UAS “Keterampilan Berbahasa dan Sastra Indonesia” Dosen Pengampu : Dra. Dra. Ni Nyoman Ganing, M.Hum. OLEH : NAMA : Ni Luh Putu Ika Sintya Devi NIM : 1911031003 NO ABSEN : 02 KELAS :G SEMESTER : 3 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA DENPASAR 2020 1. Buatlah satu paragraf prosa dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga mahatahu! Pembahasan : Sudut Pandang Pengertian Sudut pandang adalah arah pandang seorang penulis dalam menyampaikan sebuah cerita atau tulisan, sehingga cerita atau tulisan tersebut lebih hidup dan tersampaikan dengan baik pada pembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain, sudut pandang merupakan cara penulis memandang/menempatkan dirinya dalam sebuah cerita atau tulisan. Sudut Pandang Orang Ketiga Pada teknik sudut pandang orang atau pihak ketiga. Kata rujukan yang digunakan ialah “dia” “ia” atau nama tokoh dan juga mereka (jamak). Kata ganti ini digunakan untuk menceritakan tokoh utama dalam sebuah cerita, tulisan ataupun karangan. Selain kata ganti yang digunakan, ada satu hal lagi yang membedakan antara sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga, yaitu kebebasan peran di dalam cerita, karangan atapun tulisan. Pada sudut pandang orang pertama, si penulis bisa menunjukkan sosok dirinya di dalam cerita, karangan ataupun tulisan dan ini tidak berlaku pada sudut pandang orang ketiga. Pada sudut pandang orang ketiga, si penulis berada ‘di luar’ isi cerita dan hanya mengisahkan tokoh “dia” di dalam cerita. Sudut Pandang Orang Ketiga (Serba Tahu/Maha Tahu) Pada sudut pandang orang ketiga serba tahu, si penulis akan menceritakan apa saja terkait tokoh utama. Ia seakan tahu benar tentang watak, pikiran, perasaan, kejadian, bahkan latar belakang yang mendalangi sebuah kejadian. Ia seperti seorang yang mahatahu tentang tokoh yang sedang ia ceritakan.Oh ya, selain menggunakan kata ganti “ia” atau “dia”, kata ganti yang biasa digunakan ialah nama dari si tokoh itu sendiri. Hal ini berlaku juga untuk sudut pandang orang ketiga (pengamat). Prosa Pengertian Prosa ialah sebuah karya sastra berupa tulisan bebas yang tidak terikat dengan berbagai aturan yang dalam penulisan nya seperti rima, diksi, irama, dan lain sebagainya. Makna tulisan yang terdapat di dalam prosa yakni bersifat denotatif dan tulisan yang yang terkandung di dalam nya memiliki makna yang sebenarnya. Walaupun terkadang terdapat kata kiasan di dalamnya, maka dalam hal tersebut hanya dapat fungsikan sebagai ornamen atau hanya untuk memperindah tulisan yang ada di dalam prosa tersebut. Secara etimologis, kata prosa yakni di langsir dari bahasa Latin “Prosa” yang artinya “terus terang”. Sehingga pengertian prosa tersebut adalah karya sastra yang di pergunakan untuk mendeskripsikan sebuah fakta. Prosa dengan Menggunakan Sudut Pandang Orang Ketiga Maha Tahu Kesedihan Tak Berujung Ada seorang wanita remaja bernama Ika. Wanita itu memiliki paras yang cantic, tubuh yang tinggi, perawakan yang berisi, kulit yang putih, tutur kata yang lemah lembut, otak yang cerdas serta karir yang baik. Tidak hanya itu, ia pun memiliki hati yang baik dan tulus. Banyak orang mengira hidupnya sudah amat sangat sempurna. Namun kenyataanya dibalik semua itu, Ika memiliki sebuah kemalangan serta lara yang terus menerus menyiksa batinnya. Lara itu muncul dari kisah percintaanya. Sudah hampir 4 tahun Ika menjalani hubungan bersama seseorang dengan watak dan sifat yang sangat buruk. Hal ini yang mengakibatkan Ika terjebak dalam hubungan yang tidak sehat (toxic relationship). Akan tetapi semua orang melihat hubungan yang sedang dijalani Ika terlihat baik – baik saja. Bahkan sangat baik, Ika terlihat bahagia, hubungannya penuh cinta dan hampir tidak pernah ada cela kesedihan yang terlihat dari hubungan tersebut. Maklmumlah Ika adalah orang yang pandai sekali menyimpan dukanya. Ia lebih baik diam, terlihat baik – baik saja, menanggung semua kesedihannya sendiri. Daripada harus menceritakan sebab dan alasan dari kesedihannya itu. Semua itu Ika lakukan, karena ia yakin. Suatu saat, cepat atau lambat kekasihnya itu pasti akan berubah. Banyak yang sudah Ika korbankan mulai dari materi, air mata, kebahagiaan, waktu dan lainnya. Namun, tetap saja apa yang sudah menjadi watak dan sifat seseorang sangat sulit sekali untuk diubah. Kini hanya tersisa Ika dengan kesedihannya. 2. Buatlah satu bait puisi dengan menggunakan gaya bahasa metafora! Pembahasan : Majas Metafora Secara umum, pengertian majas metafora adalah gaya bahasa yang bersifat Analogis dan imajinatif dengan memanfaatkan kata atau kelompok kata untuk menyatakan suatu hal dengan arti yang bukan sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Sifat analogis dan imajinatif yang dimiliki majas ini diwujudkan dengan menggunakan kata yang memiliki makna kedua dari makna asalnya, yaitu makna yang bukan mengunakan kata dalam makna yang sebenarnya. Dalam definisi lain, majas metafora diartikan sebagai ungkapan langsung, dimana ungkapan tersebut menggunakan analogi dimana kata atau frasa (dengan makna lain) digunakan dalam mengungkapkan makna yang sebenarnya dengan tujuan memberikan perbandingan atau persamaan suatu objek dengan objek lainnya. Dengan begitu, ungkapan yang dihasilkan akan memberikan kesan menarik apabila hanya diungkapkan langsung dengan menggunakan makna yang sebenarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa, majas metafora ialah gaya bahasa yang selalu membandingkan suatu objek dengan objek lain dimana kedua objek tersebut mempunyai sifat hampir sama. Puisi yang Mengandung Majas Metafora Judul Puisi : Hai Masa Lalu Karya : Ika Sintya Devi Hai masa lalu Aku rindu dengan kisahmu Tidak, aku hanya sekedar menyapa saja Terimakasih ya, sudah mengajarkanku banyak hal Aku tidak ingin melupakanmu begitu saja Hingga nafasku yang terakhir nanti Bila kau pergi sesaat setelah aku ada pada waktu Aku akan selalu menyambutmu dengan senyuman Menjadikan semua kisahmu sebagai pembelajaran Ada banyak sekali air mata yang menghiasi kisahmu Namun untuk saat ini ada banyak senyuman untuk menyambutmu kembali Hai masa lalu Mari berdamai Aku akan belajar mendewasa melalui pengalamanku dimasa lalu Penjelasan : Dalam puisi diatas, kita dapat menemui majas metafora pada bait ke-7 dengan sajak "Bila kau pergi sesaat setelah aku ada pada waktu". Frasa "setelah aku ada pada waktu" menunjukkan arti "kematianku telah tiba". Makna sebenarnya dalam sajak tersebut adalah "Jika kau pergi setelah kematianku tiba". Judul : Berbagi Sedihku Karya : Ika Sintya Devi Sakit sekali rasanya Duduk, menangis di bawah purnama yang indah Aku ceritakan dan aku sampaikan sedihku lewat air mata Tidak banyak orang yang tahu Begitu sakit dan pedih rasa ini Waktu akan terus berjalan Ia tidak akan berhenti olehmu Kenangan pahit, sakit, duka dan lara Semua telah aku sampaikan lewat tangisku semalam Kini hanya tersisa aku sendiri bersama bekas luka Meracik asmara yang entah bagaimana rasanya Hanya mampu berharap Esok hanya aka nada suka tanpa duka Penjelasan : Berdasarkan puisi di atas dapat kita ketahui makna dari puisi tersebut mengandung majas metafora yang terletak pada bait ke 2 dengan sajak " Duduk, menangis di bawah purnama yang". Arti kata "Punama" dalam sajak tersebut adalah cahaya bulan. Makna sebenarnya dalam sajak tersebut adalah "Cahaya bulan menerangi bumi tepat diatasku". 3. Susunlah dialog drama yang disertai petunjuk lakuan dengan latar suasana mengharukan! Pembahasan : Judul Drama : Kan Ku Kejar Cita – Citaku Tema Drama : Motivasi Alur Drama : Maju Latar Suasana : Mengharukan Pemeran Drama : 2 orang Penokohan : Ika dan Dwi Sinopsis Drama Ada dua anak perempuan yang bernama Ika dan Dwi. Ika dan Dwi sudah menjalin hubungan persahabatan sejak kecil. Mereka berdua selalu bersama, namun semenjak ayah Ika harus pindah kerja mereka berdua pun berpisah. Pada suatu ketika tanpa disengaja mereka bertemu kembali tanpa disadari. Dialog Drama Ika : (Sedang membereskan kertas yang berjatuhan karena angin). Dwi : (Karena melihat kasihan, Dwi pun membantu). Sini biar aku bantu. Ika : Oh ya terimakasih. (tanpa melihat ke arah Dwi dan langsung pergi meninggalkan Dwi dengan terburu-buru). Dwi : Hei tunggu sebentar! Ika : (Sambil mendekat ke arah Dwi) Iya ada apa? Dwi : Sepertinya aku kenal kamu deh. Kamu Ika kan? Ika : Iya, kok tahu. Kamu siapa ya..? Dwi : (Memotong pembicaraan Ika dan langsung memeluk Ika dengan erat dan penuh perasaan haru) Dwi. Sahabat kamu waktu SD. Kan kita duduk bareng terus waktu SD. Ingat engga? Ika : Oh iya pasti inget lah. (Sambil membalas pelukan Dwi dengan erat). Masa lupa sih. Oh iya aku lupa, maaf Dwi, aku lagi buru-buru nih. Aku duluan ya Dwi. (Sambil berlalu meninggalkan Dwi) Dwi : Hey bentar dulu. Minta no HP kamu dong? Ika : Hmmm… aku lupa. Kamu follow Instagram aku aja di @ikawiryana ya! Dwi : Ok. Follback ya nanti aku chat kamu. Ika : Iya pasti. (sambil terus pergi meninggalkan Dwi). Beberapa hari kemudian tanpa disengaja, Ika dan Dwi bertemu kembali dikantin sekolah. Dwi : Eh Ika, ketemu lagi. Kamu sekarang sekolah di sini ya? Ika : Hehe iya. Aku sekarang sekolah di sini. Enggak nyangka ya ternyata kita satu sekolah lagi. Dwi : Iya nih ga nyangka banget. Oh iya sekarang kamu di kelas mana? Ika : Aku sekarang di kelas MIPA 2, wi. Kamu? Dwi : Aku di kelas MIPA 5. Ika : Oh iya Dwi kamu mau enggak main ke rumah aku pulang sekolah nanti? Dwi : Makasih Gita. Aku mau kok. Berarti nanti kita pulang bareng ya? Ika : Iya. Nanti setelah bel pulang, kita janjian di gerbang aja ya? Dwi : Ok. Lalu bel masuk berbunyi. Ika dan Dwi pun pergi ke kelasnya masing-masing. Setelah jam pelajaran usai dan bel pulang pun berbunyi, Ika dan Dwi pun bertemu di gerbang sekolah dan pulang bersama menuju ke rumah Ika. Sesampainya di rumah Ika. Ika : Ayo masuk Dwi. Dwi : Iya makasih Ka. Om Swastyastu. Ika : Om Swastyastu. Eh kita langsung ke kamar aku aja yu? Dwi : Ayo. Oh iya ngomong-ngomong rumah kamu kayak masih berantakan deh. Kenapa? Ika : Kan aku baru pindah Wi. Dwi : Oh iya ya hehe. Lalu mereka berdua pun menuju kamar Ika. Ketika di kamar Ika, mereka berdua berbincang-bincang. Karena mereka berdua telah kelas 12, mereka pun membicarakan akan kuliah kemanakah mereka setelah lulus SMA nanti. Dwi : Ngomong-ngomong, kamu mau kuliah dimana? Ika : Aku mau kuliah di Undiksha nih. Dwi : Emangnya kamu ngambil jurusan apa, Ka ? Ika : Kedokteran. Mau jadi dokter dong hehehe.. hmmm tapi… Dwi : Tapi kamu kenapa? Ika : Tapi aku lemah di pelajaran fisika, Wi. Dwi : Duh jangan sedih dong udah enggak apa-apa. Kalau kamu belajar lebih giat lagi pasti kamu bisa. Teruslah berusaha Ika. Jangan menyerah. Kejar citacita kamu. Eits tapi jangan lupa kalau sudah usaha, kita juga harus tetep berdo’a sama Tuhan. Ika : Iya Wi makasih ya atas masukannya pasti ko aku bakal belajar lebih giat lagi. Dwi : Nah gitu dong. Ika : Kamu sih mau kuliah dimana, Wi? Dwi : Aku belum tau nih. Kira-kira menurut kamu dimana ya? Terus jurusan apa? Ika : Kalau menurut aku sih lebih baik kamu ikutin kata hati kamu aja. Pastinya yang sesuai sama bakat dan minat kamu juga. Dwi : Iya sih Git. Tapi masalahnya aku belum tau nih bakat aku dimana. Ika : Ya kalau menurut aku sih bakat kamu sebaiknya minta pendapat ke orang lain tentang bakat kamu. Misalnya ke teman, ke guru, ke orang tua juga pasti. Terus kalau kamu masih bingung juga, aku saranin kamu untuk minta petunjuk ke Tuhan. Dwi : Wah makasih juga ya Ka atas pendapat dan saran kamu. Aku akan coba ikutin saran kamu. Oh iya udah sore nih. Aku pulang ya. Makasih Ika. Ika : Oh iya udah. Sama-sama. Makasih ya Dwi. Lalu Dwi pun pulang dari rumah Ika. Dan setelah perbincangan tadi di rumah Ika, mereka berdua menjadi lebih giat belajar lagi. Dan akhirnya Dwi telah mengetahui bakat dan minatnya untuk melanjutkan sekolahnya. Waktu sangat pintar sekali dalam hal mencuri detik, ia berlalu begitu cepat. Tidak terasa mereka berdua telah lulus ujian dan mereka pun ingin melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi yang mereka inginkan. Karena mereka rajin belajar dan berdo’a, mereka pun akhirnya diterima di perguruan tinggi yang mereka idam-idamkan. Penjelasan : Dialog drama di atas menggunakan latar suasana mengharukan. Karena terlihat jelas yaitu adanya pertemuan yang tidak di sangka – sangka oleh dua sahabat yang sudah lama berpisah. Tidak hanya itu, karena usaha dan doa dari sahabat tersebut. Akhirnya mereka mampu meraih cita – cita mereka. Suasana haru nampak saat keduanya mampu melanjutkan Pendidikan di perguruan tinggi yang mereka idam – idamkan. Itu menandakan tidak akan ada hasil yang menghianati usaha. 4. Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan merah jambu Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira dari kemayaan riang Ubahlah puisi tersebut menjadi bentuk prosa! Pembahasan : Prosa dari Puisi Di atas Versi 1 Setiap bertemu dengan gadis kecil berkaleng kecing aku merasa iba kepadanya. Setiap senyum terlalu kekal untuk kenal duka dalam menghadapi kenyataan hidup. Mereka tengadah kepadaku pada bulan merah jambu pada saat itu. Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa kalau gadis kecil berkaleng kecil tidak ada. Rasanya aku ingin ikut gadis kecil berkaleng kecil itu. Mereka pulang kebawah jembatan yang melulur sosok tanpa takut. Mereka hidup dari kehidupan anganangan yang gemerlap yang tak pernah ada. Hanya gembira dari kemayaan riang. Prosa dari Puisi Di Atas Versi 2 Bertemu dengan gadis kecil yang membawa kaleng kecil aku merasa sungguh kasihan kepadanya. Setiap kali ia tersenyum tak tampak duka dalam menjalani kenyataan hidup yang berat ini. Ia mengadah kepadaku pada bulan merah jambu waktu itu. Tetapi kotaku terasa menghilang, tanpa jiwa jika gadis kecil itu tidak ada. Aku ingin ikut gadis kecil itu, ia pulang ke bawah jembatan yang sangat kumuh tanpa rasa takut. Ia hidup dari kehidupan berangan-angan yang bergemerlap yang tak akan pernah ada, hanya kegembiraan dari kesemuan riang yang tersisa. 5. Kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh Mengingat Kau penuh seluruh CahyaMu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tentukanlah jeda dan intonasi pada penggalan puisi tersebut! Pembahasan : Jeda dalam sebuah puisi. Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Jeda antar kata, diberi tanda ( / ) Jeda antar frase, diberi tanda ( // ) Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # ) Jeda pada penggalan puisi di atas Kepada/ pemeluk teguh// Tuhanku// Dalam/ termangu// Aku// masih/ menyebut/ namaMu/// Biar/ susah sungguh// Mengingat Kau// penuh seluruh/// CahyaMu// panas suci // Tinggal// kerdip lilin// di kelam sunyi/// Intonasi pada penggalan puisi di atas “Tuhanku” Adapun analisis yang dapat saya sampaikan pada analisis bait pertama sebagai berikut: Pada bait pertama diatas terdapat tekana bunyi vocal u dan konsonan n yang diucapkan berat sehingga menggambarkan perasaan murung, sedih dan gundah yang mendalam dirasakan oleh penyair. Kombinasi bunyi tersebut dapat memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau dan parau. Hal ini karena kekhusukan atau kesungguhan penyair dalam mengadu kepada Tuhan tentang kegundahan hatinya. Pengulangan kata “ Tuhanku” yang berupa penyebutan berulang-ulang sebanyak empat kali dalam sajak itu sesuai dengan sifat sajak itu sebagai doa. Karena dalam berdoa orang biasa menyeru Tuhan berkali-kali. Pada baris sajak “Tuhanku” terdapat irama tinggi dan menurut. Irama tinggi pada kata Tuhan, karena yang kita tahu, Tuhan merupakan pencipta dari segala makhluk serta yang memiliki derajat yang paling tertinggi makanya kata Tuhan digunakan oleh seorang penyair dengan nada tinggi. Sedangkan kata yang terdapat nada rendah yaitu pada kata Ku, kata ku terdapat atau menggunakan nada rendah karena menunjukan seorang makhluk yang paling rendah serta untuk menunjukkan jikalau status seorang penyair hanya sebagai hamba. Kata Ku juga menggunakan nada rendah karena seorang penyair ingin mengharapkan dalam kegundahan serta ingin mengadu kepada Tuhan yang memiliki segala kuasa akan setiap hati yang merasa. Selain diatas pada kata “Tuhanku” terdapat juga rima, yang dapat dianalisis rima ditunjukkan pada lambing “U”. lambing U ditunjukkan oleh seorang penyair dengan berulang-ulang serta sangat menonjol, karena seorang penyair ingin menunjukkan kepada tuhan dengan perasaan, bukan dengan tangan, karena untuk bisa berbicara, mengadu kepada tuhan hanya bisa dilakukan dengan perasaan. “…Dalam termangu Aku masih menyebut nama-Mu” Adapun analisis yang dapat saya sampaikan pada analisis bait sajak kedua sebagai berikut: Pada baris ini terdapat bunyi konsonan a,e,i dan u yang yang pada umumnya untuk melukiskan rasa senang, riang dan hati yang ringan namun diucapkan terasa berat dan rendah sehingga melukiskan perasaan sedih dan gundah. Diperjelas dengan adanya bunyi sengau akhiran ng pada kata termenung sehingga memperjelas suasana hati penyair yang menyatakan di dalam kegoyahan imannya ia masih menyebut nama Tuhan dalam doanya. Pada baris sajak “ …dalam termangu…” terdapat nada mendatar, menekan, serta menurun. Kata yang terdapat mendatar, menekan yaitu pada kata Dalam, kata “dalam” digunakan oleh seorang penyair dengan dana mendatar, menekan, karena menurut analisis dari saya, kata dalam dapat diartikan sebagai perasaan yang dialami oleh seorang penyair yang ingin tersentak dengan segala situasa yang ada di lingkungannya. Pada baris kata Termangu terdapa nada irama mendatar serta pada akhirnya menurut, akibat dari nada menurut mengakibatkan lambing U hamper samar-samar kedengaran. Berdasarkan analisis nada serta irama diatas dapat saya tafsirkan penggunaan nada yang digunakan oleh seorang penyair, dia ingin menunjukkan akan kegundahanya yang hampir tidak bertepi serta tidak berujung dalam hidupnya, sehingga mengakibatkan samar-samar pada lambing U. Pada baris sajak “…Aku masih menyebut nama-Mu…”. Terdapat nada serta tempo-tempo berapa kali. Nada mendatar terdapat pada keseluruhan baris tersebut, sedangkan tempo terdapat diantara kata “Aku masih …. Menyebut nama-Mu”. Nada yang mendatar yang pendek dapat diartikan sebagai suatu kepasrahan seorang penyair, jikalau walaupun dalam gejolak permasalahan dia akan selalu mengingat Tuhan, nada mendatar merupakan kepasrahan yang sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Sedangkan pada tempo yang pendek, digunakan seorang penyair untuk membatasi akan statusnya sebagai hamba, dan status tuhan adalah Tuhan “raja diatas raja”. “…Biar susah sungguh…” Pada bait tersebut terdapat kata yang besifat konsonan sudah dapat saya tafsirkan makna bunyi yang digambarkan oleh seorang penyair sebagai lambang dari huruf (r) dan (h), pada simbol r dalam kata biar merupakan tekanan di dalam yang digambarkan oleh seorang penulis sebagai suatu kesakitan yang sangat mendalam, sedangkat pada simbol h dalam kata susah sungguh seorang penulis menggambarkan kesakitan yang sudah tidak mampu dipendam lagi sehingga menggunakan simbol h sebagai lepasan bunyi, menggambarkan ketidak sanggupan lagi dalam menanggung beban permasalahan sehingga lebih dilepaskan yang menimbulkan bunyi desahan sebagai lambang kesakitan yang dialaminya kemudian menyebabkan penyair sulit serkonsentrasi dalam berdoa. Pada baris “…Biar susah sungguh…” tidak ternapat nada tinggi atau turun tetapi seorang penyair lebih menggunakan nada mendatar serta irama mengalaun, serta terdapat rima (pengulangan bunyi). Nada mendatar pada baris syair ini secara keseluruhan, dana mendatar tersebut digunakan atau diwakili oleh seorng penyair akan permasalahan yang selalu ada, serta tidak kelihatan punyak atau penyelesaian dari permasalah yang dia hadapi. Sepertihalnya uraian analisi diatas, penyair lebih mempertegas lagi dengan menggunakan irama yang mengalun sebagai suatu ketegasan akan permasalah yang tidak ketaui kapan kan selesai. Selain itu, pada baris syair ini juga terdapat rima (pengulangan bunyi), rima terdapat pada kata Susah… Sungguh.. yaitu dilambangkan dengan simbol “H” sebagai desahan yg sangat teramat sakit. “…Mengingat Kau penuh seluruh…” Pada bait tersebut terdapat vocal u yang dominan pada kata …kau penuh seluruh…yang menggambaran perasaan yang tidak menentu atau gundah yang dialami penyair. Juga terdapat bunyi liquida r dan konsonan h yang menggambarkan penuh curahan perasaan betapa sulitnya berkonsentrasi penuh pada saat mengalami kegoncangan iman. Pada baris puisi diatas, dapat kelompok kami analisis yang berhubungan dengan nada. Terdapat tekanan-tekanan yang sangat amat mendalam yaitu pada kata Mengingat (terdapat tiga ketukan), Kau (terdapat tiga ketukan), Penuh (terdapat dua ketukan), seluruh (mendatar). Berdasarkan ketukan-ketukan yang dilakukan seorang penyair dalam membaca setiap kata pada baris ini maka dapat saya analisis. Pada kata pertama Mengingat, berisi tiga ketukan, menurut saya, pada kata pertama seorang penyair masih dalam keadaan yang bingung akan apa yang sedang dihadapinya makanya dia seperti lupa sehingga terdapat tekanan yang sedikit panjang. Sepertihalnya pada kata Mengingat, jiga pada kata Aku, berisi tiga ketukan karena menurut saya, disini dapat pempertegas dari kata yang pertama dia ingin menunjukkan jikalau yang sedang binggung itu adalah dia sendiri bukan orng lain, makanya terdapat ketukan yang sama. Pada kata yang ketiga Penuh, penyair menggunakan dua ketukan, karena walaupun menggunakan kata penuh namun sebenarnya dari diri penyir itu sendiri menginginkan apayang dia hadapi sekarang dekit berkurang. “Caya-Mu panas suci Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi” Pada bait sajak diatas menggunakan simbol (i, i) sebagai dominan, yang dapat menimbulkan bunyi vokal yang lepas tanpa adanya bunyi pembatas, sebagai suatu makna goncangan imam yang dihadapi penyair. Kenapa seorang penyair menggunakan lambang bunyi vokal sebagai dominan dalam kalimat tersebut karena pada pembunyian dominan tidak terdapat batasan dalam melafalkan serta keluarnya bunyi sebagi lambang pemaknaan sehingga dengan leluasa penyair bisa mengikuti segala permasalahan yang sedang dihadapi dengan mengalir seperti air. Pada kedua baris kata diatas, tidak terdapat irama naik turun Cuma hanya tersapat tekanan-tekanan, seperti pada kata Cahya. Mu. Panas. Suci, pada baris kata ini dipotong-potong oleh seorang penyair dalam pengucapannya dengan tekanan tempo-tempo yang pendek namun kelihatan. Penyair menggunakan tekanan tempo-tempo pada kata ini maka dapat saya ilustrasikan jikalau keinginan seorang penyair tak terdapatkan, semua jawaban yang diainginkan tidak terjawab, makanya dia menjeda-jeda sebagai rasa ketidak puasan terhadap apa yang terjadi. Pada baris kata selanjutnya juga tidak terdapat irama naik turun, yang ada hanya mendatar, serta satu kali yaitu diantara kata “…. Lilin….di kelam sunyi….”. jadi terdapat pemisah antara lilin dan dikelam sunyi, karena yang saya ketahui terang dan kegelapan tidak akan bisa menyatu dalam satu waktu, maka dari itu penyair membatasi akan apa yang dia rasakan tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.