Uploaded by User78848

Zaki Fadlulloh M0318069 Percobaan 7 Anor

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
PERCOBAAN VII
PENENTUAN DAYA HANTAR SUATU SENYAWA
Oleh :
Nama
: Zaki Fadlulloh
NIM
: M0318069
Hari/Tgl. Praktikum
: Selasa/12 Mei 2020
Kelompok
:7
Asisten Pembimbing
: Muhammad Sarifudin
LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
PERCOBAAN VII
PENENTUAN DAYA HANTAR SUATU SENYAWA
I.
TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan jumlah muatan pada larutan sampel
II.
DASAR TEORI
Konduktivitas listrik adalah suatu ukuran kemampuan material untuk mengalirkan arus
listrik dan merupakan salah satu sifat fisik utama dari bahan seperti konduktivitas termal,
spesifik ekspansi panas dan termal. Hubungan antara K dan σ dari paduan, khususnya, paduan
aluminium (tanpa silikon) dibuat oleh Persamaan W-F, yang didasarkan pada fakta bahwa panas
dan aliran listrik keduanya melibatkan elektron dalam logam dan persamaan S-P. Panas dalam
padatan dilakukan oleh berbagai faktor yaitu elektron, gelombang kisi atau foton, rangsangan
magnetik, dan, dalam beberapa kasus, radiasi elektromagnetik. Konduktivitas termal total aditif
terdiri dari kontribusi dari masing-masing jenis operator. Pembawa utama panas dalam logam
adalah gelombang elektron dan kisi, mengarah ke keseluruhan konduktivitas termal. Ke adalah
komponen elektronik dan Kg adalah komponen kisi. K dapat dirumuskan dengan (Erol dkk.,
2018) :
K = Ke+ Kg
.………..(2.1)
Konduktivitas termal diperoleh dari gradien suhu tunak di seluruh lelehan, ketika laju panas
yang terukur dihasilkan dalam silinder dalam, jika prosesnya adalah konduksi radial murni.
Namun, konfigurasi instrumen berarti bahwa ada transportasi panas yang tak terhindarkan
melalui konveksi di medan gravitasi dan transportasi panas antara permukaan dengan radiasi.
Efek dari mekanisme yang pertama tergantung pada ketebalan lapisan leleh dan yang terakhir
pada emisivitas dinding silinder. Semua faktor ini cenderung meningkatkan laju perpindahan
panas jika terjadi dan menjadi lebih besar dengan meningkatnya suhu pengukuran (Chliatzou
dkk., 2018).
Konduktivitas listrik dapat dianggap sebagai indikator kasar kualitas air untuk berbagai
keperluan dan telah diukur dalam praktik selama lebih dari 100 tahun. Masih penting dan
banyak digunakan untuk menganalisis parameter air hari ini. Konduktivitas listrik adalah salah
satu parameter fisik utama, yang memungkinkan untuk memantau pengotor ion yang dilarutkan
dalam air dan berbagai jenis air yang berbeda (air murni, air minum dan air alami) dan juga
digunakan untuk menentukan konsentrasi bahan kimia konduktif. Tujuan utama dari pekerjaan
ini adalah untuk mengukur dan membandingkan konduktivitas listrik dari sampel air yang
berbeda dan untuk menganalisis variasinya dengan suhu dan konsentrasi (Shrestha dkk., 2017).
Konduktivitas masing-masing sampel air meningkat secara bertahap seiring dengan
meningkatnya konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kelebihan ion di dalam air. Karena
muatan ion dalam larutan memfasilitasi aliran arus listrik, konduktivitas larutan sangat (tetapi
tidak sepenuhnya) sebanding dengan konsentrasi ionnya. Pada rentang konduktivitas yang
besar, konduktivitas akan meningkat dengan konsentrasi (Soni, 2017).
Perilaku solvasi ion dalam campuran biner air dengan pelarut organik dapat dipelajari jika
ionik membatasi konduktivitas molar (λo) tersedia. Konduktivitas molar pembatas dari ion
individu dapat diperoleh dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung tidak
termasuk asumsi. Jika nomor transferensi dapat diperoleh secara akurat, metode ini adalah yang
paling dapat diandalkan. Yaitu, konduktivitas molar pembatas dari elektrolit (Λo) dan jumlah
transferensi pembatas dari ion-ion yang membentuk elektrolit ditentukan secara eksperimental,
dan Λo dibagi menjadi kontribusi ionik (Tomas dkk., 2014).
III.
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Gelas beker 250 mL (pyrex)
2 buah
2. Gelas beker 120 mL (pyrex)
1 buah
3. Gelas beker 100 mL (pyrex)
4 buah
4. Gelas beker 150 mL (pyrex)
6 buah
5. Kaca pengaduk
2 buah
6. Neraca analitik
1 buah
7. Gelas ukur 25 mL (pyrex)
2 buah
8. Labu ukur 50 mL (pyrex)
3 buah
9. Pipet tetes
4 buah
10. Spatula
2 buah
11. Konduktivitimeter RS232 (Cyber CON 100) 1 buah
12. Kaca arloji
B. Bahan
1. KCl 5 x 10-3 mol/cm3
2. NaCl 5 x 10-3 mol/cm3
3. KNO3 5 x 10-3 mol/cm3
4. AlCl3.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3
5. NiCl2.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3
6. MgCl2.6H2O 5 x 10-3 mol/cm3
7. CuCl2.2H2O 5 x 10-3 mol/cm3
1 buah
8. CuSO4.5H2O 5 x 10-3 mol/cm3
9. FeSO4.7H2O 5 x 10-3 mol/cm3
10. Sampel A 5 x 10-3 mol/cm3
11. Sampel B 2,5 x 10-3
12. Sampel C 3 x 10-3 mol/cm3
13. Sampel D 4 x 10-3 mol/cm3
14. Sampel E 9 x 10-3 mol/cm3
15. Sampel F 2 x 10-3 mol/cm3
16. Sampel G 4,5 x 10-3 mol/cm3
17. Sampel H 5 x 10-3 mol/cm3
18. Sampel I 4,5 x 10-3 mol/cm3
19. Sampel J 3,6 x 10-3 mol/cm3
20. Sampel K 2 x 10-3 mol/cm3
21. Sampel L 4,5 x 10-3 mol/cm3
22. Sampel M 5 x 10-3 mol/cm3
23. Sampel N 4,5 x 10-3 mol/cm3
C. Gambar alat
Gambar 3.1 Gelas Beaker
Gambar 3.2 Pengaduk kaca
Gambar 3.4 Pipet tetes
Gambar 3.5 konduktivitimeter
Gambar 3.7 Spatula
Gambar 3.8 Gelas ukur
Gambar 3.3 Labu Ukur
Gambar 3.6 Neraca Analitik
Gambar 3.9 Kaca Arloji
IV.
CARA KERJA
Larutan Sampel A, Sampel J, NaCl, Glukosa, CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, KNO3, ditimbang
dan diencerkan sebanyak 50 mL masing-masing dengan konsentrasi 5x10-3 M. Larutan standar
Sampel A, Sampel J, NaCl, Glukosa, CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, KNO3, disiapkan untuk
pelarut aquades. Setelah larutan telah siap, alat konduktivitimeter diatur pada posisi 1413 𝜇𝑠.
Ujung konduktivitimeter dimasukkan ke dalam larutan dan ditunggu hingga angka yang tertera
pada konduktivitimeter konstan dan terdapat tulisan ready. Larutan pertama yang diuji adalah
pelarut (akuades) dan dilanjutkan dengan larutan standar yang lain. Langkah 1-5 diulangi pada
pelarut metanol. Nilai konduktansi spesifik (k) dicatat untuk masing-masing larutan standar.
Hasil pengukuran dikoreksi terhadap nilai konduktansi spesifik pelarut (kpelarut) sehingga dapat
dihitung dengan rumus k = klarutan – kpelarut. Hantaran molar larutan standar dihitung. Jumlah
muatan larutan standar ditentukan dengan rumus ʌm = k/c.
V.
DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Data Hasil Eksperimen
Larutan 5 x 10-3
Konduktivitas dalam
Konduktivitas dalam
mol/cm3
aquades (µS/cm)
metanol (µS/cm)
KCl
615
432
NaCl
650
512
KNO3
605
457
AlCl3.6H2O
2105
1217
NiCl2.6H2O
1310
757
MgCl2.6H2O
1220
727
CuCl2.2H2O
13330
812
CuSO4.5H2O
670
482
FeSO4.7H2O
630
412
Tabel 2. Data Sampel
VI.
Nama
Konsentrasi
K dalam Aquades
K dalam metanol
Sampel
(mol/cm3)
(µS/cm)
(µS/cm)
Sampel A
5 x 10-3
1240
752
Sampel B
2,5 x 10-3
310
214,5
Sampel C
3 x 10-3
1284
731
Sampel D
4 x 10-3
495
362
Sampel E
9 x 10-3
3795
2198
Sampel F
2 x 10-3
257
172
Sampel G
4,5 x 10-3
595,5
407
Sampel H
5 x 10-3
1265
732
Sampel I
4,5 x 10-3
1882,5
1091
Sampel J
3,6 x 10-3
951
538,4
Sampel K
2 x 10-3
515
302
Sampel L
4,5 x 10-3
1900,5
1100
Sampel M
5 x 10-3
610
422
Sampel N
4,5 x 10-3
1905
1091
PEMBAHASAN
Percobaan penentuan daya hantar suatu senyawa memiliki tujuan untuk menentukan jumlah
muatan pada larutan sampel. Jumlah muatan sampel dapat ditentukan dengan mengukur besar
konduktivitasnya dalam pelarut tertentu. Prinsip percobaan ini adalah penentuan jumlah muatan
pada suatu senyawa melalui pengukuran besarnya konduktivitas senyawa dalam pelarut tertentu
menggunakan alat konduktivitimeter. Konduktivitas adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan
dapat menghantarkan listrik (Budiman dan Suhardjono, 2012). Metode yang digunakan dalam
percobaan ini menggunakan metode konduktivitimeter. Konduktivitimeter meiliki prinsip
pengukuran daya hantar listrik (DHL) dari larutan elektrolit untuk mengetahui seberapa kuat
suatu larutan dapat menghantarkan listrik. Apabila dalam larutan elektrolit diberikan dua buah
elektroda inert dan diberikan tegangan maka anion – anion akan bergerak ke arah anoda (positif)
dan sebaliknya kation bergerak ke arah katoda (negatif). Daya hantar listrik (DHL) adalah
ukuran kekuatan suatu larutan untuk menghantarkan listrik. Berdasarkan percobaan akan
didapatkan nilai kondouktivitas molar yaitu konduktivitas pada saat larutan mempunyai
konsentrasi satu molar.
Percobaan ini menggunakan 14 sampel yang belum diketahui jumlah muatannya sehingga
perlu dicari nilai konduktivitasnya lalu dibandingkan dengan senyawa standar yang telah
diketahui jumlah muatannya. Senyawa yang digunakan sebagai standar pada percobaan ini
antara lain KCl, NaCl, KNO3, AlCl3.6H2O, NiCl2.6H2O, MgCl2.6H2O, CuCl2.2H2O,
CuSO4.5H2O dan FeSO4.7H2O dengan kosentrasi dari masing – masing senyawa besarnya sama
yaitu sebesar 0,005 mol/cm3. Senyawa tersebut dijadikan standar karena senyawa tersebut
merupakan elektrolit yang kuat dan mudah terdisosiasi menjadi ion – ion yang dapat
menghantarkan arus listrik. Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah aquadest dan
metanol karena beberapa senyawa sukar larut dalam aquades serta untuk membandingkan
konduktivitas pada pelarut yang berbeda. Larutan yang digunakan konsentrasinya dibuat sangat
kecil agar pergerakan ion – ionnya semakin bebas dan mudah bergerak sehingga dapat terdeteksi
dengan maksimal oleh konduktivitimeter. Konsentrasi elektrolit sangat mempengaruhi besarnya
konduktivitas molar. Jika larutan memiliki kekuatan elektrolit yang semakin kuat maka nilai
konduktivitasnya juga akan semakin besar begitu pun sebaliknya jika kekuatan elektrolitnya
lemah maka besar konduktivitasnya juga lemah. Hal tersebut dikarenakan pada elektrolit kuat
akan terdisosiasi sempurna menjadi ion (α = 1). Sedangkan pada elektrolit lemah terdisosiasi
sebagian, α mendekati nol (0 < α < 1). Nilai konduktivitas juga dipengaruhi oleh jumlah ion dari
larutan tersebut. Semakin besar jumlah ion maka semakin tinggi nilai konduktivitasnya. Jumlah
muatan dalam larutan berbanding lurus dengan nilai hantaran molar larutan, di mana hantaran
molar sebanding dengan konduktivitas larutan. Perlu dilakukan kalibrasi alat konduktivitimeter
terlebih dahulu untuk melarutkan senyawa dengan pelarut yang digunakan. Tujuan dikalibrasi
agar alat yang digunakan mempunyai suasana yang sama seperti pelarut yang digunakan. Selain
itu juga untuk mencegah alat terkontaminasi agar hasil pengukuran bisa akurat.
Berdasarkan percobaan diperoleh konduktivitas pelarut aquades sebesar 15 µS/cm dan
metanol sebesar 2 µS/cm. Menurut Irwan dan Afdal (2016), aquades mempunyai konduktivitas
yang lebih besar dari metanol karena aquades bersifat lebih polar daripada metanol sehingga
nilai konduktivitas aquades dan metanol dalam percobaan telah sesuai dengan literatur. Nilai
hantaran molar berdasarkan jumlah muatan menurut literatur (Achmad, 1996):
Tabel 6.1. Perbandingan Konduktivitas Molar Teori dan Percobaan
Jumlah
𝚲𝐦 dalam Akuades
𝚲𝐦 dalam Metanol
Muatan
(S cm2/mol)
(S cm2/mol)
1
-
65 – 90
2
118 – 131
130 – 170
3
235 – 273
200 – 240
4
408 – 435
>300
5
>560
-
Berdasarkan literatur, jumlah muatan dari senyawa standar dalam kedua pelarut telah sesuai.
pengukuran konduktivitas dari senyawa standar ini akan digunakan sebagai pembanding untuk
menentukan jumlah muatan pada senyawa sampel. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai
konduktivitas molar dari larutan dapat digunakan untuk mengetahui muatan suatu senyawa yang
digunakan dengan membandingkan besarnya konduktivitas pada pelarut tertentu dari literatur.
Sehingga didapat muatan dari senyawa standar pada tabel berikut.
Tabel 6.2 Nilai konduktivitas senyawa standar dalam pelarut aquades dan metanol
∆m dalam pelarut
∆m dalam pelarut
Jumlah
aquades (Scm2/mol)
metanol (Scm2/mol)
muatan
KCl
120
86
2
NaCl
127
102
2
KNO3
118
91
2
AlCl3.6H2O
418
243
4
NiCl2.6H2O
259
151
3
MgCl2.6H2O
241
145
3
CuCl2.2H2O
263
162
3
CuSO4.5H2O
131
96
2
FeSO4.7H2O
123
82
2
Senyawa
Dari data senyawa standar yang telah diketahui jumlah muatannya diatas, kemudian
ditentukan jumlah muatan dari masing – masing sampel dengan melihat besarnya nilai
konduktivitas molar dari semua sampel kemudian dibandingkan dengan senyawa standar, jika
besarnya nilai konduktivitas molar sampel mendekati salah satu besar nilai konduktivitas dari
senyawa standar maka dapat ditentukan jumlah muatan dari masing – masing sampel.
Perbandingan besar nilai konduktivitas sampel dengan senyawa standar dapat dilihat dari tabel
berikut.
Tabel 6.3 perbandingan nilai konduktivitas sampel dengan senyawa standar
Sampel
∆m dalam
∆m dalam
Larutan
∆m Larutan
∆m Larutan
Jumlah
aquades
metanol
standar
standar dalam
standar dalam
Muatan
(Scm2/mol)
(Scm2/mol)
pembanding
aquades
metanol
(Scm2/mol)
(Scm2/mol)
A
245
150
MgCl2.6H2O
241
145
3
B
118
85
KNO3
118
91
2
C
423
243
AlCl3.6H2O
418
243
4
D
120
90
KCl
120
86
2
E
420
244
AlCl3.6H2O
418
243
4
F
121
85
KCl
120
86
2
G
129
90
CuSO4.5H2O
131
96
2
H
250
146
MgCl2.6H2O
241
145
3
I
415
242
AlCl3.6H2O
418
243
4
J
260
149
CuCl2.6H2O
263
162
3
K
250
150
NiCl2.6H2O
259
151
3
L
419
244
AlCl3.6H2O
418
243
4
M
119
84
KCl
120
86
2
N
420
242
AlCl3.6H2O
418
243
4
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa sampel C, E, I, L dan N memiliki daya
hantar listrik yang paling besar dalam pelarut aquades maupun dalam pelarut metanol sedangkan
sampel yang memiliki daya hantar paling kecil yaitu sampel sampel B dan M. Sampel yang
memiliki kekuatan daya hantar listirk (DHL) yang paling besar berarti sampel tersebut
merupakan larutan elektrolit kuat karena larutan tersebut akan terdisosiasi sempurna baik
didalam aquades ataupun metanol. Sedangkan sampel yang memiliki daya hantar listrik (DHL)
paling kecil berarti larutan tersebut merupakan larutan elektrolit lemah karena hanya terdisosiasi
sebagian dalam pelarut aquades maupun metanol
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jumlah muatan suatu
senyawa dapat ditentukan dari konduktivitasnya. Konduktivitas dipengaruhi oleh tingkat
kepolaran, dimana semakin polar suatu senyawa maka daya hantarnya akan semakin besar.
Jumlah muatan ion dari senyawa yang diuji adalah:
Sampel
Jumlah Muatan
Dalam pelarut
Dalam pelarut
aquades
metanol
A
3
3
B
2
2
C
4
4
D
2
2
E
4
4
F
2
2
G
2
2
H
3
3
I
4
4
J
3
3
K
3
3
L
4
4
M
2
2
N
4
4
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Budiman, A, dan Suhardjono. 2012. Studi Eksperimental Pengaruh Konsentrasi Larutan
Terhadap Laju Pelepasan Material Pada Proses Electrochemical Machining. Jurnal
Teknik Pomits, 1 (1) : 1-5.
Chliatzou, C. D., Assael, M. J., dan Antoniadis, K. D. 2018. Reference Correlations for the
Thermal Conductivity of 13 Inorganic Molten Salts. Journal of Physics, Chemistry
References Data, 47(3) : 1-13.
Erol, H., Çadirli, E., Erol, E. A., and Gündüz, M. 2018. Dependency of the Thermal and
Electrical Conductivity on Temperatures and Compositions of Zn in the Al−Zn Alloys.
International Journal of Cast Metals Research, 3(2) : 1–11.
Irwan, F. dan Afdal, A. 2016. Analisis Hubungan Konduktivitas Listrik dengan Total Dissolved
Solid (TDS) dan Temperatur pada Beberapa Jenis Air. Jurnal Fisika Unand, 5(1) : 8593.
Shrestha, A. K., Basnet, N., Bohora, C. K., dan Khadka, P. 2017. Variation of electrical
conductivity of the different sources of water with temperature and concentration of
electrolyte solution NaCl. International Journal of Recent Research and Review, 10(3) :
24-26.
Soni, M. 2017. Variation of conductivity of the different sources of water with temperature and
concentration of electrolyte solution NaCl. Pharm Innov J, 6 : 119-120.
Tomaš, R., Sokol, V., Bošković, P., dan Peko, Ž. 2014. Transference number and conductance
studies of sodium chloride in aqueous mixtures of ethanol at 298.15 K. Journal of
International Scientific Publications: Materials, Methods and Technologies, 8 : 518-525.
IX.
LAMPIRAN
1. Perhitungan
2. Jurnal
Mengetahui
Asisten Praktikum
Muhammad Sarifudin
Surakarta, 19 Mei 2020
Praktikan
Zaki Fadlulloh
PERHITUNGAN
A. Larutan
a. Pelarut Akuades
= 15 x 10-6 S/cm
Kakuades = 15 𝜇S/cm
Klarutan = Klarutan – Kpelarut
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
1. KCl (2 muatan)
K = (615 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 6 x 10-4 S/cm
∆m =
𝐾
𝐶
x 1000
6 𝑥 10^−4
= 5 𝑥 10^−3 x 1000
= 120 Scm2/mol
2. NaCl (2 muatan)
K = (650 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 6,35 x 10-4 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
6,35 𝑥 10^−4
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 127 Scm2/mol
3. KNO3 (2 muatan)
K = (605 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 5,9 x 10-4 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
5,9 𝑥 10^−4
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 118 Scm2/mol
4. AlCl3.6H2O (4 muatan)
K = (2105 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 2,09 x 10-3 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
2,09 𝑥 10^−3
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 418 Scm2/mol
5. NiCl2.6H2O (3 muatan)
K = (1310 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,295 x 10-3 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,295 𝑥 10^−3
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 259 Scm2/mol
6. MgCl2.6H2O (3 muatan)
K = (1220 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,205 x 10-3 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,205 𝑥 10^−3
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 241 Scm2/mol
7. CuCl2.6H2O (3 muatan)
K = (1330 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,315 x 10-3 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,315𝑥 10^−3
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 263 Scm2/mol
8. CuSO4.5H2O (2 muatan)
K = (670 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 6,55 x 10-4 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
6,55 𝑥 10^−4
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 131 Scm2/mol
9. FeSO4.7H2O (2 muatan)
K = (630 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 6,15 x 10-4 S/cm
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
6,15 𝑥 10^−4
x 1000
5 𝑥 10^−3
= 123 Scm2/mol
b. Pelarut Metanol
= 2 x 10-6 S/cm
Kmetanol = 2 𝜇S/cm
Klarutan = Klarutan – Kpelarut
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
1. KCl (2 muatan)
K = (432 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,3 x 10-4
∆m =
=
𝐾
𝐶
x 1000
4,3 𝑥 10^−4
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 86 Scm2/mol
2. NaCl (2 muatan)
K = (512 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 5,1 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
5,1 𝑥 10^−4
5 𝑥 10^−3
x 1000
= 102 Scm2/mol
3. KNO3 (2 muatan)
K = (457 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,55 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
4,55 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 91 Scm2/mol
4. AlCl36H2O (4 muatan)
K = (1217 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 1,215 x 10-3
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,215 𝑥 10−3
5 𝑥 10−3
x 1000
= 243 Scm2/mol
5. NiCl2.6H2O (3 muatan)
K = (757 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 7,55 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,55 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 151 Scm2/mol
6. MgCl2.6H2O (3 muatan)
K = (727 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 7,25 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,25 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 145 Scm2/mol
7. CuCl2.6H2O (3 muatan)
K = (812 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 8,10 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
8,10 𝑥 10−4
x 1000
5 𝑥 10−3
= 162 Scm2/mol
8. CuSO4.5H2O (2 muatan)
K = (482 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,80 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
4,80 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 96 Scm2/mol
9. FeSO4.7H2O (2 muatan)
K = (412 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,1 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
4,1 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 82 Scm2/mol
B. Sampel
a. Pelarut Akuades
Kakuades = 15 𝜇S/cm
= 15 x 10-6 S/cm
Klarutan = Klarutan – Kpelarut
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
1. Sampel A (3 muatan)
K
= (1240 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,225 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,225 𝑥 10−3
5 𝑥 10−3
x 1000
= 245 Scm2/mol
2. Sampel B (2 muatan)
K
= (310 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 2,95 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
2,95 𝑥 10−4
2,5 𝑥 10−3
x 1000
= 118 Scm2/mol
3. Sampel C (4 muatan)
K
= (1284 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,269 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,269 𝑥 10−3
3 𝑥 10−3
x 1000
= 423 Scm2/mol
4. Sampel D (2 muatan)
K
= (495 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 4,8 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
4,8 𝑥 10−4
4 𝑥 10−3
x 1000
= 120 Scm2/mol
5. Sampel E (4 muatan)
K
= (3795 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 3,78 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
3,78 𝑥 10−3
9 𝑥 10−3
x 1000
= 420 Scm2/mol
6. Sampel F (2 muatan)
K
= (257 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 2,42 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
2,42 𝑥 10−4
2 𝑥 10−3
x 1000
= 121 Scm2/mol
7. Sampel G (2 muatan)
K
= (595,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 5,805 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
5,805 𝑥 10−4
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 129 Scm2/mol
8. Sampel H (3 muatan)
K
= (1265 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,25 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,25 𝑥 10−3
x 1000
5 𝑥 10−3
= 250 Scm2/mol
9. Sampel I (4 muatan)
K
= (1882,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 1,8675 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,8675 𝑥 10−3
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 415 Scm2/mol
10. Sampel J (3 muatan)
K
= (951 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 9,36 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
951 𝑥 10−4
3,6 𝑥 10−3
x 1000
= 260 Scm2/mol
11. Sampel K (3 muatan)
K
= (515 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
= 5 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
5 𝑥 10−4
=2
𝑥 10−3
x 1000
= 250 Scm2/mol
12. Sampel L (4 muatan)
= (1900,5 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
K
= 1,8855 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,8855 𝑥 10−3
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 419 Scm2/mol
13. Sampel M (2 muatan)
= (610 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
K
= 5,95 x 10-4 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
5,95 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 119 Scm2/mol
14. Sampel N (4 muatan)
= (1905 x 10-6) – (15 x 10-6) S/cm
K
= 1,89 x 10-3 S/cm
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
=
1,89 𝑥 10−3
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 420 Scm2/mol
b. Pelarut Metanol
Kmetanol = 2 𝜇S/cm
= 2 x 10-6 S/cm
Klarutan = Klarutan – Kpelarut
∆m
𝐾
= 𝐶 x 1000
1. Sampel A (3 muatan)
K = (752 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 7,5 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,52 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 150 Scm2/mol
2. Sampel B (2 muatan)
K = (214,5x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 2,125 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
2,125 𝑥 10−4
x 1000
2,5 𝑥 10−3
= 85 Scm2/mol
3. Sampel C (4 muatan)
K = (731 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 7,29 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,29 𝑥 10−4
x 1000
3 𝑥 10−3
= 243 Scm2/mol
4. Sampel D (2 muatan)
K = (362 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 3,6 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,52 𝑥 10−4
4 𝑥 10−3
x 1000
= 90 Scm2/mol
5. Sampel E (4 muatan)
K = (2198 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 2,196 x 10-3
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
2,196 𝑥 10−3
9 𝑥 10−3
x 1000
= 244 Scm2/mol
6. Sampel F (2 muatan)
K = (172 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 1,7 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,7 𝑥 10−4
2 𝑥 10−3
x 1000
= 85 Scm2/mol
7. Sampel G (2 muatan)
K = (407 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,05 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
4,05 𝑥 10−4
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 90 Scm2/mol
8. Sampel H (3 muatan)
K = (732 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 7,3 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
7,3 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 146 Scm2/mol
9. Sampel I (4 muatan)
K = (1091 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 1,089 x 10-3
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,089 𝑥 10−3
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 242 Scm2/mol
10. Sampel J (3 muatan)
K = (538,4 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 5,364 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
5,364 𝑥 10−4
3,6 𝑥 10−3
x 1000
= 149 Scm2/mol
11. Sampel K (3 muatan)
K = (302 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 3 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
3 𝑥 10−4
=2
𝑥 10−3
x 1000
= 150 Scm2/mol
12. Sampel L (4 muatan)
K = (1100 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 1,098 x 10-3
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,098 𝑥 10−3
4.5 𝑥 10−3
x 1000
= 244 Scm2/mol
13. Sampel M (2 muatan)
K = (422 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 4,2 x 10-4
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
4,2 𝑥 10−4
5 𝑥 10−3
x 1000
= 84 Scm2/mol
14. Sampel N (4 muatan)
K = (1091 x 10-6) – (2 x10-6) S/cm
= 1,089 x 10-3
𝐾
∆m = 𝐶 x 1000
=
1,089 𝑥 10−3
4,5 𝑥 10−3
x 1000
= 242 Scm2/mol
Download