Program Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (http://dinkes.polewalimandarkab.go.id/program-pelayanan-kesehatan-di-puskesmas/ ) Polewali Mandar @dinkespolman.- Sudah merupakan Kebijakan Dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahwa Puskesmas sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional, sub sistem dari kesehatan yang berada di Kabupaten/kota, propinsi dan Nasional. Sebagai suatu sistem yang harus berjalan, Puskemas dilengkapi dengan organisasi, memiliki Sumberdaya dan program kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakt diwilayah kerjanya sampai setinggi-tingginya atau dengan mengambil pengertian dari kesehatan, tujuannya adalah mewujudkan keadaan sehat fisik-jasmani, mental, rohani-spritual dan sosial bagi setiap orang diwilayah kerja Puskesmas agar dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mempermudah pencapaian tujuan ini, Puskesmas dapat bekerja sesuai dengan Visi dan Misi Program Pelayanan Kesehatannya. Visi dan Misi Puskesmas Karena puskesmas mempunyai wilayah kerja sama dengan wilayah kecamatan maka tujuan puskesmas yang disebutkan diatas dijabarkan dalam suatu VISI ” Mewujudkan Kecamatan Sehat “ untuk mewujudkan VISI ini ada MISI yang diembang yaitu dengan berpedoman pada tiga fungsi utama puskesmas yaitu Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi : Pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dengan pendekatan kelompok. Pelayanan medik dasar yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga VISI dan MISI Puskesmas juga dapat dikembang oleh Puskesmnas sendiri yang bersumber dari gabungan visi dan misi masing-masing petugas puskesmas menjadi visi dan misi bersama guna mencapai tujuan akhir dari pembangunan kesehatan di wilayah puskesmas dan atau Kecamatannya. Ketiga fungsi utama puskesmas tersebut dan dengan memperhatikan tujuan akhirnya maka setiap pelaksanan program kegiatan pelayanan kesehatan selalu dilaksanakan dengan memperhatikan landasan strategisnya yaitu : Perikemanusian Pemberdayaan dan Kemandirian Adil dan merata Mengutamakan Manfaat. Landasan strategis ini akan menjadi nilai-nilai dalam pengembangan setiap program atau upayaupaya pelayanan kesehatan yang akan dilaksanakan ditingkat Puskesmas. Program-program kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas dibagi dalam dua kelompok besar yaitu program pokok dan program pengembangan, masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: Program Pokok Puskesmas Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu : Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan penyuluhan (induvidu, kelompok maupun masyarakat). Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di Puskesmas yang ditujuhkan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan bayi dan balita. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll). Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di puskesmas untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat, Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat. Program Pengembangan Puskesmas Program Pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas adalah beberapa upaya kesehatan pengembangan yang ditetapkan Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan permasalahan, kebutuhan dan kemampuan puskesmas. Dalam struktur organisasi puskesmas program pengembangan ini biasa disebut Program spesifik lokal. Di Kabupaten Polewali Mandar yang terdiri dari 20 Puskesmas (12 Puskesmas Perawatan dan 8 Puskesmas Non Perawatan)——date terupdate Desember 2011—– semua puskesmas memberlakukan 6 program pokok puskesmas dalam struktur organisasinya, dan untuk program pengembangannya (program spesifik lokal), belum ada penetapan secara resmi antara puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar. Puskesmas untuk sementara waktu diberi keleluasan untuk mengembangkan programnya. Program pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas tersebut adalah Usaha Kesehatan Sekolah, adalah pembinaan kesehatan masyarakat yang dilakukan petugas Puskesmas di sekolah-sekolah (SD,SMP dan SMP) diwilayah kerja Puskesmas Kesehatan Olah Raga adalah semua bentuk kegiatan yang menerapkan ilmu pengetahuan fisik untuk meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat, naik atlet maupun masyarakat umum. Misalnya pembinaan dan pemeriksaan kesegaran jasmani anak sekolah dan kelompok masyarakat yang dilakukan puskesmas di luar gedung Perawatan Kesehatan Masyarakat, adalah program pelayanan penanganan kasus tertentu dari kunjungan puskesmas akan ditindak lanjuti atau dikunjungi ketempat tinggalnya untuk dilakukan asuhan keperawatan induvidu dan asuhan keperawatan keluarganya. Misalnya kasus gizi kurang penderita ISPA/Pneumonia Kesehatan Kerja, adalah program pelayanan kesehatan kerja puskesmas yang ditujuhkan untuk masyarakat pekerja informal maupun formal diwilayah kerja puskesmas dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit serta kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja. Misalnya pemeriksaan secara berkala di tempat kerja oleh petugas puskesmas Kesehatan Gigi dan Mulut, adalah program pelayanan kesehatan gizi dan mulut yang dilakukan Puskesmas kepada masyarakat baik didalam maupun diluar gedung (mengatasi kelainan atau penyakit ronggo mulut dan gizi yang merupakan salah satu penyakit yang terbanyak di jumpai di Puskesmas Kesehatan Jiwa, adalah program pelayanan kesehatan jiwa yang dilaksanakan oleh tenaga Puskesmas dengan didukung oleh peran serta masyarakat, dalam rangka mencapai derajat kesehatan jiwa masyarakat yang optimal melalui kegiatan pengenalan/deteksi dini gangguan jiwa, pertolongan pertama gangguan jiwa dan konseling jiwa. Sehat jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya ada konseling jiwa di Puskesmas. Kesehatan Mata adalah program pelayanan kesehatan mata terutama pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dibidang mata dan pencegahan kebutaan oleh tenaga kesehatan Puskesmas dan didukung oleh peran serta aktif masyarakat. Misalnya upaya penanggulangan gangguan refraksi pada anak sekolah. Kesehatan Usia Lanjut, adalah program pelayanan kesehatan usia lanjut atau upaya kesehatan khusus yang dilaksanakan oleh tenaga Puskesmas dengan dukungan peran serta aktif masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat usia lanjut. Misalnya pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi dini penyakit degeneratif, kardiovaskuler seperti : diabetes Melitus, Hipertensi dan Osteoporosis pada kelompok masyarakat usia lanjut. Pembinaan Pengobatan Tradisional, Adalah program pembinaan terhadap pelayanan pengobatan tradisional, pengobat tradisional dan cara pengobatan tradisional. Yang dimaksud pengobatan tradisional adalah pengobatan yang dilakukan secara turun temurun, baik yang menggunakan herbal (jamu), alat (tusuk jarum, juru sunat) maupun keterampilan (pijat, patah tulang). Kesehatan haji adalah program pelayanan kesehatan untuk calon dan jemaah haji yang meliputi pemeriksaan kesehatan, pembinaan kebugaran dan pemantauan kesehatan jemaah yang kembali (pulang) dari menaikan ibadah haji. Dan beberapa upaya kesehatan pengembangan lainnya yang spesifik lokal yang dikembangkan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Setiap program yang dilaksanakan di puskesmas di lengkapi dengan pelaksana program yang terlatih dan sesuai dengan keahlianya, peralatan kesehatan (alat pelayanan dan bahan habis pakai kesehatan), dilengkapi juga dengan pedoman pelaksanan program dan sasaran program (populasi sasaran dan target sasaran) termasuk sistem pencatatan (register pencatatan pelayanan) dan pelaporannya serta standar operasional prosedur pelayanan kesehatan programnya, dan beberapa kelengkapan lainnya misalnya kendaran roda dua dan empat. Kelengkapan program Puskesmas ini selalu mendapatkan pengawasan, evaluasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kotanya. HAKIKAT 5 NILAI DASAR PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS http://www.puskel.com/hakikat-5-nilai-dasar-pelayanan-kesehatan-puskesmas/ Ada lima nilai dasar dalam aspek pelayanan kesehatan yang sebaiknya selalu dijunjung tinggi oleh para pegawai dan aparat kesehatan, dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Lima nilai dasar tersebut kami coba ulas kembali berdasarkan pemahaman pengalaman kami dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya di wilayah kerja puskesmas.< 1. BERTINDAK CEPAT DAN TEPAT : Cepat mengambil keputusan dalam memberikan pelayanan atau tindakan kesehatan, terhadap kasus/masalah yang bisa bersifat mendadak (emergency) maupun mendesak (urgency) Tepat dalam melaksanakan proses pelayanan kesehatan sesuai prosedur tetap (protap) atau standar operasional prosedural (SOP) yang telah ditentukan. 2. BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT : Masyarakat sebagai subyek pelayanan, berhak menentukan jenis pelayanan kesehatan yang terbaik sesuai masalah yang dihadapinya. Masyarakat sebagai obyek pelayanan, wajib diberikan pelayanan kesehatan yang bermutu agar mencapai derajat kesehatan yang optimal. 3. MENEGAKKAN KEDISIPLINAN : Disiplin Kerja : menegakkan semangat kerja dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau sasaran pelayanaan Disiplin Administrasi : melakukan pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan secara tertib, teratur, terarah, terbuka dan terukur 4. MENUNJUKKAN TRANSPARANSI : Menunjukkan keterbukaan pelayanan, dengan aturan kerja yang jelas, ringkas dan tuntas, sehingga bisa dipahami oleh sasaran pelayanan Menunjukkan keterbukaan anggaran, sesuai tata hukum dan peraturan yang berlaku dalam lingkup pelayanan kesehatan 5. MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS : Hasil kegiatan pelayanan diarahkan secara bertanggungjawab terhadap institusi internal didalam lingkup pelayanan kesehatan dan kepada institusi eksternal diluar lingkungan pelayanan kesehatan. Tanggungjawab terhadap masyarakat, sangat penting sekali karena menyangkut upaya peningkatan pemberdayaan derajat kesehatan masyarakat secara holistik. Bagaimana menurut pendapat para sejawat? Kalau ada tambahan ulasan dari masing-masing nilai itu, silakan komentarnya. Terimakasih ANTENATAL CARE http://francichandra.wordpress.com/2010/04/07/antenatal-care/ I. Konsep Dasar Antenatal Care 1. Pengertian Antenatal Care Antenatal Care adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama kehamilannya yang sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2001:3). Pemeriksaan Antenatal Care adalah pemeriksaan dan pengawasan kehamilan untuk mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998:129). 2. Tujuan Antenatal Care Dalam pelayanan ANC dikemukakan beberapa tujuan antara lain : 1) Memantau kondisi kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi. 2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial, ibu dan bayi. 3) Menganalisa secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum yaitu pembedahan dan kebidanan. 4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. 5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif. 6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar tumbuh dan berkembang secara normal. 7) Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, nifas dan aspek keluarga berencana. 8) Menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal perinatal (Sarwono, 2002:90, Manuaba, 1998:129). 3. Tenaga dan Lokasi Pelaksanaan Antenatal Care Untuk melakukan Antenatal Care ibu hamil dapat dibantu oleh tenaga kesehatan seperti: dokter spesialis ginekologi, dokter, perawat, bidan. Pelayanan Antenatal Care dapat diakses di Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Rumah sakit maupun di klinik dokter praktek swasta (Depkes RI, 2001:3). 4. Jadwal Pemeriksaan Antenatal care Memperhatikan batasan dan tujuan pelayanan antenatal care, maka jadwal pemeriksaan sebagai berikut 1) Pemeriksaan pertama Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid atau tidak menstruasi. 2) Pemeriksaan ulang Pemeriksaan ulang dilakukan setiap bulan sampai usia kehamilan 7 bulan, setiap 2 minggu sekali sampai usia kehamilan 9 bulan dan setiap 1 minggu sekali sejak usia kehamilan 9 bulan sampai melahirkan. 3) Pemeriksaan khusus Pemeriksaan khusus dilakukan bila ada keluhan tertentu yang dirasakan oleh ibu hamil (Manuaba,1998:129-130) Sesuai dengan kebijakan program saat ini kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali trimester tiga (Sarwono, 2002:90). 5. Pelayanan Antenatal care Sesuai kebijakan program pelayanan asuhan antenatal harus sesuai standar yaitu “14 T”, meliputi : 1) Timbang berat badan (T1) Ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil 0,5 kg per minggu mulai trimester kedua. 2) Ukur tekanan darah (T2) Tekanan darah yang normal 110/80 – 140/90 mmHg, bila melebihi dari 140/90 mmHg perlu diwaspadai adanya preeklamsi. 3) Ukur tinggi fundus uteri (T3) 4) Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4) 5) Pemberian imunisasi TT (T5) 6) Pemeriksaan Hb (T6) 7) Pemeriksaan VDRL (T7) 8) Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara (T8) 9) Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil (T9) 10) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (T10) 11) Pemeriksaan protein urine atas indikasi (T11) 12) Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi (T12) 13) Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok (T13) 14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria (T14) Apabila suatu daerah tidak bisa melaksanakan 14T sesuai kebijakan dapat dilakukan standar minimal pelayanan ANC yaitu 7 T (Prawiroharjo, 2002: 88). Pelayanan / asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak diberikan oleh dukun bayi (Prawiroharjo, 2002:90-91). PROGRAM PUSKESMAS http://puskelinfo.wordpress.com/pelayanan/program-puskesmas/ Tinggalkan KomentarGo to comments A. Program Pokok Puskesmas : Program wajib yang telah standar dilakukan sesuai pengamatan dan pengalaman penulis, antara lain: 1. Promosi Kesehatan (Promkes) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Sosialisasi Program Kesehatan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) 2. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) : Surveilens Epidemiologi Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi Menular Seksual), Rabies 3. Program Pengobatan : Rawat Jalan Poli Umum Rawat Jalan Poli Gigi Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Keliling (Puskel) 4. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga Berencana), Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun 5. Upaya Peningkatan Gizi Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi 6. Kesehatan Lingkungan : Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah Survey Jentik Nyamuk 7. Pencatatan dan Pelaporan : Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) B. Program Tambahan/Penunjang Puskesmas : Program penunjang ini biasanya dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan, sesuai kemampuan sumber daya manusia dan material puskesmas dalam melakukan pelayanan 1. Kesehatan Mata : pelacakan kasus, rujukan 2. Kesehatan Jiwa : pendataan kasus, rujukan kasus 3. Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) : pemeriksaan, penjaringan 4. Kesehatan Reproduksi Remaja : penyuluhan, konseling 5. Kesehatan Sekolah : pembinaan sekolah sehat, pelatihan dokter kecil 6. Kesehatan Olahraga : senam kesegaran jasmani (Disadur dan dirangkum kembali dari berbagai sumber pelayanan )\\ Defini, Fungsi ,Tujuan dan Tugas Puskesmas POSTED BY REVOLUSI PENDIDIKAN ON 18:20 UNDER ILMU KEPERAWATAN 1. Definisi Puskesmas : Menurut Depkes 1991,Suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. 2. Fungsi Puskesmas: Fungsi puskesmas itu sendiri meliputi a. Fungsi Pokok 1) Pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan Pusat pemberdayaan 2) masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan 3) Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama b. Peran Puskesmas Sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam hal pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri c. Cara-cara yang ditempuh 1) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri. 2) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien dan efektif. 3) Memberikan bantuan teknis 4) Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat 5) Kerjasama lintas sektor d. Program Pokok Puskesmas 1) KIA 2) KB 3) Usaha Kesehatan Gizi 4) Kesehatan Lingkungan 5) Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular 6) Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan 7) Penyuluhan kesehatan masyarakat 8) Kesehatan sekolah 9) Kesehatan olah raga 10) Perawatan Kesehatan 11) Masyarakat 12) Kesehatan kerja 13) Kesehatan Gigi dan Mulut 14) Kesehatan jiwa 15) Kesehatan mata 16) Laboratorium sederhana 17) Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK 18) Pembinaan pemgobatan tradisional 19) Kesehatan remaja 20) Dana sehat e. Satuan Penunjang 1) Puskesmas Pembantu Pengertian puskesmas pembantu yaitu Unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam rung lingkup wilayah yang lebih kecil 2) Puskesmas Keliling Pengertian puskesmas Keliling yaitu Unit pelayanan kesehatan keliling yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan komunikasiserta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.dengan funsi dan tugas yaitu Memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil ,Melakukan penyelidikan KLB,Transport rujukan pasien, Penyuluhan kesehatan dengan audiovisual. 3) Bidan desa Bagi desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatan ditempatkan seorang bidan yang bertempat tinggal di desa tersebut dan bertanggung jawab kepada kepala puskesmas.Wilayah kerjanyadengan jumlah penduduk 3.000 orang. Adapun Tugas utama bidan desa yaitu : a) Membina PSM b) Memberikan pelayanan c) Menerima rujukan dari masyarakat 3. Tujuan Puskesmas Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran , kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal diwilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesiam Sehat 2010. 4. Tugas Puskesmas Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunankesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmasw melakukan kegiatan-kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha pembangunan kesehatan. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara mrnyeluruh kepada masyarakat dalam satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.Jenis pelayan kesehatan disesuaikandengan kemampuan puskesmas, namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh puskesmas ditambah dengan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang ada serta kemampuan puskesmas. Upaya-upaya kesehatan wajib tersebut adalah ( Basic Six): a. Upaya promosi kesehatan b. Upaya kesehatan lingkungan c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Upaya perbaikan gizi masyarakat e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular f. Upaya pengobatan Berdasarkan pertimbangan diatas maka pada tahun 1994 dibangunlah Puskesmas Wangisagara yang beralamat di Jln Raya Wangisagara dengan nomor kode Puskesmas yaitu 2904. Status puskesmas Wangisagara saat ini yaitu TTP. Adapun status puskesmas dalam program TB Paru yaitu PRM. PRM ini dibentuk dengan harapan bisa menciptakan sebuah kecamatan yang sehat untuk menuju Indonesia Sehat 2010. Imunisasi dan Faktor Yang Mempengaruhinya http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/imunisasi-dan-faktor-yang-mempengaruhinya/ 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 1994) Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985) Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. 2.1.2. Program Imunisasi Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenal kan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000) Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur. (Abednego, 1997) Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000) 2.2. Pentingnya Imunisasi dan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan pada program imunisasi yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis-B. 2.2.1. Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang semua golongan umur dan diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia diserang TB denga kematian 3 juta orang per tahun. Di negara-negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di Negara berkembang. (Depkes RI, 1992). 2.2.2. Difteri Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada balita. Penyakit difteri mempunyai kasus kefatalan yang tinggi. Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5 tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang diperolah dari ibunya hanya berumur satu tahun. 2.2.3. Pertusis Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Bordotella pertusis pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan penyakit yang cukup serius pada bayi usia dini dan tidak jarang menimbulkan kamatian. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk. 2.2.4. Tetanus Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman bakteri Clostridium tetani. Kejadian tetanus jarang dijumpai di negara yang telah berkembang tetapi masih banyak terdapat di negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih seringnya kejadian tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum). Penyakit terjadi karena kuman Clostridium tetani memasuki tubuh bayi lahir melalui tali pusat yang kurang terawat. Kejadian seperti ini sering kali ditemukan pada persalinan yang dilakukan oleh dukun kampong akibat memotong tali pusat memakai pisau atau sebilah bambu yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan berbagai ramuan, abu, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mencegah kejadian tetanus neonatorum ini adalah dengan pemberian imunisasi. 2.2.5. Poliomielitis Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Berdasarkan hasil surveilans AFP (Acute Flaccide Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini sejak tahun 1995 tidak ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini dalam beberapa tahun terkahir kembali ditemukan di beberapa daerah di Indonesia. 2.2.6. Campak Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil. Penyebabnya virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat penderita bernafas, batuk dan bersin (droplet). Penyakit ini pada umumnya sangat dikenal oleh masyarakat terutama para ibu rumah tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini dikaitkan dengan nasib yang harus dialamai oleh semua anak, sedangkan di daerah lain dikaitkan dengan pertumbuhan anak. 2.2.7. Hepatitis B Penyakit hepatitis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Penyakit ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi. Prioritas pencegahan terhadap penyakit ini yaitu melalui pemberian imunisasi hepatitis pada bayi dan anakanak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlindungi dari penularan hepatitis B sedini mungkin dalam hidupnya. Dengan demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi dasar pada kelompok bayi dan anak-anak merupakan langkah yang sangat diperlukan. 2.3. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imuniasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak. Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak pra sekolah. Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi. Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program. Hal-hal yang perlu dilakukan pemantauan (dimonitor) sebagaimana disebutkan oleh Sarwono (1998) adalah sebagai berikut : Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai berikut apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin ckup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan sterl, apakah diantara 6 penyakit yang dapat discegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu. Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti prgram cukup berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari target berabrti program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula memonotoring evaluasi pemakaian vaksin. (Notoatmodjo, 2003) 2.4. Jadwal Pemberian Imunisasi 2.4.1. Vaksinasi BCG Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20 C. (Depkes RI, 2005) 2.4.2. Vaksinasi DPT Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005) 2.4.3. Vaksinasi Polio Untuk kekebalan terhadap polio diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung viruis polio yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005) 2.4.4. Vaksinasi Campak Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai abak berumur 9 bulan. (Depkes RI, 2005) Adapun jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Anak Jenis Imunisasi Umur (bulan) Lahir 1 2 3 4 5 6 9 10 Program Pengembangan Imunisasi (PPI), diwajibkan BCG BCG Hepatitis B Hepatitis B1 Hepatitis B2 Hepatitis B3 DPT DPT1 DPT2 DPT3 Polio Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4 Campak Campak Sumber : Depkes RI, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi 2.5. Manfaat dan Efek Samping Imunisasi Imunisasi bertujuan untuk merangsang system imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. (Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”. Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar (BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi. Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup. Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4 kali. (Ibrahim, 1991). Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri, kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan. (Depkes, 2000) 2.2.Karakteristik Ibu Penyebaran masalah kesehatan berbeda untuk tiap individu, kelompok dan masyarakat dibedakan atas tiga macam yaitu : Ciri-ciri manusia/karakteristik, tempat dan waktu. Menurut Azwar,Azrul (1999) salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik .Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,status sosial ekonomi,ras/etnik,dan agama.Sedangkan dari segi tempat disebutkan penyebaran masalah kesehatan dipengaruhi oleh keadaan geografis, keadaan penduduk dan keadaan pelayanan kesehatan.Selanjutnya penyebaran masalah kesehatan menurut waktu dipenaguruhi oleh kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi dasar bayi juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan faktor tempat,dalam hal ini adalah jarak rumah dengan puskesmas/tempat pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini ,karakteristik ibu yang peneliti diteliti adalah : 2.2.1 Umur Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi.Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000) Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) . Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan imunisasi campak adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status imunisasi campak anak umur 9-36 bulan adalah: umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian. 2.2.2. Pendidikan Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.(Ali,Muhammad,2002). Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun (1986), juga menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah. 2.2.3. Status Sosial Ekonomi Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :a).Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan,b).Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.(Azwar,Azrul, 1999).Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status sosio ekonomi erat hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi berhubungan erat pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.Noor,N.N (2000). Hollingshead dan Redlich (dalam Azwar,Azrul,1999) dalam melakukan penelitian sosial menggunakan indikator pekerjaan, pendidikan dan keadaan tempat tinggal dalam menentukan status sosial ekonomi.Sedangkan Parker & Bennet memakai indikator pendapatan,pendidikan,jumlah anak dan sikap terhadap kesehatan. Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi diantaranya adalah : faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Jarak antara rumah responden dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat, sebagian besar (78%) adalah kurang dari 1 km. Jarak kurang dari 1 km ini masih tergolong dekat. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan,diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya untuk kesehatan keluarganya.Sejalan dengan Ramli,kesimpulan penelitian Idwar (2001) juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak dekat dibandingkan yang jauh sebesar 1,01 kali. Sedangkan untuk jarak sedang dibandingkan dengan jarak jauh tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan aktivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda. Selanjutnya Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan imunisasi dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000). Pada masa yang akan datang di Indonesia akan terjadi perubahan dari negara agraris menjadi negara industri. Dengan terjadinya peralihan itu, mengakibatkan banyak tenaga kerja yang kemungkinan tidak akan tertampung di sektor industri, sehingga sebagian besar diantaranya akan terjun ke lapangan kerja informal. Sementara itu, karena adanya perbaikan pendidikan dan perhatian terhadap perempuan menyebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja perempuan, baik di sektor formal maupun informal.batasan Ibu yang bekerja adalah ibu – ibu yang melakukan aktifitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal maupun informal, yang dilakukan secara reguler di luar rumah.Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut. Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Begitupun, walau tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja.Namun menurut hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000),justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja. 2.3. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Program Imunisasi Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996) Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Slamet (1999), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari atau kondisi yang sebenarnya, analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Evaluasi ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi/ balita sangat memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponenkomponen pendorong yang menggambarkan faktor-faktor individu secara tidak langsung berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang mencakup beberapa faktor, terutama faktor pengetahuan ibu tentang kelengkapan status imunisasi dasar bayi atau anak. Komponen pendukung antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000) Faktor pengetahuan memegang peranan penting dalam menjaga kebersihan dan hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa wawasan pengetahuan dan komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan sehat harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi bayi tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999) Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau kelompok masyarakat disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan (perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi anak/ bayi, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Tahap pendidikan sangat menentukan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dalam kehidupannya baik dilingkungan sosial maupun dilingkungan kerjanya. (Notoatmodjo, 1996) Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.(Ali,Muhammad,2002). Sebagai contoh adalah hasil beberapa penelitian yang menyebutkan peningkatan status kelengkapan imunisasi bayi/ anak akan meningkat seiring meningkatnya pendidikan dan pengetahuan ibu. Diantaranya menurut Singarimbun (1986), menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%. Syahrul,Fariani.,dkk (2002) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengemukakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahun ibu dan keterpaparan informasi dengan status imunisasi,tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sebagian besar (73,0%) sudah baik Namun demikian juga masih didapat sebagian kecil (4%) yang tergolong kurang. Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV), dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta hambatan lainnya (2337%). Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Hasil penelitian Ramli,M.R(1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi adalah : pengetahuan ibu tentang imunisasi , faktor jumlah anak balita, faktor kepuasan ibu terhadap pelayanan petugas imunisasi, faktor keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi.Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan yang memadai tentang hal itu diberikan.Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.(Ali,Muhammad,2002) Abednego, H.M, Strategi dan Pengembangan Program Imunisasi Di Indonesia Menjelang Abad 21, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 1997 Ali,Muhammad , Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja Tentang Imunisasi, Medan,2002.http://library.usu.ac.id/modules.php . op=modload [16 Januari,2008 ] Azwar, Azrul,Pengantar Epidemiologi, Binarupa Aksara,Jakarta1999 ___________, Ilmu Kesehatan Masyarakat Suatu Survey, Jakarta, 1993 ___________, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta, 1996 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Jakarta, 1997 Cahyono, K.D, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidaklengkapan Imunisasi Anak Usia 12-23 Bulan Di Indonesia Tahun 2003 (berdasarkan Data SDKI 2002-2003) . http : //www.youngstatistician.com . [ 15 Januari, 2008] Departemen Kesehatan RI, Pedoman Operasional Pelayanan Imunisasi, Jakarta, 2000 _______________________, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta, 2005 _______________________, KepMenKes No.1457 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota ,Jakarta, 2003 _______________________, Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi, Jakarta, 1992 _______________________, Petunjuk Teknis Reaksi Samping Imunisasi, Jakarta, 1994 _______________________, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, 2001 _______________________, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta, 1999 Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, Laporan Tahunan Subdin P2P Dinkes Kab. Pidie, 2006 Dinas Provinsi NAD, Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Prov.NAD Tahun 2006-2010,Banda Aceh,2006 _________________, Profil Kesehatan Prov.NAD Tahun 2005, Banda Aceh,2006 Elvayanie.N dan Sumarmi.S,Faktor Karakteristik Ibu yang Berhubungan dengan Pola Inisiasi Asi dan Pemberian Asi Eksklusifdi wilayah kerja puskesmas Sungai Turak kecamatan Amuntai Utara,2003.http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/propenas.doc.[18 Januari, 2008] Gellin BG, Maibach EW, Marcuse EK. Do parents understand immunization? A national telephon survey. Pediatrics, 2000. Idwar, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Hepatitis B pada Bayi (0-11 Bulan) di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun1998/1999(published 2001) http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 21 januari 2008 ] Ibrahim, Imunisasi dan Kematian Anak Balita, Medika, Nomor 6 Tahun 17, Jakarta, 1994 Ibrahim,D.P., Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Imunisasi Campak Anak Umur 9-36 Bulan di Sulawesi Selatan Tahun 1991.(published 2001).http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 21 januari 2008 ] Khalidatunnur, Isu Mutakhir Imunisasi, 2007. http ://www.google.com [ 21 Januari 2008] Kartono, Psikologi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001 Masykur, N, dkk. Penelitian Pengertian Ibu-ibu Tentang Imunisasi Di Kecamatan Kebayoran Lama. Jakarta, 1983. Musa , A.D, Peranan Pencegahan Khususnya Imunisasi Dalam Penurunan Angka Kematian Bayi di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Tahun XV Nomor 9 April 1985. Noor,N.N, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta, 2000 Notoatmodjo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 __________________, Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 1996 Ramli,R.M,Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Drop Out/ Tidak Lengkap Hasil Imunisasi di Desa Kesongo Semarang Iawa Tengah Tahun 1988 : Skripsi-1988. http://www.journal.unair.ac.id/ [15 Januari,2008) Sarwono, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1998 Singarimbun, M, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1986 Slamet, Sosiologi Kesehatan, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta, 1999. Supraptini,dkk, Cakupan Imunisasi Balita dan ASI Ekslusif di Indonesia ,Hasil Survei Kesehatan Nasional 2001.http://digilib.litbang.depkes.go.id/go [ 21 januari 2008 ] Syahrul,Fariani,dkk, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Ibu Hamil di Kabupaten Lumajang. Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 80-88, Jakarta,2002.http://www.pdpersi.co.id.[17Januari,2008] Syarifuddin Anwar,et.all, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammmadiyah ,Banda Aceh, 2005 Tawi.M, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi DPT di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng,Skripsi,PSIK Unsyiah,2002 USAID/Health Service Program, Basic Human Service : Baseline Household Survey 2005/6 in 30 Districts of 6 Provinces in Indonesia, Jakarta, 2006. ______,Aktivitas Millennium Challenge Corporation Indonesia : Proyek Program Immunisasi Rutin,Desember 2007. http://indonesia.usaid.gov.[21 Januari 2008]