LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN VII PENENTUAN DAYA HANTAR SUATU SENYAWA Oleh : Nama : Zaki Fadlulloh NIM : M0318069 Hari/Tgl. Praktikum : Selasa/12 Mei 2020 Kelompok :7 Asisten Pembimbing : Muhammad Sarifudin LABORATORIUM KIMIA PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2020 PERCOBAAN VII PENENTUAN DAYA HANTAR SUATU SENYAWA I. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan jumlah muatan pada larutan sampel II. DASAR TEORI Konduktivitas listrik adalah suatu ukuran kemampuan material untuk mengalirkan arus listrik dan merupakan salah satu sifat fisik utama dari bahan seperti konduktivitas termal, spesifik ekspansi panas dan termal. Hubungan antara K dan σ dari paduan, khususnya, paduan aluminium (tanpa silikon) dibuat oleh Persamaan W-F, yang didasarkan pada fakta bahwa panas dan aliran listrik keduanya melibatkan elektron dalam logam dan persamaan S-P. Panas dalam padatan dilakukan oleh berbagai faktor yaitu elektron, gelombang kisi atau foton, rangsangan magnetik, dan, dalam beberapa kasus, radiasi elektromagnetik. Konduktivitas termal total aditif terdiri dari kontribusi dari masing-masing jenis operator. Pembawa utama panas dalam logam adalah gelombang elektron dan kisi, mengarah ke keseluruhan konduktivitas termal. Ke adalah komponen elektronik dan Kg adalah komponen kisi. K dapat dirumuskan dengan (Erol dkk., 2018) : K = Ke+ Kg .………..(2.1) Konduktivitas termal diperoleh dari gradien suhu tunak di seluruh lelehan, ketika laju panas yang terukur dihasilkan dalam silinder dalam, jika prosesnya adalah konduksi radial murni. Namun, konfigurasi instrumen berarti bahwa ada transportasi panas yang tak terhindarkan melalui konveksi di medan gravitasi dan transportasi panas antara permukaan dengan radiasi. Efek dari mekanisme yang pertama tergantung pada ketebalan lapisan leleh dan yang terakhir pada emisivitas dinding silinder. Semua faktor ini cenderung meningkatkan laju perpindahan panas jika terjadi dan menjadi lebih besar dengan meningkatnya suhu pengukuran (Chliatzou dkk., 2018). Konduktivitas listrik dapat dianggap sebagai indikator kasar kualitas air untuk berbagai keperluan dan telah diukur dalam praktik selama lebih dari 100 tahun. Masih penting dan banyak digunakan untuk menganalisis parameter air hari ini. Konduktivitas listrik adalah salah satu parameter fisik utama, yang memungkinkan untuk memantau pengotor ion yang dilarutkan dalam air dan berbagai jenis air yang berbeda (air murni, air minum dan air alami) dan juga digunakan untuk menentukan konsentrasi bahan kimia konduktif. Tujuan utama dari pekerjaan ini adalah untuk mengukur dan membandingkan konduktivitas listrik dari sampel air yang berbeda dan untuk menganalisis variasinya dengan suhu dan konsentrasi (Shrestha dkk., 2017). Konduktivitas masing-masing sampel air meningkat secara bertahap seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kelebihan ion di dalam air. Karena muatan ion dalam larutan memfasilitasi aliran arus listrik, konduktivitas larutan sangat (tetapi tidak sepenuhnya) sebanding dengan konsentrasi ionnya. Pada rentang konduktivitas yang besar, konduktivitas akan meningkat dengan konsentrasi (Soni, 2017). Perilaku solvasi ion dalam campuran biner air dengan pelarut organik dapat dipelajari jika ionik membatasi konduktivitas molar (λo) tersedia. Konduktivitas molar pembatas dari ion individu dapat diperoleh dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung tidak termasuk asumsi. Jika nomor transferensi dapat diperoleh secara akurat, metode ini adalah yang paling dapat diandalkan. Yaitu, konduktivitas molar pembatas dari elektrolit (Λo) dan jumlah transferensi pembatas dari ion-ion yang membentuk elektrolit ditentukan secara eksperimental, dan Λo dibagi menjadi kontribusi ionik (Tomas dkk., 2014). III. ALAT DAN BAHAN A. Alat 1. Gelas beker 250 mL (pyrex) 2 buah 2. Gelas beker 120 mL (pyrex) 1 buah 3. Gelas beker 100 mL (pyrex) 4 buah 4. Gelas beker 150 mL (pyrex) 6 buah 5. Kaca pengaduk 2 buah 6. Neraca analitik 1 buah 7. Gelas ukur 25 mL (pyrex) 2 buah 8. Labu ukur 50 mL (pyrex) 3 buah 9. Pipet tetes 4 buah 10. Spatula 2 buah 11. Konduktivitimeter RS232 (Cyber CON 100) 1 buah 12. Kaca arloji B. Bahan 1. KCl 5 x 10-3 mol/cm3 2. NaCl 5 x 10-3 mol/cm3 3. KNO3 5 x 10-3 mol/cm3 4. AlCl3.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3 5. NiCl2.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3 6. MgCl2.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3 7. CuCl2.2H2O 5 x 10-3 mol/cm3 1 buah 8. CuSO4.5H2O 5 x 10-3 mol/cm3 9. FeSO4.7H2O 5 x 10-3 mol/cm3 10. Sampel A 5 x 10-3 mol/cm3 11. Sampel B 2,5 x 10-3 12. Sampel C 3 x 10-3 mol/cm3 13. Sampel D 4 x 10-3 mol/cm3 14. Sampel E 9 x 10-3 mol/cm3 15. Sampel F 2 x 10-3 mol/cm3 16. Sampel G 4,5 x 10-3 mol/cm3 17. Sampel H 5 x 10-3 mol/cm3 18. Sampel I 4,5 x 10-3 mol/cm3 19. Sampel J 3,6 x 10-3 mol/cm3 20. Sampel K 2 x 10-3 mol/cm3 21. Sampel L 4,5 x 10-3 mol/cm3 22. Sampel M 5 x 10-3 mol/cm3 23. Sampel N 4,5 x 10-3 mol/cm3 C. Gambar alat Gambar 3.1 Gelas Beaker Gambar 3.2 Pengaduk kaca Gambar 3.4 Pipet tetes Gambar 3.5 konduktivitimeter Gambar 3.7 Spatula Gambar 3.8 Gelas ukur Gambar 3.3 Labu Ukur Gambar 3.6 Neraca Analitik Gambar 3.9 Kaca Arloji IV. CARA KERJA Larutan Sampel A, Sampel J, NaCl, Glukosa, CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, KNO3, ditimbang dan diencerkan sebanyak 50 mL masing-masing dengan konsentrasi 5x10-3 M. Larutan standar Sampel A, Sampel J, NaCl, Glukosa, CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, KNO3, disiapkan untuk pelarut aquades. Setelah larutan telah siap, alat konduktivitimeter diatur pada posisi 1413 𝜇𝑠. Ujung konduktivitimeter dimasukkan ke dalam larutan dan ditunggu hingga angka yang tertera pada konduktivitimeter konstan dan terdapat tulisan ready. Larutan pertama yang diuji adalah pelarut (akuades) dan dilanjutkan dengan larutan standar yang lain. Langkah 1-5 diulangi pada pelarut metanol. Nilai konduktansi spesifik (k) dicatat untuk masing-masing larutan standar. Hasil pengukuran dikoreksi terhadap nilai konduktansi spesifik pelarut (kpelarut) sehingga dapat dihitung dengan rumus k = klarutan – kpelarut. Hantaran molar larutan standar dihitung. Jumlah muatan larutan standar ditentukan dengan rumus ʌm = k/c. V. DATA PENGAMATAN Tabel 1. Data Hasil Eksperimen Larutan 5 x 10-3 Konduktivitas dalam Konduktivitas dalam mol/cm3 aquades (µS/cm) metanol (µS/cm) KCl 615 432 NaCl 650 512 KNO3 605 457 AlCl3.6H2O 2105 1217 NiCl2.6H2O 1310 757 MgCl2.6H2O 1220 727 CuCl2.2H2O 13330 812 CuSO4.5H2O 670 482 FeSO4.7H2O 630 412 Tabel 2. Data Sampel VI. Nama Konsentrasi K dalam Aquades K dalam metanol Sampel (mol/cm3) (µS/cm) (µS/cm) Sampel A 5 x 10-3 1240 752 Sampel B 2,5 x 10-3 310 214,5 Sampel C 3 x 10-3 1284 731 Sampel D 4 x 10-3 495 362 Sampel E 9 x 10-3 3795 2198 Sampel F 2 x 10-3 257 172 Sampel G 4,5 x 10-3 595,5 407 Sampel H 5 x 10-3 1265 732 Sampel I 4,5 x 10-3 1882,5 1091 Sampel J 3,6 x 10-3 951 538,4 Sampel K 2 x 10-3 515 302 Sampel L 4,5 x 10-3 1900,5 1100 Sampel M 5 x 10-3 610 422 Sampel N 4,5 x 10-3 1905 1091 PEMBAHASAN Percobaan penentuan daya hantar suatu senyawa memiliki tujuan untuk menentukan jumlah muatan pada larutan sampel. Jumlah muatan sampel dapat ditentukan dengan mengukur besar konduktivitasnya dalam pelarut tertentu. Prinsip percobaan ini adalah penentuan jumlah muatan pada suatu senyawa melalui pengukuran besarnya konduktivitas senyawa dalam pelarut tertentu menggunakan alat konduktivitimeter. Konduktivitas adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik (Budiman dan Suhardjono, 2012). Metode yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan metode konduktivitimeter. Konduktivitimeter meiliki prinsip pengukuran daya hantar listrik (DHL) dari larutan elektrolit untuk mengetahui seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Apabila dalam larutan elektrolit diberikan dua buah elektroda inert dan diberikan tegangan maka anion – anion akan bergerak ke arah anoda (positif) dan sebaliknya kation bergerak ke arah katoda (negatif). Daya hantar listrik (DHL) adalah ukuran kekuatan suatu larutan untuk menghantarkan listrik. Berdasarkan percobaan akan didapatkan nilai kondouktivitas molar yaitu konduktivitas pada saat larutan mempunyai konsentrasi satu molar. Percobaan ini menggunakan 14 sampel yang belum diketahui jumlah muatannya sehingga perlu dicari nilai konduktivitasnya lalu dibandingkan dengan senyawa standar yang telah diketahui jumlah muatannya. Senyawa yang digunakan sebagai standar pada percobaan ini antara lain KCl, NaCl, KNO3, AlCl3.6H2O, NiCl2.6H2O, MgCl2.6H2O, CuCl2.2H2O, CuSO4.5H2O dan FeSO4.7H2O dengan kosentrasi dari masing – masing senyawa besarnya sama yaitu sebesar 0,005 mol/cm3. Senyawa tersebut dijadikan standar karena senyawa tersebut merupakan elektrolit yang kuat dan mudah terdisosiasi menjadi ion – ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest dan metanol karena beberapa senyawa sukar larut dalam aquades serta untuk membandingkan konduktivitas pada pelarut yang berbeda. Larutan yang digunakan konsentrasinya dibuat sangat kecil agar pergerakan ion – ionnya semakin bebas dan mudah bergerak sehingga dapat terdeteksi dengan maksimal oleh konduktivitimeter. Konsentrasi elektrolit sangat mempengaruhi besarnya konduktivitas molar. Jika larutan memiliki kekuatan elektrolit yang semakin kuat maka nilai konduktivitasnya juga akan semakin besar begitu pun sebaliknya jika kekuatan elektrolitnya lemah maka besar konduktivitasnya juga lemah. Hal tersebut dikarenakan pada elektrolit kuat akan terdisosiasi sempurna menjadi ion (α = 1). Sedangkan pada elektrolit lemah terdisosiasi sebagian, α mendekati nol (0 < α < 1). Nilai konduktivitas juga dipengaruhi oleh jumlah ion dari larutan tersebut. Semakin besar jumlah ion maka semakin tinggi nilai konduktivitasnya. Jumlah muatan dalam larutan berbanding lurus dengan nilai hantaran molar larutan, di mana hantaran molar sebanding dengan konduktivitas larutan. Perlu dilakukan kalibrasi alat konduktivitimeter terlebih dahulu untuk melarutkan senyawa dengan pelarut yang digunakan. Tujuan dikalibrasi agar alat yang digunakan mempunyai suasana yang sama seperti pelarut yang digunakan. Selain itu juga untuk mencegah alat terkontaminasi agar hasil pengukuran bisa akurat. Berdasarkan percobaan diperoleh konduktivitas pelarut aquades sebesar 15 µS/cm dan metanol sebesar 2 µS/cm. Menurut Irwan dan Afdal (2016), aquades mempunyai konduktivitas yang lebih besar dari metanol karena aquades bersifat lebih polar daripada metanol sehingga nilai konduktivitas aquades dan metanol dalam percobaan telah sesuai dengan literatur. Nilai hantaran molar berdasarkan jumlah muatan menurut literatur (Achmad, 1996): Tabel 6.1. Perbandingan Konduktivitas Molar Teori dan Percobaan Jumlah 𝚲𝐦 dalam Akuades 𝚲𝐦 dalam Metanol Muatan (S cm2/mol) (S cm2/mol) 1 - 65 – 90 2 118 – 131 130 – 170 3 235 – 273 200 – 240 4 408 – 435 >300 5 >560 - Berdasarkan literatur, jumlah muatan dari senyawa standar dalam kedua pelarut telah sesuai. pengukuran konduktivitas dari senyawa standar ini akan digunakan sebagai pembanding untuk menentukan jumlah muatan pada senyawa sampel. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai konduktivitas molar dari larutan dapat digunakan untuk mengetahui muatan suatu senyawa yang digunakan dengan membandingkan besarnya konduktivitas pada pelarut tertentu dari literatur. Sehingga didapat muatan dari senyawa standar pada tabel berikut. Tabel 6.2 Nilai konduktivitas senyawa standar dalam pelarut aquades dan metanol ∆m dalam pelarut ∆m dalam pelarut Jumlah aquades (Scm2/mol) metanol (Scm2/mol) muatan KCl 120 86 2 NaCl 127 102 2 KNO3 118 91 2 AlCl3.6H2O 418 243 4 NiCl2.6H2O 259 151 3 MgCl2.6H2O 241 145 3 CuCl2.2H2O 263 162 3 CuSO4.5H2O 131 96 2 FeSO4.7H2O 123 82 2 Senyawa Dari data senyawa standar yang telah diketahui jumlah muatannya diatas, kemudian ditentukan jumlah muatan dari masing – masing sampel dengan melihat besarnya nilai konduktivitas molar dari semua sampel kemudian dibandingkan dengan senyawa standar, jika besarnya nilai konduktivitas molar sampel mendekati salah satu besar nilai konduktivitas dari senyawa standar maka dapat ditentukan jumlah muatan dari masing – masing sampel. Perbandingan besar nilai konduktivitas sampel dengan senyawa standar dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 6.3 perbandingan nilai konduktivitas sampel dengan senyawa standar Sampel ∆m dalam ∆m dalam Larutan ∆m Larutan ∆m Larutan Jumlah aquades metanol standar standar dalam standar dalam Muatan (Scm2/mol) (Scm2/mol) pembanding aquades metanol (Scm2/mol) (Scm2/mol) A 245 150 MgCl2.6H2O 241 145 3 B 118 85 KNO3 118 91 2 C 423 243 AlCl3.6H2O 418 243 4 D 120 90 KCl 120 86 2 E 420 244 AlCl3.6H2O 418 243 4 F 121 85 KCl 120 86 2 G 129 90 CuSO4.5H2O 131 96 2 H 250 146 MgCl2.6H2O 241 145 3 I 415 242 AlCl3.6H2O 418 243 4 J 260 149 CuCl2.6H2O 263 162 3 K 250 150 NiCl2.6H2O 259 151 3 L 419 244 AlCl3.6H2O 418 243 4 M 119 84 KCl 120 86 2 N 420 242 AlCl3.6H2O 418 243 4 Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa sampel C, E, I, L dan N memiliki daya hantar listrik yang paling besar dalam pelarut aquades maupun dalam pelarut metanol sedangkan sampel yang memiliki daya hantar paling kecil yaitu sampel sampel B dan M. Sampel yang memiliki kekuatan daya hantar listirk (DHL) yang paling besar berarti sampel tersebut merupakan larutan elektrolit kuat karena larutan tersebut akan terdisosiasi sempurna baik didalam aquades ataupun metanol. Sedangkan sampel yang memiliki daya hantar listrik (DHL) paling kecil berarti larutan tersebut merupakan larutan elektrolit lemah karena hanya terdisosiasi sebagian dalam pelarut aquades maupun metanol VII. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jumlah muatan suatu senyawa dapat ditentukan dari konduktivitasnya. Konduktivitas dipengaruhi oleh tingkat kepolaran, dimana semakin polar suatu senyawa maka daya hantarnya akan semakin besar. Jumlah muatan ion dari senyawa yang diuji adalah: Sampel Jumlah Muatan Dalam pelarut Dalam pelarut aquades metanol A 3 3 B 2 2 C 4 4 D 2 2 E 4 4 F 2 2 G 2 2 H 3 3 I 4 4 J 3 3 K 3 3 L 4 4 M 2 2 N 4 4 VIII. DAFTAR PUSTAKA Achmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Budiman, A, dan Suhardjono. 2012. Studi Eksperimental Pengaruh Konsentrasi Larutan Terhadap Laju Pelepasan Material Pada Proses Electrochemical Machining. Jurnal Teknik Pomits, 1 (1) : 1-5. Chliatzou, C. D., Assael, M. J., dan Antoniadis, K. D. 2018. Reference Correlations for the Thermal Conductivity of 13 Inorganic Molten Salts. Journal of Physics, Chemistry References Data, 47(3) : 1-13. Erol, H., Çadirli, E., Erol, E. A., and Gündüz, M. 2018. Dependency of the Thermal and Electrical Conductivity on Temperatures and Compositions of Zn in the Al−Zn Alloys. International Journal of Cast Metals Research, 3(2) : 1–11. Irwan, F. dan Afdal, A. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total Dissolved Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal Fisika Unand, 5(1) : 8593. Shrestha, A. K., Basnet, N., Bohora, C. K., dan Khadka, P. 2017. Variation of electrical conductivity of the different sources of water with temperature and concentration of electrolyte solution NaCl. International Journal of Recent Research and Review, 10(3) : 24-26. Soni, M. 2017. Variation of conductivity of the different sources of water with temperature and concentration of electrolyte solution NaCl. Pharm Innov J, 6 : 119-120. Tomaš, R., Sokol, V., Bošković, P., dan Peko, Ž. 2014. Transference number and conductance studies of sodium chloride in aqueous mixtures of ethanol at 298.15 K. Journal of International Scientific Publications: Materials, Methods and Technologies, 8 : 518-525. IX. LAMPIRAN 1. Perhitungan 2. Jurnal Mengetahui Asisten Praktikum Muhammad Sarifudin Surakarta, 19 Mei 2020 Praktikan Zaki Fadlulloh PERHITUNGAN A. Larutan a. Pelarut Akuades = 15 x 10-6 S/cm Kakuades = 15 𝜇S/cm Klarutan = Klarutan – Kpelarut ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 1. KCl (2 muatan) K = (615 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 6 x 10-4 S/cm ∆m = 𝐾 𝐶 x 1000 6 𝑥 10^−4 = 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 120 Scm2/mol 2. NaCl (2 muatan) K = (650 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 6,35 x 10-4 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 6,35 𝑥 10^−4 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 127 Scm2/mol 3. KNO3 (2 muatan) K = (605 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 5,9 x 10-4 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 5,9 𝑥 10^−4 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 118 Scm2/mol 4. AlCl3.6H2O (4 muatan) K = (2105 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 2,09 x 10-3 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 2,09 𝑥 10^−3 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 418 Scm2/mol 5. NiCl2.6H2O (3 muatan) K = (1310 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,295 x 10-3 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,295 𝑥 10^−3 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 259 Scm2/mol 6. MgCl2.6H2O (3 muatan) K = (1220 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,205 x 10-3 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,205 𝑥 10^−3 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 241 Scm2/mol 7. CuCl2.6H2O (3 muatan) K = (1330 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,315 x 10-3 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,315𝑥 10^−3 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 263 Scm2/mol 8. CuSO4.5H2O (2 muatan) K = (670 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 6,55 x 10-4 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 6,55 𝑥 10^−4 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 131 Scm2/mol 9. FeSO4.7H2O (2 muatan) K = (630 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 6,15 x 10-4 S/cm 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 6,15 𝑥 10^−4 x 1000 5 𝑥 10^−3 = 123 Scm2/mol b. Pelarut Metanol = 2 x 10-6 S/cm Kmetanol = 2 𝜇S/cm Klarutan = Klarutan – Kpelarut ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 1. KCl (2 muatan) K = (432 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,3 x 10-4 ∆m = = 𝐾 𝐶 x 1000 4,3 𝑥 10^−4 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 86 Scm2/mol 2. NaCl (2 muatan) K = (512 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 5,1 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 5,1 𝑥 10^−4 5 𝑥 10^−3 x 1000 = 102 Scm2/mol 3. KNO3 (2 muatan) K = (457 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,55 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 4,55 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 91 Scm2/mol 4. AlCl36H2O (4 muatan) K = (1217 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 1,215 x 10-3 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,215 𝑥 10−3 5 𝑥 10−3 x 1000 = 243 Scm2/mol 5. NiCl2.6H2O (3 muatan) K = (757 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 7,55 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,55 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 151 Scm2/mol 6. MgCl2.6H2O (3 muatan) K = (727 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 7,25 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,25 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 145 Scm2/mol 7. CuCl2.6H2O (3 muatan) K = (812 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 8,10 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 8,10 𝑥 10−4 x 1000 5 𝑥 10−3 = 162 Scm2/mol 8. CuSO4.5H2O (2 muatan) K = (482 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,80 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 4,80 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 96 Scm2/mol 9. FeSO4.7H2O (2 muatan) K = (412 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,1 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 4,1 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 82 Scm2/mol B. Sampel a. Pelarut Akuades Kakuades = 15 𝜇S/cm = 15 x 10-6 S/cm Klarutan = Klarutan – Kpelarut ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 1. Sampel A (3 muatan) K = (1240 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,225 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,225 𝑥 10−3 5 𝑥 10−3 x 1000 = 245 Scm2/mol 2. Sampel B (2 muatan) K = (310 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 2,95 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 2,95 𝑥 10−4 2,5 𝑥 10−3 x 1000 = 118 Scm2/mol 3. Sampel C (4 muatan) K = (1284 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,269 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,269 𝑥 10−3 3 𝑥 10−3 x 1000 = 423 Scm2/mol 4. Sampel D (2 muatan) K = (495 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 4,8 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 4,8 𝑥 10−4 4 𝑥 10−3 x 1000 = 120 Scm2/mol 5. Sampel E (4 muatan) K = (3795 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 3,78 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 3,78 𝑥 10−3 9 𝑥 10−3 x 1000 = 420 Scm2/mol 6. Sampel F (2 muatan) K = (257 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 2,42 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 2,42 𝑥 10−4 2 𝑥 10−3 x 1000 = 121 Scm2/mol 7. Sampel G (2 muatan) K = (595,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 5,805 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 5,805 𝑥 10−4 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 129 Scm2/mol 8. Sampel H (3 muatan) K = (1265 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,25 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,25 𝑥 10−3 x 1000 5 𝑥 10−3 = 250 Scm2/mol 9. Sampel I (4 muatan) K = (1882,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 1,8675 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,8675 𝑥 10−3 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 415 Scm2/mol 10. Sampel J (3 muatan) K = (951 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 9,36 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 951 𝑥 10−4 3,6 𝑥 10−3 x 1000 = 260 Scm2/mol 11. Sampel K (3 muatan) K = (515 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm = 5 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 5 𝑥 10−4 =2 𝑥 10−3 x 1000 = 250 Scm2/mol 12. Sampel L (4 muatan) = (1900,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm K = 1,8855 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,8855 𝑥 10−3 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 419 Scm2/mol 13. Sampel M (2 muatan) = (610 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm K = 5,95 x 10-4 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 5,95 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 119 Scm2/mol 14. Sampel N (4 muatan) = (1905 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm K = 1,89 x 10-3 S/cm ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 = 1,89 𝑥 10−3 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 420 Scm2/mol b. Pelarut Metanol Kmetanol = 2 𝜇S/cm = 2 x 10-6 S/cm Klarutan = Klarutan – Kpelarut ∆m 𝐾 = 𝐶 x 1000 1. Sampel A (3 muatan) K = (752 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 7,5 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,52 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 150 Scm2/mol 2. Sampel B (2 muatan) K = (214,5x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 2,125 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 2,125 𝑥 10−4 x 1000 2,5 𝑥 10−3 = 85 Scm2/mol 3. Sampel C (4 muatan) K = (731 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 7,29 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,29 𝑥 10−4 x 1000 3 𝑥 10−3 = 243 Scm2/mol 4. Sampel D (2 muatan) K = (362 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 3,6 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,52 𝑥 10−4 4 𝑥 10−3 x 1000 = 90 Scm2/mol 5. Sampel E (4 muatan) K = (2198 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 2,196 x 10-3 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 2,196 𝑥 10−3 9 𝑥 10−3 x 1000 = 244 Scm2/mol 6. Sampel F (2 muatan) K = (172 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 1,7 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,7 𝑥 10−4 2 𝑥 10−3 x 1000 = 85 Scm2/mol 7. Sampel G (2 muatan) K = (407 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,05 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 4,05 𝑥 10−4 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 90 Scm2/mol 8. Sampel H (3 muatan) K = (732 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 7,3 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 7,3 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 146 Scm2/mol 9. Sampel I (4 muatan) K = (1091 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 1,089 x 10-3 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,089 𝑥 10−3 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 242 Scm2/mol 10. Sampel J (3 muatan) K = (538,4 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 5,364 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 5,364 𝑥 10−4 3,6 𝑥 10−3 x 1000 = 149 Scm2/mol 11. Sampel K (3 muatan) K = (302 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 3 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 3 𝑥 10−4 =2 𝑥 10−3 x 1000 = 150 Scm2/mol 12. Sampel L (4 muatan) K = (1100 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 1,098 x 10-3 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,098 𝑥 10−3 4.5 𝑥 10−3 x 1000 = 244 Scm2/mol 13. Sampel M (2 muatan) K = (422 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 4,2 x 10-4 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 4,2 𝑥 10−4 5 𝑥 10−3 x 1000 = 84 Scm2/mol 14. Sampel N (4 muatan) K = (1091 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm = 1,089 x 10-3 𝐾 ∆m = 𝐶 x 1000 = 1,089 𝑥 10−3 4,5 𝑥 10−3 x 1000 = 242 Scm2/mol