PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN ONLINE DI MASA PANDEMI PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 PEKANBARU Meliana1) Dan Loviza Ulfarina, M.Pd2) 1. 2. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, [email protected] Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru, [email protected] Abstract Wabah Covid-19 menyebabkan segala aktivitas manusia terhambat, Salah satunya dalam aktivitas pembelajaran. Wabah covid-19 yang berlangsung lama membuat pemerintah membuat kebijakan baru khususnya pada dunia pendidikan. Selama masa pandemi terkait wabah Covid 19, siswa melakukan aktivitas belajar jarak jauh secara online. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi peserta didik terhadap pembelajaran online pada masa pandemi covid 19. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif yang mencoba untuk mengkaji persepsi peserta didik terhadap pembelajaran online Analisis data yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini menggunakan metode survey skala Likert dengan total sampel adalah 400 responden yang merupakan siswa-siswi kelas VII, VIII, dan IX pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh terdapat beberapa dimensi yang harus menjadi perhatian utama. Dimensi tersebut antara lain: Materi atau mode ajar, Interaksi siswa, dan Suasana belajar. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki fokus pada persepsi siswa terhadap dimensi pelaksanaan pembelajaran online. Kata kunci : Pandemi, Persepsi, Pembelajaran online Pendahuluan Wabah virus corona (covid-19) yang melanda lebih dari 200 Negara di dunia telah memberikan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan. Dalam mengantisipasi penyebaran wabah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti isolasi, pola perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan setelah beraktivitas, social and physical distancing, Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) sampai kepada tatanan kehidupan normal baru (new normal). Kondisi ini mengharuskan warga termasuk siswa dan tenaga pendidik untuk tetap stay at home, bekerja, beribadah dan belajar di rumah (Jamaluddin, Ratnasih, Gunawan, & Paujiah, 2020). Kondisi demikian tentu saja menuntut lembaga pendidikan untuk melakukan inovasi dalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk inovasi tersebut ialah dengan melakukan pembelajaran secara online atau daring (dalam jaringan). Hal ini kemudian di respon oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menerbitkan beberapa Surat Edaran (SE) terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. Pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang pencegahan dan penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Ketiga, Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona virus Disease(Covid-19) yang antara lain memuat arahan tentang proses belajar dan mengajar dari rumah (Arifa, 2020). Sekolah, dimana setiap hari terjadi aktivitas berkumpul dan berinteraksi antara guru dan siswa dapat menjadi sarana penyebaran Covid-19. Guna melindungi warga sekolah dari paparan Covid-19, berbagai wilayah menetapkan kebijakan belajar dari rumah. Kebijakan tersebut mulai dari jenjang prasekolah hingga pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta. Kebijakan belajar di rumah dilaksanakan dengan tetap melibatkan pendidik dan peserta didik melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sekarang menjadi pilihan utama karena adanya pandemi ini. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang pada pelaksanaannya tidak bertatap muka langsung di kelas namun melalui teknologi informasi dengan menggunakan fasilitas internet. Salah satu bentuknya adalah metode e-learning. E-learning merupakan suatu metode belajar berbasis internet. Dengan mengintegrasikan koneksi internet, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat mempermudah interaksi antara tenaga pengajar dan peserta didik meskipun tidak bertatap muka secara langsung. Sistem pembelajaran dengan mengintegrasikan koneksi internet dengan proses belajar mengajar dikenal dengan sistem Online learning atau sistem belajar secara virtual (Bentley, Selassie, & Shegunshi, 2012). Online learning sampai saat ini masih dianggap sebagai terobosan atau paradigma baru dalam kegiatan belajar mengajar dimana dalam proses kegiatan belajar mengajar antara peserta didik dan tenaga pengajar tidak perlu hadir di ruang kelas. Mereka hanya mengandalkan koneksi internet serta aplikasi pendukung untuk melakukan proses kegiatan belajar dan proses tersebut dapat dilakukan dari tempat yang berjauhan. Karena kemudahan dan kepraktisan sistem belajar virtual atau online learning, tidak heran bila banyak satuan pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran online. Dengan demikian, pembelajaran online dapat dilakukan dari manapun dan kapanpun sesuai dengan kesepatakan yang telah ditentukan antara tenaga pengajar dan peserta didik (Adijaya & Santosa, 2018). Namun pertanyaannya adalah apakah aktifitas belajar dalam pembelajaran online memiliki nuansa yang sama atau sekurangnya mendekati dengan aktivitas belajar dalam pembelajaran secara tatap muka. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fortune, Spielman, & Pangelinan (2011) ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pembelajaran online antara lain: materi ajar, interaksi belajar dan lingkungan belajar. Materi ajar yang digunakan dalam pembelajaran online apakah sudah sesuai dengan kebutuhan peserta didik?. Apakah instruksi-instruksi dalam materi ajar yang digunakan dalam pembelajaran online mudah dimengerti oleh peserta didik? dan lain sebagainya. Interaksi belajar juga memegang peranan penting dalam proses belajar-mengajar. Bonk, Magjuka, Liu, & Lee (2005) menjelaskan bahwa interaksi memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar perlu dibangun hubungan yang baik antara tenaga pengajar dan peserta didik agar materi yang diajarkan dapat tersampaikan secara baik. Yang terakhir adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar memiliki peranan penting dalam membantu peserta didik agar merasa nyaman dan bersemangat dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti terkait persepsi siswa terhadap pembelajaran online di masa pandemi pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru. Dalam penelitian ini, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah “Bagaiamana persepsi siswa terhadap pembelajaran online tersebut?”. Bahan dan Metode Metode Likert scale survey digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menyebar angket secara daring menggunakan google form kepada 400 siswa yang terdiri dari Kelas VII, VIII, dan IX di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pekanbaru. Metode tersebut digunakan karena menurut Sugiyono (2011) metode skala Likert cocok digunakan untuk mengeksplorasi persepsi siswa. Metode Likert scale survey adalah metode penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data dari sekelompok orang dengan pendekatan setuju/tidak setuju, puas/tidak puas, dan sebagainya tentang sikap, opini, tingkah laku, persepsi atau karakteristik dari orang tersebut. Data yang didapat dan diolah dari google form tersebut dianalisis dengan metode analisis deskriptif kuantitatif untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui kecenderungan persepsi peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran online selama masa pandemi. Hasil dan Pembahasan Per tanggal 17 April 2020, diperkirakan 91,3 % atau sekitar 1,5 miliar siswa di seluruh dunia tidak dapat bersekolah karena munculnya pandemi Covid-19 (UNESCO, 2020). Dalam jumlah tersebut termasuk di dalamnya kurang lebih 45 juta siswa di Indonesia atau sekitar 3% dari jumlah populasi siswa yang terkena dampak secara global (Badan Pusat Statistik, 2020). Meluasnya penyebaran Covid-19 telah memaksa pemerintah menutup sekolah-sekolah dan mendorong pembelajaran jarak jauh di rumah. Berbagai inisiatif dilakukan untuk memastikan kegiatan belajar tetap berlangsung meskipun tidak adanya sesi tatap muka langsung. Teknologi, lebih spesifiknya internet, ponsel pintar, dan laptop sekarang digunakan secara luas untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Salah satu penyedia jasa telekomunikasi terbesar di Indonesia mencatat peningkatan arus broadband sebesar 16% selama krisis Covid-19, yang disebabkan oleh tajamnya peningkatan penggunaan platform pembelajaran jarak jauh. Di beberapa daerah, proses pembelajaran dari rumah telah berlangsung sejak 16 Maret 2020 dan diperpanjang dengan mempertimbangkan situasi di masing-masing daerah. Dari sisi sumber daya manusia, tenaga pengajar maupun peserta didik ada yang memang sudah siap. Tetapi banyak pula yang terpaksa harus siap menghadapi pembelajaran yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka berubah menjadi sistem belajar jarak jauh secara daring (Arifa, 2020). Bagi sekolah yang telah terbiasa menggunakan perangkat teknologi dalam kegiatan belajar mengajar tentu tidak banyak menghadapi kendala. Tetapi tidak demikian bagi sekolah yang belum pernah melaksanakan pendidikan jarak jauh sebelumnya, terutama di daerah dengan fasilitas yang terbatas baik sisi piranti maupun jaringan (Purwanto et al., 2020). Di SMP Negeri 4 Pekanbaru pembelajaran online dilakukan dengan menggunakan berbagai platform, salah satunya adalah Zoom meeting. Platform ini memudahkan guru dan siswa untuk berinteraksi pada saat pembelajaran karena dilengakapi dengan vitur video dan audio. Dengan adanya vitur ini guru lebih mudah memantau siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Namun, juga terdapat beberapa kendala yang ditemukan, seperti kuota internet maupun sinyal yang tidak memadai. Selain itu, ada juga beberapa siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran karena tidak mempunyai alat untuk mengakses internet karena berbagi pakai dengan orangnya. Kondisi Pembelajaran Online Kondisi pembelajaran online adalah situasi yang mendukung siswa dalam melaksanakan pembelajaran online. Kondisi tersebut dapat berupa media atau alat yang digunakan untuk pembelajaran online, kendala yang dihadapi saat pelaksanaan pembelajaran online serta aplikasi yang digunakan saat pelaksanaan pembelajaran online Adapaun data lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Alat belajar Alat belajar Jumlah siswa Persentase Komputer 7 1,75% Laptop 48 12% Smartphones 345 86,25% Tabel 1. menunjukkan bahwa alat atau device yang digunakan dalam pembelajaran online paling banyak menggunakan Smartphones atau telepon pintar yaitu 345 orang atau 86,25% dari total responden. Hal ini dikarenakan hampir seluruh siswa atau siswi telah memiliki telepon pintar dalam kesehariannya. Sebanyak 48 orang atau 12% menggunakan laptop dan sisanya sebanyak 7 orang atau 1,75% menggunakan Komputer. Tabel 2. Kendala belajar Kendala belajar Jumlah siswa Persentase Tidak Memiliki Perangkat 10 2,5% (Komputer,Laptop, Smartphone Tidak Memiliki Kuota 66 16,5% Internet Jaringan Internet Sulit 201 50,2% Kondisi Kesehatan 43 10,8% Pemadaman Listrik 80 20% Pembelajaran dengan sistem online yang dilaksanakan oleh siswa atau siswi tentunya memiliki beberapa hambatan seperti tidak memiliki alat untuk belajar, keterbatasan kuota yang dimiliki, jaringan yang sulit dan tidak stabil, kondisi kesehatan saat mengikuti pembelajaran online serta masalah klasik yang sering ditemui yaitu pemadaman listrik berkala. Dari sekian banyak kendala yang dialami oleh responden, terdapat dua jenis kendala yang paling banyak dialami selama siswa belajar online, yakni jaringan internet yang sulit sebanyak 201 orang atau 50,2%. Jaringan sulit merupakan hambatan dalam proses pembelajaran dengan sistem online, karena berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran. Keberadaan responden yang jauh dari pusat kota atau beberapa kota belum memiliki kualitas provider yang mumpuni tentu menjadi kendala tersendiri dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan lancar. Hal ini juga ditemui dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al. (2020) terakait pembelajaran daring masa pandemi covid 19 pada calon guru: hambatan, solusi dan proyeksi. Hambatan berikutnya adalah terjadinya pemadaman listrik yang dilakukan oleh PLN setempat, sebanyak 80 responden atau 20,5% menyatakan bahwa hambatan belajar online adalah karena pemadaman listrik. Untuk beberapa jaringan kartu seluler seperti Telkomsel, XL, Axis, dan sebagainya pemadaman lsitrik dapat menyebabkan jaringan internet terganggu sehingga pelajar tidak bisa mengakses internet. Salah satu solusi yang dapat dilakukan jika hal ini terjadi adalah selalu pantau info dari PLN untuk mengetahui daerah mana saja yang akan dilakukan pemadaman bergiliran sehingga pelajar dan masyarakat dapat mempersiapkan apa yang harus dipersiapkan. Selain itu, pihak sekolah juga harus meyiapkan materi pembelajaran dalam bentuk PPT, sehingga siswa bisa membaca kembali materi pembelajaran tanpa harus mengakses internet. Hambatan berikutnya yang sering ditemui adalah tidak memiliki kuota atau terbatasnya kuota. Sebanyak 66 orang atau 16,5% menyatakan bahwa hambatan dalam belajar online adalah tidak memiliki kuota internet. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian, karena tidak semua peserta didik memiliki kondisi ekonomi yang mencukupi untuk membeli kuota internet. Dalam hal ini institusi harus dapat menerapkan langkah strategis seperti halnya menyiapkan aplikasi pembelajaran online yang rendah kuota. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin et al. (2020) cara yang paling efektif dalam menekan kuota adalah dengan menyiapkan dan menyediakan aplikasi rendah kuota. Seperti yang dilakukan oleh UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam menyediakan aplikasi E-Knows yang tidak memerlukan kuota besar untuk mengaksesnya. Selain itu, terdapat pelayanan berupa kuota gratis puluhan Giga Byte (GB) dengan cara kerjasama dengan provider untuk mengakses layanan pendidikan. Hambatan lainnya adalah karena kondisi kesehatan sebanyak 43 responden atau 10,8% dan sisanya adalah tidak memiliki perangkat dalam menunjang belajar online sebanyak 10 responden atau 2,5% dan sisanya dari total keseluruhan. Tabel 3. Aplikasi Belajar Aplikasi Belajar Zoom meeting Jumlah siswa 47 Persentase 11,75% Google meeting 3 0,75% Google Classroom 36 9% Whatsapp group 314 78.5% Aplikasi merupakan salah satu tools yang dapat membantu jalannya sistem pembelajaran online. Dalam penelitian ini, berdasarkan Tabel 3 diatas media yang paling banyak digunakan adalah aplikasi Whatsapp group. Hal ini terlihat dari responden yang memilih media belajar online Whatsapp group sebanyak 314 orang atau 78,5%. Mekanisme penggunaan media WhatsApp dalam pembelajaran daring sangat sederhana. Contohnya untuk tugas menyanyi untuk muatan pelajaran Seni Budaya atau hafalan surat pendek, dapat dilakukan dengan mengirimkan voice note siswa. Kedua, untuk tugas mengerjakan soal, dilakukan dengan mengirimkan foto pekerjaan siswa. Ketiga, untuk tugas pembuatan karya, misalnya membuat kincir angin, kipas angin, atau yang lain, bisa dikirimkan dalam bentuk video, proses awal hingga akhir pembuatan karya tersebut direkam secara detail dan akan dinilai sebagai penilaian unjuk kerja. Produk dari unjuk kerja bisa difoto lalu dikirimkan kepada guru kelas. Selain difoto, hasil karya siswa tersebut disimpan sebagai portofolio siswa dan akan dikumpulkan saat pembelajaran tatap muka. Yang perlu diperhatikan adalah, dalam memberikan tugas, tetap sesuai posri saat pembelajaran tatap muka, bukan sekadar PR yang berlebihan. Aplikasi berikutnya adalah Zoom Meeting. Hal ini terlihat dari responden yang memilih media belajar online Zoom meeting sebanyak 47 orang atau 11,75%. Salah satu alasan aplikasi ini banyak digunakan oleh tenaga pengajar adalah karena aplikasi ini tersedia secara gratis dan memiliki kuota peserta yang cukup representatif. Disamping itu, banyak kemudahan yang bisa dilakukan, salah satunya adalah sharing bahan ajar secara langsung dengan peserta didik. Aplikasi berikutnya adalah Google Classroom sebanyak 36 responden atau 9%. Aplikasi ini memang sudah cukup familiar dikalangan peserta didik dan tenaga pengajar. Sedangkan aplikasi Google Meeting hanya 3 responden atau 0,75%. Aplikasi ini memang belum familiar di kalangan tenaga pengajar dan peserta didik khususnya di SMP Negeri 4 Pekanbaru. Dimensi Materi Ajar Materi ajar memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Materi ajar yang disajikan harus dapat memenuhi kriteria yang ideal bagi siswa diantaranya: Konten yang sesuai dengan kebutuhan siswa, materi ajar yang sistematis sehingga memudahkan siswa dalam mempelajarinya, dan penggunaan kosakata dan gaya penulisan yang jelas sehingga mudah dipahami oleh siswa. Tabel 4. Senang dengan materi pelajaran dengan bergabgai format multimedia dan diskuis yang variatif Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 9 2,25% Tidak Setuju 50 12,5% Netral 165 41,25% Setuju 147 36,75% Sangat Setuju 29 7,25% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 4 terkait pernyataan: “Saya senang dengan materi pelajaran pada pembelajaran online dalam berbagai format multimedia dan diskusi online yang efektif dan variatif”. Sebanyak 165 responden atau 41,25% menyatakan netral. 147 responden atau 36,75% menyatakan setuju. 50 responden atau 12,5% menyatakan tidak setuju. 29 responden atau 7,25% menyatakan sangat setuju dan 9 responden atau 2,25% menyatakan sangat tidak setuju. Data menunjukkan bahwa mayoritas jawaban terkait pernyataan diatas menjawab netral. Namun di posisi kedua, responden menjawab setuju. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa materi telah disampaikan dengan baik dalam bentuk multimedia dan diskuis online yang efektif dan variatif, akan tetapi guru perlu lebih meningkatkan lagi kreatifitas dalam penyajian bahan ajar. Tabel 5. Setuju dengan penilaian online Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 8 2% Tidak Setuju 33 8,25% Netral 168 42% Setuju 155 38,75% Sangat Setuju 36 9% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 5. terkait pernyataan: “Saya senang dengan sistem penilaian online untuk penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 168 responden atau 42% menyatakan netral. 155 responden atau 38,75% menyatakan setuju. 36 responden atau 9% menyatakan sangat setuju. 33 responden atau 8,25% menyatakan tidak setuju dan 8 responden atau 2% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwasannya kecenderungan siswa senang dengan sistem penilaian online pada saat guru memberikan nilai pada mata pelajaran mereka. Tabel 6. Kecewa dengan penialain online Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 19 4,75% Tidak Setuju 157 39,25% Netral 170 42,5% Setuju 43 10,75% Sangat Setuju 11 2,75% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 6. terkait pernyataan: “Saya kecewa dengan sistem penilaian online untuk penilaian mata pelajaran saya”. Sebanyak 170 responden atau 42,5% menyatakan netral. 157 responden atau 39,25% menyatakan tidak setuju. 43 responden atau 10,75% menyatakan setuju. 19 responden atau 4,75% menyatakan sangat tidak setuju dan 11 responden atau 2,75% menyatakan sangat setuju. Data ini menunjukkan bahwasannya kecenderungan siswa tidak setuju dengan pernyataan bahwa mereka kecewa dengan sistem penilaian online untuk mata pelajaran yang ditempuh. Dimensi Suasana atau Lingkungan Belajar Lingkungan belajar berperan sangat penting dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana nyaman dan memotivasi siswa dalam belajar sehingga dapat menggapai hasil belajar yang lebih baik. Lingkungan belajar menjadi salah satu bagian penting dalam membantu siswa memiliki semangat belajar yang tinggi, oleh karena itu lingkungan belajar harus mampu menciptakan ketenangan serta memotivasi dalam kegiatan belajar mengajar (Radovan & Makovec, 2015). Tabel 7. Belajar dari rumah lebih baik daripada belajar dari sekolah Skala Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Setuju Jumlah siswa 73 138 125 36 Persentase 18,25% 34,5% 31,25% 9% Sangat Setuju 28 7% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 7. terkait pernyataan: “Belajar dari rumah lebih baik daripada belajar dari sekolah”. Sebanyak 138 responden atau 34,5% menyatakan tidak setuju. 125 responden atau 31,25% menyatakan netral. 73 responden atau 18,25% menyatakan sangat tidak setuju. 36 responden atau 9% menyatakan setuju dan 28 responden atau 7% menyatakan sangat setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kecenderungan siswa tidak setuju jika dikatakan belajar dari rumah lebih baik dari pada belajar dari sekolah. Hal ini menarik dikaji, karena tidak semua siswa menikmati proses belajar dari rumah. Kecenderungan siswa merasa lebih baik berada di dalam kelas sehingga memiliki semangat yang tinggi dikarenakan lingkungan dan teman-temandapat memperkuat temuan penelitian diatas sebagaimana simpulan yang dinyatakan oleh Adijaya & Santosa (2018) bahwa biasanya seseorang didalam kelas akan memiliki semangat yang lebih baik bila ia memiliki teman-teman yang giat dalam belajar. Tabel 8. Belajar disekolah lebih baik daripada belajar secara virtual Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 11 2,75% Tidak Setuju 25 6,25% Netral 102 25,5% Setuju 136 34% Sangat Setuju 126 31,5% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 8. terkait pernyataan: “Belajar di dalam kelas secara tatap muka langsung lebih baik daripada belajar secara virtual atau online”. Sebanyak 136 responden atau 34% menyatakan setuju. 126 responden atau 31,5% menyatakan sangat setuju. 102 responden atau 25,5% menyatakan netral. 25 responden atau 6,25% menyatakan tidak setuju dan 11 responden atau 2,75% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwasannya siswa sangat setuju jika belajar di dalam kelas secara tatap muka langsung lebih baik daripada belajar secara virtual atau online. Temuan ini memiliki kontradiksi dengan semangat Life Long Learning Capacity (LLC) yang lebih mengedepankan belajar mandiri dan kreatif melalui pendekatan teknologi informasi dan komunikasi. Tabel 9. Pengumpulan tugas sebelum deadline Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 4 4% Tidak Setuju 30 7,5% Netral 112 28% Setuju 187 46,75% Sangat Setuju 67 16,75% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 9 terkait pernyataan: “Saya bersedia mengirim tugas apapun melalui pembelajaran online sebelum tanggal pengumpulan tugas”. Sebanyak 187 responden atau 46,75% menyatakan setuju. 112 responden atau 46,75% menyatakan netral. 67 responden atau 16,75% menyatakan sangat setuju. 30 responden atau 7,5% menyatakan tidak setuju dan 4 responden atau 4% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan setuju terkait pengiriman tugas melalui pembelajaran online secara tepat waktu. Dimensi Interaksi Siswa Interaksi siswa sangat penting dalam proses pembelajaran baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru untuk membangkitkan semangat belajar, sehingga pada akhirnya siswa dapat menggapai hasil yang maksimal. Interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru harus selalu dibangun untuk meningkatkan komunikasi dan diskusi tentang setiap kegiatan dalam proses belajar mengajar (Lin & Lin, 2015). Sebagai contoh, bila seorang siswa tidak memahami sebuah pertanyaan atau konsep, ia dapat bertanya kepada guru untuk menjelaskan permasalahan tersebut hingga ia mengerti dan sebaliknya, bila guru yang menjelaskan tersebut ada permasalahan maka ia dapat bertanya kepada guru lain. Interaksi tersebut harus tetap terjaga karena dapat membantu mereka mencapai hasil belajar yang maksimal. Tabel 10. Jawaban guru jelas dan tepat Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 4 1% Tidak Setuju 49 12,25% Netral 161 40,25% Setuju 151 37,75% Sangat Setuju 24 6% Total 400 100% Berdasarkan Tabel 10. terkait pernyataan: “Guru selalu menjawab pertanyaan saya secara jelas dan tepat saat pembelajaran online”. Sebanyak 161 responden atau 40,25% menyatakan netral. 151 responden atau 37,75% menyatakan setuju. 49 responden atau 12,25% menyatakan tidak setuju. 24 responden atau 6% menyatakan sangat setuju dan 4 responden atau 1% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut, kecenderungan siswa menyatakan netral kearah setuju terkait jawaban pertanyaan yang dijawab secara jelas dan tepat oleh gurudapat membantu siswa dalam belajar. Tabel 11. Beraprtisipasi akif dalam pembelajaran online Skala Jumlah siswa Persentase Sangat Tidak Setuju 5 1,25% Tidak Setuju 26 6,5% Netral 211 52,75% Setuju 134 33,5% Sangat Setuju 24 6% Total 100 100% Berdasarkan Tabel 11. terkait pernyataan: “Saya berpartisipasi aktif dalam diskusi pembelajaran online”. Sebanyak 211 responden atau 52,75% menyatakan netral. 134 responden atau 33,5% menyatakan setuju. 26 responden atau 6,5% menyatakan tidak setuju. 24 responden atau 6% menyatakan setuju dan 5 responden atau 1,25% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data yang diperoleh, siswa memiliki kecenderungan aktif dalam diskusi pembelajaran secara online. Tabel 12. Pembelajaran online mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang TIK Skala Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Netral Jumlah siswa 5 26 104 Persentase 1,25% 6,5% 26% Setuju 184 46% Sangat Setuju 81 20,25% Total 100 100% Berdasarkan Tabel 12. terkait pernyataan: “Pembelajaran online membantu saya mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)”. Sebanyak 184 responden atau 46% menyatakan setuju. 104 responden atau 26% menyatakan netral. 81 responden atau 20,25% menyatakan sangat setuju. 26 responden atau 6,5% menyatakan tidak setuju dan 5 responden atau 2,25% menyatakan sangat tidak setuju. Dari data tersebut diketahui bahwasannya siswa memiliki kecenderungan setuju terkait pernyataan bahwa pembelajaran onlinedapat meningkatkan keterampilam dan pengetahuan siswa tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, secara umum siswa memiliki kecenderungan positif terhadap pelaksanaan pembelajaran secara online. Hal ini terlihat dari temuan yang telah dibahas bahwasannya siswa dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan segala dimensi yang terdapat dalam proses pembelajaran online. Meskipun secara statistik dapat dilihat kecenderungan siswa menanggapi bahwa aktivitas belajar dari sekolah lebih baik dari pada belajar secara online dari rumah. Menurut hemat penulis, kedua aktivitas tersebut sejatinya dibutuhkan oleh siswa dalam menumbuhkan aspek kognitif dan aspek meta kognitif. Dengan belajar disekolah, siswa dapat berinteraksi dan bersosialiasi dengan teman-temannya dan tentu saja ini dapat menumbuhkan semangat solidaritas dan kesetiakawanan serta menumbuhkan persuadaran, namun, di sisi lain, siswa yang paham dan melek teknologi serta familiar dengan aktivitas literasi dan numerasi berbasis teknologi informasi tidak dapat di elakkan. Perpaduan dari keduanya akan menjadikan siswa memiliki kemampuan yang holistik sehingga dapat menjadi teladan dan harapanbagi generasi hadapan. Solusi yang dapat dijadikan acuan dalam menanggapi berbagai hambatan sebagai upaya peningkatan belajar dari rumah adalah dengan cara mewujudkan pendidikan bermakna yang tidak hanya fokus pada capaian aspek akademik dan kognitif. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti arahan dalam Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Desease(Covid-19). Poin 2 surat edaran tersebut menjelaskan proses belajar dari rumah dilaksanakan dengan ketentuan: Pertama, dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tututan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Kedua, difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi Covid-19. Ketiga, aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masingmasing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah. Keempat,bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai secara kuantitatif. Sebagai wujud peningkatan kualitas pendidikan online secara berkelanjutan. Ada beberapa hal yang harus diupayakan, antara lain: Pertama, lembaga pendidikan harus mulai meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran daring seperti infrastruktur, Learning Management System (LMS), dan repository yang memadai. Kedua,peningkatan kapasitas pendidik yang mendukung pelaksanaan pembelajaran online. Ketiga, perluasan dukungan platform teknologi untuk kegiatan pembelajaran diharapkan dapat terus berlanjut hingga setelah masa darurat Covid-19 telah berakhir. Berbagai upaya dan peningkatan wawasan terkait pelaksanaan pembelajaran online harus berkesinambungan guna menghadapi semakin pesatnya arus teknologi informasi dan komunikasi sebagai syarat dalam menumbuhkan aktivitas Life Long Learning Capacity (LLC). Selain itu pembentukan generasi yang rabbani dalam mencapai kehidupan masyarakat yang madani menjadi benteng dalam menghalau arus globalisasi dan westernisasi, sehingga bangsa Indonesia akan memiliki generasi yang tangguh dan bermanfaat untuk kemaslahatan ummat (Briando & Embi, 2020). Kesimpulan Proses belajar dari rumah melalui pembelajaran online yang merupakan manifestasi dari program pendidikan jarak jauh walapun belum dapat dikatakan ideal telah memberikan dampak yang cukup relevan terhadap pentingnya penguasan dan penggunaan teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Meskipun disadari bahwa tantangan pembelajaran online lebih bersifat teknis seperti terkait bahan ajar, kondisi lingkungan dan interaksi dalam proses pembelajaran. Namun disisi lain kemampuan menumbuhkan pembelajaran yang bermakna menjadi suatu hal yang urgentuntuk dipenuhi. Terpenuhi seluruh aspek yang dapat mendukung dan membentuk siswa yang ideal tentu sudah menjadi keharusan dan kewajiban bagi kita semua dalam menghadapi semakin kuatnya arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Akhirnya semua itu akan bermuara pada terbentuknya Long Life Learning Capicity yaitu generasi masa depan yang memiliki kemampuan literasi dan numerasi juga memiliki kesadaran menjadi generasi rabbani. Daftar Pustaka Adijaya, N., & Santosa, L. P. (2018). Persepsi Mahasiswa dalam Pembelajaran Online. Wanastra Jurnal, 10(2), 105–110. https://doi.org/2579-3438 Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19. Info Singkat;Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII(7/I), 6. Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-7-IP3DI-April-2020-1953.pdf. Bentley, Y., Selassie, H., & Shegunshi, A. (2012). Design and Evaluation of Student-Focused eLearning. Electronic Journal of E-Learning, 10(1), 1–2. Bonk, S. ., Magjuka, C. ., Liu, R. ., & Lee, S. (2005). The Importance of Interaction in Web Based Education: A Program Level Case Study of Online MBA Courses. Journal of Interactive Online Learning, 4(1), 1–19. Briando, B., & Embi, M. A. (2020). Work Ethic Principles of State Civil Apparatus in The Ministry of Law and Human Rights of The Republic of Indonesia. International Journal of Advanced Science and Technology, 29(7 Special Issue), 2770–2782. Creswell, J. W. (2014). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches(4th ed.). United States of America: SAGE Publication. Creswell, J. W. (2016). Reserach Design. California: SAGE Publication. Fortune, M. ., Spielman, M., & Pangelinan, D. . (2011). Student;s Perception of Online or Face to face Learning and Social Media in Hospitality, Recreation and Tourism. MERLOT Journal of Online Learning and Teaching, 7(1), 1–16. Jamaluddin, D., Ratnasih, T., Gunawan, H., & Paujiah, E. (2020). Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi dan Proyeksi. Karya Tulis Ilmiah UIN Sunan Gunung Djjati Bandung, pp. 1–10. Retrieved from http://digilib.uinsgd.ac.id/30518/. Lin, E., & Lin, C. . (2015). The Effect of Teacher-Student Interaction on Students Learning Achievement in Online Tutoring Environment. International Journal of Technical Research and Application, 22(22), 19–22. Moore, J. ., Dickson, D. ., & Galyen, K. (2011). E-Learning, Online learning, and DistanceLearning Environemnet: Are They The Same? Internet and Higher Education, 14(2), 129–135. Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Santoso, P. B., Mayesti, L., Wijayanti, Putri, R. S. (2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar. EduPsyCouns:Journal of Education, Psychology and Counseling, 2(1), 1–12. Radovan, M., & Makovec, D. (2015). Adult Learners Learning Environment Perceptions and Satisfaction in Formal Education: Case Study of Four East-European Countries. International Education Studies, 8(2), 101–112. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif/Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.