GENDER DAN KESEHATAN MENTAL Kesehatan mental: tidak hanya bicara penyakit, tapi masalah2 penyesuaian diri (dalam arti luas) dan upaya2 menjadi sehat mental Stres, konflik, frustasi Dukungan sosial Penyesuaian diri, pengembangan potensi Masalah2 kesmen yang “lebih patologis” penanganan/ intervensi Bagaimana dapat mengembangkan kehidupan yang lebih sehat dan membahagiakan Perempuan lebih banyak datang ke pelayanan psikologis: Mengapa? Perempuan kurang sehat mental? Perempuan lebih banyak menghadapi masalah? Perempuan lebih peka pada situasi diri sendiri? Perempuan lebih bersedia share, tidak merasa terancam, mengakui menghadapi masalah? Laki-laki kurang peka pada situasi diri sendiri? Laki-laki tidak merasa nyaman untuk ‘share’, datang pada saat masalah terlanjur berdampak serius? … Gangguan/ Masalah Psikologis Lebih banyak tampil pada Perempuan: Depresi Gangguan cemas Somatisasi Kepribadian histrionik Kepribadian dependen Dependen Disfungsi seksual Fobia Gangguan makan Lebih banyak tampil pada Laki-laki: Alkoholisme dan obat Tingkah laku antisosial Transeksualisme Judi patologis Kepribadian paranoid Kepribadian antisosial Kepribadian kompulsif Gangguan eksplosifagresif Diagnosis yang diberikan pada perempuan dan laki-laki cukup sering berbeda. Mengapa? Penjelasan biologis? Penjelasan belajar sosial? Penjelasan interaksi? Penjelasan biologis: Perbedaan hormonal menyebabkan laki-laki cenderung lebih agresif? Tidak adanya kelekatan biologis dengan anak (dibanding dengan perempuan yang mengandung menyebabkan laki-laki cenderung kurang peduli pada orang lain secara umum) Karakter reproduksi perempuan cenderung menyebabkan perempuan lebih mudah depresi? (baby blue; depresi post-partum) Penjelasan belajar sosial: Kebiasaan, peran, posisi, tuntutan yang diberikan pada laki dan perempuan berbeda, menyebabkan munculnya penghayatan dan masalah2 yang berbeda laki-laki dituntut tampil “kuat”; menolak hal2 yang terkait dengan perasaan karena dinilai “feminin”, harus berkompetisi, sibuk “menomorsatukan diri sendiri.” perempuan dituntut mengutamakan hubungan, perasaan/ afeksi, menjadi pendukung, menomorsatukan kepentingan orang lain (keluarga: suami, anak) Penjelasan interaksi: Mungkin ada alasan2 biologis yang mendasari kecenderungan perempuan lebih peduli dan mengutamakan kepentingan sendiri, tetapi yang lebih berpengaruh adalah pembelajaran sosial. Gender dan Kesehatan Mental; Penjelasan Belajar Sosial Internalisasi Konsepsi Sosial Jenis kelamin = fakta biologis - Fisiologis - Kromosom - Hormonal - Reproduktif - Absolut alat reproduksi (ciri primer & sekunder) - Relatif otot2 ada yg > kuat Gender = Fakta Sosial (interpretasi & konstruksi) - “Traits”/ karakter pribadi - Peran & posisi - Nilai Maskulinitas Feminitas Mitos : Mitos: - ‘hero’ - suci vs kotor kandungan lemak dorongan seks - ‘necessary tinggi badan - subjek Internalisasi Konsepsi Sosial Implikasi terhadap kemunculan / karakteristik masalah psikologis lelaki-perempuan Implikasi terhadap isu kesehatan mental lebih lanjut? Implikasi dalam penanganan psikologis Bias gender Menawarkan solusi peran tradisional Standar ganda Konsepsi yang meyakini mitos2 dan stereotip yang merugikan tentang perempuan dan laki2 Depresi Aspek emosional – mood rendah, apati Aspek kognitif – evaluasi diri rendah, gambaran negatif tentang diri, hidup, masa depan Aspek motivasional – motivasi rendah Aspek tingkah laku – hilang minat, gangguan tidur, kelelahan intens Depresi (lanjutan) Belajar sosial: situasi sosial dan peranperan berbeda; “learned helplessness” (Martin Seligman) Ketidakmampuan mengemukakan kekecewaan, kemarahan ke luar kemarahan ke dalam Penggunaan obat/ alkohol Jauh lebih banyak laki2 menggunakan obat/ alkohol (5 laki: 1 perempuan), sering dalam setting sosial data menunjukkan mulai lebih banyak perempuan pengguna obat sering terkait dengan perilaku seks bebas/ tidak bertanggung jawab Pada perempuan ada hubungan antara depresi dengan penggunaan obat penenang/ tidur; sering dalam setting pribadi Gangguan makan Anoreksia, bulimia – hampir selalu perempuan (90 – 95%) – lebih sering pada kalangan menengah atas Obesitas – banyak pada perempuan, tetapi pada laki2 juga ada Anoreksia nervosa: over-control of eating for weight reduction Ada distorsi persepsi tubuh. Dampak: tubuh terus mengurus tetapi subyek tidak mempersepsi demikian; amenorrhea, hilangnya menstruasi, menipisnya rambut, kulit mengering, bersisik, kesulitan buang air, lanugi (tumbuhnya bulu2 di badan, mungkin reaksi tubuh untuk tetap hangat ketika tidak ada lagi kalori masuk) – kematian. Bulimia Bentuk lain anoreksia. Subyek makan banyak, lalu sebelum kalori dicerna tubuh, makanan dimuntahkan. Penjelasan teoritis belum konklusif/ memuaskan Gangguan fungsi biologis? Psikoanalisis: kemuakan pada seks (oral) atau regresi (untuk menolak seks) Belajar sosial: tuntutan ‘tubuh ideal’ perempuan Kecenderungan gangguan/ masalah psikologis Perempuan Depresi Gangguan cemas Somatisasi kepribadian histrionik Kepribadian dependen Disfungsi seksual Fobia Gangguan makan Femininitas eksesif Internalisasi masalah (intrapunitive) Menyalahkan diri Menilai diri tidak kompeten Tidak mampu mengambil keputusan Tergantung, tak mandiri Internalisasi kemarahan Pusat kesadaran diri: sebagai obyek Obsesi pada tubuh – bodily self rendah, pengobyekan diri Terjerat sebagai korban dalam hubungan personal: idealisasi dan ‘denial’ Kecenderungan gangguan/ masalah psikologis (lanjutan) Laki-laki Alkoholisme dan obat Tingkah laku antisosial Transeksualisme judi patologis Kepribadian paranoid Kepribadian antisosial Kepribadian kompulsif Gangguan eksplosif-agresif Maskulinitas eksesif Eksternalisasi masalah (extrapunitive) Mekanisme defens proyeksi Bentul2 pelarian Penggunaan agresi fisik Eksternalisasi emosi negatif – pelemparan kesalahan pada pihak lain Pusat kesadaran diri: sebagai subyek Obsesi pada harga diri, ‘ego’, posisi ‘pemenang’ Kekerasan antar lelaki Kekerasan terhadap perempuan Penolakan/ perendahan ‘emosi’ Konsepsi Kesehatan Mental Sepanjang sejarah psikologi, kita melihat ada 3 konsepsi kesehatan mental: (skala F – M), yang dinilai positif dan sehat mental adalah bila laki-laki lebih menampilkan maskulinitas dan perempuan menampilkan femininitas. Keyakinan ini mendasari pengembangan skala F – M Tradisional Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan) Meski demikian keyakinan ini problematis, karena penelitian Broverman menunjukkan bahwa tuntutan femininitas pada perempuan menyebabkan banyak masalah pada perempuan Di satu sisi yang dianggap sehat mental bagi manusia ternyata sama dengan yang dianggap sehat mental/ dituntut bagi laki-laki, misalnya kemandirian, kemampuan mengambil keputusan, aktif. Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan) Di sisi lain, perempuan dituntut untuk tampil feminin, yang menyebabkannya mengalami ‘double bind’, kebingungan perempuan: Menjadi perempuan yang ‘bukan manusia utuh’, atau memenuhi standar ‘manusia’ tapi bukan sepenuhnya perempuan?? Konsepsi Kesehatan Mental (lanjutan) Maskulin – yang maskulin dilihat lebih positif, lebih memungkinkan individu sehat mental karena perempuan lebih berciri feminin (mis. tergantung, pasif) menjadi lebih sulit bagi perempuan untuk sehat mental. Androgin – manusia yang tampil dengan ciri-ciri maskulin dan feminin positif adalah manusia yang lebih utuh dan lebih sehat mental Konsep androgin ini dikembangkan oleh Sandra Bem Bias Gender dalam Intervensi Psikologis Penelitian menunjukkan adanya seksisme atau bias yang merugikan dalam intervensi psikologis yang diberikan oleh psikiater, psikolog, konselor. Bias gender tampil dalam solusi peran gender tradisional yang diberikan konselor: Bias dalam ekspektansi dan ‘devaluasi’ perempuan (misalnya fenomena yang sama dilabel berbeda. Minat besar untuk menghabiskan waktu bekerja mungkin dinilai positif pada pria – ‘bertanggung jawab, berwawasan ke depan, mengaktualisasi diri’. Sementara hal yang sama mungkin dinilai negatif pada perempuan – ‘ambisius, bentuk pelarian (belum dpt pacar/ anak, dsb). Penggunaan konsep2 ‘bias’ (mis dalam perkawinan perempuan harusnya lebih banyak melayani, wajar bila suami ingin tetap dilayani istri walau istri bekerja, wajar bila suami yang selingkuh) Sikap pada klien yang ‘mengobyekkan’ – mis terapis melakukan bujukan/ gurauan seksual pada klien. Intervensi Psikologis Tidak Bias Gender Membuka kemungkinan peran gender yang luwes pada perempuan dan laki-laki Menyadarkan (pria) tentang kerugian2 konsepsi eksesif maskulinitas bagi keutuhan pribadi (mis sulitnya menjalin kedekatan dengan anak, sulit mengakui perasaan diri sendiri) Klien menemukan yang terbaik bagi dirinya tanpa dipaksa mengikuti konstruksi sosial tentang peran-peran, posisi laki2/perempuan (yang stereotipik, dianggap alamiah) Ada upaya2 memfasilitasi pemahaman akan kesetaraan. Ciri psikolog/ konselor yang tidak bias gender: Menyadari nilai2nya sendiri sekaligus memahami nilainya bisa berbeda dengan klien Tidak ada rumusan tingkah laku yang ‘wajib’ bagi perempuan atau bagi laki2 Peran gender yang berbeda (perempuan lebih banyak menghasilkan uang, laki-laki atentif pada anak) tidak dilabel patologis Perempuan dan laki2 diharapkan mandiri dan asertif, juga mampu mengekspresikan emosi dan peduli pada orang lain. Intervensi Psikologi Feministik Menyadari ketidakseimbangan kekuasaan (alasan2 sosial-struktural) antara laki2 dan perempuan, yang menyebabkan perempuan menghadapi masalah2 khusus Jadi, alasan seringkali sosial, bukan hanya personal; eksternal bukan hanya internal Tetapi, alasan sosial tersebut tidak menyebabkan perempuan kehilangan tanggung jawab pribadi atau keputusan yang telah diambilnya Intervensi Psikologi Feministik (lanjutan) Mengupayakan relasi setara konselor-klien ‘kemarahan’ dicoba dibuka, diakui, dikelola secara baik untuk memungkinkan penyelesaian masalah2 terkait Pengembangan konsep diri positif – lepas dari stereotif tradisional (mitos, tuntutan) tentang perempuan (mis bila ‘kehilangan keperawanan’, telah kehilangan nilai sebagai perempuan) Intervensi Psikologi Feministik (lanjutan) Kemandirian ekonomi dan psikologis dinilai penting untuk penguatan psikologis perempuan Hubungan persahabatan, cinta dan keluarga seyogyanya diwarnai kesetaraan posisi Membantu perempuan berhubungan sosial secara efektif, menerima diri, mampu membangun kekuatan personal maupun sosial