Uploaded by User90931

BAB I & BAB 2 HEMODIALISA qodrika REVISI ke 2

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah keadaan penurunan fungsi
ginjal secara progresif serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai
macam penyakit. (Putri & Yadi, 2014; dalam Archentari et al., 2017). CKD
ditandai dengan hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan bisa akhirnya
berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir (ESRD).
World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia
secara global mengatakan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal
kronik pada tahun 2013 di dunia meningkat sebesar 50% dari tahun
sebelumnya, pada tahun 2014 di Amerika penderita gagal ginjal kronik
meningkat sebesar 50% dan setiap tahun ada sekitar 200.000 orang di
Amerika menjalani hemodialisis (Widyastuti, 2014; dalam Sarastika,
Mendrofa and Siahaan, 2019).
Menurut Indonesian Renal Registry (2014) dalam (Juwita and
Kartika, 2019) penderita Gagal Ginjal terbanyak berada pada kelompok usia
45 - 54 tahun yaitu sebanyak 31 % dan usia 55 - 64 tahun sebanyak 31%
dengan jenis kelamin terbanyak yaitu laki - laki. Sedangkan peluang hidup
pasien satu bulan orang hemodialisa adalah 87,3% lebih tinggi
dibandingkan dengan peluang hidup 1 tahun yaitu sebesar 46,7%.(Juwita
and Kartika, 2019).
2
Berdasarkan hasil pemaparan Menteri Kesehatan RI, Nila F.
Moeloek (2018) diketahui prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia
sebesar 2% atau 499.800 orang. Berdasarkan 10th Report of Indonesia Renal
Registry 2017 jumlah pasien hemodialisa terus bertambah setiap tahunnya,
di Tahun 2017 jumlah pasien aktif 77892 orang dan pasien baru berjumlah
30831 orang. Salah satu peningkatan terjadi di Provinsi Jawa Barat, data
pasien baru yang menjalani hemodialisa di tahun 2017 sebanyak 7444 orang
dan pasien aktif sebanyak 21051 orang lebih tinggi daripada provinsi lain.
Hemodialisa merupakan suatu tindakan proses untuk mengganti
fungsi ginjal dalam mengeluarkan zat zat yang kotor, garam serta air yang
berlebih di dalam tubuh pasien. Pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisa, umumnya menjalani terapi sebanyak 2-3 x seminggu dan
membutuhkan waktu 10-15 jam untuk dialisa setiap minggunya, atau paling
sedikit 4-5 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan berlangsung terus-menerus
sepanjang hidupnya. Jika tidak dilakukan terapi hemodialisa maka klien
akan meninggal. (Farida, 2010; Mela mustika, 2017, dalam Sari and
Prajayanti, 2019).
Salah satu masalah yang dapat berkontribusi pada kegagalan
manajemen perawatan hemodialisis yaitu masalah kepatuhan pasien.
Kepatuhan merupakan asepek penting terhadap proses terapi, sehingga tidak
jarang sikap seperti itu akan membawa pada kehidupan sehari-hari.
Kepatuhan terapi pada penderita hemodialisa merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan
3
zat-zat berbahaya dari tubuh hasil metabolisme dalam darah. Sehingga
penderita merasa sakit pada seluruh tubuh dan jika hal tersebut dibiarkan
dapat menyebabkan kematian (Sunarni, 2009; Suriya, 2017 dalam Puspasari,
2018)
Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat
kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup
tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika
seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai
suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi
fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang
kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan
keterbatasan peran emosional (Hays, 2010; Rustandi et al., 2018).
Menurut penelitian Rika Syafitri dan Fitri Mailani tahun 2018 yang
dilakukan di Rumah Sakit Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang
menunjukkan lebih dari separuh pasien yang menjalani hemodialisa dengan
kualitas hidup yang buruk (54,9%). Kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sosio demografi dan keadaan
medis. Faktor sosiodemografi terdiri dari jenis kelamin, umur, suku,
pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan, sedangkan faktor keadaan
medis terdiri dari lamanya menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan
penatalaksanaan medis yang dijalani (Butar, 2013 dalam Desita, 2010;
dalam Syafitri and Mailani, 2018).
4
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan
penelitian mengenai “Hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan
kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada
Cikampek”
B.
RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa
dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya
Husada Cikampek?
C.
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa
dengan kualitas hidup pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
di RS Karya Husada Cikampek tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien CKD menjalani terapi
hemodialisa di RS Karya Husada Cikampek tahun 2020.
b Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien CKD yang
menjalani terapi hemodialisa di RS Karya Husada Cikampek tahun
2020.
5
D.
MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperluas dan
memperkaya teori, menguatkan pembuktian teori bahwa adanya
hubungan kepatuhan menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di RS Karya Husada Cikampek.
2. Manfaat Praktis
a
Institusi
Penelitian
ini
dapat
memberikan
informasi
untuk
mahasiawa/i STIKes Medistra Indonesia agar dapat mengetahui
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD, salah
satunya kepatuhan menjalani hemodialisa.
b
Tempat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi RS Karya
Husada Cikampek, dan pasien yang menjalani hemodialisa agar
dapat meningkatkan kualitas hidup, salah satunya dengan
memberikan edukasi dan teratur menjalani hemodialisa.
c
Peneliti
6
Penelitian ini dapat menerapkan teori yang telah didapat
yaitu pembelajaran metodologi riset dan menjadi data dasar bagi
peneliti selanjutnya.
E.
KEASLIAN PENELITIAN
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
No
1
2
Nama
Judul
Peneliti
Penelitian
Mayuda,
Aidillah
Chasani, Shofa
Saktini, Fanti
Sari, Irma
Mustika
Prajayanti,
Eska Dwi
Tahun
Hasil Penelitian
Hubungan
Antara Lama
Hemodialisis
Dengan Kualitas
Hidup Pasien
Penyakit Ginjal
Kronik (Studi
Di Rsup
Dr.Kariadi
Semarang)
2018
Hasil: Kualitas hidup pasien dengan
kategori baik, cukup dan kurang
berturut-turut sebagai berikut: 7
(11,4%), 16(36,4%), 5(15,9%) pada
hemodialisis < 5 tahun dan 5(11,4%),
6(13,6%), 5(11,4%) pada
hemodialisis ≥5 tahun. Dengan
analisis fisher’s diperoleh nilai
p=0,732. Pada uji somers’d diperoleh
nilai p=0,781 antara lama
hemodialisis dengan kualitas
hidup.Variabel perancu seperti usia,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
status pernikahan, penyakit
mendasari, menunjukkan hubungan
tidak bermakna dengan kualitas
hidup. Sedangkan jenis kelamin dan
IMT berpengaruh terhadap kualitas
hidup.
Faktor-Faktor
yang
Berkontribusi
Terhadap
Kepatuhan Pada
Pasien yang
Menjalani
Hemodialisa
2019
Hasil penelitian menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan
antara usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama hemodialisa dan
pengetahuan dengan kepatuhan
pasien dalam menjalani hemodialisa
dengan nilai p value > 0,05. Terdapat
hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien dalam menjalani
hemodialisa dengan nilai p value <
0,05. Pada hasil penelitian ini faktor
yang paling berhubungan dengan
kepatuhan pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa
adalah dukungan keluarga
7
3
Syafitri, Rika
Gambaran
Mailani, Fitri
Kualitas Hidup
Pasien Gagal
Ginjal Kronik
yang Menjalani
Hemodialisa Di
Rumah Sakit
Tingkat III Dr.
Reksodiwiryo
2018
Hasil penelitian diperoleh sebanyak
(58,8%) pasien yang memiliki
kualitas hidup buruk pada pasien
yang menjalani hemodialisa di
Rumah Sakit tingkat III Dr.
Reksodiwiryo Padang. Berdasarkan
penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa yaitu terdapat dari
separuh pasien mengalami kualitas
hidup buruk. Disarankan bagi pihak
Rumah Sakit sebagai bahan
masukan dan informasi untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan
terhadap pasien agar lebih baik
terutama pasien yang menjalani
Hemodialisa, serta perawat lebih
memahami tentang kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa untuk
menyusun asuhan keperawatan yang
komprehensif dan melakukan
tindakan yang tepat untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
LANDASAN TEORI
1. Chronic Kidney Disease
a. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron)
yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama
dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit
(toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan
biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996
dalam Handayani and Rahmayati, 2013)
Chronic Kidney Disease (Gagal Ginjal Kronik) merupakan
kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai
dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam, 2009 dalam (Syafitri and Mailani,
2018)
Chronic kidney disease (CKD) adalah keadaan penurunan
fungsi ginjal secara progresif serta permanen yang dapat
diakibatkan oleh berbagai macam penyakit (Putri & Yadi, 2014
dalam Archentari et al., 2017)
9
Jadi, Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kegagalan
fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan, disebabkan
oleh berbagai penyakit dan ditandai dengan uremia.
b. Etiologi
Angka Perjalanan CKD hingga tahap terminal dapat
bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal
ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi tujuh kelas
seperti pada tabel berikut ini (Brunner & Suddarth, 2001 dalam
Saragih, 2010)
Tabel 2.1
Etiologi
No Klasifikasi Penyakit
1
2
3
4
5
6
7
Penyakit
Penyakit
infeksi Pielonefritis kronis dan refluks
tubulointerstitial
nefropati
Penyakit peradangan
Glomerulonefritis
Penyakit
hipertensi
vaskuler Nefrosklerosis
benign,
Nefrosklerosis maligna dan
stenosis arteri renalis
Gangguan kongenital Penyakit ginjal polikistik dan
dan herediter
asidosis tumulus ginjal
Penyakit metabolic
Diabetes
mellitus,
gout,
hiperparatiroidisme
dan
amiloidosis.
Nefropati toksik
Penyalahgunaan analgesik dan
nefropati timah
Nefropati obstruktif
batu,
neoplasma,
fibrosis
retroperitoneal,
hipertropi
prostat, striktur urethra.
10
c. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh penderita gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu
pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Bagian
dan tingkat kerusakan ginjal mempengaruhi keparahan tanda dan
gejala, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut
merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner &
Suddarth, 2001 dalam Saragih, 2010) :
1) Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya
hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema
periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran
vena leher
2) Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abuabu mengkilat, kulit kering dan bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar
3) Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekels, sputum
kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul
4) Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau
ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan
dari saluran GI
5) Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan
keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
11
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, serta perubahan
perilaku
6) Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot,
kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta foot drop
7) Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan
atrofi testikuler.
d. Klasifikasi
CKD biasanya dikategorikan menjadi 5 tahap sesuai dengan
tingkat fungsi ginjal, atau kerusakan pada ginjal yang ditunjukkan
oleh pemeriksaan penunjang seperti darah atau protein dalam urin.
1) Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal normal
(eGFR ≥ 90 mL / menit / 1,73 m2)
Biasanya tidak ada gejala tetapi tekanan darah tinggi
sering terjadi daripada pasien tanpa CKD dan terdapat
albuminuria.
2) Tahap 2: Kerusakan ginjal dengan kehilangan fungsi ginjal
ringan (eGFR 60-89 mL / menit / 1,73 m2)
Sebagian besar pasien tidak memiliki gejala tetapi
tekanan darah tinggi sering terjadi. Pasien juga memiliki
albuminuria.
3) Tahap 3a dan b: Kehilangan fungsi ginjal ringan sampai
sedang (eGFR 45-59 mL / menit / 1,73 m2) (3a), atau sedang
12
sampai kehilangan fungsi ginjal yang parah (eGFR 30-44 mL
/ mnt / 1,73 m2) (3b)
Mungkin tidak ada gejala, atau mungkin sering
buang air kecil di malam hari (nocturia), Perasaan ringan
sedang sakit dan kehilangan nafsu makan. Komplikasi
umum termasuk tekanan darah tinggi, mineral dan gangguan
tulang, anemia, sleep apnea, kaki gelisah, CVD, malnutrisi
dan depresi.
4) Tahap 4: Kehilangan fungsi ginjal yang parah (eGFR 15–29
mL / menit / 1,73 m2)
Gejalanya seperti pada Tahap 3, ditambah mual, kulit
gatal, kaki gelisah dan sesak napas. Komplikasi dari tahap
ini juga sama dengan Tahap 3, ditambah dengan gangguan
elektrolit seperti kenaikan kadar fosfat dan kalium dalam
darah serta peningkatan keasaman darah.
5) Tahap 5: Penyakit ginjal tahap akhir (eGFR <15 mL / mnt /
1,73 m2 atau dialisis)
Gejalanya seperti pada Tahap 4. Komplikasi umum
tambahan
termasuk
peradangan
pada
lapisan
yang
mengelilingi jantung, perdarahan di saluran pencernaan,
fungsi dan struktur otak yang berubah, dan gangguan atau
perubahan struktural atau fungsional pada sistem saraf
perifer. (Marshall, 2004)
13
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam hal ini ialah pemeriksaan
laboratorik yang bertujuan untuk memastikan dan menentukan
perjalanan penyakit. Pemeriksaan ureum, kreatinin dan uji
penyingkiran kreatinin (TKK) selain sebagai uji saring faal ginjal
juga digunakan untuk menilai peningkatan (progresivitas)
penurunan faal ginjal.(I. Ismail, Mutmainnah, 2019)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua
tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal.
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya
faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara
optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit.
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan
pengaturan diet pada pasien gagal ginjal kronis.(Putri and
Khairun, 2015)
Sebagian besar penderita CKD harus menjalani program
pengobatan gejala penyakit (terapi simptomatis) untuk mencegah
atau memperlambat peningkatan (progresivitas) penurunan faal
ginjal (LFG). Jika terapi ini tidak berhasil, penderita akan berada
pada stadium gagal ginjal terminal yang
14
memerlukan pengobatan (terapi pengganti yaitu dialisis atau
cangkok (transplantasi) ginjal yang memerlukan biaya yang
sangat besar. (I. Ismail, Mutmainnah, 2019)
2. Hemodialisa
a. Definisi
Hemodialisis (HD) merupakan suatu bentuk tindakan
pertolongan dengan menggunakan alat yaitu dializer yang
bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk
metabolisme toksik yang yang seharusnya di buang oleh ginjal.
Hemodialisa merupakan terapi utama selain transplantasi ginjal
pada orang- orang dengan gagal ginjal kronik (Rahman, 2013
dalam Dewi putri M 2014 dalam Syafitri and Mailani, 2018)
Hemodialisis (Gooz, 2012 dalam Archentari et al., 2017)
adalah sebuah proses pemindahan cairan dan mengatasinya
melalui sebuah membran semi permeabel dalam dialisat dengan
melewati darah melalui ginjal buatan. Hemodialisis paling sering
dilakukan pada pasien tiga kali seminggu dalam jangka waktu 3
hingga 4 jam (Conventional Hemodialysis - CHD), tetapi juga
dapat dilakukan secara lebih pelan dalam sehari atau semalam
(Nocturnal Hemodialysis - NHD)
15
Jadi, Hemodialisa merupakan terapi pengganti fungsi ginjal
yang dilakukan menggunakan alat yang disebut dialyzer,
dilakukan seminggu 3 kali dengan jangka waktu 3-4 jam.
b. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Proses difusi ialah proses
pengeluaran toksin dan zat limah didalam darah dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan
air,
kekuatan
ini
diperlukan
untuk
mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan
cairan).
Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan
penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke
dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian
dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena.
(Brunner & Suddarth, 2001) dalam (Saragih, 2010)
16
c. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Al-hilali (2009) dalam (Saragih, 2010), walaupun
hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal
yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan
komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram
otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis),
sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit
tulang belakang (2-5% dari dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis)
dan demam pada anak-anak (<1% dari dialysis), Sedangkan
komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom
disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan
intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.
3. Kepatuhan
a. Definisi
Secara umum kepatuhan didefinisikan sebagai tingkatan
perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti
diet, dan atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesuai dengan
rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (Manguma dkk, 2014
dalam (Syafitri and Mailani, 2018)
Menurut Sarafino dalam Kristianingrum and Budiyani,
(2011) Kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya.
17
Dikatakan lebih lanjut, bahwa tingkat kepatuhan pada seluruh
populasi medis yang kronis adalah sekitar 20% hingga 60%.
Kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.
Kepatuhan pasien berkenaan dengan kemauan dan kemampuan
dari individu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan
nasehat aturan pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal
pemeriksaan dan rekomendasi hasil penyelidikan. (Niven, 2007)
Jadi, Kepatuhan dalam menjalani hemodialisa merupakan
keteraturan dan kesesuaian pasien dalam menjalani terapi
pengobatan hemodialisa.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Niven (2013) dalam (Febriyantara, 2016) faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan adalah :
1. Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi kepatuhan, dengan
pendidikan memudahkan pasien untuk mengerti tindakan
yang harus pasien ambil.
2. Akomodasi
Akomodasi merupakan langkah yang diambil untuk
mengetahui
kepribadian
pasien
yang
kepatuhan.
3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
mempengaruhi
18
Memodifikasi lingkungan dan dukungan sosial agar
membantu pasien dalam meningkatkan kepatuhan.
4. Perubahan model terapi
Memungkinkan pasien aktif dalam model terapi dan
meningkatkan semangat menjalani terapi.
5. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan
pasien
Komunikasi yang baik antara professional kesehatan
denga pasien akan meningkatkan kepercayaan pasien serta
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi.
6. Pengetahuan
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar
untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya.
7. Usia
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
4. Kualitas Hidup
a. Definisi
Menurut WHO (2014) kualitas hidup didefinisikan sebagai
persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup,
ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka
19
tinggal, dan hubungan dengan standar hidup, harapan,
kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini di padukan secara
lengkap mencakup kesehatan fisik, psikologis, tingkat kebebasan,
hubungan sosial dan hubungan mereka dari segi ketenangan
dilingkungan mereka.
Kualitas hidup adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan rasa kesejahteraan, termasuk aspek kebahagiaan,
kepuasan hidup dan sebagainya. Kualitas hidup pasien HD
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, penyakit dasar CKD, komorbid,
status nutrisi, penatalaksanaan medis dan lama menjalani HD.
(Wahyuni, Miro and Kurniawan, 2018)
Kualitas hidup pasien hemodialisa berfluktuasi, karena
dipengaruhi oleh kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, kepercayaan pribadi dan hubungan mereka
dengan lingkungan. Pasien gagal ginjal yang menjalani
hemodialisa seumur hidup membutuhkan dukungan perawat dan
keluarga untuk meningkatkan kualitas hidupnya sehingga pasien
yang
menjalani
HD
akan
dapat
mempertahankan
dan
menstabilkan kemampuan fungsional, memenuhi kebutuhannya,
menghilangkan gejala dan mengembalikan rasa nyaman dalam
menjalani sisa hidupnya (Thomas, 2003) dalam (Isroin, Y and
Soejono, 2014)
20
b. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Mailani (2015) dalam (Febriyantara, 2016), menyebutkan faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisis antara
lain:
1) Jenis Kelamin
Pasien perempuan lebih cenderung mempunyai kualitas
hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
2) Usia
Semakin tua usia pasien, semakin cenderung memiliki
kualitas hidup yang buruk.
3) Pendidikan
Pendidikan pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup
pasien.
4) Status Perkawinan
Pasien yang
memiliki pasangan, cenderung memiliki
kualitas hidup yang baik.
5) Status Pekerjaan atan Ekonomi
Pasin dengan perekonomian rendah, cenderung memiliki
kualitas hidup yang rendah.
6) Tidak patuh terhadap pengobatan dan tidak teratur menjalani
hemodialysis
Pasien yang sering terlewat melakukan hemodialis,
cenderung mempunyai kualitas hidup yang rendah.
21
c. Alat Ukur Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
Dalam penelitian ini digunakan Kidney Disease Quality of
Life- Short Form (KDQOL-SF) yang merupakan pengembangan
dari Short Form 36 (SF-36). Alat ukur ini merupakan alat ukur
khusus yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PGK
dan pasien yang menjalani dialisis (Hays, 2002 dalam Nur, Majid
and Arman, 2018).
1) Hal-hal yang dinilai pada KDQOL-SF meliputi:
a) Target untuk penyakit ginjal
(1) Gejala/permasalahan klinis yang dialami
(2) Efek dari penyakit ginjal
(3) Tingkat penderitaan oleh karena sakit ginjal
(4) Status pekerjaan
(5) Fungsi kognitif
(6) Kualitas interaksi sosial
(7) Fungsi seksual
(8) Kualitas tidur
(9) Dukungan sosial
(10) Kualitas pelayanan staf unit dialisis
(11) Kepuasan pasien
b) Item skala survei SF-36
(1) Fungsi fisik
(2) Peran – fisik
22
(3) Persepsi rasa sakit
(4) Persepsi kesehatan umum
(5) Emosi
(6) Peran – emosional
(7) Fungsi sosial
(8) Energi kelelahan
2) Cara ukur
Pengukuran dilakukan dengan pengisian kuisioner.
3) Alat ukur
Alat ukur menggunakan KDQOL-SF (Kidney Disease
Quality of Life – Short Form) versi 1,3.
4) Kategori
Kuisioner berisi 24 pertanyaan dengan konversi skor
mengikuti tabel 2.2. Setelah dikonversi menjadi angka,
kelompok pertanyaan tertentu kemudian dirata-ratakan
mengikuti tabel 2.3
Penilaian kualitas hidup secara umum merupakan rata-rata
dari seluruh aspek dan diinterpretasikan menurut skala:
a) Kualitas hidup baik (nilai rerata tingkat kesehatan secara
umum > 59)
b) Kualitas hidup buruk (nilai rerata tingkat kesehatan
secara umum ≤ 59)
5) Skala pengukuran
23
Skala pengukuran menggunakan skala ordinal
Tabel 2.2
langkah 1 – Konversi Nilai Poin Pertanyaan KDQOL-SF
No
1
Nomor Pertanyaan
4a-d, 5a-c, 21
Respon
1 ------- >
2 ------- >
Nilai
0
100
2
3a-j
3
19a, b
4
10, 11a,c, 12a-d
5
9b, c, f, g, I, 13e,
18b
6
20
7
1-2, 6, 8, 11b,d,
14a-l, 15a-h, a6ab, 24a-b
8
7, 9a, d, e, h, 13ad, f, 18a,c
9
10
17, 22
23
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
4 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
4 ------- >
5 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
4 ------- >
5 ------- >
6 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
4 ------- >
5 ------- >
1 ------- >
2 ------- >
3 ------- >
4 ------- >
5 ------- >
6 ------- >
Respon x 10
1-7
11
16
Jika “TIDAK” -- >
0
50
100
0
33,33
66,66
100
0
25
50
75
100
0
20
40
60
80
100
100
0
100
75
50
25
0
100
80
60
40
20
0
0-100
(Ans1)*16,67
Data tidak
dihitung
24
Tabel 2.3
Langkah 2 – Rata-ratakan Nilai untuk Membentuk Skala
No
1
2
B.
Skala
Jumlah
Pertanyaan
Target untuk penyakit
ginjal
a. Gejala/permasalahan
b. Efek penyakit ginjal
c. Beban penyakit
ginjal
d. Status pekerjaan
e. Fungsi kognitif
f. Kualitas interaksi
sosial
g. Fungsi seksual
h. Kualitas tidur
i. Dukungan sosial
j. Kualitas pelayanan
staf dialisis
k. Kepuasan pasien
Item skala survey SF-36
a. Fungsi fisik
b. Peran – fisik
c. Persepsi rasa sakit
d. Kesehatan umum
e. Kesejahteraan emosi
f. Peran – emosional
g. Fungsi sosial
h. Energi/kelelahan
Setelah
Konversi
dengan tabel 2.2
Rata-ratakan
poin-poin
berikut
12
8
4
14a-k, 1
15a-h
12a-d
2
3
3
20,21
13b,d,f
13a,c,e
2
4
2
2
16a, b
17, 18a-c
19a, b
24a, b
1
23
10
4
2
5
5
3
2
4
3a-j
4a-d
7,8
1, 11a-d
9b,c,d,f,h
5a-c
6,10
9a,e,g,i
KERANGKA TEORI
1. Kerangka Teori
Chronic Kidney Disease
Terapi konservatif =
Pengaturan diet CKD
Hemodialisa
Transplantasi
25
Faktor yang mempengaruhi
kepatuhan:
Patuh
Tidak Patuh
Kualitas Hidup
Faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup:
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Status perkawinan
Status pekerjaan atau
ekonomi
6. Tidak patuh pengobatan dan
tidak teratur hemodialisis
Keterangan :
1. Pendidikan
2. Akomodasi
3. Modifikasi faktor
lingkungan dan
sosial
4. Perubahan model
terapi
5. Meningkatkan
interaksi profesional
kesehatan dengan
pasien
6. Pengetahuan
7. Usia
: tidak diteliti
: diteliti
: berpengaruh
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Putri and Khairun 2015, Ismail, Mutmainnah 2019, Niven 2013
C.
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Independen
26
Variabel independen (variabel bebas) ialah variabel yang tlah ada
sebelum dilakukan penelitian dan digunakan sebagai ukuran pada
umumnya (Murdiyanti, D, n.d:94). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah kepatuhan pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
yang menjalani hemodialisa.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) ialah variabel respon atau variabel
output akibat dari pengaruh/ tindakan variabel lain (Murdiyanti, D,
n.d:94). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas hidup
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisa.
Variabel independen
Variabel dependen
Kepatuhan menjalani
hemodialisa
Kualitas hidup pasien
Chronic Kidney Disease
(CKD)
Terapi Konservatif :
Pengaturan Diet CKD
Keterangan :
: tidak diteliti
: diteliti
: sebab akibat
Bagan 2.2
Kerangka konsep
D.
HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang
diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah
instrument kerja ddari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara
empiris (Hikmawati, F, 2019).
27
H0
: Tidak ada hubungan antara kepatuhan menjalani hemodialisa
dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
Ha
: Ada hubungan antara kepatuhan menjalani hemodialisa
dengan kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Archentari, K. A. et al. (2017) ‘Harga Diri Dan Kualitas Hidup Pada
Pasien Dengan Chronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisis’,
Jurnal Psikologi, 16(2), p. 138. doi: 10.14710/jp.16.2.138-146.
2. Febriyantara, A. (2016) ‘Hemodialisa Dan Kualitas Hidup Pasien
Chronic’, Journal of Nursing’.
3. Handayani, R. S. and Rahmayati, E. (2013) ‘Faktor faktor yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien’, IX(2), pp. 238–245.
4. Hikmawati, F. (2019). METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Pres :
Depok
5. I. Ismail, Mutmainnah, H. (2019) ‘CLINICAL PATHOLOGY AND
MEDICAL Majalah Patologi Klinik Indonesia dan Laboratorium Medik’,
25(2), pp. 28–32.
6. Isroin, L., Y, I. and Soejono, S. (2014) ‘Manajemen Cairan pada Pasien
Hemodialisis Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup di RSUD Dr. Harjono
Ponorogo’, IJNP (Indonesian Journal of Nursing Practices), 1(2), pp.
146–156. Available at:
http://journal.umy.ac.id/index.php/ijnp/article/view/655/807.
7. Juwita, L. and Kartika, I. R. (2019) ‘Pengalaman Menjalani Hemodialisa
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis’, Jurnal Endurance, 4(1), p. 97. doi:
10.22216/jen.v4i1.3707.
8. Kristianingrum, Y. and Budiyani, K. (2011) ‘Dukungan Keluarga Dan
Kepatuhan Minum Obat pada Orang Dengan Diabetes Melitus’, Psycho
29
Idea, 9(2), pp. 47–59. Available at:
http://psychoidea.ump.ac.id/index.php/psikologi/article/view/92.
9. Marshall, S. W. (2004) Prevalence and Incidence, Encyclopedia of Social
Measurement. doi: 10.1016/B0-12-369398-5/00144-4.
10. Murdiyanti, D. (n.d). Pengantar RISET KEPERAWATAN Konsep dan
Aplikasi Riset dalam Keperawatan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta
11. Nur, A. A., Majid, A. and Arman (2018) ‘Hubungan Tingkat Depresi
Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rsu Kota
Makassar Skripsi’.
12. Puspasari, S. (2018) ‘Hubungan Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisa
Dengan Kualitas Hidup Pasien Diunit Hemodialisa RSUD Cibabat
Cimahi’, Holistik Jurnal Kesehatan, 12(3), pp. 154–159.
13. Putri, H. I. A. and Khairun, N. (2015) ‘Terapi Konservatif dan Terapi
Pengganti Ginjal sebagai Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik’,
Majority, 4(7), pp. 49–54.
14. Rustandi, H., Tranado, H. and Pransasti, T. (2018) ‘Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Chronic Kidney Disease yang
Menjalani Hemodialisa di Ruang Hemodialisa’, Jurnal Keperawatan
Silampari, 1(2), pp. 32–46. doi: 10.31539/jks.v1i2.8.
15. Saragih, D. A. (2010) ‘Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI’.
16. Sarastika, Y., Mendrofa, O. and Siahaan, J. V. (2019) ‘FAKTOR-
30
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PASIEN
HEMODIALISA DI RSU ROYAL PRIMA MEDAN Factors Affecting of
Quality of Life of Chronic Kidney Disease ( CKD ) Patients that Undergo
Hemodialysis Therapy in Royal Prima Hospital Medan’, 4(1), pp. 53–60.
17. Sari, I. M. and Prajayanti, E. D. (2019) ‘Faktor-Faktor yang Berkontribusi
Terhadap Kepatuhan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa’, Medical
Science, 6(2), pp. 63–70.
18. Syafitri, R. and Mailani, F. (2018) ‘Gambaran Kualitas Hidup Pasien
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit
Tingkat III Dr. Reksodiwiryo’, (120).
19. Wahyuni, P., Miro, S. and Kurniawan, E. (2018) ‘Hubungan Lama
Menjalani Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal
Kronik dengan Diabetes Melitus di RSUP Dr. M Djamil Padang’, Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(4), p. 480. doi: 10.25077/jka.v7.i4.p480-485.2018.
Download