Uploaded by User81756

TUGAS. 1 HKM BSNS

advertisement
TUGAS 1
MEMBUAT URAIAN SLIDE SEBAGAI PENJELASAN SLIDE
MATA KULIAH
: HUKUM ORGANISASI DAN PENGELOLAAN
PERUSAHAAN
DOSEN
Nama
NIM
: DR. A. ROHENDI, SH.,MH, MM
:
:
WAWAN ABDUL JALAL
71190081
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2020
TONGGAK – TONGGAK ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM INDONESIA
DALAM PEMAHAMAN POSISI HUKUM BISNIS
SLIDE 1
Menurut Aristoteles (384-322 SM), manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang
berpikir dan bertindak berdasarkan akal. Selain itu, manusia juga merupakan hewan yang
berpolitik (zoonpoliticon), hidup bermasyarakat seperti berorganisasi, menciptakan tata tertib,
berkomunikasi melalui bahasa.Hewan berpikir digunakan sebagai definisi bagi Manusia., hal
ini tidak tercela karena mereka mendefinisikan hakikat manusia. Akan tetapi, menurut adat
kebiasaan, definisi ini dianggap celaan kepada manusia. Jika definisi ini disampaikan kepada
masyarakat awam, mereka akan menganggapnya sebagai celaan. Akan tetapi, jika definisi ini
disampaikan di hadapan orang yang mengerti permasalahannya maka hal ini tidak mengapa
karena mereka menyadari bahwa manusia adalah hewan, sesuai pendapat Ibnu Khaldun yang
menjelaskan manusia termasuk jenis binatang Al-insaanu Hayawanun Natiq dan Allah
membedakannya dari binatang lainnya melalui kemampuannya untuk berpikir selain itu
manusia memiliki hidayah agama. yang diberikan oleh Allah SWT. Melalui hidayah attaufik,
untuk membentuk Insan Kamil yang artinya manusia yang sempurna dari segi wujud dan
pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi
sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara
utuh., Dengan kemampuan akalnya, manusia akhirnya dapat mengatur tindakannya secara
tertib, Sedangkan hewan hanya memiliki insting dengan panca indranya melalui bisikan setan.
Dengan demikian menurut Islam, derajat manusia merupakan mahkluk paling mulia diantara
makhluk lainnya, hingga dari malaikat sekalipun. dan jika memiliki telinga, mata, mulut dan
hati, tetapi tidak digunakan untuk mendengar melihat dan membaca hadist dan Al-Quran, serta
menggunakan akal dalam mengamalkannya.Inilah yang dikatakan manusia sama dengan
binatang bahkan lebih rendah dari binatang,
Dalam QS Al Araf 7 : 179, Allah menjelaskan : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.•
SLIDE 2
“Ubi Societas Ibi Ius” adalah ungkapan yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero
yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum, Ungkapan klasik tersebut memberikan
gambaran bahwa kapan hukum pertama kali tercipta, pertanyaan tersebut mengandung
pengertian bahwa hukum tercipta pada saat manusia tercipta. Dan juga karena pada saat ada
manusia dan pergaulannya pada saat itulah hukum sudah ada. Dengan demikian hukum tercipta
sejak manusia pertama kali diciptakan oleh Sang Pencipta. maka eksistensi hukum sangat
diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia.
Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) Dengan istilah lain adalah Homo
homini socius “Manusia Hidup bermasyarakat” yang dalam kehidupannya selalu
bermasyarakat dan mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Sementara arti
masyarakat itu sendiri adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu,
tradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan
kolektif. Sistem dalam masyarakat saling berhubungan antara satu manusia dengan manusia
lainnya yang membentuk suatu kesatuan.
Manusia memiliki sifat homo homini lupus yang artinya “manusia adalah
serigala bagi manusia lain” yang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama
manusia lainnya. Istilah itu sering muncul dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang
dapat dilakukan manusia bagi sesamanya, Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita Hidup di
jaman yang serba susah .Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja
Mulai dari yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu kita lakukan untuk
memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.Untuk mewujudkan itu semua memang tidak
mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap
saling mangsa Dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat dibutuhkan. Untuk itu sudah
sepantasnya kita menjadi makhluk yang berguna bagi masyarakat di lingkungan kita. Dan
janganlah menjadi makhluk yang egois karena tak ada satu pun manusia yang dapat hidup
sendiri
Dari paparan di atas jelas mengharuskan adanya aturan-aturan yang di sebut dengan
hukum sesuai dengan pengertian dari hukum itu sendiri, yaitu untuk menjamin kedamaian dan
ketertiban setiap orang yang tinggal di suatu negara. Hukum juga diperlukan untuk
menegakkan keadilan dari setiap hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap individu. Selain
itu dengan adanya hukum juga bisa mengenakan sanksi untuk siapapun yang melanggar
peraturan yang telah dibuat oleh pihak berwenang.
SLIDE 3
Comte mengemukakan ada 3 teori evolusi atau teori hukum tiga tahap antara lain :
1.
Tahap teologis (Kekuatan Pencipta)
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia, pada tahap ini meyakini bahwa
sesuatu yang terjadi didunia di kendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki
oleh roh,Dewa,atau Tuhan .
2. Tahap metafisik (Kekuatan Alam)
tahap ini manusia mulai terjadi pergeseran cara pemikirannya . Tahap teologis, semua
fenomena yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak roh, dewa atau
tuhan. Namun pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan
abstrak selain tuhan seperti “alam”. Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800.
3. Tahap positivism (Kekuatan Akal)
Pada tahap ini semua gejala alam dan fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara
ilmial
berdasarkan
peninjauan
,pengujian
dan
dapat
di
buktikan
secara
empiris. Selainnya itu muncul sekulerisme atau pemisahan dibidang agama dengan
bidang yang lain. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala
sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang
cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (tuhan atau alam) dan lebih
berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya
menemukan hukum yang mengaturnya.
Contoh gejalanya di adat Suku Sasak adalah Suling Dewa, Suling Peminta
Hujan, syahdu, menyayat hati, dari sebuah suling bambu. Itulah suling dewa, atau
suling dewe, begitu mereka menyebutnya, yang oleh masyarakat Bayan, Lombok Barat,
dilantunkan untuk memanggil hujan, disaat musim kemarau panjang. Ironisnya, tradisi
memohon hujan kepada Sang Pencipta dengan suling dèwê, mulai ditinggalkan.
SLIDE 4
HUKUM SEBAGAI KAIDAH SOSIAL
Kaidah hukum adalah kaidah yang berhubungan antara manusia sebagai individu serta manusia
yang menyangkut hidup manusia secara umum untuk mengatur sebuah hubungan. Kaidah
hukum lebih dititikberatkan pada perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
yang apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kaidah hukum adalah peraturan hidup yang sengaja dibuat secara resmi oleh penguasa
masyarakat atau penguasa Negara untuk melindungi dan memenuhi segala kepentingan hidup
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kaidah hukum ini pada hakikatnya untuk
memperkokoh dan juga untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia yang
dilakukan oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Bagi siapa yang melanggar kaidah hukum akan
mendapat sanksi tegas dan dapat dipaksakan oleh suatu instansi resmi.
Sedangkan dilihat dari asal usul kaidah hokum tersebut pada pokoknya dapet dibedakan
menjadi :
1. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah social lainnya di dalam masyarakat, yang
dalam istilah Paul Bohannan dinamakan kaidah hokum yang berasal dari proses double
legitimacy
atau
pemberian
legitimasi
ulang
dari
kaidah
social
non
hokum
(agam,kesusilaan/moral,dan kesopanan menjadi suatu kaidah hokum). Misalnya, Larangan
membunuh, larangan mencuri, larangan menipu, dll. kemudian melauli proses double
legitimacy (pemberian legitimasi ulang larangan-larangan tadi dijadikan pula sebagai kaidah
hokum yang tertuang dalam kitan Undang-undang Hukum pidana (KUHP) Indonesia pasal
262, 338, 285 dan lain-lain.
2. Kaidah hokum yang diturunkan dari otoritas tertinggi (dalam konteks Indonesia berasal
dari penyelenggara Negara baik eksekutif (presiden) maupun legislative (DPR) ).Sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu, dan langsung terwujud dalam wujud
kaidah hokum, serta sama sekali tidak berasal dari jaidah social lainnya (non hokum),
contohnya undang-undang lalu-lintas dan angkutan jalan, Undang-undang Perseroan
dan lain-lain.
SLIDE 5 dan 6
Indonesia sebagai negara hukum, memliki karakteristik mandiri yang berarti kemandirian
tersebut terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang dianutnya. Konsep yang
dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia yaitu Pancasila.
Konsep negara hukum pancasila artinya suatu sistem hukum yang didirikan berdasarkan asasasas dan kaidah atau norma-norma yang terkandung/tercermin dari nilai yang ada dalam
pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat.
Beberapa pernyataan yang mencerminkan bahwa Indonesia sebagai negara hukum antara lain:
1. UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi
bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
2. Bab X pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
3. Dalam pasal 28 ayat (5) yang berbunyi bahwa untuk penegakkan dan melindungi hak
asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan
hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
Negara berdasarkan atas hukum ditandai dengan beberapa asas diantaranya adalah bahwa
semua perbuatan atau tindakan seseorang baik individu maupun kelompok, rakyat maupun
pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan atau didasarkan pada peraturan yang
berlaku.
Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan hukum yang baik dan adil tanpa membedabedakan. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis, yaitu didasarkan pada kehendak
rakyat sesuai dengan kesadaran hukum rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum yang
adil adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan hukum yaitu keadilan.
Hukum yang baik dan adil perlu untuk dijunjung tinggi karena bertujuan untuk melegitimasi
kepentingan tertentu, baik kepentingan penguasa, rakyat maupun kelompok. Oleh karena itu
suatu negara yang menyatakan bahwa negaranya merupakan negara hukum. Negara hukum
menurut UUD 1945 adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum. Negara itu
sendiri merupakan subjek hukum, dalam arti rechstaat (Indonesia ialah negara yang berdasar
atas hukum). Ciri-ciri konsep rechstaat antara lain:
1. Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin
perlindungan Hak asasi manusia
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan
4. Adanya peradilan administrasi
Di Indonesia yang menggunakan sebuah konsep rechstaat berarti semua yang dilakukan oleh
rakyat tergantung pada bagaimana bunyi atau teks ketentuan hukumnya dalam pasal-pasal
yang telah ada. Supremasi hukum di Indonesia menurut konsep rechstaat adalah
menempatkan negara sebagai subjek sebuah hukum, sehingga konsekuensi hukumnya dapat
dituntut di sebuah pengadilan.
Karena dipandang sebagai subjek hukum, maka jika siapapun yang melanggar hukum
tersebut atau bersalah dapat dituntut didepan pengadilan. Didalam negara hukum, setiap
aspek tindakan pemerintah baik dalam lapangan pengaturan maupun pelayanan harus dengan
sangat didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Artinya pemeribtah tidak dapat
melakukan tindakan sewenang-wenang. Bbeberapa unsur yang harus berlaku dalam negara
hukum adalah:
1. Adanya suatu sistem pemerintahan sebuah negara yang didasarkan pada kedaulatan rakyat
2. Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan hukum atau peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan
3. Adanya pengawasan dari badan atau lembaga peradilan yang bebas dan mandiri, dalam
artian lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak siapapun
4. Adanya peran yang nyata dari anggota masyarakat maupun warga negara untuk
berpartisipasi atau ikut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah tersebut
Negara Indonesia sebagai negara hukum, begitu yang dinyatakan dalam UUD Negara Republik
Indonesia 1945 pasal 1 ayat (3). Sehingga seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara harus berdasarkan pada norma-norma hukum. Artinya, hukum harus
dijadikan sebagai jalan keluar dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan
perorangan maupun kelompok, baik masyarakat maupun negara.
Norma hukum bukanlah satu-satunya kaidah yang bersifat mengatur terhadap manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia. Hukum tidak dibuat tetapi hidup, tumbuh dan juga
berkembang bersama masyarakat. Hukum harus tetap memuat nilai-nilai yang ideal dan harus
pula dijunjung tinggi oleh segenap elemen masyarakat.
SLIDE 7
Hukum Negara ( Hukum Dalam Arti Sempit)
Van Apeldoorn : Hukum Negara dalam arti sempit adalah Peraturan tertulis yang merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang hidup dimasyarakat atau berasal dari nilai-nilai ‘asing’, yang
direspon oleh pembentuk undang dengan mengacu pada nilai-nilai konstitusi, atau organisasiorganisasi yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaannya, yang
berlaku umum, bersifat memaksa dan ditegakkan dengan ancaman hukuman serta sanksi oleh
aparat penegak hukum, dalam rangka mengatur atau mengarahkan perilaku masyarakat agar
sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan.
SLIDE 8, 9, 10 dan 11
Hukum dalama arti luas adalah aturan yang tertulis ataupun tidak tertulis yang bertujuan untuk
mengatur masyarakat, mencegah terjadinya kekacauan atau perselisihan, mewujudkan
ketertiban, dan keadilan. Yang terdiri dari
:
1.
Hukum Negara meliputi hokum : Tata Negara dan Administrasi Negara
2.
Hukum Adat : Hukum tertulis, hukum yang tumbuh di masyarakat, dipatuhi
masyarakat,
turun temurun, mempunyai sangsi social/kepala suku berkembang terus.
Hukum adat – Garis Keturunan Ada 3 macam:
1. Menganut sistem Parental : Garis keturunan yang kedua duanya sama kuat dan
seimbang baik dari Ibu maupun Bapa. Anak menghubungkan diri dengan kedua
orangtuanya (kerabat ayah-ibu secara bilateral), misalkan masyarakat jawa, kalimantan
2. Menganut sistem Matrilineal : Garis Keturunan dari Ibu, Anak menghubungkan diri
dengan ibu (kerabat ibu-garis keturunan perempuansecara unilateral), misalkan
masyarakat Minangkabau.
3. Menganut sistem Patrilineal : Garis Keturunan dari Bapak, Anak menghubungkan diri
dengan ayah (kerabat ayah-garis keturunan laki-laki secara unilateral), misalnya
masyarakat Bali, Batak.
3.
Hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu
Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang yang sudah dapat
dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya.
dengan sumber Al-Qur’an, Al-Hadist, Izma, Qiyas
SLIDE 12 and 13
HUBUNGAN HUKUM : NEGARA-AGAMA –ADAT
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Negara, hukum agama, dan
hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis hukum
Negara yang dipengaruhi oleh Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda ( Nederlandsch-Indie ). Hukum
agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam undangundangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Dengan demikian Hukum Negara Indonesia yang berlaku saat ini merupakan campuran antara
hokum Negara, Hukum Islam dan Hukum adat yang satu sama lain saling memiliki keterikatan
atau hubungan.
Hubungan Hukum Agama dengan Hukum Adat : Bahwa setiap hukum yang dianut dan
dipegang teguh oleh masyarakat berpedoman pada agama yang dianut masyarakat tersebut.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa hukum yang berkembang dan dipegang teguh oleh
masyarakat mengikuti hukum agama yang dianut oleh masyarakat. Penjelasan di atas sering
disebut dengan teori Reception in Complexu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
kedudukan hukum adat berada di atas hukum Islam dalam kehidupan masyarakat.
dipeluknya, hukum adat hanya berlaku bila tidak bertentangan dengan hukum agama yang
dipeluk oleh masyarakat. Contoh : Waris, anak angkat. Selain itu Hubungan hukum adat
dengan hukum Islam dalam makna kontak antara kedua sistem hukum itu telah lama
berlangsung di tanah air kita. Hubungannya akrab dalam masyarakat. Keakraban itu tercermin
dalam berbagai pepatah (dan ungkapan dibeberapa daerah, hukum Islam dengan hukum adat
tidak dapat dicerai pisahkan karena erat sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan sifat
sesuatu barang atau benda. Makna hubungan (hukum) adat dengan hukum Islam (syara’) erat
sekali, saling topang-menopang, karena sesungguhnya yang dinamakan adat yang benar-benar
adat adalah syara (hukum Islam) itu sendiri. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan bahwa adat
dalam ungkapan ini adalah cara melaksanakan atau memakai syara’ itu dalam masyarakat.
Terlihat pada pulau jawa hubungan adat dan Islam sangat erat. Ini mungkin disebabkan karena
prinsip rukun, gotong royong dan sinkritisme yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
Jawa, terutama didaerah pedesaan.
Hubungan Hukum Agama dengan Hukum Negara . Al-Qur’an memberikan ketentuan kepada
setiap orang Islam untuk menta’ati Allah dan Rasul-Nya.Orang Islam tidak dibenarkan
mengambil pilihan lain kalau ternyata Allah Swt dan Rasul-Nya telah menetapkan hukum yang
pasti dan jelas.Berlakunya hukum Islam sebagai hukum positif bagi umat Islam indonesia yang
merupakan jumlah mayoritas di Negara ini,dilandasi oleh nilai nilai filosofis, yuridis, dan
sosiologis bangsa indonesia. Oleh kartena itu negara berkewajiban untuk menjadikan hukum
Islam sebagai hukum positif bagi umat Islam indonesia karena pada dasarnya cara
berpikir,pandangan hidup dan karakter suatu bangsa tercermin dalam kebudayaan dan
hukumnya. Contoh : Hukum perbankan Syariah,Hukum Perkawinan, Hukum wakap.
SLIDE 14
TEORI ISI HUKUM ADAT VERSUS HUKUM ISLAM
a. Teori Reception in Complexu (Van Den Berg)
Hukum yang berkembang dan dipegang teguh oleh masyarakat mengikuti hukum
agama yang dianut oleh masyarakat.
b. Teori reseptie (Christian Snouck Hurgronje)
Hukum Islam dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan atau telah diterima
keberlakuannya oleh hokum adat. Artinya, Hukum Islam mengikuti hokum adat
masyarakat sekitar.
c. Teori Van Vollen Hoven
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang tidak bersumber pada peraturan
peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan
lainnya yang diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu. Selanjutnya beliau
berpendapat bahwa untuk membedakan antara adat dan hukum adat adalah dilihat dari
unsur sanksi, sehingga tidak semua adat merupakan hukum adat. Hanya adat yang
bersanksi, yang dapat digolongkan sebagai hukum adat.
SLIDE 15, 16 dan 17
GARIS BESAR BENTUK HUKUM NEGARA (UU No. 12 Tahun 2011)
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (“UUD 1945”) , kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (“UU”) ada pada Dewan
Perwakilan Rakyat (“DPR”).
Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap Rancangan UndangUndang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Proses Pengaturan UU diatur dalam Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan (“UU
12/2011”) yang
telah
diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU
15/2019”) .
Selain itu, proses pengaturan UU juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah ("UU MD3") dan perubahannya.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011 , materi muatan yang harus diatur melalui UU
adalah:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
b. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
c. pengesahan berjanji internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan / atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Dalam UU 12/2011 dan perubahannya, proses pembuatan undang-undang diatur dalam Pasal
16 UU 12/2011 sd Pasal 23 UU 15/2019 , Pasal 43 UU 12/2011 sd Pasal 51 UU 12/2011 ,
dan Pasal 65 UU 12/2011 sd Pasal 74 UU 12/2011 .
Sedangkan, dalam UU MD3 dan perubahannya, Pengaturan UU diatur dalam Pasal 162 UU
MD3 sd Pasal 173 UU MD3 .
Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, dapat kami sarikan proses pembuatan undangundang sebagai berikut:
1.
Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
yang telah disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk
jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pesanan RUU.
2.
RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD.
3.
Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU
anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan
Perpu.
4.
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, komisi, atau Badan Legislasi.
5.
RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR
dan perencanaannya yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
Pemesanan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah .
6.
Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh
presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya
diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.
7.
Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan .
8.
Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat komisi, rapat Badan Legislasi,
rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
9.
Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar
inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.
10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:
a.
penyampaian laporan yang berisi proses, fraksi mini opini, DPD opini mini, dan hasil
pembicaraan tingkat I;
b.
pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara
lisan yang ditangani oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c.
akhir pendapat presiden yang disampaikan oleh seorang yang ditugaskan.
11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, diambil dengan suara
terbanyak.
12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan diserahkan kepada presiden
untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat
pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada
periode DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode
berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan / atau DPD, RUU tersebut
dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan / atau
Prolegnas prioritas tahunan.
Tata Urutan Perundangan RI
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
sesuai urutan dari yang tertinggi adalah:
1. Pancasila Pembuat Masyarakat
2. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pembuat MPR
3. Undang-undang (UU) Pembuat DPR bersama Presiden
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( Perppu) Pembuat Presiden
5. Peraturan Pemerintah ( PP) Pembuat Presiden
6. Peraturan Presiden ( Perpres) Pembuat Presiden
7. Peraturan Daerah ( Perda) Provinsi Pembuat DPRD dan Gubernur
8. Peraturan Kabupaten atau Kota Pembuat DPRD dan Bupati
SLIDE 18.
ESENSI HUKUM
Hukum Islam
Esensi hukum Islam Indonesia adalah hukum-hukum Islam yang hidup dalam
masyarakat Indonesia, baik yang bersifat normatif maupun yuridis formal, yang konkritnya
bisa berupa UU, fatwa ulama dan yurisprudensi.
Macam-Macam Hukum Dalam Islam
1.
Wajib (Fardlu)
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslima yang telah
dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan akan mendapat dosa. Contoh : solat lima waktu, pergi haji (jika telah
mampu), membayar zakat, dan lain-lain.
Wajib terdiri atas dua jenis/macam :
– Wajib ‘ain adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh semua orang muslim mukalaf
seperti sholah fardu, puasa ramadan, zakat, haji bila telah mampu dan lain-lain.
– Wajib Kifayah adalah perkara yang harus dilakukan oleh muslim mukallaff namun
jika sudah ada yang malakukannya maka menjadi tidak wajib lagi bagi yang lain seperti
mengurus jenazah.
2. Sunnah/Sunnat
Sunnat adalah suatu perkara yang bila dilakukan umat islam akan mendapat pahala dan jika
tidak dilaksanaka tidak berdosa. Contoh : sholat sunnat, puasa senin kamis, solat tahajud,
memelihara jenggot, dan lain sebagainya.
Sunah terbagi atas dua jenis/macam:
– Sunah Mu’akkad adalah sunnat yang sangat dianjurkan Nabi Muhammad SAW seperti
shalat ied dan shalat tarawih.
– Sunat Ghairu Mu’akad yaitu adalah sunnah yang jarang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW seperti puasa senin kamis, dan lain-lain.
3. Haram
Haram adalah suatu perkara yang mana TIDAK BOLEH sama sekali dilakukan oleh umat
muslim di mana pun mereka berada karena jika dilakukan akan mendapat dosa dan siksa di
neraka kelak. Contohnya : main judi, minum minuman keras, zina, durhaka pada orang tua,
riba, membunuh, fitnah, dan lain-lain.
4. Makruh
Makruh adalah suatu perkara yang dianjurkan untuk tidak dilakukan akan tetapi jika
dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Contoh : posisi makan minum berdiri.
5. Mubah (Boleh)
Mubah adalah suatu perkara yang jika dikerjakan seorang muslim mukallaf tidak akan
mendapat dosa dan tidak mendapat pahala. Contoh : makan dan minum, belanja, bercanda,
melamun, dan lain sebagainya.
Esensi Hukum Negara
Hokum yang bersifat mematoki, jadi bukanya memaksa karena hukum itu sendiri tidak dapat
memaksa dan ia dapat dilanggar. Yang menyebabkan terjadinya paksaan adalah diri sendiri
maupun orang lain (Negara) yang berisi kaidah hukum ada 3 macam yaitu :
1. Suruhan (gebod) atau perintah contoh : Kewajiban suami/Istri (UU Perkawinan)
2. larangan (verbod) Contoh Tidak boleh menyiarkan koten porno (UU ITE)
3. kebolehan (mogen)
Sedangkan sifat kaidah hukum ada 2 macam :
1. imperatif yaitu suatu kaidah hukum dalam keadaan berbuat tidak dapat dikesampingkan.
Sifat : mengikat atau memaksa
2. facultative yaitu suatu kaidah hukum yang dalam keadaan konkret dapat
dikesampingkan dengan perjanjian oleh para pihak. Sifatnya mengatur/menambah
SLIDE 19
SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN
1. Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC datang adalah
menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap daerah nusantara Indonesia
yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, yang secara turun temurun
dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia. Seiring dengan penjajahan
Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia Belanda menggeser hukum adat sedikit demi
sedikit digantikan dengan sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif
berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara
Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Dalam
hal ini Masyarakat di bagi dalam 3 golongan penduduk : 1. Eropa, 2. Timur Asinga Yang
menggunakan hokum Belanda dan 3. Bumi Putra memberlakukan hokum Adat.
2. Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih digunakan karena Jepang
tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena
masa
menjajah hanya 31/2 (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942
yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia
Belanda.
3. Tata Hukum Setelah kemerdekaan (Setelah 17 agustus 1945)

Masa UUD 1945 (17 Agustus 1945-26 Desember 1949)

Masa Konstitusi RIS (27 Desember 1949-16 Agustus 1950)

Masa UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950-4 Juli 1959)

Masa Kembali Kepada UUD 1945 (5 Juli 1959-13 Oktober 1999)

Masa Amandemen (21 Oktober 1999-Sekarang)
Jadi pada era orde lama, Indonesia menggunakan hukum Tiban yaitu hukum yang serta
merta berlaku pada saat Indonesia merdeka. Oleh karena pada saat itu Indonesia belum
memiliki atau merumuskan hukum, sehingga dipastikan bahwa produk hukumnya
cenderung represif. Selanjutnya pada masa orde baru, pemerintah memfokuskan
perhatiannya pada aspek pembangunan ekonomi.Pengurutan hukum juga menjadi agenda
yang begitu penting dalam hal ini UUD 1945, UU/Perpu, dan lain sebagainya. Sedangkan
pada era reformasi, wewenang presiden dikurangi serta ditelanjangi. Dimana setiap kali
mengangkat pejabat Negara dalam hal ini Panglima, Kapolri, Jaksa Agung dan lain
sebagainya mesti harus Fit and proper Test oleh lembaga legislatif, dengan tujuan agar
supaya gaya kepemimpinan otoriter pada masa era orde baru tidak terulang kembali.
Sehingga wewenang Presiden disatu sisi tidak otonom.
SLIDE 20
Dalam dunia Hukum dikenal dua pembagian bidang Hukum yaitu hukum Privat (perdata)
dan Hukum Publik. Pembagian klasik yang sampai sekarang masih digunakan meskipun
masih diperdebatkan. Perkembangan hukum perdata dewasa ini menunjukkan makin
meningkatnya campur tangan penguasa dalam hukum perdata, keadaan ini dapat kita lihat
semakin banyaknya ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa, makin banyaknya
pembatasan-pembatasan kebebasan individu dan lain sebagainya.
Hukum publik adalah bagian dari hukum yang mengatur hubungan antara badan hukum
dan pemerintah (Rumah tangga Negara), antara lembaga yang berbeda dalam suatu negara,
antara berbagai cabang pemerintahan, dan hubungan antara orang-orang yang menjadi
perhatian langsung masyarakat. Hukum publik terdiri dari hukum internasional Rumah
tangga Dunia Global), hukum konstitusional, hokum tata/lembaga Negara (MA,MK, DPR,
DPD, Presiden, BPK),
hukum administrasi negara, hukum perpajakan dan hukum
pidana, serta semua hukum acara. (Hukum tentang hubungan antar individu termasuk
dalam hukum privat .)
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia, antar satu
orang dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
Hukum privat merupakan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hukum privat meliputi hukum perdata dan hukum
dagang. Hukum perdata adalah rangkaian peraturan atau hukum yang mengatur antara satu
dengan yang lain, sedangkan hukum dagang adalah peraturan yang terkait dengan
perdagangan. Hukum privat mengatur Hukum Rumah Tangga Masyarakat yang mengatur
tentang hubungan dalam masyarakat yang menyangkut:
- Keluarga dan kekayaan para warga/individu.
- Hubungan antarwarga/individu.
- Hubungan antara individu dengan alat negara, sejauh alat negara tersebut di dalam lalu
lintas hukum berkedudukan sebagai individu.
- Temasuk Hukum bisnis, hukum dagang dan hokum perdata.
Hukum privat mengatur tentang hubungan antara warga negara yang memiliki kebebasan
membuat kontrak. Dalam hukum privat, asas pokok otonomi warga negara adalah milik
pribadi. Ini semua membuktikan menjadi makin kaburnya batas antara hukum publik dan
hukum privat (perdata), termasuk hukum publik seperti Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi, dan Hukum Pidana.
Hukum Bisnis merupakan Suatu Perangkat atau kaidah hukum termasuk Upaya
penegakannya Yang mengatur Mengenai tata Cara Pelaksanaan Urusan atau
aktivitas dagang, industri, atau keuangan yang dihubungkan dengan Produksi atau
pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para enterpeneur hearts
risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan.
Hukum bisnis sendiri memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan diatur di dalam
Undang-Undang. Pada surat umum, ruang lingkup hukum bisnis mencakup
beberapa hal seperti bentuk badan usaha (PT, Firma, CV) , kegiatan jual beli
(termasuk ekspor dan impor), investasi atau penanaman modal, ketenagakerjaan,
pembiayaan, jaminan utang dan berharga, hak kekayaan intelektual , asuransi, dan lainnya
yang berkaitan dengan kegiatan bisnis.
SLIDE 21
PENGERTIAN PIDANA DAN PERDATA
Hukum Pidana merupakan norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan laranganlarangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkam dengan suatu sangsi berupa
hukuman. atau
Hukum pidana adalah serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur
tentang perbuatan – perbuatan yang gak boleh dilakukan atau dilarang, dengan adanya
ancaman sanksi tertentu.
Hukum perdata adalah ketentuaan yang mengatur hak dan kepentingan (diri sendiri, keluarga,
waris, perjanjian, perdagangan/Industri) antar individu dalam masyarakat. atau merupakan
serangkaian hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu satu dengan individu
yang lain.
SLIDE 22
PERBEDAAN PIDANA DAN PERDATA
SLIDE 23
Berdasarkan KUHPerdata, sistematika hukum perdata terdiri dari empat buku yaitu:
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu:
Bab I
– Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan (Pasal 1-3)
Bab II
– Tentang akta-akta catatan sipil (Pasal 4-16)
Bab III
– Tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17-25)
Bab IV
– Tentang perkawinan (Pasal 26-102)
Bab V
– Tentang hak dan kewajiban suami-istri (Pasal 103-118)
Bab VI
– Tentang harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya (Pasal 119- 138)
Bab VII
– Tentang perjanjian kawin (Pasal 139-179)
Bab VIII
– Tentang gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau
selanjutnya (Pasal 180-186)
Bab IX
– Tentang pemisahan harta-benda (Pasal 187-198)
Bab X
– Tentang pembubaran perkawinan (Pasal 199-232a)
Bab XI
– Tentang pisah meja dan ranjang (Pasal 233-249)
Bab XII
– Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak (Pasal 250-289)
Bab XIII – Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda (Pasal 290-297)
Bab XIV – Tentang kekuasaan orang tua (Pasal 298-329)
Bab XIVA – Tentang penentuan, perubahan dan pencabutan tunjangan nafkah (Pasal 329a-329b)
Bab XV
– Tentang kebelumdewasaan dan perwalian (Pasal 330-418a)
Bab XVI
– Tentang pendewasaan (Pasal 419-432)
Bab XVII
– Tentang pengampuan (Pasal 433-462)
Bab XVIII – Tentang ketidakhadiran (Pasal 463-465)
Buku Kedua – Benda/Barang
Bab I
– Tentang barang dan pembagiannya (Pasal 499-528))
Bab II
– Tentang bezit dan hak-hak yang timbul karenanya (Pasal 529-568)
Bab III
– Tentang hak milik (Pasal 570-624)
Bab IV
– Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga (Pasal 625-672)
Bab V
– Tentang kerja rodi (Pasal 673)
Bab VI
– Tentang pengabdian pekarangan (Pasal 674-710)
Bab VII
– Tentang hak numpang karang (Pasal 711-719)
Bab VIII – Tentang hak guna usaha (erfpacht) (Pasal 720-736)
Bab IX
– Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan (Pasal 737-755)
Bab X
– Tentang hak pakai hasil (Pasal 756-817)
Bab XI
– Tentang hak pakai dan hak mendiami (Pasal 818-829)
Bab XII
– Tentang pewarisan karena kematian (Pasal 830-873)
Bab XIII – Tentang surat wasiat (Pasal 874-1004)
Bab XIV – Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan (Pasal 1005-1022)
Bab XV
– Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan (Pasal 1023-1043)
Bab XVI – Tentang hal menerima dan menolak warisan (Pasal 1044-1065)
Bab XVII – Tentang pemisahan harta peninggalan (Pasal 1066-1125)
Bab XVIII – Tentang harta peninggalan yang tak terurus (Pasal 1126-1130)
Bab XIX – Tentang piutang dengan hak didahulukan (Pasal 1131-1149)
Bab XX
– Tentang gadai (Pasal 1150-1160)
Bab XXI – Tentang hipotek (Pasal 1162-1232)
Buku Ketiga – Perikatan]Perjanjian (sebagai sumber Hukum Bisnis)
Bab I
– Tentang perikatan pada umumnya (Pasal 1233- 1312)
Bab II
– Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan (Pasal 1313-1351)
Bab III
– Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang (Pasal 1352-1380)
Bab IV
– Tentang hapusnya perikatan
Bab V
– Tentang jual-beli
Bab VI
– Tentang tukar-menukar
Bab VII
– Tentang sewa-menyewa
Bab VIIA
– Tentang perjanjian kerja
Bab VIII
– Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
Bab IX
– Tentang badan hukum
Bab X
– Tentang penghibahan
Bab XI
– Tentang penitipan barang
Bab XII
– Tentang pinjam-pakai
Bab XIII
– Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
Bab XIV
– Tentang bunga tetap atau bunga abadi
Bab XV
– Tentang persetujuan untung-untungan
Bab XVI
– Tentang pemberian kuasa
Bab XVII
– Tentang penanggung
Bab XVIII
– Tentang perdamaian
Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa
Bab I
– Tentang pembuktian pada umumnya
Bab II
– Tentang pembuktian dengan tulisan
Bab III
– Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
Bab IV
– Tentang persangkaan
Bab V
– Tentang pengakuan
Bab VI
– Tentang sumpah di hadapan hakim
Bab VII
– Tentang kedaluwarsa pada umumnya
SLIDE 24
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
1. Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur
tentang :
a. Orang sebagai subjek hukum.
b. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk
melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum
harta kekayaan suami dan istri.
b. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke
macht).
c. Perwalian (voogdij).
d. Pengampunan (curatele).
3. Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi
a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal
dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang
ditinggalkan seseorang).
SLIDE 25
HUKUM PERDATA DALAM ARTI LUAS
Hukum Perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam KItab UndangUndang Hukum Perdata burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW), Kitab UndangUndang Hukum Dagang (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undangundang tambahan lainnya. Undang Hukum Dagang (WVK) sebagai sumber hokum bisnis
terkait dengan badan usaha : Firma, CV atau PT.
SLIDE 26 dan 27
A) Masyarakat Hukum
Kusumadi Pudjosewojo dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia,
menyatakan bahwa:
“Masyarakat hukum adalah suatu masyarakat yang menentukan tata hukumnya bagi
masyarakat itu sendiri dan oleh sebab itu turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum
itu, artinya tunduk sendiri pada tata hukum itu”.
Melihat hubungan yang diciptakan anggotanya, maka masyarakat dapat dibedakan atas dua
macam:
1. Masyarakat Paguyuban (gemeinschaft), yaitu masyarakat yang hubungan antara
anggotanya erat sekali yang bersifat pribadi dan terjadi ikatan batin antara
anggotanya. Misalnya keluarga (rumah tangga), perkumpulan berdasarkan agama, dan
sebagainya.
2. Masyarakat Patembayan (gesellschaft), yaitu masyarakat yang hubungan antara
anggotanya tidak begitu erat, tidak bersifat pribadi, dan tidak ada ikatan batin antara
aggotanya, tetapi karena adanya kepentingan kebendaan (mencari keuntungan) secara
sama-sama. Misalnya perseroan terbatas, perseroan komanditer (CV), perseroan firma,
dll.
B) Subjek Hukum
Subjek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum.
1. Manusia; Menurut hukum modern, seperti hukum yang berlaku sekarang di Indonesia,
setiap manusia yang mengaku sebagai manusia pribadi. Artinya sebagai orang atau
persoon. Karena
itu
setiap
manusia
mengaku
sebagai
subjek
hukum
(rechtspersoonlijkheid), yaitu pendukung hak dan kewajiban.
2. Badan hukum (rechtspersoon) di samping manusia (natuurlijk persoon) adalah suatu
realitas yang timbul karena kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah
masyarakat. Sebab manusia berkepentingan mempunyai kepentingan perseorangan,
juga mempunyai kepentingan bersama dan tujuan bersama yang harus diperjuangkan
bersama pula.
C) Objek Hukum
Objek hukum segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan
hukum) dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum. Biasanya objek hukum itu disebut benda. Pengertian
benda (zaak) secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau menjadi objek
hak milik (Pasal 499 BW). Dalam sistem hukum perdata Barat (BW) yang berlaku di
Indonesia, pengertian zaak (benda) sebagai objek hukum tidak hanya termasuk benda yang
berwujud, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, tetapi juga benda yang tidak berwujud,
yakni hak-hak atas barang yang berwujud.
D) Lembaga Hukum
Lembaga hukum (rechtsinstituut) adalah himpunan peraturan-peraturan hukum yang
mengandung beberapa persamaan (anasir-anasir sama) atau bertujuan mencapai suatu
objek yang sama. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan tentang pembantuan
tentang perkawinan dinamakan lembaga hukum perkawinan, peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perkawinan, lembaga hukum perceraian, demikian
seterusnya.
E) Asas Hukum
Asas hukum (rechtsbeginsel) adalah dasar dari peraturan-peraturan hukum, yang
mengkualifikasikan beberapa peraturan hukum, sehingga peraturan-peraturan hukum itu
bersama-sama merupakan satu lembaga hukum. Asas hukum pokok pikiran yang bersifat
umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif).
Satjipto Rahardjo sebuah perjanjian, asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum,
karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Asas
hukum juga merupakan alasan bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan
habis kekuasaannya karena telah melahirkan suatu peraturan, tetapi akan tetap saja ada dan
akan melahirkan peraturan hukum selanjutnya.
F) Sistem Hukum
1. Bellefroid: Sistem hukum sebagai suatu rangkaian kesatuan peraturan-peraturan yang
disusun secara tertib menurut asas-asasnya.
2. Subekti: Sistem hukum diartikan sebagai suatu susunan atau tatanan yang teratur,
keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan dengan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai
suatu tujuan.
3. Sudikno Mertokusumo: Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsurunsur yang terlibat interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai kesatuan
tersebut.
Menurut Fuller, hukum barulah dapat dikatakan sebagai sistem jika memenuhi 8 (delapan)
asas yang dinamakannya Principles of Legalality, yaitu:
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung
kontrol keputusan ad hoc.
2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus diumumkan.
3. Peraturan-peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut.
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat mendukung.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama
lain.
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung larangan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk mengubah sering-ubah peraturan sehingga
menyebabkan orang kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dan pelaksanaannya seharihari.
G) Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit) adalah peristiwa-peristiwa dalam
masyarakat yang membawa akibat diatur oleh hukum. Dengan kata lain, peristiwa hukum
adalah peristiwa dalam masyarakat yang diatur oleh hukum.
H) Hubungan Hukum dan Hak
Hubungan hukum (rechtsverhouding) adalah hubungan yang terjadi dalam masyarakat,
baik antara subjek dan subjek hukum maupun antara subjek hukum dan benda, diatur oleh
hukum dan akibat hukum, yakni hak-hak dan kewajiban.
Hak adalah kekuasaan yang oleh hukum diberikan kepada seseorang atau badan hukum
karena perhubungan hukumnya dengan seseorang atau badan hukum lain.
Download