
berdekatan bersama-sama dan perawat mendapat dukungan dan konfirmasi
yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuan yang baik dan menjadi
perawat yang baik. Bekerja disektor perawatan luka dengan bau yang
menyengat memang membuat perawat stress namun sikap perawat yang
menunjukka sifat stress itu harus dihindari demi kebaikan pasien tersebut
(Lindhal et al., 2010). Sehingga tidak ada lagi pelanggaran nilai dan moral
terhadap pasien maupun perawat sendiri dengan bekerja secara profesional
dengan komunikasi yang tetap terjaga sehingga perawat dapat memberikan
perawatan dengan baik pada pasien penyakit gangren yang berbau sambil
perawat berpikir sebagai perawat yang baik. Perawat harus menghindari
reaksi nonverbal saat melakukan perawatan luka yang berbau. Reaksi
nonverbal tersebut ada 2 macam yaitu pola reaksi fisik meliputi menyengir,
memalingkan muka, bersikap jijik, menyilangkan lengan, dan diam saja dan
yang keduayaitu psikososial nonverbal meliputi perawat tidak mau
bertatapan dengan pasien, tidak senyum atau ramah terhadap pasien (Baker,
G. W., 2012).
3.
Kesimpulan
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat rentan terhadap
permasalahan menyangkut nilai dan moral karena perawat adalah tenaga
kesehatan yang paling banyak menghabiskan waktu dan melakukan paling
banyak proses interaksi dengan pasien. Untuk dapat mengoptimalkan
asuhan keperawatan maka seorang perawat hendaknya lebih memperhatikan
nilai-nilai baik itu nilai yang menyangkut diri sendiri dan juga pasien
tentunya. Perawat harus bekerja profesional dengan disertai moral kompeten
meliputi yang diutarakan oleh Jormsri et al., (2005) yaitu loving kindness,
compassion, sympathetic joy, equanimity, responsibility, discipline, honesty,
respect for human dignity, values and rights. Intinya perawat haruslah
menghargai martabat pasiennya dengan memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas sesuai kode etik keperawatan.
4.
Saran
Saat ini banyak perawat yang mengabaikan etika kepada pasien.
Terutama perawat-perawat muda yang belum berpengalaman pun mulai
hilang kepekaan terhadap nilai dan moral yang baik. Hal ini dimungkinkan
juga dari pengaruh senioritas yang tidak memberikan contoh yang baik
dalam berprilaku sesuai etika yang baik. Di setiap lingkungan pelayanan
banyak sekali adanya komplain-komplain terkait etika dan moral perawat
yang menurun.. Perawat saat ini sudah mulai adanya kemerosotan atau
penurunan kualitas dari segi pelayanan. Padahal perawat adalah profesi
yang paling banyak dan lama berinteraksi dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Draper C. (2005). The management of malodour and exudate in fungating
wounds. Br J Nurs; 14(11S): S4 – S12.
Jormsri, P., Kunaviktikul, W., Ketefian, S., & Chaowalit, A. (2005). Moral
competence
in
nursing
practice.
Nurs
Ethics
14.
doi:10.1191/0969733005ne828oa
Kim, Y. S., Park, J. W., Jung Son, Y., & Suk Han, S. (2002). Nurse managers’
moral self concept and ethical sensitivity. Journal of Korean Academy of
Nursing, 32, 7.
Lindahl, E., Gilje, F., Norberg, A., & Söderberg, A. (2010). Nurses' ethical
reflections on caring for people with malodorous exuding ulcers. Nursing
Ethics, 17 (6), 777-90. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0969733010379181
Martin, A., O'Connor-Fenelon, M., & Lyons, R. (2010). Non-verbal
communication between nurses and people with intellectual disability: A
review of the literature. Journal of Intellectual Disabilities,14(4), 303-314.
Naden, D., & Eriksson, K. (2004). Understandeing The Importance Of Values
And Moral Attitudes in Nursing Care in Perserving Human Dignity.
Nursing Science Quarterly, 17(1), 86-91.
Roberson, D. W., Neil, J. A., & Bryant, E. T. (2008). Improving wound care
simulation with the addition of odor: A descriptive, quasi-experimental
study.OstomyWound Management, 54(8), 36-43.
Rich and Butts, (2010). Foundation of Ethical Nursing Practice. Joane and
Barnett Learning : LCC
Shahriari, M. , Mohammadi, E., Abbaszadeh, A., & Bahrami, M. (2013). Nursing
Ethical Values and Definition : A Literatur Review Iranian Journal of
Nursing and Midwifery Research 18(1), 280-288.
Snellman, I., & Gedda, K. M. (2012). The value ground of nursing. Nursing
Ethics, 19(6), 714-26. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0969733011420195
Spilsbury K., Nelson A., Cullum N., Iglesias C., Nixon J., and Mason S. (2007).
Pressure ulcers and their treatment and effects on quality of life: hospital
inpatient perspectives. J Adv Nurs 57, 494–504.
Download