Uploaded by User92402

Analisis Kadar Abu Pakan Ikan

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI IKAN
‘’ANALISIS KADAR ABU’’
Nama
: Kamiliya Zahrah Taher
Nim
: 141811133108
Kelas
:B
Kelompok
:7
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu merupakan merupakan padatan sisa pembakaran bahan organik yang
tidak menguap (Kartana, 2020). Sedangkan menurut Zaenuri (2014), abu dalam
pakan termasuk komponen anorganik yang tidak dapat dikonsumsi. Cara
memperoleh abu dilakukan dengan melakukan pembakaran sempurna terhadap
suatu bahan pada suhu tinggi, selama waktu tertentu. Menurut Agustono (2017),
abu diperoleh dari pembakaran pakan dalam tanur dengan temperatur 400-600oC
abu sendiri, terdiri dari zat-zat anorganik atau mineral.
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. (Samudry, 2018). Kadar abu dapat
menunjukan total mineral dalam suatu bahan. Kadar abu dari pakan yang berasal
dari hewan dan ikan dapat digunakan sebagai indeks untuk kadar Ca (Kalsium)
dan F (Fosfor) (Haq, 2018). Sehingga, penetuan kadar abu merupakan tahap awal
untuk melakukan penentuan kadar mineral suatu bahan.
Analisis kadar abu dilakukan untuk menentukan kadar bahan organik
suatu bahan. mengetahui. Untuk itu praktikum ini perlu dilakukan untuk
mengetahui kadar abu yang terkandung dalam bahan paka serta untuk mengetahui
metode analisis kadar abu pada bahan pakan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Analisis Kadar Abu ini adalah agar praktikan
mengetahui kadar abu yang terkandung dalam bahan paka serta mengetahui
metode analisis kadar abu pada bahan pakan.
1.3 Waktu
Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 23 Oktober 2020, pukul 13.0015.00 WIB.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat, Bahan dan Fungsi
2.1.1 Alat dan Fungsi

Cawan Porselen berfungsi sebagai wadah tempat bahan pakan
dikeringkan dalam oven

Cruss tang berfungsi untuk memegang cawan porselen saat akan
dimasukkan ke oven atau dikeluarkan

Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang berat bahan pakan
dengan tingkat ketelitian yang tinggi

Oven berfungsi sebagai alat untuk menghilangkan kadar air dari bahan
pakan

Desikator
berfungsi
untuk
menyerap
kandungan
air
serta
mendinginkan bahan pakan setelah dikeluarkan dari oven

Tanur Listrik berfungsi untuk mengabu-kan suatu sampel dengan suhu
tinggi
2.1.2 Bahan dan Fungsi

Bahan Pakan (kulit sapi) berfungsi sebagai bahan uji yang akan
dianalisis kadar abunya
2.2 Cara Kerja
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil perhitungan Kadar abu dan kadar abu bebas air
Diketahui :
A= Berat cawan porselen bebas air (yang telah dioven); B = Berat cawan porselen
+ sampel sebelum diabukan; C = berat cawan porselen + sampel abu
1.
Kadar Abu
Kadar Abu
x 100
=
x 100
=
x 100
Kadar abu = 58,686 % = 58,7%
2.
Kadar Abu Berdasarkan Bahan Kering Bebas Air
Kadar Abu Berdasarkan Bahan Kering Bebas Air
=
x 100
x 100
Kadar Abu Berdasarkan Bahan Kering Bebas Air = 58,7%
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur
Prosedur yang dilakukan Oleh Cheng (2014) untuk mendapatkan abu
yakni dengan memanaskan cawan porselen pada tanur listrik pada suhu 550 0C
selama 12 jam kemudian meletakkan cawan pada desikator beberapa saat,
kemudian menimbang berat cawan. Kemudian cawan diisi sampel dan ditimbang
berat cawan dan sampelnya. Setelah itu, cawan berisi sampel kembali di panaskan
dalam tanur listrik selama 12-18 jam pada suhu 5500C setelah dingin, cawan dan
sampel yang telah menjadi abu dimasukkan ke desikator. Setelah beberapa saat,
dikeluarkan dan ditimbang dengan timbangan analitik. Prosedur ini sedikit
berbeda dengan prosedur praktikum yang diajarkan pada buku panduan
praktikum. Perbedaannya terletak pada alat pemanasan cawan porselen, waktu
pemanasan cawan, dan waktu pemanasan sampel.
Pada prosedur praktikum berdasarkan buku panduan, pemanasan cawan
cukup dengan oven pada suhu 1050C selama 1 jam. Kemudian pemanasan sampel
dilakukan 5 jam. Perbedaan waktu dan alat tersebut dapat disebabkan oleh sampel
yang diabukan, maupun adanya modifikasi metode pelaksanaan.
Alat utama pada proses pengabuan yakni Tanur listrik, Tanur memiliki
fungsi untuk mengabukan sampel, dalam penggunaannya tanur ini diisi subjek
material untuk dibakar menjadi abu dengan suhu tinggi. Para ahli telah
menentukan spesifikasi sebagai berkut : suhu maksimum 12000C, tegangan
maksimum 220 volt, dan beban maksimum 3,5 kwatt (Vatsayan, 2014). Adapun
bagian dari tanur listrik yakni pintu penutup tanur, alat pengatur suhu dan alarm
waktu penggunaan tanur, tombol on off, tempat mecolok kabel, exshouse, serta
tempat peletakan sampel.
Gambar 3.2 Tanur listrik beserta bagiannya
3.2.2 Analisa hasil
Adapun analisis proksimat kulit sapi pada penelitian Sasmitaloka (2017)
yakni kadar air 42,93%, abu 0,17%, protein 62,01% dan kadar lemak 0,86%.
Kadar abunya hanya 0,17% Sedangkan hasil abu kulit sapi praktikum, didapatkan
kadar abu 58,7%.
Berdasarkan Nomor SNI 01-2715-1996 kadar abu pakan ikan mutu I
20%, mutu II, 25% mutu III 30% kadar abu pada pakan yang paling baik yakni air
pada mutu I, dan kadar abu kulit sapi penelitian Sasmitaloka (2017), termasuk
yang sesuai standart nasional mutu tingkat I. Sedangkan hasil abu kulit sapi
praktikum tidak sesuai SNI karena kadar abunya mencapai 58,7%. Perbedaan
kadar abu ini bisa jadi disebabkan oleh suhu tanur dan waktu tanur yang berbeda
pada masing-masing perlakuannya.
Kadar serat kasar dan kadar abu mempunyai hubungan yang
segaris, tingginya serat kasar akan berpengaruh terhadap besarnya kadar abu suatu
bahan pakan. Penurunan kadar abu ini sangat diharapkan, karena semakin
menurunnya kadar abu, berarti kandungan bahan organik akan semakin
bertambah. Bahan organik mengandung zat-zat makanan yang cukup penting,
yaitu protein, lemak, dan karbohidrat serta vitamin (Styawati,2014). Kadar abu
yang tinggi pada praktikum, tidak sesuai dengan SNI Nomor 01-2715-1996 yang
menyatakan kadar abu pakan ikan >20-30%. Sedangkan menurut Zaenuri (2014),
Pakan yang baik pada ikan sebaiknya kurang dari 12%. Abu berpengaruh pada
daya cerna ikan dan pertumbuhan ikan.
Pengaruh
pengolahan
pada
bahan
pangan
dapat
mempengaruhi
ketersediaan mineral dalam bahan, dan hal tersebut dapat menurunkan kadar abu.
Pengolahan yang dimaksuda yakni penggunaan air pada proses pencucian,
perendaman dan perebusan. Pengolahan tersebut dapat mengurangi ketersediaan
mineral karena mineral akan larut oleh air (Jumiati, 2019).
Proses pengabuan dilakukan dengan melakukan pembakaran terhadap
sampel dalam alat dengan suhu 500-6000C. Pada penelitian Kusumartanti (2010),
dilakukan penelitian mengenai analisis kadar abu dengan suhu berbeda, dengan
suhu 550
dan 6000C, dari uji tersebut didapatkan hasil yang berbeda pada
penggunaan suhu furnace atau tanur. Suhu 5500C menghasilkan kadar abu yang
paling besar. Semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin kecil kadar abu yang
dihasilkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin kecil kadar abu yang
dihasilkan. Kadar abu yang didapat dari praktikum tidak memenuhi SNI pakan
ikan, karena kadar abunya terlalu tinggi. Abu berpengaruh pada daya cerna dan
pertumbuhan ikan, sehingga pakan ikan kadar abunya harus sesuai SNI.
4.2 Saran
Perlu
ditambahkan
perlakuan
lain
sehingga
praktikan
dapat
membandingkan perlakuan 1 dengan lainnya. Seperti penggunaan suhu yang
berbeda atau waktu pemanasan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Agustono, B., Lamid, M., Ma’ruf, A., & Purnama, M. T. E. (2017). Identifikasi limbah
pertanian dan perkebunan sebagai bahan pakan inkonvensional di Banyuwangi.
Jurnal Medik Veteriner, 1(1), 12-22.
Cheng, E. (2016). Dry Ashing. FNH Teaching Lab. Diakses pada 24 Oktober 2020.
https://youtu.be/N5kXnmG8MPg
Haq, M., Fitra, S., Madusari, S., & Yama, D. I. (2018). Potensi Kandungan Nutrisi Pakan
Berbasis Limbah Pelepah Kelapa Sawit dengan Teknik Fermentasi. Prosiding
Semnastek.
Jumiati, J., Ratnasari, D., & Sudianto, A. (2019). Pengaruh Penggunaan Ekstrak Kunyit
(Curcuma domestica) Terhadap Mutu Kerupuk Cumi (Loligo sp.)[Effect of Using
Turmeric Extract (Curcuma domestica) on The Quality of Squid Crackers (Loligo
sp.)]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 11(1), 55-61.
Kartana, S. N., & Tinto, V. (2020). Peranan Abu Sekam Padi Dalam Meningkatkan Hasil
Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Pada Tanah PMK. Publikasi
Informasi Pertanian, 15(30).
Kusumartanti, A. (2010). Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Kadar Abu Tepung Beras
Dengan Menggunakan Alat Furnace (Doctoral Dissertation, Undip).
Samudry, E. G., Sukainah, A., & Mustarin, A. (2018). Analisis Kualitas Kluwek
(Pangium edule Reinw) Hasil Fermentasi Menggunakan Media Tanah Dan Abu
Sekam. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 3(1), 25-33.
Sasmitaloka, K. S., Miskiyah, M., & Juniawati, J. (2017). Kajian Potensi Kulit Sapi
sebagai Bahan Dasar Produksi Gelatin Halal. Buletin Peternakan, 41(3), 328-337.
Styawati, N. E. (2014). Pengaruh lama fermentasi Trametes sp. terhadap kadar bahan
kering, kadar abu, dan kadar serat kasar daun nenas varietas Smooth cayene.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(1).
Vatsayan, U., Pandey, K. M., & Biswas, A. (2014). Effects of Heat Treatment on
Materials Used In Automobiles: A Case Study. Journal of Mechanical and Civil
Engineering, 11(5), 90-95.
Zaenuri, R., Suharto, B., & Haji, A. T. S. (2014). Kualitas pakan ikan berbentuk pelet dari
limbah pertanian. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(1), 31-36.
LAMPIRAN
Mempersiapkan alat dan
memanaskan tanur listrik
memasukkan cawan
bahan
selama 12 jam
porselen ke tanur listrik
kemudian setelah dingin
dimasukkan ke desikator
menimbang berat cawan
Memasukkan sampel ke
Memasukkan cawan
yang telah dipanaskan
cawan dan menimbang
berisi sampel kedalam
berat sampel dan cawan
tanur listrik
mengatur suhu dan timer
Jika tanur dan cawan
Menimbang cawan berisi
tanur listrik
sudah tidak panas,
abu pada timbangan
masukkan cawan berisi
analitik
abu ke desikator
Download