4. Hakekat Sistem Penanggulangn Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Rantai Bantuan Hidup (Life Support Chain) Masyarakat ----------- Dokter ------------ RS Kelas C ------------ RS Kelas A/ B Umum Puskesmas • Kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah • Pembinaan SPGDT harus dilakukan menyeluruh • Masyarakat aman-sehat, Masyarakat siaga, Desa siaga, Keluarga siaga, Pemuda-Pemudi siaga 5. Komponen SPGDT SPGDT SUB SISTEM INTRA HOSPITAL Komponen Rumah Sakit 1. Sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang 2. Hospital Disaster Plan, bencana dari dalam dan luar RS. 3. Transport intra RS. 4. Pelatihan, simulasi dan koordinasi untuk peningkatan kemampuan SDM. 5. Pembiayaan dengan jumlah cukup. Standar Operasional Rumah Sakit Sehari-hari dan Bencana (Hosdip, Hospital Diasater Plan) : 1. Kegawatan dengan ancaman kematian 2. True emergency 3. Korban massal 4. Keracunan massal 5. Khusus : — Perkosaan, KDRT, child abused — Persalinan Tidak Normal — Kegawatan diruang rawat 6. Ketentuan : — Asuransi — Batasan tindakan medik — Etika & Hukum — Pendataan — Tanggung jawab dokter pada keadaan gawat darurat SPGDT SUB SISTEM ANTAR RUMAH SAKIT Komponen Sistem Antar Rumah Sakit 1. Jejaring berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas. 2. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS . 3.SIM (Manajemen Sistem Informasi). Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. 4. Koordinasi dalam pelayanan rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan. Evakuasi dan Rujukan a. Tata cara tertulis. Harus memiliki Peta geomedik b. Kondisi pasien Stabil dan optimal pra dan selama evakuasi hingga tujuan. c. Kriteria : Fisiologis / Anatomis d. Mekanisme : — Tahu Tujuan dan Prinsip rujukan. — ABC stabil, — Immobilisasi, — Mekanika mengangkat pasien. 6. Tahapan SPGDT (Pra,Saat dan Pasca Bencana) Sistem Managemen penanggulangan gawat darurat bencana 1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana 2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi bencana. 3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana. Penanggulangan gawat darurat bencana memerlukan manajemen pada tahapannya, yaitu: a. Tahap Persiapan (Preparedness) 1) Pengembangan SPGDT 2) Pengembangan SDM 3) Pengembangan Sub sistem Komunikasi 4) Pengembangan Sub sistem Transportasi 5) Latihan Gabungan 6) Kerjasama lintas sector b. Tahap Akut (Acute response) 1) Rescue – triage 2) Acute medical response 3) Emergency relief 4) Emergency rehabilitation TAHAP PRA BENCANA Tahap Pencegahan dan Mitigasi Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun kultural (non struktural). Secara struktural upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk meminimalkan terjadinya bencana. Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah: 1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana 2. pembuatan alarm bencana 3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu 4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana. Tahap Kesiapsiagaan Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi. Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut. Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain: 1. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil. 2. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang. 3. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi. TAHAP TANGGAP DARURAT Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara lain: 1. Menyelamatkan diri dan orang terdekat. 2. Jangan panik. 3. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi selamat. 4. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa pun. 5. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri. TAHAP REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini adalah: 1. Bantuan Darurat Mendirikan pos komando bantuan Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain. Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos koordinasi. Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian. Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian. Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban. Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal. 2. Inventarisasi kerusakan Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan sebagainya. 3. Evaluasi kerusakan Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini. 4. Pemulihan (Recovery) Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya. Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik maupun mental. 5. Rehabilitasi (Rehabilitation) Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap Relokasi korban dari tenda penampungan Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka menengah Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau pendampingan. 6. Rekonstruksi Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya 7. Melanjutkan pemantauan Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir dampak bencana tersebut. Dalam keseluruhan tahapan Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu : 1. Manajemen Risiko Bencana Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain : Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang 2. Manajemen Kedaruratan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu : Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana 3. Manajemen Pemulihan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu : Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. PROSEDUR TAHAPAN SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT BENCANA 1. Proses Insiasi Awal pada bencana inisiasi awal adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat darurat. Tujuannya mencegah semakin parahnya penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat.Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup ataumati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalambeberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis,intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggusetelah trauma). Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguansirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknyapusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera,usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera /kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atautransfer kefasilitas sesuai.Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masingmasing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalahpetunjuk umum dalam mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegangkomando bila dianggap diperlukan perubahan. Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalammemberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal), dengan terjadinyagangguan tatanan sosial, sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan).Bencana mungkin disebabkan olehulah manusia atau alam.Keberhasilan pengelolaan bencana memerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regionaldan nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat.Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistikharus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-harimaupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua pihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit. Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB /Satlak-PB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaanbencana yang berhasil.Tingkat respons atas bencana.Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : 1. Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukanbantuan dari luar organisasi. 2. Respons Tingkat II :Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hinggamembutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban. 3. Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korbanyang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi. TRIASE. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalamiperburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkanketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkanprioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harusdilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triasepasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau didugamembawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat,tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalannafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil).Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukantindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase.Tujuan triaseberubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasiencedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atausistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saatbencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Tag Triase Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dantindakan medik terhadap korban.Triase dan pengelompokan berdasar Tagging. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetaphidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakarberat). Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalamiancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpashok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta lukabakar ringan). Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhananamun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpagangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis). Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cederaatau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitukelompok yang sudah pasti tewas.Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.Triase Sistim METTAG.Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.Resusitasi ditempat.Triase Sistem Penuntun Lapangan START.Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ;M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak,atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang denganrisiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START. Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan. PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dancedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritmaHitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor.Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.Satu pasien maks.60 detik.Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya. tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan danpersediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secaracepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag.(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triaseselesai). 1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan. 2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untukmenentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA). 3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antarinstansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA). 4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia : A. Petugas Komando Bencana. B. Petugas Komunikasi. C. Petugas Ekstrikasi/Bahaya D. Petugas Triase Primer. E. Petugas Triase Sekunder. F. Petugas Perawatan. G. Petugas Angkut atau Transportasi. 5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana : a. Sektor Komando / Komunikasi Bencana. b. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga). c. Sektor Bencana. d. Sektor Ekstrikasi / Bahaya. e. Sektor Triase. f. Sektor Tindakan Primer. g. Sektor Tindakan Sekunder. h. Sektor Transportasi. 6. Rencana Pasca Kejadian Bencana 7. Kritik Pasca Musibah. 8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing). Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transportdikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasistabilisasi. 2. Evaluasi Dan Transportasi Korban Evakuasi merupakan suatu rindakan pemindahan korban dari lokasi kejadian / bencana kelokasi yang lebih aman pada situasi yang berbahaya,perlu tindakan yang tepat,cepat dan waspada/cermat Prisnsip Evakuasi 1. Jangan dilakukan jika tidak mutlak perlu 2. Lakukan sesuai dengan teknik yang baik dan benar 3. Kondisi penolong harus baik dan terlatih Sebisa mungkin, jangan memindahkan korban yang terluka kecuali ada bahaya api, lalu lintas, asap beracun atau hal lain yang membahayakan korban maupun penolong. Sebaiknya berikan pertolongan pertama di tempat korban berada sambil menunggu bantuan datang Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut : 1. Apabila korban dicurigai menderita cedera tulang belakang, jagan dipindahkan kecuali memang benar-benar diperlukan 2. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera lebih parah. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban pingsan 3. Angkat korban secara perlahan-lahan tanpa merenggutnya Macam – macam pemindahan korban Pemindahan darurat hanya dilakukan jika 1. Ada bahaya langsung terhadap penderita 2. Untuk memperoleh jalan masuk atau menjangkau penderita lainya 3. Tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi penderita tidak sesuai untuk perawatanya Pemindahan tidak darurat (biasa) Dilakuakn setelah : 1. Penilaian awal sudah lengkap dilakukan 2. Denyut nadi dan nafas stabil 3. Tidak ada perdarahan luar atau taka da indikasi perdarahan dalam 4. Mutlak tidak ada cedera spinal / leher atau cedera di tempat lain 5. Semua patah tulang sudah di mobilisasi ( difiksasi secara benar) Cara pemindahan darurat 1. Tarik lengan atau bahu 2. Tarik baju atau selimut 3. Tarik menjulang 4. Tarik dengan merangkak Tidak darurat 1. Teknik angkat langsung (2-3 orang) 2. Teknik angkat anggota gerak Peralatan evakuasi 1. Tandu beroda / tandu trolley ambulance 2. Tandu : lipat , scop, kursi, basket 3. Matras vakum 4. Bidai vakum 5. Selimut Transportasi bukan satu satunya alat Prinsip : mncegah terjadinya cedara baru atau memperparah cedera yang sudah ada Aturan umum alat angkut : 1. Penderita dapat terlentang 2. Memberikan cukup ruang bagi penderita & penolong melakuakan tugasnya 3. Cukup tinggi , shigga bias untuk tindakan RJP Mempersiapkan korban untuk ditransportasikan 1. Lakukan penialaian berkala ( tanda vital ) 2. Pastikan tandu terikat dengan baik 3. Pastikan juga korban diikat dengan baik diatas tandu 4. Kendorkan pakaian dan periksa bidai 5. tenangkan korban jika sadar, jaga ketenagan penolong Evakuasi dan Transportasi Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di daerahdaerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus melakukan evakuasi pengangkutan korban: dan perawatan darurat selama perjalanan.Cara 1. Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera ringan, dianjurkanpengangkatan korban maksimal 4 orang 2. Pengangkutan dengan alat (tandu) Rangkaian pemindahan korban: 1. Persiapan, 2. Pengangkatan korban ke atas tandu, 3. Pemberian selimut pada korban 4. Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera. Prinsip pengangkatan korban dengan tandu: 1. Pengangkatan korban,Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok; gunakan alat tubuh (paha, bahu,panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban. 2. Sikap mengangkat.Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera. 3. Posisi siap angkat dan jalan Transportasi adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai, tujuan untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. Kebijakan : 1. Pengoperasian alat transportasi belum di anggap berakhir hingga seluruh personil dan perlengkapan yang terdiri dari sistem pengiriman perawatan emergensi pra rumah sakit siap untuk pengiriman selanjutnya 2. Alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya 3. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter. Prosedur : 1. Persiapan ambulans Gawat darurat di rumah sakit maupun di lokasi pengungsian 2. Menerima dan menanggapi panggilan emergensi dari lokasi bencana 3. Mengoperasikan ambulans gawat darurat apabila ada korban yang membutuhkan pengangkutan 4. Memindahkan korban/pasien dari tempat kejadian ke ambulans 5. Transportasi pasien ke rumah sakit lapangan atau rumah sakit terdekat 6. Pengiriman pasien ke rumah sakit menggunakan ambulan harus sesuai dengan peraturan penggunaan ambulans di jalan raya. 7. Memindahkan pasien ke unit gawat darurat untuk dilakukan penanganan secara cepat DAFTAR PUSTAKA http://bpbd.babelprov.go.id/proses-penanggulangan-bencana/ http://keperawatanmahasiswaunsoed.blogspot.co.id/2013/09/evakuasi-dantransportasi-korban-bencana.html