BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT FAKULTAS KEDKTERAN FEBRUARI 2020 UNIVERSITAS HALU OLEO PATENT DUCTUS ARTERIOSUS Oleh : Nining Milasari, S.Ked K1A1 15 031 Pembimbing Dr. H. Jamaluddin, M.Kes, Sp.JP KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020 HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama : Nining Milasari, S.Ked NIM : K1A1 15 031 Program Studi : Profesi Dokter Fakultas : Kedokteran Judul Referat : Patent Ductus Arteriosus Telah menyelasaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo. Kendari, Februari 2020 Mengetahui, Pembimbing dr.H. Jamaluddin, M.Kes, Sp.JP BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Patent Ductus Arteriosus (PDA) atau Duktus Arteriosus Persisten (DAP) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan non sianotik dengan aliran pirau dari kiri ke kanan.1 Duktus arteriosus persisten adalah suatu keadaan duktus arteriosus yang tetap terbuka lebih dari 15 jam setelah bayi lahir. Secara umum, angka kejadian DAP 1 per 2500-5000 kelahiran hidup pada bayi cukup bulan, 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi prematur dan merupakan 9-12% dari seluruh penyakit jantung bawaan.1,2,3,4 Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi prematur, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Pada bayi berat badan kurang dari 1500 gram dan mengalami distress pernafasan kira-kira 40% mengalami duktus yang tetap terbuka. Pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram insidensinya mencapai 80%. Insidensi DAP tampaknya berhubungan terbalik dengan berat badan lahir dan umur kehamilan.2 Duktus arteriosus persisten dapat menyebabkan terjadinya perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, bronchopulmonary dysplasia, bahkan dapat menyebabkan kematian. Penutupan DAP diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. Penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa operasi penutupan DAP menurunkan angka kematian bayi karena dapat mengurangi lama penggunaan ventilator, memperbaiki hemodinamika, dan memperbaiki compliance paru. Namun operasi membutuhkan biaya yang cukup banyak dan tidak semua rumah sakit dapat mengerjakannya.2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Duktus Arteriosus 1. Embriologi duktus arteriosus Sistem vaskuler embrio dimulai dari prekusor endotel yang membentuk pleksus endotel di dalam mesoderm splnchnic. Selama perkembangan, terjadi perubahan bentuk secara intensif. Setelah embrio melipat, pleksus endotel di regio jantung bergabung di dalam jaringan otot jantung. Pembuluh omphalomesenteric memasuki jantung pada ujung vena, sementara ujung arteri terhubung dengan aorta dorsalis melalui arkus arteri faringeal simetris. Perkembangan arteri dimulai dengan diferensiasi sel menjadi sel otot polos. Perbedaan yang terdapat pada produksi matriks dan pertumbuhan bertanggungjawab terhadap perkembangan fenotip dari arteri elastis dan muskular. Pola pembentukan arkus dipengaruhi oleh neural crest cell, sel – sel otot polos, dan sistem saraf yang berada di sekeliling arkus. Duktus arteriosus berkembang dari arteri arkus faringeal keenam, yang berada pada sisi kiri dalam perkembangan normal. Selama perubahan bentuk arkus faringeal, pada duktus tersebut terbentuk dinding otot, sedangkan arteri – arteri besar di sekelilingnya menjadi arteri elastis. Alasan terhadap rangkaian perkembangan duktus yang spesifik dan unik tersebut masih belum diketahui.3 Gambar 1. Pola Pembentukan Arkus Faringeal Keterangan : AAo = ascending aorta (aorta asendens), AoSac = aortic sac (kantung aorta), CoA = coronary arteries (arteri coroner), DA =duktus arteriosus, DesAo = descending aorta (aorta desendens), PA = pulmonary artery (arteri pulmonal), PT = pulmonary trunk (trunkus pulmonalis), LDAo = left descending aorta (aorta desendens kiri), LCA = left carotid artery (arteri karotis kiri), LSA = left subclavian artery (arteri subklavia kiri), RCA = right carotid artery (arteri karotis kanan), RDAo = right descending aorta (aorta desendens kanan), RSA = right subclavian artery (arteri subklavia kanan); III, IV, and VI merujuk pada arkus. 2. Maturasi duktus arteriosus Perubahan struktural yang signifikan dari morfologi vaskular sebagai persiapan untuk penutupan duktus pada masa setelah kelahiran dimulai pada masa akhir kehamilan. Gambar 2. Tahapan Maturasi Duktus Pada trimester kedua masa kehamilan, struktur duktus merupakan arteri dengan lapisan otot, lamina interna yang berjumlah satu atau terduplikasi secara lokal, dan lapisan intima yang sangat tipis. Dalam perkembangan lebih lanjut, munculah bantalan intima.3 Pada saat kelahiran, lamina interna yang elastis telah terpecah dan bantalan intima menjadi semakin jelas. Penebalan intima, bersama juga dengan konstriksi yang bergantung dengan oksigen, secara fungsional akan menutup duktus arteriosus selama jam – jam awal setelah kelahiran. Penutupan anatomis, diferensiasi, apoptosis sel – sel otot polos, dan reorientasi sel endotel akan berujung pada morfologi definitif ligamentum arteriosum.3 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penutupan duktus arteriosus. Faktor-faktor yang diduga berperan dalam penutupan duktus antara lain: a. peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi duktus, sebaliknya hipoksia akan menyebabkan duktus melebar, oleh karena itu, duktus arteriosus persisten lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernafasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi; b. peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi duktus; c. penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus, sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus.2,4 3. Perubahan Sirkulasi Janin Ke Neonatus a. Sirkulasi janin Pada sirkulasi fetus, ventrikel kanan dan kiri berada pada sirkuit yang paralel, berbeda dengan sirkuit pada bayi baru lahir dan orang dewasa. Pada fetus, plasenta diperlukan untuk pertukaran gas dan metabolit. Pada paru – paru, tidak terjadi pertukaran gas, dan pembuluh darah pada sirkulasi paru akan mengalami vasokonstriksi. Ada tiga struktur unik dari sistem kardiovaskular pada fetus yang penting untuk mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya duktus venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus.4 Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta kepada fetus melaluui vena umbilikalis dengan tekanan parsial oksigen (PO2) sebesar 30 – 35 mmHg. Hampir 50% darah dari vena umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati, dan bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil bercampur dengan darah dengan oksigenasi yang buruk di vena cava inferior pada tubuh bagian bawah fetus. Pencampuran darah dari bagian tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2 diperkirakan 26 -28 mmHg) memasuki atrium kanan dan secara langsung melewati foramen oval ke atrium kiri. Aliran darah selanjutnya masuk ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta asendens. Darah dari vena cava superior pada fetus, yang sedikit kadar oksigennya (PO2 = 12– 14 mmHg), masuk ke atrium kanan dan diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari foramen ovale dan mengalir ke ventrikel kanan.4 Pada ventrikel kanan, darah dipompakan menuju ateri pulmonalis, tetapi karena arteri pulmonalis tersebut vasokonstriksi, hanya 10% dari aliran darah ventrikel kanan masuk ke paru – paru. Sebagian besar jumlah darah, dengan PO2 yang diperkirakan sebesar 18 – 22 mmHg, melewati paru –paru dan mengalir langsung lewat duktus arteriosus menuju ke aorta asendens untuk memperdarahi bagian tubuh bawah dari fetus yang kemudian kembali ke plasenta lewat dua arteri umbilikus. Dengan begitu, bagian tubuh atas dari fetus, termasuk arteri koronaria, arteri serebri, dan arteri pada ekstermitas atas, dipasok darah dari ventrikel kiri dengan darah yang memiliki tekanan PO2 sedikit lebih tinggi dari pancaran darah dari tubuh bagian bawah (yang sebagian besar berasal dari ventrikel kanan). Hanya sedikit volume darah dari aorta asendens (10% dari cardiac output fetus) yang lewat melalui isthmus aorta ke aorta desendens.4 Cardiac output total dari bayi sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ - organ dan jaringan dari fetus. Pada masa fetus ventrikel kanan memompakan darah tidak hanya melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih besar dari yang dipompakan ventrikel kiri.4 b. Sirkulasi Neonatus Pada saat lahir sirkulasi bayi akan dengan cepat beradaptasi dengan keadaan di luar rahim karena pertukaran gas berpindah dari plasenta ke paru – paru. Beberapa dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama dengan pernafasan pertama dan yang lain dipengaruhi selama beberapa jam atau beberapa hari. Pada mulanya, ada penurunan ringan tekanan darah sistemik, kemudian tekanan darah naik dengan semakin bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat sebagai akibat respon baroreseptor pada kenaikan resistensi vascular sistemik bila sirkulasi plasenta dihilangkan. Rata-rata tekanan aorta sentral pada neonates cukup bulan adalah 75/50 mmHg.4 Pada neonatus yang normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan tekanan darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler pulmonal akan lebih banyak akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal, termasuk penipisan otot polos pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh darah baru. Penurunan tekanan vaskuler ini mempengaruhi gejala klinis pada penyakit jantung kongenital yang bergantung pada perdarahan sistemik.4 Duktus arteriosus yang normal, secara morfologi, berada pada gabungan aorta dan arteri pulmonalis, serta terdapat otot polos yang berbentuk sirkuler pada bagian tunika media. Selama kehidupan janin duktus arteriosus digunakan untuk mengontrol kadar oksigen yang rendah dan memproduksi prostaglandin endogen. Pada neonatus cukup bulan oksigen merupakan faktor yang penting untuk menutup duktus arteriosus. Bila PO2 darah yang lewat melalui duktus arteriosus mencapai sekitar 50 mmHg, maka dinding duktus akan konstriksi. Efek oksigen pada otot polos di duktus dapat berefek langsung atau diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis prostaglandin. Umur kehamilan juga berperan penting dan duktus bayi prematur kurang sensitif terhadap oksigen, walaupun otot – ototnya berkembang.4 B. Patent Ductus Arteriosus 1. Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari setelah bayi dilahirkan.5 Secara fungsional, duktus arteriosus menutup pada sekitar 90% bayi cukup bulan atau aterm dalam 48 jam setelah lahir. Secara persisten, beberapa intermiten, terbukanya duktus hingga selama sepuluh hari setelah kelahiran ditemukan pada pasien dengan kelainan sirkulasi dan ventilasi, bahkan periode patensi yang lebih lama banyak ditemukan pada bayi prematur.6 2. Epidemiologi Faktor – faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya duktus arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan bayi baru lahir belum diketahui secara sempurna. Prematuriras dengan jelas meningkatkan insidensi PDA, dan hal ini diakibatkan faktor fisiologis yang lebih berhubungan dengan prematuritas daripada kelainan duktus itu sendiri.6 Pada bayi cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan PDA. Di samping itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan berperan pada beberapa kasus. 7 Insidensi PDA pada bayi cukup bulan dilaporkan hanya satu dalam dua ribu kelahiran, terhitung 5% - 10% dari semua penyakit jantung bawaan. Insidensi PDA pada bayi prematur jauh lebih tinggi, dengan angka antara 20% - 60% (tergantung pada populasi dan kriteria diagnostik).8 Peningkatan insidensi PDA pada bayi prematur atau kurang bulan biasanya diakibatkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme penutupan karena imaturitas. Umur kehamilan dan berat badan lahir sangat berkaitan dengan PDA pada bayi prematur. Secara spesifik, PDA terdapat pada 80% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.200 gram, dibandingkan dengan 40% bayi dengan berat badan kurang dari 2.000 gram. Lebih jauh, PDA simptomatik ditemukan terdapat pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram. Hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan insidensi PDA. 9 3. Faktor risiko Faktor yang bertanggung jawab atas PDA belum dimengerti sepenuhnya. Prematuritas secara jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis yang berhubungan dengan prematuritas dari pada abnormalitas duktus. Pada bayi cukup bulan, kasus lebih sering terjadi secara sporadik, tetapi terdapat peningkatan bukti bahwa faktor genetik berperan pada pasien dengan PDA. Sebagai tambahan, faktorfaktor lain seperti infeksi prenatal juga memiliki peran.10 PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu, termasuk dengan perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomi 21 dan sindroma 4p, mutasi gen tunggal seperti Carpenter syndrome dan Holt-Oram syndrome, mutasi terkait kromosom X seperti inkontinensia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan insidensi PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan faktor lingkungan lain seperti fetal valproate syndrome.10 4. Patofisiologi Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kirakira 90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.11 Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2), penurunan resepetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus.11 Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan miosin rantai ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus.11 Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan prostaglandin I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus.11 Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh. Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi, termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan dengan yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan.11 Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona avaskular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut berkembang melebihi jarak difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi. Sebagai hasil dari defisit nutrisi dan hipoksia iskemik, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari duktus arteriosus menjadi ligamen non kontraktil yang disebut ligamentum arteriosum.11 5. Klasifikasi dan Manifestsi Klinis Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan PDA dengan hipertensi pulmonal. PDA kecil dengan diameter 1,5-2,5 milimeter biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery murmur yang khas untuk PDA, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi ja ntung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang.12 PDA sedang / moderat dengan diameter 2,5-3,5 milimeter biasanya timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti permainan.12 PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum. PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 dan ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.13 6. Diagnosis Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: a. Takikardi dan takipnu bila mengalami gagal jantung kongestif b. Pada PDA besar, nadi perifer menghentak (bounding) karena tekanan nadi yang tinggi (tekanan sistolik meningkat dan tekanan diastolic menurun c. Prekordium hiperaktif. Thrill sistolik teraba di tepi kiri sternum atas d. Komponen pulmoner bunyi jantung kedua (P2) biasanya normal kecuali pada hipertensi pulmoner yang terdengar keras. e. Terdengar bising kontinyu (machinery) derajat 1-4/6 paling jelas dibawah klavikula kiri atau tepi kiri sternum atas. Pada neonates atau hipertensi pulmoner mungkin hanya terdengar bising sistolik yang kresendo. f. Bising sistolik rumble terdengar di apeks pada PDA besar (stenosis mitral relative) g. Bila terjadi penyakit vaskuler pulmoner bstruktif, terjadi aliran pirau berbalik dar arteri pulmoner ke aorta, sianosis terlihat pada ekstremitas bawah saja Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA, antara lain pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi. Dalam pemeriksaan radiologi, pada PDA simpel, gambaran radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar.12 Pemeriksaan elektrokardiografi, gambaran elektrokardiogram (EKG) bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat manifestasi dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru, hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat juga terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja.13 Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat dilihat visualisasi secara langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt dari kiri ke kanan.13 Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik. Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi.13 7. Penatalaksanaan Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara transkateter. Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah indometasin, yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas pada bayi kurang bulan dan menurun seiiring menigkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas pada 3– 4 minggu kehidupan. Obat yang kedua adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX yang berefek pada penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan.14 Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas beberapa indikasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar, penutupan diselesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif telah dilakukan dengan cukup. Karena angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak bergejala. Hipertensi pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih dominan dari kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.15 Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien dengan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan hipertensi pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus. Coil dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara transkateter yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. 16 8. Komplikasi PDA Komplikasi yang parah dapat terjadi pada PDA. Adanya penurunan insidensi dari PDA dikarenakan oleh menutupnya duktus arteriosus dengan cepat atau pada beberapa keadaan dimana gejala belum terlihat. Pengobatan profilaksis pada bayi kurang bulan dengan surfaktan yang kurang meningkatkan terjadinya PDA. Penutupan duktus arteriosus menurunkan resiko pendarahan pada paru. Intoleransi dari pemberian makanan secara enternal dan nekrosis enterokolitis juga sering terjadi pada bayi kurang bulan. Sebagaimana disebutkan di atas, insidensi pada kondisi ini tampaknya terkait dengan penurunan aliran darah gastrointestinal, dimana telat diteliti pada domba yang menderita PDA. Insiden nekrosis enterikolitis menurun secara signifikan pada bayi yang duktus arteriosusnya telah menutup. Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar, tekanan atrium kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan transudasi cairan ke jaringan paru dan alveolus. Pada bayi kurang bulan, kapiler pulmonal lebih permeable dari bayi yang cukup bulan. Protein plasma dapat masuk ke dalam alveolus dan mengganggu fungsi surfaktan. Telah diusulkan bahwa faktor-faktor ini berkontribusi pada kerusakan paru yang kemudian dapat menjadi penyakit paru kronis atau dysplasia bronkopulmonar. Penutupan yang cepat pada PDA secara signifikan menurunkan risiko displasia bronkopulmoner.14 9. Prognosis Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai sedang biasanya dapat bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga sampai empat dekade kehidupan biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila beraktifitas dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif. Penutupan PDAsecara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun. Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan secara spontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai komplikasi yang paling berpotensi. Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, pneumonia yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA dengan defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi penutupan PDA segera.16 BAB III KESIMPULAN Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari setelah bayi dilahirkan.Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan PDA besar dengan hipertensi pulmonal.Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA, antara lain pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi. Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara transkateter. DAFTAR PUSTAKA 1. Roebiono,P.S. 2000. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. 2. Rahayuningsih S.E, Sumarna.N, Firman.A, Sinaga Y. 2004. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten Persisten. Sari Pediatri 6 (2) : 71-74. 3. Bökenkamp R. Developmental Anatomy of The Ductus Arteriosus. In: Obladen M, Koehne P, editors. Interventions for Persisting Ductus Arteriosus in The Preterm Infant. Heidelberg: Springer Medizin; 2005.p:2-4. 4. Gowen CW. Fetal and Neonatal Medicine. In: Marcdante K, Kliegman RM, editors. Nelson essentials of pediatrics 7th edition. Philadelphia: Elsevier; 2015.p:189-91. 5. Khalid OM, Busse J. Patent Ductus Areteriosus. In: Abdulla R, editor. Heart Diseases in Children. New York: Springer; 2011.p:113. 6. Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology. Philadelphia: Saunders; 2006.p.617-24. 7. Kitterman JA, Edmunds LH Jr, Gregory GA, Heyman MA, Tooley WH, Rudolph AM. Patent Ductus Arteriosus in Premature Infants: Incidence, Relation to Pulmonary Disease And Management. N Engl J Med. 1972 Sep 7;287(10):473–7. 8. El Hajjar M. Severity of The Ductal Shunt: a Comparison of Different Markers. Archives of Disease in Childhood - Fetal and Neonatal Edition. 2005 Sep 1;90(5):419-22. 9. Hammerman C. Patent Ductus Arteriosus. Clinical Relevance of Prostaglandins and Prostaglandin Inhibitors in PDA Pathophysiology and Treatment. Clin Perinatol 1995 Jun 22;22(2):457-79. 10. Schneider D, Moore J. Patent Ductus Arteriosus. Circulation. 2006 Oct 24;114(17):1873-82. 11. Dice J E, Bhatia J. Patent Ductus Arteriosus : An Overview. The Journal Of Pediatric Pharmacology and Therapeutics. 2007 Sep 1;12(3):138-46. 12. Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro S, Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 1994.p:165-233 13. Sondheimer HM, et al. Cardiovascular Diseases. In : Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Lange: Current Pediatric Diagnosis and Treatment in Pediatrics 19th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2009.p:535-8. 14. Gomella TL, et al. Lange Clinical Manual Neonatology: Management Procedures OnCall Problems, Diseases, and Drugs 5th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2004.p.361-3. 15. Bernstein D. Patent Ductus Arteriosus. In: Kliegman RM, et al, editors. Nelson Textbook of Pediatrics Volume 1 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.p:2198. 16. Baruteau AE, Hascoët S, Baruteau J, Boudjemline Y, Lambert V, Angel CY, Belli E, Petit J, Pass R. Transcatheter Closure of Patent Ductus Arteriosus: Past, Present and Future. Archives of Cardiovascular Diseases. 2014 Feb 28; 107 (2): 122-32.