KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Disusun Oleh : KELOMPOK IX 1. DESI WAHYUNI 2. SULAIMAN LUBIS DOSEN PEMBIMBING : JUREID, ME.I SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI MANDAILING NATAL 2020/2021 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak JUREID, ME.I selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Panyabungan, Penulis, Kelompok IX ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................ ii DAFTAR ISI.............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... ...........4 B. Rumusan Masalah .....................................................................................4 C. Tujuan Penulisan ........................................................................... ...........4 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Fiqih Muamalah ........................................................ .............. 5 B. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah ................................................ ............. 6 C. Prinsip-Prinsip Muamalah ............................................................ ............ 6 D. Jenis-Jenis Muamalah .................................................................. ............ 8 E. Pembagian Fiqih Muamalah ........................................................ ............. 9 F. Konsep Dasar Fiqih Muamalah ..................................................... .......... 10 BAB III ..PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................ 12 B. Saran ...................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari hubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi dia tidak mamapu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan anatara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan lain, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. Islam sebagai agama komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah Konsep Dasar Fiqih Muamalah? 2. Apa Saja Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqih Muamalah? 3. Apa Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi? 4. Bagaimanakah Hubungan Fiqih Muamalah dan Hukum Perdata? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Bagaimanakah Konsep Dasar Fiqih Muamalah. 2. Untuk mengetahui Apa Saja Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqh Muamalah 3. Untuk mengetahui Apa Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi. 4. Untuk memahami Bagaimanakah Hubungan Fiqih Muamalah dan Hukum Perdata. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Fiqh Muamalah Fiqh Muamalah terdiri dari atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalah. Menurut etimologi fiqh adalah “paham”. Secara terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencangkup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak maupun ibadah sama dengan arti syari’ah Islamiyah. Jadi fiqh yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil- dalil yang terperinci.1 Secara etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat dan saling mengenal. Secara terminologi muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia dan alam sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul kehidupan. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencarian, dan cara memperoleh rezeki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.2 Jadi secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa Fiqh Muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kahidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara rinci. Jadi Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua. 1. Pengertian fiqih muamalah dalam arti luas. Dari pengertian dalam arti luas di atas dapat diketahui bahwa fiqih muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi dan sosial masyarakat. 2. Pengertian fiqih muamalah dalam arti sempit. fiqih muamalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperolaeh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda). 1 2 Sapiuddin Siddiq, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010), hlm. 4. Ibid. 3 B. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah 1. Al-Muamalah Al-Madiyah Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’. Al-Muamalah Al-Adabiyah Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukarmenukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll. AlMuamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, dll. Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. C. Prinsip-prinsip Muamalah Muamalah adalah keniscayaan. Hanya saja, Islam mengatur bahwa muamalah harus didasarkan pada prinsip-prinsip kebaikan dan jauh dari berbagai keburukan. Diantara prinsipprinsip muamalah dalam Islam adalah sebaga berikut. Ke-1, segala sesuatu di alam semesta, bahkan diri kita, pada dasarnya adalah milik Allah. Dialah Pemilik yang sebenarnya dari segala sesuatu. Allah memberikan harta kepada manusia dan melebihkan harta sebagian orang diatas sebagian yang lainnya dalam rangka untuk menguji atas apa yang Allah telah berikan. Allah hendak menguji apakah harta yang diberikan akan digunakan untuk taat kepada-Nya ataukah justru untuk maksiat kepada-Nya. Allah hendak menguji apakah seseorang hendak berbagi dengan sesamanya ataukah menahan hak mereka yang membutuhkan. 4 Ke-2, asas kebolehan. Hukum asal muamalah adalah boleh, sampai ada larangan. Ke-3, asas kehalalan usaha dan transaksi. Harta harus dicari dengan cara yang halal kemudian dibelanjakan dan ditransaksikan dengan cara yang halal pula. Ke-4, asas kehalalan harta. Jangan memperjualbelikan harta yang haram, misalnya khamr, daging babi, transaksi zina, dan sebagainya. Ke-5, asas kebebasan. Seseorang pada dasarnya bebas untuk memilih dengan cara apa ia mencari harta sepanjang dengan cara yang halal, dan bebas pula bagaimana ia mentasharruf-kan/membelanjakan hartanya sepanjang itu transaksi yang halal. Ke-6, asas kerelaan/sukarela. Transaksi muamalah mesti didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak, tanpa ada paksaan. Ke-7, asas kejujuran. Seseorang harus jujur dalam melakukan muamalah. Tidak menyembunyikan aib atau cacat pada barang yang ditransaksikan. Ke-8, asas keadilan. Sesama manusia harus diperlakukan dengan adil, terlepas dari jenis kelamin, ras, warna kulit, dan sebagainya. Namun, adil tidak selalu bermakna sama rata. Misalnya, kewajiban laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga tidak sama persis, menyesuaikan dengan kodrat masing-masing. Ke-9, asas tidak menzhalimi. Tidak menyakiti orang lain. Tidak mengambil atau mengurangi hak orang lain. Tidak merampas hak orang lain. Tidak mengurangi timbangan. Tidak menipu orang lain. Tidak mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dan sebagainya. Ke-10, asas tidak mengundi nasib (perjudian). Perjudian diharamkan dalam Islam. Perjudian disebut maysir, berakar dari kata yusr yang artinya mudah, karena dengan perjudian orang berharap mendapatkan harta yang banyak dengan cara mudah, tanpa perlu bersusah- payah. Islam mengajarkan agar kita bekerja dan berusaha untuk mendapatkan harta kekayaan. Ke-11, asas tidak adanya gharar. Gharar artinya ketidakjelasan. Karenanya kita dilarang melakukan praktek jual beli ijon atau memperjualbelikan barang yang masih tidak jelas spesifikasinya. Ke-12, asas tidak adanya riba. Riba pada dasarnya adalah kezhaliman, dengan cara mencekik orang yang berhutang karena tanggungan pinjamannya bertambah dari apa yang sebenarnya ia pinjam. Riba juga pada dasarnya adalah ketidakadilan dan menyebabkan kerugian pada orang lain, karena memperjualbelikan barang yang sama (barang-barang ribawi) dengan adanya selisih (jumlah yang berbeda) ataupun dengan tempo. Ke-13, asas tolong-menolong (ta'awun). Karena itulah Islam menganjurkan hutang-piutang tanpa riba dengan semangat menolong yang membutuhkan. Demikian pula Islam menganjurkan kafalah, hibah, infaq, dan sedekah, dalam rangka untuk menolong yang 5 membutuhkan. Jadi, tidak selalu kita melakukan muamalah dengan motif mencari keuntungan semata. Ke-14, asas tidak berlebihan (mubadzir dan israaf). Bahkan terhadap harta yang halal, Islam melarang tindakan menghambur-hamburkan harta (mubadzir) ataupun berlebih-lebihan dalam yang halal. Ke-15, asas tidak adanya monopoli dan menimbun kebutuhan banyak orang. Tindakan monopoli dan menimbun kebutuhan banyak orang pada dasarnya adalah menzhalimi orang lain, sehingga dilarang dalam Islam. Ke-16, asas sosial. Karena itulah Islam mewajibkan zakat karena zakat adalah hak orangorang yang membutuhkan, agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja, sehingga terjadi kesenjangan ekonomi yang amat lebar. Ke-17, asas mendatangkan manfaat dan menolak kemadharatan/keburukan. Segala muamalah yang diperbolehkan ataupun dianjurkan oleh Islam senantiasa dengan maksud untuk mendatangkan maslahat dan menolah kemadharatan/keburukan, karena memang inilah maksud dari syariat. D. Jenis-Jenis Muamalah Secara umum, Muamalah dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu diantaranya adalah : 1. Syirkah Istilah Syirkah menurut bahasa diartikan sebagai kongsi, kerjasama ataupun ber-syarikat. Dalam praktik pada kegiatan ekonomi, Syirkah adalah upaya yang bertujuan untuk menggabungkan sumber daya dari dua orang atau lebih guna mewujudkan tujuan bersama. Secara umum, sumber daya yang dimaksud disini bisa berupa keahlian, modal uang, bahan baku, jaringan kerja dan masih banyak lagi. Dalam ekonomi konvensional, Syirkah ini sering juga disebut sebagai usaha patungan atau kongsi.3 Tidak ada perbedaan yang signifikan dari Muamalah jenis ini, kecuali dalam ekonomi Islam, bahwa bisnis tidak boleh melanggar hukum Syariah seperti kerjasama dalam kemitraan kartel Alkohol, Narkoba serta kegiatan jual beli barang yang dilarang oleh agama. 2. Mudharabah Mudharabah merupakan sebuah akad yang digunakan untuk mengikat hubungan kerjasama yang melibatkan dua pihak atau lebih yaitu pemodal (sahib al-mal) serta orang yang melaksanakan usaha (mudharib). 3 Ahmad Hamid, Al-Bayan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 198. 6 Akad Mudharabah ini juga bisa dikatakan sebagai suatu kegiatan bagi hasil untuk dua belah pihak, yaitu dengan cara menentukan berapa persen bagian keuntungan yang akan didapatkan oleh kedua belah pihak. Seorang Mudharib wajib untuk mengembalikan modal yang sudah dipinjam serta memberikan bagian dari keuntungan yang sudah ditentukan dengan kontrak yang disepakati atau tanpa adanya kontrak yang disepakati. 3. Wakalah Wakalah adalah kegiatan untuk memindahkan kekuasaan yang dilakukan oleh satu orang ke orang lain yang bertindak sebagai pihak kedua untuk bertindak sesuai dengan transaksi yang dimaksud. Misalnya seperti, kegiatan transaksi jual beli dari surat berharga yang dilaksanakan oleh manajer investasi kepada pihak bank kustodian. Ha ini tentunya perlu untuk digaris bawahi bahwa Wakalah tidak sama dengan wasiat. Apabila wasiat hanya berlaku untuk orang sudah meninggal, sedangkan Wakalah berlaku untuk orang masih hidup. 4. Wadiah Wadi’ah adalah sebuah titipan yang diberikan oleh nasabah (penitip) yang harus dijaga dan juga dikembalikan apabila nasabah tersebut sudah menginginkan untuk pengembalian. Di dalam akad Wadiah ini, para nasabah harus membayarkan biaya yang sudah ditentukan bersama sebelumnya, atas jasa penitipan tersebut. Ketika menggunakan ekonomi konvensional dalam kehidupan sehari-hari, Anda sering menemukan semacam kontrak wadiah, misalnya seperti loker. 5. Musaqah Musaqah adalah bentuk kolaborasi antara pemilik kebun dan penyewa atau pengelola yang ditugaskan untuk merawat kebun dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Margin keuntungan atau profit yang diperoleh akan dibagi sama rata antara si pemilik kebun dengan si pengelola kebun. Musaqah menurut Baginda Rasulullah SAW itu Mubah. E. Pembagian Fiqih Muamalah Menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah membagi Fiqh Muamalah menjadi dua bagian:4 4 M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta, Amzah, 2011), hlm. 157. 7 1. Al-Muamalah Al-Madiyah Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’. 2. Al-Muamalah Al-Adabiyah Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah AlAdabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, dll. Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. F. Konsep Dasar Fiqih Muamalah Kontemporer Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan ke harta bendaan dalam bentuk transaksi-transaksi yang modern.5 Contoh dari hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah disini adalah jual beli, sewa menyewa, perserikatan, usaha perbankan, asuransi yang islami dan lain lain. Di awali, muncul bidang bahasan fiqh oleh para fukaha atau ahli fiqih dibagi dalam tiga bagian besar: yaitu akidah, ibadah dan muamalah. Akidah mengandung kepercayaan kepada Allah SWT, Malaikat, Rasul, Kitab, hari kiamat, qada dan qadar dan lainnya yang berhubungan dengan keimanan. Dalam bidang ibadah mengandung masalah yang menyangkut hubungan manusia dengan Alah SWT, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan dalam bidang muamalah yaitu yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya dalam 5 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, edtor, lihhiati. Ed.1, cet. 2.(Jakarta: Amzah, 2013). Hlm 3 8 kehidupan bermasyarakat. Awalnya, Dalam bidang muamalah ini juga tercakup masalah keluarga, seperti perkawinan dan perceraian. Tetapi, setelah terjadinya disintegrasi di dunia Islam, khususnya di zaman Turki ustmani, maka terjadilah perkembangan pembagian fiqih baru. Setelah itu bidang muamalah dipersempit, sehingga masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum keluarga tidak masuk dalam pengertian muamalah. Muamalah tinggal mengatur permasalahan yang menyangkut hubungan seseorang dengan seseorang lainnya dalam bidang ekonomi . Seperti jual beli, sewa menyewa dan pinjam meminjam, gadai, perkongsian, hibah, upah dan perseroan. Dalam fiqh muamalah, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Misalnya, dalam melaksanakan suatu hak atau tindakan, tindakan tersebut tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Karena setiap orang yang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, sengaja atau tidak sengaja , maka akan dimintai pertanggung jawaban. Dalam muamalah adanya istilah transaksi. Pada setiap transaksi, terdapat beberapa prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh syara'. Pertama, setiap transaksi mengikat orang atau pihak yang bertransaksi, kecuali transaksi yang jelas-jelas melanggar aturan syariat. Kedua, syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas namun bertanggung jawab. Ketiga, setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Dan keempat, syari' (pembuat hukum) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat baik, agar dapat terhindar dari segala bentuk penipuan dan kecurangan. 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Fiqih Muamalah adalah fiqih yang membahas tentang bagaimana hubungan antar manusia dengan manusia dalam sebuah hubungan masyarakat, yang mana aturan-aturan tersebut ada sebagai suatu petunjuk kepada manusia agar sesuai syariat agama. Kemudian mengenai pembagian Fiqih Muamalah yakni Al-Muamalah Al-Madiyah yang maksudnya adalah muamalah yang mengkaji jenis-jenis muamalah yang ada di masyarakat umum yang sesuai syariat Islam. Sedangkan Al-Muamalah Al-Adabiyah maksudnya, muamalah yang mengkaji tata cara bermuamalah dengan mengutamakan keridaan setelah akad maupun ijab kabul. B. Saran Fiqih Muamalah sangat penting untuk dipelajari terutama bagi para pencari ilmu yang ingin lebih tahu lebih jauh tentang hubungan-hubungan antar manusia dengan syariat islam. 10 DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hamid, Al-Bayan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, edtor, lihhiati. Ed.1, cet. 2.(Jakarta: Amzah, 2013). M. Yatimin Abdullah, MA, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta, Amzah, 2011) Syafe’I, Rachmat. 2001. Fiqh Mu’amalah. Bandung: CV Pustaka Setia. Sapiuddin Siddiq, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media Grub, 2010) 11