MAKALAH PANCASILA “Menghindari dan Mengatasi Kegaduhan Politik di Indonesia” Dosen Pengampu : Prof.Dr.H.Sutadji.M, Drs, MM Disusun oleh : Dwi Eprilia Purnama Putri P07220119117 PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KELAS C POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2019 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah serta limpahan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Menghindari dan Mengatasi Kegaduhan Politik di Indonesia” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas individu mata kuliah “Pancasila” dan untuk memberikan pengetahuan tentang cara mengatasi kegaduhan politik yang terjadi di Indonesia. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dalam hal penulisan, dan penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak sumber. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik juga saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Sehingga pada akhirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya. Balikpapan, 29 Oktober 2019 Penulis i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2 C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2 BAB II ..................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3 A. Kegaduhan .............................................................................................. 3 B. Peraturan Perundang-Undangan yang Ada di Institusi ..................... 4 C. Kewajiban Patuh Terhadap Hukum dan Negara ............................... 5 D. Konsekuensi Terhadap Tindak Kekerasan ......................................... 6 E. Pencideraan Demokrasi ......................................................................... 8 F. Indeks Demokrasi ................................................................................... 9 G. Penurunan Indeks Demokrasi ............................................................. 11 BAB III ................................................................................................................. 13 PENUTUP ............................................................................................................. 13 A. Kesimpulan ........................................................................................... 13 B. Saran ...................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen. Artinya, masyarakat Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama, dan ras. Kegaduhan tentunya sering kali terjadi di berbagai lapisan masyarakat Indonesia yang bersifat heretogen ini. Gaduh sendiri menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah rusuh dan gempar karena perkelahian. Mulai dari adanya kesalahan penafsiran dari suatu kelompok, hingga adanya perbedaan pendapat yang berujung pada perpecahan. Berbagai macam penyebab dan alasan tidak bisa dipungkiri lagi menjadikan masyarakat Indonesia yang awalnya tentram dan damai menjadi gaduh. Salah satu faktor yang sering sekali menjadi penyebab terjadinya kegaduhan yaitu dari faktor politik. Politik secara umum adalah sebuah tahapan untuk membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan kondisi masyarakat. Jika terjadi penyimpangan terhadap pengertian politik itu sendiri, seperti banyaknya perwakilan rakyat yang menyalahgunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan kelompok, maka otomatis akan terjadi kegaduhan yang tidak diinginkan tersebut. Baru-baru ini masyarakat Indonesia sedang dibuat gelisah oleh peristiwa yang belum lama ini terjadi. Berkat kesalahpahaman yang terjadi antara perwakilan rakyat dengan masyarakat itu sendiri, masyarakat khususnya para mahasiswa harus beramai-ramai datang melakukan demonstrasi guna meluruskan permasalahan yang terjadi. Namun di sisi lain perwakilan rakyat yang seharusnya menampung aspirasi rakyat, justru sangat sulit untuk ditemui dan diajak berdiskusi mengenai masalah yang terjadi. Hal itu tentunya menyulut emosi sebagian mahasiswa yang berdemonstrasi dan akhirnya menimbulkan kegaduhan baru yang tidak 1 diinginkan. Hal tersebut tentunya harus dihindari, karena kegaduhan dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang sifatnya ricuh serta anarkis ini hanya akan menimbulkan korban dan tidak akan menyelesaikan masalah yang seharusnya diselesaikan. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kegaduhan? 2. Apa saja peraturan perundang-undangan yang ada di sebuah institusi? 3. Apa itu kepatuhan terhadap aturan dan negara? 4. Apa saja konsekuensi yang didapatkan pelaku tindak kekerasan? 5. Apa itu pencideraan atau penodaan demokrasi? 6. Apa saja indeks demokrasi itu? 7. Bagaimana suatu indeks demokrasi dapat mengalami penurunan? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui tentang yang dimaksud dengan kegaduhan. 2. Mengetahui peraturan perundang-undangan yang ada di suatu institusi. 3. Mengetahui tentang kepatuhan terhadap aturan dan negara. 4. Mengetahui konsekuensi yang didapatkan pelaku tindak kekerasan. 5. Mengetahui tentang pencideraan demokrasi. 6. Mengetahui tentang indeks demokrasi. 7. Mengetahui proses penurunan indeks demokrasi. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Kegaduhan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kegaduhan merupakan kata benda yang memiliki arti perihal gaduh; kerusuhan; kekacauan; keributan. Contoh kalimatnya yaitu: Kegaduhan di desa itu semakin meluas. Menurut Thesaurus, kegaduhan adalah amuk, huru-hara, kegegeran, kegemparan, kehebohan, kekacauan, kekalutan, kerecokan, keributan, sensasi. Menurut Kamus Global, kegaduhan atau noise adalah gaduh, riuh, bunyi, suara, bising, keributan. Jadi, kegaduhan adalah sebuah kata benda yang berhubungan atau memiliki arti yang sama dengan kerusuhan, keributan, kekacauan, suara yang bising, serta kehebohan. Dari berbagai kegaduhan, kegaduhan politik merupakan fenomena paling menonjol akhir-akhir ini. Menurut Agustinus Wahyono dalam tulisannya di kompasiana, kegaduhan politik dulu memakai istilah “keributan politik” dan “kebisingan politik”. Walaupun kata “keributan” yang dulu diganti dengan kata “kegaduhan”, namun sebenarnya kedua kata tersebut memiliki arti yang sama. Hanya saja, penggunaan kata “kegaduhan” memberikan nuansa yang “unik” dan “menggelitik” bagi masyarakat yang mendengarnya. Kegaduhan politik tidak pernah berhenti memberikan dampak negatif pada penyelenggaraan negara dan pembangunan, misalnya di internal partai politik, antar partai politik, antar koalisi, antar lembaga, antar pemerintah dan rakyat. Kondisi demikian membuat rakyat merasa lelah terhadap politik, karena rakyat baik secara tidak langsung maupun langsung rakyat menjadi korban kegaduhan politik. 3 Tindakan yang diambil rakyat dalam bentuk kemaraham publik tentunya dapat dilihat secara konstruktif dan destruktif. Dalam pandangan konstruktif, kemarahan publik bisa dilihat ketika elemen publik begitu sigap berdiri di depan KPK di saat ada upaya untuk mengganggu atau mendelegitimasi lembaga itu. Akan tetapi, kemarahan yang benar-benar destruktif tidak lain adalah tindakan sepihak massa yang secara masif memicu kekerasan dan konflik sosial saat rakyat merasa tersumbat. Kegaduhan politik inilah yang benar-benar membuat rakyat penat. B. Peraturan Perundang-Undangan yang Ada di Institusi Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan (Ristekdikti, 2016). Peraturan perundang-undangan memiliki hierarki yaitu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berikut ini adalah peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia dan urutannya dari yang tinggi ke rendah. 1. UUD 1945 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan. 2. Ketetapan MPR Ketetapan MPR merupakan bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan. 3. UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang yaitu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh 4 Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi yang dimuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi yang dimuat Undang-Undang. 4. Peraturan Pemerintah Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. 5. Peraturan Presiden Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. 6. Peraturan Daerah (Perda) Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. 7. Peraturan Desa Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. C. Kewajiban Patuh Terhadap Hukum dan Negara Kewajiban merupakan suatu hal yang harus dilakukan atau dilaksanakan, apabila tidak dilaksanakan maka akan terdapat sanksi atau akibat yang buruk atau negatif bagi pelanggarnya. Raymon Waaks memberikan 3 (tiga) pertanyaan mengenai kewajiban terhadap hukum, pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu: 1. Mengapa harus patuh pada hukum? 2. Apakah manusia memiliki kekuatan moral untuk mematuhi atau menyesuaikan terhadap aturan hukum? 3. Apakah manusia mengetahui bahwa hukum itu tidak adil atau hukum menuntut hal yang irasional? 5 Oleh karena itu, Raymon menyampaikan 4 hal mengenai argumen dalam kaitannya kewajiban patuh terhadap hukum, yaitu: 1. Fairplay: hukum merupakan suatu sistem politik yang mendasar. 2. Consent: hukum sebagai suatu wujud kontrak sosial dimana masyarakat yang secara implisit memiliki keharusan untuk patuh pada hukum karena dianggap telah sepakat terhadap hukum itu sendiri. 3. The common good: kepatuhan terhadap hukum secara bersama-sama akan menimbulkan kebaikan bagi sesama, namun ketidakpatuhan secara universal dapat menyebabkan kekacauan. 4. Gratitude: patuh terhadap hukum sebagai suatu wujud rasa terima kasih pada orang lain, hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lainnya (komensalisme) atau merupakan suatu skema yang adil dari bentuk kerja sama sosial. Dalam hal ini Indonesia merupakan negara hukum, sehingga warga negaranya pun juga tidak dapat terlepas dari kewajiban patuh pada hukum. Dalam konstitusi telah secara eksplisit menegaskan mengenai kewajiban warga negara untuk patuh terhadap hukum, misalnya kewajiban setiap warga negara untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara. Hal ini memberikan suatu kesimpulan bahwa hukum merupakan suatu sistem politik pemerintahan yang mendasar dan diberlakukan serta mengikat terhadap seluruh warga negara Indonesia. D. Konsekuensi Terhadap Tindak Kekerasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang meyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabakan kerusakan fisik atau barang orang lain. Menurut Soerjono Soekanto, kekerasan (violence) adalah penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Adapun kekerasan sosial adalah kekerasan yang dilakukan 6 terhadap orang dan barang karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori social tertentu. Kekerasan politik ialah umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim) walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia (Jean-Francois Malherbe). Konsekuensi yang didapat dari tindak kekerasan baik dari segi social maupun politik, yaitu hukum pidana. Kekerasan dalam pemilu juga termasuk ke dalam kekekarasan politik. Kekerasan dalam pemilu atau kekerasan pemilu, jika mengikuti istilah yang digunakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), adalah tindakan yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang atau rusaknya barang kepemilikan pribadi/publik atau ancaman/paksaan fisik/pembunuhan yang berkaitan dengan hak politik warga dalam konteks kepemiluan. Kekerasan pemilu atau election violence tidak sama dengan pelanggaran pemilu atau election violations, sebab kekerasan pemilu merupakan kejahatan kriminal sehingga masuk dalam kategori tindak pidana. Kekerasan pemilu terbagi atas tiga bentuk, antara lain: 1. Kekerasan fisik, yakni kekerasan yang mengakibatkan seseorang kehilangan nyawa atau terluka. 2. Perusakan, baik terhadap fasilitas publik maupun properti pribadi. 3. Ancaman, yaitu ancaman kekerasan atau ancaman perusakan. Pembagian kategori tersebut didasarkan pada Pasal 280 ayat (1) huruf f dan g Undang-Undang (UU) Pemilu. Aturan itu melarang pelaksana, peserta, dan tim kampanye untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, 7 dan/atau peserta pemilu yang lain, pun melarang merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye (APK) peserta pemilu. Sanksi atas tindak kekerasan pemilu tertuang dalam Pasal 511 dan 531 UU Pemilu. Pasal 511 memberikan sanksi pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah bagi setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakna kekuasaan yang ada padanya, menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih. Sedangkan Pasal 531 menghukum setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara, dengan sanksi pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah. E. Pencideraan Demokrasi Konsep negara demokrasi, sebagaimana dicetuskan oleh Abraham Lincoln adalah negara (pemerintahan) dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Konsep demokrasi ini di satu sisi menjadikan pemerintahan yang berjalan idealnya mengusung ideologi pro-rakyat dan di sisi yang lain memerlukan adanya partisipasi dari rakyat. Hosch-Dayican (2009) menyatakan bahwa salah satu karakteristik demokrasi adalah adanya partisipasi dari rakyat sebagai instrumen utama dalam menjalankan praktik pemerintahan oleh rakyat. Tetapi konsep demokrasi ini disalahartikan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab. Mereka dengan mudahnya berusaha merusak konsep demokrasi dan mencederai nilai kebangsaan dengan cara menyebarkan berita-berita yang tidak valid dan hanya berisi kebohongan, provokatif, dan rentan memecah bangsa ini. Pencederaan nilai kebangsaan dan konsep demokrasi akhir-akhir ini semakin merajalela seiring dengan perkembangan teknologi dan internet 8 yang dapat digunakan dengan sangat mudah oleh berbagai kalangan masyarakat. Laudon (2014) menyatakan bahwa tidak seorangpun yang memiliki internet. Hal ini menjadi salah satu kerentanan internet dan segala hal yang berkaitan dengannya (internet of things). Kerentanan ini semakin terwujud dengan banyaknya berita-berita yang tidak valid dan informasiinformasi provokatif yang banyak tersebar di dunia maya. Para pelaku yang tidak bertanggungjawab tersebut sadar bahwa karena tidak ada satu orangpun yang memiliki internet, maka mereka bisa menyebarkan beritaberita dan informasi-informasi tersebut secara masif. Saat ini masyarakat kita sedang merasakan hidup di negara demokratis yang pada kenyataannya justru mencederai arti demokratis itu sendiri. Kebebasan berpendapat yang selama ini dianggap mewakili elemen demokratis, pada beberapa peristiwa justru menjadi kebebasan berpendapat yang tidak bertanggungjawab. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya informasi yang beredar melalui sarana teknologi informasi dan sangat diragukan kebenarannya. Informasi-informasi tersebut cenderung menyesatkan dan menyudutkan golongan-golongan tertentu sehingga dapat mencederai nilai-nilai kebangsaan dalam diri masyarakat Indonesia. F. Indeks Demokrasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi. Metodologi penghitungan IDI menggunakan empat sumber data yaitu analisa surat kabar lokal, kajian dokumen seperti perda dan pergub, diskusi dan dan wawancara mendalam. Badan Pusat Statistik (BPS) RI merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2018. Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan angka IDI mengalami peningkatan tipis 0,28 poin dari tahun 2017 menjadi 72,39. “IDI pada tahun 2018 adalah sebesar 72,39. Kalau kita bandingkan dengan posisi IDI tahun 2017, berarti tahun 2018 IDI mengalami perbaikan 9 meskipun naiknya hanya sebesar 0,28 tetapi disana menunjukkan adanya peningkatan,” ungkap Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor BPS. Suhariyanto menjelaskan, pergerakan IDI diantaranya dipengaruhi oleh perkembangan tiga aspek yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi. Dari semua itu, hanya aspek lembaga demokrasi yang mengalami peningkatan signifikan yaitu naik 2,76 poin (dari 72,49 poin menjadi 75,25 ). Hal ini kata Suhariyanto karena adanya kegiatan kaderisasi yang intensif dilakukan oleh partai politik peserta pemilu. Aspek kebebasan sipil mengalami penurunan sebesar 0,29 poin (dari 78,75 menjadi 78,46) sementara aspek hak-hak politik menurun 0,84 poin (dari 66,63 menjadi 65,79). Dari penurunan tersebut, yang perlu menjadi perhatian utama adalah aspek kebebasan sipil, karena didalamnya ada indikasi ancaman atau penggunaan kekerasan. Menurut Suhariyanto, hal ini terjadi karena pemilu 2019 yang diakuinya cukup panas, sehingga berita bohong pun merajarela terutama di berbagai daerah. Selain itu, ada beberapa indikator yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak yang masuk dalam kategori buruk (di bawah 60) yaitu diantaranya keterwakilan perempuan pada anggota DPRD, peran DPRD dalam memberikan masukan kepada Pemda dan transparansi dari APDB yang harus dilakukan lebih transparan oleh daerah. Meskipun ada aspek, variable dan indikator IDI yang masih belum membaik, Suhariyanto mengatakan dari tahun ke tahun perjalanan demokrasi di Indonesia membaik. Hal ini terlihat dari skor IDI dari tahun 2009 sampai 2018 yang nilainya selalu berada pada kisaran 60-80 yang artinya demokrasi Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan 2018 berada kategori sedang. Ia memaparkan ada fenomena menarik, bahwa antara tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 nilai IDI masih berada di bawah angka 70, tetapi sejak tahun 2014 sampai 2018 angkanya sudah berada di atas 70. Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Wawan Kustiawan menyoroti adanya peningkatan ancaman kekerasan terhadap masyarakat dalam IDI 2018 ini. 10 Ke depan untuk meminimalisir hal tersebut pihaknya sudah membuat berbagai regulasi yang salah satunya diatur dalam PP no 2 tahun 2015 tentang penanganan konflik sosial, yang mana kalau itu diikuti oleh Pemda, SKPD tentunya akan terjadi penurunan. G. Penurunan Indeks Demokrasi Pada tahun 2015 Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan. "IDI level nasional 2015 mencapai 72,82 dalam skala indeks 0 sampai 100. Angka ini relatif tetap dibandingkan dengan IDI 2014 yang capaiannya sebesar 73,04," ujar Suryamin. Indikator tersebut menunjukkan tingkat demokrasi di Indonesia masuk dalam kategori sedang. Penurunan IDI di 2015 dipengaruhi 3 aspek demokrasi. Pertama ialah turunnya kebebasan sipil sebanyak 2,32 poin dari 82,62 jadi 80,30. Kedua ialah naiknya hak-hak politik sebesar 6,91 poin dari 63,72 jadi 70,63. Ketiga ialah turunnya lembaga-lembaga demokrasi sebesar 8,94 poin. Turunnya indikator kebebasan sipil dikarenakan menurunnya kebebasan berpendapat. Masih ada ancaman atau penggunaan kekerasan baik dari aparat maupun dari masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat. Dari statistik yang dikeluarkan, yang juga patut menjadi perhatian adalah adanya penurunan pada aspek peran partai politik dari 61,76 jadi 59,09. Selain itu juga menurunnya peran birokrasi pemerintah daerah yang mengalami penurunan paling drastis dari 99,38 menjadi 53,11. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Sairi Hasbullah mengatakan hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang tidak dilakukan dengan baik oleh DPRD. Inisiatif DPRD dalam membuat perda dan rekomendasi DPRD kepada eksekutif masih dirasa kurang. Sehingga kedua nilai ini masuk ke dalam kategori buruk yaitu secara berturut-turut 16,31 dan 14,29. 11 Metodologi penghitungan IDI ini menggunakan 4 sumber data yaitu review surat kabar lokal, review dokumen (Perda, Pergub, dll), focus group discussion dan wawancara mendalam. Pengumpulan data IDI mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Indikator IDI ada sebanyak 28 poin. 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kegaduhan adalah sebuah kata benda yang berhubungan atau memiliki arti yang sama dengan kerusuhan, keributan, kekacauan, suara yang bising, serta kehebohan. Dari berbagai kegaduhan, kegaduhan politik merupakan fenomena paling menonjol akhir-akhir ini. Kegaduhan politik tidak pernah berhenti memberikan dampak negatif pada penyelenggaraan negara dan pembangunan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan yang ada di Indonesia, yaitu: 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR 3. UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 4. Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden 6. Peraturan Daerah (Perda) 7. Peraturan Desa Raymon menyampaikan 4 hal mengenai argumen dalam kaitannya kewajiban patuh terhadap hukum, yaitu: 1. Fairplay: hukum merupakan suatu sistem politik yang mendasar. 2. Consent: hukum sebagai suatu wujud kontrak sosial dimana masyarakat yang secara implisit memiliki keharusan untuk patuh pada hukum karena dianggap telah sepakat terhadap hukum itu sendiri. 13 3. The common good: kepatuhan terhadap hukum secara bersama-sama akan menimbulkan kebaikan bagi sesama, namun ketidakpatuhan secara universal dapat menyebabkan kekacauan. 4. Gratitude: patuh terhadap hukum sebagai suatu wujud rasa terima kasih pada orang lain, hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lainnya (komensalisme) atau merupakan suatu skema yang adil dari bentuk kerja sama sosial. Kekerasan politik ialah umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik. Konsekuensi yang didapat dari tindak kekerasan baik dari segi social maupun politik, yaitu hukum pidana. Saat ini masyarakat kita sedang merasakan hidup di negara demokratis yang pada kenyataannya justru mencederai arti demokratis itu sendiri. Kebebasan berpendapat yang selama ini dianggap mewakili elemen demokratis, pada beberapa peristiwa justru menjadi kebebasan berpendapat yang tidak bertanggungjawab. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya informasi yang beredar melalui sarana teknologi informasi dan sangat diragukan kebenarannya. Informasi-informasi tersebut cenderung menyesatkan dan menyudutkan golongan-golongan tertentu sehingga dapat mencederai nilai-nilai kebangsaan dalam diri masyarakat Indonesia. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, 11 variabel, dan 28 indikator demokrasi. Pada tahun 2015 Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Indikator tersebut menunjukkan tingkat demokrasi di Indonesia masuk dalam kategori sedang. Penurunan IDI di 2015 dipengaruhi 3 aspek demokrasi. Pertama ialah turunnya kebebasan sipil sebanyak 2,32 poin dari 14 82,62 jadi 80,30. Kedua ialah naiknya hak-hak politik sebesar 6,91 poin dari 63,72 jadi 70,63. Ketiga ialah turunnya lembaga-lembaga demokrasi sebesar 8,94 poin. B. Saran Saya selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami sangat menerima saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun. Sehingga diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. 15 DAFTAR PUSTAKA Intan, G. (2019, Juli 29). BPS: Indeks Demokrasi Indonesia 2018 Tergolong Kategori “Sedang”. Retrieved Oktober 28, 2019, from voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/a/bps-indeks-demokrasi-indonesia-2018tergolong-kategori-sedang-/5019765.html Kadir, S. (2015, April 9). Kegaduhan Politik, Politik Kegaduhan. Retrieved Oktober 24, 2019, from wordpress.com: https://akarsejarah.wordpress.com/2015/04/09/kegaduhan-politik-politikkegaduhan/ Parhusip, J. (2015, Desember 5). Kekerasan Politik VS Kekerasan Negara. Retrieved Oktober 28, 2019, from wordpress.com: https://jonathanparhusip.wordpress.com/2015/12/05/kekerasan-politik-vskekerasan-negara/ Putranto, A. (2019, Juni 12). Penanaman Nilai Kebangsaan pada Mahasiswa di Era Teknologi Informasi pada Negara Demokratis. Retrieved Oktober 26, 2019, from kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/ignatius_aryono/5d00b1bfc01a4c32ad5fc3c 4/penanaman-nilai-kebangsaan-pada-mahasiswa-di-era-teknologiinformasi-pada-negara-demokratis?page=all Rabbani, A. (2017, April 6). Pengertian Kekerasan Menurut Para Ahli. Retrieved Oktober 28, 2019, from blogspot.com: https://sosiologi79.blogspot.com/2017/04/pengertian-kekerasan-menurutahli.html Ramdhani, J. (2016, Agustus 4). Indeks Demokrasi Indonesia Menurun. Retrieved Oktober 29, 2019, from detik.com: https://news.detik.com/berita/3268224/indeks-demokrasi-indonesiamenurun Ristekdikti. (2016). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN. Retrieved Oktober 24, 2019, from ristekdikti.com: https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU-12Tahun-2011.pdf Salabi, A. (2019, Maret 13). Menyoal Kekerasan dalam Pemilu, Apa Sebab dan Bentuknya? Retrieved Oktober 28, 2019, from rumahpemilu.org: https://rumahpemilu.org/menyoal-kekerasan-dalam-pemilu-apa-sebabdan-bentuknya/ Setiawan, B. A. (2012, Juni 20). Kewajiban Patuh pada Hukum. Retrieved Oktober 24, 2019, from blogspot.com: 16 http://bagasandysetiyawan.blogspot.com/2012/06/kewajiban-patuh-padahukum.html Wahyono, A. (2013, Maret 7). Tulisan Mbeling: Kegaduhan Politik. Retrieved Oktober 24, 2019, from kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/agustinuswahyono/55291dbbf17e61a8358b 45ba/tulisan-mbeling-kegaduhan-politik Wikipedia. (2019, Oktober 23). Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Retrieved Oktober 24, 2019, from wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia 17