1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Chronic Kidney Disease (CKD) adalah keadaan penurunan fungsi ginjal secara progresif serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyakit. (Putri & Yadi, 2014; dalam Archentari et al., 2017). CKD ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan bisa akhirnya berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir (ESRD). World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia secara global mengatakan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2013 di dunia meningkat sebesar 50% dari tahun sebelumnya, pada tahun 2014 di Amerika penderita gagal ginjal kronik meningkat sebesar 50% dan setiap tahun ada sekitar 200.000 orang di Amerika menjalani hemodialisis (Widyastuti, 2014; dalam Sarastika, Mendrofa and Siahaan, 2019). Menurut Indonesian Renal Registry (2014) dalam (Juwita and Kartika, 2019) penderita Gagal Ginjal terbanyak berada pada kelompok usia 45 - 54 tahun yaitu sebanyak 31 % dan usia 55 - 64 tahun sebanyak 31% dengan jenis kelamin terbanyak yaitu laki - laki. Sedangkan peluang hidup pasien satu bulan orang hemodialisa adalah 87,3% lebih tinggi dibandingkan dengan peluang hidup 1 tahun yaitu sebesar 46,7%.(Juwita and Kartika, 2019). 2 Berdasarkan hasil pemaparan Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek (2018) diketahui prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia sebesar 2% atau 499.800 orang. Berdasarkan 10th Report of Indonesia Renal Registry 2017 jumlah pasien hemodialisa terus bertambah setiap tahunnya, di Tahun 2017 jumlah pasien aktif 77892 orang dan pasien baru berjumlah 30831 orang. Salah satu peningkatan terjadi di Provinsi Jawa Barat, data pasien baru yang menjalani hemodialisa di tahun 2017 sebanyak 7444 orang dan pasien aktif sebanyak 21051 orang lebih tinggi daripada provinsi lain. Hemodialisa merupakan suatu tindakan proses untuk mengganti fungsi ginjal dalam mengeluarkan zat zat yang kotor, garam serta air yang berlebih di dalam tubuh pasien. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, umumnya menjalani terapi sebanyak 2-3 x seminggu dan membutuhkan waktu 10-15 jam untuk dialisa setiap minggunya, atau paling sedikit 4-5 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya. Jika tidak dilakukan terapi hemodialisa maka klien akan meninggal. (Farida, 2010; Mela mustika, 2017, dalam Sari and Prajayanti, 2019). Salah satu masalah yang dapat berkontribusi pada kegagalan manajemen perawatan hemodialisis yaitu masalah kepatuhan pasien. Kepatuhan merupakan asepek penting terhadap proses terapi, sehingga tidak jarang sikap seperti itu akan membawa pada kehidupan sehari-hari. Kepatuhan terapi pada penderita hemodialisa merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan 3 zat-zat berbahaya dari tubuh hasil metabolisme dalam darah. Sehingga penderita merasa sakit pada seluruh tubuh dan jika hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan kematian (Sunarni, 2009; Suriya, 2017 dalam Puspasari, 2018) Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays, 2010; Rustandi et al., 2018). Menurut penelitian Rika Syafitri dan Fitri Mailani tahun 2018 yang dilakukan di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang menunjukkan lebih dari separuh pasien yang menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup yang buruk (54,9%). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sosio demografi dan keadaan medis. Faktor sosiodemografi terdiri dari jenis kelamin, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan, sedangkan faktor keadaan medis terdiri dari lamanya menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani (Butar, 2013 dalam Desita, 2010; dalam Syafitri and Mailani, 2018). 4 Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada Cikampek” B. RUMUSAN MASALAH Apakah terdapat hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada Cikampek? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada Cikampek tahun 2020. 2. Tujuan Khusus a Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien CKD menjalani terapi hemodialisa di RS Karya Husada Cikampek tahun 2020. b Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien CKD yang menjalani terapi hemodialisa di RS Karya Husada Cikampek tahun 2020. 5 D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperluas dan memperkaya teori, menguatkan pembuktian teori bahwa adanya hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada Cikampek. 2. Manfaat Praktis a Institusi Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk mahasiawa/i STIKes Medistra Indonesia agar dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD, salah satunya kepatuhan menjalani hemodialisa. b Tempat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi RS Karya Husada Cikampek, dan pasien yang menjalani hemodialisa agar dapat meningkatkan kualitas hidup, salah satunya dengan memberikan edukasi dan teratur menjalani hemodialisa. c Peneliti 6 Penelitian ini dapat menerapkan teori yang telah didapat yaitu pembelajaran metodologi riset dan menjadi data dasar bagi peneliti selanjutnya. E. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1 2 Nama Judul Peneliti Penelitian Mayuda, Aidillah Chasani, Shofa Saktini, Fanti Sari, Irma Mustika Prajayanti, Eska Dwi Tahun Hasil Penelitian Hubungan Antara Lama Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Studi Di Rsup Dr.Kariadi Semarang) 2018 Hasil: Kualitas hidup pasien dengan kategori baik, cukup dan kurang berturut-turut sebagai berikut: 7 (11,4%), 16(36,4%), 5(15,9%) pada hemodialisis < 5 tahun dan 5(11,4%), 6(13,6%), 5(11,4%) pada hemodialisis ≥5 tahun. Dengan analisis fisher’s diperoleh nilai p=0,732. Pada uji somers’d diperoleh nilai p=0,781 antara lama hemodialisis dengan kualitas hidup.Variabel perancu seperti usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan, penyakit mendasari, menunjukkan hubungan tidak bermakna dengan kualitas hidup. Sedangkan jenis kelamin dan IMT berpengaruh terhadap kualitas hidup. Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Kepatuhan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa 2019 Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama hemodialisa dan pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam menjalani hemodialisa dengan nilai p value > 0,05. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam menjalani hemodialisa dengan nilai p value < 0,05. Pada hasil penelitian ini faktor yang paling berhubungan dengan kepatuhan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa adalah dukungan keluarga 7 3 Syafitri, Rika Gambaran Mailani, Fitri Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo 2018 Hasil penelitian diperoleh sebanyak (58,8%) pasien yang memiliki kualitas hidup buruk pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang. Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yaitu terdapat dari separuh pasien mengalami kualitas hidup buruk. Disarankan bagi pihak Rumah Sakit sebagai bahan masukan dan informasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap pasien agar lebih baik terutama pasien yang menjalani Hemodialisa, serta perawat lebih memahami tentang kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa untuk menyusun asuhan keperawatan yang komprehensif dan melakukan tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Chronic Kidney Disease a. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996 dalam Handayani and Rahmayati, 2013) Chronic Kidney Disease (Gagal Ginjal Kronik) merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009 dalam (Syafitri and Mailani, 2018) Chronic kidney disease (CKD) adalah keadaan penurunan fungsi ginjal secara progresif serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyakit (Putri & Yadi, 2014 dalam Archentari et al., 2017) 9 Jadi, Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kegagalan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan, disebabkan oleh berbagai penyakit dan ditandai dengan uremia. b. Etiologi Angka Perjalanan CKD hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi tujuh kelas seperti pada tabel berikut ini (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Saragih, 2010) Tabel 2.1 Etiologi No Klasifikasi Penyakit 1 2 3 4 5 6 7 Penyakit Penyakit infeksi Pielonefritis kronis dan refluks tubulointerstitial nefropati Penyakit peradangan Glomerulonefritis Penyakit hipertensi vaskuler Nefrosklerosis benign, Nefrosklerosis maligna dan stenosis arteri renalis Gangguan kongenital Penyakit ginjal polikistik dan dan herediter asidosis tumulus ginjal Penyakit metabolic Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis. Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah Nefropati obstruktif batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertropi prostat, striktur urethra. 10 c. Manifestasi Klinis Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh penderita gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Bagian dan tingkat kerusakan ginjal mempengaruhi keparahan tanda dan gejala, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Saragih, 2010) : 1) Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher 2) Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abuabu mengkilat, kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar 3) Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul 4) Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI 5) Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada 11 tungkai, rasa panas pada telapak kaki, serta perubahan perilaku 6) Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta foot drop 7) Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler. d. Klasifikasi CKD biasanya dikategorikan menjadi 5 tahap sesuai dengan tingkat fungsi ginjal, atau kerusakan pada ginjal yang ditunjukkan oleh pemeriksaan penunjang seperti darah atau protein dalam urin. 1) Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal normal (eGFR ≥ 90 mL / menit / 1,73 m2) Biasanya tidak ada gejala tetapi tekanan darah tinggi sering terjadi daripada pasien tanpa CKD dan terdapat albuminuria. 2) Tahap 2: Kerusakan ginjal dengan kehilangan fungsi ginjal ringan (eGFR 60-89 mL / menit / 1,73 m2) Sebagian besar pasien tidak memiliki gejala tetapi tekanan darah tinggi sering terjadi. Pasien juga memiliki albuminuria. 3) Tahap 3a dan b: Kehilangan fungsi ginjal ringan sampai sedang (eGFR 45-59 mL / menit / 1,73 m2) (3a), atau sedang 12 sampai kehilangan fungsi ginjal yang parah (eGFR 30-44 mL / mnt / 1,73 m2) (3b) Mungkin tidak ada gejala, atau mungkin sering buang air kecil di malam hari (nocturia), Perasaan ringan sedang sakit dan kehilangan nafsu makan. Komplikasi umum termasuk tekanan darah tinggi, mineral dan gangguan tulang, anemia, sleep apnea, kaki gelisah, CVD, malnutrisi dan depresi. 4) Tahap 4: Kehilangan fungsi ginjal yang parah (eGFR 15–29 mL / menit / 1,73 m2) Gejalanya seperti pada Tahap 3, ditambah mual, kulit gatal, kaki gelisah dan sesak napas. Komplikasi dari tahap ini juga sama dengan Tahap 3, ditambah dengan gangguan elektrolit seperti kenaikan kadar fosfat dan kalium dalam darah serta peningkatan keasaman darah. 5) Tahap 5: Penyakit ginjal tahap akhir (eGFR <15 mL / mnt / 1,73 m2 atau dialisis) Gejalanya seperti pada Tahap 4. Komplikasi umum tambahan termasuk peradangan pada lapisan yang mengelilingi jantung, perdarahan di saluran pencernaan, fungsi dan struktur otak yang berubah, dan gangguan atau perubahan struktural atau fungsional pada sistem saraf perifer. (Marshall, 2004) 13 e. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dalam hal ini ialah pemeriksaan laboratorik yang bertujuan untuk memastikan dan menentukan perjalanan penyakit. Pemeriksaan ureum, kreatinin dan uji penyingkiran kreatinin (TKK) selain sebagai uji saring faal ginjal juga digunakan untuk menilai peningkatan (progresivitas) penurunan faal ginjal.(I. Ismail, Mutmainnah, 2019) f. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronis.(Putri and Khairun, 2015) Sebagian besar penderita CKD harus menjalani program pengobatan gejala penyakit (terapi simptomatis) untuk mencegah atau memperlambat peningkatan (progresivitas) penurunan faal ginjal (LFG). Jika terapi ini tidak berhasil, penderita akan berada pada stadium gagal ginjal terminal yang 14 memerlukan pengobatan (terapi pengganti yaitu dialisis atau cangkok (transplantasi) ginjal yang memerlukan biaya yang sangat besar. (I. Ismail, Mutmainnah, 2019) 2. Hemodialisa a. Definisi Hemodialisis (HD) merupakan suatu bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan alat yaitu dializer yang bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk metabolisme toksik yang yang seharusnya di buang oleh ginjal. Hemodialisa merupakan terapi utama selain transplantasi ginjal pada orang- orang dengan gagal ginjal kronik (Rahman, 2013 dalam Dewi putri M 2014 dalam Syafitri and Mailani, 2018) Hemodialisis (Gooz, 2012 dalam Archentari et al., 2017) adalah sebuah proses pemindahan cairan dan mengatasinya melalui sebuah membran semi permeabel dalam dialisat dengan melewati darah melalui ginjal buatan. Hemodialisis paling sering dilakukan pada pasien tiga kali seminggu dalam jangka waktu 3 hingga 4 jam (Conventional Hemodialysis - CHD), tetapi juga dapat dilakukan secara lebih pelan dalam sehari atau semalam (Nocturnal Hemodialysis - NHD) 15 Jadi, Hemodialisa merupakan terapi pengganti fungsi ginjal yang dilakukan menggunakan alat yang disebut dialyzer, dilakukan seminggu 3 kali dengan jangka waktu 3-4 jam. b. Prinsip-prinsip Hemodialisa Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Proses difusi ialah proses pengeluaran toksin dan zat limah didalam darah dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan). Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena. (Brunner & Suddarth, 2001) dalam (Saragih, 2010) 16 c. Komplikasi Hemodialisa Menurut Al-hilali (2009) dalam (Saragih, 2010), walaupun hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2-5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-anak (<1% dari dialysis), Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru. 3. Kepatuhan a. Definisi Secara umum kepatuhan didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (Manguma dkk, 2014 dalam (Syafitri and Mailani, 2018) Menurut Sarafino dalam Kristianingrum and Budiyani, (2011) Kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya. 17 Dikatakan lebih lanjut, bahwa tingkat kepatuhan pada seluruh populasi medis yang kronis adalah sekitar 20% hingga 60%. Kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan. (Niven, 2007) Jadi, Kepatuhan dalam menjalani hemodialisa merupakan keteraturan dan kesesuaian pasien dalam menjalani terapi pengobatan hemodialisa. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut Niven (2013) dalam (Febriyantara, 2016) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah : 1. Pendidikan Pendidikan dapat mempengaruhi kepatuhan, dengan pendidikan memudahkan pasien untuk mengerti tindakan yang harus pasien ambil. 2. Akomodasi Akomodasi merupakan langkah yang diambil untuk mengetahui kepribadian pasien yang kepatuhan. 3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial mempengaruhi 18 Memodifikasi lingkungan dan dukungan sosial agar membantu pasien dalam meningkatkan kepatuhan. 4. Perubahan model terapi Memungkinkan pasien aktif dalam model terapi dan meningkatkan semangat menjalani terapi. 5. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien Komunikasi yang baik antara professional kesehatan denga pasien akan meningkatkan kepercayaan pasien serta meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi. 6. Pengetahuan Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. 7. Usia Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. 4. Kualitas Hidup a. Definisi Menurut WHO (2014) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka 19 tinggal, dan hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini di padukan secara lengkap mencakup kesehatan fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan mereka dari segi ketenangan dilingkungan mereka. Kualitas hidup adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan rasa kesejahteraan, termasuk aspek kebahagiaan, kepuasan hidup dan sebagainya. Kualitas hidup pasien HD dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penyakit dasar CKD, komorbid, status nutrisi, penatalaksanaan medis dan lama menjalani HD. (Wahyuni, Miro and Kurniawan, 2018) Kualitas hidup pasien hemodialisa berfluktuasi, karena dipengaruhi oleh kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan pribadi dan hubungan mereka dengan lingkungan. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa seumur hidup membutuhkan dukungan perawat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas hidupnya sehingga pasien yang menjalani HD akan dapat mempertahankan dan menstabilkan kemampuan fungsional, memenuhi kebutuhannya, menghilangkan gejala dan mengembalikan rasa nyaman dalam menjalani sisa hidupnya (Thomas, 2003) dalam (Isroin, Y and Soejono, 2014) 20 b. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Mailani (2015) dalam (Febriyantara, 2016), menyebutkan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisis antara lain: 1) Jenis Kelamin Pasien perempuan lebih cenderung mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. 2) Usia Semakin tua usia pasien, semakin cenderung memiliki kualitas hidup yang buruk. 3) Pendidikan Pendidikan pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. 4) Status Perkawinan Pasien yang memiliki pasangan, cenderung memiliki kualitas hidup yang baik. 5) Status Pekerjaan atan Ekonomi Pasin dengan perekonomian rendah, cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah. 6) Tidak patuh terhadap pengobatan dan tidak teratur menjalani hemodialysis Pasien yang sering terlewat melakukan hemodialis, cenderung mempunyai kualitas hidup yang rendah. 21 c. Alat Ukur Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Dalam penelitian ini digunakan Kidney Disease Quality of Life- Short Form (KDQOL-SF) yang merupakan pengembangan dari Short Form 36 (SF-36). Alat ukur ini merupakan alat ukur khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PGK dan pasien yang menjalani dialisis (Hays, 2002 dalam Nur, Majid and Arman, 2018). 1) Hal-hal yang dinilai pada KDQOL-SF meliputi: a) Target untuk penyakit ginjal (1) Gejala/permasalahan klinis yang dialami (2) Efek dari penyakit ginjal (3) Tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal (4) Status pekerjaan (5) Fungsi kognitif (6) Kualitas interaksi sosial (7) Fungsi seksual (8) Kualitas tidur (9) Dukungan sosial (10) Kualitas pelayanan staf unit dialisis (11) Kepuasan pasien b) Item skala survei SF-36 (1) Fungsi fisik (2) Peran – fisik 22 (3) Persepsi rasa sakit (4) Persepsi kesehatan umum (5) Emosi (6) Peran – emosional (7) Fungsi sosial (8) Energi kelelahan 2) Cara ukur Pengukuran dilakukan dengan pengisian kuisioner. 3) Alat ukur Alat ukur menggunakan KDQOL-SF (Kidney Disease Quality of Life – Short Form) versi 1,3. 4) Kategori Kuisioner berisi 24 pertanyaan dengan konversi skor mengikuti tabel 2.2. Setelah dikonversi menjadi angka, kelompok pertanyaan tertentu kemudian dirata-ratakan mengikuti tabel 2.3 Penilaian kualitas hidup secara umum merupakan rata-rata dari seluruh aspek dan diinterpretasikan menurut skala: a) Kualitas hidup baik (nilai rerata tingkat kesehatan secara umum > 59) b) Kualitas hidup buruk (nilai rerata tingkat kesehatan secara umum ≤ 59) 5) Skala pengukuran 23 Skala pengukuran menggunakan skala ordinal Tabel 2.2 langkah 1 – Konversi Nilai Poin Pertanyaan KDQOL-SF No 1 Nomor Pertanyaan 4a-d, 5a-c, 21 Respon 1 ------- > 2 ------- > Nilai 0 100 2 3a-j 3 19a, b 4 10, 11a,c, 12a-d 5 9b, c, f, g, I, 13e, 18b 6 20 7 1-2, 6, 8, 11b,d, 14a-l, 15a-h, a6ab, 24a-b 8 7, 9a, d, e, h, 13ad, f, 18a,c 9 10 17, 22 23 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 4 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 4 ------- > 5 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 4 ------- > 5 ------- > 6 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 4 ------- > 5 ------- > 1 ------- > 2 ------- > 3 ------- > 4 ------- > 5 ------- > 6 ------- > Respon x 10 1-7 11 16 Jika “TIDAK” -- > 0 50 100 0 33,33 66,66 100 0 25 50 75 100 0 20 40 60 80 100 100 0 100 75 50 25 0 100 80 60 40 20 0 0-100 (Ans1)*16,67 Data tidak dihitung 24 Tabel 2.3 Langkah 2 – Rata-ratakan Nilai untuk Membentuk Skala No 1 2 B. Skala Jumlah Pertanyaan Target untuk penyakit ginjal a. Gejala/permasalahan b. Efek penyakit ginjal c. Beban penyakit ginjal d. Status pekerjaan e. Fungsi kognitif f. Kualitas interaksi sosial g. Fungsi seksual h. Kualitas tidur i. Dukungan sosial j. Kualitas pelayanan staf dialisis k. Kepuasan pasien Item skala survey SF-36 a. Fungsi fisik b. Peran – fisik c. Persepsi rasa sakit d. Kesehatan umum e. Kesejahteraan emosi f. Peran – emosional g. Fungsi sosial h. Energi/kelelahan Setelah Konversi dengan tabel 2.2 Rata-ratakan poin-poin berikut 12 8 4 14a-k, 1 15a-h 12a-d 2 3 3 20,21 13b,d,f 13a,c,e 2 4 2 2 16a, b 17, 18a-c 19a, b 24a, b 1 23 10 4 2 5 5 3 2 4 3a-j 4a-d 7,8 1, 11a-d 9b,c,d,f,h 5a-c 6,10 9a,e,g,i KERANGKA TEORI 1. Kerangka Teori Chronic Kidney Disease Terapi konservatif = Pengaturan diet CKD Hemodialisa Transplantasi 25 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan: Patuh Tidak Patuh Kualitas Hidup Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup: 1. 2. 3. 4. 5. Jenis kelamin Usia Pendidikan Status perkawinan Status pekerjaan atau ekonomi 6. Tidak patuh pengobatan dan tidak teratur hemodialisis Keterangan : 1. Pendidikan 2. Akomodasi 3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial 4. Perubahan model terapi 5. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien 6. Pengetahuan 7. Usia : tidak diteliti : diteliti : berpengaruh Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Putri and Khairun 2015, Ismail, Mutmainnah 2019, Niven 2013 C. KERANGKA KONSEP Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen 26 Variabel independen (variabel bebas) ialah variabel yang tlah ada sebelum dilakukan penelitian dan digunakan sebagai ukuran pada umumnya (Murdiyanti, D, n.d:94). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisa. 2. Variabel Dependen Variabel dependen (variabel terikat) ialah variabel respon atau variabel output akibat dari pengaruh/ tindakan variabel lain (Murdiyanti, D, n.d:94). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisa. Variabel independen Variabel dependen Kepatuhan menjalani hemodialisa Kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Terapi Konservatif : Pengaturan Diet CKD Keterangan : : tidak diteliti : diteliti : sebab akibat Bagan 2.2 Kerangka konsep D. HIPOTESIS Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrument kerja ddari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris (Hikmawati, F, 2019). 27 H0 : Tidak ada hubungan antara kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Ha : Ada hubungan antara kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) 28 DAFTAR PUSTAKA 1. Archentari, K. A. et al. (2017) ‘Harga Diri Dan Kualitas Hidup Pada Pasien Dengan Chronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisis’, Jurnal Psikologi, 16(2), p. 138. doi: 10.14710/jp.16.2.138-146. 2. Febriyantara, A. (2016) ‘Hemodialisa Dan Kualitas Hidup Pasien Chronic’, Journal of Nursing’. 3. Handayani, R. S. and Rahmayati, E. (2013) ‘Faktor faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien’, IX(2), pp. 238–245. 4. Hikmawati, F. (2019). METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Pres : Depok 5. I. Ismail, Mutmainnah, H. (2019) ‘CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL Majalah Patologi Klinik Indonesia dan Laboratorium Medik’, 25(2), pp. 28–32. 6. Isroin, L., Y, I. and Soejono, S. (2014) ‘Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup di RSUD Dr. Harjono Ponorogo’, IJNP (Indonesian Journal of Nursing Practices), 1(2), pp. 146–156. Available at: http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp/article/view/655/807. 7. Juwita, L. and Kartika, I. R. (2019) ‘Pengalaman Menjalani Hemodialisa Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis’, Jurnal Endurance, 4(1), p. 97. doi: 10.22216/jen.v4i1.3707. 8. Kristianingrum, Y. and Budiyani, K. (2011) ‘Dukungan Keluarga Dan Kepatuhan Minum Obat pada Orang Dengan Diabetes Melitus’, Psycho 29 Idea, 9(2), pp. 47–59. Available at: http://psychoidea.ump.ac.id/index.php/psikologi/article/view/92. 9. Marshall, S. W. (2004) Prevalence and Incidence, Encyclopedia of Social Measurement. doi: 10.1016/B0-12-369398-5/00144-4. 10. Murdiyanti, D. (n.d). Pengantar RISET KEPERAWATAN Konsep dan Aplikasi Riset dalam Keperawatan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta 11. Nur, A. A., Majid, A. and Arman (2018) ‘Hubungan Tingkat Depresi Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rsu Kota Makassar Skripsi’. 12. Puspasari, S. (2018) ‘Hubungan Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien Diunit Hemodialisa RSUD Cibabat Cimahi’, Holistik Jurnal Kesehatan, 12(3), pp. 154–159. 13. Putri, H. I. A. and Khairun, N. (2015) ‘Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal sebagai Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik’, Majority, 4(7), pp. 49–54. 14. Rustandi, H., Tranado, H. and Pransasti, T. (2018) ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease yang Menjalani Hemodialisa di Ruang Hemodialisa’, Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), pp. 32–46. doi: 10.31539/jks.v1i2.8. 15. Saragih, D. A. (2010) ‘Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI’. 16. Sarastika, Y., Mendrofa, O. and Siahaan, J. V. (2019) ‘FAKTOR- 30 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISA DI RSU ROYAL PRIMA MEDAN Factors Affecting of Quality of Life of Chronic Kidney Disease ( CKD ) Patients that Undergo Hemodialysis Therapy in Royal Prima Hospital Medan’, 4(1), pp. 53–60. 17. Sari, I. M. and Prajayanti, E. D. (2019) ‘Faktor-Faktor yang Berkontribusi Terhadap Kepatuhan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa’, Medical Science, 6(2), pp. 63–70. 18. Syafitri, R. and Mailani, F. (2018) ‘Gambaran Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo’, (120). 19. Wahyuni, P., Miro, S. and Kurniawan, E. (2018) ‘Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan Diabetes Melitus di RSUP Dr. M Djamil Padang’, Jurnal Kesehatan Andalas, 7(4), p. 480. doi: 10.25077/jka.v7.i4.p480-485.2018.