LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI I. Kasus (Masalah Utama) GSP : Halusinasi Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang apapun pada pancaindra seseorang, yang terjadi pada keadaan sadar/bangun dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. Secara singkat halusinasi adalah pencerapan atau pengamatan palsu. (I Wayan Chandra,dkk, Landasan Praktik Keilmuan Keperawatan Jiwa (Yogyakarta : 2017), hlm.74) II. Proses Terjadinya Masalah A. Faktor Predisposisi Pada kasus halusinasi, terdapat beberapa factor diantaranya factor biologis, psikologis, social budaya, dan biokimia. Factor biologis misalnya gangguan perkembangan otak frontal dan temporal, dan lesi pada korteks frontal, temporal, dan limbik. Kemudian factor psikologis meliputi ibu atau pengasuh yang cemas, overprotektif, dingin, dan tidak sensitive, lalu hubungan dengan ayah yang tidak dekat dan perhatian yang berlebihan, konflik pernikahan seperti pertengkaran orang tua, penganiayaan, kekerasan atau pola asuh yang tidak adekuat yang disertai dengan kekosongan emosi, kurang kasih sayang, juga menjadi faktor resiko, serta adanya gangguan identitas. Factor berikutnya adalah factor social budaya seperti kemiskinan, ketidakharmonisan social budaya misalnya peperangan dan kerusuhan, hidup terisolasi, serta tinggal di ibukota. Factor yang terakhir adalah factor biokimia yaitu faktir yang memengaruhi terjadinya gangguan jiwa dengan adanya stress yang berlebihan dalam tubuh seseorang akan menghasilkan suatu zat yang bersifat halusinogen. B. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah biologis yaitu seperti gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. Dalam factor biologis tersebut dibagi menjadi dua antara lain stress lingkungan dan sumber koping. Stress lingkungan yaitu ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. Sedangkan sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. C. Jenis – jenis Halusinasi 1. Halusinasi optik (Penglihatan) : a) Apa yang dilihat seolah-olah berbentuk orang, binatang, barang, atau benda. b) Apa yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk sinar, kilatan atau pola cahaya. c) Apa yang dilihat seolah-olah berwarna atau tidak berwarna. 2. Halusinasi akustik (Pendengaran) Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara manusia, suara hewan, suara barang, suara mesin, suara musik, dan suara kejadian alami. 3. Halusinasi olfaktori (Penciuman) Halusinasi yang seolah-olah mencium suatu bau tertentu. 4. Halusinasi gustatorik (Pengecapan) Halusinasi yang seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa tentang sesuatu yang dimakan. 5. Halusinasi taktil (Perabaan) Halusinasi yang seolah-olah merasa diraba-raba, disentuh, dicolek-colek, ditiup, disinari. 6. Halusinasi kinestetik (gerak) Halusinasi yang seolah-olah merasa badannya bergerak disebuah ruang tertentu dan merasa anggota badannya bergerak dengan sendirinya. 7. Halusinasi viseral Halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam (mis. Lambung seperti ditusuk-tusuk jarum) D. Fase – fase Halusinasi FASE KARAKTERISTIK Fase I (Comforting) : Memberi rasa nyaman. Mengalami ansietas, Tingkat ansietas sedang secara umum. Halusinasi merupakan suatu kesenangan. kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran nonpsikotik. Fase II (Condemning) : Menyalahkan Tingkat kecemasan berat secara umum Pengalaman sensori menakutkan Merasa dilecehkan oleh halusinasi pengalaman sensori menyebabkan tersebut. perasaan simpati Mulai merasa kehilangan control Menarik diri dari orang nonpsikotik. PERILAKU KLIEN Tersenyum, sendiri tertawa. Menggerakkan bibir tanpa suara. Pergerakkan mata yang cepat. Respon verbal yang lambat. Diam dan berkonsentrasi. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Perhatian dengan lingkungan berkurang. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas. Fase III (Controling) : Mengontrol Tingkat kecemasan berat Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi). Isi halusinasi menjadi atraktif Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik. Perintah halusinasi ditaati Sulit berhubungan dengan orang lain Perhatian terhadap orang lain berkurang hanya beberapa detik Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat. Fase IV (Conquering) Klien sudah dikuasai Pengalaman sensori Perilaku panic mungkin menakutkan jika Resiko tinggi Klien panic individu tidak mengikuti mencederai Secara umum diatur perintah halusinasi, oleh halusinasi Agitasi atau kataton, dan dipengaruhi oleh biasanya berlangsung halusinasi/pengalaman beberapa jam atau hari sensorisnya. apabila tidak ada terhadap lingkungan > intervensi terapeutik. 1 orang (Psikotik) menarik diri/ketakutan. Tidak mampu berespon E. Rentang Respon Respon Adaptif 1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dengan pengalaman Respon Maladaptif 1. Kadang proses pikir terganggu 1. Gangguan proses pikir (waham) 2. Ilusi 2. Halusinasi 3. Emosi 3. Kerusakan proses berlebihan/kurang 4. Perilaku sesuai 4. Perilaku tidak biasa 5. Hubungan sosial 5. Menarik diri 4. Perilaku tidak terorganisir 5. Isolasi sosial harmonis F. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah upaya atau cara untuk menyelesaikan masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah : 1. Register : menjadi malas beraktifitas sehari-hari. 2. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. 3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. 4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien. III. A. Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan GSP : Halusinasi Isolasi sosial B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji Masalah Keperawatan : Gsp : Halusinasi 1. Data Subjektif : Klien mengatakan mendengar suara-suara kegaduhan, klien mengatakan mengdengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan klien mengatakan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. 2. Data Objektif : Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri, klien terlihat marah-marah tanpa sebab, dan klien tampak mendekatkan telinga kearah tertentu dan menutup telinga IV. Diagnosa Keperawatan Gangguan sensori persepsi : Halusinasi V. Rencana Tindakan Keperawatan Terlampir VI. Daftar Pustaka Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Muhith, Abdul, 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : ANDI Chandra, I Wayan, dkk, 2017. Landasan Praktik Keilmuan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : ANDI Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. https://www.academia.edu/9797578/LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HALUSINASI STRATEGI PELAKSANAAN HALUSI NAS I PENDENGARAN 1. PROSES KEPERAWATAN A. Kondisi Klien Klien mengatakan mendengar suara-suara kegaduhan, klien mengatakan mengdengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan klien mengatakan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu. B. Diagnosa Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran C. Tujuan Khusus 1) Klien mampu membina hubungan saling percaya 2) Klien mampu mengenal halusinasinya (isi, waktu, frekuensi, kondisi yang menimbulkan dan respon klien) 3) Klien mampu mengontrol halusinasi: menghardik halusinasi D. Tindakan Keperawatan 1) Bina hubungan saling percaya 2) Identifikasi isi halusinasi 3) Identifikasi waktu terjadinya halusinasi 4) Identifikasi frekuensi halusinasi 5) Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 6) Identifikasi respons pasien terhadap halusinasi 7) Ajarkan pasien menghardik halusinasi 8) Anjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian 2. STRATEGI KOMUNIKASI A. Fase orientasi 1) Salam terapeutik Selamat pagi ibu. Boleh saya kenalan dengan ibu? Perkenalkan nama saya suster lina septriana dan boleh dipanggil lina, saya mahasiswa dari STIKes PERTAMEDIKA Jakarta, Kalau boleh saya tau nama ibu siapa? Dan senang dipanggil dengan sebutan apa?, Saya praktek disini selama 1 minggu yaitu dari tanggal 5 Maret 2018 sampai dengan 12 Maret 2018. Saya praktek disini dari jam 8.00 -14.00 WIB. 2) Evaluasi / validasi Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak? 3) Kontrak Topik : Apakah ibu tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol tentang apa ya? Bagaimana kalau membahas tentang halusinasi yang selama ini ibu alami? Waktu : Berapa lama kira-kira kita bisa mengobrol? Bagaimana jika 10 menit? Apa ibu bisa? Tempat : Di mana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditaman? Tujuan interaksi : Kita mengobrol agar kita saling mengenal ya bu B. Fase kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan) Ibu A sudah berapa lama dirawat disini? Memang ada kejadian apa bu sampai Ibu dibawa ke RS? Ibu A, dikamar seperti ada yang mengajak bicara ibu. Apa yang dikatakan suara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau hanya sewaktu – waktu saja? Kapan paling sering Ibu mendengar suara tersebut? Berapa kali sehari Ibu mengalaminya? Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut? Apakah dengan cara itu suara tersebut hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara agar tidak muncul? Nah Ibu A, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan yang terakhir, minum obat dengan teratur. Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya seperti ini :Saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba itu peragakan! Nah begitu. Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.” C. Fase Terminasi 1) Evaluasi respons klien berharap tindakan keperawatan a) Evaluasi klien (subjektif) Bagaimana ibu perasaannya setelah berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi dengan menghardik? b) Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement) Apakah ibu masih ingat apa yang kita bicarakan?apakah Ibu A sudah mengerti dan bisa cara menghardik halusinasi? Jika Ibu A sudah mengerti, sekarang coba Ibu ulangi lagi cara menghardik yang telah saya ajarkan tadi. 2) Rencana tidak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang telah dilakukan) Setelah kita berbincang-bincang tadi saya harap setiap suara itu muncul ibu bisa mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik. Selalu diingat ya bu, kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja latihannya? 3) Kontrak topik yang akan datang : Topic : Ibu A, karena waktu kita sudah habis, besok kita akan berbincang-bincang untuk latihan cara mengontrol halusinasi yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain/perawat. Waktu : Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, apa ibu bisa?” Tempat : Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana ya? Bagaimana jika ditempat ini lagi? Baiklah Sampai jumpa besok. Selamat sore Ibu A”