KEPRIBADIAN INDONESIA Sebelum menegaskan bahwa Manipol/USDEK merupakan kepribadian bangsa, terlebih dahulu Pancasila juga dinyatakan sebagai kepribadian bangsa Indonesia.1 Unsur gotong-royong, misalnya, yang merupakan saripati daripada Pancasila, ditegaskan sebagai suatu nilai yang asli atau tulen dari rakyat dan bangsa Indonesia dan dengan demikian merupakan cermin kepribadian Indonesia.2 Dalam pidato 1 Juni 1945, sudah sejak awalnya Pancasila dinyatakannya sebagai cerminan jiwa bangsa, seperti diutarakannya: “Philosofische Grondslag itulah pondamen, filsafat, pikiran yang sedalamdalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.” 3 Kemudian dalam Kuliah-kuliah Pancasila tahun 1958-1959 Bung Karno memperjelas nilai kepribadian itu dengan menegaskan: “Kita harus tinggal di dalam lingkungan dan lingkungan jiwa kita sendiri. Itulah kepribadian. Tiap-tiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri sebagai bangsa. Tidak bisa opleggen dari luar. Itu harus latent hidup di dalam jiwa rakyat itu sendiri.”4 Dalam pidato 17 Agustus 1960, satu tahun setelah mencanangkan Manifesto Politik bagi bangsa Indonesia, Bung Karno lebih tegas lagi menyinggung gotong-royong (saripati Pancasila) sebagai kepribadian bangsa: “Telah masyhur di mana-mana, sampai di luar negeri sekalipun, bahwa jiwa gotong royong adalah salah satu corak daripada kepribadian Indonesia. Tidak ada satu negeri di kolong langit ini yang di situ gotong royong adalah satu kenyataan hidup di desa-desa, satu living reality, seperti di Indonesia ini. Gotong royong bukan sekadar corak daripada Indonesian identity! Gotong royong adalah juga satu keharusan dalam perjuangan melawan imperialisme dan kapitalisme, baik di zaman dahulu maupun di zaman sekarang.”5 1 2 3 4 5 Soekarno. Op,cit. Bawah Bendera Revolusi II.Hal,323. Pancasila Sebagai Dasar Negara, Hal,155. Ibid.Hal,133. Ibid. Hal,35. Soekarno. Op.cit. DBR II Hal,413. 1 Manifesto Politik atau Manipol, yang dijabarkan dalam USDEK, menurut Bung Karno merupakan pemancaran daripada Pancasila. Bahkan tiga-tiganya – Pancasila, Manipol, USDEK – adalah sama, hingga dengan demikian Manipol juga merupakan kepribadian Bangsa Indonesia.6 USDEK yang susunannya dimulai dari UUD 1945, mengandung konsekuensi lebih lanjut harus tidak menjalankan demokrasi liberal yang memang sudah melakukan kesalahan sejarah. Demokrasi liberal (Barat) kenyataannya hanya terpampang dalam parlemen (politik) saja. Dari kesalahan demokrasi barat itulah Bung Karno menawarkan Demokrasi Terpimpin.7 Ekonomi Terpimpin adalah konsep tentang cara berekonomi secara teratur, serta merupakan pintu bagi jalannya sosialisme Indonesia, sekaligus juga menjadi alat kritik bagi sejarah ekonomi dunia yang sudah tidak demokratis lagi. Keempat unsur itu, UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin, harus merupakan cerminan kepribadian Indonesia sekaligus harus selalu searah dengan kepribadian tersebut.8 Manifesto Politik itu sendiri menurut Bung Karno dianggapnya sebagai satu langkah kembali kepada kepribadian Indonesia. Beberapa kali Bung Karno menegaskan Manipol/USDEK atau sebagian daripadanya sebagai kepribadian bangsa, antara lain hal itu diungkapkannya di hadapan para mahasiswa Universitas Katolik di Bandung, 16 Juni 1961: “UUD 1945 adalah pencerminan daripada Kepribadian Indonesia; Demokrasi Terpimpin adalah pencerminan daripada Kepribadian Indonesia. Sosialisme adalah pencerminan daripada Kepribadian Indonesia. Ekonomi Terpimpin adalah pencerminan daripada Kepribadian Indonesia. cocokkan UUD 1945 ini dengan apa yang Saudara-saudara ketahui daripada kepribadian Indonesia. Menurut Ethnologi, menurut sejarah dan lain sebagainya, Saudara-saudara akan 6 7 8 Amanat Proklamasi III, Hal,145. Disini Bung Karno mengambil tamsil Al Quran yang dijelaskannya dengan Hadist, sedangkan Pancasila dijelaskan dengan Manipol. Keterangan panjang lebar mengenai Demokrasi Terpimpin, selain terdapat dalam diktat ini juga terdapat dalam diktat Pancasila. Lihat Bab Demokrasi Terpimpin pada diktat ini, yang tulisan itu mengambil sumber dari pidato Bung Karno pada Kongres Pemuda bulan Februari 1960 di Bandung. 2 melihat bahwa segala apa yang dikehendaki oleh UUD 1945 itu adalah volkomen gedekt oleh Kepribadian Indonesia. Sosialisme adalah Kepribadian Indonesia. zaman baheula Saudara-saudara, kita bangsa Indonesia itu sudah mencita-citakan sosialisme, dalang-dalang kita itu menggambarkan sosialisme, sosialisme zaman baheula dan kita harus memodernisasi sosialisme itu menjadi sosialisme modern.” 9 Pada kesempatan yang sama Bung Karno menyatakan: “Manakala dus Pancasila diperas menjadi Ekasila yang satu, yang bernama gotong royong, maka USDEK, USDEK ini diperas menjadi satu, dan satu itu adalah K = Kepribadian Indonesia."10 Di hadapan para mahasiswa, pemuda dan pemimpinpemimpin, bertempat di gedung bioskop Abadi di Pontianak tanggal 26 Maret 1961, Bung Karno antara lain menjelaskan: “Dan tadi pun Pak Roeslan, sesudah U-S-D-E-K, mengatakan bahwa cakupan daripada ini semua ialah satu perkataan K, Kepribadian, kepribadian Indonesia. Juga demikian Ekonomi Terpimpin. Dari dulu dipimpin, dipimpin, dipimpin, sehingga K adalah cakupan daripada lima ini, sama K.”11 Penegasan tentang kepribadian ini diulang lagi oleh Bung Karno, antara lain di hadapan para mahasiswa Universitas Gajah Mada di Sitihinggil Yogyakarta, tanggal 7 April 1961: “Nah di Garut saya berkata: U-S-D-E-K ini dicakup menjadi satu: K, sama dengan Kepribadian. Kepribadian Indonesia adalah terpancar dari UUD 1945. Kepribadian Indonesia adalah sosialisme. Demikian pula Demokrasi Terpimpin adalah Kepribadian Indonesia pula. Zaman dahulu tidak ada demokrasi liberal-liberalan, tradisi kita adalah demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, sehingga U-S-D-E-K dicakup menjadi satu: Kepribadian Indonesia yang juga terpancar dalam Pancasila.” 12 Pada bagian lain Bung Karno ingin agar rakyat Indonesia bebas untuk mengembangkan kepribadiannya itu dengan trilogi yang dikumandangkannya pada pidato tanggal 17 Agustus 1945 yang jiwanya sudah “serempet-serempet bahaya” (diberi judul Tavip, Tahun Vivere Pericoloso atau tahun serempet-serempet bahaya), dengan judul Trisakti. Trisakti yang juga berarti tiga senjata ampuh untuk menghadapi lawan/Nekolim– mengamanatkan rakyat dan bangsa Warisilah. Api Sumpah Pemuda, Hal,14. Ibid. Hal,16. 11 Ibid. Hal,28 – 29. 12 Ibid. Hal,50. 9 10 3 Indonesia harus berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang budaya. Trisakti adalah “formulasi” lain daripada Pancasila dan Manipol/USDEK, yang selain berfungsi sebagai alat menghadapi lawan juga sebagai peringatan bahwa tanpa Trisakti bangsa Indonesia akan tak berdaya di dalam menjalankan tiga kerangka revolusi. Kepribadian meliputi banyak bidang. Tentang kepribadian yang berhubungan dengan ilmu teknik, Bung Karno menjelaskan: “Adakah misalnya kepribadian daripada teknik? Ada! Misalnya: seluruh dunia tercengang jikalau melihat cara orang Jepang menjalankan tekniknya. Ilmu teknik Jepang lain daripada ilmu teknik Amerika Serikat. Apalagi jikalau kita melihat apa yang terjadi di RRT sekarang! Teknik RRT adalah unik! Lain daripada teknik Amerika Serikat atau teknik negaranegara lain.”13 Dalam ilmu ekonomi, Bung Karno mengingatkan bahwa Indonesia sudah masuk ke tahapan sosialisme, dan karenanya bukubuku pun harus disesuaikan untuk kepentingan sosialisme ala Indonesia tersebut. Memang suatu kenyataan bahwa negara-negara sosialis sudah lama meninggalkan buku-buku Barat. Karena itu terhadap lingkungan perguruan tinggi Bung Karno secara tersirat berpesan, agar tidak lagi berpedoman kepada buku-buku yang tidak menguntungkan sosialisme: “Jangan ada profesor di sini mengajarkan Vom Bhom Bawerk. Jangan ada profesor di sini mengajarkan John Maynard Keynes. Ya, memang, John Maynard Keynes, dia itu apa dia punya karya? Karyanya malahan menyelamatkan kapitalisme Eropa.” 14 Bung Karno berpendapat bahwa ilmu tidaklah netral. Ilmu harus dikawinkan dengan amal. Karena itu semboyan Bung Karno adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Karena itu pula tentang ilmu pengetahuan pada umumnya Bung Karno berpendapat: “Ada orang mengatakan: ilmu tidak mempunyai kepribadian bangsa. Apakah benar ucapan yang demikian ini? Tidak benar, Saudara-saudara! Ilmu yang bersarang di otak manusia tidak dapat dipisahkan daripada kepribadian manusia.”15 13 14 15 Bung Karno dan Pemuda, Hal,73. Warisilah Api Sumpah Pemuda, Hal,31. Op,cit. Bung Karno dan Pemuda, Hal,72. 4 Demikian juga jika Bung karno menganjurkan agar pemuda dan mahasiswa menjadi patriot komplit, tidak hanya berjiwa patriot dalam politik, sesungguhnya Bung Karno sedang mengajak mereka kepada kepribadian bangsa. Bung Karno menjelaskan: “Ya, engkau patriot politik; engkau cinta kepada sang Merah Putih; engkau ikut bekerja agar supaya negara Republik Indonesia berdiri, tetapi engkau lebih cinta rock’n roll daripada misalnya wayang kulit. Engkau lebih cinta kepada cha-cha-cha dan Elvis Presley daripada Serampang Dua Belas. Engkau lebih cinta kepada Mambo daripada nyanyian Lenso atau nyanyian Batak. Nah, engkau katanya patriot. Engkau patriot politik, tetapi bukan patriot sosialis ekonomis, oleh karena engkau kapitalis. Engkau bukan patriot kultural oleh karena engkau cinta kepada pemberian orang lain bahkan, bukan saja benci, tetapi tidak mengetahui kepribadian, kultur, kebudayaan bangsamu sendiri.” 16 Dalam hal kebudayaan Bung Karno menegaskan dirinya tidak anti kebudayaan asing, seperti diutarakannya: “Saya tidak anti, saya tidak melarang mengambil apa yang baik dari orang asing. Pelajarilah Bethoven, pelajarilah Schubert, pelajarilah Bach, pelajarilah Strauss, pelajarilah Ivanovichi, Toselli, Braga. Saya tidak keberatan sama sekali. Bahkan itu memperkaya kepribadian kita. Tetapi saya tidak setuju dan tidak senang kalau pemuda-pemudi mengambil oper dunia luaran yang gila-gilaan.” 17 Dalam kerangka seperti itulah Bung Karno di tahun 1964 menegaskan: “Ada polemik tentang kebudayaan. Tentang kebudayaan, pendirianku sudah jelas. Berantaslah segala kebudayaan asing yang gila-gilaan! Kembalilah kepada kebudayaan sendiri. Kembalilah kepada kepribadian sendiri. Ganyanglah Manikebu, sebab Manikebu melemahkan revolusi.”18 Manikebu adalah kependekan dari Manifesto Kebudayaan yang diprakarsai oleh Wiratmo Sukito, dengan dukungan HB Jassin dan kawan-kawannya, yang mereka proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1963. Penjelasan dari kaum Manikebuis secara garis besar adalah menegakkan pernyataan (motto) apa yang dikenal dengan Seni 16 17 18 Ibid. Hal,105. Ibid. Hal,106. Soekarno. Op.cit. DBR II, Hal,576. 5 untuk Seni, di mana seni tidak boleh berpihak kepada kelompok manapun, juga tidak berpihak kepada rakyat. Penganut Manikebu memang banyak, dan orang-orangnya terutama dari lingkungan intelektual yang beraliran Sosialis-Demokrat (atau yang lebih dikenal dengan istilah Sosdem). Manipol/USDEK adalah kepribadian Indonesia. Manipol/USDEK merupakan alat untuk menyelesaikan revolusi Indonesia, yang juga harus menjadi ciri khas dan kepribadian Indonesia (tiap-tiap revolusi berbeda coraknya). Sejak muda Bung Karno selalu menuntun rakyat Indonesia untuk memilih jalan yang benar, di antaranya–seperti dalam risalah Mencapai Indonesia tahun 1933–bahwa di seberangnya Indonesia merdeka nanti yang mengusiri Indonesia harus kaum Marhaen, kaum kelas ke-4, kaum kiri, atau kaum yang sepanjang sejarah mendapat perlakuan eksploitasi. Jika jalan yang digambarkan itu tidak dilewati secara semestinya, bahkan dilanggar dengan cara berjalan di sisi yang berseberangan, dalam hal ini Bung Karno sering mengingatkan dengan menyitir tulisan Dr Huender di tahun 1929 (dalam pidato pembelaan Indonesia Menggugat): Kita akan menjadi bangsa kuli dan kulinya bangsabangsa! Dengan demikian makna kepribadian yang merupakan bagian, malah keseluruhan dari USDEK, adalah sikap mental bangsa Indonesia, baik di bidang politik, bidang ekonomi dalam kerangka masyarakat sosialisme Indonesia, yang senantiasa berorientasi, atau yang disebut Bung Karno menyesuaikan diri dengan natuur Indonesia, itulah kepribadian Indonesia. 6