PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE - 07: DASAR-DASAR PERENCANAAN DRAINASE JALAN 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1 Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip perencanaan drainase jalan raya, meliputi drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Kedua sistem tersebut direncanakan dengan maksud untuk mengendalikan ”air” sebagai upaya memperkecil pengaruh buruk air terhadap perkerasan jalan maupun subgrade (tanah dasar). Modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai jenis-jenis bangunan drainase permukaan, cara mempercepat pembuangan air dari permukaan jalan, pengumpulan data lapangan, bagan alir analisa hidrologi untuk menentukan debit aliran, bagan alir perhitungan hidrolika untuk penetapan dimensi selokan, bagan alir perhitungan hidrolika untuk penetapan dimensi gorong-gorong, perhitungan debit aliran dengan analisa hidrologi, perhitungan dimensi bangunan drainase permukaan dengan analisa hidrolika, pengaruh air tanah terhadap daya dukung tanah dasar, bagaimana memperkecil pengaruh air infiltrasi terhadap tanah dasar dan sistem drainase bawah permukaan. Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan modul ini. Demikian mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) i Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) Kata Pengantar ii Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar LEMBAR TUJUAN UDUL PELATIHAN : Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu membuat desain jalan mencakup perencanaan geometrik dan perkerasan jalan termasuk mengkoordinasikan perencanaan drainase , bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu: 1. Melaksanakan Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK dan UU Jalan. 2. Melaksanakan Manajemen K3, RKL dan RPL. 3. Mengenal dan Membaca Peta. 4. Melaksanakan Survei Penentuan Trase Jalan. 5. Melaksanakan Dasar-dasar Pengukuran Topografi 6. Melaksanakan Dasar-dasar Survei dan Pengujian Geoteknik. 7. Melaksanakan Dasar-dasar Perencanaan Drainase. 8. Melaksanakan Rekayasa Lalu-lintas. 9. Melaksanakan Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan. 10. Melaksanakan Perencanaan Geometrik. 11. Melaksanakan Perencanaan Perkerasan Jalan. 12. Melakukan pemilihan jenis Bahan Perkerasan Jalan. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) iii Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar NOMOR : RDE-07 JUDUL MODUL : DASAR-DASAR PERENCANAAN DRAINASE JALAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu menggunakan dan memanfaatkan data hasil perencanaan drainase jalan untuk diintegrasikan ke dalam penyiapan perencanaan teknis jalan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir Pelajaran Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan peserta mampu : 1. Menjelaskan pengertian umum dasar-dasar perencanaan drainase jalan. 2. Merencanakan drainase permukaan . 3. Merencanakan drainase bawah permukaan. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) iv Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i LEMBAR TUJUAN ..................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI TEKNIK PERENCANAAN JALAN (Road Design Engineer) ..................................................... vi DAFTAR MODUL ........................................................................................ vii PANDUAN INSTRUKTUR ......................................................................... viii BAB I PENGERTIAN UMUM ................................................................. I-1 BAB II DRAINASE PERMUKAAN .......................................................... II-1 2.1 Jenis-jenis Bangunan Drainase Permukaan..................................... II-1 2.1.1 Selokan samping .................................................................... II-3 2.1.2 Gorong-gorong ........................................................................ II-5 2.2 Mempercepat Pembuangan Air Dari Permukaan Jalan ................. II-10 2.2.1. Membuat kemiringan melintang pada permukaan jalan....................................................................... II-10 2.2.2 Memberikan minimum grade pada S curve ....................... II-11 2.2.3 Membuat selokan pencegat ................................................. II-12 2.3 Pengumpulan Data lapangan.............................................................. II-12 2.4 Bagan Alir Proses Perencanaan Drainase Permukaan .................. II-14 2.4.1 Bagan Alir Analisa Hidrologi Untuk Menentukan Debit Aliran .............................................................................. II-14 2.4.2 Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Selokan samping .................................................... II-15 2.4.3 Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Gorong-gorong ........................................................ II-16 2.5 Perhitungan Debit Aliran Dengan Analisa Hidrologi ........................ II-17 2.5.1 Perhitungan Intensitas Hujan ............................................... II-17 2.5.2 Perhitungan Debit Aliran ....................................................... II-24 2.6 Perhitungan Dimensi Bangunan Drainase Permukaan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) v Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar dengan Analisa Hidrolika .................................................................. II-30 2.6.1 Perhitungan Dimensi Selokan samping ............................. II-30 2.6.2 Perhitungan Dimensi Gorong-gorong ................................. II-34 BAB III DRAINASE BAWAH PERMUKAAN ........................................... III-1 3.1 Pengaruh Air Tanah Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar .......... III-1 3.1.1 Air di dalam tanah ...................................................................... III-1 3.1.2 Gerakan air tanah .................................................................. III-3 3.1.3 Daya Dukung Tanah Dasar .................................................. III-5 3.2 Memperkecil Pengaruh Air Infiltrasi Terhadap Tanah Dasar ......... III-6 3.3 Sistem Drainase Bawah Permukaan ................................................. III-9 RANGKUMAN LAMPIRAN Tabel, Grafik Dan Formulir Yang Digunakan Untuk Perhitungan Gorong-Gorong DAFTAR PUSTAKA HAND OUT Pelatihan Road Design Engineer (RDE) vi Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN AHLI TEKNIK DESAIN JALAN (Road Design Engineer) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masingmasing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer). Pelatihan Road Design Engineer (RDE) vii Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar DAFTAR MODUL Jabatan Kerja : Road Design Engineer (RDE) Nomor Modul Kode 1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan 2 RDE – 02 Manjemen K3, RKL dan RPL 3 RDE – 03 Pengenalan dan Pembacaan Peta 4 RDE – 04 Survai Penentuan Trase Jalan 5 RDE – 05 Dasar-dasar Pengukuran Topografi 6 RDE – 06 Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik 7 RDE – 07 8 RDE – 08 Rekayasa Lalu Lintas 9 RDE – 09 Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pelengkap 10 RDE – 10 Perencanaan Geometrik 11 RDE – 11 Perencanaan Perkerasan Jalan 12 RDE – 12 Bahan Perkerasan jalan Judul Modul Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road Design Engineer (RDE) viii Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar PANDUAN INSTRUKTUR A. BATASAN NAMA PELATIHAN : AHLI TEKNIK DESAIN JALAN (Road Design Engineer ) KODE MODUL : RDE - 07 JUDUL MODUL : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan DESKRIPSI : Modul ini membicarakan mengenai dasar-dasar perencanaan drainase jalan mencakup baik drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan yang dibuat dengan maksud untuk menyelamatkan lapis-lapis perkerasan jalan dan yang subgrade dari pengaruh air merugikan. TEMPAT KEGIATAN : Di dalam ruang kelas, lengkap dengan fasilitas yang diperlukan. WAKTU PEMBELAJARAN : 4 (Empat) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit) Pelatihan Road Design Engineer (RDE) ix Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kata Pengantar B. KEGIATAN PEMBELAJARAN Kegiatan Instruktur 1. Kegiatan Peserta Pendukung Ceramah : Pembukaan Menjelaskan tujuan instruksional (TIU dan TIK) Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan ataupun pengalamannya dalam melakukan pekerjaan jalan Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas OHT. Mengikuti penjelasan atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas OHT. Waktu : 10 menit 2. Ceramah : Bab I, Pendahuluan Memberikan gambaran umum bahwa drainase jalan mengandung pengertian membuang atau mengalirkan air (air hujan, air limbah, atau air tanah) ke tempat pembuangan yang telah ditentukan dengan cara gravitasi atau menggunakan sistem pemompaan. Modul membatasi diri pada substansi yang berkaitan dengan drainase akibat air hujan dan air tanah yang berpengaruh langsung pada keawetan perkerasan jalan. Drainase air limbah maupun drainasi yang diatur dengan cara pemompaan tidak dicakup dalam modul ini. Waktu : 30 menit 3. Ceramah : Permukaan Bab II, Drainase OHT. Memberikan penjelasan, uraian atau-pun bahasan mengenai : Jenis-jenis Bangunan Drainase Permukaan (selokan samping, gorong-gorong) Bagaimana mempercepat pembuangan air dari permukaan jalan Pengumpulan data lapangan Bagan Alir Analisa Hidrologi Untuk Menentukan Debit Aliran Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Selokan samping Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Goronggorong Pelatihan Road Design Engineer (RDE) Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas x Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Kegiatan Instruktur Kata Pengantar Kegiatan Peserta Pendukung Perhitungan Intensitas Hujan Perhitungan Debit Aliran Perhitungan Dimensi Selokan samping Perhitungan Dimensi Goronggorong Waktu : 80 menit 4. Ceramah : Bab III, Drainase bawah permukaan Memberikan penjelasan ataupun bahasan mengenai: Pengaruh Air Tanah Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar Air di dalam tanah Gerakan air tanah Daya Dukung Tanah Dasar Memperkecil Pengaruh Air Infiltrasi Terhadap Tanah Dasar Sistem Drainase Bawah Permukaan Mengikuti penjelasan, uraian atau bahasan instruktur dengan tekun dan aktif OHT. Mengajukan pertanyaan apabila ada yang kurang jelas Waktu : 60 menit Pelatihan Road Design Engineer (RDE) xi Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab I Pengertian Umum BAB I PENGERTIAN UMUM Drainase jalan mengandung pengertian membuang atau mengalirkan air (air hujan, air limbah, atau air tanah) ke tempat pembuangan yang telah ditentukan dengan cara gravitasi atau menggunakan sistem pemompaan. Secara umum dikenal adanya 2 (dua) sistem drainase yaitu sistem drainase permukaan dan sistem drainase bawah permukaan. Kedua sistem tersebut direncanakan dengan maksud untuk mengendalikan ”air” sebagai upaya memperkecil pengaruh buruk air terhadap perkerasan jalan maupun subgrade (tanah dasar). Secara normatif yang disebut subgrade adalah lapisan tanah (yang dianggap mewakili subgrade adalah lapsan tanah setebal 1.00 m) yang disiapkan sebagai badan jalan, bisa berupa tanah asli yang sudah dipadatkan atau tanah timbunan yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Dalam struktur perkerasan jalan, di atas subgrade ini kemudian diletakkan perkerasan jalan, bisa perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Agar subgrade dapat memikul beban diatasnya (perkerasan jalan maupun lalu lintas) sesuai dengan batasan-batasan perencanaan, pada umumnya subgrade dipadatkan pada kadar air optimum. Yang dimaksudkan dengan kadar air optimum disini adalah kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-1989. Fungsi drainase jalan dengan demikian ada 2 (dua) cakupan yaitu : a. Memperkecil kemungkinan menurunnya daya dukung subgrade karena kadar airnya naik melebihi kadar air optimum sebagai akibat dari merembesnya air hujan ke dalam subgrade melalui pori-pori perkerasan jalan atau yang berasal dari air tanah yang naik ke permukaan; b. Memperkecil kemungkinan rusaknya perkerasan jalan sebagai akibat terendamnya perkerasan jalan oleh genangan air hujan. Sistem drainase permukaan mencakup 2 hal yaitu: a. drainase air limbah, dimaksudkan untuk membuang air limbah (air kotor dari rumah tangga, limbah cair dari pabrik dan sebagainya) ke instalasi pengolah air limbah; Pelatihan Road design Engineer (RDE) I-1 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab I Pengertian Umum b. drainase air hujan, dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan jalan akibat air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan jalan atau badan jalan mempunyai 3 kemungkinan: a. bergerak sebagai aliran air permukaan; b. menguap; c. merembes ke dalam tanah atau perkerasan jalan sebagai air infiltrasi. Drainase permukaan berkepentingan dengan aliran air yang bergerak sebagai aliran air permukaan. Persentase besarnya aliran air permukaan dinyatakan sebagai run off coefficient. Debit air yang berasal dari air permukaan ditampung dan dialirkan ke dalam selokan samping kemudian dibuang melalui goronggorong. Pada jalan-jalan rural biasanya dipilih selokan samping terbuka, sedangkan pada jalan-jalan di daerah perkotaan dipilih selokan samping terbuka ataupun tertutup tergantung pada kepentingan atau kondisi setempat. Pada umumnya pembuangan air hujan pada jalan rural tidak terlalu menjadi masalah, karena lahan di kiri-kanan jalan cukup luas. Sedangkan pada jalan-jalan di daerah perkotaan, pembuangan air hujan yang bergerak sebagai aliran air permukaan justru merupakan persoalan yang seringkali sulit dicari pemecahannya karena sempitnya lahan terbuka di kiri-kanan jalan. Bahkan mungkin lokasi di kirikanan jalan telah dipadati dengan bangunan-bangunan pertokoan, tempat tinggal, perkantoran dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam perencanaan drainase jalan di daerah perkotaan jalan perlu dicari, kemana air hujan harus dibuang setelah dialirkan melalui selokan samping dan gorong-gorong. Drainase air limbah bisa dibuat khusus untuk: a. mengalirkan air limbah saja, atau b. selain untuk membuang air limbah juga disiapkan untuk menampung air hujan dari halaman atau atap rumah sekaligus menggelontorkan air limbah, atau c. sekaligus berfungsi untuk menampung dan membuang air limbah maupun air hujan baik yang berasal dari sebelah luar badan jalan (dari atap rumah, halaman rumah, lereng tanah di atas selokan) atau air hujan yang berasal dari permukaan jalan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) I-2 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab I Pengertian Umum Sistem yang terakhir ini adalah yang termurah, akan tetapi mengandung risiko tanah terkontaminasi air limbah atau polusi lainnya. Drainase bawah permukaan adalah drainase yang dibuat untuk mengatasi pengaruh rembesan air, baik yang berasal dari air tanah maupun air hujan yang merembes ke dalam tanah yang kemungkinan dapat menaikkan permukaan air tanah sehingga mempengaruhi kadar air subgrade. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa baik drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan dibuat dengan maksud untuk menyelamatkan lapislapis perkerasan jalan dan subgrade dari pengaruh air yang merugikan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) I-3 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan BAB II DRAINASE PERMUKAAN Drainase permukaan dimaksudkan untuk menampung, mengalirkan dan kemudian membuang air (hujan) dari permukaan jalan agar tidak merusak perkerasan jalan. Air hujan yang tidak segera terbuang akan merusak lapis-lapis perkerasan jalan. Pada kondisi tertentu, jika infiltrasi air permukaan telah mencapai subgrade, pada kadar air tertentu yang nilainya melebihi kadar air optimum, maka subgrade mulai menurun daya dukungnya. Penurunan daya dukung subgrade akan mempengaruhi kemampuan perkerasan jalan dalam memikul beban lalu lintas, karena secara teoritis daya dukung subgrade yang lebih rendah akan memerlukan perkerasan yang lebih tebal jika dibandingkan dengan kebutuhan tebal perkerasan yang dihitung berdasarkan daya dukung subgrade yang lebih tinggi, yang harus memikul beban repetisi yang sama seperti yang diprediksikan dalam desain. 2.1 Jenis-jenis Bangunan Drainase Permukaan Secara umum dikenal ada 2 jenis bangunan drainase permukaan yaitu selokan samping dan gorong-gorong. Fungsi kedua jenis bangunan ini adalah sebagai “jalan air” agar air hujan segera keluar dari permukaan jalan untuk menghindarkan perkerasan jalan dari kerusakan-kerusakan akibat genangan air. Proses terbuangnya air (hujan) dari lapis permukaan ke areal di luar badan jalan atau ke selokan samping kemudian melalui gorong-gorong dibuang keluar dari badan jalan atau ke tempat buangan air yang telah ditentukan, semuanya diupayakan didasarkan atas hukum gravitasi. Air bergerak ke tempat yang lebih rendah, prinsip inilah yang digunakan dalam mendesain drainase jalan. Kecepatan bergerak dari air tersebut akan tergantung dari seberapa besar grade (%) yang harus dilalui, makin tinggi grade yang harus dilalui, jika bangunan drainase terbuat dari tanah, akan makin mudah bangunan drainase tersebut digerus oleh air. 2.1.1 Selokan Samping Ada 2 jenis selokan samping yaitu: - Selokan yang dilapisi (Lined side ditch) - Selokan yang tidak dilapisi (Unlined side ditch) Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-1 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Lined side ditch digunakan apabila kecepatan aliran air yang melaluinya akan mengakibatkan tanah tergerus, sedangkan unlined side ditch digunakan apabila kecepatan aliran air yang melaluinya tidak akan mengakibatkan selokan tanah tergerus. 2.1.1.1 Kecepatan Aliran dan Kemiringan Selokan Samping Berapa kecepatan aliran air maksimum agar selokan samping yang terbuat dari tanah tidak tergerus? Bagaimana dengan batasan kemiringan selokan samping? Tergantung dari jenis tanah, berikut ini diberikan tabel dari berbagai sumber yang memberikan batasan kecepatan aliran air yang diijinkan maupun kemiringan selokan samping : Tabel 1 : Kecepatan Aliran Air Yang Diijinkan Dan Kemiringan Selokan samping Berdasarkan Jenis Material Selokan samping Material Selokan samping Kecepatan Aliran Air Yang Diijinkan (m/detik) Kemiringan Selokan samping (%) Pasir halus 0.45 0- 5 Lempung kepasiran 0.50 0- 5 Lanau aluvial 0.60 0- 5 Kerikil halus 0.75 0- 5 Lempung kokoh 0.75 5 - 10 Lempung padat 1.10 5 - 10 Kerikil kasar 1.20 5 - 10 Batu-batu besar 1.50 5 - 10 Pasangan batu 1.50 10 Beton 1.50 10 Beton Bertulang 1.50 10 Kemiringan selokan samping kurang lebih perlu direncanakan mengikuti vertical grade dari trase jalan. Jika ternyata vertical grade dari trase jalan > 5% sedangkan material badan jalan bukan dari lempung kokoh/lempung padat, maka selokan samping perlu dibuat dari pasangan batu atau beton atau beton bertulang tergantung dari pertimbangan desain. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-2 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.1.1.2 Penampang Melintang Selokan samping Penampang melintang selokan samping dipilih berdasarkan pertimbanganpertimbangan: a. Kondisi tanah dasar b. Kecepatan aliran c. Dalam atau dangkalnya kedudukan air tanah. Di bawah ini diberikan contoh-contoh bentuk selokan samping yang biasa digunakan dalam perencanaan jalan : No. Penampang Melintang 1 2 Keterangan - Kondisi daerah : kering - Air cepat mengalir - Air tanah dalam - Tanah banyak mengandung clay - Pengaliran air kurang cepat 3 4 - Tanah cukup stabil - Medan sempit - Air tanah dalam - Tanah kurang stabil - Medan cukup luas - Air tanah dekat permukaan 5 6 7 - Parit atau sungai kecil sejajar jalan - Selokan samping dari pasangan batu - Selokan samping tertutup (untuk daerah perkotaan) Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-3 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.1.1.3 Return Period Return Period adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan jangka waktu dan intensitas tertentu dianggap bisa terjadi. Kemungkinan terjadinya adalah ”satu kali” dalam batas periode (tahun) yang ditetapkan. Penetapan return period sebenarnya tergantung pada pertimbangan faktor risiko yang perlu diambil oleh perencana. Belum ada standar return period yang ditetapkan untuk perencanaan selokan samping. Jika diambil referensi dari ”Guide to Hydro Meteorological Practice”, hubungan antara return period dan faktor risiko adalah sebagai berikut: Td = N (1/U - 0.5) dimana Td = Return Period, dalam tahun N = umur rencana jalan, dalam tahun U = faktor risiko Faktor risiko U biasanya diambil = 1/3, dengan asumsi apabila terjadi kerusakan pada bangunan drainase, tidak sampai membahayakan kehidupan manusia secara langsung. Umur proyek N tentu tergantung dari jenis proyek jalan yang ditangani. Untuk proyek peningkatan, biasanya umur proyek ditentukan 10 tahun, sedangkan untuk pemeliharaan berkala jalan umur proyek ditentukan = 5 tahun. Dengan mengambil pendekatan bahwa produk peningkatan rata-rata mempunyai umur pelayanan efektif = 6 tahun (cukup dirawat dengan pemeliharaan rutin) sedangkan produk pemeliharaan berkala mempunyai umur pelayanan efektif = 3 tahun (cukup dirawat dengan pemeliharaan rutin), maka perhitungan return period menjadi sebagai berikut : - Untuk peningkatan jalan : Td = 6 ((1 : 1/3) – 0.5) = 6 (3 – 0.5) = 6 x 2.5 = 15 tahun - Untuk pemeliharaan berkala jalan: Td = 3 ((1 : 1/3) – 0.5) = 3 (3 – 0.5) = 3 x 2.5 = 7.5 tahun Jika faktor risiko diambil = ½, maka return period untuk peningkatan jalan = 9 tahun, sedangkan untuk pemeliharaan berkala jalan = 4.5 tahun. Dari contohcontoh di atas, sementara belum ada ketentuan yang mengikat tentang return period untuk perencanaan drainase, perencana dapat menentukan sendiri dengan pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya kondisional. Misalnya, untuk perencanaan selokan samping pada jalan di perkotaan yang padat penduduk, diambil Td = 15 tahun untuk pekerjaan peningkatan dan Td = 8 tahun untuk Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-4 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan pekerjaan pemeliharaan berkala. Sedangkan untuk jalan antar kota barangkali cukup diambil Td = 10 tahun untuk pekerjaan peningkatan dan Td = 5 tahun untuk pekerjaan pemeliharaan berkala. 2.1.2 Gorong-gorong Gorong-gorong adalah bangunan drainase yang berfungsi untuk : a. Memberi jalan kepada air yang mengalir dari parit atau sungai kecil yang mengalir melintasi jalan. b. Mengalirkan air yang telah terkumpul di dalam bak-bak penampung selokan samping untuk dibuang keluar ke tempat pembuangan. Berikut adalah contoh penempatan gorong-gorong yang berfungsi mengalirkan air dari saluran air yang memotong jalan : Penempatan culvert mengikuti sumbu saluran air Penempatan culvert tidak mengikuti sumbu saluran air karena pertimbangan memperpendek panjang culvert DISARANKAN Pelatihan Road design Engineer (RDE) TIDAK DISARANKAN II-5 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Material untuk gorong-gorong ada 2 (dua) macam, yaitu : a. Beton tulang b. Baja 2.1.2.1 Penampang Melintang Gorong-gorong Penampang melintang gorong-gorong yang lazim digunakan antara lain adalah sebagai berikut : a. Lingkaran (circular) - Bentuk ini paling sering dipakai - Ditinjau dari segi struktur, relative efisien untuk kebanyakan kondisi muatan - Bisa dibuat dari beton tulang (antara lain 60 cm, 80 cm, 100 cm, 120 cm, 140 cm) atau dari baja (corrugated metal pipe < 2.00 m) - Penampang melintang : b. Ellips (elliptical) - Biasanya dipakai sebagai pengganti bentuk circular jika terdapat keterbatasan tinggi timbunan. - Dibandingkan dengan bentuk circular, bentuk pipa lengkung maupun ellips lebih mahal (pada kondisi debit yang harus ditampung sama). - Potongan melintang : c. Box (rectangular) - Direncanakan untuk menampung debit yang relative besar - Bentuk ini biasanya paling cocok digunakan jika posisi tinggi muka air yang diijinkan (allowable headwater depth) rendah. - Penampang melintang : d. Lengkung (arch) - Bentuk ini dipakai jika kondisi tanah cukup baik. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-6 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan - Perlu pertimbangan desain yang lebih teliti untuk menghindari scouring - Potongan melintang : e. Multiple barrels - Dipakai pada kondisi kanal yang agak lebar melintasi jalan - Terdiri dari 2 (dua) atau lebih barrels - Barrels bisa berupa circular atau box Potongan melintang : Multiple circulars Multiple boxes 2.1.2.2 Merencanakan Ujung-ujung Gorong-gorong Ujung-ujung gorong-gorong direncanakan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : - Mengurangi erosi - Menahan seepage - Menahan timbunan agar tidak longsor - Memperbaiki karakteristik hidrolik gorong-gorong - Agar ujung-ujung gorong-gorong tersebut stabil di posisinya Dalam perencanaan drainase jalan, dikenal pengakhiran ujung-ujung goronggorong sebagai berikut : a. Ujung-ujung gorong-gorong diletakkan melebihi posisi kaki-kaki timbunan (projecting end) Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-7 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan - Gorong-gorong barrel diperpanjang Bab II: Drainase Permukaan sehingga melewati batas-batas timbunan - Tidak dipersiapkan untuk mengantisipasi keruntuhan konstruksi - Relatif ekonomis, akan tetapi bentuknya tidak menarik - Terbatas untuk gorong-gorong kecil - Jika yang digunakan untuk gorong-gorong adalah ”corrugated metal pipe” sedangkan konsep perencanaan drainase yang dipilih adalah perencanaan dengan inlet control, maka pilihan ini adalah tidak tepat ditinjau dari sudut pandang hidrolika. b. Ujung-ujung gorong-gorong diletakkan mengikuti bidang talud timbunan (mitered end) - Biasanya dipakai untuk ”metal gorong-gorong” ukuran besar, untuk memperbaiki estetika gorong-gorong - Ditinjau dari segi struktur, tidak cukup untuk menahan gaya-gaya yang timbul karena beban tanah kecuali jika diberi angker atau diproteksi. c. Pengakhiran ujung-ujung pipe gorong-gorong (terminal end) - Khusus untuk circular gorong-gorong - Prefabricated metal atau precast concrete yang ditempatkan sebagai ujung gorong-gorong - Untuk mencegah erosi dan memperbaiki estetika. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-8 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.1.2.3 Return Period Jika gorong-gorong direncanakan dengan fungsi menampung dan membuang air hujan dari selokan samping, maka return period yang digunakan adalah sama dengan return period yang digunakan untuk perencanaan selokan samping dalam pekerjaan peningkatan jalan (= 10 tahun untuk jalan antar kota dan 15 tahun untuk jalan kota). Bagaimana jika yang dihadapi adalah pekerjaan pemeliharaan berkala? Dalam hal ini tetap disarankan return period yang diambil adalah 10 tahun untuk jalan antar kota dan 15 tahun untuk jalan kota dengan pertimbangan bahwa ada siklus penanganan jalan menempatkan ruas jalan pada programprogram peningkatan, pemeliharan rutin atau pemeliharaan berkala sesuai keputusan-keputusan planning – programming. Dengan memilih return period 10 15 tahun (10 tahun untuk jalan antar kota dan 15 tahun untuk jalan kota), berarti tidak diperlukan pembongkaran perkerasan jalan untuk mengganti gorong-gorong yang sebelumnya direncanakan berdasarkan return period 5 – 8 tahun (5 tahun untuk jalan antar kota dan 8 tahun untuk jalan kota) dengan gorong-gorong yang mampu menampung dan membuang debit aliran yang diperhitungkan dengan return period 10 - 15 tahun. Jika gorong-gorong direncanakan dengan fungsi untuk mengalirkan air dari saluran air atau sungai kecil yang memotong jalan, minimal return period yang perlu diambil adalah 25 tahun. Angka return period yang minimal tersebut harus dikoreksi lagi dengan berbagai pertimbangan, seberapa jauh banjir ulang yang melalui saluran air ata sungai kecil tersebut membahayakan atau merugikan penduduk disekitarnya. Barangkali angka-angka return period 30 tahun, 40 tahun atau bahkan 50 tahun perlu dipertimbangkan oleh perencana gorong-gorong. 2.2 Mempercepat Pembuangan Air Dari Permukaan Jalan Selokan samping dan gorong-gorong direncanakan khusus untuk menampung dan membuang air dari permukaan jalan. Upaya memfungsikan secara maksimal bangunan drainase menjadi gagal apabila dihadapi kondisi bahwa selokan samping dan gorong-gorong sudah siap berfungsi, akan tetapi ”air hujan” yang akan dibuang tidak secara cepat keluar dari permukaan jalan. Oleh karena itu prinsip mendayagunakan hukum-hukum gravitasi untuk perencanaan drainase Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-9 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan harus tetap dijadikan acuan. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengann pembuangan air dari permukaan jalan : 2.2.1 Membuat Kemiringan Melintang Pada Permukaan Jalan Penampang normal pada permukaan jalan dibuat miring keluar dimulai dari as jalan (disebut cross fall), dimaksudkan agar air hujan dapat segera mengalir dan terbuang dari permukaan jalan. Air yang tertahan di permukaan jalan kalau tidak segera terbuang keluar akan dimungkinkan meresap ke dalam perkerasan jalan, menempati pori-pori yang ada pada material perkerasan jalan. Fungsi aspal sebagai perekat bisa terganggu, lapis perkerasan bisa rusak, beban lalu lintas diatasnya akan semakin menambah rusaknya perkerasan jalan yang terendam air. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cross fall untuk berbagai jenis lapis permukaan. Tabel berikut hanyalah merupakan referensi, penetapan cross fall sepenuhnya ditentukan oleh perencana dengan berbagai pertimbangan antara lain: air hujan cepat terbuang, cross fall tidak mengakibatkan permukaan jalan tanah cepat terkikis, mengurangi rembesan air hujan ke dalam perkerasan dan lain-lain. Tabel 2 : Jenis Lapis Permukaan Jalan dan Cross Fall Jenis Permukaan Cross Fall Jalan Tanah 4% - 6% Jalan Gravel 3% - 6% Surface Treatment 3% - 4% Waterbound Macadam 3% - 4% Bituminous Macadam 2% - 2.5% Penetration Macadam 2% - 2.5% Asphalt Concrete 2% - 2.5% Beton Semen 2% - 2.5% Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-10 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.2.2 Memberikan minimum grade pada S curve Pada tikungan yang berbentuk S curve, terdapat arah kemiringan tikungan yang berubah dari plus ke minus. Berarti secara teoritis ada bagian dari kemiringan melintang jalan yang bernilai 0%. Secara praktis, guna mempercepat pembuangan air hujan, pada transition curve untuk curve yang berbentuk S, perlu diberikan longitudinal grade sebesar 0.5%. 2.2.3 Membuat selokan pencegat Kadang-kadang debit air yang harus ditampung oleh selokan samping, berasal dari catchment area di sebelah luar badan jalan, terlalu besar. Kasus seperti ini bisa terjadi pada jalan yang terletak di daerah-daerah perbukitan atau pegunungan. Untuk mendapatkan dimensi selokan samping yang masih cukup wajar, maka tidak seluruh air yang berasal dari catchment area ditampung ke dalam selokan samping kiri – kanan jalan, akan tetapi dicegat dulu oleh saluran pencegat yang dibuat di sebelah atas selokan samping. Air yang sudah terkumpul di saluran pencegat kemudian dibuang ke tempat lain. 2.3 Pengumpulan Data lapangan Perencanaan drainase jalan memerlukan data-data lapangan sebagai berikut : a. Data curah hujan (pada umumnya yang tersedia adalah dalam satuan mm/24 jam), merupakan series data dari stasiun pengamat hujan selama kurun waktu 20-30 tahun pencatatan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-11 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan b. Catchment Area (daerah aliran), ditentukan berdasarkan peta topografi pada wilayah yang dilalui trase jalan. Pada umumnya peta yang tersedia adalah dalam skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000 yang bisa diperoleh (dibeli) dari pusat penelitian dan pengembangan geologi atau Topografi Angkatan Darat (nama instansi mungkin sudah berubah). Sering terjadi, tidak tersedia peta topografi yang diperlukan sehingga sulit untuk menghitung catchment area. Jika hal ini terjadi maka sebagai gambaran kasar perencana dapat mengambil asumsi bahwa batas daerah aliran yang diperhitungkan adalah dimulai dari as jalan sampai tepi perbatasan bahu jalan dengan selokan samping dan kuranglebih areal selebar 100 m (maximum) dihitung mulai dari tepi luar selokan samping. Perkiraan lebar daerah aliran ini masih perlu di-check dengan kondisi lapangan yang sebenarnya dan kemudian dikoreksi. c. Run off (limpasan) dari daerah aliran, data ini diperlukan untuk menentukan koefisien run off yang merupakan salah satu faktor atau besaran dalam menghitung debit aliran. Yang perlu dicatat dalam pengumpulan data untuk keperluan menghitung koefisien run off adalah jenis permukaan yang akan dialiri air hujan yang nantinya akan ditampung oleh selokan samping. Jadi yang diperlukan adalah data ”land use” sepanjang trase jalan, dari jenis land use yang dicatat ini akan dapat ditentukan berapa besarnya koefisien run off. d. Air tanah, yang dimaksudkan disini adalah tinggi muka air tanah, untuk bisa mengambil pertimbangan apakah jalan yang akan dibuat memerlukan drainase permukaan saja atau pada lokasi-lokasi tertentu perlu dibuat drainase bawah permukaan atau bisa jadi diperlukan drainase untuk mengamankan lereng jalan sebagai upaya menjaga stabilitas lereng di sebelah luar selokan samping agar tidak runtuh menimpa jalan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-12 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan 2.4 Bab II: Drainase Permukaan Bagan Alir Proses Perencanaan Drainase Permukaan 2.4.1 Bagan Alir Analisa Hidrologi Untuk Menentukan Debit Aliran Pengumpulan Data : - Curah hujan - Catchment Area - Run off daerah aliran - Tinggi muka air tanah Data Curah Hujan (mm/24 jam) Analisa Frekwensi A N A L I S A H I D R O L O G I Tempat Kedudukan Extreme Rainfall Depth (mm/24 jam) Return Period Gumbel’s Extreme Probability Paper Rainfall Depth Pada Return Period Tertentu (mm/24 jam) Mean Raifall Intensity (mm/24 jam) Duration Rainfall Raifall Intensity (mm/jam) Duration-Frequency-Curve - Peta topografi - Karakteristik daerah pengaliran DEBIT ALIRAN Rumus Rational PERHITUNGAN HIDROLIKA UNTUK PENETAPAN DIMENSI SELOKAN SAMPING DAN Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-13 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.4.2 Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Selokan Samping Tetapkan Jenis Bahan Selokan Debit Aliran Dari Analisa Hidrologi Kecepatan Aliran pada Selokan Luas Penampang Selokan samping Pilih Bentuk Penampang Selokan samping Dimensi sementara selokan samping Koeffisien Kekasaran (n) Jari-jari Hidrolik Kemiringan Selokan samping (it) Check it terhadap vertical grade alinyemen ivg it ivg Tetapkan : Selokan samping tidak memerlukan pematah arus it ivg Tetapkan : Selokan samping memerlukan pematah arus Pelatihan Road design Engineer (RDE) Dimensi dan Kemiringan Selokan samping memenuhi II-14 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.4.3 Bagan Alir Perhitungan Hidrolika Untuk Penetapan Dimensi Goronggorong Debit Aliran Dari selokan samping Dari saluran air / sungai kecil Atau gabungan dari keduanya Tetapkan Jenis Bahan Culvert Kecepatan Aliran pada Culvert Luas Penampang Culvert Pilih Bentuk Penampang Culvert Dimensi Sementara Culvert Koeffisien Kekasaran (n) Jari-jari Hidrolik Kemiringan Culvert (it) Rumus Manning Tentukan : HW dan AHW Check dimensi culvert dng menggunakan chart yang tersedia Perhitungan HW pada kondisi Outlet Control Perhitungan HW pada kondisi Inlet Control Check, apakah HW < AHW baik pada kondisi inlet control maupun outlet control dan outlet velocity < velocity yang diijinkan! OK Dimensi culvert memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan TIDAK HW = Headwater Depth AHW = Allowable Headwater Depth Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-15 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan 2.5 Bab II: Drainase Permukaan Perhitungan Debit Aliran Dengan Analisa Hidrologi Besarnya debit aliran yang ditampung dan dibuang oleh selokan samping dan gorong-gorong dihitung berdasarkan analisa hidrologi. Oleh karena bangunan drainase dibuat untuk menampung dan membuang air hujan, maka masukan data pokok yang harus pertama-tama diolah adalah data curah hujan yang masih berupa data mentah. Data mentah ini diolah dengan analisa hidrologi untuk menetapkan besarnya intensitas hujan. Dengan diketahuinya intensitas hujan dapat dihitung besarnya debit aliran dengan menggunakan Rumus Rational atau rumus-rumus lainnya tergantung dari luas ”catchment area”. Selanjutnya debit aliran yang diperoleh dari analisa hidrologi tersebut dipakai sebagai bahan masukan untuk menghitung dimensi bangunan drainase dengan menggunakan perhitungan-perhitungan hidrolika. 2.5.1 Perhitungan Intensitas Hujan Data curah hujan yang diperlukan untuk perhitungan intensitas hujan diperoleh dari stasion pengamat hujan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Rekaman data curah hujan di seluruh stasion pengamat biasanya dapat dicari di buku ”Pemeriksaan Hujan di Indonesia” yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika, Departemen Perhubungan. Untuk suatu lokasi rencana jalan perlu dipilih sejumlah stasion pengamat yang lokasinya paling mendekati trase jalan yang direncanakan. Dengan demikian diharapkan bahwa pemilihan data curah hujan yang akan diolah adalah yang paling mendekati kondisi lapangan, dalam arti dapat memberikan hasil extreme rainfall yang paling teliti. Baru kemudian diambil harga rata-ratanya setelah dari setiap stasion pengamat diketahui harga extreme rainfall-nya. 2.5.1.1 Analisa Frekwensi Untuk Nilai Extreme Dari tiap stasion pengamat hujan dapat diperoleh besarnya curah hujan maximum dalam setahun (disebut xi mm/24 jam) dalam N tahun pengamatan. Jadi harga i menyatakan angka tahun ke 1 s/d tahun ke N. Angka-angka curah hujan tersebut adalah angka kuantitatif yang dihasilkan dari penghitungan atau penjumlahan. Dalam bahasa statistik angka-angka yang mewakili kuantitas disebut ”frekwensi”, Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-16 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan sehingga dengan demikian analisa terhadap angka-angka tersebut disebut analisa frekwensi. Tujuan dari pada analisa frekwensi adalah mendapatkan garis regresi yang merupakan tempat kedudukan nilai extreme dari hujan harian. Rumus umum dari persamaan regresi adalah : X U (1 / ).Y dimana X = rainfall depth Y = reduced variate U dan 1/ adalah koefisien yang diperhitungkan sebagai berikut : .Y U x 1 N 1 X N iN x i x i 1 N Dimana : xi Curah hujan maximum dalam 1 tahun dalam mm/24 jam x Nilai rata-rata dari hujan kumulatif harian maximum N = Expected standard deviation Y N Expected mean x = Standar deviation N dan Y N diambil dari tabel Expected Means and Standard Deviations of Reduced Extreme (lihat lampiran) yang menyatakan hubungan antara N, N dan YN . Standar Deviation dihitung berdasarkan rumus : iN 2 x x i x i 1 N Yang dimaksud dengan standard deviation adalah standar pengukuran deviasi yang dipakai untuk membuat analisa statistik terhadap hasil-hasil pengumpulan data. Persaman regresi yang didapatkan kemudian digambarkan di atas extreme Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-17 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan probability paper (Gumbel’s type, lihat lampiran). Akan diperoleh suatu garis lurus yang menyatakan hubungan antara return period dengan extreme rainfall. 2.5.1.2 Intensitas Hujan Setelah return period ditetapkan, berdasarkan grafik garis regresi yang telah dibuat dapat dibaca nilai extreme hujan harian yang disebut rainfall intensity (intensitas hujan). Angka yang diperoleh menunjukkan extreme rainfall dalam mm/24 jam untuk masing-masing stasion pengamat pada return period yang dipilih. Selain cara grafis seperti di atas, dapat juga dilakukan perhitungan analitis untuk menentukan extreme rainfall (rainfall depth) pada return period tertentu sebagai berikut: xr x 1 Y N 1 Yr x 1 Yr YN x Nx Yr YN Index r dimaksudkan sebagai return period. xr dinyatakan dalam mm/24 jam, sedangkan Yr dapat diperhitungkan berdasarkan tabel yang diambil dari ”Engineering Hydrology – J. Nemec” sebagai berikut: Tabel 3 : Return Period as a Function of Reduced Variate Return Period (Years) Reduced variate (Yr) 2 0.3665 5 1.4999 10 2.2502 25 3.1985 50 3.9019 100 4.6001 Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-18 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.5.1.2 Mean Rainfall Intensity Mean rainfall intensity adalah angka rainfall intensity yang dinilai mewakili rainfall intensity yang telah dihitung untuk sejumlah stasion pengamat. Angka tersebut merupakan harga rata-rata yang dihitung dengan: - Metode Arithmatic - Metode Thiessen - Metode Isohyet Metode Arithmatic Metode ini dipakai untuk daerah datar dimana stasion pengamat hujan tersebar dengan merata dan masing-masing memberikan hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: in Ird rata rata Ird i i 1 n dimana: (Ird) rata-rata = mean rainfall intensity, dalam mm/24 jam (Ird)i = rainfall intensity untuk masing-masing stasion pengamat, dalam mm/24 jam (kode i = index nomor stasion pengamat) n = banyaknya stasion pengamat Metode Thiessen Metode ini dipakai apabila distribusi dari lokasi stasion pengamat hujan tidak tersebar rata. Pada perhitungan dengan metode ini pertama-tama harus ditetapkan batas-batas daerah pengaliran. Kemudian kedudukan stasion-stasion pengamat diplot di atas peta dan ditarik garis-garis penghubungnya sehingga terbentuk rangkaian-rangkaian segitiga. Garis-garis yang tegak lurus garis-garis penghubung tersebut akan membentuk polygon yang mengelilingi tiap-tiap stasion. Sisi-sisi dari garis polygon dan batas daerah pengaliran yang dipotongnya akan merupakan wilayah pengaliran yang langsung di bawah pengaruh stasion pengamat hujan yang berada di dalamnya. Luas wilayah tersebut kemudian dihitung dengan planimeter dan dinyatakan dalam prosen terhadap luas total Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-19 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan daerah pengaliran. Perhitungan selanjutnya dapat diikuti dengan mempelajari contoh berikut: A, B, C, D, E adalah stasion pengamat hujan Total luas daerah pengaliran = L Dibuat garis-garis hubung stasion pengamat sehingga membentuk rangkaian segitiga serta garis-garis tegak lurus dari tengah-tengah sisi segitiga yang membentuk polygon. Wilayah I, langsung di bawah pengaruh stasion A, luas L1 Wilayah II, langsung di bawah pengaruh stasion A, luas L2 Wilayah III, langsung di bawah pengaruh stasion A, luas L3 Wilayah IV, langsung di bawah pengaruh stasion A, luas L4 Selanjutnya lihat tabel di bawah: Tabel 4 : Menghitung Rata-rata Rainfall Depth Methode Thiessen Stasion Pengamat Luas Wilayah Yang Dipengaruhi % Terhadap Luas Total A B C D E L1 L2 L3 L4 L5 (L1/L) x 100% = l1% (L2/L) x 100% = l2% (L3/L) x 100% = l3% (L4/L) x 100% = l4% (L5/L) x 100% = l5% Total = L Total = 100% Extreme Rainfall Komponen Depth Untuk Return Average Rainfall Reriod Yang Depth Ditentukan (mm/24 jam) (mm/24 jam) (xr)A l1%.(xr)A (xr)B l2%.(xr)B (xr)C l3%.(xr)C (xr)D l4%.(xr)D (xr)E l5%.(xr)E Average rainfall depth = l1%.(xr)A + l2%.(xr)B + l3%.(xr)C + l4%.(xr)D + l5%.(xr)E Jadi Ird = l1%.(xr)A + l2%.(xr)B + l3%.(xr)C + l4%.(xr)D + l5%.(xr)E Metode Isohyet Metode ini meskipun hasilnya paling teliti akan tetapi dianggap kurang praktis untuk kepentingan perencanaan drainase jalan. Oleh karena itu metode ini tidak diuraikan dalam modul ini. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-20 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.5.1.3 Rainfall Intensity – Duration – Frequency Curve Hasil terakhir dari analisa data curah hujan adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara rainfall intensity (mm/24 jam), duration (jam) dan frequency atau return period (tahun). Kesulitan yang paling pokok dalam membuat kurva tersebut adalah: a. Data yang tersedia hanyalah berupa curah hujan maximum dalam mm/24 jam pada suatu tahun pengamatan. b. Yang diperlukan selain butir a di atas adalah catatan lapangan yang menunjukkan hubungan antara lamanya hujan (duration) dengan total daily rainfall pada kondisi butir a tersebut. Untuk mengatasi hal di atas diambil pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a. Memanfaatkan hasil pengamatan Weduwen Pengamatan yang dilakukan oleh Ir. JP der Weduwen (1937) untuk daerah Jakarta memberikan hubungan antara duration(dalam jam) dengan prosentase total daily rainfall sebagai berikut: Tabel 5 : Data Hasil Pengamatan Hujan oleh Weduwen Duration (dalam jam) 1 2 3 4 5 6 9 12 15 21 24 Prosentase terhadap 24 jam curah hujan 40 56 67.5 76 81.5 83.5 87.5 89 90 92 100 Hasil pengamatan di atas tentunya hanya berlaku untuk Jakarta dan sekitarnya pada waktu itu. Pada umumnya stasion pengamat curah hujan di Indonesia tidak mempunyai catatan tentang hubungan antara “duration” dengan prosentase terhadap 24 jam curah hujan seperti contoh dalam tabel di atas. Sehingga sebagai Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-21 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan pendekatan, hasil pengamatan Weduwen tersebut dianggap kira-kira masih relevan untuk digunakan bagi daerah Jakarta dan sekitarnya saat ini. Perencana drainase tidak harus menggunakan hasil pengamatan Weduwen tersebut di atas akan tetapi dapat menggunakan data lainnya yang dinilai lebih menggambarkan kondisi hujan di wilayah proyek yang akan direncanakan drainasenya saat ini. b. Memakai Rumus Empiris Mononobe It R 24 24 2 3 24t dimana It = Rainfall Intensity (mm/24 jam) R24 = 24 hours rainfall t = duration time (jam) Berdasarkan rumus di atas diperoleh tabel sebagai berikut: Tabel 6 : Korelasi Duration – Prosentase Terhadap 24 Jam Curah Hujan, Menurut Rumus Empiris Mononobe Duration (dalam jam) 1 2 3 4 5 6 9 12 15 21 24 Prosentase terhadap 24 jam curah hujan 34.7 43.6 50.1 55.04 59.3 72.2 79.4 85.5 94 95.6 100 Hasil pengolahan data curah hujan pada akhirnya digambarkan di atas grafik semi logaritmis yang menunjukkan hubungan antara duration (jam), rainfall intensity (mm/jam) dan return period (tahun). Angka-angka yang diplot sebagai grafik diperoleh dari garis regresi (menggunakan Gumbel’s Extreme Probability Paper) dan tabel Duration - Prosentase terhadap 24 jam curah hujan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-22 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.5.2 Perhitungan Debit Aliran Rumus yang dipakai untuk mengitung debit aliran tergantung pada besarnya catchment area, pada umumnya ditentukan sebagai berikut: - Untuk catchment area < 25 km2 dipakai Rumus Rational - Untuk catchment area 25 - 100 km2 dipakai Cara Weduwen - Untuk catchment area > 100 km2 dipakai Cara Melchior Perhitungan debit aliran untuk selokan samping dan gorong-gorong pada umumnya mencakup catchment area < 25 km2, jadi yang digunakan adalah Rumus Rational. 2.5.2.1 Rumus Rational Q = 0,00278 C.Cf.I.A dimana : Q = Debit banjir puncak pada perioda ulang T tahun, (m3/detik) yang terjadi pada muara DAS (m3/detik). I = Intensitas hujan untuk durasi yang sama dengan waktu konsentrasi tc dan perioda ulang T tahun. Pakailah kurva Intensitas Hujan untuk mendapatkan intensitas ini (mm/jam). A = Luas daerah aliran (ha). C = Koefisien pengaliran. Cf = Koefisien frekwensi. Berikut ini diberikan bagan alir prosedur pemakaian rumus methoda Rasional. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-23 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan WAKTU KONSENTRASI Air hujan yang jatuh pada suatu daerah aliran, pada saat menyentuh permukaan daerah aliran (DAS) yang paling jauh lokasinya dari muara, maka waktu konsentrasi mulai dihitung. Air hujan akan mengalir menuju saluran yang terdekat, Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-24 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan waktu ini disebut to yaitu waktu limpas permukaan. Dari sini air mengalir menuju muara DAS, dan waktu yang diperlukan untuk mengalir didalam saluran drainase sampai muara daerah aliran disebut waktu limpas saluran atau td. Penjumlahan waktu tersebut merupakan waktu konsentrasi atau tc. t c = to + t d Waktu limpas permukaan to - - Besarnya tergantung pada beberapa faktor penentu, seperti : Jarak aliran sampai saluran terdekat. Kemiringan permukaan daerah aliran. Koefisien pengaliran daerah aliran. Beberapa sifat waktu limpas permukaan sebagai berikut : Semakin curam daerah aliran semakin kecil to. Semakin besar resapan kedalam daerah aliran, atau semakin kecil koefisien pengaliran, maka semakin besar to. Semakin jauh jarak limpasan permukaan, maka semakin besar to. Waktu limpas saluran td Setelah melimpas pada permukaan daerah aliran, maka aliran air masuk kedalam saluran drainase dan mengalir menuju muara daerah aliran. Waktu limpas saluran ini tergantung pada : ukuran, jenis, bentuk, kemiringan dasar dan bahan saluran. Sebagai prakiraan sementara dapat dipakai pedoman berikut ini : Kecepatan aliran saluran berdinding tanah : 0,70 – 1,10 m/det. Kecepatan aliran saluran pasangan batu : 1,00 – 1,50 m/det. Waktu konsentrasi tc Untuk daerah aliran kecil dengan pola drainase sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat yang terjauh. Inilah salah satu sebab rumus rasional hanya dapat digunakan untuk daerahdaerah aliran kecil. L t c 0,0195 s 0,77 Pelatihan Road design Engineer (RDE) menit II-25 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan dimana : L = panjang pengaliran (m). S = kemiringan pengaliran. KOEFISIEN PENGALIRAN Koefisien ini mencerminkan keadaan permukaan daerah aliran. Koefisien pengaliran C merupakan perbandingan komponen berikut ini : C Volume air yang berhasil mencapai muara DAS Volume air hujan yang jatuh diatas DAS Berkurangnya volume air yang berhasil melewati muara daerah aliran disebabkan oleh : Aliran tertahan oleh akar dan daun dari tanaman, dan tertahan diantara rerumputan atau semak belukar yang lebat. Air meresap kedalam lapisan tanah. Tertahan dalam bentuk genangan air, bilamana permukaan daerah aliran tidak rata / banyak cekungan. Dalam prakteknya terdapat berbagai tipe tata guna lahan bercampur baur dalam sebuah daerah aliran. Oleh karena itu, untuk mendapatkan Koefisien pengaliran gabungan Cw dapat mempergunakan rumus komposit berikut : Cw A 1 .C 1 A 2 .C 2 A n .C n A1 A 2 A n dimana : Cw = Koefisien pengaliran gabungan. A1, A2, An = Bagian luasan daerah aliran sebanyak n buah, dengan tata guna lahan yang berbeda. C1, C2, Cn = Koefisien pengaliran daerah aliran sebanyak n buah, dengan tata guna lahan yang berbeda. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-26 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Sebagai acuan, koefisien pengaliran dapat diambil dari sumber referensi sebagai berikut : BINKOT, Bina Marga : Tabel 7. Drainase perkotaan, Ir. S. Hindarko : Tabel 8. Hidrologi, Imam Subarkah : Tabel 9. Tabel 7 : Koefisien pengaliran C No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kondisi permukaan tanah Koefisien pengaliran (C) Jalan beton dan jalan aspal Jalan kerikil dan jalan tanah Bahu jalan : - Tanah berbutir halus - Tanah berbutir kasar - Batuan masif keras - Batuan masif lunak Daerah perkotaan Daerah pinggir kota Daerah industri Permukiman padat Permukiman tidak padat Taman dan kebun Persawahan Perbukitan Pegunungan 0,70 – 0,95 0,40 – 0,70 0,40 – 0,65 0,10 – 0,20 0,70 – 0,85 0,60 – 0,75 0,70 – 0,95 0,60 – 0,70 0,60 – 0,90 0,60 – 0,80 0,40 – 0,60 0,20 – 0,40 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,90 Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990. Tabel 8 : Koefisien pengaliran C. Kawasan Perkotaan Pedesaan Tata guna lahan Kawasan pemukiman : - Kepadatan rendah - Kepadatan sedang - Kepadatan tinggi - Dengan sumur peresapan Kawasan perdagangan Kawasan industri Taman, jalur hijau, kebun, dll Perbukitan, kemiringan < 20 % Kawasan jurang, kemiringan > 20 % Lahan dengan terasering Persawahan C 0,25 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,80 0,20 – 0,30 0,90 – 0,95 0,80 – 0,90 0,20 – 0,30 0,40 – 0,60 0,50 – 0,60 0,25 – 0,35 0,45 – 0,55 Sumber : Drainase perkotaan, Ir. S. Hindarko. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-27 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Tabel 9 : Koefisien pengaliran C Type daerah aliran Perumputan Business Perumahan Petamanan, kuburan Tempat bermain Halaman kereta api Daerah yang tidak dikerjakan Jalan C Tanah pasir, datar, 2 % Tanah pasir, rata-rata 2 - 7 % Tanah pasir, curam, 7 % Tanah gemuk, datar, 2 % Tanah gemuk, rata-rata 2 - 7 % Tanah gemuk, curam, 7 % Daerah kota lama Daerah pinggiran Daerah “single family” “Multi units”, terpisah-pisah “Multi units”, tertutup “Suburban” Daerah rumah-rumah apartemen 0,05 - 0,10 0,10 - 0,15 0,15 - 0,20 0,13 - 0,17 0,18 - 0,22 0,25 - 0,35 0,75 - 0,95 0,50 - 0,70 0,30 - 0,50 0,40 - 0,60 0,60 - 0,75 0,25 - 0,40 0,50 - 0,70 0,10 - 0,25 0,20 - 0,35 0,20 - 0,40 0,10 - 0,30 Beraspal Beton Batu 0,70 - 0,95 0,80 - 0,95 0,70 - 0,85 Sumber : Hidrologi, Imam Subarkah. KOEFISIEN FREKUENSI Koefisien frekuensi (Cf) bernilai 1 untuk periode ulang Tr = 2 – 10 tahun, sedangkan untuk Tr > 10 tahun diberikan seperti pada Tabel 11 sebagai berikut : Tabel 10. : Koefisien frekuensi. Tr (tahun) Cf 2 – 10 25 50 100 1,00 1,10 1,20 1,25 Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-28 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan 2.6 Bab II: Drainase Permukaan Perhitungan Dimensi Bangunan Drainase Permukaan dengan Analisa Hidrolika Analisa hidrolika dilakukan untuk menganalisa type, dimensi dan posisi selokan samping maupun gorong-gorong sehubungan dengan pengaliran sejumlah volume air tertentu dalam waktu tertentu. 2.6.1 Perhitungan Dimensi Selokan Samping 2.6.1.1 Bentuk Penampang Selokan Samping Bentuk penampang yang lazim dipilih adalah sebagai berikut: Trapesium Segi empat Untuk perencanaan saluran bentuk segi-empat dianjurkan perbandingan antara lebar dasar saluran b dan tinggi air h sebagai berikut (Tabel 11). Tabel 11 : Pendekatan perbandingan dasar dan tinggi saluran. Q dalam m3/det b:h 0 - 0,5 0,5 - 1,0 1,0 - 1,5 1,5 - 3,0 3,0 - 4,5 4,5 - 6,0 6,0 - 7,5 7,5 - 9,0 9,0 - 11 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990. 2.6.1.2 Radius hidrolik (R) R F O meter dimana : F = Luas penampang basah (m2). O = Keliling penampang basah (m). Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-29 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.6.1.3 Koefisien Kekasaran Manning Nilai-nilai koefisien kekasaran Manning (n) disajikan pada Tabel 12, 13, 14 dan 15. Tabel 12 : Koefisien kekasaran Manning saluran bertepi kukuh. No. 1. 2. 3. 4. 5. Permukaan Harga n yang disarankan Plester semen Beton Batu bata Pasangan batu Batu pecah 0,011 0,012 – 0,017 0,014 0,017 – 0,025 0,035 – 0,040 Sumber : Aliran melalui Ssluran terbuka, KG. Ranga Raju, 1986. Tabel 13 : Koefisien kekasaran Manning (n) sesuai bahan saluran. Dinding saluran Kondisi n Metal Halus Dikeling Sedikit kurang rata 0,010 0,015 0,020 Pasangan batu Plesteran semen halus Plesteran semen dan pasir Beton dilapis baja Batu bata kosongan yang baik, kasar Pasangan batu, keadaan jelek 0,010 0,012 0,012 0,015 Halus, dipasang rata Batu pecah, batu dipasang dlm semen Kerikil halus, padat 0,013 0,017 Batu kosongan belah, 0,020 0,020 Sumber : Hidrologi, Imam Subarkah. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-30 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Tabel 14 : Koefisien kekasaran Manning (n). Dasar dan dinding saluran A. Pipa tertutup 1. Berdinding baja 2. Berdinding baja galvanis bergelombang 3. Beton pracetak 4. Berdinding tanah liat masak dibakar B. Saluran terbuka 1. Dasar dan dinding diplester semen 2. Dasar dan dinding beton 3. Dasar dan dinding pasangan bata 4. Dasar dan dinding pasangan batu kali 5. Dasar dan dinding tanah asli bersih 6. Dasar dan dinding tanah rumput 7. Dasar dan dinding batu padas 8. Dasar dan dinding tanah tak dirawat 9. Saluran alam n 0,013 – 0,017 0,021 – 0,030 0,011 – 0,013 0,011 – 0,013 0,011 – 0,015 0,014 – 0,019 0,012 – 0,018 0,017 – 0,030 0,016 – 0,020 0,025 – 0,033 0,025 – 0,040 0,050 – 0,140 0,075 – 0,150 Sumber : Drainase Perkotaan, Ir. S. Hindarko, 2000. Tabel 15 : Koefisien kekasaran Manning (n) sesuai kondisi saluran. No. I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. III. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Type saluran SALURAN BUATAN : Saluran tanah, lurus teratur Saluran tanah, yang dibuat dengan excavator Saluran pada dinding batuan, lurus, teratur Saluran pada dinding batuan, tidak lurus, tidak teratur Saluran batuan yg diledakkan, ada tumbuh-tumbuhan Dasar saluran dari tanah, sisi saluran berbatu Saluran lengkung, dengan kecepatan aliran rendah SALURAN ALAM : Bersih, lurus, tidak berpasir, tidak berlubang Seperti No. 8, tapi ada tumbuhan, atau kerikil Melengkung, bersih, berlubang dan berdinding, pasir Seperti No. 10, dangkal, tidak teratur Seperti No. 10, berbatu dan ada tumbuh-tumbuhan Seperti No. 11, sebagian berbatu Aliran pelan, banyak tumbuhan dan berlubang Banyak tumbuh-tumbuhan SALURAN BUATAN, BETON ATAU BATU KALI : Saluran pasangan batu, tanpa finishing Seperti No. 16 tapi dengan finishing Saluran beton Saluran beton halus dan rata Saluran beton pracetak dengan acuan baja Saluran beton pracetak dengan acuan kayu Baik sekali Baik Sedang Jelek 0,017 0,023 0,023 0,035 0,025 0,028 0,020 0,020 0,028 0,030 0,040 0,030 0,030 0,025 0,023 0,030 0,033 0,045 0,035 0,033 0,028 0,025 0,040 0,035 0,045 0,040 0,035 0,030 0,025 0,030 0,033 0,040 0,035 0,045 0,050 0,075 0,028 0,033 0,035 0,045 0,040 0,050 0,060 0,100 0,030 0,035 0,040 0,050 0,045 0,055 0,070 0,125 0,033 0,040 0,045 0,055 0,050 0,060 0,080 0,150 0,025 0,017 0,014 0,010 0,013 0,015 0,030 0,020 0,016 0,011 0,014 0,016 0,033 0,025 0,019 0,012 0,014 0,016 0,035 0,030 0,021 0,013 0,015 0,018 Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot, Bina Marga, Dep. PU, 1990. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-31 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Koefisien Manning Komposit Besaran koefisien Manning pada tabel diatas berlaku untuk saluran dengan dasar dan dinding yang terbuat dari bahan yang sama. Dalam praktek, banyak saluran yang memiliki dasar dan dinding yang terbuat dari bahan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan Koefisien Manning Komposit dengan rumus : N 1,5 PN .nN 1 2 P 3 nKomposit nKomposit = PN nN = = P = 2 3 P .n 1,5 1 1 P2 .n 21,5 PN .nN1,5 P 2 2 3 3 Koef. kekasaran Manning untuk sal. dengan jenis bahan dinding dan dasar berbeda. Keliling basah bagian saluran dengan jenis bahan 1 sampai N. Koefisien kekasaran Manning untuk bagian saluran dengan jenis bahan 1 sampai N. Keliling basah total tampang saluran. 2.6.1.3 Kecepatan aliran air yang diijinkan Pemilihan jenis material untuk saluran umumnya ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan. Jenis material dan kecepatan aliran air yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 1 atau sebagai referensi lain dapat digunakan Tabel 16. Tabel 16 : Kecepatan maksimum yang diijinkan dalam saluran. No. Bahan saluran 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pasir halus Lempung lanau Kerikil halus Lempung padat Kerikil kasar Beton Kecepatan maksimum yang diijinkan ( m/det ) Air jernih Air dengan sedimen abrasif 0,45 0,60 0,75 1,20 1,20 12,00 0,45 0,60 1,00 0,90 1,80 3,60 Sumber : Teknik Sumber Daya Air, Ray K Linsley, Joseph B Franzini, Djoko Sasongko, 1991. Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat hidrolis penampang saluran, salah satunya adalah kemiringan saluran (lihat tabel 1). Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-32 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.6.1.4 Dimensi Selokan Samping F Q V dimana F = Luas penampang basah (m2) Q = Debit air yang melalui selokan samping (m3/det) V = Kecepatan Aliran (m/det) Dengan diketahuinya luas penampang basah selokan samping, dapat ditentukan dimensi selokan samping. Misalnya ditentukan dimensi selokan samping dengan luas penampang = Fsd, maka kapasitas selokan samping ini harus lebih besar dari pada debit rencana agar kecepatan aliran V yang terjadi < V yang diijinkan. Qc = V. Fsd Q = 0,00278.C.Cf.I.A dimana Qc = debit kapasitas selokan samping. 2.6.2 Perhitungan Dimensi Gorong-gorong Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis hidrolika untuk perhitungan dimensi gorong-gorong adalah sebagai berikut: - Perencanaan Debit Aliran - Elevasi Air Atas (Head Water Depth) - Elevasi Air Atas (Tail Water) - Kecepatan Aliran Pada Outlet (Outlet Velocity) - Hidrolika Gorong-gorong (Inlet Control maupun Outlet Control) - Konfigurasi “Entrance” 2.6.2.1 Perencanaan Debit Aliran Seperti halnya perhitungan dimensi untuk selokan samping, masukan pertama untuk perhitungan dimensi gorong-gorong adalah hasil analisis hidrologi berupa debit aliran. Debit aliran atau sering disebut sebagai debit banjir rencana biasanya juga diperkirakan atas dasar return period yang dipilih dan gorong-gorong bekerja dalam batas risiko yang telah dipertimbangkan dalam penetapan return period Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-33 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan tersebut. Pada umumnya untuk menentukan debit aliran untuk gorong-gorong ditempuh 2 cara yaitu pertama dengan survey lapangan dan yang kedua dengan perhitungan debit rencana. Survey lapangan dimaksudkan untuk mencari debit dan tinggi muka air banjir yang pernah terjadi di lokasi gorong-gorong dengan menanyakan kepada penduduk sekitar lokasi tentang tinggi air banjir yang pernah terjadi di lokasi tersebut. Bisa juga dengan cara melihat bekas-bekas banjir yang terjadi di lokasi di maksud. Cara yang kedua adalah dengan menghitung tinggi muka air banjir berdasarkan return period tertentu misalnya dengan menggunakan Rumus Rational seperti telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perhitungan banjir rencana dari kedua cara tersebut diperbandingkan, yang dipilih adalah debit yang paling besar. 2.6.2.2 Elevasi Air Atas (Head Water Depth) Elevasi air atas (HW) adalah tinggi permukaan air pada “entrance point” aliran air (hulu) ke dalam gorong-gorong, dihitung terhadap dasar gorong-gorong. Elevasi HW ini diperhitungkan dengan menggunakan “chart” yang telah disediakan baik pada kondisi inlet control maupun outlet control, apabila hasilnya menunjukkan HW < AHW (allowable headwater depth), maka pemilihan dimensi gorong-gorong memenuhi salah satu persyaratan teknis. 2.6.2.3 Elevasi Air Bawah (Tail Water) Elevasi air bawah (TW) adalah tinggi permukaan air di bagian hilir dari goronggorong, dihitung terhadap dasar gorong-gorong . Elevasi TW ini merupakan factor yang penting dalam perencanaan hidrolik gorong-gorong mengingat: - TW yang tinggi akan menyebabkan gorong-gorong terisi penuh, artinya aliran dalam keadaan tertekan, sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air di bagian hulu gorong-gorong. - TW yang relative rendah terhadap posisi permukaan air di dalam goronggorong akan menyebabkan terjadinya erosi di bagian hilir gorong-gorong. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-34 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan 2.6.2.4 Kecepatan Aliran Pada Outlet (Outlet Velocity) Pemilihan dimensi gorong-gorong harus mempertimbangkan outlet velocity yang lebih kecil dari kecepatan aliran air yang diijinkan. Jika kecepatan aliran yang terjadi > kecepatan yang diijinkan maka akan terjadi scouring pada outlet, oleh karena itu dalam perencanaan gorong-gorong maka outlet velocity harus tidak mengakibatkan terjadinya scouring, di sisi lain juga harus dipertimbangkan agar di dalam gorong-gorong tidak terjadi sedimentasi (pengendapan). Kecepatan minimum di dalam gorong-gorong agar tidak terjadi sedimentasi biasanya ditentukan = 0.70 m/detik, sementara itu outlet velocity perlu dicek dengan batasan-batasan kecepatan maksimum dalam table tersebut di bawah. Tabel 17 : Kecepatan Maksimum Pada Bagian Hilir Gorong-gorong (Outlet Velocity) Jenis Material Dasar Saluran V maksimum (m/detik) Lumpur < 0.30 Pasir halus < 0.30 Pasir kasar 0.40 – 0.60 Gravel ø > 6 mm 0.60 – 0.90 Gravel ø > 25 mm 1.30 – 1.50 Gravel ø > 100 mm 2.00 – 3.00 Lempung lunak 0.30 – 0.60 Lempung kenyal 1.00 – 1.20 Lempung keras 1.50 – 2.00 Batu-batuan ø > 150 mm 2.50 – 3.00 Batu-batuan ø > 300 mm 4.00 – 5.00 2.6.2.5 Hidrolika Gorong-gorong (Inlet Control maupun Outlet Control) Inlet Control Pada kondisi inlet control, flow capacity pada entrance tergantung pada HW (Head water Depth), geometri entrance, b entuk gorong-gorong, luas penampang serta ujung inlet. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-35 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Outlet Control Pada kondisi outlet control flow capacity tergantung pada factor-faktor HW (Head water Depth), geometri entrance, bentuk gorong-gorong, luas penampang, ujung outlet, kemiringan gorong-gorong, kekasaran dinding gorong-gorong serta panjang gorong-gorong. Lihat sketsa pada halaman berikutnya: Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-36 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Head Water Depth HW pada kondisi outlet control HW = H + h0 – L.S0 h0 dipilih dari harga terbesar Tw atau ½(dc + D), lihat sketsa berikutnya: Kondisi I Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-37 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab II: Drainase Permukaan Pada kondisi ini TW > ½(dc + D) maka h0 = TW Kondisi II Pada kondisi ini TW < ½(dc + D) maka h0 = ½(dc + D) 2.6.2.6 Konfigurasi ” Entrance” Yang dimaksudkan sebagai konfigurasi entrance dalam hal ini adalah adalah luas penampang melintang, bentuk gorong-gorong, dan jenis ujung inlet. Jika goronggorong bekerja dalam kondisi inlet control maka maka head water depth (HW) dan konfigurasi entrance akan mempengaruhi kapasitas gorong-gorong, sementara itu gorong-gorong biasanya hanya sebagian diairi. Menentukan dengan tepat geometri entrance dapat dipertimbangkan untuk mengurangi kontraksi aliran air pada inlet dan menaikkan kapasitas gorong-gorong tanpa harus menaikkan tinggi HW. Seberapa jauh menentukan dengan tepat geometri entrance, akan tergantung pada : - Kemiringan gorong-gorong - Koeffisien Kekasaran dinding gorong-gorong Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-38 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan - Kontrol elevasi HW - Elevasi air bawah (TW) - Debit banjir rencana - Risiko kerusakan - Biaya konstruksi - Faktor keamanan yang digunakan dalam perencanaan Bab II: Drainase Permukaan Dalam kaitannya dengan perbaikan inlet, ada 2 hal yang harus diperhatikan: - Jika gorong-gorong bekerja dalam kondisi outlet control, maka pada umumnya gorong-gorong dipenuhi aliran air dengan laju kecepatan sama dengan kecepatan rencana. Dengan demikian, perbaikan inlet pada gorong-gorong ini hanya berupa pengurangan koeffisien entrance loss ke yang hanya menghasilkan sedikit pengurangan elevasi HW. - Perbaikan inlet hanya dapat mencapai kondisi aliran air di dalam goronggorong bergerak mendekati kapasitas rencana, namun di posisi outlet elevasi HW akan naik dengan cepat. Kedua hal di atas membawa ketidakpastian dalam merencanakan ”flood peaks”, artinya terbuka kemungkinan aliran air yang terjadi di gorong-gorong akan melebihi ”design flood”. Oleh karena itu jika dalam perencanaan gorong-gorong dihadapi kondisi seperti di atas maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan faktor keamanan, sebagai upaya memperkecil risiko kerusakan yang terjadi akibat meluapnya air di gorong-gorong. Pelatihan Road design Engineer (RDE) II-39 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) Bab II: Drainase Permukaan II-40 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan BAB III DRAINASE BAWAH PERMUKAAN Drainase bawah permukaan dibuat dengan maksud untuk melindungi tanah dasar atau pondasi jalan dari pengaruh air tanah agar perkerasan jalan dapat terjaga fungsinya dengan baik, selain itu juga berfungsi mempertahankan dinding penahan tanah atau lereng agar tetap stabil. Jika drainase bawah permukaan tidak dipersiapkan dengan baik, maka pada kondisi tertentu, daya dukung tanah dasar maupun pondasi jalan akan menurun. Daya dukung tanah dasar akan menurun apabila tanah dasar tersebut jenuh dengan air akibat naiknya air kapiler dari permukaan air tanah ke tanah dasar. Bagaimana dengan daya dukung lapislapis pondasi jalan? Lapis pondasi jalan, baik lapis pondasi bawah maupun lapis pondasi atas terdiri dari bahan berbutir kasar, fungsinya akan menurun apabila rongga-ronga kosong (voids) yang ada di dalamnya kemasukan butir-butir halus yang berasal dari tanah dasar. Proses masuknya butir-butir halus ke dalam lapis pondasi dapat dimulai dari terjadinya ”pumping action” oleh beban lalu lintas yang akan mendorong air tanah dan lumpur (dari tanah dasar yang sudah mulai jenuh dengan air karena naiknya air kapiler) masuk ke sambungan-sambungan, celahcelah yang ada di dalam lapis pondasi, atau melalui tepi perkerasan yang akhirnya akan menyebabkan rusaknya perkerasan jalan. 3.1. Pengaruh Air Tanah Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar 3.1.1 Air di dalam tanah Air di dalam tanah terdiri dari jenis-jenis sebagai berikut: - Air higroskopis - Air kapiler, dengan gaya kapiler dan gravitasi - Air tanah grafitasi, bisa merupakan air tanah dalam kondisi bebas atau air tanah dalam kondisi artesis. Air higroskopis menyerupai zat yang sifatnya semi padat dan melekat dengan kuat pada permukaan butir-butir tanah karena tenaga electro-chemical. Air tersebut tidak dapat dikeluarkan dari butir-butir tanah kecuali dengan pemanasan yang tinggi. Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-1 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Air kapiler tertahan dan bergerak dalam tanah dengan tenaga kapiler dari ronggarongga tanah dan gaya gravitasi. Air kapiler dapat naik dari permukaan air tanah ke tanah dasar dan pondasi jalan dan akan menurunkan daya dukung maupun kuat geser dari material-material tersebut. Berikut ini sketsa yang menggambarkan keberadaan 3 jenis air di dalam tanah: Air tanah biasanya diklasifikasikan ke dalam 2 type yaitu air tanah dengan permukaan air bebas dan air tanah pada kondisi sumur artesis. Berikut ini diberikan skema yang menggambarkan hubungan antara air tanah, tekanan air pori dan derajat kejenuhan. Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-2 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan w .h2 Air kapiler h2 Tekanan air pori Permukaan air tanah h1 Air tanah bebas Tekanan air tanah w .h1 100% Tekanan air tanah / air pori Derajat kejenuhan 3.1.2 Gerakan air tanah Air bergerak mengikuti hukum gravitasi yaitu menuju ke tempat yang lebih rendah. Air hujan yang bergerak sebagai aliran permukaan, dalam perjalanan menuju ke tempat yang lebih rendah mempunyai beberapa kemungkinan: - Menguap, bergabung menjadi awan untuk kemudian jika ”persyaratannya” sudah dipenuhi akan turun kembali ke bumi menjadi hujan. - Meresap ke dalam tanah karena melewati tanah yang koefisien permeabilitasnya memungkinkan bagi aliran air permukaan untuk infiltrasi ke dalam tanah. - Melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih rendah karena tidak mempunyai kesempatan menguap atau merembes ke dalam tanah karena melewati lapisan-lapisan tanah yang impermeabel, namun setelah mencapai tempat yang lebih rendah juga mempunyai kemungkinan menguap dan infiltrasi. Siklus tersebut berulang, namun yang akan kita garisbawahi adalah aliran air permukaan yang mempunyai kesempatan infiltrasi ke dalam tanah. Apa yang terjadi setelah air permukaan tersebut merembes ke dalam tanah? Jawabannya adalah tergantung dari stratifikasi tanah yang dilaluinya, air infiltrasi ini bisa mengumpul menjadi air tanah dengan permukaan air bebas atau air tanah yang menjadi sumur artesis, mengalir ke permukaan sebagai mata air. Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-3 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Sketsa berikut menunjukkan beberapa keadaan air tanah yang berbeda-beda karena stratigrafi tanah yang keadaannya juga sangat kompleks: Tinggi muka air tanah dapat berubah karena pengaruh musim, karena adanya galian atau timbunan, kalau dekat dengan sungai atau danau juga bisa terjadi karena turun atau naiknya permukaan air sungai danau. Jadi tinggi permukaan air tanah mempunyai sifat fluktuatif, kalau kebetulan jenis tanahnya mempunyai tenaga kapiler yang tinggi, air dari sekitarnya akan bergerak menuju ke tanah tersebut. Jika tanah tersebut dalam keadaan kering, maka tenaga kapiler akan menyedot air yang ada di bawahnya. Pada umumnya tanah yang berbutir halus mempunyai tenaga kapiler yang lebih besar dari pada tanah yang berbutir kasar, sehingga tanah yang berbutir halus akan mempunyai kadar air yang lebih tinggi dari pada tanah berbutir kasar. Lihat grafik tersebut di bawah: Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-4 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Kadar air di atas permukaan air tanah akan dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun demikian, karena penguapan dari permukaan tanah akan diimbangi oleh suplai dari air kapiler, maka kadar air tanah pada umumnya tidak menunjukkan fluktuasi yang besar kecuali pada lapisan yang langsung di bawah permukaan tanah. 3.1.3 Daya Dukung Tanah Dasar Jika kadar air pada tanah dasar naik sampai kadar air optimum, maka nilai kerapatan kering maksimum juga naik. Artinya daya dukung tanah dasar akan naik seiring dengan kenaikan kadar air namun hal ini hanya terjadi sampai pada kadar air optimum. Jika kadar air tanah dasar tadi ditambah lagi sehingga melebihi kadar air optimum, maka nilai kerapatan kering maksimum akan turun, artinya daya dukung tanah dasar akan semakin turun jika kadar air yang ditambahkan semakin jauh melewati kadar air optimum. Lihat grafik yang menunjukkan hubungan antara kerapatan kering maksimum dengan kadar air tersebut di bawah: Mengacu pada Spesifikasi, tanah dasar yang dipersiapkan sebagai badan jalan harus dipadatkan terlebih dahulu sebelum diatasnya dipasang lapis-lapis perkerasan. Apakah yang dimaksud dengan tanah dasar pada pekerjaan jalan tersebut? Tanah dasar dapat dibentuk dari timbunan biasa, timbunan pilihan, lapis pondasi agregat, atau tanah asli di daerah galian. Tanah dasar harus dipadatkan hanya pada kondisi bilamana kadar air material berada dalam rentang 3% di bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum. Kadar air Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-5 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-1742-1989. Lihat skema di atas, pada kondisi I beban roda P diterima oleh bidang yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi II q1 < q2. Jadi permasalahan daya dukung tanah dasar menjadi krusial apabila elevasi permukaan air tanah dekat dengan elevasi permukaan tanah dasar. Pada kondisi tertentu akibat air kapiler, air tanah akan tersedot naik ke tanah dasar sehingga kadar air di dalam tanah dasar melebihi batas kadar air optimum, berarti daya dukungnya menjadi turun. Hal inilah yang harus diatasi dengan menyiapkan drainase bawah permukaan agar permukaan air tanah tidak semakin mendekat ke permukaan tanah dasar. 3.2. Memperkecil Pengaruh Air Infiltrasi Terhadap Tanah Dasar Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-6 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Sketsa di atas menggambarkan bahwa sebagian dari air hujan akan mengakibatkan terjadinya aliran permukaan A dan B, sebagian lagi akan merembes (infiltrasi) ke dalam lapisan perkerasan (aliran C) dan sebagian lagi menguap. Debit yang berasal dari aliran air permukaan akan ditampung oleh selokan samping dan gorong-gorong dan kemudian dibuang keluar. Jika perencanaan selokan samping dan gorong-gorong memenuhi syarat-syarat teknis dan pemeliharannya baik, maka aliran air permukaan akan cepat terbuang keluar begitu hujan selesai. Berbeda dengan aliran air permukaan, maka air infiltrasi justru tidak segera terbuang keluar setelah hujan selesai, akan tetapi kemungkinan tertahan atau terperangkap ke dalam lapisan-lapisan perkerasan akan lebih besar, tergantung pada permeabilitas bahan perkerasan, bahann bahu jalan maupun adqa atau tidaknya drainase bawah permukaan. Debit aliran air permukaan A dan B tergantung pada berbagai faktor yaitu run off coefficient, rainfall intensity, dan catchment area. Kita ambil contoh paved roads dengan run off cofficient antara 0.70 – 0.95. Ini artinya adalah pada aliran B, 70% - 95% dari volume air hujan yang jatuh di permukaan jalan terbuang langsung sebagai aliran air permukaan. Sisanya sebesar 5% - 30% akan merembes (infiltrasi) ke dalam lapisan perkerasan melalui lapisan permukaan serta sebagian kecil menguap. Ditinjau dari segi prosentase, air infiltrasi relatif sedikit, akan tetapi jika ditinjau dari kecepatan mengalirnya untuk keluar dari lapis-lapis perkerasan relatif sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan terbuangnya aliran permukaan. Oleh karena itu, secara kumulatif air infiltrasi akan bisa merusak ikatan antara butir-butir material perkerasan dan bitumen sebagai bahan pengikat. Ada sementara pengamat (Harry R. Cedergreen, Drainage of Highway and Airfield Pavement, USA 1974) yang mendapatkan fakta lapangan bahwa air infiltrasi yang merembes ke dalam perkerasan jalan lewat permukaan jalan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam merusak konstruksi perkerasan, apabila air infiltrasi tersebut tidak diberi jalan untuk mengalir keluar. Penanggulangan kerusakan jalan hanya dengan memberikan overlay terhadap perkerasan jalan lama tidak selamanya merupakan keputusan yang tepat. Pada kondisi-kondisi khusus yang secara kualitatif adalah sebagai berikut: Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-7 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan - Perkerasan jalan di atas impervous subgrade. - Jalan melewati sumber air atau terletak di daerah dengan curah hujan tinggi. - Permukaan air tanah relatif dekat dengan tepi bawah subbase atau bahkan di atas permukaan jalan (tanah di daerah galian, tebing kiri-kanan air tanahnya tingi) - Volume lalu lintas selama design life dinilai cukup tinggi, Maka pengamat tersebut menawarkan alternatif penanganan berupa drainase bawah permukaan dengan sistem konstruksi terdiri dari: - Open graded drainage layer dengan permeabilitas yang tinggi sekaligus berfungsi sebagai base layer. - Dilengkapi dengan collector pipe dan outlet pipe Untuk jelasnya lihat sketsa di bawah: Pada gambar (a) perkerasan diletakkan di atas timbunan, sedangkan bahu jalan (shoulder) sebelah kanan terdiri dari material yang impervous. Air yang menggenang di dalam sub base, base, maupun surface tertahan oleh shoulder, tidak bisa mengalir keluar. Pada shoulder sebelah kiri, meskipun permeability-nya lebih besar dari pada sebelah kanan, belum berfungsi membuang air yang menggenang di dalam perkerasan dengancepat. Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-8 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Pada gambar (b) perkerasan diletakkan di atas galian. Oleh karena subgrade maupun shoulder terdiri dari material yang permeabiliti-nya rendah, sistem drainasenya juga sangat jelek. Pada kasus ini, air tetap terperangkap di dalamm lapis-lapis perkerasan. Pada gambar (c) perkerasan diletakkan di atas impermeable subgrade, sedangkan shoulder terdiri dari material yang permeabilitinya juga rendah. Apabila perkerasan dan shoulder berada dalam kondisi jenuh dengan air, maka akan terjadi bleeding pada tepi perkerasan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa: - Sebagai konsekwensi dari pemadatan lapisan-lapisan perkerasan maupun stabilisasi base dan subbase akan diperoleh lapisan-lapisan perkerasan yang permeabilitasnya rendah. - Material yang digunakan untuk shoulder sering berfungsi sebagai barrier yang menghalang-halangi terbuangnya air yang menggenang dalam lapisan-lapisan perkerasan. Akibatnya subbase, base, dan surface makin lama akan makin jenuh dengan air, yang berarti potensial untuk menimbulkan kerusakan pada perkerasan. 3.3. Sistem Drainase Bawah Permukaan Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-9 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Prinsip utama yang disarankan adalah menjaga agar lapis perkerasan dan subgrade relatif tetap kering. Sketsa di atas menggambarkan keadaan dimana permukaan air tanah berada di bawah subbase. Air infiltrasi relatif tidak sempat masuk ke dalam subbase, karena sesuai dengan sifatnya yang ”high permable” open graded dapat mengalirkan air kesamping, ditampung oleh collector pipe. Dari sini air dibuang melalui outlet pipe. Dengan sistem demikian, air infiltrasi tidak akan sempat tergenang dalam lapisan-lapisan perkerasan untuk jangka waktu lama. Jadi perkerasan tidak akan berada dalam kondisi jenuh dengan air. Pengaruh permukaan air tanah Pada umumnya apabila permukaan air tanah berada pada kedalaman 1 m di bawah tepi bawah subbase, pengaruhnya terhadap lapisan perkerasan dapat diabaikan. Apabila permukaan air tanah dekat atau lebih tinggi dari permukaan jalan, akan diperlukan subgrade drainage berupa longitudinal drain untuk menurunkan permukaan air tanah. Kalau longitudinal drain belum cukup, dapat ditambahkan drainage layer plus transverse interceptor drain. Lihat sketsa dihalaman berikut Pada gambar (a) jalan dibuat di suatu lereng sehingga sebagian di atas galian dan sebagian lagi di atas timbunan. Permukaan air tanah diturunkan dengan cara memasang longitunal drain pada sebelah kiri tepi perkerasan. Pada gambar (b) jalan dibuat pada daerah galian, padahal posisi semula permukaan air tanah berada di atas permukaan jalan. Untuk menurunkan permukaan air tanah di tepi kiri-kanan dipasang longitudinal drain. Pada gambar (c) dijumpai kasus jalan raya 4 (empat) jalur dengan posisi semula permukaan air tanah di atas permukaan jalan. Oleh karena jarak antara longitudinal kiri dan kanan agak jauh, untuk menurunkan permukaan air tanah masih diperlukan longitudinal drain lagi di tengah-tengah. Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-10 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Pada gambar (d) diperlihatkan kondisi dimana longitudinal drain saja belum cukup mampu untuk menghindari rembesan air tanah, padahal bagian jalan tersebut terletak pada perpindahan dari daerah galian ke daerah timbunan. Yang dikhawatirkan adalah air juga akan merembes ke daerah timbunan. Untuk Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-11 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan menangani kasus ini disarankan mengkombinasikan pemakaian transverse inceptor drain dan drainage layer yang dipasang di bawah base, sebagai pengganti subbase. Lihat sketsa di bawah : Berikut ini adalah contoh-contoh lain cara membuang air tanah yang dinilai mengganggu daya dukung subgrade : Jika tekanan hidrostatis relatif kecil Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-12 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Bab III Drainase Bawah Permukaan Jika tekanan hidrostatis cukup besar Filter material Harus mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi agar dapat membuang dengan cepat air tanah yang mengganggu tanah dasar. Terdiri dari pasir, kerikil atau batu pecah yang gradasinya terkontrol. Bersih dari pelapukan dan mempunyai pembagian butir yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu sebagai berikut : D15 filter < 5; D85 subgrade D15 filter >5; D15 subgrade D15 filter > 2 Dlobang Persyaratan di atas dimaksudkan agar filter tidak tersumbat oleh material halus dari tanah dasar. Selanjutnya lihat grafik di bawah: Sumber : Subsoil Drainage, The Post Graduate Program on Highway Engineering, ITB-DPUT-JICA, 1976 Pelatihan Road design Engineer (RDE) III-13 Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Rangkuman RANGKUMAN RDE 07 Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Raya ► Menjelaskan pengertian tentang drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. ► Menjelaskan proses perencanaan drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. ► Menjelaskan prinsip-prinsip perhitungan debit aliran dengan analisis hidrologi. ► Menjelaskan prinsip-prinsip perhitungan dimensi bangunan drainase (selokan samping, gorong-gorong) dengan analisis hidrolika. ► Menjelaskan pengaruh air tanah dalam perencanaan drainase bawah permukaan. 1. Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip perencanaan drainase jalan raya, meliputi drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Kedua sistem tersebut direncanakan dengan maksud untuk mengendalikan ”air” sebagai upaya memperkecil pengaruh buruk air terhadap perkerasan jalan maupun subgrade (tanah dasar). 2. Menjelaskan PENGERTIAN UMUM tentang drainase jalan ► Drainase jalan mengandung pengertian membuang atau mengalirkan air (air hujan, air limbah, atau air tanah) ke tempat pembuangan yang telah ditentukan dengan cara gravitasi atau menggunakan sistem pemompaan. ► Dikenal adanya 2 (dua) sistem drainase yaitu sistem drainase permukaan dan sistem drainase bawah permukaan. ► Kedua sistem tersebut direncanakan dengan maksud untuk mengendalikan ”air” sebagai upaya memperkecil pengaruh buruk air terhadap perkerasan jalan maupun subgrade (tanah dasar). Pelatihan Road design Engineer (RDE) R-1 Modul RDE-07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Rangkuman 3. Menjelaskan cakupan sistem drainase permukaan ► Berkepentingan dengan aliran air yang bergerak sebagai aliran air permukaan. ► Persentase besarnya aliran air permukaan dinyatakan sebagai run off coefficient. ► Debit air yang berasal dari air permukaan ditampung dan dialirkan ke dalam selokan samping kemudian dibuang melalui gorong-gorong ke tempat pembuangan. ► Jenis selokan samping bisa terbuka atau tertutup tergantung pada pertimbangan perencanaan. 4. Menjelaskan cakupan drainase bawah permukaan Drainase bawah permukaan dibuat untuk mengatasi pengaruh rembesan air, baik yang berasal dari air tanah maupun air hujan yang merembes ke dalam tanah yang kemungkinan dapat menaikkan permukaan air tanah sehingga mempengaruhi kadar air subgrade. 5. Menjelaskan bagan alir analisa hidrologi untuk perhitungan debit aliran yang harus ditrampung oleh selokan samping maupun gorong-gorong (rumus rasional) , serta analisa hidrolika untuk perhitungan dimensi selokan samping dan gorong-gorong. 6. Menjelaskan sifat-sifat air di dalam tanah (air higroskopis, air kapiler, air tanah grafitasi) dan pengaruhnya terhadap kadar air subgrade serta akibatnya terhadap bearing capacity dari subgrade. 7. Penjelasan tentang perlu atau tidaknya dibuat base drainage layer pada kondisi tertentu, kemudian penjelasan tentang komposisi dari filter material. Pelatihan Road design Engineer (RDE) R-2 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Raya LAMPIRAN Pelatihan Road Design Engineer (RDE) Lampiran Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan TABEL, GRAFIK DAN FORMULIR YANG DIGUNAKAN UNTUK PERHITUNGAN GORONG-GORONG (Diambil dari Hydraulic Charts for The Selection of Culvert, US department of Transportation, Federal Highway Administration) Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-1 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-2 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-3 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-4 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-5 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-6 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-7 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-8 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-9 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-10 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-11 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-12 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-13 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-14 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-15 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-16 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-17 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-18 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-19 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-20 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-21 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-22 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Pelatihan Road design Engineer (RDE) L-23 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA 1. , Pelaksanaan Pembangunan Engineering), Lestari Jakarta, Oktober 1979. 2. Asphalt Institute, Asphalt in Pavement Maintenance, Manual Series No. 16 (MS-16), March 1983. 3. Asphalt Institute, Asphalt Technologie Construction Practice, Educational Series No. 1, January 1983. 4. Asphalt Institute, Principles of Construction Pavements, Manual Series No. 22, Januari 1983. 5. Clarkson.H.Oglesby, R. Gary Hicks, Highways Engineering, 4nd Ed John Willey & Sons, inc, 1982. 6. Direktorat Jenderal Bina Marga, (1976), Manual Pemeriksaan Bahan Jalan No. 01/MN/BM/1976, Departemen Pekerjaan Umum dan tenaga Listrik. 7. Direktorat Jenderal Bina Marga, Pengambilan Data Lapangan untuk IBRD Rolling Beterment Programme, Bipran Central Design Office, May 1986. 8. Direktorat Jenderal Bina Marga, Petunjuk Pengambilan Data Lapangan untuk Program Pemeliharaan Berkala, Bipran Central Design Office, November 1988. 9. Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan, Second Nine Provinces Road, Rehabilitation Project, Buku 3, “Spesifikasi Umum”. 10. Direktorat Jenderal Bina Marga, Central Quality Control & Monitoring unit, Manual Supervisi Lapangan untuk Pengendalian Mutu pada Kontrak Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan, Agustus 1988. 11. Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan, No. 010/BNKT/1990. 12. Direktorat Jenderal Bina marga, Bina Program Jalan, Dokumen Rujukan RD 3.1.2., Pedoman untuk Pengumpulan Rutin Data Untuk Disain, Oktober 1989. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) of Jalan Hot-mix (Highway Asphalt DP-1 Modul RDE 07 : Dasar-dasar Perencanaan Drainase Jalan Daftar Pustaka 13. Direktorat Jenderal Bina Marga, Bina Program Jalan, Design Parameters and Models for the Roadworks Design System. 14. Direktorat Jenderal Bina Marga, Bina Program Jalan, Sistim Perhitungan Lalu Lintas Rutin, Petunjuk Pelaksanaan thn 1984/1985 ; Jakarta, Maret 1984. 15. Direktorat Jenderal No.03/MN/B/1983. 16. Horison, Jack.A, Correlation of CBR and Dynamic Cone Penetrometer Strength measurement of Soils, Thesis for MSc Degree in Highway Engineering and Development, August 1984. 17. Djoko Untung Soedarsono, Konstruksi Jalan Raya, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, cetakan pertama, 1979. 18. Konferensi Tahunan Teknik Jalan ke 4, Jakarta 19-21 Nopember ’90, Volume 4, Teknik Lalu Lintas dan Transportasi. 19. M.W.Witczak, Pavement Design Seminars for Bina Marga, Indonesian Highway Departement, Bandung, Indonesia, February 9-10, 1979. 20. NAASRA, Interim Guide to Pavement Thicknees Design, 1979. 21. PMU, Urban Roads Planning and Programming Manual, Jakarta. 22. Robert D. Krebs/Richard D. Walker, Highway Materials, McGraw-Hill Book Company, 1971. 23. Semawi A.M., Konstruksi Jalan Raya, Unpar. 24. Unpar, Bahan Kuliah Teknik Jalan Raya II, 1989. Pelatihan Road Design Engineer (RDE) Bina Marga, Manual Pemeliharaan Jalan, DP-2