Uploaded by metakartika177374

MTE DM-converted

advertisement
Tugas baca
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan salah
satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat
disembuhkan. Walaupun demikian berkat kemajuan
teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe-1
tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya
jika mendapat tatalaksana yang adekuat. Sebagian besar
penderita DM pada anak termasuk dalam DM tipe-1,
meskipun akhir-akhir ini prevalensi DM tipe-2 pada
anak juga meningkat.
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh
hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan
sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik
sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. Sekresi
insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
EPIDEMIOLOGI
Insidens DMT1 sangat bervariasi baik antar
negara maupun di dalam suatu negara. Di beberapa
negara barat kasus DMT1 mencakup 5-10% dari
seluruh jumlah penderita diabetes di negara masingmasing, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada
anak dan remaja adalah DMT1. Data registri nasional
DMT1 pada anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia
hingga tahun 2014 tercatat 1021 kasus dengan 2 puncak
insidens yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun.
DMT1
Penyakit autoimun ( sel beta pankreas tidak
cukup menghasilkan insulun )
Produksi insulin
menurun
Glukosa darah tidak dapat
masuk ke sel
HIPERGLIKEMI
 Bentuk Klasik :
Polidipsi, poliuri, polifagi. Poliuri biasaya tidak diutarakan secara
langsung oleh orang tua kepada dokter, yang sering dikeluhkan adalah
anak sering mengompol, mengganti popok terlalu sering, disertai
infeksi jamur berulang disekitar daerah tertutup popok, dan anak
terlihat dehidrasi
2. Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-8 minggu disrtai
keluhan yang lain yang tidak spesifik
3. Mudah lelah
1.
 Pada Kasus KAD :
Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari
2. Sering disertai nyeri perut, sesak nafas, dan latergi
1.
 Tanpa disertai tanda gawat darurat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Polidipsi, poliuri, polifagi disertai penurunan berat badan kronik
Irritable dan penururnan prestasi disekolah
Infeksi kullit berulang
Kandidiasis vagina pada anak wanita prepubertas
Gagal tumbuh
Berbeda dengan DMT2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak
DMT1 biasanya kurus
 Disertai tanda gawat (KAD dan hiperglikemi hiperosmolar)
Dehidrasi sedang sampai berat.
2. Muntah berulang dan pada beberapa kasus nyeri perut (menyebabkan
kesalahan diagnosis sebagai gastroenteritis).
3. Tetap terjadi poliuri meskipun dehidrasi.
4. Kehilangan berat badan oleh karena kehilangan cairan dan otot serta lemak.
5. Pipi kemerahan karena ketoasidosis.
6. Bau pernapasan aseton.
7. Hiperventilasi pada ketoasidosis diabetik (pernapasan Kussmaul).
8. Gangguan sensorik (disorientasi, apatis sampai dengan koma)
9. Syok (nadi cepat, sirkulasi perifer memburuk dengan sianosis perifer).
10. Hipotensi (tanda paling terlambat dan jarang pada anak ketoasidosis
diabetik).
1.
 Kondisi yang menyebabkan keterlambatan diagnosis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pada anak yang sangat muda dapat terjadi ketoasidosis yang berat
karena defi siensi insulin terjadi secara cepat dan diagnosistidak
ditegakkan segera.
Hiperventilasi pada ketoasidosis salah diagnosis sebagai
pneumonia atau asma.
Nyeri perut berhubungan dengan ketoasidosis dapat menyebabkan
akut abdomen sehingga pasien dirujuk ke bedah.
Poliuria dan enuresis salah diagnosis sebagai infeksi saluran
kemih.
Polidipsia diduga sebagai psikogenik
Muntah salah diagnosis sebagai gastroenteritis atau sepsis.
 Harus dicurigai DMT2
Adanya gejala klinis poliuri, polidipsi, dan polifagi yang disertai hal-hal
dibawah ini haaris dicurigai DMT2 :
1. Obesitas
2. Usia remaja >10 tahun
3. Adanya riwayat keluarga DMT2
4. Penanda autoantibodi negatif
5. Kadar C-peptide normal/tinggi
6. Ras atau etnik tertentu
 Glukosa plasma puasa dianggap normal bila kadar glukosa
darah plasma <126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak
spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan glukosa darah
 Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah
satu kriteria sebagai berikut :
 Gejala klasik diabetes atau krisis hiperglikemi dengan kadar
plasma glukosa ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L. Atau,
 Kadar plasma glukosa puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L).
Puasa adalah tidak ada asupan kalori selama 8 jam terakhir.
Atau,
 Kadar glukosa 2 jam postprandial ≥200 mg/dL 11.1 mmol/L)
dengan Uji Toleransi Glukosa Oral
 HbA1c > 6.5% Petanda ini harus dilakukan sesuai standar
National Glycohemoglobin Standardization Program
(NGSP) pada laboratorium yang tersertifikasi dan
terstandar dengan assay Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT).
 Penilaian Glukosa Plasma Puasa:
 Normal: < 100 mg/dL (5.6 mmol/L)
 Gangguan glukosa plasma puasa (Impaired Fasting Glucose = IFG):
100–125 mg/dL (5.6–6.9 mmol/L)
 Diabetes: ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
 Penilaian Tes Toleransi Glukosa Oral:
 Normal: < 140 mg/dL (7.8 mmol/L)
 Gangguan glukosa toleransi (Impaired Glucose tolerance = IFG):
140–200 mg/dL (7.8–11.1 mmol/L)
 Diabetes: ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)
Komponen pengelolaan DMT1 meliputi pemberian insulin,
pengaturan makan, olah raga, edukasi, dan pemantauan mandiri.
 INSULIN :Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup
penderita DM tipe-1. Terapi insulin pertama kali digunakan pada
tahun 1922, berupa insulin regular, diberikan sebelum makan dan
ditambah sekali pada malam hari. Namun saat ini telah
dikembangkan beberapa jenis insulin yang memungkinkan
pemberian insulin dalam berbagai macam regimen.
Dosis insulin (empiris):
1. Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin
,0.5 IU/kg/hari
2. Prepubertas dalam kisaran dosis 0.7-1 IU/kg/hari
3. Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi
1.2-2 IU/kg/hari
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation 2015
 PENGATURAN MAKAN
Tujuan : mencapai kontrol metabolik yang baik, tanpa
mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal,
pertumbuhan, pubertas ataupun aktivitas yang dilakukan
II. Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan
memperhitungkan asupan dalam bentuk kalori (
1000+(usia(tahun) x 100) kalori per hari. komposisi kalori yang
dinjurkan adalah 60-65% berasal dari karbohidrat, 25% berasal
dari protein dan sumber energi lemak ,30%
III. Jadwal : 3x makan utama dan 3x makan kecil. Tidak ada
pengaturan makan khusus yang dianjurkan pada anak, tetapi
pemberian makanan yang mengandung banyak serat akan
membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah
I.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat
melakukan olahraga:
➢Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga
dengan dokter.
➢ jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin
maka dosis insulin harus diturunkan secara bermakna.
➢Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling
tidak diberikan 90 menit sebelum mulai latihan.
➢Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak
digunakan untuk latihan.
 Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) dengan
-


ketonuria /ketonemia (> 0,5 mmol/L)
Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari
dosis total harian.
Tunda aktivitas fisik
Konsumsi 1,0-1,5 gram karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk
olahraga yang lebih lama atau lebih berat jika kadar insulin yang
bersirkulasi tinggi atau insulin sebelum latihan tidak dikurangi.
Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera
setelah latihan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan
fisik.
 Edukasi pertama dilakukan selama perawatan di RS yang meliputi
pengetahuan dasar mengenai DMT1 ( terutama perbedaan mendasar
dengan DM tipe lainnya mengenal kebutuhan insulin), pengaturan
makan, insulin(jenis, dosis, cara, penyuntikan penyimpanan, efek
samping dan pertolongan pertama pada kedaruratan medik akibat
DMT1 (hipoglikemia setelah pemberian insulin)
 Edukasi selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik,
selain itu penderita dan keluarganya diperkenalkan dengan sumber
informasi yang banyak terdapat di perpustakaan, media masa
mauput internet.
 Tujuan pemantauan gula darah mandiri pada pasien dengan DMT1 adalah
mencapai target kontrol glikemik yang optimal, menghindari komplikasi
akut berupa hipoglikemia dan ketoasidosis dan komplikasi kronis yaitu
penyakit akibat ganggaun mikro dan makrovaskuler, menimalisasi akibat
hipoglikemia dan hiperglikemia terhadap fungsi kognitif.
 Pemantauan kontrol glikemik dilakukan dengan melakukan pemantauan
glukosa darah mandiri, HbA1c, keton, dan pemantauan glukosa darah
berkelanjutan.
 Pemantauan tumbuh kembang merupakan bagian integral dari
pemantauan diabetes.
 Keton darah Normal keton darah : < 0.6 mmol/L
 Pemeriksaan keton darah lebih baik dari pada keton urin.
 Pemeriksaan keton harus tersedia dan dilakukan pada saat: Sakit yang
disertai demam dan/atau muntah. Jika glukosa darah di atas 14 mmol/L
(250 mg/dL) pada anak , Ketika terdapat poliuria persisten disertai
peningkatan kadar glukosa darah, terutama jika disertai nyeri abdomen
atau napas cepat.
 HbA1c mencerminkan kondisi glikemia selama 8-12 minggu terakhir.
 HbA1c harus dipantau sebanyak 4-6 kali per tahun pada anak yang lebih
muda dan 3-4 kali per tahun pada anak yang lebih besar.
 Target HbA1c untuk semua kelompok usia adalah kurang dari 7,5% (5,8
mmol/L).
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1
1. Komplikasi Jangka Pendek → Komplikasi jangka pendek yang sering
terjadi adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik
 Hipoglikemia pada umumnya terjadi karena ada ketidakseimbangan
antara dosis insulin, makanan yang dikonsumsi, dan olahraga yang baru
saja dilakukan, atau kadang-kadang karena suatu kejadian spontan.
 Diagnosis ketoasidosis diabetik (KAD) ditegakkan jika terdapat:
Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah > 200 mg/dL (>11 mmol/L),
Asidosis yaitu Ph ,7,3 dan/atau HCO3 <15 mEq dan Ketonemia dan
ketonuria
2. Komplikasi Jangka Panjang
a. Komplikasi mikrovaskular Retinopati menyebabkan kebutaan.
Nefropati diabetik menyebabkan hipertensi dan gagal ginjal,
sedangkan neuropati menyebabkan nyeri, parestesia, kelemahan
otot, dan disfungsi otonom.
b. Komplikasi makrovaskular menyebabkan penyakit jantung, stroke,
dan penyakit pembuluh darah perifer dengan kemungkinan
amputasi anggota gerak tubuh
 Penderita baru ( terutama <2 tahun ) yang memulai terapi insulin
 KAD
 Dehidrasi sedang-berat
 Penderita dalam persiapan operasi dengan anastesi umum
 Hipoglikemia berat
 Keluarga penderita tidak siap melakukan rawat jalan
Download