jurnal mangrove NAMA : Moh.Rizki Towana STAMBUK : 701180012 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem hutan mangrove sebagai hutan yang memiliki ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tannin.Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia.Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Santoso, 2000). Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000). Kata mangrove mempunyai dua arti, arti yang dimaksud pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove(Supriharyono, 2000). Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitasnya yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisi Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: a) Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya; b) Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik; c) Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove (Lakitan,1999). Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui berbagai dinamika pohon yang ada di Hutan mangrove pulau Sembilan. TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tannin.Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia. (Soedjarwo, 1979). Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit (Guslim,2000). Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Santoso, 2000). Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000). Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesiesSupaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Keanekaragaman faunanya untuk Pulau Jawa informasinya masih terpisah-pisah. Balen (1988) mencatat 167 jenis burung terestrial di ekosistem mangrove Pulau Jawa; di Cagar Alam Muara Angke ditemukan 43 jenis burung (Atmawidjaja & Romimohtarto, 1999), di ekosistem mangrove Teluk Naga ternyata 23 jenis burung air yang memilih daerah tersebut sebagai tempat mencari pakan (Widodo & Hadi, 1990), di ekosistem mangrove delta sungai Cimanuk, menurut Mustari (1992) tercatat 28 jenis burung air (12 jenis burung wader migran dan 11 jenis di antaranya termasuk jenis burung yang dilindungi), di kawasan pantai timur Surabaya dengan luas 3.200 hektar. (g). Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi .Ekosistem mangrove hanya didapati di daerah tropik dan sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut: a) Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahanbahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang; b) Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri; c) Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur; d) Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC; e) Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt; f) Arus laut tidak terlalu deras; g) Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat; h) Topografi pantai yang datar/landai. Habitat dengan ciri-ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di daerah-daerah pantai yang dangkal, muara-muara sungai dan pulau-pulau yang terletak pada teluk.(Kartasapoetra,1998). Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitasnya yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisi. Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: a) (Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya; b) Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut; c) Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya; d) Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organic e) Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove; f) Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu; g) Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi . Secara umum, ekosistem mangrove mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang rendah. Di Indonesia tercatat 120 jenis tumbuhan mangrove dan 90 jenis di antaranya ditemukan di Jawa. Keanekaragaman faunanya untuk Pulau Jawa informasinya masih terpisah-pisah. Balen (1988) mencatat 167 jenis burung terestrial di ekosistem mangrove Pulau Jawa; di Cagar Alam Muara Angke ditemukan 43 jenis burung (Atmawidjaja & Romimohtarto, 1999), di ekosistem mangrove Teluk Naga ternyata 23 jenis burung air yang memilih daerah tersebut sebagai tempat mencari pakan (Widodo & Hadi, 1990), di ekosistem mangrove delta sungai Cimanuk, menurut Mustari (1992) tercatat 28 jenis burung air (12 jenis burung wader migran dan 11 jenis di antaranya termasuk jenis burung yang dilindungi), di kawasan pantai timur Surabaya dengan luas 3.200 hektar (Soedjarwo,1979). Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut,tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut.Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) (Rusmini,2002). METODOLOGI Waktu dan Tempat Praktikum silvika yang berjudul, “Hutan Mangrove” dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2012 pukul 07.00 WIB sampai selesai. Praktikum ini dilakukan di Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Tally sheet, meteran, kompas, tongkat sepanjang 1 meter, alat tulis dan kamera digital. Bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah sejumlah pohon yang akan diukur pada hutan mangrove. Prosedur Praktikum 1. Disediakan alat dan bahan yang diperlukan. 2. Dipilih contoh pohon yang akan diukur. 3. Ditentukan arah pengukuran denga menggunakan kompas. 4. Diukur tinggi dan diameter pohon dengan menggunakan meteran dan Tally sheet. 5. Disesuaikan pengukuran dengan jarak 5 meter pada setiap pohon yang akan diukur. Dicatat hasil pengukuran menggunakan alat tulis berdasarkan Tally sheet. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil dari praktikum silvika ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Pengamatan dan pengukuran pohon pada hutan mangrove No Jarak antar pohon (m) Tinggi Pohon (m) Diameter pohon (cm) 1 0 3,5 20 2 5 2,5 23 3 10 3,7 15 4 15 4 19 5 20 4 14 6 25 3 12 7 30 4,6 11,5 8 35 3 21 9 40 2 15 Pembahasan Kondisi ekosistem sebelum dan sesudah adanya hutan mangrove adalah di kawasan ini masih banyak yang belum tersentuh baik dari pihak pemerintah maupun dari mahasiswa, jika dilihat dari terminal wisata ke timur merupakan kawasan yang sudah disentuh tetapi masih setengah-setengah oleh sebab itu makin hari tanahnya makin berkurang sehingga untuk kedepannya dalam melakukan konservasi diperlukan adanya keseriusan dalam penanganannya. Cara penyediaan tanaman mangrove adalah dengan mendatangkan dari daerah lain, seperti dari daerah Sulawesi, Kalimantan, Surabaya dan Tapal Kuda. Namun untuk tanaman mangrove ini juga dibutuhkan bibit yang sesuai dengan lahan yang menjadi tempat hidupnya. Untuk jenis tanaman mangrove itu sendiri di mangrove center ini terdapat 256 jenis bibit. Tidak semua tanaman mangrove dapat ditanam di daerah pantai ini karena mangrove membutuhkan spesialisasi untuk pertumbuhannya. Kira-kira ada 256 jenis tanaman mangrove yang telah dikembangkan di daerah ini dan yang sudah ditanam adalah sekitar 24 jenis. Jika membutuhkan bibit mangrove yang ditanam di suatu daerah tertentu adalah dengan datang langsung ke Mangrove Center dan menemui Bapak Ali Mangruf karena mulai tahun 2010 bibit mangrove dapat diminta dengan gratis disisni. Prinsip penanaman bibit mangrove adalah dengan mencari tempat yang tepat, untuk jarak tanaman dengan melihat jenis tanaman yang akan ditanam dengan ratrata satu meter jarak per pohon, untuk jenis cemara menggunakan jarak 3 meter dan waru 2 meter. Persiapan lahan untuk penanaman bakau adalah dengan memberi pupuk berupa lumpur pada lahan yang akan ditanami bakau dan mengatur daerah pasang surutnya agar lahan tidak berpasir. Pulau Sembilan merupakan kawasan yang kaya akan potensi alam, namun masih sangat kurang tersentuh sekali baik dari pihak masyarakat maupun pemerintah, karena di daerah tersebut memiliki lokasi pantai yang menarik, begitu pula dengan perairan dan teluknya yang datar dapat memicu pertumbuhan ekosistem rerumputan dengan jumlah yang besar, banyak kapal nelayan yang bersandar di tepiannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hutan mangrove di pulau Sembilan memiliki banyak spesies yang berbeda dari hutan mangrove di kepulauan lainnya. 2. Penentuan jarak pada saat pengambilan koordinat untuk pengukuran pohon sangat menentukan luas dari hutan mangrove. 3. Hutan mangrove merupakan kawasan hutan yang berada dipinggir pantai yang memiliki specimen yang berbeda. 4. Diameter pohon dihutan mangrove berkisar 11,5 sampai 23 cm. Saran Sebaiknya para praktikan dalam mengukur dan menentukan koordinat pada hutan mangrove disesuaikan dengan kemampuan para praktikan itu sendiri dan sebaiknya para praktikan dalam keadaan sehat pada saat ada di hutan mangrove.