Konsep Katulahan dalam budaya Banjar Muhammad Padhil Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin Email : [email protected] Abstrak Tulisan ini mengkaji tentang bagaimana konsep katulahan yang terdapat pada masyarakat banjar, yang akan menghasilkan deskripsi tentang bentuk asli dari katulahan. Katulahan pada masyarakat banjar diyakini hasil dari representasi nilai-nilai agama islam, berdasar pada anggapan urang banjar adalah orang islam. Sehingga besar kemungkinan katulahan memang diilhami dari islam, dengan adanya kesamaan dari objek yang bermula pada adab serta akhlak. Metode yang diterapkan pada penelitian menggunakan Library Research dengan pendekatan analisis (Analythical Approach), dengan analisis data yang diperoleh dari data kualitatif terhadap data sekunder. Hasil penelitian adalah bagaimana deskripsi katulahan pada masyarakat banjar serta faktor-faktor yang menyebabkannya. Kata Kunci : Katulahan, Budaya Banjar, Islam 1. Pendahuluan Masyarakat banjar dikenal sebagai penduduk yang mayoritasnya adalah beragama islam, serta menjunjung tinggi budaya warisan leluhur mereka.1 Selain daripada itu, urang banjar2 terkenal dengan gaya berbicara mereka yang cepat dan berirama. Hal tersebut menjadi ciri khas tersendiri bagi urang banjar, yang menjadikannya sebagai salah satu corak pembeda dari suku lain di nusantara. Kondisi masyarakat banjar dalam kehidupan sehari-hari pada interaksinya, masih menggunakan istilah ataupun sastra lisan dari budaya mereka. Sastra lisan banjar umunya terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya ada yang berbentuk seni dan petuah. Sastra lisan yang berbentuk petuah dalam interaksi sosial penggunaannya tidak terlepas pada budaya 1 Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal, UIN Jakarta, 2017, h. 48. 2 Penyebutan bagi masyarakat yang asli dari keturunan banjar dan hidup di tanah banjar. untuk mengamalkan dan merealisasikan Papadahan3 Urang Bahari4. Pada sastra lisan khususnya Papadahan Urang Bahari, makna dan tujuan yang ingin disampaikan langsung secara eksplisit berbentuk Pamali5. Halnya melingkupi dalam : a. Kehamilan b. Kelahiran c. Masa anak-anak d. Pekerjaan Rumah e. Mata Pencaharian atau rezeki f. Berhubungan sosial g. Berhubungan dengan cinta kasih/perkawinan h. Berhubungan dengan kematian i. Berhubungan dengan pemeliharaan tubuh j. Berhubungan dengan kehidupan rumah tangga k. Berhubungan dengan alam ghaib l. Berhubungan dengan agama atau religi.6 Secara turun temurun masyarakat banjar menerapkan sastra lisan di setiap interaksi pada kehidupan mereka, hal tersebut seperti sudah mendarah daging dan dijadikan norma tidak tertulis. Ada sanksi tersendiri bagi mereka yang melanggar, seperti cibiran ataupun perkataan-perkataan yang tidak enak untuk didengar (sarkasme) atau terkena Katulahan. Katulahan sebagai bentuk kekayaan khazanah sastra lisan banjar dan juga bentuk dari melanggar hal yang dianggap sebagai norma. Istilah ini apabila diterjemahkan dengan Bahasa Indonesia secara umum memiliki arti kualat atau durhaka kepada orang yang lebih tua.7 Istilah Katulahan lahir sebagai bentuk ekspresi masyarakat banjar untuk mendeskripsikan suatu perbuatan/tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial dan norma agama. Fokusnya adalah pada kelakuan individu atau cara individu bermasyarakat 3 Petuah atau nasehat baik. 4 Orang tua zaman dahulu. 5 Pantangan dan Larangan. 6 Pamali Banjar, Balai bahasa banjarmasin, Banjarbaru, 2006, h. 9. 7 Abdul Djebar Hapip, Kamus Banjar-Indonesia, Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1997, h. 101. terkait dengan adab serta akhlak. Sehingga sebagai objek, adab dan akhlak adalah hal paling mendasar yg dijadikan sebagai acuan penilaian. Definisi sesungguhnya menurut masyarakat banjar bukan hanya terpaku pada makhluk sesama makhluk, akan tetapi lebih jauh daripada itu. Ada yg menjabarkan Ketulahan itu bisa kepada Tuhan, Kitab suci, dan hal lainnya. Sehingga penelitian ini akan difokuskan pada pada pertanyaan apa saja faktor yang menjadi penyebab katulahan serta keterkaitannya dengan agama islam. Karena perbedaan dalam memahami makna katulahan menjadikan isitilah ini kaya akan makna, serta menghasilkan banyak objek pembahasan. Akan sangat menarik apabila katulahan dijabarkan dengan berbagagai macam pendekatan serta analisisnya, sehingga dapat menjawab pertanyaan tadi yang sudah penulis kemukakan. 2. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Kualitatif deskriptif. Dengan menyesuaikan pendapat antara peneliti dan informasi yang didapat. Pemilihan metode ini karena analisisnya tidak bisa dalam bentuk angka dan peneliti mendiskripsikan segala fenomena yang ada di masyarakat secara jelas. Sumber data Primer di penelitian ini menggunakan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, serta untuk sumber data Sekunder peneliti melakukan studi ke perpustakaan untuk menambah literatur dan landasan teori. 3. Landasan Teori Teori-teori : Katulahan terdiri dari kata Tulah disertai dengan imbuhan Ke dan An. Imbuhan Ke pada Katulahan di leburkan ke bahasa banjar menjadi Ka. Tulah menurut KBBI berarti nasib sial yang didapat dari sebab ada yang mengutuk, karena perbuatan yang tidak baik terhadap orang tua atau orang yang dianggap suci dan sebagainya, serta akibat dari melanggar terhadap larangan sehingga menjadi kualat.8 Karma adalah proses dari suatu sebab akibat yang terjadi dari hasil perbuatan yang kita lakukan, bisa itu bersifat buruk ataupun baik.9 8 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa KEMENDIKBUD, 2016. 9 Yulisa, Membandingkan Konsep Karma Dalam Film “KARMA” Dengan Konsep Karma Buddha Mahayana, Jurnal PETRA, 2015. Azab adalah ganjaran dari tuhan sebab dari suatu perbuatan yang melanggar dari ketentuan agama.10 Budaya Banjar adalah suatu hal yang dilakukan secara turun temurun yang berasal dari masyarakat banjar. Konsep menurut Umar adalah sejumlah teori yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang sama.11 Kutukan berarti sumpan atau celaan dari tuhan atau makhluk.12 Pamali adalah hal-hal yang bersifat tabu, berisikan larangan serta pantangan yang tidak boleh dilanggar.13 Dasar Hukum : Katulahan merupakan salah satu bentuk dari mitos yang bersifat lokal pada masyarakat banjar. Kehadiran mitos yang ada dan berkembang pada suatu daerah menandakan daerah tersebut memiliki tingkat penghargaan yang tinggi terhadap budaya lokal. Akan tetapi tidak jarang suatu mitos terdapat unsur di dalamnya yang bertentangan denga nilai ajaran islam, seperti mitos-mitos yang berbentuk pantangan dan disertai sebabakibatnya. Hal tersebut seperti mendahului dari takdir dan ketentuan Allah yang akan terjadi, dan apabila kita mempercayainya dapat menjadikan kita Khurafat. ً ُ ع ْنهُ َم ْسئ وَل َّ ْس لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم ۚ إِ َّن ال ُ َو ََل ت َ ْق َ َص َر َو ْالفُ َؤادَ ُك ُّل أُو َٰلَئِكَ َكان َ َس ْم َع َو ْالب َ ف َما لَي Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S Al-Isra:36) َّ ْب ِإ ََّل ََّللاُ ۚ َو َما َي ْشعُ ُرونَ أَيَّانَ يُ ْب َعثُون ِ س َم َاوا َّ قُ ْل ََل َي ْعلَ ُم َم ْن ِفي ال ِ ت َو ْاْل َ ْر َ ض ْالغَي Artinya : Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. 10 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.81. 11 Definisi Konsep Menurut Para Ahli, https://www.zonareferensi.com/pengertian-konsep/ 12 Kamus Besar Bahasa Indonesia 13 Ibid,. Ayat tersebut menjelaskan agar manusia tidak mempercayai dan melakukan hal-hal yang tidak diketahui kebenarannya atau belum pasti, seperti halnya mitos. Karena segala perkara ghaib yang belum terjadi hanya Allah lah yang mengetahuinya, hal tersebut juga termasuk dalam hal yang akan ditakdirkan oleh Allah berdasarkan ketentuannya. Tetapi dalam pantangan dan larangan yang dikategorikan mitos, tidak serta merta semuanya tidak baik. Banyak hal tabu yang dijadikan nasihat-nasihat sederhana yang dapat membuat hidup menjadi bahagia dunia dan akhirat. Tentu tabu semacam ini diperbolehkan dalam islam karena tujuannya yang baik, yakni untuk memberikan nasihat. Sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an perintah untuk saling menasihati. ُ ص ْح ت ل َ ك ُ ْم َو لَٰ َ ِك ْن ََل ت ُ ِح ب ُّو َن َ َ ف َ ت ََو ل َّ َٰى عَ نْ هُ ْم َو ق َ ا َل ي َ ا ق َ ْو ِم ل َ ق َ د ْ أ َب ْ ل َ غْ ت ُك ُ ْم ِر سَ ا ل َ ة َ َر ب ِ ي َو ن اص ِح ي َن ِ َّ ال ن Artinya : Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat". (Q.S Al-A’raf:79) 4. Hasil Analisis dan Pembahasan Pembahasan mengenai bagaimana konsep dari katulahan dalam budaya banjar akan penulis klasifikasikan sebagai berikut. 4.1 Konsep Katulahan Katulahan pada budaya banjar masih memiliki kaitan erat dengan Pamali, keduanya adalah bentuk sastra lisan yang dijadikan norma serta akibatnya dalam lingkungan mayarakat banjar sebagai wujud kearifan lokal. Dalam ruang lingkupnya, kemungkinan terjadinya katulahan tidak hanya pada adanya interaksi sosial, tetapi juga dalam hal-hal ghaib dan yang bersifat religi. Adab dan Akhlak adalah objek fundamental dari adanya katulahan. Dapat dipastikan dari setiap katulahan yang terjadi disebabkan karena buruknya adab dan akhlak yang ada pada diri seseorang. Secara implisit dengan adanya katulahan dan diterapkannya pada kehidupan diharapkan sejak dini dapat menjaga adab serta akhlak masyarakat yang meyakini adanya katulahan. Bentuk dari akibat katulahan ada berbagai macam, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat, dari yang sifatnya melekat pada diri dengan jangka pendek sampai dengan seumur hidup. Katulahan sebenarnya mirip dengan azab akan tetapi ruang lingkup katulahan ini lebih luas dari azab. Azab apabila di bandingkan dengan katulahan maka, tingkatan azab ini sama dengan katulahan yang besar. Pamali dan katulahan adalah suatu kesatuan yang berkaitan dalam hukum sebabakibat, yang apabila pamali dilanggar maka katulahan adalah bentuk dari hukuman dari pelanggaran tersebut. Pamali sebagai wujud dari norma yang berlaku dan bersifat lokal pada masyarakat banjar, hal tersebut seperti sudah melekat pada masyarakat banjar dan tidak dapat dihilangkan. Misalnya ada orang yang berasal dari suku lain, dan ia melanggar dari pamali yang ada pada lingkungan masyarakat banjar, pasti ada dari orang banjar yang memperingatkan akan pelanggaran tersebut agar tidak diulangi supaya terhindar dari katulahan, sehingga untuk kedepannya orang tadi akan menaati pamali yang telah ia langgar. Contoh dari katulahan yang terdapat pada masyarakat banjar : a. Pamali makan dan minum badiri kaina kasadakan (Dilarang minum dan makan berdiri nanti tersedak) Minum dan makan berdiri memang tidak diharamkan dalam islam akan tetapi juga tidak dianjurkan, buktinya ada hadits yang melarang dan ada hadits yang membolehkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ِْى فَ ْليَ ْستَقِئ َ َلَ يَ ْش َربَ َّن أَ َحد ٌ ِم ْن ُك ْم قَائِ ًما فَ َم ْن نَس “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim no. 2026)14 Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata, َّ صلَّى َّ سو َل ب قَائِ ًما ُ س َقيْتُ َر َ سلَّ َم ِم ْن زَ ْمزَ َم فَش َِر َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َ َِّللا 14 Syafri M. Noor, Makan dan Minum Sambil Berdiri, Haramkah?, h. 32. “Aku memberi minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari air zamzam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637 dan Muslim no. 2027)15 Tetapi karena adanya keinginan untuk menjaga adab serta akhlak maka di dalam pamali tersebut dikatakan bahwa minum atau makan sambil berdiri adalah dilarang, tentunya hal tersebut bersumber dari keyakinan masyarakat banjar pula. Selain itu pula apabila ditinjau dari syariah makan ataupun minum berdiri sangatlah tidak sopan, tidak etis dan sama sekali tidak sehat, dan apabila melanggar pamali tersebut bisa katulahan pada orang yang memperingatkannya dengan kemungkinan tersedak serta akan menimbulkan gangguan pencernaan dan penyakit lainnya.16 b. Pamali duduk diatas pada orang tuha kaina katulahan (dilarang duduk dengan tempat yang lebih tinggi dari orang yang lebih tua nanti terkena tulah) Hal ini berkaitan penuh dengan permasalahan adab, sebab apabila kita duduk diatas orang yang lebih tua, maka seakan kita tidak menghormati mereka dan tidak memiliki sopan santun. Maka apabila melanggar akan mendapat berbagai macam kesialan.17 4.2 Faktor Katulahan Ada berbagai macam hal ataupun perbuatan yang bisa menyebabkan katulahan, diantaranya : a. Menapikkan pamali Tidak mentaati atau mengabaikan norma-norma yang ada dalam pamali, berarti sama saja dengan tutup telinga dengan nasehat serta pesan moral kepada dirinya. Sebab di dalam pamali banyak berisikan tentang nasehat agar tercapainya kedamaian dalam hidup. b. Mengatai yang tidak baik kepada orang yang lebih tua 15 Ibid,. h.10. 16 Bambang, Bahaya Makan dan Minum Berdiri, Jurnal Universitas Airlannga. 17 Pamali Banjar, Balai bahasa banjarmasin, Banjarbaru, 2006, h. 105. Secara tidak langsung perkataan yang tidak baik kepada orang yang lebih tua akan menyakiti perasaannya, dampaknya kita akan dianggap seperti tidak hormat dan tidak memiliki sopan santun. Seharusnya kita dalam berbicara harus menjaga adab di hadapan orang tua baik itu dari intonasi ataupun diksi kata yang dipakai, untuk menjaga perasaan dari orang tua yang menjadi lawan bicara kita. c. Meletakkan buku ataupun kitab suci sembarangan Buku adalah sumber ilmu, ungkapan tersebut berarti secara tidak langsung mengaakan bahwa buku adalah guru yang tidak hidup. Terlebih lagi dengan kitab suci AlQur’an, kita diajarkan harus beradab saat membacanya seperti berwudhu dan menutup aurat. Sebagai wujud menghormati ilmu serta kitab suci yang berisikan firman tuhan, maka hendaknya dalam meletakannya tidaklah boleh sembarang. Seperti dalam ungkapan pamali Jangan meandaka al-Qur’an randah pada lintuhut, kaina katulahan (jangan menaruh al-Qur’an lebih rendah dari lutut, pamali tersebut dapat dimaknai maksudnya adalah untuk menjaga kehormatan al-Qur’an sebagai kitab suci, untuk menghindari adanya kemungkina terlangkahi sewaktu berjalan. Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyyah mengatakan agar merawat buku dengan sebaik mungkin, dalam hal menaruh buku tidak sembarangan adalah juga untuk menjaga buku sebagai sumber ilmu agar tidak terkena cairan ataupun hal-hal yang dapat merusak keutuhan buku. d. Berbuat kerusakan pada alam Dalam maqashid syari’ah dijelaskan untuk menjaga alam dan lingkungan yang masuk dalam kaidah Hifdz al-‘alam.18 Pada masyarakat banjar perbuatan merusak alam dan menyakiti binatang dapat mengakibatkan katulahan, sebab perbuatan tersebut berkaitan pula dengan akhlak. Misalnya membakar hutan dan lahan yang di dalamnya banyak terdapat hewan-hewan, tentu hal ini melanggar dari tujuan syariah untuk menjaga alam. Hewan sebagai makhluk hidup harus kita jagan dan kita hormati kehidupannya selama tidak berbahaya dan mengganggu kehidupan manusia. 18 A Thohari - Az Zarqa, Epistemologi Fikih Lingkungan : Revitaslisasi Konsep Maslahah, Jurnal Hukum Bisnis Islam UIN SUKA, 2013 4.3 Katulahan Sebagai Representasi Nilai-Nilai Islam Nabi muhammad diturunkan ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia, sebagaimana hadits nabi : ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).19 Bukan untuk menyempurnakan ilmu ataupun hal lain, akan tetapi adalah akhlak yang paling diutamakan untuk diperbaiki oleh nabi. Selaras akan hal tersebut adanya katulahan pada masyarakat banjar adalah untuk menjaga adab serta akhlak pula, dengan memberikan ancaman akan adanya karma, azab ataupun hukuman lain atas perbuatannya dalam bentuk katulahan. Diharapkan masyarakat banjar akan menjadi takut untuk melakukan perbuatan yang dapat mendatangkan katulahan. Diriwayatkan dari Anas Ibn. Malik bahwa suatu ketika nabi muhammad mengkhawatirkan cucunya hasan dan husain kelaparan sedangkan tidak ada makanan, maka nabi berjalan mencari makanan untuk kedua cucunya tersebut. bertemulah nabi dengan seorang badui yang sedang mengambil air dari sumur, lalu nabi menawarkan diri untuk memberikan jasa mengambil air dalam sumur tersebut dengan upah 3 biji kurma untuk sekali timba nya. Lalu setelah 9 kali timba maka timbaan air tersebut putus dan jatuh ke dasar sumur, lalu si badui amat marah dan langsung menampar nabi muhammad. Nabi hanya diam dan lalu mengambilkan gayung yang telah jatuh tadi, setelah itu nabi muhammad pulang dengan membawa kurma hasil dari upah menimba. Sesaat setelah nabi pulang maka si badui tadi tersadar bahwa sososk yang mengambil tadi adalah yang mulia nabi muhammad, spontan saja ia sangat merasa takut atas perbuatannya tadi. Lantas ia memotong tangan yang telah menampar nabi sebagai bentuk penyesalan dan ketakutannya kalau saja kualat terhadap nabi. Dari riwayat diatas, saking takut dan merasa berdosanya si badui maka ia memotong tangannya agar tidak terjadi kualat padanya. Padahal posisi si badui saat itu bukanlah 19 F Zahro, Motion Comic Adab dan Doa Islam Sehari-Hari Untuk Anak Usia Sekolah Dasar, CALYPTRA Jurnal UBAYA, 2018 beragama islam, hanya saja ia memberikan rasa hormatnya kepada nabi sebagai pemimpin kaum muslimin. Riwayat lain yang mirip dengan katulahan ada pada kisah 2 orang yang menghina abu bakar dan umar hingga mereka kualat. Suatu saat nabi tidak sengaja menemui sahabatnya dalam keadaan kaki berlumuran darah, dikisahkan oleh sahabat tersebut bahwa kakinya bekas digigit oleh anjing yang buas. Beberapa waktu berselang datang lagi sahabat dengan keadaan dan sebab serupa, maka pergilah nabi dengan 2 sahabat tersebut membawa pedang untuk membunuh anjing ganas tersebut. Saat dihadapan anjing itu nabi dengan pedang terhunus, mendadak si anjing berbicara bahwa jangan membunuh dia sebab dia adalah ciptaan Allah, dan ia menggigit kaki kedua sahabat itu karena adalah perintah dari Allah karena keduanya telah menghina abu bakar dan umar.20 Riwayat tersebut apabila diakitkan dengan katulahan yang ada pada masyarakat banjar maka sangatlah mirip, dari sebab dan akibatnya yang berupa adab dan akhlak tidak baik sehingga menyebabkan ia tertimpa suatu musibah atau kemalangan atas perintah dari Allah. 5. Kesimpulan Katulahan adalah bentuk kearifan lokal masyarakat banjar yang keberadaannya terus dilestarikan dengan terus menggunakannya beriringan dengan pamali sebagai satu kesatuan. Katulahan dalam ruang lingkupnya tidak hanya berkaitan pada hal yang bersifat sosial, lebih dari itu aspeknya mencakup hampir pada seluruh kehidupan. Esensinya adalah untuk menjaga dan mengajarkan perilaku yang beradab serta berakhlak, baik itu kepada sesama manusia dan makhluk lain serta benda mati yang diciptakan Allah. 20 Anas bin Malik, Terjemah Al-Aqthaf ad-Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhil ‘Ushfûriyyah. Daftar Pustaka Pongsibanne, Lebba Kadorre. Islam dan Budaya Lokal. UIN Jakarta. 2017 Pamali Banjar. Balai bahasa banjarmasin. Banjarbaru. 2006 Hapip, Abdul Djebar. Kamus Banjar-Indonesia. Departemen pendidikan dan kebudayaan. 1997 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yulisa. Membandingkan Konsep Karma Dalam Film “KARMA” Dengan Konsep Karma Buddha Mahayana. Jurnal PETRA. 2015 Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2005. Definisi Konsep Menurut Para Ahli. https://www.zonareferensi.com/pengertian-konsep/ Kamus Besar Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa KEMENDIKBUD. 2016 M. Noor, Syafri. Makan dan Minum Sambil Berdiri, Haramkah? Bambang. Bahaya Makan dan Minum Berdiri. Jurnal Universitas Airlannga. Az-Zarqa, A Thohari. Epistemologi Fikih Lingkungan : Revitaslisasi Konsep Maslahah. Jurnal Hukum Bisnis Islam UIN SUKA. 2013 Anas bin Malik. Al-Aqthaf ad-Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhil ‘Ushfûriyyah.