BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Diri 1. Pengertian Manajemen Diri Manajemen diri adalah kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengelola dirinya (secara fisik, emosi, pikiran, jiwa, dan spiritual) sehingga dia mampu mengelola orang lain dan berbagai sumber daya untuk mengendalikan maupun menciptakan realitas kehidupan sesuai dengan misi dan tujuan hidupnya menurut Prijosaksono dalam Rinanda (2006). Manajemen diri, menurut Gie dalam Rinanda (2006) adalah segenap kegiatan dan langkah mengatur dan mengelola diri sendiri sebaik-baiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan hidup yang telah ditetapkan oleh individu yang bersangkutan. Pengertian manajemen diri menurut Soekadji (1983) adalah suatu prosedur yang menuntut seseorang untuk mengarahkan atau menata tingkah lakunya sendiri. Prosedur ini melibatkan subjek dalam beberapa tahap, yaitu: a. Menentukan sasaran tingkah laku yang hendak dicapai b. Memonitor tingkah laku dengan cara menentukan sendiri prosedur yang hendak dipakai untuk memonitor perkembangan yang sudah dicapai. 8 c. Mengevaluasi perkembangan tingkah laku Berdasarkan definisi di atas manajemen diri penderita diabetes mellitus tipe II adalah suatu cara yang dilakukan penderita diabetes mellitus tipe II untuk mengatur pola makan (diet), olah raga, pemerikasaan rutin, dan mengkonsumsi obat. Tujuan utama penderita diabetes mellitus tipe II adalah menjaga kestabilan gula darah. 2. Aspek Manajemen Diri Kemampuan manajemen diri yang dimiliki oleh setiap individu berbeda, menurut Pedler dan Boydell dalam Rinanda (2006) tingkat efektifitas individu dalam melakukan manajemen diri dipengaruhi oleh sejauh mana individu mampu mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan empat aspek yang dimiliki oleh seorang yang memiliki manajemen diri yang baik yaitu: a. Kesehatan Kondisi fisik dan psikis dapat mempengaruhi seseorang dalam mengarahkan aktifitas kehidupan. Kesehatan fisik menjadi modal utama untuk melakukan aktifitas, sedangkan kesehatan psikis menciptakan kondisi mental yang stabil. Kondisi kesehatan individu yang baik akan menciptakan keseimbangan dalam diri individu yang bersangkutan. Hal ini akan mempermudah individu dalam melakukan manajemen diri. b. Ketrampilan atau keahlian Ketrampilan yang dimiliki menggambarkan kualitas individu, ada berbagai macam ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Seberapa jauh kesadaran individu tetang hal ini akan menentukan seberapa jauh individu menyususn rencana untuk kehidupan. c. Aktivitas Seberapa jauh individu mampu menyelesaikan aktivitas hidup dengan baik, contoh kemampuan dalam membuat keputusan dan mengambil inisiatif. Individu yang mampu mengembangkan aktivitas hidup dengan baik adalah individu yang memiliki kepekaan terhadap berbagai alternatif atau cara pandang dan memiliki imajinasi moral yang tinggi sehingga keputusan-keputusan mempertimbangkan dua hal sekaligus yaitu: yang memberikan manfaat baginya dan orang lain. d. Identitas Seberapa jauh pengetahuan, pemahaman, dan penilaian individu terhadap diri akan mempengaruhi cara individu tersebut bertindak. Pengetahuan tentang identitas diri merupakan kunci manajemen diri. Pemahaman dimulai dari tahap kesadaran individu akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Selanjutnya individu menjadi kreatif dan dapat mengelola sesuatu yang baik dalam diri dalam situasi dan tantangan yang baru. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek manajemen diri penderita diabetes mellitus tipe II meliputi : a. Kondisi fisik dan psikis penderita dapat mempengaruhi tingkat manajemen diri b. Kesadaran penderita akan pentingnya kesehatan c. Cara penderita dalam menghadapi masalah kesehatannya d. Kemampuan penderita dalam mengelola potensi yang ada dalam diri, untuk mencapai kondisi sehat Menurut Goleman dalam Rinanda (2006) ada lima aspek kemampuan manajemen diri yaitu: a. Pengendalian diri Individu yang memiliki kemampuan pengendalaian diri akan mampu mengelola emosi dan impuls yang merusak secara efektif. Orang yang memiliki kecakapan ini mampu mengelola dengan baik perasaanperasaan impuls dan emosi-emosi yang menekan individu. Tetap teguh dan tidak goyah dalam situasi yang sulit, mereka juga mampu untuk tetap berpikir denga jernih dan tetap fokus kendati dalam tertekan. b. Sifat dapat dipercaya Individu yang memiliki sifat dapat dipercaya akan mampu menunjukan kejujuran dan integritas. Orang yang memiliki kecakapan ini mamapu bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang lain. Bersedia mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur orang lain yang melakukan kesalahan. c. Kehati-hatian Individu yang memiliki sifat kahati-hatian dalam bertindak akan dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban. Orang dengan kecakapan ini mampu memenuhi komitmen dan memenuhi janji. Terorganisir dan cermat dalam bekerja, mereka memperjuangkan tujuan dengan rasa tanggung jawab. d. Mampu menyesuaikan diri Individu yang mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dapat bersikap fleksibel menghadapi tantangan dan perubahan yang ada di lingkungan. Orang dengan kecakapan ini siap mengubah respon dan strategi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Terampil menangani berbagai macam kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan. e. Inovasi Individu yang memiliki kemampuan inovasi mudah menerimadan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru. Orang dengan kecakapan ini selalu mencari dan menciptakan gagasan baru. Mendahulukan solusi-solusi yang orisinal dalam pemecahan masalah. Mereka juga berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek manajemen diri penderita diabetes mellitus tipe II meliputi: a. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengendalikan emosi dan berfikir positif dalam menghadapi masalah. b. Ketetapan penderita diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan aturan dari dokter dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain. c. Kehati-hatian penderita diabetes mellitus tipe II dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. d. Penyesuaian diri penderita diabetes mellitus tipe II dengan penyakit yang dideritanya. e. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam melakukan perubahan gaya hidup yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kesehatannya. 3. Teknik dan Strategi Manajemen Diri Kanfer dalam Rinanda (2006) menyebutkan beberapa teknik manajemen diri, yaitu : a. Standar-setting Menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang hendak dicapai merupakan langkah pertama dari manajemen diri. Bila tujuan sudah ditetapkan, akan lebih mengarahkan seseorang pada bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai. e. Self monitoring Bentuk aplikasi dari teknik ini antara lain dengan cara mencatat atau membuat grafik berdasarkan data yang ada dalam diri individu sendiri. Perubahan dapat dilihat individu yang bersangkutan dan berfungsi sebagai penguat. f. Self evaluation Individu yang bersangkutan mengevaluasi kembali perkembangan rencana kerjanya. Apakah targetnya tercapai dan batas waktu terpenuhi? Apakah konsekuensi yang diterima setelah target dicapai? g. Self reinforcement Teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti memberi pernyataan secara verbal terhadap diri sendiri untuk memberi penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dicapai. Berdasarkan uraian di atas maka teknik dan strategi manajemen diri penderita diabetes mellitus tipe II yaitu : a. Tujuan utama penderita diabetes mellitus tipe II adalah menjaga kestabilan gula darahnya. b. Membuat catatan tentang perkembangan kesehatan c. Mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan. d. Memberi penilaian pada diri sendiri atas kemajuan yang telah dicapai. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan supaya seseorang mampu memanajemen diri dengan baik. Strategi ini terdiri dari tiga langkah seperti yang dikemukakan oleh Gie dalam Rinanda (2006) : a. Motivasi diri Pengertian motivasi diri adalah dorongan psikologis yang berasal dari dalam diri yang merangsang seseorang sehingga bersedia melakukan kegiatan supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi yang berasal dari dalam diri akan lebih kuat dibandingkan motivasi yang berasal dari luar. b. Pengorganisasian diri Pengertian pengorganisasian diri adalah melakukan pengaturan pikiran, energi, waktu, tempat, benda, dan sumber daya lain dalam hidup dengan baik supaya semua menjadi tertib dan lancar. c. Pengendalian diri Pengertian pengendalian diri adalah tekad dan langkah untuk mengelola kemauan, memacu semangat, mengikis keseganan, mengerahkan tenaga untuk melaksanakan apa yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh demi mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas maka strategi manajemen diri penderita diabetes mellitus tipe II yaitu : a. Kemauan dari dalam diri penderita diabetes mellitus tipe II untuk selalu menjaga kestabilan gula darahnya. b. Penderita diabetes mellitus tipe II mengelola kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menjalankan aturan pola makan (diet), pemeriksaan rutin, dan olah raga untuk menjaga kestabilan gula darah. c. Kesungguhan penderita diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan aturan yang telah ditetapkan dari pihak medis. 4. Manfaat Manajemen Diri Kita dapat menciptakan realitas kehidupan sesuai dengan misi dan tujuan hidup dengan menerapkan manajemen diri. Penerapan manajemen diri yang baik dalam kehidupan akan membuat seseorang menikamati proses perjalanan hidup dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Manfaat manajemen diri secara khusus yang dikemukakan oleh Prijosaksono dalam Rinanda (2006) adalah: a. Manajemen diri bermanfaat untuk melepaskan stress, kecemasan, kemarahan, ketakutan, dendam, sakit hati. b. Manajemen diri juga dapat menghilangkan rasa sakit dan penyakit serta penyembuhan sendiri. c. Manajemen diri yang baik akan dapat meningkatkan kreativitas seseorang. d. Masalah dapat dipecahkan dan diselesaikan bila seseorang mampu melakukan manajemen diri. e. Manajemen diri akan meningkatkan citra diri dan rasa percaya diri seseorang. f. Manajemen diri akan meningkatkan kemampuan pembelajaran dan membantu seseorang mencapai prestasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan manfaat manajemen diri untuk penderita diabetes mellitus tipe II adalah penderita diabetes mellitus tipe II dapat melakukan kontrol terhadap gula darahnya, lebih percaya diri, memperoleh pengetahuan baru, dan cenderung dapat menyelesaikan masalah gula darahnya. B. Tipe Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Definisi kepribadian menurut Eysenck adalah jumlah total perilaku yang terlihat atau tampak dari organisme yang ditentukan melalui riwayat genetika dan lingkungan, seluruhnya dimulai dan dibangun oleh interaksi fungsional dari empat dimensi utama menjadi sebuah pola perilaku atau dimensi konatif (karakter), dimensi afektif (tempramen), dan dimensi somatik ( Suryabrata, 2000). Menurut Allport dalam Alwisol (2007) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang menentukan penyesuaian yang unik dengan lingkungan. Jung dalam Alwisol (2007) mengemukakan kepribadian adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan, dan tingkah laku, kesadaran, dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Menurut Cattell Hall dan Lindzey (1999) kepribadian sebagai suatu hal yang dapat memungkinkan prediksi tentang apa yang akan dilakukan individu dalam situasi tertentu, kepribadian berkenaan pada perilaku yang menyeluruh, baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Kepribadian memperlihatkan aspek-aspek yang tampak dari tingkah laku individu sebagai keseluruhan cara bertindak yang konsisiten dari individu pada situasi tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari individu baik yang tampak ataupun tidak tampak, yang menentukan penyesuaian dengan lingkungan fisik atau lingkungan sosial. 2. Tipe Kepribadian a. Teori Jung Jung dalam Suryabrata (1990) mengungkapkan bahwa pada dasarnya pada diri individu terdapat dua kecenderungan tipe kepribadian yang berlawanan arah, namun salah satu kecenderungan tampak dominan dan terdapat pada kesadaran, sebaliknya kecenderungan kepribadian yang inferior berada dalam ketidak sadaran. Artinya, bila dimensi lebih dominan maka dimensi tersebut terdapat dalam kesadaran manusia, dimensi ekstrovert siftnya inferior dan terletak dalam ketidak sadaran (Hall dan Lindzey, 1999). Dalam hal ini Jung melihat ketertarikan antara individu sebagai subyek dengan lingkungan sekitar sebagai obyek perhatian dan perilakunya. Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert dipengaruhi dunia objektif yaitu dunia di luar dirinya. Pikiran, perasaan, dan tindakan ditentukan lingkungan. Individu dengan tipe introvert dipengaruhi oleh dunia subjektif yaitu dunia di dalam diri sendiri, pikiran, perasaan, dan tindakan ditentukan oleh faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwa tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, dan kurang dapat menarik hati orang lain, menurut Jung dalam Yusuf dan Nurihsan, (2007). Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian ada 2 tipe yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert. Tipe kepribadian introvert cenderung lebih tertutup dengan lingkungan sekitar, sedagkan tipe kepribadian ekstrovert lebih terbuka dengan lingkungan sekitar. b. Teori Eysenck Menurut Eysenck dalam Alwisol (2007) kepribadian sejumlah besar ditentukan oleh pembawaan sejak lahir, keadaan lingkungan dapat memperbaiki keseimbangan, tetapi pengaruhnya sangat terbatas. Faktor pembawaan atau genetik ini dalam perkembangannya akan membentuk pola unik yang kemudian menentukan bentuk, tingkah laku, kepribadian juga kecerdasan seseorang. Faktor pembawaan yang dimaksudkan Eysenck dalam toerinya lebih tertuju pada proses neurofisiologis otak yang menurut Eysenck bertanggung jawab atas terbentuk sikap dan perilaku seseorang. Eysenck dalam Pratiwi (2003) membedakan kepribadian dalam dua tipe yaitu introvert dan ekstrovert untuk menyatakan adanya perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan dalam tingkah laku sosial. Tipe kepribadian ini menggambarkan keunikan individu dalam bertingkah laku terhadap suatu stimulus sebagai perwujudan karakter, tempramen, fisik, dan intelektual individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Eysenck dan Wilson dalam Fathimatuzzahra (2005) individu yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert adalah memiliki sosiabilitas yang tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah, responsif terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak komunikasi dan tidak menyukai aktifitas sendiri. Individu membutuhkan pasangan, berani mengambil resiko, suka melakukan tindakan berbahaya dan tiba-tiba, impulsif, suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh, optimis. Individu aktif bergerak mengerjakan sesuatu, cenderung agresif, suasana hati mudah berubah dangan cepat, kurang bertanggung jawab dan secara keseluruhan perasaan tidak berada dibawah kontrol yang ketat. Sebaliknya individu yang memilki tipe kepribadian introvert memiliki sosiabilitas yang randah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan menjaga jarak dengan orang lain. Individu kurang percaya pada impuls yang seketika, tidak mempunyai perangsangan, perasaan berada dibawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, melaksanakan dengan matang sebelum bertindak. Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut maka disimpulkan batasan tipe kepribadian Eysenck adalah (a) individu yang memiliki tipe kepribadian introvert memiliki suatu pandangan yang lebih subjektif, sedangkan individu yang ekstrovert lebih objektif, (b) individu yang memiliki tipe kepribadian introvert dapat menempatkan standar etis yang tinggi dalam kehidupan, sedangkan individu ekstrovert mudah hilang kesabaran, dan (c) individu yang memiliki tipe kepribadian introvert mempunyai percaya diri yang ketat, sedangkan individu ekstrovert cenderung impulsif. 3. Faktor-faktor Dasar Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Eysenck dalam Alwisol (2007) mengklasifikasikan ciri-ciri tingkah laku yang operasional pada tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, menurut faktor-faktor kepribadian yang mendasari yaitu : a. Aktivitas: pada aspek ini diukur bagaimana subjek dalam melakukan aktivitas, energik dan gesit atau sebaliknya lamban dan tidak bergairah. Subjek menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan, apa saja pekerjaan atau aktivitas yang disukai. b. Keramahan: Aspek sosiabilitas mengukur bagaiman individu melakukan kontak soaial. Interaksi sosial individu ditandai dengan banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, perasaan senang dengan situasi yang ramah. Atau sebaliknya individu kurang kontak sosial, perasaan minder dalam pergaulan, menyukai aktivitas sendiri. c. Mengambil resiko: aspek ini mengukur apakah individu berani mengambil resiko atas tindakan dan menyukai tantangan dalam melakukan aktivitas. d. Menurutkan kata hati: membedakan kecenderungan ekstrovert dan introvert berdasarkan ciri individu mengambil tindakan. Apakah cenderung impulsif, tanpa memikirkan keuntungan secara matang maupun kerugian atau sebaliknya mengambil keputusan dengan mempetimbangkan konsekuensi. e. Menyatakan perasaan: aspek ini mengukur bagaimana individu mengekspresikan emosi baik emosi marah, sedih, senang maupun takut. Individu cenderung sentimental, penuh persaan, mudah berubah pendirian atau sebaliknya mampu mengkontrol pikiran dan emosi dingin atau tenang. f. Termenung: aspek ini mengukur bagaimana ketertarikan individu pada ide, abstrak, pertanyaan filosofis. Apakah individu cenderung suka berfikir teoritis dari pada introspektif. g. Pertanggung jawab: aspek ini membedakan individu berdasarkan tanggung jawab terhadap tindakan maupun pekerjaan. Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor kepribadian yang mendasari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert yaitu : a. Respon penderita diabetes mellitus tipe II dalam melakukan aktivitas sehari-hari. b. Kehidupan sosial penderita diabetes mellitus tipe II. c. Cara penderita diabetes mellitus tipe II dalam menghadapi masalah pengendalian gula darahnya d. Cara penderita diabetes mellitus tipe II dalam membuat keputusan menyangkut kesehatannya. e. Keterbukaan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengungkapkan perasaannya pada orang lain. f. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengungkapkan ide dan gagasan yang dimilikinya. g. Tingkat tanggung jawab penderita diabetes mellitus tipe II berkaitan dengan cara mengendalikan gula darahnya. C. Diabetes mellitus 1. Pengertian Diabetes mellitus Diabetes mellitus adalah penyakit pada orang yang kelenjar pankreasnya gagal menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup, atau yang tubuhnya tidak dapat menggunakan insulin dengan baik (Harkness, 1989:99) Diabetes mellitus adalah suatu kondisi dimana kadar gula dalam darah lebih tinggi dari normal karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan hormon insulin secara cukup. Dengan kata lain, diabetes adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam tubuh tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit diabetes mellitus tipe II timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, penyakit diabetes mellitus dapat menjadi pemicu penyakit yang lainnya. 2. Macam-macam diabetes mellitus Berdasarkan penyebab dan terapi yang dibutuhkan diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tipe I, Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM) disebabkan oleh penyakit auto-immun, dan sangat membutuhkan insulin eksogen. 2. Tipe II, Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM), disebabkan oleh definisi insulin atau resistensi insulin, terapi dengan diet dan OAD. 3. Diabetes mellitus karena sebab lain : a. Malnutrition Related Diabetes mellitus b. Gestational Diebates Mellitus (GDM = Diabetes karena kehamilan) c. Diabetes dikarenakan penyakit atau keadaan tertentu, seperti misalnya: batu pankreas, penyakit hormonal, intoksikasi obat, atau bahan kimia. 3. Penyebab Diabetes mellitus Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes tipe I, yang pertama dikenal) atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe II, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang disebabkan oleh resisitensi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe I membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe II diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin apabila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan. Faktor-faktor penyebab diabetes mellitus sebagai berikut : a) Genetika atau faktor keturunan b) Virus dan Bakteri c) Bahan toksik atau racun d) Nutrisi e) Kadar Kortikosteroid yang tingggi f) Kehamilan diabetes gestasional g) Obat-obatan yang merusak pankreas h) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin 4. Gejala-gejala Diabetes mellitus Gejala diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, yaitu : a) Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit b) Sering buang air kecil, sering lapar, dan haus c) Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya d) Mudah sakit yang berkepanjangan e) Penglihatan kabur f) Jika terjadi luka proses penyembuhannya lama g) Kaki terasa kebas, geli, atau terbakar h) Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita i) Impotensi pada pria D. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Manajemen Diri pada Penderita Diabetes mellitus Eysenck dalam Pratiwi (2003) membedakan kepribadian dalam dua tipe yaitu introvert dan ekstrovert untuk menyatakan adanya perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan dalam tingkah laku sosial. Tipe kepribadian ini menggambarkan keunikan individu dalam bertingkah laku terhadap suatu stimulus sebagai perwujudan karakter, temperamen, fisik, dan intelektual individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Eysenck dan Wilson dalam Fathimatuzzahra (2005) individu yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert adalah memiliki sosiabilitas yang tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah, responsif terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak komunikasi dan tidak menyukai aktifitas sendiri. Individu membutuhkan pasangan, berani mengambil resiko, suka melakukan tindakan berbahaya dan tiba-tiba, impulsif, suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh, optimis. Individu aktif bergerak mengerjakan sesuatu, cenderung agresif, suasana hati mudah berubah dangan cepat, kurang bertanggung jawab dan secara keseluruhan perasaan tidak berada dibawah kontrol yang ketat. Sebaliknya individu yang memilki tipe kepribadian introvert memiliki sosiabilitas yang randah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan menjaga jarak dengan orang lain. Individu kurang percaya pada impuls yang seketika, tidak mempunyai perangsangan, perasaan berada dibawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, melaksanakan dengan matang sebelum bertindak. Menurut Wisny (2008), karakteristik kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pelaksanaan perilaku manajemen diri diabetes. Menurut Hamera dalam Wisny (2008) manajemen sehari-hari untuk penderita diabetes membutuhkan pengaturan diri, latihan-latihan secara rutin, dan selalu memonitor atau memantau keadaan status kesehatan. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga penderita seumur hidup hidup dengan penyakit ini, walaupun demikian Diabetes melitus dapat dikendalikan. Jika penderita dapat mengendalikan penyakit dengan baik, maka penderita tidak akan merasa terganggu dan dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki. Tujuan utama dari penanganan pada penderita diabetes adalah menjaga agar gula darah berada pada tingkat normal. Untuk itu diperlukan upaya untuk melakukan perilaku sehat seperti mengkontrol perilaku makan (diet), mengkontrol berat badan dan olah raga. Penderita diharapkan dapat merubah pola perilaku dalam hidup untuk mencapai kondisi yang lebih baik. B. Kerangka Berpikir Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif non infeksi yang bersifat menahun akibat tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi segmentasi permasalahan tersendiri bagi tiap negara di seluruh dunia. Bersama dengan semakin peliknya permasalahan yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit menular, kasus penyakit non infeksi menimbulkan adanya beban ganda bagi dunia kesehatan. Hingga saat ini penyakit degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga penderita seumur hidup, hidup dengan penyakit ini, walaupun demikian diabetes mellitus dapat dikendalikan. Tujuan utama dari penanganan pada penderita diabetes mellitus adalah menjaga agar gula dalam darah berada pada tingkat normal. Untuk itu diperlukan upaya untuk melakukan perilaku sehat seperti mengkontrol perilaku makan (diet), mengkontrol berat badan dan olah raga. Penderita diharapkan dapat merubah pola perilaku dalam hidup untuk mencapai kondisi yang lebih baik (Pratiwi, 2003). Penderita dituntut untuk melaksanakan berbagai aturan yang berkaitan dengan pengaturan makanan, penyuntikan insulin setiap hari, pengkontrolan glukosa darah dengan tujuan agar metabolisme penderita dapat dikendalikan dengan baik (Adi dkk, 2002 ). Untuk menjaga kestabilan gula darah pada penderita diabetes adalah melakukan penyesuaian diri dengan penyakit dan berusaha mengkontrol diri. Kontrol diri, kejujuran, bertindak hati-hati, penyesuaian diri, dan bersedia menerima perubahan merupakan bagian dari manajemen diri, menurut Gie dalam Rinanda (2006). Menurut Jayne dan Rankim dalam Wisny (2008) manajemen seharihari penderita diabetes membutuhkan pengaturan diri, latihan-latihan secara rutin, dan selalu memonitor atau memantau keadaan status kesehatan saat ini, yang kemudian dibandingkan dengan keadaan normal. Briggs dalam Wisny (2008) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan melaksanakan perilaku manajemen diri diabetes adalah karakteristik kepribadian. Penderita diabetes mellitus tipe II harus hidup berdampingan dengan penyakit diabetes, karena penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan. Namun penyakit diabetes dapat dikendalikan, jika penderita dapat mengendalikan penyakitnya dengan baik maka penderita tidak akan merasa terganggu dan dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki penderita. Tetapi jika penderita tidak dapat mengendalikan diri dengan baik maka penderita akan tergangu dengan penyakit diabetes, sehinggga penderita tidak berdaya dan tidak dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Penderita diabetes mellitus tipe II Manajemen diri pada penderita diabetes mellitus tipe II: a. Pola makan atau diet b. Olah raga c. Pemeriksaan rutin d. Mengkonsumsi obat yang dianjurkan dokter Tipe Kepribadian Tipe Kepribadian Ekstrovert Tipe Kepribadian Introvert Skema Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Ada pengaruh tipe kepribadian terhadap manajemen diri pada penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.