STUDI EXPERIMENTAL PENGARUH PERBEDAAN MOLARITAS AKTIVATOR PADA PERILAKU BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH Disusun Oleh : THALIA SYAVIRA SYAHRIAL (03011281722038) Tugas TBM Resume atau Kesimpulan Jurnal Bertema Beton Geopolymer Jurusan Teknik Sipil Dan Perencanan, Teknik Sipil Universitas Sriwijaya 2020 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pengertian SCC (Self Compacting Concrete) Self Compacting Concrete (SCC) adalah suatu teknologi pembuatan beton berkinerja tinggi yang mula-mula dikembangkan pada tahun 1988 di Jepang sebagai respons terhadap masalah yang timbul terkait dengan sifat durability beton dan kebutuhan yang sangat tinggi akan pekerja terampil. Karena sifat campurannya yang mampu mengalir disekitar wilayah penulangan yang padat dan pada penampang yang sempit, melepaskan gelembung udara, dan tahan segregasi tanpa memerlukan usaha konsolidasi yang standard. Dengan penggunaan teknologi SCC ini maka kebutuhan akan penggetar (Vibrator) dan peralatan konsolidasi lainnya secara signifikan akan berkurang. Alternatif Bahan Tambahan SCC Fakta nya di lapangan menunjukkan bahwa pembuatan beton mutu tinggi membutuhkan penambahan material lain yang bersifat pozzolan dan memiliki struktur yang lebih kecil dibandingkan semen. Salah satu bahan tambah yang dapat digunakan adalah abu sekam padi. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Cara yang biasa dipergunakan untuk membuang sekam adalah dengan membakarnya di tempat terbuka. Dari hasil pembakaran abu menghasilkan silica 92-96%. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 1 2 SCC Marhendi dan Yusup (2016) melakukan penelitian tentang manfaat limbah kaca dan abu sekam padi sebagai bahan tambah pada self compacting concrete. abu sekam padi didapat dari hasil pembakaran sekam pada industri batu bata kemudian disaring menggunakan saringan ukuran 50. Perencanaan campuran pada penelitian ini menggunakan metode SNI dikombinasikan dengan metode trial mix design Menurut Krisnamurti (2008) menunjukkan persentasi campuran beton SCC pada variasi 10% abu sekam menunjukkan pola kuat tekan tertinggi sebelum terjadi penurunan kuat tekan awal, yaitu sebesar 375,20 kg/cm2 untuk abu kertas dan 322.50 kg/cm2 untuk abu sekam padi. METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Berikut merupakan flow chart dari penelitian tersebut : METODOLOGI PENELITIAN Superplasticizer atau Admixture Tipe F yang digunakan adalah Naptha 511P dari PT. Naptha Karya Belide. Pengujian Bahanbahan material beton yang lainnya. Mix Design : Penentuan komposisi dari campuran beton geopolimer (termasuk komposisi bahan tambahan abu sekam padi) Pengadukan campuran beton dengan concrete mixer metode eksperimen dengan membuat benda uji berbentuk silinder untuk pengujian kuat tekan dan kuat tarik (d = 15 cm, t = 30 cm) dengan total 60 benda uji Uji kuat tekan beton geopolimer dengan umur 3, 7, 14, 28 hari Benda uji dibuat dengan 4 variasi penambahan superplasticizer dan abu sekam padi yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15% dari berat semen. superplasticizer atau Admixture Tipe F yang digunakan adalah Naptha 511P dari PT. Naptha Karya Belide. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 01 Penentuan Komposisi Agregat Dari hasil pengujian agregat diketahui bahwa agregat kasar memiliki diameter maksimum 10 mm dan agregat halus memiliki persentase gradasi yang masuk pada zona 2 02 Kebutuhan Bahan Untuk 60 Benda Uji HASIL DAN PEMBAHASAN 03 Workability masing-masing variasi abu sekam padi dapat disimpulkan melalui Grafik 1 bahwa penggunaan ASP sebesar 5% dapat meningkatkan workability beton SCC. Hal ini terlihat dari waktu aliran beton yang lebih cepat dibanding tanpa ASP. Penggunaan ASP 10% dan 15% membuat aliran beton tidak mencapai 500 mm. Penggunaan ASP 10% dan 15% membuat beton lebih kental. Adapun menurut penelitian Rahman,DF (2018) semakin besar diameter sebaran ratarata maka tingkat flowability akan menjadi semakin baik. Nilai diameter sebaran ratarata terbesar pada variasi abu sekam padi 9% sebesar 65,6 cm dengan penambahan superplasticizer sebanyak 0,99%. Hasil waktu sebaran untuk t50 yang didapatkan dari variasi penggunaan abu sekam padi 9% ini mencapai 4,2 detik dengan hasil slump sebesar 28,4 cm. HASIL DAN PEMBAHASAN 04 Berat Beton Isi Beton Segar Semakin banyak jumlah abu sekam padi atau Semakin Persentase segar yang dihasilkan dengan penurunan pada variasi abu sekam padi 5%, 10%, dan 15% berturut-turut adalah 0.77 %, 1.84 %, dan 3.37 % terhadap berat isi beton SCC tanpa penambahan abu sekam padi. HASIL DAN PEMBAHASAN 05 Setting Time Semakin banyaknya jumlah / presentase dari abu sekam Padi pada campuran maka semakin cepat waktu pengikatannya. Waktu ikat awal dengan waktu tercepat diperoleh oleh beton dengan variasi abu sekam padi 15% yaitu 112.94 menit. Beton dengan variasi 5%, 10% dan 15% mengalami kenaikan beturut-turut pada waktu ikat terhadap beton dengan variasi 0% sebesar 17.82%, 64.91% dan 77.59%. Dengan mengetahui waktu ikat awal beton, dapat diperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengecoran agar tidak melebih waktu ikat dari beton tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN 06 Kuat Tekan Beton Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton SCC pada umur 3, 7, 14, dan 28 hari, diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dari variasi 5%, 10%, dan 15% penambahan abu sekam padi dan setiap hari pengujian mengalami penurunan dibandingkan dengan variasi 0%. Nilai rata- rata penurunan variasi ASP 5%, 10%, dan 15% berturut-turut adalah 11.38%, 4.84%, dan 10.72% HASIL DAN PEMBAHASAN 07 Kuat Tekan Beton Berdasarkan hasil pengujian kuat tarik pada umur 28 hari, dapat disimpulkan bahwa kuat tarik beton mengalami penurunan pada variasi abu sekam padi 5%, 10% dan 15% terhadap variasi abu sekam padi 0% dengan penurunan sebesar 15.99 %, 19.00%, dan 10.35%. Kuat tarik beton tertinggi diperoleh oleh beton dengan variasi abu sekam padi 0% dengan nilai kuat tarik beton rata-rata yaitu 3.598 N/mm2. KESIMPULAN KESIMPULAN Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut (1) nilai slumpflow T50 mengalami peningkatan pada kadar ASP 5%, (2) Berat isi beton mengalami penurunan pada setiap kadar penambahan ASP, (3) waktu ikan beton mengalami percepatan pada setiap kadar penambahan ASP, (4) kuat Tarik mengalami penurunan pada pada setiap kadar penambahan ASP, (5) Selain itu, komposisi agregat pada SCC berbeda dengan beton konvensional. Komponen halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton konvensional karena SCC memanfaatkan perilaku pasta yang dapat membantu mengalirkan beton segar. Beton konvesional menggunakan agregat kasar sebesar 70%-75% dari volume beton. kuat tekan mengalami penurunan pada setiap kadar penambahan ASP. DAFTAR PUSTAKA Assala, M.F., Muhammad F.H, Amalia. 2019. KARAKTERISTIK BETON SCC DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN TAMBAH ABU SEKAM PADI. Jakarta : Politeknik Negeri Jakarta. [1] Nugraha,Yudha. 2015. “Variasi Penambahan Silica Fume Terhadap Beton Mutu Tinggi Self Compacting Concrete (Scc).”. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. [2] Haqqu, Fatih. 2016. “Analisis Sifat Mekanis Beton SCC Menggunakan Bahan Tambah Superplasticizer Dengan Pemanfaatan High Volume Fly Ash Concrete” Surakarta. Universitas Muhammadiah Surakarta. [3] Krisnamurti. 2008. ”Pengaruh Pemanfaatan Abu Kertas Dan Abu Sekam Padi Pada Campuran Powder Terhadap Perkembangan Kuat Tekan Self-Compacting Concrete”. Jember. Universitas Negeri Jember. [4] ACI 211.1–91, 1991, “Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete.” [7] Rahman, Dian Fathur. (2018). “Pengaruh Abu Sekam Padi SebagaiMaterial Pengganti Semen PadaCampuran Beton Self Compacting Concrete (SCC) Terhadap Kuat Tekan dan Porositas Beton”. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya.