Uploaded by User88606

Pemikiran Islam tentang Relasi Agama dan Negara

advertisement
Pemikiran Islam tentang Relasi Agama dan Negara
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Mata kuliah Pemikiran Politik
Oleh:
Danil Tri Ardianto
220122035
MAGISTER KOMUNIKASI POLITIK
FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN
UNIVERSITAS PARAMADINA
2021
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pemikiran
Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, yaitu mencapai 209,12 juta jiwa
atau sekitar 87% dari total populasi di Indonesia. Sedangkan jumlah populasi penduduk Islam di dunia
pada tahun 2010, adalah 1,6 Milyar jiwa atau sekitar 23% dari seluruh populasi yang ada di dunia.
1
Meskipun Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tidak lantas secara
otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara agama Islam. Indonesia adalah negara Pancasila, yang
merupakan “jalan tengah” yang diambil untuk menjembatani dua gagasan pada persiapan kemerdekaan
Republik Indonesia. Di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [BPUPKI] terdapat KH
Abdul Kahar Muzakkir dan KH Wahid Hasyim, yang berasal dari dua organisasi Islam Nahdlatul Ulama [NU]
dan Muhammadiyah. Keduanya jelas menginginkan Indonesia berdiri sebagai negara Islam. Namun pada
pihak yang lain ada Soekarno yang tidak ingin Indonesia menjadi negara Islam, melainkan menjadikan
Indonesia sebagai negara sekuler. Dalam konteks ini, negara sekuler Soekarno adalah pemisahan antara
urusan agama dan urusan negara. Kontradiksi kedua pihak ini menemukan “jalan tengah” yang bisa
menjembatani perbedaan dan bisa menjadi payung bersama, yaitu Pancasila.2
Menurut Ibnu Khaldun, terdapat tiga konsep pemerintahan negara yang termasuk didalamnya tata kelola
pemerintahan negara, yaitu menyangkut aturan-aturan adalah sebagai berikut :
1. kekuasaan yang muncul secara alami, dimana yang kuat cenderung akan mendominasi yang
lemah. Dalam konsep ini sangat dimungkinkan menjadi tirani dan tidak berkelanjutan. Karena
keuntungan hanya untuk penguasa, sementara rayat menjadi miskin memicu pemberontakan.
2. Kedua adalah negara yang aturannya dibuat oleh para cendikia yang berwawasan dan cerdas.
Aturan tersebut diterapkan dan digunakan dalam organisasi sosial, untuk kesejahteraan bersama.
Kelehaman dari konsep ini adalah terjebak pada hal-hal yang sifatnya matrealis duniawi.
3. Ketiga adalah ketika organisasi sosial dijalankan dengan menggunakan aturan yang diturunkan
oleh Tuhan, dan dipimpin oleh penerima perintah Tuhan. Dengan konsep ini manusia akan
selamat, baik selama di dunia maupun di masa yang akan datang [paska kematian].
1
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/25/indonesia-negara-dengan-penduduk-muslim-terbesardunia#:~:text=Indonesia%20merupakan%20negara%20muslim%20terbesar,mencapai%20229%2C62%20juta%20ji
wa.
2
https://republika.co.id/berita/pl49ek320/mafhud-md-indonesia-bukan-negara-agama-dan-bukan-sekuler
Dari ketiga poin pemikiran Ibnu Khaldun mengenai konsep pemerintah, pada dasarnya antara konsep
pemerintahan agama dan konsep lainnya. Hanya saja pemikiran Ibnu Khaldun lebih cenderung pada
pemisahan antara urusan bernegara dengan urusan beragama. Manusia bisa bernegara tanpa harus
melepaskan keagamaannya, atau sebaliknya manusia akan bisa tetap beragama sekaligus bernegara
dalam koridor yang berbeda. Agama jelas memiliki relasi dengan negara, Karena menurutnya bahwa
peranan agama sangatlah diperlukan dalam memperkokoh tegaknya negara. Baginya agama memiliki
peran dalam agenda menciptakan solidaritasdikalangan rakyat, yang pada akhirnya solidaritas tersebut
akan mampu mereduksi pesaingan kontra produktif. Justru seluruh energi dan perhatian akan terarah
pada kebaikan dan kebenaran. Melalui agama pula tujuan solidaritas menjadi satu, dan apa yang
diperjuangkan bersama adalah untuk emua warga. Pada saat yang sama pula, rakyat akan merasa siap
untuk mengorbankan jiwa dalam upaya mencapai tujuannya.
Pancasila yang dibacakannya pada tanggal 1 Juni 1945. Presiden Soekarno menggali Pancasila dari
kekayaan budaya bangsa Indonesia yang sudah berumur ratusan tahun, bahkan ribuan tahun. Pancasila
dalam bahasa Sansekerta dapat berarti ganda. Pertama adalah “berbatusendi jang lima” atau lima
fundamen bangsa. Kedua adalah “lima peraturan tingkah laku jang penting”. Sedangkan sila dapat
diartikan sebagai kesusilaan, atau tingkah laku yang bermoral. Pancasila adalah lima panduan moral bagi
perilaku orang per orang yang mengaku bangsa Indonesia. Bung Karno memeras Pancasila menjadi satu
yakni gotong royong. Dalam gotong royong tersembunyi panduan sila lainnya: ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, demokrasi dan keadilan sosial. 3 Dengan nilai-nilai yang terkadung pada lima silanya, Pancasila
memang ideal diterapkan untuk landasan negara republik Indonesia. Karena bisa menjadi payung
bersama bagi seluruh rakyat yang heterogen, dengan latar belakang etnis, suku bangsa, tradisi, budaya
dan agama. Semua setara dilindungi oleh konstitusi termasuk dalam urusan beragama, sepanjang hal
tersebut tidak bersinggungan dengan aturan atau bergesekan dengan pihak lain.
Kendati sudah menjadi kesepakatan bahwa Pancasila sebagai dasar negara, yang harus dijadikan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam implementasinya, nilai-nilai tersebut relatif sulit
untuk dilaksanakan dengan ideal atau sebaik-baiknya. Bahkan pada perjalannya, meskipun tidak secara
vulgar memproklamirkan perjuangan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, seperti oleh DII/TII
pimpinan Karto Soewiryo. Narasi-narasi tentang rapuhnya Pancasila, yang tidak mampu menjadi solusi
untuk segala permasalahan yang tetap ada sepanjang Republik Indonesia berdiri. Semisal urusan
kesejahteraan rakyat, pemerintahan yang bersih, negara yang berkeadilan, soal penegakan hukum yang
3
http://file.upi.edu/Direktori/PROCEEDING/SEMINAR_ETHNOPEDAGOGY/Jati_Diri_Bangsa.pdf
jauh dari kata adil dan lain sebagainya. Narasi tersebut bermuara pada penggantian dasar negara dari
Demokrasi Pancasila menjadi Khilafah. Beberapa tahun ini kita bisa melihat praktik-praktik sebagai
eksekusi dari narasi-narasi yang dihembuskan tersebut. Mulai dari politik identitas yang seakan membuat
dikotomi antara Islam dan anti Islam. Semisal tuduhan kriminalisasi ulama oleh negara atas kepentingan
politik, manakala ada pemuka agama[ulama] tersandung urusan hukum. Menjadi sebuah pembenaran
atas hal tersebut, sehingga menumbuhkan kebencian rakyat yang fanatik agama kepada pemerintah.
Narasi-narasi tersebut membenturkan rakyat dengan negara, atau bahkan konflik horisontal antara rakyat
dengan rakyat.
Rumusan Masalah
Topik relasi antara agama dan negara tentu merupakan topik yang selalu hangat untuk dikaji, khususnya
di negara-negara yang populasinya mayoritas Islam. terlebih di Indonesia yang seperti disebutkan diawal,
maka rumusan masalah yang dijadikan objek dalam makalah ini adalah Menelisik bagaimana pemikiran
Islam dalam memahami relasi antara agama dan negara?
PEMBAHASAN
Relasi antara Agama dengan Negara
Menelisik relasi antara agama dengan negara kita tidak bisa lepas dari serangkaian perdebatan dan
polemik yang terjadi pada awal abad dua puluh ini. Hadirnya pemikiran-pemikiran barat seperti
sekularisme yang dibawa oleh pemuda yang belajar di negeri barat, pada akhirnya memunculkan
pemahaman baru. Kemudian pemahaman tersebut menjangkit generasi muda yang terus bergulir
menjadi gerakan revolusi kaum muda Turki, dibawah pimpinan Mustafa Kemal. Hingga akhirnya
kekhalifahan Turki Utsmani runtuh pada tahun 1924. Revolusi dan keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani
berdampak pada dilepaskannya Islam sebagai agama resmi negara, dan dihapuskannya syariah sebagai
sumber hukum tertinggi negara. Selanjutnya Turki lahir kembali menjadi sebuah negara berbentuk
republik sekuler, yang dengan tegas memisahkan antara urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan.4
Masih pada era yang sama dengan revolusi Turki, terbit buku berjudul al-Islam wa usul al-hukmi [Islam
dan Asas-asas Pemerintahan] yang ditulis oleh Syeikh Ali Abd al-Raziq.5 Dalam buku tersebut pada intinya
menyebutkan bahwa agama Islam tidak mengenal lembaga kekhilafahaan [kenegaraan] seperti yang
selama ini dikenal oleh kaum muslim. Lembaga kekhilafahan tidak berkaitan dengan ajaran Islam, yang
termasuk didalamnya mengenai pemerintahan atau politik lainnya. Ajaran Islam tidak memerintahkan hal
tesebut, namun tidak juga melarangnya dan pilihan diserahkan dengan pertimbangan akal dan realitas
politik disekitanya.6
Kegaduhan yang disebabkan oleh buku tersebut tidak hanya terjadi di Mesir, secara khusus di lingkungan
Ulama-ulama Al-Azhar, melainkan sampai ke Indonesia. Perbedaan sikap atas buku tersebut, bagi
kelompok sekuler seperti Soekarno, gagasan dalam buku tersebut disambut dengan baik. sebaliknya para
intelektual muslim saat itu, gelisah dan tidak bisa menerima gagasan dalam buku tersebut. Khususnya
Mohammad Natsir, karena menurutnya “raziqisme” tidak lain adalah sekulerisme dalam kehidupan
kenegaraan yang tidak sejalan dengan asas-asas Islam. 7
Niyazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey (Montreal:McGill University Press, 1964).
Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam (Bandung: Pustaka, 1985).
6
Yusril Ihzah Mahendra, Pemikiran Politik Buya Hamka (Makalah yang dipresentasikan dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Youth Islamic Study Club al-Azhar di Jakarta pada tanggal 13-14 Nopember 1989), h. 16.
7
Mohammad Natsir,Persatuan Agama dan Negara (Padang: Japi, 1968)
4
5
Konsepsi mengenai agama dan negara telah menimbulkan diskusi panjang dikalangan intelektual Islam,
kemudian memunculkan perbedaan pendapat dan pandangan yang cukup lebar. Sehingga polemik dan
perbedaan tersebut tidak hanya tumbuh membesar di tataran teoretis konseptual, melainkan masuk pada
wilayah politik praktis, sehingga tidak mengherankan terjadi pertentangan dan perpecahan secara
horisontal sesama umat Islam.8 Selain urusan sosio kultural dan sosio historis, perbedaan pandangan
tersebut juga dikarenakan belum ditemukannya keterangan yang tegas dan lugas, yang membahas negara
dan pemerintahan dalam sumber utama Islam yaitu Al Quran dan Sunnah. Meskipun beberapa iistilah
yang sering dihubungkan dengan konsep negara, semisal khilafah, dawlah dan hukumah, namun istilahistilah tersebut berada dalam kategori ayat-ayat zanniya yang memungkinkan menafsiran. Alquran tidak
membawa keterangan yang jelas tentang bentuk negara, konsepsi kekuasaan, kedaulatan dan ide tentang
konstitusi.9
Karya Hamka yang pertama tentang Politik dan Revolusi Agama, menjelaskan “dengan menyebut nama
Islam saja, kita teringat pada suatu agama, yang mengatur hidup dan akhirat, diri dan masyarakat bersama.
intinya suatu agama negara, suatu negara agama.” 10 Dalam pemikiran poltik Islam, pembicaraan
mengenai negara dan pemerintahan oleh para ulama poltik mengarah pada dua tujuan. Pertama adalah
menemukan idealitas Islam tentang negara atau pemerintahan, dalam hal ini penekanan pada aspek
teoritis dan formal. Hal tersebut untuk mencoba menjawab pertanyaan “apa bentuk negara menurut
islam?” dan yang kedua adalah melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap proses
penyelenggaran negara atau pemerintahan. Untuk yang kedua cenderung pada aspek praksis dan
substanial, yaitu untuk menjawab pertanyaan “bagaiamana isi negara menurut Islam?”11
JIka pendekatan pertama bertolak dari anggapan bahwa Islam memiliki konsep tertentu tentang negara
dan pemerintahan, maka pendekatan kedua bertolak dari anggapan bahwa Islam tidak membawa konsep
tertentu tentang negara dan pemerintahan. Namun hanya membawa prinsip-prinsip dasar berupa nilai
etika dan moral. Islam, menurut Hamka, bukanlah sekadar agama, tetapi juga sebuah ideologi dan sebuah
weltanschaung yang meliputi langit bumi, benda nyawa, dan dunia akhirat. Bila saja ajaran-ajaran Islam
Rosmaniah Hamid, Pemikiran Islam tentang Hubungan Agama dan Negara, Makalah, tahun 2011, h.
Qamaruddin Khan, al-Mawadi’s Theory of The State (lahore, t.p, t.th,), h. 1.
10
Hamka, Islam: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 89-9
11
Hamid, Pemikiran Islam, h. 6.
8
9
itu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan disertai kecintaan, bukan dengan kebencian, nyatalah bahwa
ajaran Islam tidak mengenal sama sekali apa yang disebut perpisahan agama dan negara.12
Dalam memahami hubungan agama dan negara, terdapat beberapa konsep hubungan agama dan negara
menutut beberapa paham, antara lain :
1. Teokrasi
Teokrasi bisa diartikan sebagai kedaulatan absolut Tuhan, dimana Tuhan ditetapkan sebagai
pemilik kekuasaan yang tertinggi. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, siapa yang mewakili Tuhan
di dunia? Menurut Agustinus dalam karyanya yang berjudul City of God, berpendapat bahwa Paus adalah
orang yang mewakili Tuhan di dunia. Selanjutnya menurut Thomas Aquinas, bahwa kekuasaan raja dan
Paus itu sama, hanya perbedaan pada domain tugasnya. Raja untuk persoalan yang sifatnya duniawi,
sedangkan Paus untuk urusan keagamaan. Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam
dua (2) bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak langsung. Menurut paham
teokrasi langsung, pemerintah diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung. Adanya negara di dunia
ini adalah atas kehendak Tuhan. Oleh karena itu, yang memerintah adalah Tuhan pula. Sedangkan
menurut paham teokrasi tidak langsung, yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan raja atau
kepala negara yang memiliki otoritas (kekuasaan) atas nama Tuhan.13
2. Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara. Dalam paham ini, tidak ada
hubungan antara sistim kenegaraan dengan agama. Negara adalah urusan hubungan manusia dengan
manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini
menurut paham sekuler tidak dapat disatukan. Dalam negara sekuler, sistim dan norma hukum positif
dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak
berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, seperti paham teokrasi, meskipun mungkin norma-norma
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan
negara, akan tetapi pada lazimnya negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama
apa saja yang mereka yakini dan negara tidak intervensi (campur tangan) dalam urusan agama.14
12
Hubungan Agama dan Negara yang disalin dari tulisan Hamka, Ideologi Islam; Suara Partai Masjumi (Majalah bulanan
resmi PP. Masyumi), th. VIII Nomor 12 Desember 1956.
13
www.brainly.co.id diakses pada tanggal 14 Januari 2021
14
https://binus.ac.id/ diakses pada tanggal 14 Januari 2021
3. Komunis
Menurut paham komunis, agama dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum
menemukan dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara. Gama dipandang sebagai realisasi fantastis (perwujudnyataan anganangan) makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Karena itu, agama harus
ditekan, bahkan dilarang.nilai tertinggi dalam negara adalah materi. Karena manusia sendiri pada
hakikatnya adalah materi.15
Dalam Islam, hubungan agama dan negara masih menjadi perdebatan di antara pakar-pakar Islam
hingga kini, yang diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama (din) dan negara
(dawlah) menurut Azzumardi Azra.
Banyak para ulama tradisional yang berargumentasi bahwa Islam merupakan sistim kepercayaan
di mana agama memiliki hubungan erat dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia dan makna
hidup bagi manusia termasuk bidang politik. Dari sudut pandang ini, maka pada dasarnya dalam Islam
tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Akhirnya ditemukan beberapa pendapat yang berkenaan
dengan konsep hubungan agama dan negara.
Tentang hubungan antara agama dan negara dalam Islam, menurut Munawir Sjadzali, ada tiga
aliran yang menanggapinya. Pertama, aliran yang menganggap bahwa agama Islam adalah agama
paripurna yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah-masalah negara. Oleh karena itu, agama
tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya.16
Aliran kedua, mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena Islam tidak
mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad saw tidak punya
misi untuk mendirikan negara. Aliran ketiga berpendapat bahwa Islam tidak mencakup segala-gelanya,
tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat termasuk
bernegara. Oleh karena itu, dalam bernegara, umat Islam harus mengembangkan dan melaksanakan nilainilai dan etika yang diajarkan secara garis besar oleh Islam.
Hussein Muhammad, menjelaskan bahwa dalam Islam ada dua model hubungan antara agama
dan negara. Model pertama, ia disebut sebagai hubungan integralistik, dan yang kedua disebut hubungan
simbiosis mutualistik.
15
https://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 14 Januari 2021
16
http/mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com diakses pada tanggal 14 Januari 2021
Hubungan integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, di mana agama dan negara
mempunyai hubungan yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua merupakan
dua lembaga yang menyatu (integral). Ini juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu
lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali dalalm Islam bahwa tidak
mengenal pemisahan agama, politik atu negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep teokrasi. Model
hubungan kedua adalah hubungan simbiosis-mutualistik. Model hubungan agama dan negara model ini,
menurut Hussein Muhammad, menegaskan bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang
saling membutuhkan. Menurut pandangan ini, agama harus dijalankan dengan baik dan tertib. Hal ini
hanya terlaksana bila ada lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara juga tidak dapat
dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab tanpa agama, akan terjadi kekacauan dan amoral dalam
bernegara.
KESIMPULAN
Berdasarkan penguraian diatas, maka dapat ditarik pemahaman bahwa pemikiran Islam tentang
hubungan antara agama dan negara, memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Secara khusus dalam
aspek ketatanegaraan, serta elemen lainnya. Simpulannya bahwa Relasi antara agama dan negara dalam
pemikiran Islam yaitu, Islam memberi prinsip-prinsip terbentuknya suatu negara dengan adanya konsep
khalīfah, dawlah, atau hukūmah. Dengan prinsip-prinsip ini, kemudian bisa di implementasikan pada
konsep yang relevan dengan kondisi kekinian tanpa mengubah esensi.
DAFTAR PUSTAKA
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/25/indonesia-negara-dengan-penduduk-muslim-terbesardunia#:~:text=Indonesia%20merupakan%20negara%20muslim%20terbesar,mencapai%20229%2C62%20juta%20ji
wa.
https://republika.co.id/berita/pl49ek320/mafhud-md-indonesia-bukan-negara-agama-dan-bukansekuler
http://file.upi.edu/Direktori/PROCEEDING/SEMINAR_ETHNOPEDAGOGY/Jati_Diri_Bangsa.pdf
Niyazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey (Montreal:McGill University Press, 1964).
Khilafah dan Pemerintahan dalam Islam (Bandung: Pustaka, 1985).
Yusril Ihzah Mahendra, Pemikiran Politik Buya Hamka (Makalah yang dipresentasikan dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Youth Islamic Study Club al-Azhar di Jakarta pada tanggal 13-14 Nopember 1989), h. 16.
Mohammad Natsir,Persatuan Agama dan Negara (Padang: Japi, 1968)
Hubungan Agama dan Negara yang disalin dari tulisan Hamka, Ideologi Islam; Suara Partai Masjumi (Majalah bulanan
resmi PP. Masyumi), th. VIII Nomor 12 Desember 1956.
www.brainly.co.id diakses pada tanggal 14 Januari 2021
https://binus.ac.id/ diakses pada tanggal 14 Januari 2021
https://id.wikipedia.org diakses pada tanggal 14 Januari 2021
http/mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com diakses pada tanggal 14 Januari 2021
Download