PEMBUATAN KAMUS Mersi Doknauli Simatupang Bagaimana sebuah kata masuk ke KBBI? Dikutip dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, untuk menjadi “warga” Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebuah kata harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia secara sematis, leksikal, fonetis, pragmatis, dan penggunaan (usage), persyaratan tersebut diwakili oleh hal berikut: ● Unik Kata yang disarankan dapat berasal dari bahasa daerag, bahasa asing dan belum memiliki makna dalam bahasa Indonesia. Hal ini berfungsi untuk menutup rumpang leksikal (lexical gap), contohnya: boru, yaitu golongan, pihak atau marga yang kawin dengan anak perempuan dalam suku batak. ● Eufonik (sedap didengar) Kata yang disarankan memiliki bunyi yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia atau sistem fonologinya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini berfungsi agar kata tersebut mudah dilafalkan oleh penutur bahasa Indonesia yang berasal dari berbagai latar bahasa ibu. contoh akhiran /g/ dalam bahasa Betawi/Sunda/Jawa menjadi /k/ dalam bahasa Indonesia atau fonem /eu/ dalam bahasa Sunda menjadi /e/ dalam bahasa Indonesia. Contohnya: gebleg > geblek Ojeg > ojek Keuhkeuh > kekeh ● Seturut kaidah bahasa Indonesia ● Seturut kaidah bahasa Indonesia Kata tersebut dapat dibentuk dan membentuk kata lain melalui pengimbuhan dan pemajemukan. Contoh: ojek > mengojek; mengojekken; pengojek ● Tidak berkonotasi negatif Kata yang memiliki konotasi negatif tidak dianjurkan masuk karena kemungkinan tidak berterima di kalangan pengguna tinggi, misalnya beberapa kata yang memiliki makna sama yang belum ada dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata tersebut, yang akan dipilih untuk masuk ke dalam KBBI adalah kata yang memiliki konotasi lebih positif. Kata lokalisasi dan pelokalan, misalnya, memiliki makna sama. ● Kerap dipakai Kekerapan pemakaian sebuah kata diukur menggunakan frekuensi (frequence) dan julat (range). Frekuensi adalah kekerapan kemunculan sebuah kata dalam korpus, sedangkan julat adalah ketersebaran kemunculan kata tersebut di beberapa wilayah.Sebuah kata dianggap kerap pakai kalau frekuensi kemunculannya tinggi dan wilayah kemunculannya juga tersebar secara luas, contohnya kata bobotoh yang ketersebaran penggunaannya meluas di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi serta frekuensi kemunculannya juga tinggi. Beberapa langkah kerja penyusunan kamus sebelum diluncurkan ke pasar adalah sebagai berikut. 1. a. Menentukan bentuk, jenis kamus, dan deskripsinya yang sesuai dengan pengguna atau konsumen. b. Menghitung besarnya finansial dan melakukan studi kelayakan. c. Merencanakan proses kerja dan menjadwalkan sesuai dengan jadwalnya. d. Mempersiapkan tim atau komunitas kerja sesuai dengan keahliannya masing-masing dan sesuai kebutuhan. 2. Mempersiapkan kamus yang akan disusun dengan mengumpulkan bahan-bahan atau data atau materi serta menentukan daftar pustaka yang akan digunakan. 3. Memilih satuan-satuan kamus atau sub-sub pokok kosakata inti sebagai entri kamus. 4. Menyusun pendahuluan, menempatkan materi-materi tersebut dalam posisi yang berbeda-beda. 5. Mengurutkan entri-entri tersebut secara berurutan menurut standar urutan kamus. 6. Acuan paling penting dalam penyusunan kamus modern saat ini adalah menambah dua bab pembahasan tantang materi kamus secara detail. Pertama, ada prolog atau muqaddimah dan kedua, di akhir kamus melampirkan beberapa catatan atau lampiran-lampiran dan keterangan-keterangan tambahan tentang pentingnya kamus bagi pengguna. Terdapat beberapa perbedaan terkait dengan segi karakter dan sifat kamus-kamus besar suatu bahasa dengan kamus-kamus kecil atau kamus-kamus asing dan kamus-kamus khusus. Oleh karena itu, ketika menyusun kamus juga perlu mengacu pada kerangka teori yang sesuai sehingga menghasilkan bentuk kamus yang diinginkan. Seorang leksikograf perlu menentukan apa saja yang dibutuhkan ketika menyusun kamus dan metode apa yang dipakai dalam menyusunnya. Langkah-langkah awal yang diperlukan untuk menyusun sebuah kamus adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan awal (arti, sinonim, pronoun, orthographi, penyusunan kosakata, asal akata, nama diri, dan hakikat). 2. Obyek kamus (orang yang sudah dewasa, anak-anak, siswa, mahasiswa, guru, kritikus, intelektual, skretaris). 3. Tujuan kamus (untuk mempelajari bahasa asing, penulisan laporan, pembacaan teks, pengetahuan arti kata, terjemah, petunjuk perjalanan, penelusuran kosakata yang sesuai, penyusunan kosakata yang terputus, dan pengetahuan tentang wawasan). Beban Finansial dan Memperbanyak Aset-aset Finansial “Beban finansial kamus terletak pada proses penyiapan bahan, ongkos produksi, waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan, dan gaji tim penyusun. Di era komputerisasi sekarang ini, ketika menyusun kamus diperlukan perangkat atau sistem analisis, program accounting, dan pelacakan informasi. Seorang produser ini perlu tenaga ekstra. Dengan demikian, dibutuhkan tenaga publikator yang banyak.” Ada sebagian kamus yang tidak memperhitungkan beban finansial dalam penyusunannya, di antaranya sebagai berikut: 1. Kamus yang diterbitkan oleh institusi kebudayaan milik pemerintah atau milik universitas. 2. Kamus yang disusun oleh tim kerja yang terdiri dari beberapa peneliti akademik yang memiliki tujuan untuk upaya penelitian ilmiah, hasil karya sastra, atau promosi jabatan. Misalnya kamus Universitas Birmingham merupakan kamus yang menggunakan metode seperti ini. Pengumpulan Bahan atau Data dan Pembatasan Referensi Untuk mengumpulkan bahan atau data, leksikograf Arab kuno menggunakan tiga metode, yaitu sebagai berikut. 1. Metode statistik Metode ini dilakukan oleh Khalil bin Ahmad dalam kamusnya Al-‘Ain. Mengumpulkan data atau bahan linguistik dengan cara statistik dilakukan melalui proses penyetaraan dan interaksi. 2. Metode percakapan Metode ini dipakai oleh alAzhari dalam kamusnya Tahzibu al-Lughah. Pengumpulan bahannya dengan cara riset lapangan kemudian dituangkan kembali dalam kamusnya. 3. Metode mengumpulkan data dari kamus sebelumnya Metode ini sering diapakai sampai era modern sekarang, tanpa berusaha mengumpulkan data dari kehidupan sehari-hari kemudian merangkumnya dalam bentuk teks. Menentukan urutan kata dalam kamus Menentukan urutan kata dalam sebuah kamus membutuhkan penentuan kalimat sebelum menyusun kamus yang final. Beberapa langkah penting yang dilakukan adalah: Menentukan materi-materi dalam satu huruf Hal ini berguna untuk menentukan arah kamus yang akan disusun dengan menyajikan batasan cakupan setiap huruf sehingga bisa dibandingkan materi apa saja yang dicakup selama proses pengumpulan kosakata. Selain itu juga dapat membantu menentukan cakupan materi yang diperluas dan materi yang dibahas secara terminologis dalam kamus. Menentukan kaidah terkait dengan kata-kata bermakna ganda Chaer (2007a: 120) dan Hadi (2014: 4849) menyatakan bahwa kata-kata yang memiliki kaitan antara beberapa makna, biasa disebut polisemi (satu kata dengan banyak arti), diletakkan dalam satu komunitas. Sementara itu, Chaer (2007a: 135) dan Hadi (2014: 49) menyatakan bahwa kata-kata yang tidak memiliki kaitan antara beberapa makna, biasa disebut homonimi (beberapa kata dengan satu arti), diletakkan dalam banyak akar kata sesuai dengan arti yang dikandungnya. Persoalan yang dihadapi oleh leksikografer bukan kegandaan makna itu sendiri, tetapi hubungan polisemi dan homonimi. Jika hubungan sudah ditemukan, maka leksikografer meletakkan polisemi dalam satu akar sedangkan homonimi dalam beberapa banyak akar kata. Hadi (2014: 48-49) mengemukakan bahwa dalam penentuan kriteria pembahasan kegandaan kata perlu diperhatikan hal-hal berikut. a. Pendapat yang cenderung mengutamakan pembahasan polisemi dan pembahasan mengenai hubungan antara arti-arti yang berjauhan, misalnya kata hot yang berarti “panas” akan memiliki makna yang berbeda jika digunakan dalam ungkapan berikut ini hot news, hot line, dan hot sauce. b. Oleman mengusulkan penggunaan kriteria asal pembentukan dan urutan huruf secara alfabetis. Jika secara alfabetis atau dari sejarah berbeda, maka kata-kata tersebut dianggap homonimi. c. Sebagian leksikografer mengusulkan penggunaan teori semantik untuk membedakan dua kata, misalnya kata orange yang mempunyai dua makna, yakni “warna” dan “buah”. d. Kriteria umum yang dipakai dalam kamus-kamus bahasa Inggris, sesuai pendapat Lyonz, adalah penggunaan dalam percakapan. Kata seperti hammer memiliki dua arti, sebagai kata benda (palu) dan kata kerja (memalu, memukul), dan kata division yang dapat bermakna “pembagian” (dalam bidang matematika) dan “divisi” (dalam bidang ketentaraan). e. Kriteria selanjutnya adalah kriteria frasa yang berbeda dengan arti yang terdapat dalam kata tunggal, seperti kambing dan kambing hitam . f. Chaplin menganjurkan untuk merujuk dan membandingkan dengan bahasa lain untuk menentukan homonimi dan polisemi. Oleh karena itu kata rice dalam bahasa Inggris akan menjadi kata yang homonimi jika dibandingkan dengan beras dan nasi dalam bahasa Indonesia. g. Katz memberikan pendapat bahwa polisemi dan homonimi dapat ditentukan dengan merujuk pada beberapa struktur semantik pada dua kata yang sama sehinga dapat ditentukan apakah kata tersebut benar sama atau tidak. h. Ada pula yang berpendapat menggunakan metode pragmatik yang didasarkan pada konteks. Sebagai contoh adalah penggunaan kata akar (cek KBBI dulu). i. Ada juga yang berdasarkan pada ada tidaknya kemiripan antara dua makna. Jika ada kemiripan maka dinamakan polisemi, jika tidak ada maka disebut homonimi. Metode ini didasarkan pada pendapat penutur asli bahasa yang menentukan hakekat kemiripan dua kata tersebut. Pendapat ini mengetangahkanbahwa kata yang berlawanan merupakan polisemi karena terdapat keterkaitan makna, sementara homonimi terjadi jika artinya sangat berlainan. j. Metode lain yang digunakan adalah pembentukan. Dalam metode ini ada kata yang diperkirakan sama tetapi sebenarnya berbeda karena membentuk kata yang berbeda, seperti kata menyucikan dan mencucikan. Karena banyaknya perbedaan pendapat mengenai metode untuk membedakan polisemi dan homonimi, maka bisa kita temukan dalam kamus-kamus bahasa Inggris usaha untuk mencari titik temu metode-metode tersebut disatu sisi dan kesulitan menentukan garis pemisah antara polisemi dan homonimi di sisi lain. Kamus-kamus bahasa Inggris tidak hanya berbeda dalam penentuan polisemi dan homonimi, tetapi juga pengurutan artiarti yang ditemukan dalam homonimi. Terkait dengan perbedaan dalam hal polisemi dan homonimi tersebut, para ahli kamus menyarankan agar mengelompokkan keduanya dalam satu komunitas untuk lebih memudahkan. Ahli kamus harus menentukan standar yang akan dipakai dalam memperlakukan kata-kata yang memiliki banyak arti. Ada baiknya juga menjadikan kriteria semantik sebagai kriteria utama. Kata-kata yang tidak menunjuk pada sesuatu di luar dirinya Kata-kata ini memiliki arti yang bisa dipahami baik oleh pembicara maupun pendengar, tetapi sesuatu yang bisa menunjukkan arti kata tersebut tidak ada dalam alam nyata sehingga sulit dijelaskan melalui definisi sehingga leksikografer harus memikirkan cara lain. Misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata seperti yang, dan, tetapi tidak dapat dijelaskan dari segi semantik tetapi dari segi penggunaan, sehingga dalam kamus tersebut dijelaskan tentang fungsi kata sandang dan contoh penggunaannya. TERIMA KASIH SETELAH BEBERAPA KATA MASUK DALAM BEBERAPA DAFTAR KATA MAKA KATA TERSEBUT PERLU UNTUK DISELEKSI DGN CARA DITABULASI UNTUK DIMASUKKAN KE DALAM ENTRI KAMUS YANG DISESUAIKAN DENGAN PERSYARATANPERSAYARAT SEBUAH KATA MAMPU MASUK DALAM KAMUS