LAPORAN PL3002 ASPEK KEBENCANAAN ANALISIS BAHAYA GEMPA BUMI Disusun Oleh: Fauzia Suryani Puteri (15408061) Iztirani Nuraisha (15409005) Inertia Indi Hapsari (15409013) Argasadha Retapradana (15409029) Gina Puspitasari (15409035) Atika Nurcahaya (15409046) Dinurrahma Kemala (15409060) Tri Rahayu Wulansari (15409069) Ryan Aditya Amir (15409080) PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. 1.1.1 Penyebab Terjadinya Gempabumi Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading). GAMBAR 1.1 LEMPENG TEKTONIK Sumber: www.bmkg.go.id 2 Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel. Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling mendekati(collision) dan saling geser (transform). Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi. GAMBAR 1.2 PENAMPANG KERAK BUMI Sumber: www.bmkg.go.id 3 1.1.2 Karakteristik Gempabumi Gempabumi memiliki beberapa karakteristik, yaitu: • Berlangsung dalam waktu yang sangat singkat • Lokasi kejadian tertentu • Akibatnya dapat menimbulkan bencana • Berpotensi terulang lagi • Belum dapat diprediksi • Tidak dapat dicegah, tetapi akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi 1.1.3 Parameter Dasar Gempa Beberapa parameter dasar gempa bumi yang perlu kita ketahui, yaitu: 1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam bumi. 2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan bumi. 3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa. 4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempa bumi. 5. Amplification factor, yaitu faktor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu. 6. Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat 4 dikatakan sebagai intensitas gempa bumi. Di Indonesia digunakan skala intensitas MMI (Modified Mercalli Intensity) versi tahun 1931. 1.1.4 Klasifikasi Gempabumi Berikut adalah klasifikasi gempabumi dari berbagai aspek: 1) Berdasarkan Gelombang/Getaran Gempa a. Gempa Gelombang Primer(gelombang lungitudinal) Gelombang/getaran merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7-14 km/detik.getaran ini berasal dari hiposentrum b. GempaGelombang Sekunder (gelombang transversal) Gelombang atau getaran merambat,seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah berkurang,yakni 4-7 km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan cair. c. Gempa Gelombang Panjang Gelombang panjang adalah gelombang yang merambat melalui permukaan bumi dengan kecepatan 3-4 km/detik.Gelombang ini berasal dari episentrum.dan gelombang inilah yang banyak menimbulkan kerusakan di permukaan bumi. 2) Bedasarkan Faktor Penyebab a. Gempabumi vulkanik ( Gunung Api ) Gempa bumi ini terjadi akibatadanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi.. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. b. Gempa bumi tektonik Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh 5 bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik. 3) Berdasarkan Magnitude Gempa a. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR. b. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR. c. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR. d. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR. e. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR . f. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR . g. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR . 4) Berdasarkan Kedalaman Sumber a. Gempabumi dalam h > 300 Km . b. Gempabumi menengah 80 - 300 Km . c. Gempabumi dangkal h < 80 Km . 5) Berdasarkan Bentuk Episentrum: a. Gempa sentral: episentrumnya berbentuk titik b. Gempa linear: episentrumnya berbentuk garis 6) Berdasarkan Jaraknya a. Gempa sangat jauh: jarak episentrum lebih dari 10.000 km b. Gempa jauh: jarak episentrum sekitar 10.000 km. c. Gempa lokal: jarak episentrum kurang 10.000 km. 6 7) Berdasarkan Lokasinya a. Gempa daratan : episentrumnya di daratan. b. Gempa lautan : episentrumnya di dasar laut. Input data sumber gempa 1.1.5 Karakteristik Gempabumi yang Menyebabkan Tsunami Tidak semua gempa menghasilkan tsunami, hal ini tergantung beberapa faktor utama seperti tipe sesaran (fault type), kemiringan sudut antar lempeng (dip angle), dan kedalaman pusat gempa (hypocenter). Gempa dengan karakteristik tertentu akan menghasilkan tsunami yang sangat berbahaya dan mematikan, yaitu: a. Tipe sesaran naik (thrust/ reverse fault). Tipe ini sangat efektif memindahkan volume air yang berada diatas lempeng untuk bergerak sebagai awal lahirnya tsunami. b. Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu.Makin tinggi sudutnya (mendekati 90o), makin efektif tsunami yang terbentuk. c. Kedalaman pusat gempa yang dangkal (<70 km). 1.2 Catatan Sejarah Kegempaan di Indonesia Posisi geografis kepulauan Indonesia yang berada di zona Ring of Fire. Pertemuan empat lempeng besar pada zona tersebut menyebabkan banyaknya patahan-patahan aktif yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini yang menyebabkan sejarah kegempaan yang tercatat relatif cukup banyak dibandingkan dengan Negara lain yang berada di titik ancaman gempa lain. Sedikit membahas mengenai sejarah kegempaan di Indonesia, sejarah yang tercatat dan data yang tersedia secara umumdapat diklasifikasikan dalam tiga lingkup lokasi makro. 1. Catatan sejarah gempabumi di Pulau Sumatra 2. Catatan sejarah gempabumi di Pulau Jawa 3. Catatan sejarah gempabumi di wilayah Indonesia bagian timur a. Kepulauan Nusa Tenggara b. Kepulauan Maluku c. Pulau Irian d. Pulau Sulawesi 7 1.2.1 Catatan Sejarah Gempabumi di Pulau Sumatra Catatan sejarah kegempaan di pulau Sumatra cukup banyak dan mendetail dibandingkan dengan catatan sejarah kegempaan di wilayah lain di Indonesia. Catatan dan data-data kegempaan ini banyak dibuat sebagai respon atas kondisi kerentanan dan ancaman gempabumi yang besar di pulau Sumatra. Seringnya terjadi gempabumi di pulau Sumatra juga menjadi bahan riset menarik bagi peneliti geologi dan pakar-pakar kegempaan di Indonesia maupun di Luar negeri. Jika membahas gempa yang sering terjadi di pulau Sumatra, umumnya pusat gempa (episenter) terletak di zona patahan yang memanjang sepanjang bukit barisan. Namun bukan berarti gempa tidak pernah terjadi akibat episenter yang berada di zona subduksi (zona pertemuan lempeng). Gempa dengan episenter yang terletak di zona subduksi justru lebih berbahaya dan beresiko menimbulkan gelombang Tsunami karena letak zona subduksi yang berada di bawah laut. Rasio kejadian gempa ber-magnitude besar berdasarkan sumber gempa adalah sebagai berikut 1. Gempabumi akibat episenter di zona subduksi terjadi “hanya” dua / tiga kali dalam 100 tahun terakhir. 2. Gempabumi akibat episenter di zona patahan (patahan Sumatra) terjadi sampai 20 kali dalam 100 tahun. Untuk catatan gempa besar yang terjadi di pulau Sumatra dalam 10 tahun terakhir adalah sebagai berikut : Bengkulu tahun 2000 – 7.8 SR Pulau Simelue tahun 2002 Aceh – Andaman tahun 2004 – 9.2 SR Nias – Simelue tahun 2005 – 8.7 SR Bengkulu - Mentawai tahun 2007 – 8.4 SR Mentawai tahun 2007 – 7.9 SR Berikut adalah peta sejarah kegempaan periode 1797 sampai tahun 2005. GAMBAR 1.3 8 PETA SEJARAH KEGEMPAAN DI PULAU SUMATRADISERTAI TAHUN KEJADIAN (PERIODE 1797 – 2005) Keterangan : dari gambar diatas dapat dilihat letak episenter gempa disertai tahun kejadian gempanya. 1.2.2 Catatan Sejarah Gempabumi di Pulau Jawa Karakteristik gempabumi yang terjadi di Pulau Jawa umumnya nyaris sama dengan karakteristik gempa di Pulau Sumatra. Mayoritas episenter gempa berada di zona patahan (beberapa yang terkenal adalah patahan CimandiriLembang, Patahan Baribis, Patahan Semarang-Brebes, dan Patahan di sebelah timur gunung Muria). Catatan gempa-gempa merusak di pulau Jawa dari tahun 1850 sampai tahun 1985 adalah sebagai berikut, 9 GAMBAR 1.4 PETA SEJARAH KEGEMPAAN DI PULAU JAWA (PERIODE 1850 – 1985) Dari berbagai catatan sejarah yang ditemukan, dapat diambil kesimpulan bahwa potensi gempabumi dan tsunami di zona subduksi Jawa tidak sebesar zona subduksi Sumatra. Kesimpulan ini didukung oleh fakta bahwa kekuatan gempa terbesar yang pernah terjadi belum pernah menyentuh angka magnitude 8. Berikut catatan gempa disertai kekuatan gempanya, 10 GAMBAR 1.5 PETA SEJARAH KEGEMPAAN DI PULAU JAWA DISERTAI KEDALAMAN EPISENTER DAN MAGNITUDE GEMPA PERIODE 1850 – 1985 Berdasarkan catatan diatas, dapat dilihat bahwa potensi gempa di zona subduksi Jawa cukup besar dan tidak dapat diabaikan karena tidak dapat dikatakan bahwa zona subduksi Jawa tidak dapat mengeluarkan gempa dengan magnitude sampai 9 SR. 1.2.3 Catatan Sejarah Gempabumi di Indonesia Timur Secara fisik, kondisi struktur geologi dan tatanan tektonik di wilayah Indonesia Timur lebih rumit dibandingkan dengan Pulau Sumatra dan Pulau Jawa. Namun hal ini justru tidak didukung oleh ketersediaan data mengenai kegempaan (geologi dan geofisika). Oleh karena itu, analisis ancaman dan resiko gempabumi untuk wilayah Indonesia timur terbentur masalah kelangkaan data kegempaan. Berikut beberapa catatan gempa yang pernah terjadi di wilayah Indonesia timur, 11 GAMBAR 1.6 PETA SEJARAH KEGEMPAAN DI INDONESIA TIMURDISERTAI TAHUN KEJADIAN GEMPA PERIODE 1973 - 2005 GAMBAR 1.7 PETA SEJARAH KEGEMPAAN DI INDONESIA TIMURDISERTAI TAHUN KEJADIAN GEMPA (PERIODE 1973 – 2005) 12 1.2.1 Jumlah Korban Bencana Gempabumi di Indonesia Daftar gempa bumi besar (di atas skala Richter 5) di Indonesia (diurutkan menurut tanggal paling lama): Episentrum Area Korban Tanggal Kekuatan 20 September 1899 7.8 25 November 1833 8.8-9.2 Mw 2 Februari 1938 8.5 14 Agustus 1968 7.8 Sulawesi Utara 392 26 Juni 1976 7.1 Papua 9.000 19 Agustus 1977 8.0 12 Desember 1992 7.5 Pulau Flores 2.100 2 Juni 1994 7.2 Banyuwangi 200 4 Mei 2000 6.5 4 Juni 2000 7.3 Bengkulu >100 12 November 2004 7.3 Alor 26 Kota Ambon 2.5°LU 100.5°BT Sumatera 5.05°LU Pulau Banda 131.62°BT dan Pulau Kai Kepulauan Sunda Kepulauan Banggai Nanggroe Aceh 26 Desember 2004 9.3 Samudra Hindia Darussalam dan sebagian Sumatera Utara 28 Maret 2005 8.2 2.04°LU 97°BT Samudra Hindia 7.977°LS 27 Mei 2006 5.9 110.318°BT Bantul, Yogyakarta Jiwa 3.280 Tidak terdata 2.200 54 131.028 tewas dan sekitar 37.000 orang hilang Pulau Nias Daerah Istimewa Yogyakarta 6.234 dan Klaten 13 17 Juli 2006 7.7 9.334°LS Ciamis dan 107.263°BT Cilacap >400 Samudra Hindia 11 Agustus 2006 6.0 2.374°LU Pulau 96.321°BT Simeulue Solok, Kota 6 Maret 2007 6.4 Mw, 6.3 0.49°LS Mw 100.529°BT Solok, Tanah Datar, dan >60 Kota Bukittinggi 12 September 2007 7.7 26 November 2007 6.7 17 November 2008 7.7 4 Januari 2009 7.2 2 September 2009 7.3 4.517°LS Kepulauan 101.382°BT Mentawai 8.294°LS 118.36°BT Sumbawa Sulawesi Tengah Manokwari 8.24°LS 107.32°BT Tasikmalaya dan Cianjur 10 >3 4 2 >87 Padang 30 September 2009 7.6 Mw 0.725°LS 99.856°BT Pariaman, Kota Pariaman, Kota 1.115 Padang, dan Agam 1 Oktober 2009 6.6 Mw 2.44°LS 101.59°BT 9 November 2009 6.7 8.24°LS 118.65°BT 25 Oktober 2010 7.7 3.61°LS 99.93°BT Kerinci Pulau Sumbawa Sumatera Barat 2 1 408 Berdasarkan data diatas, korban jiwa dari gempa bumi terjadi tidak berdasarkan besar magnitude atau skala gempa yang terjadi. Skala besarnya 14 gempa memang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya korban jiwa, bisa kita lihat pada gempa bumi di Aceh, namun hal itu terjadi karena adanya tsunami. Faktor yang menyebabkan banyaknya korban jiwa adalah bangunan yang runtuh dan kurang sigapnya masyarakat saat gempa bumi terjadi. Gempa bumi yang terjadi diatas skala 5 dikhawatirkan mengakibatkan korban jiwa karena cukup kuat getarannya. Korban jiwa tersebut diakibatkan oleh reruntuhan bangunan dan longsornya tanah. Gempa bumi tidak menyebabkan korban jiwa, namun akibat dari gempa tersebut seperti bangunan, longsor dan tsunami yang mengakibatkankorban jiwa. 15 BAB II LANGKAH-LANGKAH HAZARD ASESSMENT Untuk menghubungkan antara data gempa dengan model yang akan digunakan dalam analisis bahaya gempa diperlukan identifikasi dan karakterisasi semua potensi sumber gempa yang mungkin memberikan pengaruh signifikan pada ground motion di lokasi gempa. Sumber gempa dapat diidentifikasi dari geologi, tektonik, sejarah dan dari hasil pencatatan gempa. Analisis penilaian bencana gempa melibatkan estimasi kuantitatif dari karakteristik ground motion pada site lokasi. Pendekatan analisis yang digunakan dalam penentuan analisis bencana gempa tersebut terdiri atas dua pendekatan yaitu secara deterministik (Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA)) dan secara probabilistik (Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)). Berikut ini adalah penjelasan mengenai langkah-langkah dari masing-masing analisis bahaya gempabumi tersebut: 2.1 Metoda Deterministik (DSHA) Metoda deterministik merupakan metoda dengan menggunakan input data skenario gempabumi dari satu sumber patahan gempa bumi yang paling berpotensial untuk menimbulkan bencana di wilayah yang bersangkutan. Metoda ini terutama baik dilakukan untuk wilayah yang kebetulan dilintasi atau berada pada jarak cukup dekat dari suatu patahan gempa utama sehingga diperkirakan akan mengalami kerusakan yang signifikan apabila gempa besar terjadi pada patahan tersebut. Secara umum, metoda deterministik digambarkan dalam empat tahapan proses (Reiter, 1990) yaitu: 1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber-sumber gempa yang mempunyai kapasitas menghasilkan gerakan tanah pada suatu lokasi (lokasi, geometri, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan seperti magnitudo maksimum dan frekuensi keberulangan kejadian gempa) 16 2. Pemilihan parameter jarak dari sumber ke lokasi. Biasanya dalam metoda DSHA, jarak yang dipilih adalah jarak terdekat dari zona sumber gempa (source zone) dengan lokasi yang ditinjau. Jarak yang digunakan dapat diekspresikan sebagai jarak dari episenter atau jarak dari hiposenter, dimana hal ini tergantung pada pengukuran jarak dari persamaan empiris yang akan digunakan untuk mempredikasi pada tahap berikutnya. 3. Pemilihan controlling earthquake, yaitu gempa yang diperkirakan akan menghasilka tingkat goncangan yang terkuat, dimana biasanya diekspresikan dalam parameter gerakan tanah dalam suatu lokasi. Pemilihan ini dilakukan dengan membandingkan tingkat goncangan yang dihasilkan oleh gempa yang diidentifikasi dalam tahap pertama) yang diasumsikan terjadi pada jarak yang diidentifikasi pada tahap kedua. Controlling earthquake ini biasanya dideskripsikan dengan besar (umumnya diekspresikan sebagai magnitude) dan jaraknya dari lokasi yang bersangkutan. 4. Bencana yang terjadi pada suatu lokasi kemudian didefinisikan biasanya dalam bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi tersebut akibat controlling earthquake. Karakteristik tersebut biasanya dideskripsikan oleh satu atau lebih parameter gerakan tanah yang diperoleh dari persamaan empiris yang digunakan. Percepatan puncak, kecepatan puncak, dan ordinat respons spectrum biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan bencana gempa. 17 GAMBAR 2. 1 TAHAPAN ANALISA BENCANA GEMPA DENGAN METODA DSHA Sumber: Kramer, S.L, 1996 Metoda deterministik atau berdasarkan skenario gempa pada satu patahan tertentu ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1. Metoda standar/ konvensional: memakai formula empiris untuk model goncangan gempa 2. Metode detil: memakai metoda “Stochastic- Green’s Function” untuk simulasi numerik dari sumber gempa dan penjalaran gelombangnya 2.1.1 Metoda Deterministik Konvensional Metoda deterministik konvensional adalah metoda memperkirakan besar goncangan dengan memakai rumus-rumus empiris hubungan antara besar kekuatan dan tipe sumber gempa dengan dampak kerusakan berdasarkan data-data kerusakan gempabumi di dunia. Kekurangan metoda ini adalah karena sampai saat ini belum ada rumus-rumus empiris yang khusus dikembangkan untuk wilayah Indonesia. Oleh karena itu terpaksa harus mengambil rumus-rumus empiris yang dikembangkan berdasarkan data-data dari luar Indonesia, sehingga belum tentu cocok di Indonesia. Adapun keuntungannya, metoda ini jauh lebih mudah daripada metoda detil. 18 GAMBAR 2. 2 DIAGRAM CARA MEMBUAT PETA BAHAYA GONCANGAN BERDASARKAN METODA DETERMINISITIK STANDAR Sumber: Diadosi dari “Seismic Hazard Manual Guide” Natural Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention-Japan, 2008 Contoh Analisis Goncangan Gempa dengan Metoda Deterministik Konvensional Dalam analisis deterministik faktor probabilitas atau berapa besar kemungkinan terjadinya suatu gempa besar di suatu wilayah tertentu tidak dipentingkan. Yang dihitung adalah berapa besar goncangan yang mungkin terjadi di wilayah tersebut apabila gempa besar yang terjadi pada salah satu sumber gempa disekitarnya terjadi. Jadi besar goncangan yang terjadi adalah akibat dari suatu kejadian gempa. Biasanya diambil besari magnitude maximum (worst-case). Secara Sederhana model besar goncangan gempa dapat dihitung sebagai berikut. Akselerasi gempa (sebanding dengan) Besar kekuatan/ magnitude sumber gempa/(berbanding terbalik dengan) jarak sumber ke lokasi peredaman gelombang gempa. Jadi besar goncangan gempa berbanding lurus dengan besar sumber gempa (magnitude) dan berbanding terbalik dengan jarak gempa(makin jauh/besar akan makin kecil) dan faktor peredaman gelombang. Pada contoh studi ini akan dihitung perkiraan potensi bahaya goncangan gempa dari Segmen Renun dari Patahan Sumatera di Wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan berdasarkan foto udara skala 1 : 100.000 dan peta 19 topografi skala 1 : 50.000. Peta patahan aktif ini sudah cukup besar skalanya untuk bisa melakukan segmentasi patahan. Dari analsis segmentasi, diketahui bahwa panjang segmen patahan aktif Renun sekitar 170 km. Berdasarkan panjang patahannya maka dari formula empiris didapat perkiraan besar magnitude gempa maximum ( MCE = Maximum Credible Earthquake) adalah Mw 7.6 GAMBAR 2. 3 PETA PATAHAN SUMATERA DI WILAYAH DANAU TOBA Sumber: Sieh dan Natawidjaja, 2000 Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1 : 100.000 dan topografi skala 1 :50.000. Segmen patahan Renun panjangnya 170 km. Dibagian utara dibatasi oleh diskontiniuitas jalur patahan berupa struktur Lembah Alas. Di bagian Selatannya dipisahkan dari segmen patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya. Untuk model goncangan gempa dipakai formula empiris dari atenuasi gempa oleh Fukushima dan Tanaka (1990), sebagai berikut. Dimana, A = rata – rata ground peak acceleration-PGA (cm.sec2); R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km); Mw = skala magnitude momen.mbar Berdasarkan input dan patahan aktif Segmen Renun pada gambar 4 dan formula atenuasi gelombang diatas maka didapat perkiraan besar goncangan 20 gempa (dalam satuan PGA = Peak Ground Acceleration –g =m/detik2) seperti terlihat pada gambar 2.3 dibawah : GAMBAR 2. 4 PETA BAHAYA GONCANGAN GEMPABUMI BERDASARKAN ANALISIS DETERMINISTIK-KONVENSIONAL Sumber: Fukushima dan Tanaka. 1990 Gambar 2.3 merupakan Peta bahaya goncangan gempabumi (pada batuan dasar) berdasarkan analisis deterministik-konvensional dari patahan sumatera segmen Renum di wilayah Toba (MCE=Mw 7.6) dengan memakai formula empiris atenuasi gelombang dari Fukushima dan Tanaka (1990). Pada gambar tersebut terlihat pola goncangan gempabuminya simetris, artinya dalam pemodelan ini tidak diperhitungkan faktor variasi arah propagasi dari perekahan patahan gempa dan juga kondisi tanah/batuan disekelilingnya diasumsikan homogeny. Pada kenyataannya besar goncangan gempa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi geologi dan tanah didekat permukaan, konfigurasi struktur bawah permukaan dan lain-lain. 2.1.2 Metoda Deterministik Detil (Stochastic) Metoda deterministik detil adalah metoda dengan menggunakan simulasi numerik dari sumber gempa dan penjalaran gelombangnya. Kelebihan metoda ini adalah bisa memperhitungkan berbagai scenario kemungkinan proses gempabumi pada satu patahan aktif yang sama namun bisa menghasilkan pola efek goncangan yang berbeda-beda, tergantung dari asumsi dan parameter patahan gempa yang 21 diterapkan. Metoda ini mensimulasikan secara numeric gelombang gempabumi mulai dari pembentukan di sumber gempa kemudian menajalar ke sekelilingnya melewati lapisan-lapisan tanah dan struktur bawah permukaan yang dimodelkan berdasarkan data geologi bawah permukaan. Data karakteristik fisik material tanah di permukaan juga dapat dimasukkan sebagai input datanya untuk mendapatkan variasi goncangan gempa sesuai dengan perkiraan efek amplifikasi di berbagai titik-titik target. Hasil dari metoda ini tidak hanya peta intensitas gempabumi seperti metoda deterministic standar, tapi juga mendapatkan data seri waktu (time series) dari gelombang seismic/gempa (sintetis) untuk semua lokasi. GAMBAR 2. 5 DIAGRAM CARA MEMBUAT PETA BAHAYA GONCANGAN BERDASARKAN METODA DETERMINISTIK DETIL Sumber: Diadosi dari “Seismic Hazard Manual Guide” Natural Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention-Japan, 2008 2.2 Metoda Probabilistik (PSHA) Analisis goncangan gempa bumi dengan cara probabilistik adalah cara yang paling umum dilakukan di dunia. Metoda ini tidak hanya memperhitungkan satu sumber patahan gempa bumi saja tetapi menghitung semua efek goncangan gempa dari semua sumber-sumber gempa bumi pada dan sekitar wilayah studi. Metoda ini tidak mengasumsikan satu atau beberapa skenario gempa pada setiap sumber (patahan) gempanya tetapi semua kemungkinan magnitudo gempa bumi 22 yang dapat terjadi yaitu nilai perioda ulang atau frekuensi masing-masing. Umumnya metoda ini memakai pendekatan rumus-rumus empiris, mirip dengan yang dipakai dalam metoda deterministik standar tetapi diaplikasikan untuk banyak sumber gempa sekaligus memakai prinsip probabilstik bukan skenario gempa. Metoda PSHA dapat dideskripsikan dalam empat tahapan prosedur (Reiter, 1990) sebagai berikut: 1. Tahap pertama adalah identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, termasuk didalamnya adalah karakterisasi distribusi probabilitas dari lokasi rupture yang berpotensi pada sumber. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi probabilitas yang sama untuk masing-masing zona sumber. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa gempa mungkin sama-sama akan terjadi pada setiap titik dalam zona sumber gempa. Distribusi ini, dikombinasikan dengan bentuk geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber ke lokasi 2. Langkah berikutnya adalah karakterisasi dari seismisitasi atau distribusi sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan kejadian gempa (recurrence relationship), yang mengekspresikan kecepatan rata-rata dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui, digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitasi dari masing-masing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat mengakomodasikan besarnya magnitude maksimum dari gempa 3. Gerakan tanah yang terjadi di suatu lokasi akibat adanya gempa dengan besar gempa berapapun dan lokasi dimanapun dalam masing-masing zona sumber gempa, dapat ditentukan dengan menggunakan predictive relationships 4. Langkah terakhir adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari lokasi gempa, besarnya gempa dan predikasi parameter gerakan tannah untuk mendapatkan probabilitas dimana parameter gerakan tanah akan terlampaui selama periode waktu tertentu. 23 GAMBAR 2. 6 EMPAT TAHAPAN ANALISA BAHAYA GEMPA DENGAN METODA PSHA Sumber: Kramer, S.L, 1996 2.2.1 Input Data Input data sumber gempa dipakai untuk metoda PSHA, yaitu : a. Patahan Aktif b. Area Sumber Gempa/ Seismik Latar Belakang Data patahan aktif adalah input data yang paling menentukan kualitas bagi hasil PSHA. Semakin komplit dan semakin baik kualitas data untuk input patahan aktifnya akan semakin baik juga hasil PSHA-nya. Untuk itu langkah pertama yang utama adalah mengumpulkan semua data patahan aktif yang sudah tersedia untuk kemudian analisis satu persatu untuk memeriksa kualitas dan akurasi datanya,kemudian bandingkan antara satu sumber dengan yang lainnya. Faktanya dibanyak tempat di dunia termasuk di Indonesia data patahan aktif ini masih terbatas sehingga input data area sumber gempa/seismik latar belakang menjadi sangat penting. Oleh karena itu untuk melakukan PSHA porsedur standar untuk mendesain input data seismic latar belakang ini perlu benar – benar diperhatikan. Lebih jelasnya, data seismik latar belakang ini di analisis dan disintesiskan dari katalog gempabumi, yaitu: data rekaman seismik yang berisi informasi tentang lokasi episenter dan kedalaman sumber atau hiposenter, magnitudo, dan waktu terjadi gempa-gempa masa lalu. Tahapantahapan untuk mempersiapkan pangkal data katalog gempa yang baik adalah sebagai berikut : 24 1. Kompilasi semua katalog gempa bumi yang ada dan pemilihan serta eliminasi data yang sama (completeness analysis) 2. Agar datanya komplit 3. Menyamakan skala magnitudo yang dipakai oleh berbagai katalog tersebut 4. Melakukan proses “declustering”, yaitu menghilangkan semua data – data gempa yang termasuk kedalam gempa – gempa pendahuluan dan gempa – gempa susulan (karena yang diperlukan untuk PSHA hanya gempa – gempa utama atau berdiri sendiri saja) 5. Tahapan yang cukup sulit atau bahkan sering tidak bisa dilakukan adalah menyamakan kualitas dan keakuratan dari semua katalog semua gempa bumi yang dikompilasi untuk homogenisasi pangkal data seismiknya. 2.2.2 Model Atenuasi Gempa Formula empiris adalah hubungan kuantitatif/matematis/statistik antara dua atau lebih parameter berdasarkan data-data kejadian yang melibatkan parameter-parameter tersebut. Secara umum rumus empiris atenuasi gelombang gempa adalah hubungan antara sumber gempa, terutama magnitudonya, dengan tingkat kerusakan yang terjadi disekitarnya sebagai fungsi dari jarak (antara sumber gempa dan titik target). Lebih lanjut lagi, parameter lainnya seperti sejenis mekanisme gempa (apakah patahan naik, turun, atau geser) dan lingkungan tektonik patahan gempanya (apakah patahan yang berada pada lempeng atau patahan di batas antar lempeng) juga dimasukkan sebagai parameter sumber gempa. Untuk kerusakan di target poin juga dimasukkan parameter tambahan seperti efek amplifikasi pada poin tersebut yang tergantung pada jenis tanah/batuannya. Ada banyak formula empiris untuk atenuasi gelombang yang sudah dibuat untuk berbagai kondisi sumber gempa dan kondisi lokalnya. Sebagian formula empiris khusus dikembangkan untuk wilayah/ Negara tertentu yang tentunya juga berdasarkan data dari suatu wilayah/Negara tersebut. Sebagian lainnya dikembangkan lebih universal berdasarkan data dari seluruh dunia. Sampai sekarang belum ada formula empiris yang dikembangkan dari data Indonesia dan untuk Indonesia. Juga belum ada usaha yang lebih komprehensif untuk membuat 25 koreksi dan penyesuaian terhadap berbagai formula yang sudah dikembangkan untuk bisa diterapkan lebih baik di Indonesia. Karena itu pemilihan formula empiris yang akan dipakai harus dengan kehati-hatian mengingat belum tentu benar-benar cocok. Lebih baik kalau memakai beberapa rumus empiris sekaligus sehingga bisa dibandingkan hasilnya untuk kemudian dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya untuk menentukan nilai mana yang akan dipakai. Dengan akan tersedianya banyak data seismometer dan akselerometer di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka keperluan TEWS maka dapat dipastikan bahwa data ini nantinya dapat dipakai untuk membuat/mengkoreksi formula-formula empiris atenuasi gelombang gempa. 2.2.3 Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan Nilai kecepatan atau percepatan gelombang gempa atau juga konversinya ke intensitas atau besarnya goncangan gempa dapat di perkirakan pada batuan dasarnya atau pada permukaan tanahnya. Yang disebut sebagai batuan dasar adalah batuan/tanah yang lebih kerass dan padat di bawah tubuh tanah yang lebih lunak dan tidak terkonsolidasi. Batuan dasar keteknikaan (engineering bedrock) adalah batuan dasar yang menjadi fondasi untuk struktur bangunan besar. 2.2.4 Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan Ketika gelombang gempa menjalar dari batuan dasar ke atas permukaan maka gelombang ini akan mengalami amplifikasi. Besarnya amplifikasi ini ditentukan oleh jenis atau sifat fisik tanahnya. Yang sekarang umum dipakai untuk standar besarnya amplifikasi adalah nilai kecepatan gelombang permukaan pada tubuh tanah dari permukaan sampai kedalamn 30 meter (Vs-30 m). Satuan goncangan untuk batuan dasar dan permukaan ini bisa direpresentasikan sebagai Puncak Kecepatan/Percepatan Gelombang (Peak Ground Velocity/Acceleration. PGV/PGA) 2.2.5 Respon Struktur Selain besar goncangan gempa pada batuan dasar dan permukaan, potensi bencana juga ditentukan oleh respon struktur bangunan karena efek resonansi dari sturktur bangunan akan memperkuat gelombang gempa. Oleh karena itu dalam analisis goncangan perihal respon struktur bangunan ini diperhitungkan. Respon 26 struktur pada gelombang gempa yang datang ini biasa disebut sebagai spektra respon (response spectra). 2.2.6 Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa Ada dua macam tampilan dari peta probabilitas bahaya goncangan gempa bumi yaitu: 1) Peta besarnya probabilitas dari goncangan gempa yang melewati nilai goncangan yang ditentukan untuk perioda waktu yang ditentukan (the probability for a fixed time period and intensity) 2) Peta Probabilitas besarnya goncangan gempa yang melewati nilai yang tidak ditentukan untuk besar probabilitas dan perioda waktu yang ditentukan (the intensity for a fixed time period and probability) GAMBAR 2. 7 PETA PROBABILISTIK BAHAYA GONCANGAN GEMPA UNTUK WILAYAH JEPANG Sumber: Diadopsi dari “Seismic Hazard Manual Guide”, NRI-ESDP-Japan,2008 dan “Seismic Hazard and Risk Analysis” by R.K. McQuire, 2004 Gambar diatas merupakan contoh 2 (dua) macam tampilan peta probabilistik bahaya goncangan gempa untuk wilayah Jepang yaitu: 1) Peta kiri memperlihatkan perkiraan besar intensitas goncangan dengan tingkat kemungkinan 6% dalam 30 tahun ke depan. Peta kanan memperlihatkan perkiraan besar intensitas (dalam JMA) goncangan dengan tingkat kemungkinan 3 % dalam 30 tahun ke depan. 2) Peta kiri memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5 (skala JMA). Peta 27 Kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA). GAMBAR 2. 8 PETA PROBABILISTIK TINGKAT BAHAYA GONCANGAN GEMPA DI SUMATERA UNTUK “10% PROBABILITY OF EXEDANCE” Sumber: Petersen et al, 2004 GAMBAR 2. 9 PETA DIAGRAM ALUR KERJA KAJIAN BAHAYA GONCANGAN GEMPA DENGAN METODA PROBABILISTIK Sumber: Diadopsi dari “Seismic Hazard Manual Guide”, NRI-ESDP-Japan,2008 dan “Seismic Hazard and Risk Analysis” by R.K. McQuire, 2004 28 BAB III STUDI KASUS 2.1 Gempa Mentawai 2010 Studi kasus yang diambil pada laporan ini adalah Gempa Mentawai yang terjadi pada tanggal 25 Oktober 2011. Gempa ini terjadi pada pukul 21.42 WIB. Gempa Mentawai ini terjadi di barat daya pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Berdasarkan laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Gempa ini berkekuatan 7,2 Skala Richter atau 7,7 Skala Richter versi USGS dan memicu terjadinya tsunami pada hari yang sama pada pukul 22.00 WIB. Gempa dan tsunami ini menewaskan 311 orang dan 600 orang dinyatakan hilang. Gempa ini juga merusak fasilitas umum, yaitu 10 buah jembatan, jalan sepanjang 8 Km, 4 rumah Ibadah, 3 bangunan sekolah, 3 rumah dinas dokter, 2 resort, dan 174 rumah warga mengalami rusak ringan. 2 resort yang rusak ini merupakan resort yang sering dikunjungi wisatawan lokal dan domestik. Berikut adalah gambar-gambar pasca kejadian gempa mentawai 2010: 29 2.1.1 Gempa Mentawai 2011 Gempa Mentawai ini terjadi pada 26 Oktober 2011, satu tahun setelah mentawai 2010 pada pukul 10.38 WIB. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Gempa ini berkekuatan 5,4 Skala Richter berpusat di 42 Km tenggara Sipura, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat atau 2,59 LS dan 99,67 BT. Lokasi gempa berada di bibir empeng subduksi Indoaustralia. Gempa ini tergolong dangkal sehingga tidak berpotensi menciptakan tsunami. Gempa tersebut merupakan lokasi rawan tsunami, jika terjadi gempa dengan skala diatas 7 Skala Richter. Pusat gempa berkedalaman 29 Km dari permukaan Laut. 30 BAB IV KAJIAN GEMPABUMI DALAM PERENCANAAN Perencanaan dan perancangan kota merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan, terutama mengenai isu gempa bumi. Perencanaan dan perancangan kota dapat memberikan sumbangsih, baik sebagai pencegah maupun perbaikan. Dengan adanya perencanaan dan perancangan yang dikhususkan untuk menanggulangi gempa bumi, maka dapat dipastikan bencana yang terjadi serta kerusakan dapat diantisipasi. Banyaknya korban bencana alam gempa bumi yang terjadi akhir-akhir ini seharusnya membuat para perencana dan perancang mampu menganalisis kemudian mengaplikasikan ilmunya dalam bentuk pembangunan yang nyata. Perencanaan merupakan sebuah tindakan atau proses berkelanjutan dimana rencana yang dikeluarkan digunakan untuk masa depan dengan memikirkan masa lalu dan masa kini. Perencanaan tentu saja mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kemudia dilakukan pengambilan keputusan setelah menentukan alternatif yang ditawarkan. Dalam perencanaan dan perancangan sendiri memerlukan beberapa prinsip yang memperhatikan beberapa aspek geophysic, tektonic, structural engineering, relief and rehabilitations operations, dan penanganan masalah sosial. Pemikiran-pemikiran tentang sistem peringatan dini, perencanaan dan perancangan kota (planning and design for safe city), penggunaan material, disain dan rekayasa bangunan tahan gempa merupakan salah satu bahasan yang berkesinambungan dan menarik . Namun sebelum merencanakan semua hal diatas, tentu saja sebagai seorang planner atau perencana memerlukan kajian seputar gempa bumi. Kajian ini diperlukan guna memperhatikan aspek dan prinsip dalam perencanaa itu sendiri sehingga tidak terjadi kesalahan dan sesuai kebutuhan. Ada beberapa hal yang memicu potensi bencana alam di Indonesia, selain wilayah Indonesia yang memang berada diantara tiga lempang besar (Lempeng Indo-Australia), Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik) ada beberapa faktor lain 31 yang memicu potensi bencana terjadi yaitu pertumbuhan penduduk Indonesia sendiri. Laju pertumbuhan yang sangat tinggi membuat kebutuhan akan lahan semakin bertambah. Kawasan hunian merupakan salah satu kawasan yang terus berkembang sehingga mencapai kawasan marginal yang tidak aman. Tata tertib dan tata guna lahan yang menjadi inti permasalahan dalam hal peningkatan kerentanan. Peningkatan kerentanan ini juga terjadi akibat masyarakat dan pemerintah yang tidak menyadari dan tanggap terhadap potensi bencana di daerahnya. Melihat banyak sekali permasalahan yang ada dari pengalaman, maka upaya yang komperhensif diperlukan untuk mengurangi resiko bencana yaitu dengan melakukan mitigasi. Mitigasi dilakukan untuk mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadi bencana baik berupa korban jiwa, harta, atau benda yang akan berpengaruh ke kehidupan manusia. Kajian resiko merupakan salah satu bentuk yang diperlukan untuk penyusunan rencana, terutama perencanaan dan perancangan wilayah dan kota sendiri. Alur yang digunakandiawal merupakan rangkaian kerentanan dan bahaya itu sendiri. Bisa diliHat di gambar di bawah ini. GAMBAR 4.1 MODEL HUBUNGAN RESIKO BENCANA, BAHAYA DAN KERENTANAN Sumber: UNDP, 1992 Produk perencanaan dan peracangan kota, dengan berbagai produk pemanfaatan ruang (aboveground, underground spaces, urban landscape) sebenarnya merupakan bentuk regulasi (kebijakan publik) yang harus ditaati oleh semua aktor pembangun, (arsitek, perancang struktur, urban planner, dan urban 32 designer, investor, serta aparat birokrasi). Peraturan tata ruang dan peraturan bangunan (building codes) memiliki posisi sangat strategis dalam menentukan produk perancangan kota dan/ atau bangunan yang aman bagi penggunanya. Ketaatan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan bangunan yang ketat berkaitan upaya mitigasi dampak gempa merupakan prasyarat utama yang harus dilakukan. Alur yang digunakan untuk resiko bencana menurut UNISDR bisa dilihat pada gambar di bawah ini. GAMBAR 4.2 KERANGKA PENGURANGAN RESIKO BENCANA Sumber: UNISDR, 2002 Penanganan mitigasi bencana ini sendiri haruslah berkelanjutan. Karena salah satu prinsip dalam perencanaan adalah berkelanjutan. Hal ini diperlukan agar tindakan selanjutnya bisa dilakuakan sesuai dengan rencana yang telah 33 ditetapkan diawal. Kemudian, permasalahan akan bencana yang semakin berkembang seiring dengan permasalahan lain haruslah diperkirakan apa yang akan terjadi sehingga penyelesaiannya sendiri bisa dicari. Keikutsertaan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama juga dibutuhkan. Ada 2 bentuk mitigasi, yaitu struktur dan non struktur. Mitigasi struktur adalah upaya dalam bentuk memperkuat bangunan dan/atau infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan gempa dan sebagainya. Hal ini sangat penting sekali mengingat salah satu penyebab korban jiwa adalah bangunan itu sendiri. Struktur bangunan juga dapat mengurangi resiko bencana yang terjadi. Maka dari itu, sebagai perencana harus juga memikirkan sturktur bangunan dengan memahami jenis gempa dan bentuk dari gempa itu sendiri. Kemudian hasil analisis tersebut bisa digunakan untuk membuat rencana dan rancanagan bersama ahli lain. Kajian akan bentuk dan struktur bangunan juga diperlukan untuk ahli lain sdeperti teknik sipil dan arsitek. Upaya mitigasi non struktural dilakukan dengan cara menghindari wilayah bencana dalam merencanakan dan merancang bangunan. Perlu dilakukannya perencanaan tata ruang dan wilayah yang komprehensif. Selain itu perlu dilakukan upaya mitigasi lingkungan alam non struktural diantaranya yakni tidak mengubah lingkungan alam yang dapat melindungi terhadap bencana seperti karang pantai, bukit pasir pantai, danau, laguna, hutan dan lahan vegetatif, kawasan perbukitan karst dan unsur geologi lainnya yang dapat meredam dan mengurangi dampak bencana. Upaya pemanfatan ruang kota melalui planning and design dalam rangka menciptakan setting kota yang aman merupakan salah satu upaya mitigasi dampak bencana. Perencanaan Kota merupakan perencanaan fisik yang terpadu, karena perencanaan kota mempunyai aspek yang sangat kompleks menyangkut aspek sosial-budaya, ekonomi, dan politik dalam satu kesatuan wilayah fisik (ruang kota). Dengan demikian, rencana kota merupakan rencana yang disusun dalam rangka pengaturan pemanfaatan ruang kota, yang menyangkut masalah kebutuhan atau kepentingan yang saling terkait dalam pemanfaatan sumber daya 34 (ruang kota) yang sudah sangat terbatas; serta keterkaitan antara satu peruntukan dengan peruntukan lain sesuai dengan kapasitas infrastruktur yang menunjang peruntukaan-peruntukan tersebut (Respati, 2005: 33). Peran perencanaan dan perancangan kota dalam upaya mitigasi dampak gempa bumi sangat penting dalam rangka "melindungi” dan memberikan rasa aman masyarakat dari ancaman bahaya gempa bumi. Penataan urban landscape diarahkan untuk memberikan ruang evakuasi, serta ruang penyelamatan korban gempa. Penataan ruang melalui penataan konfigurasi ruang kota dengan unsur bangunan tinggi (skycraper, high rise building), kepadatan bangunan, serta ruang terbuka, keberadaannya menjadi penting untuk mengurangi jumlah korban akibat gempa. Upaya mitigasi dampak gempa bumi melalui perencanaan dan perancangan kota dan bangunan harus didukung oleh perangkat peraturan dan kebijakan pemerintah kota dan pusat yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat dari bahaya gempa. Mitigasi struktur dan non-struktur hanya bisa dilakukan dengan didukung dengan kelengkapan perangkat peraturan bangunan (building codes), serta konsistensi implementasi semua produk pranata perencanaan dan perancangan kota dan/atau bangunan. Adapun unsur pembentuk kota pada hahekatnya substansi urban design sebenarnya akan menyangkut 3 unsur pokok yaitu; a) Faktor lingkungan alam, karakteristik alam merupakan unsur dasar yang akan memberikan karakteristik yang spesifik suatu kawasan/kota. Faktor alam ini mencakup; iklim, topografi, seismocity, geomorfologi, aliran, kelembaban, suhu udara, flora-fauna dan sebagainya. b) Faktor lingkungan buatan, kondisi-potensi lingkungan buatan sebagai produk budaya masyarakat yang telah membentuk lingkungan yang spesifik perlu menjadi suatu pertimbangan sebagai satu kesatuan produk aktifitas masyarakat. c) Faktor lingkungan nonfisik, kehidupan sosial-budaya, ekonomi, politik dan teknologi, sebagai faktor yang melatar belakangi terbentuknya lingkungan binaan manusia. 35 BAB V KESIMPULAN Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Penyebab gempabumi adalah pergerakan lempeng tektonik di permukaan bumi. Posisi Indonesia yang berada pada posisi pertemuan 3 lempeng tektonik menyebabkan Indonesia rawan akan bahaya gempabumi. Dari berbagai catatan gempabumi yang terjadi di Indonesia, banyak jumlah korban akibat bencana ini. Korban tewas terbanyak adalah saat gempa di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,1 Skala Richter, yaitu sebanyaj 220.000 jiwa. Kajian bahaya gempabumi (Earthquake Hazard Assesment) merupakan langkah awal dari analisis resiko bencana gempabumi. Kajian ini dapat dilakukan dengan dua metoda pendekatan, yaitu metoda probabilistik dan deterministik. Melalui pendekatan ini dapat dihasilkan sebuah peta bahaya gempabumi yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mitigasi bencana. 36 REFERENSI http://bnpb.go.id http://science.howstuffworks.com/earthquake.htm/printable http://portal.vsi.esdm.go.id/portal/gempabumi/gempabumi.htm http://eksan.komite-sman2bjb.web.id/wp-content/uploads/2008/04/aneka-bentukdan-potensi-muka-bumi.pdf http://draft2pena.files.wordpress.com/2008/05/gempa11.jpg http://nasional.vivanews.com/news/read/185375-gempa-mentawai-dan-merapimeletus-terkaithttp://nasional.vivanews.com/news/read/258896-gempa-guncang-mentawai http://berita.liputan6.com/read/303436/gempa-dan-tsunami-mentawai-rusakfasilitas-umum http://kaskus-us.blogspot.com/2010/10/foto-tsunami-mentawai-gempamentawai.html http://sugengsetyawan.blogspot.com/2010/10/kronologi-tsunami-mentawaigempa.html http://balisafety.baliprov.go.id/Edukasi.aspx?ida=133&id=3 http://yuli.blog.uns.ac.id/files/2010/05/makalah-teknik-gempa.pdf http://adelnriripunya.blogspot.com/2010/02/klasifikasi-gempa.html http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23857/4/Chapter%20II.pdf http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/Geofisika/gempabumi.bmkg http://catatan-kuliah.blogspot.com/gempabumi Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana 2010-2012. BNPB Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. 2007.Mitigasi BNPB Natawidjaja, D.H, 2008. Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempa Bumi. BNPB/SCDRR 37 LOG BOOK Nama NIM Pengerjaan Fauzia Suryani Puteri 15408061 Langkah Hazard Assesment Iztirani Nuraisha 15409005 Pengertian Gempabumi Inertia Indi Hapsari 15409013 Studi kasus Argasadha Retapradana 15409029 Studi kasus Gina Puspitasari 15409035 Pengertian Gempabumi Atika Nurcahaya 15409046 Kajian Bahaya Gempabumi dalam Perencanaan Dinurrahma Kemala 15409060 Jumlah Korban Tri Rahayu Wulansari 15409069 Kesimpulan dan Langkah Hazard Assesment Ryan Aditya Amir 15409082 Sejarah Kegempaan 38