TUGAS RESUME VIDEO PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II DOSEN PENGAMPU: Dr. Roza Linda, M.Si. DISUSUN OLEH KELOMPOK 7: Anjli Wulandari 1805111669 Nurhanifah 1805124533 Rika Warti 1805111408 Salsha Meifitra Agna 1805113403 Suci Oktania 1805110760 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU 2020 LAPORAN PRAKTIKUM PEMISAHAN SENYAWA KIMIA DALAM OBAT CAMPURAN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I. Latar Belakang Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami, caranya beragam, mulai dari cara sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan, dan metode ini dipakai untuk setiap jenis senyawa. Metode ini pemanfaatannya secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan cara lama, digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Kromatografi lapis tipis lebih unggul bila sejumlah kondisi pemisahan yang berbedabeda diperlukan untuk menangani penetapan kadar seluruh cuplikan, karena sejumlah bejana pengembang yang berisi berbagai sistem pelarut dapat lebih hemat dipakai. Keuntungan lain, tiadanya gangguan pelarut pada penyelidikan secara fotometri karena pelarut sebagai fase gerak telah diuapkan. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul, pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponenkomponennya harus menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut yaitu kelarutan, adsorbsi, dan keatsirian. Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahakan substansi campuran menjadi komponen. Komponennya, misalnya senyawa flavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isovlafon yang potensi bagi kesehatan manusia, diantaranya adalah sebagai antioksidan, anti tumor/anti kanker, antikolestrol, anti virus, anti alergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi. Kromatografi telah didefinisikan terutama sebagai suatu proses pemisahan yang digunakan untuk pemisahan campuran yang pada hakekatnya Molekuler. Kromatografi bergantung pada pembagian ulang molekul. Molekul campuran antara dua fase atau lebih. Dalam tiap kasus terjadi distribusi antara fase cair yang terserap secara “stasioner” dan zat. Air bergerak yang kontak secara karib dengan fase cai itu, dalam kromatografi lapis tipis absorbennya disalutkan pada lempeng kaca atau lembaran plastic. II. Maksud Praktikum Untuk mengetahui metode penentuan kimia secara kromatografi lapis tipis. III. Tujuan Praktikum Memisahkan campuran senyawa fase dengan metode kromatografi lapis tipis dan untuk mengetahui nilai Rf. IV. Teori Dasar Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat ( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 ) Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatankomponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia yang bekerja di Universitas Warsawa Pada saat itu, Michael Tswett melakukan pemisahan klorofil dari pigmen- pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi, komponen- komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat ( Sudarmadji, 2007 ). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi, 2010). Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Rohman, 2007). Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe,bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea. Yang pada senyawa isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, di antaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolesterol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hamper semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Rohman, 2007). Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. (Rudi, 2010) Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaran eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006) Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007). V. Alat dan bahan Alat: 1. Erlenmeyer 100 ml 2. Gelas ukur 3. Gelas beker 100 ml dan 50 ml 4. Labu ukur 5. Hair dryer 6. Kaca arloji 7. Tabung reaksi dan Rak tabung reaksi 8. Batang pengaduk 9. Chamber ukuran 10 x 20 cm 10. Alat penotol sampel 11. Pipet mikro 12. Alat deteksi UV 13. Pensil 14. Lempeng KLT Bahan: 1. 2. 3. 4. 5. Sampel obat Baku Kofein Baku Paracetamol Larutan etanol absolut Larutan etanol 96 % 6. Kloroform VI. Prosedur kerja penyiapan eluen 45 ml kloroform ● Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ● Kemudian tambahkan 5 ml etanol absolut ●kemudian tutup Erlenmeyer dengan plastic yang diikat karet ● kemudian homogenkan dengan mengaduk erlenmeyer Eluen ●Kemudian Proses penjenuhan \ eksikator ● Diolesi pada mulut chamber secara menyeluruh ● kemudian masukkan eluen dengan batang pengaduk ●Kemudian tutup chamber ●Tunggu selama 1,5 jam Proses Aktivasi Lempeng ● masukkan lempeng kaca yang telah dilapisi silica gel uv 254 nm ke dalam oven ● dengan suhu 105 °C ● tunggu selama 30 menit (untuk menghilangkan kadar air) Organoleptik ●masukkan Sampel obat ●Ke dalam kaca arloji ● Lihat warna, bentuk, dan rasa Proses penimbangan 50 mg sampel obat ●Ditimbang pada neraca analitik ●Lalu masukkan ke dalam gelas ukur 10 ml ●Kemudian timbang juga 10 mg baku kofein dan paracetamol ●lalu masukkan ke dalam gelas ukur Preparasi sampel ● larutkan sampel dan baku dengan pelarut etanol 96 % ●Sampel dilarutkan dengan etanol( beri sedikit) dan di ultrasonic selama 5 menit ●setelah itu tambahkan kembali etanol hingga 2/3 labu yang berisi etanol kosong ● kemudian homogenkan dengan cara mengaduknya Penyaringan Sampel Larutan sampel obat ●Disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan corong (corong dibasahi etanol sebagai eluen) dan batang pengaduk dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi ● kemudian didapatlah Zat untuk penotolan Penyiapan Lempeng Lempeng berukuran 10 x 20 cm ●Siapkan 3 titik penotolan dengan jarak 2 cm dari bawah dan samping dan 1 titik di tengah dengan jarak 3 cm ●Jarak merambat dari titik penotolan adalah 15 cm Proses penotolan Sampel obat ●ditotolkan dengan pipet mikro yang sebelumnya sudah dibilas dengan etanol ●Lalu keringkan dengan hair dryer ●Kemudian totolkan Baku Paracetamol ●Keringkan dengan hair dryer ●Lalu ditotolkan Baku Kofein ● Keringkan dengan hair dryer Proses Eluasi ●Lempeng yang telah ditotolkan dimasukkan ke dalam chamber ●Tunggu hingga batas rambat yang telah ditentukan yakni 13-15 cm ●Tandai akhir eluasi dengan pensil ●Keringkan dengan hair dryer ●Lihat bercaknya di bawah sinar UV 254 nm Deteksi bercak ●masukkan lempeng ke alat deteksi ●nyalakan alat dengan panjang gelombang 254 nm ●kemudian tandai bercak dengan pensil ●Hitung Rf tiap-tiap totolan Hasil Pengamatan VII. Hasil Pengamatan Sampel Eluen 1 2 Baku paracetamol Baku kofein VIII. 1 1 Jarak yang ditempuh Senyawa Terlarut 5,7 cm 10,4 cm 1 6,2 cm 1 10,3 cm Jumlah Noda Etanol 96% : Kloroform Jarak yang ditempuh Pelarut Rf 0,43 cm 0,8 cm 13 cm 0,47 cm 0,79 cm Pembahasan Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan KLT dikembangkan oleh Ismailoff dan Schraiber pada tahun (1938). Tekniknya menggunakan penyokong fase diam berupa lapisan tipis seperti lempeng kaca, aluminium atau plat inert. Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai factor resensi, Rf: Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan menjadi yaitu kromatografi serapan (Silika gel, alumina, keiselguhr), kromatografi partisi (Selulosa, keiselguhr, silika gel), kromatografi penukar ion (Penukar ion selulosa, resina penukat ion), kromatografi gel (Sephadex, Biogel). Pada fase gerak, pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan fase diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. System tak berair paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dalam seri pelarut mikroskop, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform (perlu diperhatikan pada kloroform yang distabilkan dengan etanol) benzene, sikloheksana, dan eter petroleum. Aspirin, phenacetin dan kofein (APC) sering digunakan dalam kombinasi sebagai sediaan antipiretik analgetik. Penentuan dan identifikasinya sangat penting yang dapat dilakukan secara kromatografi lapis tipis. Pada percobaan kromatografi lapis tipis, zat penyerapan merupakan lapisan tipis serbuk halus dilapiskan pada lempeng kaca, logam atau plastik, tetapi umumnya digunakan lempeng kaca. KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan. Pada percobaan kromatografi lapis tipis sampel yang digunakan yaitu Alpara. Pada percobaan kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan dibidang datar yang didukung oleh plat aluminium. Pada pelaksanaannya dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending) atau dengan cara elusi 2 dimensi. Namun, pada praktikum ini digunakan secara menaik (ascending). Fase diamnya adalah lempeng dan fase geraknya adalah perbandingan etanol 96% dan kloroform yang membawa sampel kebatas eluen dan selanjutnya dilihat pada lampu sinar UV 254 sehingga menghasilkan nilai Rf. Pada sampel 1 didapat nilai Rf sebesar 0,43 ; pada sampel 2 didapat nilai 0,8 ; pada baku parasetamol didapat nilai 0,47 ; sedangkan baku kofein didapat nilai 0,79. Dari harga Rf , nilai Rf sampel pertama dengan baku parasetamol memiliki nilai yang hampir sama atau mendekati, sedangkan sampel kedua dengan baku kofein juga memiliki nilai yang hampir sama atau mendekati juga. Hal ini juga dapat kita lihat dari lempeng, bahwa terlihat bercak sejajar antara sampel 1 dan baku parasetamol serta pada sampel 2 dan baku kofein. IX. Kesimpulan dan saran A. Kesimpulan Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa sampel obat jumlah nodanya dua, dengan pemisahan sampel 1 dengan nilai Rf=0,43 dan sampel 2 nilai Rf=0.8. Pada baku paracetamol didapat nilai Rf=0,47 dan baku kofein dengan nilai Rf=0,79. Nilai Rf sampel pertama dengan baku parasetamol memiliki nilai yang hampir sama atau mendekati, sedangkan sampel kedua dengan baku kofein juga memiliki nilai yang hampir sama atau mendekati juga. Hal ini juga dapat kita lihat dari lempeng, bahwa terlihat bercak sejajar antara sampel 1 dan baku parasetamol serta pada sampel 2 dan baku kofein. Jadi terlihat bahwa sampel obat mengandung paracetamol dan kofein. B. Saran Sebaiknya praktikan saat mengambil lempeng pada chamber saat proses eluasi harus menggunakan pinset, agar hasil tidak terkontaminasi. DAFTAR PUSTAKA Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. Bandung: Alfabeta. Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan(Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. Semarang: FMIPA. Khopkar, S,M. 2009. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia. Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo. Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository. Tim Dosen Kimia. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Sumber video praktikum : Youtube Mahasiswa semester III Analisa Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan Jakarta II Tahun 2017 di Laboratorium Anafarma LAMPIRAN Perhitungan nilai Rf Rf= ●Sampel 1 Rf= =0,43 ●Sampel 2 Rf= = 0,8 ●Baku Paracetamol Rf= = 0,47 ●Baku Kofein Rf= = 0,79