Uploaded by User86210

90606 1611734879 QcteGanl

advertisement
1
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
TATAP MUKA 14
Pada tatap muka ke 14 ini kita akan membahas Saksi Ahli pada ilmu Menejemen
Investigasi Digital Forensik dan kendudukan mata kuliah tersebut dalam ilmu digital
forensik.
MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan adalah : Google Classroom, Video, slide
presentase Berisikan informasi media pembelajaran yang digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran pada mata kuliah pada sesi daring menggunakan
Google Classroom
JUDUL
Saksi Ahli pada Menejemen Investigasi Digital Forensik pada ilmu computer bidang
Digital Forensik.
TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui program belajar yang dimaksud maka diharapkan dapat memahami
konsep penanganan Labolatorium dan kedudukan mata kuliah menejemen investigasi
digital forensik dalam kedudukannya pada ilmu computer bidang digital forensik.
URAIAN MATERI
A. Pengertian Saksi Ahli
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saksi ahli adalah “orang yang dijadikan saksi
karena keahliannya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang
disidangkan” (“KBBI - Saksi,” n.d.) . Selain itu, dalam memberikan kesaksiannya,
seorang saksi ahli juga hanya menyampaikan apa yang menjadi bidang keahliannya
yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa (Umboh, 2013).
Dalam Federal Rules of Evidence yang dimiliki oleh Amerika Serikat, saksi ahli itu
adalah “Seorang saksi ahli, saksi profesional atau ahli peradilan yang bertindak
sebagai saksi, adalah mereka yang mempunyai pendidikan, pelatihan, keterampilan,
ataupun pengalaman, yang diyakini mempunyai keahlian dan pengetahuan khusus di
bidang tertentu yang tidak semua orang bisa, sudah bisa dikatakan sah dan pendapat
saksi yang mempunyai spesialisasi (sains, teknik, atau lainnya) tentang barang bukti
dalam lingkup keahliannya tersebut dapat dipercayai dan legal dalam segi hukum. Dan
pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu
menemukan fakta yang sebenarnya”(Feder, 2011).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, seorang saksi ahli adalah mereka yang mempunyai
keahlian tertentu dalam suatu bidang ilmu dan diminta bantuannya dalam sebuah
2
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
persidangan untuk membantu menemukan fakta yang sebenarnya terkait kasus yang
sedang dihadapi. Sehingga tidak semua orang dapat dinyatakan sebagai saksi ahli.
B. Perananan Saksi Ahli dalam Persidangan
Dalam hal peranan saksi ahli dalam persidangan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) ada mengatur beberapa peranan tersebut. Antara lain sebagai
berikut :
Pasal 132 ayat (1) KUHAP
Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan
atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik
dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli;
Pasal 133 ayat (1) KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya;
Pasal 179 ayat (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan;
Yang menjadi catatan adalah, tidak hanya ahli kedokteran saja yang dapat menjadi
seorang saksi ahli, akan tetapi “ahli lainnya” juga dapat menjadi saksi ahli, dalam artian
bahwa ahli lainnya tersebut adalah ahli yang berkaitan dengan kebutuhan penyidikan
dapat berupa ahli komputer, ahli pertanian, dan lain sebagainya terkait kasus yang
sedang ditangani.
Berdasarkan pasal tersebut, peranan saksi ahli yang ditekankan adalah untuk
memberikan keadilan. Nantinya berdasarkan keterangan saksi ahli, dapat menambah
keyakinan hakim menjatuhkan sebuah putusan dalam suatu persidangan. Bahkan
Dame Elizabeth Butler- Sloss, seorang mantan hakim yang terkenal di Inggris
mengatakan “Saksi ahli adalah peran yang krusial, tanpa mereka kami (para hakim)
tidak dapat melakukan pekerjaan kami” (Frampton, 2011).
Dalam memberikan kesaksiannya, saksi ahli harus disumpah baik itu saat memberikan
keterangan ahli dalam persidangan, ataupun saat proses penyidikan. Jadi dalam
prosesnya, seorang saksi ahli yang akan ikut dalam proses penyidikan harus
disumpah terlebih dahulu, dan kemudian ketika akan memberikan keterangannya
3
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
dalam persidangan, juga harus disumpah lagi sesuai dengan pasal 160 ayat 4, pasal
170 ayat 2, dan pasal 120 ayat 2.
Keterangan saksi ahli dapat terbagi menjadi 2, yaitu keterangan saksi ahli secara lisan
dalam persidangan dan keterangan tertulis saksi ahli berupa surat-surat atau laporan
hasil investigasi untuk dijadikan alat bukti yang disebut visum et repertum (VER) yang
akan diberikan atas permintaan penyidik dalam proses penyelidikan (Pasal 187 huruf
c) (Umboh, 2013).
C. Syarat sebagai Saksi Ahli
Persyaratan dan kriteria sebagai seorang saksi ahli tidak diatur lebih lanjut dalam
KUHAP (Pramesti, 2013). Seseorang dapat menjadi saksi ahli apabila mempunyai
keahlian khusus di bidangnya, keahlian khusus ter- sebut dapat diperolehnya baik itu
dari pendidikan formal ataupun dari pendidikan nonformal, nantinya pertimbangan
hukum dari hakimlah yang menentukan seseorang tersebut dapat dikatakan menjadi
saksi ahli.
Namun biasanya, latar belakang pendidikan dan sertifikasi yang dimiliki seseorang
serta pengalaman yang dimilikinya dapat menjadi pertimbangan oleh hakim. Hakim
akan mempertimbangkan seorang saksi ahli forensik digital apabila ia mempunyai
sertifikasi internasional di bidang forensika digital dan banyak berurusan di dunia
forensika digital tersebut.
(Shinder, 2010) mengungkapkan beberapa faktor dan kriteria yang harus dimiliki oleh
saksi ahli, antara lain adalah :
1. Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan di bidang tertentu;
2. Mempunyai spesialisasi tertentu;
3. Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih dibidang tertentu;
4. Lisensi Profesional, jika masih berlaku;
5. Ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi; posisi kepemimpinan
dalam organisasi tersebut lebih bagus;
6. Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya, dan bisa juga sebagai reviewer.
Ini akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi ahli mempunyai
pengalaman jangka panjang;
7. Sertifikasi teknis, untuk forensika digital, salah satu sertifikasi teknis yang dapat
diambil yaitu CHFI (Computer Hacking Forensic Investigator) dari EC-Council;
8. Penghargaan atau pengakuan dari industri.
4
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
Namun apabila kehadiran seorang saksi ahli dalam persidangan tersebut
kapabilitasnya atau hasil keterangan ahlinya diragukan oleh salah satu pihak,
maka pihak tersebut dapat mengajukan keberatan kepada hakim untuk selanjutnya
berdasarkan penilaian hakim untuk menerima keberatan tersebut atau tidak.
Jika keberatan tersebut diterima, maka harus dicari saksi ahli lain yang lebih
mempunyai kapabilitas tersebut. Oleh karena itu, pemilihan seorang saksi ahli
harus selektif sehingga hasil kesaksiannya tidak diragukan.
D. Ketentuan Saksi Ahli
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menerbitkan ketentuan-ketentuan
mengenai saksi ahli. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain (Mahkamah
Konstitusi RI n.d.) :
(1) Ahli adalah orang yang dipanggil dalam persidangan untuk memberikan
keterangan sesuai keahliannya;
(2) Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan dalam persidangan;
(3) Ahli dapat diajukan oleh pemohon, presiden/ pemerintah, dpr, dpd, pihak
terkait, atau dipanggil atas perintah mahkamah;
(4) Ahli wajib dipanggil secara sah dan patut;
(5) Ahli wajib hadir memenuhi panggilan mahkamah;
(6) Keteranganahliyangdapatdipertimbangkanoleh
Mahkamah adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak
memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict interst) dengan subjek
dan/atau objek perkara yang sedang diperiska;
(7) Sebelum memberikan keterangannya, ahli wajib mengangkat sumpah sesuai
dengan agama atau kepercayaannya;
(8) Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang diajukan oleh pihakpihak dilakukan dalam waktu yang bersamaan;
Menurut penjelasan Pasal 43 ayat (5) huruf h disebutkan bahwa YANG dimaksud
dengan “AHLI” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi
Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis
mengenai pengetahuannya tersebut. Ini artinya ada 2 (dua) syarat mutlak untuk
menjadi ahli, yaitu :
1. Syarat Akdemis
Ini maksudnya adalah ahli tersebut memiliki pendidikan formal, baik strata satu
(S1) maupun pasca sarjana (S2 atau S3) di bidang ilmu pengetahuan komputer
5
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
dan teknologi informasi, lebih baik lagi jika ia memiliki pendidikan formal khusus
di bidang digital forensik. Untuk saat ini, pendidikan formal ini bisa didapat dari
universitas-universitas di Indonesia untuk S1, dan di luar negeri untuk program
pasca sarjana di bidang digital forensik.
Selain pendidikan formal tersebut, syarat akademis tersebut juga dapat berupa
professional certification seperti CHFI (Computer Hacking Forensic
Investigator) dari EC-Council yang juga memiliki EC-Council University di
Amerika Serikat. Professional certification ini berupa kursus singkat yang
materinya bersifat komprehensif dan memiliki ujian di akhir kursus yang harus
dilewati oleh peserta untuk dapat dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan
sertifikasi tersebut.
Syarat akademis ini dimaksudkan agar ahli di dalam persidangan dapat
memberikan pendapat-pendapat ilimiah secara teori dan praktis dengan benar
dan bersifat independen, di samping dapat mempertanggungjawabkan bukti
digital hasil pemeriksaan dan analisa digital forensik yang ia lakukan.
2. Syarat Praktis
Syarat praktis di sini berkaitan dengan level pengimplementasian bidang digital
forensik dari teori menjadi praktek. Teori dan praktek merupakan 2 (dua) hal
yang berbeda, namun memiliki hubungan yang erat. Jika seseorang memiliki
ilmu yang tinggi namun ia tidak pernah praktek sekalipun, maka ia tidak akan
dapat mengimplementasikan ilmu teorinya dengan baik dan benar. Misalnya
seseorang yang paham secara mendalam tentang teori berenang, namun ia
sendiri tidak pernah mempraktekkan cara-cara berenangnya. Jika orang
tersebut ketika nantinya dihadapkan pada kenyataan yang sesungguhnya, yaitu
praktek berenang, maka dapat dipastikan ia tidak akan mampu berenang
dengan baik, malah bisa jadi ia akan tenggelam. Analogi ini juga dapat
digunakan untuk bidang digital forensik. Seseorang dianggap ahli di bidang
digital forensik jika ia mampu memahami teori ilmu digital forensik dengan baik
dan mampu mempraktekkannya juga dengan baik. Untuk itu syarat praktis di
sini sangat mutlak diperlukan.
Syarat praktis secara umum dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu :
a. Lamanya waktu
Seseorang yang berpengalaman di bidang digital forensik selama 5 tahun,
pasti akan berbeda dengan seseorang yang memiliki 2 tahun pengalaman
di bidang yang sama. Artinya semakin lama seseorang berkecimpung di
bidang digital forensik, maka ia akan semakin berpengalaman secara
praktis di bidang tersebut.
b. Jumlah kasus atau barang bukti
Lamanya waktu sebenarnya tidak bersifat mutlak untuk menilai level
pengalaman seseorang. Jumlah kasus atau barang bukti yang diperiksa dan
dianalisa juga ikut mempengaruhi tingkat praktis seseorang di bidang digital
6
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
forensik. Misalnya seseorang memiliki pengalaman 5 tahun dengan jumlah
kasus yang diperiksa hanya 10 kasus, sedangkan di pihak lain ada
seseorang yang memliki pengalaman Cuma 2 tahun, namun sudah
memeriksa kasus sebanyak 50 kasus. Jika ini terjadi, maka dapat dilihat
bahwa yang unior (yang memiliki 2 tahun pengalaman) sebenarnya lebih
berpengalaman di bidang digital forensik dibandingkan dengan yang senior
(yang berpengalaman 5 tahun), karena si junior memiliki kasus yang
diperiksa dan dianalisa lebih banyak dibandingkan si senior.
Syarat akademis dan praktis seperti yang dijelaskan di atas sangat mutlak
diperlukan oleh seseorang untuk dapat dikategorikan sebagai ahli menurut
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Jika ia tidak memenuhi salah satu di antara keduanya, maka ia
tidak dapat menjadi ahli di bidang teknologi informasi dan/atau digital
forensik. Undang-undang mensyaratkan kedua hal tersebut karena ahli
akan berhubungan dengan barang bukti elektronik dan digital yang sifatnya
krusial dan penting karena dapat digunakan untuk mengungkap suatu kasus
pidana secara ilmiah, artinya benar secara teori dan praktis dan prosedural
secara aturan dan hukum.
RANGKUMAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saksi ahli adalah “orang yang dijadikan saksi
karena keahliannya, bukan karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang
disidangkan” (“KBBI - Saksi,” n.d.) . Selain itu, dalam memberikan kesaksiannya,
seorang saksi ahli juga hanya menyampaikan apa yang menjadi bidang keahliannya
yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa (Umboh, 2013).
7
Universitas Muhammadiyah Riau
Lembaga Penjaminan dan Pengendalian Kualitas Mutu
Download