Uploaded by User84174

Artikel Meliana (1705114100)

advertisement
PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN ONLINE DI MASA PANDEMI
PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 PEKANBARU
Meliana1) Dan Loviza Ulfarina, M.Pd2)
1.
2.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, [email protected]
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru, [email protected]
Abstract
Wabah Covid-19 menyebabkan segala aktivitas manusia terhambat, Salah satunya dalam aktivitas
pembelajaran. Wabah covid-19 yang berlangsung lama membuat pemerintah membuat kebijakan
baru khususnya pada dunia pendidikan. Selama masa pandemi terkait wabah Covid 19, siswa
melakukan aktivitas belajar jarak jauh secara online. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan persepsi peserta didik terhadap pembelajaran online pada masa pandemi covid
19. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif yang mencoba untuk
mengkaji persepsi peserta didik terhadap pembelajaran online Analisis data yang digunakan
untuk menyelesaikan penelitian ini menggunakan metode survey skala Likert dengan total sampel
adalah 400 responden yang merupakan siswa-siswi kelas VII, VIII, dan IX pada Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh terdapat beberapa dimensi yang harus menjadi perhatian utama. Dimensi
tersebut antara lain: Materi atau mode ajar, Interaksi siswa, dan Suasana belajar. Oleh karena itu,
penelitian ini memiliki fokus pada persepsi siswa terhadap dimensi pelaksanaan pembelajaran
online.
Kata kunci : Pandemi, Persepsi, Pembelajaran online
Pendahuluan
Wabah virus corona (covid-19) yang melanda lebih dari 200 Negara di dunia telah
memberikan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan. Dalam mengantisipasi penyebaran
wabah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti isolasi, pola perilaku
hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan setelah beraktivitas, social and physical
distancing, Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) sampai kepada tatanan kehidupan normal
baru (new normal).
Kondisi ini mengharuskan warga termasuk siswa dan tenaga pendidik untuk tetap stay at
home, bekerja, beribadah dan belajar di rumah (Jamaluddin, Ratnasih, Gunawan, & Paujiah,
2020). Kondisi demikian tentu saja menuntut lembaga pendidikan untuk melakukan inovasi
dalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk inovasi tersebut ialah dengan melakukan
pembelajaran secara online atau daring (dalam jaringan). Hal ini kemudian di respon oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menerbitkan beberapa Surat Edaran (SE)
terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020
tentang pencegahan dan penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Kedua, Surat
Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Ketiga,
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Corona virus Disease(Covid-19) yang antara lain memuat arahan tentang
proses belajar dan mengajar dari rumah (Arifa, 2020).
Sekolah, dimana setiap hari terjadi aktivitas berkumpul dan berinteraksi antara guru dan
siswa dapat menjadi sarana penyebaran Covid-19. Guna melindungi warga sekolah dari paparan
Covid-19, berbagai wilayah menetapkan kebijakan belajar dari rumah. Kebijakan tersebut mulai
dari jenjang prasekolah hingga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta. Kebijakan belajar
di rumah dilaksanakan dengan tetap melibatkan pendidik dan peserta didik melalui Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ).
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sekarang menjadi pilihan utama karena adanya pandemi
ini. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang pada
pelaksanaannya tidak bertatap muka langsung di kelas namun melalui teknologi informasi dengan
menggunakan fasilitas internet. Salah satu bentuknya adalah metode e-learning. E-learning
merupakan suatu metode belajar berbasis internet. Dengan mengintegrasikan koneksi internet,
diharapkan kegiatan pembelajaran dapat mempermudah interaksi antara tenaga pengajar dan
peserta didik meskipun tidak bertatap muka secara langsung. Sistem pembelajaran dengan
mengintegrasikan koneksi internet dengan proses belajar mengajar dikenal dengan sistem Online
learning atau sistem belajar secara virtual (Bentley, Selassie, & Shegunshi, 2012).
Online learning sampai saat ini masih dianggap sebagai terobosan atau paradigma baru
dalam kegiatan belajar mengajar dimana dalam proses kegiatan belajar mengajar antara peserta
didik dan tenaga pengajar tidak perlu hadir di ruang kelas. Mereka hanya mengandalkan koneksi
internet serta aplikasi pendukung untuk melakukan proses kegiatan belajar dan proses tersebut
dapat dilakukan dari tempat yang berjauhan. Karena kemudahan dan kepraktisan sistem belajar
virtual atau online learning, tidak heran bila banyak satuan pendidikan yang menggunakan sistem
pembelajaran online. Dengan demikian, pembelajaran online dapat dilakukan dari manapun dan
kapanpun sesuai dengan kesepatakan yang telah ditentukan antara tenaga pengajar dan peserta
didik (Adijaya & Santosa, 2018).
Namun pertanyaannya adalah apakah aktifitas belajar dalam pembelajaran online
memiliki nuansa yang sama atau sekurangnya mendekati dengan aktivitas belajar dalam
pembelajaran secara tatap muka. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fortune,
Spielman, & Pangelinan (2011) ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pembelajaran online
antara lain: materi ajar, interaksi belajar dan lingkungan belajar. Materi ajar yang digunakan
dalam pembelajaran online apakah sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik?. Apakah
instruksi-instruksi dalam materi ajar yang digunakan dalam pembelajaran online mudah
dimengerti oleh peserta didik? dan lain sebagainya. Interaksi belajar juga memegang peranan
penting dalam proses belajar-mengajar. Bonk, Magjuka, Liu, & Lee (2005) menjelaskan bahwa
interaksi memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses
belajar mengajar perlu dibangun hubungan yang baik antara tenaga pengajar dan peserta didik
agar materi yang diajarkan dapat tersampaikan secara baik. Yang terakhir adalah lingkungan
belajar. Lingkungan belajar memiliki peranan penting dalam membantu peserta didik agar merasa
nyaman dan bersemangat dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti terkait persepsi siswa
terhadap pembelajaran online di masa pandemi pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Pekanbaru. Dalam penelitian ini, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah “Bagaiamana
persepsi siswa terhadap pembelajaran online tersebut?”.
Bahan dan Metode
Metode Likert scale survey digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menyebar
angket secara daring menggunakan google form kepada 400 siswa yang terdiri dari Kelas VII,
VIII, dan IX di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru. Metode tersebut digunakan
karena menurut Sugiyono (2011) metode skala Likert cocok digunakan untuk mengeksplorasi
persepsi siswa. Metode Likert scale survey adalah metode penelitian kuantitatif untuk
mendapatkan data dari sekelompok orang dengan pendekatan setuju/tidak setuju, puas/tidak puas,
dan sebagainya tentang sikap, opini, tingkah laku, persepsi atau karakteristik dari orang tersebut.
Data yang didapat dan diolah dari google form tersebut dianalisis dengan metode analisis
deskriptif kuantitatif untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui
kecenderungan persepsi peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran online selama masa
pandemi.
Hasil dan Pembahasan
Per tanggal 17 April 2020, diperkirakan 91,3 % atau sekitar 1,5 miliar siswa di seluruh
dunia tidak dapat bersekolah karena munculnya pandemi Covid-19 (UNESCO, 2020). Dalam
jumlah tersebut termasuk di dalamnya kurang lebih 45 juta siswa di Indonesia atau sekitar 3%
dari jumlah populasi siswa yang terkena dampak secara global (Badan Pusat Statistik, 2020).
Meluasnya penyebaran Covid-19 telah memaksa pemerintah menutup sekolah-sekolah dan
mendorong pembelajaran jarak jauh di rumah. Berbagai inisiatif dilakukan untuk memastikan
kegiatan belajar tetap berlangsung meskipun tidak adanya sesi tatap muka langsung. Teknologi,
lebih spesifiknya internet, ponsel pintar, dan laptop sekarang digunakan secara luas untuk
mendukung pembelajaran jarak jauh. Salah satu penyedia jasa telekomunikasi terbesar di
Indonesia mencatat peningkatan arus broadband sebesar 16% selama krisis Covid-19, yang
disebabkan oleh tajamnya peningkatan penggunaan platform pembelajaran jarak jauh.
Di beberapa daerah, proses pembelajaran dari rumah telah berlangsung sejak 16 Maret
2020 dan diperpanjang dengan mempertimbangkan situasi di masing-masing daerah. Dari sisi
sumber daya manusia, tenaga pengajar maupun peserta didik ada yang memang sudah siap.
Tetapi banyak pula yang terpaksa harus siap menghadapi pembelajaran yang biasanya
dilaksanakan secara tatap muka berubah menjadi sistem belajar jarak jauh secara daring (Arifa,
2020). Bagi sekolah yang telah terbiasa menggunakan perangkat teknologi dalam kegiatan belajar
mengajar tentu tidak banyak menghadapi kendala. Tetapi tidak demikian bagi sekolah yang
belum pernah melaksanakan pendidikan jarak jauh sebelumnya, terutama di daerah dengan
fasilitas yang terbatas baik sisi piranti maupun jaringan (Purwanto et al., 2020).
Di SMP Negeri 4 Pekanbaru pembelajaran online dilakukan dengan menggunakan
berbagai platform, salah satunya adalah Zoom meeting. Platform ini memudahkan guru dan siswa
untuk berinteraksi pada saat pembelajaran karena dilengakapi dengan vitur video dan audio.
Dengan adanya vitur ini guru lebih mudah memantau siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Namun, juga terdapat beberapa kendala yang ditemukan, seperti kuota internet maupun sinyal
yang tidak memadai. Selain itu, ada juga beberapa siswa yang tidak dapat mengikuti
pembelajaran karena tidak mempunyai alat untuk mengakses internet karena berbagi pakai
dengan orangnya.
Kondisi Pembelajaran Online
Kondisi pembelajaran online adalah situasi yang mendukung siswa dalam melaksanakan
pembelajaran online. Kondisi tersebut dapat berupa media atau alat yang digunakan untuk
pembelajaran online, kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembelajaran online serta aplikasi
yang digunakan saat pelaksanaan pembelajaran online Adapaun data lengkapnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Alat belajar
Alat belajar
Jumlah siswa
Persentase
Komputer
7
1,75%
Laptop
48
12%
Smartphones
345
86,25%
Tabel 1. menunjukkan bahwa alat atau device yang digunakan dalam pembelajaran
online paling banyak menggunakan Smartphones atau telepon pintar yaitu 345 orang atau 86,25%
dari total responden. Hal ini dikarenakan hampir seluruh siswa atau siswi telah memiliki telepon
pintar dalam kesehariannya. Sebanyak 48 orang atau 12% menggunakan laptop dan sisanya
sebanyak 7 orang atau 1,75% menggunakan Komputer.
Tabel 2. Kendala belajar
Kendala belajar
Jumlah siswa
Persentase
Tidak Memiliki Perangkat
10
2,5%
(Komputer,Laptop,
Smartphone
Tidak Memiliki Kuota
66
16,5%
Internet
Jaringan Internet Sulit
201
50,2%
Kondisi Kesehatan
43
10,8%
Pemadaman Listrik
80
20%
Pembelajaran dengan sistem online yang dilaksanakan oleh siswa atau siswi tentunya
memiliki beberapa hambatan seperti tidak memiliki alat untuk belajar, keterbatasan kuota yang
dimiliki, jaringan yang sulit dan tidak stabil, kondisi kesehatan saat mengikuti pembelajaran
online serta masalah klasik yang sering ditemui yaitu pemadaman listrik berkala.
Dari sekian banyak kendala yang dialami oleh responden, terdapat dua jenis kendala yang
paling banyak dialami selama siswa belajar online, yakni jaringan internet yang sulit sebanyak
201 orang atau 50,2%. Jaringan sulit merupakan hambatan dalam proses pembelajaran dengan
sistem online, karena berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran. Keberadaan responden
yang jauh dari pusat kota atau beberapa kota belum memiliki kualitas provider yang mumpuni
tentu menjadi kendala tersendiri dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan lancar. Hal ini
juga ditemui dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al. (2020) terakait pembelajaran
daring masa pandemi covid 19 pada calon guru: hambatan, solusi dan proyeksi.
Hambatan berikutnya adalah terjadinya pemadaman listrik yang dilakukan oleh PLN
setempat, sebanyak 80 responden atau 20,5% menyatakan bahwa hambatan belajar online adalah
karena pemadaman listrik. Untuk beberapa jaringan kartu seluler seperti Telkomsel, XL, Axis,
dan sebagainya pemadaman lsitrik dapat menyebabkan jaringan internet terganggu sehingga
pelajar tidak bisa mengakses internet. Salah satu solusi yang dapat dilakukan jika hal ini terjadi
adalah selalu pantau info dari PLN untuk mengetahui daerah mana saja yang akan dilakukan
pemadaman bergiliran sehingga pelajar dan masyarakat dapat mempersiapkan apa yang harus
dipersiapkan. Selain itu, pihak sekolah juga harus meyiapkan materi pembelajaran dalam bentuk
PPT, sehingga siswa bisa membaca kembali materi pembelajaran tanpa harus mengakses internet.
Hambatan berikutnya yang sering ditemui adalah tidak memiliki kuota atau terbatasnya
kuota. Sebanyak 66 orang atau 16,5% menyatakan bahwa hambatan dalam belajar online adalah
tidak memiliki kuota internet. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian, karena tidak semua
peserta didik memiliki kondisi ekonomi yang mencukupi untuk membeli kuota internet. Dalam
hal ini institusi harus dapat menerapkan langkah strategis seperti halnya menyiapkan aplikasi
pembelajaran online yang rendah kuota. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al.
(2020) cara yang paling efektif dalam menekan kuota adalah dengan menyiapkan dan
menyediakan aplikasi rendah kuota. Seperti yang dilakukan oleh UIN Sunan Gunung Djati
Bandung dalam menyediakan aplikasi E-Knows yang tidak memerlukan kuota besar untuk
mengaksesnya. Selain itu, terdapat pelayanan berupa kuota gratis puluhan Giga Byte (GB)
dengan cara kerjasama dengan provider untuk mengakses layanan pendidikan.
Hambatan lainnya adalah karena kondisi kesehatan sebanyak 43 responden atau 10,8%
dan sisanya adalah tidak memiliki perangkat dalam menunjang belajar online sebanyak 10
responden atau 2,5% dan sisanya dari total keseluruhan.
Tabel 3. Aplikasi Belajar
Aplikasi Belajar
Zoom meeting
Jumlah siswa
47
Persentase
11,75%
Google meeting
3
0,75%
Google Classroom
36
9%
Whatsapp group
314
78.5%
Aplikasi merupakan salah satu tools yang dapat membantu jalannya sistem pembelajaran
online. Dalam penelitian ini, berdasarkan Tabel 3 diatas media yang paling banyak digunakan
adalah aplikasi Whatsapp group. Hal ini terlihat dari responden yang memilih media belajar
online Whatsapp group sebanyak 314 orang atau 78,5%. Mekanisme penggunaan media
WhatsApp dalam pembelajaran daring sangat sederhana. Contohnya untuk tugas menyanyi untuk
muatan pelajaran Seni Budaya atau hafalan surat pendek, dapat dilakukan dengan mengirimkan
voice note siswa. Kedua, untuk tugas mengerjakan soal, dilakukan dengan mengirimkan foto
pekerjaan siswa. Ketiga, untuk tugas pembuatan karya, misalnya membuat kincir angin, kipas
angin, atau yang lain, bisa dikirimkan dalam bentuk video, proses awal hingga akhir pembuatan
karya tersebut direkam secara detail dan akan dinilai sebagai penilaian unjuk kerja. Produk dari
unjuk kerja bisa difoto lalu dikirimkan kepada guru kelas. Selain difoto, hasil karya siswa tersebut
disimpan sebagai portofolio siswa dan akan dikumpulkan saat pembelajaran tatap muka. Yang
perlu diperhatikan adalah, dalam memberikan tugas, tetap sesuai posri saat pembelajaran tatap
muka, bukan sekadar PR yang berlebihan.
Aplikasi berikutnya adalah Zoom Meeting. Hal ini terlihat dari responden yang memilih
media belajar online Zoom meeting sebanyak 47 orang atau 11,75%. Salah satu alasan aplikasi ini
banyak digunakan oleh tenaga pengajar adalah karena aplikasi ini tersedia secara gratis dan
memiliki kuota peserta yang cukup representatif. Disamping itu, banyak kemudahan yang bisa
dilakukan, salah satunya adalah sharing bahan ajar secara langsung dengan peserta didik. Aplikasi
berikutnya adalah Google Classroom sebanyak 36 responden atau 9%. Aplikasi ini memang
sudah cukup familiar dikalangan peserta didik dan tenaga pengajar. Sedangkan aplikasi Google
Meeting hanya 3 responden atau 0,75%. Aplikasi ini memang belum familiar di kalangan tenaga
pengajar dan peserta didik khususnya di SMP Negeri 4 Pekanbaru.
Dimensi Materi Ajar
Materi ajar memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Materi ajar
yang disajikan harus dapat memenuhi kriteria yang ideal bagi siswa diantaranya: Konten yang
sesuai dengan kebutuhan siswa, materi ajar yang sistematis sehingga memudahkan siswa dalam
mempelajarinya, dan penggunaan kosakata dan gaya penulisan yang jelas sehingga mudah
dipahami oleh siswa.
Tabel 4. Senang dengan materi pelajaran dengan bergabgai format multimedia dan diskuis yang
variatif
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
9
2,25%
Tidak Setuju
50
12,5%
Netral
165
41,25%
Setuju
147
36,75%
Sangat Setuju
29
7,25%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 4 terkait pernyataan: “Saya senang dengan materi pelajaran pada
pembelajaran online dalam berbagai format multimedia dan diskusi online yang efektif dan
variatif”. Sebanyak 165 responden atau 41,25% menyatakan netral. 147 responden atau 36,75%
menyatakan setuju. 50 responden atau 12,5% menyatakan tidak setuju. 29 responden atau 7,25%
menyatakan sangat setuju dan 9 responden atau 2,25% menyatakan sangat tidak setuju. Data
menunjukkan bahwa mayoritas jawaban terkait pernyataan diatas menjawab netral. Namun di
posisi kedua, responden menjawab setuju. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa materi telah
disampaikan dengan baik dalam bentuk multimedia dan diskuis online yang efektif dan variatif,
akan tetapi guru perlu lebih meningkatkan lagi kreatifitas dalam penyajian bahan ajar.
Tabel 5. Setuju dengan penilaian online
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
8
2%
Tidak Setuju
33
8,25%
Netral
168
42%
Setuju
155
38,75%
Sangat Setuju
36
9%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 5. terkait pernyataan: “Saya senang dengan sistem penilaian online
untuk penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 168 responden atau 42% menyatakan netral. 155
responden atau 38,75% menyatakan setuju. 36 responden atau 9% menyatakan sangat setuju. 33
responden atau 8,25% menyatakan tidak setuju dan 8 responden atau 2% menyatakan sangat tidak
setuju. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwasannya kecenderungan siswa senang dengan
sistem penilaian online pada saat guru memberikan nilai pada mata pelajaran mereka.
Tabel 6. Kecewa dengan penialain online
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
19
4,75%
Tidak Setuju
157
39,25%
Netral
170
42,5%
Setuju
43
10,75%
Sangat Setuju
11
2,75%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 6. terkait pernyataan: “Saya kecewa dengan sistem penilaian online
untuk penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 170 responden atau 42,5% menyatakan netral.
157 responden atau 39,25% menyatakan tidak setuju. 43 responden atau 10,75% menyatakan
setuju. 19 responden atau 4,75% menyatakan sangat tidak setuju dan 11 responden atau 2,75%
menyatakan sangat setuju. Data ini menunjukkan bahwasannya kecenderungan siswa tidak setuju
dengan pernyataan bahwa mereka kecewa dengan sistem penilaian online untuk mata pelajaran
yang ditempuh.
Dimensi Suasana atau Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar berperan sangat penting dalam proses pembelajaran untuk
menciptakan suasana nyaman dan memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat menggapai
hasil belajar yang lebih baik. Lingkungan belajar menjadi salah satu bagian penting dalam
membantu siswa memiliki semangat belajar yang tinggi, oleh karena itu lingkungan belajar harus
mampu menciptakan ketenangan serta memotivasi dalam kegiatan belajar mengajar (Radovan &
Makovec, 2015).
Tabel 7. Belajar dari rumah lebih baik daripada belajar dari sekolah
Skala
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Jumlah siswa
73
138
125
36
Persentase
18,25%
34,5%
31,25%
9%
Sangat Setuju
28
7%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 7. terkait pernyataan: “Belajar dari rumah lebih baik daripada belajar
dari sekolah”. Sebanyak 138 responden atau 34,5% menyatakan tidak setuju. 125 responden atau
31,25% menyatakan netral. 73 responden atau 18,25% menyatakan sangat tidak setuju. 36
responden atau 9% menyatakan setuju dan 28 responden atau 7% menyatakan sangat setuju. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa kecenderungan siswa tidak setuju jika dikatakan belajar dari
rumah lebih baik dari pada belajar dari sekolah. Hal ini menarik dikaji, karena tidak semua siswa
menikmati proses belajar dari rumah. Kecenderungan siswa merasa lebih baik berada di dalam
kelas sehingga memiliki semangat yang tinggi dikarenakan lingkungan dan teman-temandapat
memperkuat temuan penelitian diatas sebagaimana simpulan yang dinyatakan oleh Adijaya &
Santosa (2018) bahwa biasanya seseorang didalam kelas akan memiliki semangat yang lebih baik
bila ia memiliki teman-teman yang giat dalam belajar.
Tabel 8. Belajar disekolah lebih baik daripada belajar secara virtual
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
11
2,75%
Tidak Setuju
25
6,25%
Netral
102
25,5%
Setuju
136
34%
Sangat Setuju
126
31,5%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 8. terkait pernyataan: “Belajar di dalam kelas secara tatap muka
langsung lebih baik daripada belajar secara virtual atau online”. Sebanyak 136 responden atau
34% menyatakan setuju. 126 responden atau 31,5% menyatakan sangat setuju. 102 responden
atau 25,5% menyatakan netral. 25 responden atau 6,25% menyatakan tidak setuju dan 11
responden atau 2,75% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwasannya siswa sangat setuju jika belajar di dalam kelas secara tatap muka
langsung lebih baik daripada belajar secara virtual atau online. Temuan ini memiliki kontradiksi
dengan semangat Life Long Learning Capacity (LLC) yang lebih mengedepankan belajar mandiri
dan kreatif melalui pendekatan teknologi informasi dan komunikasi.
Tabel 9. Pengumpulan tugas sebelum deadline
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
4
4%
Tidak Setuju
30
7,5%
Netral
112
28%
Setuju
187
46,75%
Sangat Setuju
67
16,75%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 9 terkait pernyataan: “Saya bersedia mengirim tugas apapun melalui
pembelajaran online sebelum tanggal pengumpulan tugas”. Sebanyak 187 responden atau 46,75%
menyatakan setuju. 112 responden atau 46,75% menyatakan netral. 67 responden atau 16,75%
menyatakan sangat setuju. 30 responden atau 7,5% menyatakan tidak setuju dan 4 responden atau
4% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan
setuju terkait pengiriman tugas melalui pembelajaran online secara tepat waktu.
Dimensi Interaksi Siswa
Interaksi siswa sangat penting dalam proses pembelajaran baik antara siswa dengan siswa
maupun antara siswa dengan guru untuk membangkitkan semangat belajar, sehingga pada
akhirnya siswa dapat menggapai hasil yang maksimal. Interaksi siswa dengan siswa dan siswa
dengan guru harus selalu dibangun untuk meningkatkan komunikasi dan diskusi tentang setiap
kegiatan dalam proses belajar mengajar (Lin & Lin, 2015).
Sebagai contoh, bila seorang siswa tidak memahami sebuah pertanyaan atau konsep, ia
dapat bertanya kepada guru untuk menjelaskan permasalahan tersebut hingga ia mengerti dan
sebaliknya, bila guru yang menjelaskan tersebut ada permasalahan maka ia dapat bertanya kepada
guru lain. Interaksi tersebut harus tetap terjaga karena dapat membantu mereka mencapai hasil
belajar yang maksimal.
Tabel 10. Jawaban guru jelas dan tepat
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
4
1%
Tidak Setuju
49
12,25%
Netral
161
40,25%
Setuju
151
37,75%
Sangat Setuju
24
6%
Total
400
100%
Berdasarkan Tabel 10. terkait pernyataan: “Guru selalu menjawab pertanyaan saya
secara jelas dan tepat saat pembelajaran online”. Sebanyak 161 responden atau 40,25%
menyatakan netral. 151 responden atau 37,75% menyatakan setuju. 49 responden atau 12,25%
menyatakan tidak setuju. 24 responden atau 6% menyatakan sangat setuju dan 4 responden atau
1% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut, kecenderungan siswa menyatakan netral
kearah setuju terkait jawaban pertanyaan yang dijawab secara jelas dan tepat oleh gurudapat
membantu siswa dalam belajar.
Tabel 11. Beraprtisipasi akif dalam pembelajaran online
Skala
Jumlah siswa
Persentase
Sangat Tidak Setuju
5
1,25%
Tidak Setuju
26
6,5%
Netral
211
52,75%
Setuju
134
33,5%
Sangat Setuju
24
6%
Total
100
100%
Berdasarkan Tabel 11. terkait pernyataan: “Saya berpartisipasi aktif dalam diskusi
pembelajaran online”. Sebanyak 211 responden atau 52,75% menyatakan netral. 134 responden
atau 33,5% menyatakan setuju. 26 responden atau 6,5% menyatakan tidak setuju. 24 responden
atau 6% menyatakan setuju dan 5 responden atau 1,25% menyatakan sangat tidak setuju. Dari
data yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan aktif dalam diskusi pembelajaran secara
online.
Tabel 12. Pembelajaran online mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang TIK
Skala
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Jumlah siswa
5
26
104
Persentase
1,25%
6,5%
26%
Setuju
184
46%
Sangat Setuju
81
20,25%
Total
100
100%
Berdasarkan Tabel 12. terkait pernyataan: “Pembelajaran online membantu saya
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)”. Sebanyak 184 responden atau 46% menyatakan setuju. 104 responden atau 26%
menyatakan netral. 81 responden atau 20,25% menyatakan sangat setuju. 26 responden atau 6,5%
menyatakan tidak setuju dan 5 responden atau 2,25% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data
tersebut diketahui bahwasannya siswa memiliki kecenderungan setuju terkait pernyataan bahwa
pembelajaran onlinedapat meningkatkan keterampilam dan pengetahuan siswa tentang Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, secara umum siswa memiliki
kecenderungan positif terhadap pelaksanaan pembelajaran secara online. Hal ini terlihat dari
temuan yang telah dibahas bahwasannya siswa dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan
segala dimensi yang terdapat dalam proses pembelajaran online. Meskipun secara statistik dapat
dilihat kecenderungan siswa menanggapi bahwa aktivitas belajar dari sekolah lebih baik dari pada
belajar secara online dari rumah. Menurut hemat penulis, kedua aktivitas tersebut sejatinya
dibutuhkan oleh siswa dalam menumbuhkan aspek kognitif dan aspek meta kognitif. Dengan
belajar disekolah, siswa dapat berinteraksi dan bersosialiasi dengan teman-temannya dan tentu
saja ini dapat menumbuhkan semangat solidaritas dan kesetiakawanan serta menumbuhkan
persuadaran, namun, di sisi lain, siswa yang paham dan melek teknologi serta familiar dengan
aktivitas literasi dan numerasi berbasis teknologi informasi tidak dapat di elakkan. Perpaduan dari
keduanya akan menjadikan siswa memiliki kemampuan yang holistik sehingga dapat menjadi
teladan dan harapanbagi generasi hadapan.
Solusi yang dapat dijadikan acuan dalam menanggapi berbagai hambatan sebagai upaya
peningkatan belajar dari rumah adalah dengan cara mewujudkan pendidikan bermakna yang tidak
hanya fokus pada capaian aspek akademik dan kognitif. Salah satu caranya adalah dengan
mengikuti arahan dalam Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Kebijakan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Desease(Covid-19). Poin 2 surat edaran
tersebut menjelaskan proses belajar dari rumah dilaksanakan dengan ketentuan: Pertama,
dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani
tututan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Kedua,
difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19. Ketiga,
aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masingmasing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah.
Keempat,bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif
dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai secara kuantitatif.
Sebagai wujud peningkatan kualitas pendidikan online secara berkelanjutan. Ada
beberapa hal yang harus diupayakan, antara lain: Pertama, lembaga pendidikan harus mulai
meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran daring seperti infrastruktur,
Learning Management System (LMS), dan repository yang memadai. Kedua,peningkatan
kapasitas pendidik yang mendukung pelaksanaan pembelajaran online. Ketiga, perluasan
dukungan platform teknologi untuk kegiatan pembelajaran diharapkan dapat terus berlanjut
hingga setelah masa darurat Covid-19 telah berakhir. Berbagai upaya dan peningkatan wawasan
terkait pelaksanaan pembelajaran online harus berkesinambungan guna menghadapi semakin
pesatnya arus teknologi informasi dan komunikasi sebagai syarat dalam menumbuhkan aktivitas
Life Long Learning Capacity (LLC). Selain itu pembentukan generasi yang rabbani dalam
mencapai kehidupan masyarakat yang madani menjadi benteng dalam menghalau arus globalisasi
dan westernisasi, sehingga bangsa Indonesia akan memiliki generasi yang tangguh dan
bermanfaat untuk kemaslahatan ummat (Briando & Embi, 2020).
Kesimpulan
Proses belajar dari rumah melalui pembelajaran online yang merupakan manifestasi dari
program pendidikan jarak jauh walapun belum dapat dikatakan ideal telah memberikan dampak
yang cukup relevan terhadap pentingnya penguasan dan penggunaan teknologi informasi dalam
dunia pendidikan. Meskipun disadari bahwa tantangan pembelajaran online lebih bersifat teknis
seperti terkait bahan ajar, kondisi lingkungan dan interaksi dalam proses pembelajaran. Namun
disisi lain kemampuan menumbuhkan pembelajaran yang bermakna menjadi suatu hal yang
urgentuntuk dipenuhi. Terpenuhi seluruh aspek yang dapat mendukung dan membentuk siswa
yang ideal tentu sudah menjadi keharusan dan kewajiban bagi kita semua dalam menghadapi
semakin kuatnya arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Akhirnya semua itu
akan bermuara pada terbentuknya Long Life Learning Capicity yaitu generasi masa depan yang
memiliki kemampuan literasi dan numerasi juga memiliki kesadaran menjadi generasi rabbani.
Daftar Pustaka
Adijaya, N., & Santosa, L. P. (2018). Persepsi Mahasiswa dalam Pembelajaran Online. Wanastra
Jurnal, 10(2), 105–110. https://doi.org/2579-3438
Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat
Covid-19. Info Singkat;Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII(7/I), 6.
Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-7-IP3DI-April-2020-1953.pdf.
Bentley, Y., Selassie, H., & Shegunshi, A. (2012). Design and Evaluation of Student-Focused
eLearning. Electronic Journal of E-Learning, 10(1), 1–2.
Bonk, S. ., Magjuka, C. ., Liu, R. ., & Lee, S. (2005). The Importance of Interaction in Web
Based Education: A Program Level Case Study of Online MBA Courses. Journal of
Interactive Online Learning, 4(1), 1–19.
Briando, B., & Embi, M. A. (2020). Work Ethic Principles of State Civil Apparatus in The
Ministry of Law and Human Rights of The Republic of Indonesia. International Journal
of Advanced Science and Technology, 29(7 Special Issue), 2770–2782.
Creswell, J. W. (2014). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches(4th ed.). United States of America: SAGE Publication.
Creswell, J. W. (2016). Reserach Design. California: SAGE Publication.
Fortune, M. ., Spielman, M., & Pangelinan, D. . (2011). Student;s Perception of Online or Face to
face Learning and Social Media in Hospitality, Recreation and Tourism. MERLOT
Journal of Online Learning and Teaching, 7(1), 1–16.
Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran Daring Masa
Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi. Karya Tulis
Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, pp. 1–10. Retrieved from
http://digilib.uinsgd.ac.id/30518/.
Lin, E., & Lin, C. . (2015). The Effect of Teacher-Student Interaction on Students Learning
Achievement in Online Tutoring Environment. International Journal of Technical
Research and Application, 22(22), 19–22.
Moore, J. ., Dickson, D. ., & Galyen, K. (2011). E-Learning, Online learning, and
DistanceLearning Environemnet: Are They The Same? Internet and Higher Education,
14(2), 129–135.
Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Santoso, P. B., Mayesti, L., Wijayanti, Putri, R. S.
(2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran
Online di Sekolah Dasar. EduPsyCouns:Journal of Education, Psychology and
Counseling, 2(1), 1–12.
Radovan, M., & Makovec, D. (2015). Adult Learners Learning Environment Perceptions and
Satisfaction in Formal Education: Case Study of Four East-European Countries.
International Education Studies, 8(2), 101–112.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif/Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Download