Uploaded by User78597

Buku K3 Polban 2019

advertisement
BUKU AJAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3)
Oleh:
Ali Mashar
JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
KEMENTERIAN RISTEK DAN PENDIDIKAN TINGGI
2019
KATA PENGANTAR
Buku Ajar mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Edisi Tahun 2019
merupakan hasil perbaikan yang edisi pertama tahun 2011. Tujuan utama buku masih
tetap sama, yaitu sebagai pegangan mahasiswa selama mengikuti kuliah K3 di Jurusan
Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung. Dengan adanya buku ini,
diharapkan mahasiswa lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan dan mahasiswa
berkesempatan untuk belajar secara mandiri selain ketika mingikuti perkuliahannya
sendiri.
Di samping redaksionalnya, isi buku diperbaiki dari aspek isi atau substansinya.
Perbaikan dilakukan hampir pada semua bab yang ada, termasuk pelengkapan gambargambar dan table-tabel datanya. Dengan perbaikan ini diharapkan proses pembelajaran
bisa berjalan dengan lebih baik dari aspek kelenkapan maupun pemahamannya sehingga
kualitas proses pembelajarannya meningkat.
Atas selesainya buku edisi 2019 ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
para pihak yang telah memberikan kontribusinya, khususnya bagi para mahasiswa yang
telah banyak memberikan masukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen pengampu serta para pihak
lain yang membacanya. Semoga mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah
SWT. Aamiin.
Bandung, Februari 2019
Hormat saya,
Penulis
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Untuk mempertahankan hidup diperlukan senjata
2
Gambar 1.2 Suatu kreasi selalu ada konsekwensi
2
Gambar 1.3 Keselamatan zaman dahulu dan sekarang
4
Gambar 1.4 Contoh-contoh produk dan pengguna teknologi modern
4
Gambar 2.1 Pengaruh kecelakaan
7
Gambar 2.2 Gunung Es Biaya Kecelakaan (Accident Cost Iceberg)
9
Gambar 2.3 Penyebab kecelakaan
11
Gambar 2.4 Contoh-contoh tindakan tidak aman
12
Gambar 2.5. Contoh kondisi perkakas tangan yang tidak aman
13
Gambar 2.6 Unsur-unsur utama dalam perusahaan
15
Gambar 2.7 Key person dalam pencegahan kecelakaan
17
Gambar 2.8 Prinsip pencegahan kecelakaan ”Urutan domino
18
Gambar 3.1 Bahaya primer listrik
22
Gambar 3.2 Bahaya Sekunder Listrik
22
Gambar 3.3 Segitiga tegangan, arus, dan tahanan
23
Gambar 3.4 Tubuh manusia bagian dari rangkaian
24
Gambar 3.5 Sistem tegangan rendah di Indonesia
25
Gambar 3.6 Sentuhan langsung dan tak langsung
26
Gambar 3.7 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik
28
Gambar 3.8 Isolasi kabel sudah rusak
29
Gambar 3.9 Konduktor terbuka
30
Gambar 3.10 Kontak yang jelek
30
Gambar 3.11 Pemakaian stop kontak yang bertumpuk
30
Gambar 3.12. Proteksi dengan isolasi pengaman
31
Gambar 3.13 Pengamanan dengan pemagaran
32
Gambar 3.14 Sistem peralatan tanpa dan dengan pengetanahan
32
Gambar 3.15 Bentuk kompak MCB dan RCD
33
Gambar 3.16 Diagram skematik sebuah RCD
33
Gambar 3.17 Pemasangan GPAS fasa tiga pada beban
35
Gambar 3.18 Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada pusat beban
35
Gambar 3.19 Kondisi hubung singkat
37
Gambar 3.20 Contoh-contoh sekering lebur jenis kaca dan pisau
38
Gambar 3.21 Contoh-contoh pemutus daya (CB dan MCB)
38
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
iii
Gambar 3.23 Penggunaan tangga di daerah instalasi listrik
40
Gambar 3.24 Inspeksi kondisi peralatan
40
Gambar 3.25 Pemisahan si korban dari aliran listrik
41
Gambar 3.26 Tindakan pertolongan pertama
41
Gambar 3.25 Bahaya Kebakaran dan Peledakan
42
Gambar 3.26 Ukuran kabel harus sesuai dengan kapasitas arus
42
Gambar 3.27 Pemakaian stop-kontak yang salah
43
Gambar 3.28 Koneksi yang kendor
43
Gambar 3.29 Lingkungan sangat berbahaya
43
Gambar 4.1 Bagian-bagian mesin yang memerlukan pelindung bahaya
47
Gambar 4.2 Pelindung transmisi daya
49
Gambar 4.3 Pelindung bagian-bagian mesin gerinda
49
Gambar 5.1 Sebuah boiler tipikal
52
Gambar 5.2 Katup pengaman pada boiler
52
Gambar 5.3 Alat pengukur tekanan pada sebuah boiler
52
Gambar 5.4 Gelas pengukur pada boiler
53
Gambar 5.5 Kran sembur pada boiler
53
Gambar 5.6 Pompa pengisi air boiler
54
Gambar 5.7 Alarm suara (bel) dari sebuah boiler tipikal
54
Gambar 5.9 Kran buang
54
Gambar 5.10 Lubang lalu kotoran
54
Gambar 5.11 Peletakan dan Penyimpanan Tabung Gas Mudah terbakar
57
Gambar 6.1 Segitiga Api
59
Gambar 6.2 Gambar Piramida Api
59
Gambar 6.3 Contoh APAR
64
Gambar 6.4 Pemilihan Media Pemadam berdasarkan Kelas Kebakaran
65
Gambar 6.5 Teknik pemadaman api dengan APAR
67
Gambar 6.6 Detektor panas fusible alloy pada ruang pembakaran
68
Gambar 6.7 Detektor panas jenis liquid expansion dan thermistor
68
Gambar 6.10 Contoh Detektor Gas Kebakaran
71
Gambar 6.11 Sistem hidrant untuk pemadam kebakaran otomatis
72
Gambar 6.12 Sistem pemadam api otomatis media gas
72
Gambar 7.1 Tingkat Kebisingan pada Bermacam-macam Jenis Pekerjaan
77
Gambar 8.1 Safety Goggles
82
Gambar 8.2 Pelindung Muka dan Mata
83
Gambar 8.3 Pelindung Telinga
83
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
iv
Gambar 8.4 Pelindung Kaki dan Tangan
83
Gambar 9.1 Manajemen 5S
87
Gambar 9.2 Barang-barang Berserakan
88
Gambar 9.3 Penympanan Barang dan Pembuangan Limbah yang Lemah
89
Gambar 9.4 Kondisi Kabel Tidak Rapih
89
Gambar 9.5 Meja Kerja Tidak Rapih
90
Gambar 9.6 Lingkungan Kerja Kumuh
90
Gambar 9.7 Wastafel Tempat Cuci
91
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Simbol-simbol yang digunakan untuk berbagai jenis proteksi menurut EN
60529
44
Tabel 7.1 Baku Tingkat Getaran
76
Tabel 7.2 Nilai Ambang Kebisingan
77
Tabel 7.3 Nilai Ambang Batas Suhu Berdasarkan Jenis Kerja (°C)
79
Tabel 8.1 Jenis-jenis alat keselamatan diri dan Penggunaannya
81
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1.
Apakah K3? ........................................................................................................ 1
1.2.
K3 dan Perkembangannya.................................................................................. 2
BAB 2 PENCEGAHAN KECELAKAAN ....................................................................... 6
2.1.
Pendahuluan ....................................................................................................... 6
2.2.
Data Kecelakaan ................................................................................................. 6
2.3.
Pengaruh Kecelakaan ......................................................................................... 7
2.4.
Apakah Kecelakaan itu? ................................................................................... 10
2.5.
Penyebab Kecelakaan ....................................................................................... 10
2.6.
Pencegahan Kecelakaan ................................................................................... 13
2.7.
Tip tindakan pencegahan kecelakaan. .............................................................. 19
BAB 3 BAHAYA LISTRIK DAN PENGAMANANNYA ........................................... 21
3.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 21
3.2.
Bahaya Listrik .................................................................................................. 21
3.3.
Bahaya Listrik bagi Manusia ........................................................................... 23
3.4.
Sistem Tegangan di Indonesia.......................................................................... 24
3.5.
Jenis Sengatan Listrik ...................................................................................... 25
3.6.
Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik .................................... 26
3.7.
Kondisi-kondisi berbahaya ............................................................................... 29
3.8.
Sistem Proteksi terhadap Bahaya Listrik ......................................................... 31
3.9
Beberapa Tip Keselamatan Kerja Kelistrikan .................................................. 39
3.10. Bahaya Kebakaran dan Ledakan akibat Listrik ................................................ 41
BAB 4 BAHAYA MEKANIK DAN PENGAMANANNYA........................................ 46
4.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 46
4.2.
Bahaya-bahaya Mesin ...................................................................................... 46
BAB 5 BAHAYA PADA KETEL UAP DAN BEJANA TEKAN ................................ 51
5.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 51
5.2.
Perlengkapan Minimal Ketel Uap (Boiler) ...................................................... 51
5.3.
Kompresor Udara ............................................................................................. 55
5.4.
Silinder gas ....................................................................................................... 56
BAB 6 PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN .................................. 58
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
vi
6.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 58
6.2.
Proses Terjadinya Api ...................................................................................... 59
6.3.
Prinsip Pencegahan dan Pemadaman Api ........................................................ 60
6.4.
Penyebab Kebakaran ........................................................................................ 61
6.5.
Alarm Kebakaran ............................................................................................. 63
6.6.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) ................................................................ 63
6.7.
Pemadam Kebakaran Otomatis ........................................................................ 71
BAB 7 KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA ........................................................... 73
7.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 73
7.2.
Klasifikasi Bahaya terhadap Kesehatan ........................................................... 74
7.3.
Cara penyerangan ke tubuh .............................................................................. 74
7.4.
Kondisi lingkungan yang berbahaya ................................................................ 75
BAB 8 ALAT PENGAMAN DIRI (PPE) ...................................................................... 80
8.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 80
8.2.
Klasifikasi Alat Keselamatan Diri ................................................................... 80
BAB 9 HOUSE-KEEPING ............................................................................................. 84
9.1.
Pendahuluan ..................................................................................................... 84
9.2.
Housekeeping dan Keterkaitannya dangan Safety............................................ 84
9.3.
Prinsip-prinsip Housekeeping .......................................................................... 85
9.4.
Indikator-indikator House Keeping yang Jelek ................................................ 86
9.5.
Pelaksanaan House Keeping ............................................................................ 87
BAB 10 PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) ...................... 92
10.1. Tujuan P3K ...................................................................................................... 92
10.2. Kondisi-kondisi Fisiologi Manusia .................................................................. 92
10.3. Peralatan dan obat P3K .................................................................................... 92
10.4. Pokok-pokok yang penting dalam P3K ............................................................ 94
10.5. Kasus-kasus P3K .............................................................................................. 94
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajaran Umum:
 Mahasiswa mempunyai wawasan dasar tentang K3 sehingga mempunyai sikap selalu
mengutamakan keselamatan (diri sendiri, orang lain, peralatan dan lingkungan
kerja) dalam segala situasi;
 Mahasiswa dapat menerapkan konsep K3 dalam kehidupan sehari-hari, baik di
rumah, di tempat kerja maupun di tempat lain guna menghindari kecelakaan,
kebakaran, dan peledakan serta penyakit akibat kerja
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu:

Menjelaskan pentingnya K3 bagi mahasiswa politeknik;

Menjelaskan kesamaan dan perbedaan permasalahan keselamatan pada zaman
dahulu dan sekarang (modern).
1.1.
Apakah K3?
Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang disingkat dengan K3 merupakan suatu
konsep pencegahan kecelakaan, kebakaran, ledakan dan penyakit akibat kerja. Sesuai
dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, K3 dimaksudkan
untuk menyelamatkan para karyawan dan orang lain di tempat kerja, serta peralatan dan
lingkungan kerja. Dengan K3 ini diharapkan para karyawan aman, terhindar dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta merasa nyaman dalam bekerja.
Kenyamanan bisa membangkitkan gairah kerja dan memberikan produktivitas kerja yang
tinggi. Para ahli sepakat bahwa penerapan K3 yang baik mempunyai korelasi positif
terhadap produktivitas kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1
1.2.
K3 dan Perkembangannya
Terkait dengan masalah bahaya terhadap keselamatan, sebenarnya tidak ada
bedanya dari zaman kuno dahulu sampai dengan zaman modern seperti sekarang ini,
ancaman bahaya selalu ada walaupun berbeda dalam jenis dan kualitasnya. Sebagai
contoh, pada zaman kuno dahulu, manusia tidak lepas dari ancaman binatang-binatang
buas yang ada di sekitarnya. Untuk dapat terbebas dari ancaman tersebut mereka
membuat tempat peristirahatan di atas pohon atau membuat rumah-rumah panggung.
Dengan kemampuan pikirnya mereka membuat peralatan-peralatan dari kayu, batubatuan sebagai senjata untuk mempertahankan hidup dan melindungi diri dari bahayabahaya yang ada. Namun dengan adanya, misalnya, tempat peristirahatan di atas pohon
atau rumah-rumah panggung, manusia harus membuat tangga untuk dapat mencapai ke
atas. Dengan adanya tangga ini membawa dampak negatif, yaitu adanya potensi bahaya
terjatuh atau tertimpa tangga. Demikian pula dengan senjata-senjata yang dibuat untuk
mempertahankan hidup, dapat pula memberikan ancaman bagi dirinya sendiri maupun
orang di sekitarnya sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 1.1 dan 1.2.
Gambar 1.1 Untuk
mempertahankan hidup diperlukan
senjata
Gambar 1.2 Suatu kreasi selalu ada
konsekwensi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2
“There is nothing change under the sun about safety”. Ini merupakan jargon yang
memposisikan kita untuk selalu waspada dengan bahaya. Mulai zaman kuno dahulu
sampai dengan sekarang, kita tak pernah lepas dari ancaman bahaya. Pada zaman dahulu
sebagaimana yang telah diilustrasikan di atas.
Coba sekarang bandingkan dengan kehidupan kita yang ada pada era modern ini,
semakin banyak industri kecil maupun besar, peralatan-peralatan juga semakin canggih.
Lalu semakin amankan kita? Jawabnya adalah tidak. Semakin tinggi teknologi yang
berhasil kita ciptakan akan semakin tinggi pula konsekwensi terhadap keselamatan yang
harus ditanggung. Jadi, sekali lagi, tidak ada yang berubah di dunia ini bahwa ancaman
bahaya akan selalu hadir. Mulai dunia diciptakan sampai dengan saat ini dan waktuwaktu yang akan datang bahaya akan tetap ada di sekitar kita.
Pada zaman kuno dahulu dalam menjaga keselamatan cukup menggunakan naluri
(insting) semata, sedangkan untuk zaman modern, di mana teknologi terus berkembang
maka tidaklah cukup untuk mengatasi bahaya yang ada hanya menggunakan naluri
semata, melainkan perlu ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang memadai.
Sebagai contoh, bila teknologi transportasi kita hanya sampai pada teknologi becak,
maka masalah pengamanannya tidaklah serumit bila kita menggunakan mobil, pesawat
terbang atau pesawat ulang alik, di mana aspek keselamatannya semakin banyak dan
rumit sekali.
Dengan transportasi becak aspek keselamatan terbatas pada kekuatan konstruksi,
ban, rem dan keseimbangannya dan tidak pernah mendengar kecelakaan akibat alat
transportasi ini menimbulkan akibat yang fatal (luka parah atau meninggal dunia).
Sebaliknya dengan alat transportasi modern, seperti kendaraan bermotor dengan
kecepatan yang sangat tinggi, atau pesawat luar angkasa yang beroperasi di luar angkasa,
menjadi demikian rentannya terhadap kecelakaan (Gambar 1.3) sebagai akibat dari
semakin meningkatnya jumlah dan kualitas potensi bahaya yang dimilikinya yang
melibatkan ratusan bahkan ribuan aspek keselamatan yang harus dipertimbangkan agar
alat bisa beroperasi secara aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
3
Gambar 1.3 Keselamatan zaman dahulu dan sekarang
Gambar 1.4 Contoh-contoh produk dan pengguna teknologi modern
Begitu pula dengan perkembangan di dunia industri, semakin modern dan canggih sistem peralatan, maka akan semakin rumit pula aspek keselamatannya. Coba bila
Anda perhatikan, kondisi industri seperti pabrik-pabrik kimia, manufaktur, dan
pembangkit tenaga listrik, pastilah akan Anda temukan betapa kompleks sistem dan juga
aspek keselamatannya untuk menjamin agar sistem produksi/operasinya bisa berjalan
dengan baik dan aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
4
Terkait dengan itu, kita sebagai seorang praktisi/calon praktisi di dunia kerja perlu belajar
dan melatih diri sehingga mampu menjaga keselamatan kita, orang lain, peralatan dan
lingkungan sekitar kita sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan perundangan lain yang terkait.
Matakuliah ini dimaksudkan untuk memberikan prinsip-prinsip keselamatan dan
kesehatan kerja dengan harapan bahwa kita selalu mengutamakan keselamatan (safety
first) dalam segala tindakan. Dengan demikian dalam bekerja kita akan selalu mematuhi
sistem prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan cara-cara dan sikap yang benar
dalam bekerja. Dengan adanya kesadaran dan kewaspadaan yang tinggi niscaya keselamatan akan tetap terjaga.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5
BAB 2
PENCEGAHAN KECELAKAAN
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari bagian ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan definisi, pengaruh dan kerugian akibat kecelakaan;
2. Menjelaskan penyebab-penyebab kecelakaan kerja;
3. Menjelaskan konsep pencegahan kecelakaan melalui pendekatan sub-sub
sistem dalam perusahaan dan prinsip “domino sequence”;
4. Menjelaskan tip-tip praktis tentang pencegahan kecelakan di tempat kerja
2.1.
Pendahuluan
Seiring dengan laju program industrialisasi di negara-negara yang sedang memba-
ngun, khususnya Indonesia, telah disepakati bahwa masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja merupakan masalah yang sangat penting untuk dilaksanakan. Pengalaman telah
membuktikan bahwa akibat tidak dipatuhinya K3 banyak terjadi peristiwa-peristiwa
seperti terbakarnya suatu industri, meledaknya tangki-tangki bahan bakar atau kecelakaan
yang banyak memakan korban baik harta maupun jiwa.
Memang tidak dapat dipungkiri, dengan masih sangat tingginya tingkat kecelakaan
yang ada di Indonesia menunjukkan masih perlunya penyuluhan, pembinaan dan pengawasan terhadap dipatuhinya program K3 ini. Salah satu bagian dari program K3 yang
sangat penting adalah Pencegahan Kecelakaan (Accident Prevention). Semua pihak yang
terlibat dalam proses produksi perlu memahami, menghayati dan menerapkan prinsipprinsip pencegahan kecelakaan ini.
2.2.
Data Kecelakaan
Di Amerika Utara (MJ Crowe, Effective loss prevention), setiap tahunnya sebanyak
125.000 orang mengalami kecelakaan fatal, 500.000 orang mengalami cacat tetap seperti
kehilangan mata, tangan, dan lainnya yang cedera sehingga ia tidak dapat masuk kerja
lebih dari satu hari. Kalau kerugian akibat kecelakaan tersebut dinilai dengan uang,
diperoleh angka yang menakjubkan, yaitu 40 milyar dolar per tahun
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
6
Data-data dari industri menunjukkan bahwa 15 dari setiap juta pegawai mengalami
kecelakaan fatal, sedangkan kecelakaan yang terjadi di rumah tangga 12 orang meninggal
dari setiap juta penduduk. Yang terjadi di jalan raya (1974) tercatat 46200 meninggal
dan 1,5 juta orang cidera. Kemudian yang terjadi di perminyakkan akibat kebakaran
besar, rata-rata menimbulkan kerugian 37 juta dolar, angka ini menunjukkan suatu
kenaikan sebesar 30% dari dasa warsa sebelumnya. Namun dengan diterapkannya
keselamatan kerja tingkat kecelakaan menurun secara drastis dari tahun ke tahun.
2.3.
Pengaruh Kecelakaan
Pengaruh kecelakaan demikian luasnya. Bila kecelakaan menimpa seseorang, akibat
yang ditimbulkannya tidak terbatas pada yang tertimpa kecelakaan itu sendiri, namun
meliputi keluarga, perusahaan di mana dia bekerja dan negara. Berikut ini adalah contoh
tentang pengaruh kecelakaan.
2.5.2. Pengaruh terhadap Pegawai yang bersangkutan
Akibat kecelakaan bagi yang mengalami kecelakaan di antaranya adalah:
 Menderita (sakit,takut, dll.)
 Tidak mampu untuk selama-lamanya
 Tidak mampu malaksanakan pekerja semula
 Pengaruh secara psikologis
 Kehilangan pendapatan
 Tidak dapat mengikuti kehidupan sosial seperti semula.
Gambar 2.1 Pengaruh kecelakaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
7
Jelas bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan merupakan pihak yang paling
menderita baik secara fisik, material dan juga psikologis. Oleh karena itu, jagalah diri
Anda dari kecelakaan dengan selalu mengutamakan keselamatan dalam menjalankan
aktivitas.
2.5.3. Pengaruh terhadap keluarga yang bersangkutan
Walapun tidak menderita secara langsung sebagaimana penderita, keluarga yang
terkena dampak akibat dari kecelakaan, seperti:
 Kehilangan seseorang yang dicintainya.
 Kehilangan seseorang pemberi nafkah bagi keluarga.
 Kegiatan dalam masyarakat menjadi terganggu/kurang.
Berdasarkan, penderitaan yang dijelaskan tersebut, perlu disadari bahwa keselamatan
tidak terbatas pada diri sendiri, namun keluarga pun akan ikut menderita jika ada yang
mengalami kecelakaan fatal. Oleh karena itu selalu ingatlah keluarga, dan berusahalah
agar keluarga tidak menderita karena terjadinya kecelakaan. Selalu waspada dan hati-hati
dalam bekerja, jangan menjadi korban egoisme dan lupa diri dengan selalu mengutamakan
kesalamatan.
2.5.4. Kerugian perusahaan terhadap kecelakaan
Perusahaan di mana Anda bekerja paling bertanggungjawab terhadap keselamatan
Anda dan bila terjadi kecelakaan perusahaan yang paling merugi secara ekonomi:
 Kerugian waktu sikorban
 Kerugian waktu kerja pegawai
 Kerugian waktu kerja pengawas
 Biaya pertolongan pertama
 Biaya kerusakan mesin (bila ada)
 Biaya kerusakan bahan (bila ada)
 Biaya terganggunya produksi
 Biaya akibat “claim” pemesan bila terjadi kelambatan penyerahan barang
 Biaya pembayaran dana sosial
 Kemunduran moral pegawai
 Biaya pengadilan jika ada pelanggaran peraturan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
8
Demikian besar kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan bila kecelakaan
menimpa karyawannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila perusahaan akan
menerapkan pelaksanaan K3 ini secara sangat ketat dan tegas dalam pemberian sangsi
kepada karyawannya bila melanggar peraturan K3 ini. Karena demikian penting masalah
kesematan ini, sertifikat K3 merupakan salah satu syarat bekerja di perusahaan.
2.5.5. Kerugian negara
Negara akan mengalami kerugian bila kecelakaan menimpa seseorang:
 Kehilangan pegawai yang terampil;
 Kekurangan tenaga terampil;
 Mengurangi minat orang untuk menerima pekerjaan tersebut.
Negara juga mengalami kerugian bila ada tenaga kerjanya yang berkualitas
mengalami kecelakaan. Secara makro, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses
perkembangan dan pembangunan bangsanya. Betapa mahal biaya untuk mencetak
seorang tenaga terampil. Anda bisa membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk sekolah, latihan dan lain sebagainya sampai menjadi terampil, berapa jumlah biaya
yang harus dikeluarkan? Betapa besar konsekwensi biaya akibat kecelakaan terjadi seperti
yang diilustrasikan sebagai gunung es pada Gambar 2.2. Ini hendaknya menjadi renungan
dan membuka kesadaran kita seluas-luasnya dalam pencegahan kecelakaan.
Gambar 2.2 Gunung Es Biaya Kecelakaan (Accident Cost Iceberg)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
9
2.4.
Apakah Kecelakaan itu?
Banyak definisi tentang kecelakaan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai
kecelakaan kerja yang bisa kita gunakan sebagai dasar pemikiran, dari yang sangat
filosofis sampai dengan yang praktis.
Khong Hu Cu:
Kecelakaan merupakan data statistik jika menimpa orang lain dan merupakan
suatu kejadian yang sangat menyedihkan bila menimpa saudara atau keluarga
sendiri.
H.H. Berman dan W.W. Mc Cron (Applied Safety Engineering):
“Kecelakaan adalah suatu kejadian tiba tiba yang merintangi suatu pekerjaan atau
aktifitas”.
Dr. L.P Alford (The Moral Responsibility of Management):
“Kecelakaan dalam industri harus dianggap sebagai suatu bukti adanya kesalahan
dalam pengawasan terhadap kondisi kerja”.
Jadi, kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba yang menimbulkan
kerugian, baik material, maupun moral bahkan jiwa. Kecelakaan juga merupakan bukti
adanya kesalahan dalam pengawasan terhadap kondisi kerja. Secara manajemen, penanggungjawab utama dalam pengawasan ini adalah organisasi dan karyawan sebagai ujung
tombak dalam suatu proses produksi dan oleh karenanya harus selalu mengutamakan
kelamatan.
2.5.
Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan kerja tidak terjadi dengan begitu saja, akan tetapi pasti ada penyebab-
nya. Penyebab inilah yang harus ditemukan untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan
yang sama pada waktu yang akan datang. Secara umum ada tiga penyebab utama
terjadinya kecelakaan, yaitu tindakan tidak aman (unsafe action), kondisi lingkungan
tidak aman (unsafe condition) dan fenomena alam.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
10
Gambar 2.3 Penyebab kecelakaan
2.5.1. Tindakan tidak aman
Contoh-contoh tindakan tidak aman yang sering menimbulkan kecelakaan:







Bekerja tanpa memperhatikan tanda-tanda;
Bekerja tidak menggunakan alat pengaman;
Membuat alat pengaman tidak berfungsi;
Mempergunakan alat tidak sesuai dengan fungsinya;
Menempatkan barang tidak sesuai aturan;
Mengambil tempat/posisi yg salah (pada bagian mesin yang bergerak);
Mengejutkan, menggoda.
2.5.2. Kondisi lingkungan tidak aman
Kondisi lingkungan tidak aman yang sering menimbulkan kecelakaan:
 Mesin dengan desain yang kurang baik;
 Alat/mesin yang sudah aus/rusak;
 Housekeeping yang kurang baik;
 Iluminasi dan ventilasi yang tidak memadai;
 Alat keselamatan diri yang kurang baik.
2.5.3. Fenomena alam
Fenomena alam adalah kondisi-kondisi yang terjadi karena pengaruh cuaca, iklim
dan gejala alam lainnya seperti: Petir, Hujan, Badai, Banjir, Gempa bumi, dan cuaca
panas.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
11
Dari ketiga penyebab di atas, menurut H .W. Heinrich (Industrial Accident
Prevention), bahwa penyebab kecelakaan adalah 88 % oleh tindakan tidak aman
(manusia), 10 % oleh keadaan lingkungan yang tidak aman dan sisanya, 2 % oleh
fenomena alam. Atas dasar itu, unsur manusia merupakan unsur pertama yang harus
mendapat perhatian dalam pencegahan kecelakaan. Dengan segala macam aspeknya,
manusia merupakan substansi yang sangat kompleks. Tidak hanya terbatas pada aspek
teknis, seperti bagaimana sikap kerja seseorang, namun juga menyangkut faktor
psikologisnya. Aspek teknis yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja
sangatlah luas, tergantung pada bidang pekerjaannya. Gambar 2.4 mengilustrasikan
contoh tindakan manusia yang sering mengakibatkan suatu kecelakaan.
Untuk hal-hal yang bersifat teknis ini, supervisor merupakan orang kunci yang
dapat mencegah terjadinya kecelakaan akibat tindakan tidak aman para pegawai. Di
samping itu, pelatihan keterampilan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dilakukan sebelum seorang pegawai mulai bekerja.
(a). Menggunakan alat yang sudah
rusak
(c). Menggunakan alat secara
salah
(b). Menggunakan alat tidak
sesuai fungsinya
(d). Menyimpan alat secara salah
Gambar 2.4 Contoh-contoh
tindakan tidak aman
Setelah faktor tindakan tidak aman oleh manusia adalah kondisi peralatan dan
lingkungan yang tidak aman. Untuk peralatan, secara prinsip, aspek keselamatannya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
12
sudah diperhitungkan sejak desain dimulai dan ketika akan masuk ke pasaran, peralatan
sudah harus lolos uji mutu. Namun karena ada demikian banyak produsen dengan harga
yang bervariasi, hal ini menyebabkan harga alat yang berbeda-beda.
Selain itu, karena faktor umur dan faktor operasional lainnya seringkali kita
menjumpai peralatan yang tidak selengkap ketika masih barunya. Tak jarang pula yang
kondisinya sudah tidak baik lagi sehingga tidak aman lagi. Gambar 2.5 menunjukkan
beberapa contoh perkakas tangan yang tidak sempurna keadaannya yang apabila
digunakan akan berbahaya.
Gambar 2.5. Contoh kondisi perkakas tangan yang tidak aman
2.6.
Pencegahan Kecelakaan
2.6.1. Apakah pencegahan kecelakaan?
 Menurut F.B Maynard (Industrial Engineering Hand Book): “Pencegahan kecelakaan lebih ditekankan kepada perkataan pengontrolan, pengontrolan cara kerja
pegawai, jalannya mesin-mesin dan lingkungan kerja”.
 Menurut H.W. Heinrich (Industrial Accident Prevention). “Pencegahan kecelakaan sebagai suatu program terpadu yang terdiri dari berbagai aktivitas yang
terkoordinir, ditujukan kepada pengawasan terhadap tindakan tidak aman para
pegawai, keadaan tidak aman, mesin-mesin dan lingkungan kerja berdasarkan
pengetahuan tertentu pendirian dan kemampuan.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukaan tersebut, menunjukkan bahwa
pencegahan kecelakaan merupakan program yang telah disusun secara sistematis dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
13
terorgnisir dengan baik dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, pencegahan
kecelakaan harus melalui pendekatan sistem secara keseluruhan dari suatu perusahaan.
2.6.2. Pendekatan sistem
Dalam setiap kegiatan produksi di dalam suatu perusahaan selalu terdapat
unsur - unsur utama yang menunjang secara langsung terhadap sistem kegiatan
operasi. Unsur-unsur utama ini adalah manusia, peralatan, bahan baku, lingkungan
kerja, dan manajemen. Secara garis besar bagaimana peranan unsur-unsur tersebut
dijelaskan sebagai beriktut.
1) Manusia: Tidak ada suatu kegiatan pun yang terlepas sama sekali dari unsur
manusia. Bahkan mesin-mesin otomatis secanggih apapun masih memerlukan
pengawasan manusia.
2) Peralatan: Baik yang berbentuk mesin maupun alat-alat lainnya yang
dipergunakan oleh manusia dalam kegiatan operasi perusahaan untuk
menghasilkan produk dan jasa.
3) Bahan: Merupakan bahan baku maupun bahan tambahan yang dipergunakan
selama proses produksi guna menghasilkan suatu produk.
4) Lingkungan kerja: lingkungan di mana manusia bekeja yang meliputi
bangunan, keadaan udara, penerangan, kebisingan, suhu, kelembaban, dan lain
sebagainya.
5) Manajemen (sebagai proses): Yaitu suatu proses koordinasi dari ke empat
subsistem di atas, sedemikian rupa sehingga semua kegiatan mempunyai arah
yang sama yaitu tercapainya tujuan organisasi/perusahaan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
14
Gambar 2.6 Unsur-unsur utama dalam perusahaan
Kelima subsistem di atas saling terkait sehingga apabila kita ingin
menyelidiki sebab-sebab kecelakaan perlu meneliti kelima subsistem tersebut. Dari
kelima subsistem tersebut unsur manusia dan manajemen merupakan unsur yang
paling dominan dalam terjadinya kecelakaan atau dalam pencegahan kecelakaan
dan kerugian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kedua unsur tersebut akan
dibahas lebih lanjut.
2.6.2.1 Pendekatan Subsistem Manusia
Penyebab kecelakaan tertinggi adalah disebabkan tindakan tidak aman oleh
manusia. Oleh karena itu, untuk dapat mencegah kecelakaan perlu pendalaman
terhadap sifat-sifat utama yang dimiliki oleh seseorang kemudian berdasarkan sifatsifat tersebut dilakukan pengarahan pada usaha pencegahan kecelakaan.
Dalam hal ini akan ditinjau beberapa aspek yang menyangkut manusia dalam
pekerjaannya seperti tingkah laku, aspek fisik dan kejiwaan serta faktor lain yang
mempengaruhinya yang diurai dalam Sepuluh Sifat Manusia. Kesepuluh sifat ini
apabila diberdayakan bisa menjadi aspek yang efektif dalam pencegahan
kecelakaan. Sepuluh sifat manusia itu adalah:
1)
Self Preservation: Melindungi diri, Takut akan tertimpa kecelakaan, Ingin
mempertahankan hidup
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
15
2) Personal and Material Gain: Menginginkan perbaikan/keuntungan
pribadi dan materi
3) Loyality (Kesetiaan): Menginginkan bekerjasama dan rela berkorban
dalam membela diri, kelompok, atau institusinya
4) Responsibility: Menginginkan diberi tanggung jawab. Seseorang akan
lebih bertanggungjawab bila diberi tanggungjawab
5) Pride (Kebanggaan): Perasaan puas. Seseorang akan merasa puas setelah
mampu berprestasi dalam menaklukkan tantangan
6) Conformity (Menyesuaikan diri): Menginginkan persamaan
7) Rivalry (Persaingan): Menginginkan berlomba/berkompetisi
8) Leadership (Kepemimpinan): Berkeinginan memimpin
9) Logic (berfikir logis): Kemampuan untuk memberi alasan yang baik dan
tepat
10) Humanity (Kemanusiaan): Berprikemanusiaan
2.6.2.2 Pendekatan Subsistem Manajemen
Menurut pendekatan ini, terjadinya kecelakaan adalah akibat dari
kekurangan/kesalahan pada manajemen perusahaan, baik dalam bentuk kurangnya
pengawasan, kesalahan dalam organisasi maupun kesalahan dalam pelaksanaan
operasi perusahaan. Dengan demikian pihak yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dalam usaha pencegahan kecelakaan adalah manajemen, karena
manajemenlah yang mampu mengatur unsur-unsur yang terlibat dalam operasi
perusahaan seperti manusia, peralatan, dan bahan – bahan serta lingkungan kerja.
Sistem manajemen perusahaan harus dimonitor dan dievaluasi keefektivannya. Bila
terdapat
kelemahan,
seperti
seringnya
terjadi
kecelakaan
kerja,
sistem
manajemennya harus diperbaiki.
Perbaikan ini selain dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan,
juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produktivitas dan
efisiensi perusahaan.
Pencegahan kecelakaan pada dasarnya adalah tugas semua unsur yang
terlibat dalam perusahaan walapun dalam pelaksanaannya harus ada pihak yang
bertanggungjawab. Oleh karena itu, semua unsur perusahaan harus mengetahui
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
16
tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisi dan fungsinya di dalam
perusahaan terkait denganK3.
Pihak yang paling efektif dalam pencegahan kecelakaan ini adalah penyelia
lapis pertama (First Line Supervisor) karena penyelia ini mengetahui secara persis
potensi bahaya di tempat kerja, dan kondisi karyawan yang menjadi
tanggungjawabnya. Bila pengetahuan dan kemampuan karyawan masih belum
memadai supervisor tidak diperkenankan melakukan pekerjaan, melainkan
melatihnya terlebih dahulu. Bila karyawan melakukan tindakan tidak aman
supervisor bisa mengingatkan, memberikan petunjuk tentang cara kerja yang aman
sampai dengan memberi sanksi.
Gambar 2.7 Key person dalam pencegahan kecelakaan
2.6.3 Domino Sequence (H.M Heinrich)
Metoda Domino sequence merupakan teori klasik yang telah banyak
digunakan untuk menyampaikan prinsip-prinsip pencegahan kecelakaan. Domino
Sequence ini menggambarkan mata rantai suatu kejadian. Dengan diketahuinya
mata rantai kejadian ini berarti telah diketahui sebab-sebab kecelakaan. Prinsip dari
metoda ini seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17
Gambar 2.8 Prinsip pencegahan kecelakaan ”Urutan domino”
Pada prinsip ini terdapat 5 kartu yang disusun secara berurut, yaitu kartu: pertama
(latar belakang seseorang), kedua (kelemahan/kekurangan seseorang), ketiga (tindakan
dan atau kondisi tidak aman), keempat (kecelakaan) dan kelima (rugi).
Kalau terjadi kecelakaan berarti kartu keempat jatuh. Jatuhnya kartu keempat ini
akan menimpa kartu nomor lima, yang berarti terjadi kerugian. Berat ringan dari kerugian
ini ditentukan oleh berat ringannya kecelakaan. Kartu nomor 4 jatuh pasti ada
penyebabnya, yaitu jatuhnya kartu nomor 3. Ini berarti bahwa setiap kecelakaan pasti ada
penyebabnya dan penyebabnya adalah akibat dari tindakan dan atau kondisi tidak aman.
Mengapa terjadi tindakan dan atau kondisi tidak aman? Ini akibat adanya
kelemahan, kelemahan karyawan, manajemen atau desain peralatan. Kelemahan
seseorang ini seperti kurangnya keterampilan, pengetahuan dan pengalaman, dan lain
sebagainya. Khusus yang terkait dengan aspek manusia bisa dilacak ke belakang lagi
sampai pada latar belakang seseorang. Aspek latar belakang ini menyangkut faktor
lingkungan sekitar, keturunan (bakat) dan psikologis lainnya. Faktor lingkungan akan
sangat berpengaruh pada sikap seseorang. Sebagai contoh seseorang yang berada di
lingkungan berpendidikan akan sangat berbeda dengan yang tinggal di jalanan. Sangat
dimungkinkan seorang anak menuruni temperamen orang tuanya, dan lain sebagainya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
18
2.7.
Tip tindakan pencegahan kecelakaan.
1) Menghilangkan bahaya
Tindakan ini merupakan tindakan yang paling prinsip dalam pencegah kecelakaan
dan harus dilakukan jika dapat dilakukan. Contoh membersihkan lantai dan tempat
kerja akan mengurangi kecelakaan.
2) Mengganti bahaya .
Kadang-kadang dimungkinkan mengganti bahaya yang besar dengan sesuatu yang
bahayanya kurang. Contoh menurunkan tegangan kerja suatu mesin dari tinggi ke
yang lebih rendah, mengganti asbes dengan gelas fiber untuk isolasi panas.
3) Memberikan pelindung bahaya
Jika bahaya tidak dapat dihilangkan maka harus dipasang alat pelindung bahaya
pada mesin sehingga pekerja tidak dapat bersentuhan langsung dengan bahaya
mesin. Contoh: Alat pelindung pada mesin bubut, mesin bor, alat listrik, dan lainlain.
4) Memakai alat pengaman
Alat pengaman orang diperlukan jika metoda-metoda di atas masih belum dapat
menghilangkan potensi bahaya.
Seperti kalau seseorang bekerja dengan bahan-bahan kimia beracun
(Toxic) atau yang bersifat sangat reaktif maka yang bersangkutan harus
mengenakan masker pernafasan, kaca mata keselamatan dan sarung tangan.
Memakai alat pelindung mata ketika menggerinda logam, menggunakan sarung
tangan untuk memegang benda-benda yang tajam, masker pelindung muka ketika
memasang isolasi glas fiber.
5) Mendidik dan melatih pekerja
Pendidikan di bidang K3 juga sangat penting dalam pencegahan
kecelakaan oleh itu semua pekerja harus diberi informasi, instruksi dan pelatihan
memastikan keselamatan kerja pada saat bekerja. Contoh: Pengetahuan prosedur
pemadaman kebakaran, tempat P3K penggunaan alat pelindung mesin.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
19
6) Memberikan petunjuk bahaya
Untuk membentuk etiket individu dalam masalah K3 dapat diberikan advis
tentang keselamatan misalnya melalui gambar, poster-poster di TV, atau pada
papan pengumuman pabrik.
Latihan:
1)
Jelaskan, mengapa K3 sangat penting, khususnya bagi mahasiswa politeknik!
2)
Jelaskan penyebab utama terjadinya kecelakaan dan berikan contoh kongkrit
mengenai penyebab-penyebab yang dimaksud berdasarkan pengalaman pribadi Anda!
3)
Buatlah cerita tentang suatu kecelakaan (kerja) yang pernah Anda alami. Narasikan
mulai dari kejadian sebelum kecelakaan terjadi, ketika kecelakaan terjadi dan setelah
kecelakaan terjadi. Sesuai dengan prinsip domino sequence, analisislah penyebab
kecelakaan dan cara pencegahannya agar kecelakan yang sama tidak terjadi lagi.
4)
Siapakah yang menjadi kunci (key person) dalam pencegahan kecelakan kerja?
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
20
BAB 3
BAHAYA LISTRIK DAN PENGAMANANNYA
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan bahaya listrik bagi manusia, alat dan lingkungan sekitar;
2. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan tingkat keseriusan akibat sengatan
listrik bagi manusia;
3. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik tegangan rendah;
4. Menjelaskan prinsip pengamanan dan alat pengaman listrik tegangan tinggi bagi
manusia, alat, dan lingkungan sekitar.
3.1.
Pendahuluan
Pada satu sisi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, kita sangat membutuhkan
energi listrik, namun pada sisi lain, listrik sangat membahayakan keselamatan kita kalau
tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar orang sudah pernah mengalami/merasakan
sengatan listrik. Mulai dari yang hanya terkejut saja sampai dengan yang menyakitkan.
Oleh karena itu, untuk mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan, kita perlu
meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya listrik dan jalan yang terbaik adalah melalui
peningkatan pemahaman terhadap sifat dasar kelistrikan yang kita gunakan.
3.2.
Bahaya Listrik
Bahaya listrik dibedakan menjadi dua, yaitu bahaya primer dan bahaya
sekunder. Bahaya primer adalah bahaya-bahaya yang disebabkan oleh listrik yang
mengalir secara langsung, seperti bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran atau
ledakan (Gambar 3.1).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
21
(a)
(b)
Gambar 3.1 Bahaya primer listrik
(a) sengatan listrik, (b) kebakaran dan peledakan
Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya-bahaya yang diakibatkan listrik secara tidak
langsung (listrik tidak mengenainya secara langsung). Namun bukan berarti bahwa akibat
yang ditimbulkannya lebih ringan dari yang primer.
Contoh bahaya sekunder antara lain adalah tubuh/bagian tubuh terbakar akibat
bersentuhan dengan benda panas akibat listrik atau orang jatuh dari suatu ketinggian, dan
lain-lain (Gambar 3.2)
(a) luka terbakar karena kontak
langsung
(b) Jatuh
Gambar 3.2 Bahaya Sekunder Listrik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
22
3.3.
Bahaya Listrik bagi Manusia
3.3.1. Dampak sengatan listrik bagi manusia
Dampak sengatan listrik pada tubuh manusia antara lain adalah:

Gagal kerja jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung
atau denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah
dengan baik. Untuk mengembalikannya perlu bantuan dari luar;

Gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paruparu

Kerusakan sell tubuh akibat energi listrik yang mengalir di dalam tubuh,

Terbakar akibat efek panas dari listrik.
3.3.2. Tiga faktor penentu tingkat bahaya listrik
Ada tiga faktor yang menentukan tingkat bahaya listrik bagi manusia, yaitu
tegangan (V), arus (I) dan tahanan (R). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi
antara satu dan lainnya yang ditunjukkan dalam hukum Ohm (Gambar 3.3). Tegangan
(V) dalam satuan volt (V) merupakan tegangan sistem jaringan listrik atau sistem
tegangan pada peralatan. Arus (I) dalam satuan ampere (A) atau mili amper (mA) adalah
arus yang mengalir dalam rangkaian, dan tahanan (R) dalam satuan Ohm atau megaohm
adalah nilai tahanan atau resistansi total saluran yang tersambung dengan tegangan.
Sehingga berlaku:
I 
V
;
R
R
V
; V  IxR
I
Gambar 3.3 Segitiga tegangan, arus, dan tahanan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
23
Gambar 3.4 Tubuh manusia bagian dari rangkaian
Bila dalam hal ini, titik perhatiannya pada unsur manusia, maka selain kabel
(penghantar), sistem pentanahan, dan bagian dari peralatan lain, tubuh kita termasuk
bagian dari tahanan rangkaian tersebut (Gambar 3.4). Tingkat bahaya listrik bagi
manusia, salah satu faktornya ditentukan oleh tinggi rendah arus listrik yang mengalir ke
dalam tubuh kita. Sedangkan kuantitas arus akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan
tubuh manusia serta tahanan lain yang menjadi bagian dari saluran.
Berarti peristiwa bahaya listrik berawal dari sistem tegangan yang digunakan untuk
mengoperasikan alat. Semakin tinggi tegangan yang digunakan, semakin tinggi pula
tingkat bahayanya.
3.4. Sistem Tegangan di Indonesia
Jaringan listrik tegangan rendah di Indonesia mempunyai tegangan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.5. Tegangan-tegangan ini meliputi tegangan fasa-tunggal 220
V, dan fasa-tiga 220/380 V dengan frekuensi 50 Hz. Sistem tegangan walaupun dalam
sistem kelistrikan termasuk tegangan rendah, tapi bagi manusia ini sungguh sangat
berbahaya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
24
(a) Fasa-Tunggal
(b) Fasa-Tiga
Gambar 3.5 Sistem tegangan rendah di Indonesia
3.5. Jenis Sengatan Listrik
Ada dua cara listrik bisa menyengat tubuh kita, yaitu melalui sentuhan langsung
dan tidak langsung. Bahaya sentuhan langsung merupakan akibat dari anggota tubuh
bersentuhan langsung dengan bagian yang bertegangan sedangkan bahaya sentuhan tidak
langsung merupakan akibat dari adanya tegangan liar yang terhubung ke bodi atau
selungkup alat yang terbuat dari logam (bukan bagian yang bertegangan) sehingga bila
tersentuh akan mengakibatkan sengatan listrik. Gambar 3.6 memberikan ilustrasi tentang
kedua bahaya ini.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
25
(a) Sentuhan Langsung
(a) Sentuhan Tak Langsung
Gambar 3.6 Sentuhan langsung dan tak langsung
3.6. Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik
Ada tiga faktor yang menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia,
yaitu: besar arus, lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh.
3.6.1
Besar arus listrik
Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan ditentukan oleh tegangan dan
tahanan tubuh. Tegangan tergantung sistem tegangan yang digunakan (Gambar 3.5),
sedangkan tahanan tubuh manusia bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur
kulit dan faktor-faktor lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya.
Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 kΩ (kulit kering) sampai 100 Ω (kulit
basah). Tahanan dalam (internal) tubuh sendiri antara 100 – 500 Ω.
Contoh:
Jika tegangan sistem yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang
mengalir ke dalam tubuh manusia?
 Kondisi terjelek:
- Tahanan tubuh
adalah tahanan kontak kulit ditambah tahanan internal tubuh,
(Rk)=100Ω +100Ω = 200 Ω
- Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220 V/200 Ω = 1,1 A
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
26
 Kondisi terbaik:
- Tahanan Tubuh Rk= 1000 kΩ
- I = 220 V/1000 kΩ = 0,22 mA.
3.6.2
Lintasan aliran arus dalam tubuh
Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan tingkat akibat
sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang melewati jantung, dan pusat
saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan terburuk adalah apabila kita bekerja pada
sistem kelistrikan, khususnya yang bersifat ON-LINE adalah sebagai berikut:

gunakan topi isolasi untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik,

gunakan sepatu yang berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listrik dari
anggota tubuh yang lain tidak mengalir ke kaki sehingga jantung tidak dilalui arus
listrik,

gunakan sarung tangan isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari
lintasan aliran ke jantung bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila
tidak, satu tangan untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke
dalam saku.
3.6.3
Lama waktu sengatan
Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan akibat
sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi
pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin lama waktu tubuh
dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya. Oleh karena itu, yang
menjadi ekspektasi dalam pengembangan teknologi adalah bagaimana bisa membatasi
waktu sengatan agar sependek mungkin. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh
besar dan lama waktu arus sengatan terhadap tubuh secara lengkap ditunjukkan pada
Gambar 3.7
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
27
Daerah
Reaksi Tubuh
1
Tidak terasa
2
Belum menyebabkan
gangguan kesehatan
3
Kejang otot, gangguan
pernafasan
4
Kegagalan jantung
Gambar 3.7 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik
Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap
tubuh, khususnya yang terkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus listrik
mengalir dalam tubuh. Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah
aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA). Daerah 2, merupakan
daerah yang masih aman walaupun sudah memberikan dampak rasa pada tubuh dari
ringan sampai sedang walaupun masih belum menyebabkan gangguan kesehatan. Daerah
3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan kejang-kejang/kontraksi otot
dan paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan. Daerah 4 merupakan daerah
yang sangat memungkinkan menimbulkan kematian si penderita.
Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman
terhadap bahaya sengatan listrik, di mana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu
kurang dari 25 ms yang merupakan daerah aman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
28
3.7. Kondisi-kondisi berbahaya
Banyak penyebab bahaya listrik yang ada dan terjadi di sekitar kita, di antaranya
adalah isolasi kabel rusak, bagian penghantar terbuka, sambungan terminal yang tidak
kencang (longgar).
Gambar 3.8 Isolasi kabel sudah rusak
Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya kabel dipakai
atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh benda berat dll), sehingga
ada bagian yang terbuka dan kelihatan penghantarnya atau bahkan ada serabut hantaran
yang menjuntai. Ini akan sangat berbahaya bagi yang secara tidak sengaja menyentuhnya
atau bila terkena ceceran air atau kotoran-kotoran lain bisa menimbulkan kebocoran
listrik dan kebakaran.
Penghantar yang terbuka biasa terjadi pada daerah titik-titik sambungan terminal
dan akan sangat membahayakan bagi yang bekerja pada daerah tersebut, khususnya dari
bahaya sentuhan langsung. Sambungan listrik yang kendor atau tidak kencang bisa
menimbulkan kebakaran karena efek pemanasan. Ini kalau dibiarkan akan merusak
bagian sambungan dan sangat memungkinkan menimbulkan kebakaran. Oleh karena itu,
sambungan-sambungan listrik harus dalam keadaan rapat dan kencang.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
29
Gambar 3.9 Konduktor terbuka
Gambar 3.10 Kontak yang jelek
Pemakaian ekstension yang berlebihan, bertumpuk seperti yang terlihat pada
Gambar 3.11. Pemakaian listrik seperti ini sangat memungkinkan terjadinya beban lebih
pada kabel utamanya yang bisa mengakibatkan pemanasan lebih dan kebakaran.
Gambar 3.11 Pemakaian stop kontak yang bertumpuk
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
30
3.8.
Sistem Proteksi terhadap Bahaya Listrik
3.8.1. Proteksi terhadap sentuhan langsung pada sistem tegangan tinggi
Yang dimaksud dengan tegangan tinggi di sini adalah tegangan di atas 50 volt,
seperti sistem tegangan yang saat ini digunakan di Indonesia, yaitu 220 V untuk sistem
fasa tunggal dan 220/380 V untuk sistem fasa-tiga. Sistem tegangan ini sangat berbahaya
bagi keselamatan kita. Oleh karena itu, proteksi terhadap sentuhan langsung mutlak harus
dilakukan.
 Proteksi dengan Isolasi Pengaman
Proteksi isolasi merupakan metoda proteksi yang paling efektif karena dengan
proteksi ini tidak ada bagian konduktor yang bertegangan yang terbuka kecuali pada
terminal-terminal sambungannya saja. Seperti kabel yang dilengkapi dengan isolasi
secara berlapis pada permukaannya. Atau peralatan-peralatan listrik yang selubungnya
luarnya terbuat dari bahan isolasi sehingga tidak memungkinkan terjadinya sentuhan
langsung antara anggota tubuh dengan bagian instalasi yang bertegangan.
Langkah proteksi dengan isolasi mengharuskan bagian-bagian yang bertegangan
(bagian aktif) diisolasi seluruhnya dan hanya bisa dilepas dengan cara merusaknya.
Isolator tersebut harus tahan terhadap beban mekanik, kimiawi, listrik dan thermal.
Gambar 3.12. Proteksi dengan isolasi pengaman
 Proteksi dengan Pemberian Jarak
Penyekatan dimaksudkan untuk menghindarkan ketidaksengajaan mendekati daerah aktif (seperti misalnya dengan palang, atau pagar) atau menghindarkan menyentuh
bagian aktif secara tidak sengaja (dengan cara penutupan khusus). Penutupnya dapat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
31
dilepas tanpa menggunakan obeng atau peralatan lainnya. Langkah proteksi dengan
menjaga jarak, adalah dengan meletakkan bagian-bagian bertegangan diluar jangkauan.
Langkah pengamanan ini hanya dapat dilakukan pada keadaan khusus, misalnya untuk
instalasi listrik yang tertutup
Gambar 3.13 Pengamanan dengan pemagaran
3.8.2
Proteksi terhadap sengatan tidak langsung
Sistem proteksi bagi manusia yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan
sistem pengetanahan dan alat proteksi otomatis.
 Sistem pengetanahan (grounding system).
Sistem pengetanahan ini menghubungkan bagian-bagian peralatan (mesin) yang
terbuat dari logam yang kemungkinan tersentuh oleh manusia ke tanah melalui elektroda
pengetanahan. Sistem pengetanahan ini harus menjamin bahwa apabila terjadi kebocoran
listrik pada peralatan kita maka tegangan sentuhnya tidak melebihi 50 volt. Oleh karena
itu, saluran pengetanahan juga disebut sebagai saluran pengaman (lihat Gambar 3.14).
(a) Peralatan tanpa pengetanahan
(b) Peralatan dengan pengetanahan
Gambar 3.14 Sistem peralatan tanpa dan dengan pengetanahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
32
 Alat pengaman tegangan sentuh otomatis
Alat proteksi ini menggunakan elemen pengindra Residual Current Device (RCD)
atau dalam PUIL disebut gawai proteksi arus sisa (GPAS), Dalam perapannya, piranti ini
digabung dengan circuit breaker menjadi Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) dan
Ground Fault Current Interruptor (GFCI). Bentuk kompak contoh ELCB ini ditunjukkan
Gambar 3.15.
Gambar 3.15 Bentuk kompak MCB dan RCD
RCD (GPAS) ini akan bekerja/aktif bila ada arus bocor ke tanah pada ukuran
tertentu. Karena kemampuan itulah, arus bocor ini dianalogikan dengan arus sengatan
listrik yang mengalir pada tubuh manusia.

Prinsip kerja RCD
Diagram skema RCD sendiri ditunjukkan pada Gambar 3.16
Gambar 3.16 Diagram skematik sebuah RCD
Prinsip kerja RCD dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
33
Iin
: arus masuk
Iout : arus keluar
IR1 : arus residual yang mengalir ke tubuh
IR2 : arus residual yang mengalir ke tanah
Min : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus masuk
Mout : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus keluar.
Dalam keadaan normal (tidak ada arus bocor), prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:

arus keluar sama dengan arus masuk, Iout < Iin;

karena Iin=Iout maka Min=Mout

karena Min=Mout, kedua medan magnet ini akan saling meniadakan (arah berlawanan) sehingga tidak menimbulkan aksi dan alat tidak melakukan reaksi apa.
Lalu bagaimana bila ada arus mengalir ke tubuh atau bocor ke tanah? Ikuti penjelasan
berikut ini.
Dalam keadaan terjadi arus bocor (kondisi tidak normal):

arus keluar lebih kecil dari arus masuk, Iout < Iin;

arus residu mengalir keluar setelah melalui tubuh manusia atau tanah;

karena Iin>Iout maka Min>Mout

akibatnya, akan timbul ggl induksi pada koil yang dibelitkan pada toroida;

ggl induksi mengaktifkan peralatan pemutus rangkaian
 Teknik Pemasangan RCD FASA-TIGA
Skema diagram pemasangan RCD untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar
3.17. Prinsip kerja pengaman otomatis untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar
3.17a. Bila tidak ada arus bocor (ke tanah atau tubuh manusia) maka jumlah resultan arus
yang mengalir dalam keempat penghantar sama dengan nol. Sehingga trafo arus (CT)
tidak mengalami induksi dan trigger elektromagnet tidak aktif. Dalam hal ini tidak terjadi
apa-apa dalam sistem.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
34
(a). Diagram skematik RCD fasa tiga
(b). Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada beban fasa-tiga
Gambar 3.17 Pemasangan GPAS fasa tiga pada beban
Bila GPAS dikehendaki untuk dipasang secara terpusat maka sistem rangkaian
ditunjukkan pada Gambar 3.18. Dengan pemasangan terpusat seperti ini maka setiap
peralatan di bawahnya diamankan dari bahaya tegangan sentuh yang membahayakan
manusia.
Gambar 3.18 Diagram skematik pemasangan GPAS (RCD) pada pusat beban
 Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB). ELCB ini merupakan suatu alat pemutus
daya yang akan bereaksi apabila terjadi beban lebih dan apabila terjadi arus bocor
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
35
ke tanah pada besaran tertentu. Sebagai contoh ELCB dengan arus bocor 30 mA
untuk peralatan-peralatan kerja yang dalam operasinya tidak bersentuhan
langsung dengan tubuh manusia, 10 mA untuk peralatan-peralatan yang dalam
operasinya bersentuhan langsung dengan tubuh (alat penyukur rambut, bathing
tube, dll.). Alat ini juga dikembangkan untuk pencegahan kebakaran, yaitu dengan
arus bocor 400-500 mA. Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya
bahwa kebakaran sering diakibatkan oleh arus bocor ke tanah, dari yang sangat
rendah kemudian berangsur-angsur meningkat hingga mencapai kemampuan
membakar, yaitu 400-500 mA.
3.8.3
Bahaya Kebakaran akibat Listrik
Kebakaran terjadi karena adanya panas berlebih pada bahan-bahan yang mudah
terbakar. Terkait dengan kelistrikan, panas lebih bisa terjadi akibat dari banyak faktor,
antara lain adalah: arus beban lebih, arus hubung singkat, sambungan/kontak yang
longgar. Arus beban lebih berarti bahwa arus yang mengalir pada komponen instalasi
melebihi arus pengenal (nominal) komponen tersebut. Dengan berlebihnya arus tersebut,
maka rugi-rugi saluran I2R juga akan berlebih (dari nominalnya). Sementara itu, rugi-rugi
ini akan keluar dalam bentuk panas (I2Rt), sehingga komponen-komponen instalasi yang
mengalami kelebihan arus akan mengalami kelebihan panas juga. Panas inilah yang akan
merusak dan membakar isolasi dan pada akhirnya bisa menimbulkan kebakaran. Sama
halnya akan terjadi bila kabel/penghantar yang digunakan terlalu kecil.
Pada peristiwa hubung singkat di mana terjadi kontak langsung antara saluran
yang mempunyai beda tegangan, Bila ini terjadi maka akan menimbulkan arus hubung
singkat yang sangat tinggi. Semakin tinggi arus hubung singkat, semakin tinggi pula
busur api yang terjadi dan semakin keras pula bunyi ledakan yang terjadi. Bila dalam
kondisi semacam ini di sekitar terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar maka akan
besar sekali kemungkinan terjadinya kebakaran.
Tidak jauh berbeda dengan peristiwa longgarnya suatu kontak listrik, pada
kontaknya pasti akan menimbulkan efek pengelasan dan bila hal ini terjadi secara dalam
waktu lama maka akan sangat dimungkinkan terjadinya kebakaran.
Ada satu hal lagi yang barangkali ini kurang disadari oleh masyarakat adalah
dampak arus bocor ke tanah. Peristiwa arus bocor ini terjadi akibat kegagalan isolasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
36
sehingga ada arus bocor yang mengalir melalui moistur/kotoran-kotoran. Pada awalnya,
arus yang mengalir sangat kecil (5 mA), namun dengan mengalirnya arus ini membuat
kotoran-kotoran yang dilewati mengalami pemanasan dan terbakar serta berubah menjadi
karbon.
Setelah menjadi karbon, lintasan arus mempunyai konduktivitas yang lebih baik
sehingga arus yang mengalir akan semakin besar. Demikian terjadi terus menerus dan
sampai pada keadaan di mana besar arus bocor sampai 500 mA. Berdasarkan penelitian
arus 500 mA tersebut sudah mampu membakar benda-benda di sekitarnya sehingga
terjadi kebakaran. Penghantar yang berada pada lingkungan lembab, akan terjadi
penetrasi kelembaban ke dalam isolasi yang kemudian menimbulkan arus bocor. Itulah
beberapa penyebab kebakaran akibat dari sistem kelistrikan yang perlu kita waspadai.
Peristiwa hubung singkat diilustrasikan pada Gambar 3.19. Hubung singkat
terjadi bila terjadi kontak langsung antara kawat fasa dan netral, kawat fasa dan tanah,
dan antar kawat fasa sendiri. Semakin tinggi tegangan maka arus hubung singkat akan
semakin besar dan semakin berbahaya.
Gambar 3.19 Kondisi hubung singkat
Kegagalan isolasi dapat dihindarkan dengan pemilihan penghantar yang benar dan
dengan pembebanan mekanis pada penghantar yang sesuai. Hal ini disebabkan karena
kemampuan hantar arus pada penghantar dan kabel ditentukan oleh ketahanan panas dan
konduktivitas panas material isolasi, material penghantar (misal tembaga atau
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
37
aluminium), media pendinginan dan juga kondisi lingkungan. Kegagalan isolasi sering
terjadi pada isolasi yang besar dan rapuh, juga yang sering terbebani beban lebih.
Untuk mencegah bahaya kebakaran karena kesalahan isolasi pada peralatan listrik, upaya
pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengukuran tahanan isolasi secara
teratur dalam interval waktu tertentu.
3.8.4 Proteksi Peralatan Instalasi
Proteksi terhadap peralatan-peralatan instalasi, seperti kabel dan mesin-mesin harus dilakukan agar bila terjadi kesalahan kelistrikan dapat terlindung dari kerusakan. Alatalat proteksi yang umum digunakan adalah sekering (fuse), pemutus daya (circuit breaker
(CB, MCB)) atau thermal overload relay, dan lain-lain.
Alat-alat proteksi semacam ini harus dipilih untuk mengamankan komponen rangkaian dari arus kesalahan (abnormal), seperti arus hubung singkat, arus beban lebih. Oleh
karena itu, kapasitas alat pengaman harus disesuaikan dengan kapasitas/kemampuan
komponen-komponen instalasi dalam mengatasi arus-arus abnormal semacam ini. Untuk
mengetahui ukuran penghantar dan juga ukuran gawai-gawai proteksi dapat dilihat pada
PUIL 2011 atau standar-standar lain yang berlaku secara internasional.
Gambar 3.20 Contoh-contoh sekering lebur jenis kaca dan pisau
Gambar 3.21 Contoh-contoh pemutus daya (CB dan MCB)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
38
3.8.5
AC atau DC yang lebih berbahaya?
Tingkat bahaya arus bolak-balik adalah lebih tinggi daripada arus searah. Hal ini
dibedakan karena adanya faktor frekuensi pada arus bolak-balik. Pada arus bolak-balik
bisa menimbulkan Ventricular fibrillation, sementara pada arus searah tidak.
Pada standar VDE telah ditetapkan nilai tegangan, yang disebut dengan tegangan
sentuh yang dapat terjadi pada peralatan, tanpa harus diikuti dengan pemutusan arus pada
peralatan tersebut besarnya adalah:

Arus bolak-balik (nilai efektif) UL  50 V

Arus searah
UL 120 V
Pada kasus-kasus tertentu, seperti di rumah sakit, maka nilai tegangannya adalah

Arus bolak-balik (nilai efektif) UL  25 V

Arus searah UL  60 V
Bila pada peralatan terjadi tegangan sentuh yang tinggi, maka peralatan harus diputuskan
hubungannya. Lama waktu pemutusan adalah untuk:

Rangkaian arus stop kontak sampai 32 A
t  0,2 s

Peralatan portable (handy)
t  0,2 s

Rangkaian arus peralatan kerja dengan sambungan tetap
t5s
3.9 Beberapa Tip Keselamatan Kerja Kelistrikan

Hanya orang-orang yang berwenang, berkompeten dan kualifaid yang
diperbolehkan bekerja pada atau di sekitar peralatan listrik.

Menggunakan peralatan listrik sesuai dengan prosedur (jangan merusak atau
membuat tidak berfungsinya alat pengaman).
Gambar 3.22 Contoh penggunaan alat listrik

Jangan menggunakan tangga logam untuk bekerja di daerah instalasi listrik.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
39
Gambar 3.23 Penggunaan tangga di daerah instalasi listrik

Pelihara alat dan sistem dengan baik.
Gambar 3.24 Inspeksi kondisi peralatan

Menyiapkan langkah-langkah tindakan darurat ketika terjadi kecelakaan.
 Prosedur shut-down: tombol-pemutus aliran listrik (emergency off) harus
gampang diraih;
 Pertolongan pertama.

Pertolongan pertama pada orang yang tersengat listrik
 Korban harus dipisahkan dari aliran listrik dengan cara yang aman
sebelum dilakukan pertolongan pertama;
 Hubungi bagian yang berwenang untuk melakukan pertolongan pertama
pada kecelakaan. Pertolongan pertama harus dilakukan oleh orang yang
berkompeten
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
40
Gambar 3.25 Pemisahan si korban dari aliran listrik
Gambar 3.26 Tindakan pertolongan pertama
3.10. Bahaya Kebakaran dan Ledakan akibat Listrik
Banyak peristiwa kebakaran dan peledakan sebagai akibat dari kesalahan listrik.
Peristiwa ini memberikan akibat yang jauh lebih fatal dari pada peristiwa sengatan
listrik karena akibat yang ditimbulkannya biasanya jauh lebih hebat.
Akibat ini tidak terbatas pada jiwa namun juga pada harta benda. Lebih-lebih lagi
bila melibatkan zat-zat berbahaya, maka tingkat bahayanya juga akan merusak
lingkungan. Oleh karena itu, peristiwa semacam ini harus dicegah.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
41
Gambar 3.25 Bahaya Kebakaran dan Peledakan
3.10.1 Penyebab Kebakaran dan Pengamanan
 Ukuran kabel yang tidak memadai
Salah satu faktor yang menentukan ukuran kabel atau penghantar adalah besar
arus nominal yang akan dialirkan melalui kabel/penghantar tersebut sesuai dengan
lingkungan pemasangannya, terbuka atau tertutup. Dasar pertimbangannya adalah efek
pemanasan yang dialami oleh penghantar tersebut jangan melampaui batas. Bila
kapasitas arus terlampaui maka akan menimbulkan efek panas yang berkepanjangan
yang akhirnya bisa merusak isolasi dan atau membakar benda-benda sekitarnya.
Gambar 3.26 Ukuran kabel harus sesuai dengan kapasitas arus
 Agar terhindar dari peristiwa kapasitas lebih semacam ini maka ukuran kabel harus
disesuaikan dengan Persyaratan Umum Instalasi Listrik seperti PUIL 2011.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
42
 Penggunaan adaptor atau stop kontak yang salah. Yang dimaksudkan di sini adalah
penyambungan beban yang berlebihan sehingga melampaui kapasitas stop-kontak atau
kabel sumber dayanya.
Gambar 3.27 Pemakaian stop-kontak yang salah
 Kontak yang jelek.
Gambar 3.28 Koneksi yang kendor
 Percikan bunga api pada peralatan listrik atau ketika memasukkan dan mengeluarkan
soket ke stop-contact pada lingkungan kerja yang berbahaya di mana terdapat cairan,
gas atau debu yang mudah terbakar. Untuk daerah-daerah seperti ini harus digunakan
peralatan anti percikan api
Gambar 3.29 Lingkungan sangat berbahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
43
3.10.2 Sistem Proteksi berdasarkan EN 60529 (DIN VDE 0470)
Tabel 1 Simbol-simbol yang digunakan untuk berbagai
jenis proteksi menurut EN 60529
Jenis
Proteksi
menurut
EN 60529
IP 0X
IP 1X
IP 2X
IP 3X
IP 4X
IP 5X
IP 6X
Jenis
Proteksi
menurut
EN
60529
IP X0
IP X1
IP X2
IP X3
Proteksi terhadap sentuhan
Simbol
menurut
VDE
Tidak ada proteksi sentuhan
Proteksi terhadap benda asing  > 50 mm
Proteksi terhadap benda asing  > 12 mm
Proteksi terhadap benda asing  > 2,5 mm
Proteksi terhadap benda asing dan perkakas krja  >
1 mm
Proteksi terhadap penumpukan debu di dalam
peralatan
Kedap terhadap debu
Proteksi terhadap air
Simbol
menurut
VDE
Tidak ada proteksi air
Proteksi terhadap tetesan air,
tetesan air jatuh tegak
Proteksi terhadap tetesan air, tetesan air jatuh
miring
Proteksi terhadap cipratan
sampai dengan sudut 30 terhadap garis datar
IP X4
Proteksi terhadap cipratan air
dari segala arah
IP X5
Proteksi terhadap semprotan air
IP X6
Proteksi terhadap banjir
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
44
IP X7
Proteksi dalam penyelaman
IP X8
Proteksi penyelaman dalam
LATIHAN:
1. Sebutkan alat-alat proteksi listrik yang digunakan untuk mengamankan komponen
instalasi dari bahaya arus abnormal (lebih)!
2. Sebutkan alat-alat proteksi manusia dari bahaya sengatan listrik!
3. Identifikasi alat-alat proteksi dari bahaya listrik yang ada di lab Teknik Energi.
4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseriusan akibat sengatan listrik
bagi tubuh manusia.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
45
BAB 4
BAHAYA MEKANIK DAN PENGAMANANNYA
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Seteleh mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan bahaya-bahaya mesin bagi manusia;
2. Menjelaskan bagian-bagian berbahaya dari suatu mesin;
3. Menjelaskan jenis-jenis pelindung mesin;
4. Mengidentifikasi potensi bahaya dan pengelolaannya (pelindungannya) pada
mesin;
5. Menjelaskan jenis-jenis bahaya dari mesin.
4.1.
Pendahuluan
Permesinan merupakan sumber bahaya terjadinya kecelakaan industri. Beberapa
studi di Amerika Serikat menyatakan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh mesin
menduduki rangking ke-3 dan menduduki rangking pertama penyebab cacat permanen
yang dialami oleh pekerja, yaitu 32 %. Dari kecelakaan yang disebabkan oleh permesinan
ini, 20 % di antaranya adalah akibat dari lemahnya pelindung/pengaman mesin
(machinery guards). Hal ini menjadi perhatian para perancang mesin-mesin dan para
enjiner safety bagaimana bisa menciptakan mesin-mesin yang aman dalam pemakaiannya.
4.2.
Bahaya-bahaya Mesin
Banyak potensi bahaya terkait dengan mesin. Berikut ini adalah beberapa jenis
potensi bahaya yang ada.

Bersentuhan dengan mesin atau terperangkap antara mesin dan sesuatu benda di
mesin.

Terbenturnya anggota tubuh atau tersangkutnya anggota tubuh ke mesin atau bagian
mesin yang bergerak.

Terbentur oleh bagian-bagian dari mesin karena operasinya.

Terbentur oleh barang-barang yang terlempar keluar dari mesin.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
46
Di samping bahaya-bahaya tersebut, biasanya masih ada bahaya-bahaya lain seperti bahaya listrik, bahaya kimia, dan lain-lain. Namun pada kesempatan kita akan
mempelajari yang terkait dengan bahaya-bahaya mekanik saja.
4.2.1
Bagian-bagian Mesin yang memerlukan Pelindung Bahaya
Untuk dapat mengoperasikan mesin secara aman, syarat pertama yang harus dipe-
nuhi adalah keamanan dari mesin itu sendiri. Jadi, mesin harus dirancang secara aman.
Secara prinsip ada tiga bagian dari mesin yang menjadi titik perhatian untuk diamankan
agar tidak menimbulkan kurban terhadap orang yang menggunakan dan orang-orang di
sekitarnya. Ketiga bagian ini adalah: transmisi daya, bagian yang bergerak, dan titik
operasi. Perhatikan Gambar 4.1.
 Transmisi daya
Peralatan-peralatan transmisi daya mekanik meliputi: poros, roda gila, puley, sabuk,
batang-batang penghubung, kopling, spindel, crank, clutches, cams dan bagianbagian mesin yang digerakkan.
 Bagian mesin yang bergerak
Ini adalah bagian-bagian mesin yang bergerak ketika mesin beoperasi.
 Titik operasi
Ini adalah bagian mesin di mana mesin dirancang untuk melakukan pekerjaannya.
Seperti pisau potong, perata logam, feeder rolls pada mesin pres, dan gunting. Jadi,
merupakan bagian di mana dilakukan penggambaran, pemotongan, pembentukan,
pengecapan (stamping), dan lain-lain.
Keterangan:
1. Transmisi daya,
2. Bagian yang bergerak,
3. Titik operasi
Gambar 4.1 Bagian-bagian mesin yang memerlukan pelindung bahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
47
4.2.2 Jenis-jenis Pelindung Bahaya
Ada sejumlah pelindung yang diterapkan untuk mengamankan suatu peralatan
atrau mesin, di atantaranya adalah: pelindung tetap, pelindung yang dapat diatur,
pelindung jarak, pelindung berpautan (interlocking) dan pelindung otomatis. Berikut ini
adalah penjelasan tentang jenis pelindung-pelindung tersebut.
 Pelindung Tetap
Pelindung ini dirancang secara tetap, tidak mempunyai bagian yang bergerak atau
tergantung dari mekanik lainnya. Pelindung ini dimaksudkan untuk menghalangi jalan
keluar dari bagian-bagian mesin yang membahayakan. Oleh karena itu, perlengkapan
mesin ini dirancang secara kuat dan kokoh serta mampu menahan takanan dari proses dan
lingkungan.
 Pelindung yang Dapat Diatur
Pelindung ini merupakan pelindung tetap namun mempunyai bagian-bagian yang
dapat diatur, dan bila diatur, pelindung tersebut masih tetap pada posisinya selama
operasi. Pelindung ini tidak dapat digunakan untuk melindungi jalan masuk ke bagianbagian mesin yang berbahaya. Pelindung ini boleh digunakan selama mendapatkan
pengawasan terhadap kondisi lingkungan seperti penerangan dan operatornya yang harus
sudah terampil.
 Pelindung Jarak
Pelindung ini tidak ditempatkan secara langsung pada titik bahaya, namun diletakkan pada jarak di luar jangkauan normal.
 Pelindung yang Berpautan (Interlocking)
Ini adalah pelindung yang mempunyai suatu bagian bergerak yang disambungkan
dengan pengendali mesin sehingga mesin tidak dapat dioperasikan apabila pelindung
dalam keadaan tidak tertutup (ditutup). Pelindung interlocking ini memerlukan kontrol
dan penginderaan (sensing).
 Pelindung otomatis
Pelindung otomatis mempunyai komponen yang bisa bekerja secara otomatis
sesuai dengan sistem kerja mesin. Pelindung otomatis juga mencakup suatu pelindung
yang mencegah seseorang masuk ke daerah titik bahaya secara tak sengaja, tetapi jalan
masuk akan terbuka bila keadaan aman dan menutup kembali bila sedang operasi
(bahaya).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
48
Gambar 4.2 Pelindung transmisi daya
Gambar 4.3 Pelindung bagian-bagian mesin gerinda
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
49
Latihan:
Pilih salah satu sampel mesin proses/produksi yang ada di lab/bengkel POLBAN dan
identifikasi bagian-bagian mesin yang perlu dilindungi untuk mencegah terjadinya
kecelakaan. Jelaskan jenis pelindung yang digunakan dan jelaskan pendapat anda tentang
aspek keselamatan mesin yang anda selidiki.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
50
BAB 5
BAHAYA PADA KETEL UAP DAN BEJANA TEKAN
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Menjelaskan perlengkapan minimal yang harus dimiliki oleh sebuah ketel uap
(boiler);
2. Menjelaskan persyaratan operasional yang harus dipenuhi untuk mencegah agar
ketel uap tidak sampai meledak;
3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab meledaknya ketel uap;
4. Menjelaskan cara operasi dan pemeliharaan kompresor agar tidak terjadi
peledakan;
5. Menjelaskan cara menangani tabung-tabung gas bertekanan tinggi.
5.1.
Pendahuluan
Ketel uap (boiler), kompresor, dan tabung bertekanan banyak digunakan dalam
aktivitas sehari-hari terutama di gedung-gedung komersial atau industri. Ketel uap
(boiler) merupakan peralatan yang digunakan untuk membangkitkan uap. Ketel uap
banyak digunakan di pembangkit-pebangkit listrik (PLTU), industri-industri (proses
pemanasan, fermentasi, dll.). Jadi sangat luas pemakaiannya.
Kompresor banyak digunakan mulai pada usaha tambal ban, sampai dengan
industri proses dan manufaktur sebagai pembangkit udara bertekanan dalam menunjang
proses produksinya. Sedangkan tabung-tabung bertekanan tinggi juga dipakai di mana
diperlukan zat yang penyimpanannya memerlukan tekanan tinggi yang pada umumnya
mudah terbakar (flammable).
Ketel uap merupakan bejana bertekanan berapi sedangkan kompresor dan tabung
yang disebutkan di atas merupakan bejana bertekanan tinggi yang tidak berapi. Walau
pun berbeda dalam tingkat bahayanya, namun kedua macam bejana bertekanan tersebut
sama-sama berbahayanya.
5.2.
Perlengkapan Minimal Ketel Uap (Boiler)
Perlengkapan pengaman pada ketel uap sudah mempunyai standar yang sangat
tinggi, yang dapat diandalkan untuk mencegah bahaya ledakan. Gambar 5.1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
51
memperlihatkan boiler di lab Teknik Energi lengkap dengan perlengkapan-perlengkapan
utamanya.
Gambar 5.1 Sebuah boiler tipikal
Dalam peraturan Uap Tahun 1930 juga dimuat perlengkapan ketel uap. Peraturan
ini merupakan peraturan tentang ketel uap yang pertama berlaku di Indonesia. Dalam
peraturan ini dinyatakan perlengkapan minimal yang ada pada suatu ketel uap adalah
sebagai berikut:
1) Sekurang-kurangnva mempunyai 2 katup pengaman (safety valve) yang berkualitas,
berukuran cukup, dan dipasang pada ketel uap atau pada kamar uapnya.
Gambar 5.2 Katup pengaman pada
boiler
Gambar 5.3 Alat pengukur tekanan
pada sebuah boiler
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
52
Gambar 5.2 memperlihatkan katup pengaman (safety valve) yang dipasang pada
boiler. Katup pengaman ini adalah untuk mencegah terjadinya tekanan lebih pada boiler.
Katup pengaman ini sudah diset pada tekanan tertentu sesuai dengan tekanan kerja boiler.
Bila terjadi tekanan lebih, katup akan membuka secara otomatis dan kemudian menutup
lagi jika tekanan normal kembali. Dengan demikian boiler terhindar dari ledakan akibat
tekanan kerja yang berlebih. Disyaratkan dengan dua katup adalah untuk menghindari
kegagalan kerja katup secara total.
2) Sekurang-kurangnya mempunyai 1 pedoman tekanan (manometer) (Gambar 5.3).
Alat ukur tekanan untuk mengetahui tekanan boiler setiap saat.
3) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 kran/kerangan coba atau pengukur air dan 1 gelas
pedoman air yang memakai kran sembur yang dapat ditusuk ketika ketel beroperasi,
atau 2 gelas pedoman air (Gambar 5.4-5.5). Perlengkapan ini untuk memastikan
bahwa air di dalam ketel cukup.
Gambar 5.4 Gelas pengukur pada boiler
Gambar 5.5 Kran sembur pada boiler
4) Sekurang-kurangnya mempunyai 2 alat pengisi yang tidak bergantung antara satu
dan lainnya, yang masing-masing dapat memberi air ke dalam ketel dengan leluasa,
dan sekurang-kurangnya satu di antaranya dapat bekerja sendiri (otomatik) (Gambar
5.6);
5) Mempunyai alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan kekurangan
air dalam ketel uapnya, lepas dari masinis atau peladennya (Gambar 5.7);
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
53
Gambar 5.6 Pompa pengisi air boiler
Gambar 5.7 Alarm suara (bel) dari
sebuah boiler tipikal
6) Mempunyai tanda batas air terendah yang diperbolehkan (Gambar 5.8);
7) Mempunyai kran tekanan untuk memasang pedoman tekanan coba;
8) Mempunyai katup/kran buang (Gambar 5.9);
9) Mempunyai lubang lalu orang atau lumpur seperlunya (Gambar 5.10).
Gambar 5.10 Lubang lalu kotoran
Gambar 5.9 Kran buang
Berdasarkan penjelasan ini, memberikan gambaran bahwa, boiler telah diberi
perlengkapan yang sudah memadai untuk menghindari bahaya ledakan atau kerusakan.
Dengan standar yang sudah lengkap ini, secara fisik boiler sudah dapat dikatakan
aman untuk beroperasi. Walaupun begitu, dalam operasinya boiler masih memerlukan
persyaratan lain yang tanpa itu boiler tidak boleh dioperasikan. Persyaratan yang
dimaksud adalah:
a. Boiler (ketel uap) dibuat dan dipasang berdasarkan standar yang berlaku;
b. Boiler (ketel uap) dioperasikan oleh personil yang kompeten dan memegang sertifikat
yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang;
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
54
c. Boiler (ketel uap) diperiksa secara reguler oleh inspektor (pengawas) yang
bersertifikat dari lembaga yang berwenang (Depnaker untuk di Indonesia).
Terjadinya peledakan ketel uap kebanyakan disebabkan oleh akibat peningkatan
titik didih air yang ditentukan oleh tekanannya yang kemudian kehilangan tekanan secara
ekstrim. Titik didih air meningkat dengan meningkatnya tekanannya. Air masih dalam
bentuk cairan pada titik didihnya, 212 °F atau 100°C pada tekanan 1 atmosfir.
Sebagai contoh pada tekanan 7 bar, titik didih air adalah 337 °F atau 170 °C. Jika tekanan
tersebut hilang secara tiba-tiba, misalkan akibat adanva kegagalan pada bagian tertentu
dari ketel, maka air yang bersuhu tinggi tersebut akan berubah fasa menjadi uap secara
spontan. Peristiwa ini dapat mengakibatkan ledakan hebat, dan sangat membahayakan..
5.3.
Kompresor Udara
Meskipun bahaya ledakan pada alat ini lebih rendah dibandingkan bila terjadi
pada ketel uap, bukan berarti alat ini tidak membahayakan. Kompresor udara menjadi
berbahaya, di samping karena tekanan tinggi adalah karena adanya minyak yang
digunakan untuk pelumasan torak-torak pada silindernya. Jika udara ditekan, maka suhu
udara tersebut akan meningkat. Jika suhu udara bertekanan ini meningkat sangat tinggi,
sebagian minyak pelumas dapat menguap dan terbawa ke dalam alat penerima udara, di
mana uap minyak ini akan berkumpul di dalam tabung udara bertekanan tersebut. Jika hal
ini dibiarkan maka kumpulan uap minyak tersebut bisa mengakibatkan terjadinya ledakan
jika terkena api atau panas yang berlebihan.
Untuk mencegah terjadinya ledakan kompresor perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Semua tangki udara harus mempunyai katup buang pada bagian titik terendahnya.
Katup dimaksudkan untuk membuang air kondensasi dalam tangki. Tindakan ini
harus dilakukan secara rutin setiap hari setelah mesin tak beroperasi beberapa lama.
2) Jangan memberi beban (tekanan) lebih pada kompresor.
3) Pastikan bahwa katup pengamannya (safety valve) bekerja dengan baik.
4) Jangan memasukkan minyak pelumas secara berlebihan, karena kemungkinan akan
terbawa ke dalam tangki udara yang bisa menimbulkan bahaya ledakan
5) Gunakan minyak khusus untuk kompresor.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
55
6) Pelihara kompresor dan tabung udara agar tetap baik.
5.4.
Silinder gas
Pemakaian silinder/tabung untuk menyimpan gas bertekanan adalah sangat
umum. Gas yang biasa disimpan dalam tabung adalah gas-gas yang flammable, seperti:
oksigen, hidrogen dan asetilin, karbon dioksida, khlorin dan nitrogen.
Tekanan yang digunakan sangat tinggi (misalnya untuk oksigen - 1800 lb atau 124
bar), maka telah dikembangkan standar konstruksi, pengaman dan penanganannya.
Sifat zat-zat yang disimpan dalam tabung yang berbahaya di antaranya adalah gas
bertekanan dan oksigen, liquified petruleum gas, asetilin dan khlorin. Contohnya:

oksigen dalam bentuk cair atau gas, jika bercampur dengan minyak, grease dan
organic compound lainnya bisa menyebabkan peledakan;

asetilin akan meledak jika ditekan;

gas khlorin sangat korosif dan harus ditangani dengan ekstra hati-hati.
Dalam penyimpanannya perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
1) pada ruang terbuka dengan ventilasi yang memadai;
2) hindari terjadinya benturan pada tabung;
3) tidak terkena sinar rnatahari secara langsung;
4) tidak disimpan dekat dengan bahan-bahan yang mudah terbakar;
5) tidak disimpan dekat dengan sumber panas;
6) suhu penyimpanan harus relatif rendah;
7) tidak disimpan di atas lantai secara langsung.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
56
Gambar 5.11 Peletakan dan Penyimpanan Tabung Gas Mudah terbakar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
57
BAB 6
PENCEGAHAN DAN PEMADAMAN KEBAKARAN
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. Menjelaskan proses terjadinya api;
2. Menjelaskan prinsip pencegahan dan pemadaman api/kebakaran;
3. Menyebutkan dan menjelaskan penyebab-penyebab kebakaran;
4. Menjelaskan fungsi dan operasi alarm kebakaran (fire alarm);
5. Menjelaskan kelas kebakaran;
6. Memilih, menggunakan, mendistribusikan dan memelihara APAR;
7. Menyebutkan jenis-jenis dan menjelaskan prinsip kerja Detektor Kebakaran
Otomatik;
8. Memilih Detektor Kebakaran Otomatik sesuai dengan kebutuhan;
9. Menjelaskan prinsip Pemadam Kebakaran Otomatik
6.1.
Pendahuluan
Jika kita bicara masalah api akan terlintas di benak kita dua hal: pertama, api
merupakan sahabat yang amat kita butuhkan di dalam kehidupan ini, dan yang kedua, api
bisa menjadi sumber malapetaka. Api sangat kita butuhkan, misalnya untuk memasak di
dapur, merebus air, peleburan logam di bidang pengecoran. Api akan sangat bermanfaat
bagi manusia selama ada di bawah kontrol manusia itu sendiri.
Api akan menjadi sumber bahaya bagi manusia karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun jiwa jika api tersebut di luar kemampuan kendali kita,
seperti: kebakaran rumah, pabrik, dan pasar-pasar.
Sebagaimana kita ketahui, semakin maju budaya manusia, dunia semakin dipenuhi
oleh industri-industri yang semakin canggih juga. Kalau perkembangan industri dan
perkembangan teknologi yang semakin canggih ini kurang diimbangi dengan sistem keselamatannya dapat menimbulkan potensi kebakaran yang tinggi. Disinyalir, selama
periode 30 tahun terakhir ini nilai kerugian rata-rata setiap dasa warsa meningkat lebih
dari 30%. Ini menunjukkan betapa kritisnya masalah kebakaran yang memerlukan
kewaspadaan dan kesigapan semua lapisan masyarakat, industri dan turun tangannya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
58
Pemerintah dalam usaha ini. Mengingat betapa kritis masalah kebakaran ini maka pada
bagian ini akan dibahas masalah pencegahan dan penanggulangan/pemadaman kebakaran
6.2.
Proses Terjadinya Api
Untuk dapat melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, terlebih da-
hulu perlu mengetahui asal mula terjadinya api (kebakaran). Api akan timbul jika terdapat
tiga komponen, yaitu, bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen) dan panas (heat) pada suatu
tingkat keadaan tertentu.
4 Bahan bakar: dapat berbentuk padat, cair dan gas. Contohnya:
 Bahan bakar padat: kayu, kertas, karet, dan lain-lain.
 Bahan bakar cair: bensin, kerosin, alkohol, dan lain-lain
 Bahan bakar gas; asetilin, hidrogen, gas alam, dan lain-lain.

Panas: adalah panas yang cukup untuk menimbulkan api (titik bakar).
Sumber panas ini bisa berasal dari panas matahari, listrik, gesekan, reaksi kimia,
dan lain-lain.

Oksigen: Sumber oksigen adalah udara sekitar kita, yang kandungan oksigennya
21%.
Oleh karena api terjadi akibat dari terkumpulnya ketiga komponen sehingga
konsep terjadinya api dapat digambarkan dengan segi tiga yang disebut “Segitiga api”
(fire triangle), di mana bahan bakar (fuel), oksigen (oxygen), dan panas (heat) membentuk
sisi-sisinya (Gambar 6.1). Hilangnya salah satu komponen akan menghilangkan
kemungkinan timbulnya api.
Reaksi kimia
Bhn Bakar
Oksigen
Oksigen
Bhn bakar
Sumber
Gambar 6.1 Segitiga Api
Sumber
Gambar 6.2 Gambar Piramida Api
Biasanya di setiap tempat kerja selalu terdapat bahan bakar (kayu, minyak, kertas,
atau bahan-bahan lain yang dapat terbakar). dan oksigen, sehingga jalan yang paling
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
59
efektif untuk mencegah timbulnya kebakaran adalah dengan menghilangkan atau
mengontrol sumber panas. Untuk mencegah timbulnya kebakaran, di samping
pengontrolan sumber panas, perlu juga dilakukan pembatasan jumlah bahan bakar sebatas
yang diperlukan saja. Untuk menghindari bahaya kebakaran pada tempat-tempat
penyimpanan (terutama tempat penyimpanan bahan-bahan kimia, bahan bakar cair atau
gas) di samping cara penyimpannya harus betul, harus diperhatikan juga masalah ventilasinya. Dengan adanya ventilasi yang baik akan mencegah kebakaran akibat rendahnya
kandungan uap bahan bakar di udara.
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan telah ditemukan bahwa api terjadi
karena adanya reaksi kimia, maka timbullah konsep baru yang merupakan penyempurnaan konsep segi tiga api, yang disebut “Piramida Api” (fire pyramid). Piramida api
terdiri dari empat elemen, yaitu: bahan bakar, oksigen, panas dan reaksi kimia seperti
yang terlihat pada Gambar 6.2.
6.3.
Prinsip Pencegahan dan Pemadaman Api
Berdasarkan konsep piramida api kita mempunyai empat cara untuk menang-
gulangi/memadamkan api (kebakaran):

Pemisahan Oksigen
Prinsip ini memisahkan oksigen dari api, dengan jalan, misalnya, menutup lobang
pengisi tangki bahan bakar yang terbakar, atau menggunakan busa (foam) di mana busa
akan mengisolir api dari udara/oksigen. Hal ini akan menyebabkan kadar oksigen
menurun/hilang sampai dengan api mati (smoothering action), atau dengan memasukkan
gas murni CO2 (purging/inerting) di mana CO2 akan mengikat oksigen dari api sehingga
api mati.

Penghilangan Bahan Bakar
Menghilangkan/memisahkan bahan bakar dengan api, dengan jalan menutup katup
saluran bahan bakar/kimia yang menyebabkan kebakaran. Kalau bahan bakar habis, api
akan mati.

Pengontrolan Sumber Panas
Pengontrolan sumber panas dilakukan dengan jalan mendinginkan bahan yang
terbakar sehingga tercapai suhu di bawah titik/suhu bakar (ignition temperature), misalnya dengan semprotan air.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
60

Penghentian Reaksi Kimia
Dengan menghentikan/mengganggu reaksi kimia yang terjadi dalam proses
pembentukan api/kebakaran, dengan jalan menyemprotkan bahan kimia kering (dry
chemical) atau dengan gas halon. Dengan zat kimia
Dengan diketahuinya konsep dasar terjadinya api/kebakaran diharapkan kita akan
lebih berhati-hati dan lebih waspada lagi terhadap bahaya kebakaran; mengetahui
bagaimana seharusnya agar tidak terjadi api/kebakaran dan alat-alat apa yang harus
disiagakan untuk memadamkan api/kebakaran serta yang tak kalah penting adalah adanya
personil-personil yang telah siap melakukan tindakan penanggulangannya.
6.4.
Penyebab Kebakaran
Secara umum, faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebakaran adalah manusia,
mesin/alat dan alam.
6.4.1. Faktor manusia.
Faktor ini merupakan faktor yang paling dominan dari ketiga faktor penyebab
kebakaran lainnya, karena manusia merupakan faktor pengendali faktor-faktor yang lain.
Kebakaran akibat faktor manusia, antara lain disebabkan oleh:
 Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan sering kali menyebabkan kebakaran. Misalnya, seorang
tukang las mengelas sebuah tangki yang kemudian meledak. Pekerjaan pengelasan
suatu kontainer yang pernah berisi bahan bakar cair tidak dapat dilakukan begitu saja,
melainkan memerlukan cara-cara dan prosedur-prosedur tertentu yang harus
diikuti/dipenuhi.
 Kurangnya pengawasan
Meskipun sudah cukup diberikan pencerahan dan pengetahuan, kadangkala
manusia lupa; untuk itu perlu ada pengawasan.
 Kesengajaan
Berdasarkan hasil penyelidikan suatu kebakaran yang dilakukan oleh yang berwenang, sering dijumpai adanya faktor kesengajaan. Sedangkan faktor kesengajaan itu
sendiri mempunyai berbagai motif, misalnya: karena sakit hati, penghilangan jejak
kejahatan, untuk mendapatkan asuransi, atau tindakan subversi.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
61
6.4.2. Faktor alat/mesin
Alat dan mesin dapat menjadi penyebab timbulnya kebakaran jika kurang benar
instalasi, cara pemakaian dan pemeliharaannya.

Instalasi kelistrikan
Dewasa ini sebagian besar peralatan atau permesinan menggunakan listrik
sebagai sumber energinya, maka potensi timbulnya api sangatlah tinggi. Kesalahan
instalasi atau kesalahan operasi bisa mengakibatkan suatu kebakaran karena
kelistrikan.

Gesekan/friksi
Gesekan antara bearing/bantalan dan poros atau tali kipas dan pulley jika kurang
mendapatkan pengawasan (pendinginan) dapat menimbulkan panas. Panas ini yang
bisa menimbulkan kebakaran.

Api terbuka
Yang dimaksud dengan api terbuka adalah api yang berasal dari suatu alat,
misalnya: korek api, las, solder, kompor. Ini paling tinggi potensi kebakarannya.
 Penyalaan spontan (spontaneous ignition)
Penyalaan sendiri (spontan) merupakan hasil suatu pemanasan yang terjadi
akibat reaksi kimia yang menimbulkan panas akibat terjadinya oksidasi. Misalnya
sodium dan potassium akan berdekomposisi jika bercampur dengan air, mengeluarkan gas hidrogen dan dapat menyala/terbakar dengan sendirinya. Hal ini erat sekali
dengan masalah penyimpanan. Penyimpanan yang salah dapat berakibat fatal,
kebakaran atau peledakan.

Listrik statis
Masalah listrik statis ini sering juga menimbulkan kebakaran jika kurang mendapatkan perhatian. Akumulasi muatan listrik pada suatu tingkat dan kondisi tertentu
akan melakukan loncatan ke kumpulan muatan tak sejenis. Lompatan muatan ini
menimbulkan busur api yang jika terjadi di sekitar bahan-bahan yang mudah terbakar
dapat menimbulkan kebakaran. Kebakaran akibat listrik statis ini sering terjadi di
pabrik-pabrik tekstil.
6.4.3. Faktor alam
Meskipun manusia diberi kemampuan untuk mengelola alam akan tetapi sering
terjadi musibah yang sama sekali di luar jangkauan kemampuan manusia (meskipun
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
62
mungkin akibat ulah manusia), yang menimbulkan kebakaran, misalnya: petir, gempa
bumi, gunung meletus.
6.5.
Alarm Kebakaran
Pada suatu industri atau lingkungan kerja yang baik selalu dilengkapi dengan
alarm kebakaran (fire alarm). Fire alarm ini, jika diaktifkan, akan memberi tanda/sirene
adanya kebakaran kepada para pekerja sehingga semua pekerja mengetahui kalau terjadi
kebakaran, kemudian melakukan tindakan penyelamatan diri atau penaggulangan secara
bersama-sama.
Pada suatu industri yang besar, di mana terdapat berbagai jenis/tingkat bahaya
kebakaran, biasanya, sistem alarm tidak hanya digunakan untuk memberikan tanda ke
daerah sekeliling saja, namun sekaligus dirancang untuk mengaktifkan sistem pemadam
kebakaran otomatis, dan dapat juga berhubungan dengan pusat satuan pemadam
kebakaran setempat. Alat untuk mengaktifkan fire alarm ini dapat berupa pull handle,
break glass, atau push button, yang telah direncanakan sedemikian rupa sehingga mudah
mengoperasikannya.
Para pekerja harus tahu di mana terdapat fire alarm dan bagaimana mengoperasikannya. Sering kali terjadi kebakaran besar (yang seharusnya dapat diatasi) akibat
ketidaktahuan para pekerja dalam mengaktifkan fire alarm di lingkungan kerjanya.
Semakin dini kebakaran diketahui dan diatasi maka akan semakin besar tingkat
keberhasilannya.
Ada tiga hal mendasar yang harus diketahui oleh para pekerja yaitu:
 di mana terdapat fire alarm.
 bagaimana cara mengaktifkan fire alarm
 kapan fire alarm perlu diaktifkan (setiap ada kebakaran, meskipun kecil)
6.6.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Semua kebakaran besar asal mulanya dari api yang kecil maka pemadaman yang
paling tepat adalah saat api masih kecil (sedini mungkin). Untuk menanggulangi
kebakaran dalam ukuran terbatas (kecil) ini perlu disediakan alat pemadam api ringan
(portable fire extinguisher) di sekitar lingkungan kerja yang dianggap mempunyai potensi
kebakaran.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
63
Banyak jenis APAR dan salah satunya ditunjukkan pada Gambar 1.36.
Penyediaan alat pemadam kebakaran ini harus tetap dilakukan meskipun telah tersedia
sistem pemadam kebakaran otomatis (misal: sistem sprinkler). Jenis pemadam api ringan
ini harus dipilih berdasarkan bahan/alat yang akan diamankan, karena dengan salahnya
pemilihan ini bisa berakibat fatal bagi objek yang diamankan pada saat terjadi kebakaran.
Gambar 6.3 Contoh APAR
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam memilih dan menempatkan alat
pemadam kebakaran termaksud, yaitu:

Tempat/sumber api

tempat-tempat di mana terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar

jenis/kelas kebakaran yang ada.
Sehubungan dengan hal yang terakhir, berikut ini akan dibahas tentang penggolongan
api/kebakaran.
6.6.1. Klasifikasi kebakaran
Pada umumnya api/kebakaran dapat digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu kelas A,
B, C, dan D.
 Kelas A adalah kebakaran bahan-bahan biasa (ordinary materials), seperti kayu, kain,
kertas, karet, dan plastik.
 Kelas B adalah kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar seperti: oli, grease,
aspal, minyak cat, gas yang mudah terbakar.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
64
 Kelas C adalah kebakaran pada peralatan-peralatan yang beraliran listrik, di mana
diperlukan media pemadam yang bersifat nonkonduktif.
 Kelas D adalah kebakaran pada logam-logam yang dapat terbakar, seperti
magnesium, titanium, zirconium, sodium, lithium dan potasium.
Ditinjau dari kelas bahaya kebakarannya maka pemilihan alat pemadam
kebakaran adalah sebagai berikut:
Gambar 6.4 Pemilihan Media Pemadam berdasarkan Kelas Kebakaran
6.6.2. Peletakan Alat Pemadam Kebakaran
Sebagaimana telah disinggung pada bagian bagian sebelumnya bahwa pemadaman/penanggulangan kebakaran harus dilakukan secara cepat dan tepat. Untuk dapat
melakukan hal ini, di samping faktor kesiapan personel dan kesiapan alat (berisi penuh,
siap dioperasikan), faktor letaknya pun amat penting. Apa artinya kesiapan personil dan
alat kalau letaknya terlalu jauh dan tersembunyi. Dalam keadaan darurat (emergency). hal
ini akan sangat menyulitkan.
Untuk meletakkan alat pemadam kebakaran perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Letak alat pemadam kebakaran harus mudah dicapai dan diambil untuk dipergunakan.
Letaknya biasanya di sekitar tempat jalan orang.
2) Jika ditempatkan di dalam lemari, lemari tidak boleh terkunci kecuali ada alasan lain
dan termasuk di dalam tindakan darurat (emergency plan).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
65
3) Harus terlihat jelas, tidak boleh terhalang dari pandangan atau tersembunyi. Untuk
ruang yang sangat luas atau pada suatu tempat tertentu di mana hal yang tersebut di
atas tidak dimungkinkan maka perlu diberi tanda atau terdapat alat pemadam kebakaran.
4) Alat pemadam kebakaran diletakkan tergantung pada suatu hanger atau di dalam
lemari atau di atas roda (untuk tipe beroda).
5) Letak alat pemadam kebakaran di atas lantai harus disesuaikan dengan beratnya.
-
berat < 40 lb (18,14 kg) : ketinggian (ujung bagian atas) < 4 ft (1,53 m)
-
berat > 40 lb (18,14 kg) ; ketinggian < 3,5 ft (1,07 m) di atas lantai.
Harus diperhatikan hal-hal yang dapat membahayakan alat pemadam kebakaran
seperti temperatur, atau lainnya yang dapat mengakibatkan terjadinya karat atau
kerusakan fisik lainnya (lihat bagian peletakan dan penyimpanan tabung gas.
6.6.3. Prosedur Pemakaian APAR
 APAR akan efektif bila:
1) Siap pakai (terisi penuh, kondisi baik, dan ada pada tempatnya)
2) Dioperasikan oleh personel yang mampu dan mau
3) Ketika kebakaran masih kecil
 Pemeriksaan cepat APAR
Untuk mengetahui kesiapan APAR, perlu dilakukan pemeriksaan cepat sebagai
berikut:
1) Periksa indikator tekanan (gauge). Indikator tekanan harus berada pada zona
hijau. (APAR CO2 tidak memiliki indikator tekanan).
2) Tabung pemadam harus memiliki kartu tanda pemeriksaan.
3) Pin dan handel harus diamankan dengan segel (plastik)
4) APAR dan selang harus dalam kondisi baik (tidak ada indikasi kerusakan).
Untuk dapat menggunakan APAR perlu mempelajari cara penggunaan APAR.
Prosedur dan tata cara penggunaan APAR pada umunya dicetak pada tabungnya. Antara
satu APAR dan lainnya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, oleh karena itu,
pemahaman terhadap prosedur mutlak harus dilakukan sebelum memakainya. Secara
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
66
prinsip prosedur pemadaman api/kebakaran dengan menggunakan APAR ditunjukkan
pada Gambar 6.5.
Gambar 6.5 Teknik pemadaman api dengan APAR
Dasar memutuskan mau memadamkan kebakaran memakai APAR:
1)
Anda telah dilatih dalam pemakaian APAR
2)
Anda mengetahui pasti apa yang terbakar
3)
Api tidak menyebar dengan cepat.
4)
Ruangan tidak penuh dengan asap dan panas.
5)
Ada jalur jalan menyelamatkan diri.
6)
Ikuti naluri Anda.
6.6 Detektor Kebakaran Otomatis
Detektor kebakaran otomatis (Automatic fire detector (AFD)) merupakan mata
rantai dari suatu sistem proteksi kebakaran otomatis, di mana detektor ini bekerja/berfungsi mendeteksi dan memberi tahu adanya api/kebakaran. Untuk dapat bekerja
dengan baik dan sebagaimana mestinya, AFD ini harus dipasang dengan benar di tempat
yang akan diproteksi.
Ada banyak jenis detektor yang digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Jenisjenis detektor yang umum digunakan dimuat berikut ini.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
67
 Detektor panas (Heat Detector)
 Suhu tetap (fixed temperature detector)
Detektor ini akan bekerja dan memberikan informasi atau sinyal bila suhu di
sekitarnya mencapai suhu presetnya atau yang telah ditetapkan (tetap)
(jenis: Bimetallic, Electrical Conductivity, Fusible alloy, Heat sensitive Cable, Liquid
expansion).
Gambar 6.6 Detektor panas fusible alloy pada ruang pembakaran
Warna cairan dan suhu
kerja:
 Oranye : 57 °C
 Merah : 68 °C
 Kuning : 79 °C
 Hijau : 93 °C
 Biru
: 141 °C
Gambar 6.7 Detektor panas jenis liquid expansion dan thermistor

Laju kenaikan suhu (rate of rise temperature detector)
Detektor ini bekerja mendeteksi adanya kenaikan suhu yang sangat cepat/tidak
normal melebihi nilai kecepatan yang menjadi nilai presetnya
(type: Pneumatic, Thermoelectric effect (semikonduktor))
Detektor pada Gambar 6.6 menggunakan logam campuran sebagai
detektornya. Detektor ini sesuai untuk suhu tinggi dan biasanya dipasang pada ruangruang pembakaran boiler. Detektor ini akan meleleh bila suhu sekitarnya mencapai suhu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
68
leburnya. Sedangkan detektor pada Gambar 6.7 sensor suhu tipe liquid expansion dan
detector laju kenaikan suhu tpe thermistor.
Sensor tipe liquid expansion berupa tabung gelas kecil, yang akan pecah
kacanya karena meningkatnya tekanan cairan yang ada di dalamnya karena
pengembangan akibat tinggi suhu sekitar. Detektor yang menggunakan thermistor
(semikonduktor) memanfaatkan sifatnya yang tahananannya berubah akibat perubahan
suhu untuk melakukan kerjanya.
Detektor laju kenaikan suhu
 Detektor Asap (Smoke Detector)
Smoke detector akan mendeteksi asap atau partikel lain yang merupakan output dari
suatu kebakaran. Ada beberapa jenis detector ini, di antaranya adalah tipe ionisasi yang
menggunakan radioaktif (Gambar 6.7) dan fotoelektrik (Gambar 6.8).
Gambar 6.7
Detektor asap
menggunakan
radioaktif
Gambar 6.8 Detektor asap
menggunakan fotoelektrik
Tipe ionisasi
 Detektor ionisasi memiliki sumber radioaktif kecil yang digunakan untuk mengisi
udara di dalam ruang kecil.
 Udara bermuatan membuat arus kecil menyeberang melalui ruang dan membuat
rangkaian listrik tertutup.
 Ketika asap memasuki ruang tersebut, menghalangi radiasi, dan memutus arus
dan memicu alarm
 Detektor tipe ini merespon dengan cepat terhadap partikel asap yang sangat kecil
(bahkan tidak terlihat oleh mata telanjang) dari kebakaran yang sangat panas, tapi
mungkin merespon sangat lambat asap tebal dari api/kebakaran suhu rendah.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
69
Tipe Foto elektrik
 Pada detektor asap fotolistrik, sumber cahaya dan sensor cahaya diletakkan
sedemikian rupa sehingga sinar dari sumber cahaya tidak mengenai sensor
cahaya.
 Ketika asap memasuki lintasan cahaya, sebagian cahaya akan memantul dan
diarahkankan ke sensor, menyebabkan detektor aktif dan mengaktifkan alarm.
 Detektor ini merespon dengan cepat terhadap partikel asap yang terlihat (visible)
dari bara api, tapi kurang sensitif terhadap partikel yang lebih kecil dari bara api
atau kebakaran sangat panas.
 Detektor Nyala Api (Flame Detector)
Detektor jenis ini mendeteksi adanya cahaya kebakaran, baik yang terlihat mata
dalam bentuk nyala api (4000-7700 Angstrom); atau yang di luar jangkauan penglihatan
mata manusia (type flame flicker, Infra-red/di atas 7700 Angstrom, ultra violet/dibawah
4000 Angstrom). Contoh detector ini ditunjukkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9 Detektor nyala api
Flame detectors adalah perangkat yang melihat cahaya jenis tertentu (infrared, visible,
ultraviolet) yang dipancarkan oleh api kebakaran. Ketika detektor mendeteksi cahaya
dari api, detector mengirim sinyal untuk mengaktifkan alarm.
 Detektor Gas Api (Fire Gas Detector)
Detektor ini mendeteksi adanya gas–gas yang timbul sebagai akibat atau output dari
api/kebakaran. (type: Semi conductor, Catalytic element).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
70
Gambar 6.10 Contoh Detektor Gas Kebakaran
Itulah contoh-contoh detektor kebakaran yang sudah umum digunakan di industriindustri dan bangunan-bangunan komersial, rumah sakit dan perkantoran. Melalui fire
protection control panel, informasi atau signal dari automatic fire detector tersebut akan
mengaktifkan fire alarm, dan atau dapat langsung digunakan untuk mengaktifkan sistem
pemadam kebakaran otomatis.
6.7.
Pemadam Kebakaran Otomatis
Pemadam kebakaran otomatis adalah sistem peralatan pemadam kebakaran yang
terpasang permanen untuk melindungi peralatan, bangunan dari bahaya kebakaran yang
bekerja secara otomatis.
Terdapat berbagai sistem dan media pemadam, yang pemilihannya disesuaikan
dengan sifat-sifat api/kebakaran dan situasi setempat lainnya (material, besar kecilnya
bahaya api, kecepatan pemadaman, dan sebagainya). Jenis-jenis media yang digunakan
antara lain adalah: air, foam, halon, CO2, kimia kering. Gambar 6.11 dan 6.12
menunjukkan sistem pemadam kebakaran otomatis dengan media air dan gas.
Khusus untuk pemadam kebakaran yang menggunakan media air dibagi menjadi
dua, yaitu sistem basah dan sistem kering. Sistem basah adalah pipa-pipa dalam keadaan
berisi air bertekanan sedangkan sistem kering, pipa-pipa saluran air dalam keadaan
kosong tapi berisi udara bertekanan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
71
Gambar 6.11 Sistem hidrant untuk pemadam kebakaran otomatis
Gambar 6.12 Sistem pemadam api otomatis media gas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
72
BAB 7
KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA
7.1.
Pendahuluan
Bahaya penyakit akibat kerja bisa dikendalikan melalui penerapan perencanaan
dan metoda enjinering (rekayasa). Tiga kelompok orang terlatih diperlukan untuk
mendapatkan efisiensi pengendalian yang baik, masing-masing kelompok harus mampu
menjalankan fungsi masing-masing dan bekerja sama antar ketiganya dengan baik. Peranan dari ketiga kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
 Ahli Teknik Keselamatan Kerja:
Ahli Teknik Keselamatan Kerja harus mempunyai pengetahuan umum tentang
bahan-bahan yang berbahaya, pengaruhnya terhadap tubuh manusia dan metoda
pengendalian bahaya yang dikandung oleh bahan-bahan tersebut sehingga terjaga
dalam batas-batas yang diperbolehkan.
 Ahli Hygien industri:
Ahli hygien industri memperhatikan bahaya-bahaya yang ada di lingkungan
kerja dan melakukan pengendaliannya berdasarkan hasil penyelidikan dan analisis
yang tepat.
 Dokter:
Dokter memperhatikan kesehatan pekerja melalui medikal, diagnostik, dan
pengendalian bahaya, serta bertanggungjawab dalam penyusunan dan penjagaan
prosedur terkait dengan pendeteksian kerusakan dan perlakuan (perawatan) yang
diperlukan.
Prosedur standar menyatakan bahwa luka akibat kerja adalah setiap luka termasuk
penyakit kerja dan disabilitas akibat kerja lainnya yang timbul baik di luar maupun di
dalam pekerjaan.
Penyakit kerja merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan
kerja yang tidak sehat, yang biasanya merupakan suatu hal yang aneh dalam suatu proses
atau pekerjaan di mana karyawan ada di dalamnya. Biasanya penyakit kerja menyebar di
seluruh proses manufakturing dan pertambangan (mining). Pemakaian bahan-bahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
73
kimia akan menimbulkan bahaya dalam setiap pekerjaan. Bahan kimia dan proses yang
baru membawa bahaya yang baru pula.
Data dari industri terbesar Amerika Serikat menunjukkan bahwa kompensasi yang
harus dibayarkan untuk penyakit akibat kerja ini mencapai 1-3 % dari total kompensasi
akibat kecelakaan kerja industri, dan proporsi ini saat ini menurun dengan semakin
berkembangnya standar-standar. Beberapa negara bagian menyatakan bahwa kompensasi
penyakit akibat kerja ini di bawah 1 % dari biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja.
Kondisi pada saat ini sudah jauh lebih baik, karena tersedianya para profesional di
industri-industri maju yang khusus menangani masalah ini.
7.2.
Klasifikasi Bahaya terhadap Kesehatan
Bahaya terhadap kesehatan di tempat kerja dibagi menjadi bahaya: kimia,
biologi, kondisi lingkungan
 Kimia
Racun dan korosi adalah dua macam bahaya yang ditimbulkan oleh bahan-bahan
kimia. Bahan-bahan kimia ini bisa berbentuk gas, uap, cairan, benda padat atau debu
atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
 Biologi
Bahaya-bahaya biologi adalah bahaya-bahaya seperti anthrax, parasit seperti
trichinosis, penyakit seperti pnemonia, tuberculosis, tulsremia, dan lain-lain.
 Kondisi lingkungan
Bahaya-bahaya ini merupakan akibat dari kondisi lingkungan kerja seperti
kebisingan (noise), radiasi energi, getaran (vibrasi), suhu atau perubahan suhu yang
ekstrim.
7.3.
Cara penyerangan ke tubuh
Bagaimana cara bahaya-bahaya tersebut bisa menyerang ke tubuh kita dijelaskan
pada bagian berikut ini.
 Pernafasan
Mayoritas keracunan adalah akibat dari penghirupan udara yang terkontaminasi
dengan bahan-bahan beracun, seperti:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
74
- Gas: bahan yang pada suhu biasa dan pada tekanan atmosfir saja sebagai gas
seperti karbon mono oksida, hydrogen sulfide dan illuminating gas.
- Uap: bentuk gas yang ada pada suhu biasa dan tekanan atmosfir sebagai gas dan
cairan atau padat seperti bensol, alkohol, dan air.
- Kabut: titik-titik air yang sangat halus yang ada di udara sebagai hasil
kondensasi dari bentuk gas atau dari semprotan cairan (air, cat).
- Debu: partikel-partikel padat kecil dan cukup halus yang bercampur dengan
udara terhirup dan mengendap di dalam paru-paru. Debu korosif mengakibatkan
penyakit saluran pernafasan. Jenis-jenis debu yang membahayakan kesehatan
kita antara lain: debu penyebab iritasi kulit (soda kaustik, potash, dll), debu beracun (lead, arsenic, mercury, cadmium, phosporus, dan bahan kimia campuran
lainnya), debu fibrosis (penyebab awal TBC, silika bebas, asbestos), debu murni
(tidak berbahaya), debu penyebab alergi (terhadap orang tertentu, debu katun,
kulit, rambut, wool dan debu gergajian kayu), uap dan asap (amonium chlorid)
 Kulit
Penyerapan melalui kulit langsung menyerang tubuh.
- Keracuan fatal: hanya beberapa bahan yang mudah terserap melalui kulit
(tetraethyl lead, hydrocyanic).
- Bahan korosif: ini menyerang langsung ke kulit contoh asam kuat (sulfuric,
nitric, hydrofluoric, dll), alkalis (caustic soda, caustic potash, lime), chlorin,
bromine, phenol, dll.
- Solvent: tidak menyerang kulit langsung namun mengurangi resistansi yang bisa
rentan terhadap serangan bakteri semacam dermatosis (gasolin, kerosin,
alkohol).

Mulut
Tertelan melalui mulut. Bahan-bahan beracun di lingkungan biasa yang bercampur
dengan makanan, rokok, minuman, dan lain-lain.
7.4.
Kondisi lingkungan yang berbahaya
Ada sejumlah kondisi lingkungan yang bisa membahayakan kesehatan manusia.
Kondisi lingkungan ini bisa merupakan dampak dari proses produksi ataupun akibat
pemakaian peralatan-peralatan dalam proses tersebut.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
75
 Getaran yang terus menerus
Getaran yang terus menerus dapat mengakibatkan kelelahan, kegugupan,
dan mengakibatkan jari kehilangan rasa juga peradangan. Contohnya:
penggunaan mesin secara terus-menerus, misalnya pada air hammer, gerinda
berkecepatan tinggi, mesin jahit, dll.
Tabel 7.1 Baku Tingkat Getaran
(Kepmen. Lingkungan Hidup No.: Kep-49/MENLH/11/1996)
 Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan. Manusia dapat mendengar
suara dengan frekuensi 20 sampai 20.000 Hz. Dalam konteks ini, suara yang
tidak diinginkan misalnya intensitas, durasi atau intermitansi. Gangguan yang
ditimbulkan: pencernaan, komunikasi, perilaku (mudah marah, gelisah dan
takut), dan pendengaran Di kota-kota besar dan beberapa pekerjaan memiliki
level suara yang berbahaya bagi orang yang sering terekspos suara tersebut.
Banyak variabel dalam menentukan sejauh mana batas dan efek dari kebisingan
ini. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang dibolehkan adalah
sekitar 80-85 desibel (American Standards Association).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
76
Tabel 7.2 Nilai Ambang Kebisingan
(Kep Menaker No. KEP-51/M)
Gambar 7.1 Tingkat Kebisingan pada Bermacam-macam Jenis Pekerjaan
 Pencahayaan
Pencahayaan, kontras, cahaya yang menyilaukan serta lampu yang
berkedip dapat mengakibatkan rusaknya mata dan mempengaruhi sistem
syaraf.
 Radiasi Elektromagnetik (Energi Radiasi)
Radiasi elektromanetik dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi
tidak mengion. Radiasi pengion adsalah jenis radiasi yang mampu memecah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
77
molekul yang dilaluinya (sinar X dan sinar gamma). Sedangkan radiasi bukan
pengion tidak, seperti: medan magnet/ listrik, sinar ultra violet, sinar infra red,
frekuensi radio termasuk gelombang mikro. Akibat dari paparan ini adalah:
gangguan sistem syaraf, kardiovaskular, reproduksi dan leukemia.
Nilai ambang batas (WHO dan IRPA): 100 mTesla (mT) untuk medan
magnet dan 10 kV/m untuk medan listrik
 Sinar Infrared
Sinar yang menghasilkan panas yang berlebih dapat mengakibatkan stroke,
jantung, iritasi kulit, dan katarak. Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan belum ditetapkan. Sumber: peleburan baja, peleburan gelas, dan
bara logam.
 Sinar Ultraviolet (UV)
Sinar UV dapat mengakibatkan rasa terbakar pada kulit yang
terdedah pada sinar. Sinar ini juga dapat merusak mata, yaitu
conjunctivitis, iritasi, dan corneal ulcers. Sumber utama adalah dari
percikan bunga api pada mesin pengelas listrik dan matahari. Alat
proteksinya adalah baju dengan desain khusus, helm, sarung tangan serta
kacamata kobal.
 Radiasi Microwave
Radiasi microwave dihasilkan dari arus dengan frekuensi tinggi pada
peralatan elektronik, seperti radar, dapat membakar baja dan flashbulb.
Frekuensi lebih tinggi dari 300 µc (micro cycle) dapat membahayakan
manusia. melalui proses absorbs. Penetrasi ke dalam tubuh tergantung
panjang gelombang, frekuensi lebih pendek, penetrasi lebih dalam.
Kandungan air lebih tinggi, absorbsi gelombang mikro meningkat.
Dampaknya antara lain konjungtivitis, katarak, gangguan sistem syaraf,
dan gangguan reproduksi. Proteksinya, umumnya, jangan berada terlalu
dekat dengan sinar radar, baik kecil maupun besar. Jangan melihat langsung pada antena radar, terutama pada jarak yang dekat.
 Sinar Gamma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
78
Dihasilkan dari zat-zat radioaktif, dan juga sinar X. Paparan yang berlebihan terhadap sinar gamma akan mengakibatkan reduksi terhadap vitalitas, kelesuan, sakit kepala, anemia serta leukemia. Paparan yang ekstrim
terhadap bagian tubuh dapat mengakibatkan pembakaran radium. Ambang
Batas umum adalah 0,55 Sv.
Perlakuan kontrol terhadap sinar Gamma:
a) Simpan dan pakai zat dengan jumlah seminimal mungkin
b) Pekerja harus dikondisikan dengan jarak yang sangat jauh dari sinar
gamma
c) Gunakan penghalang yang protektif
d) Minimumkan waktu ekspos terhadap sinar gamma serendah mungkin.
 Temperatur dan kelembapan
Temperatur dan kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme kontrol temperatur tubuh, meskipun tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap
perubahan dengan jangkauan luas.
 Zona Nyaman
Kelembapan relatif adalah elemen penting dalam memelihara kenyamanan.
Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi tingkat evaporasi dari
perspirasi yang menjaga suhu tubuh tetap normal. Jika suhu tubuh mengalami
kenaikan yang terlalu tinggi, dapat mengakibatkan kelelahan.
 Kekejangan akibat panas
Perspirasi berlebihan dapat mengakibatkan penggunaan garam-garaman yang
berlebih dari tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan kekejangan. Jumlah garamgaraman yang dikonsumsi oleh pekerja harus di bawah kontrol dokter.
Tabel 7.3 Nilai Ambang Batas Suhu Berdasarkan Jenis Kerja (°C)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
79
BAB 8
ALAT PENGAMAN DIRI (PPE)
8.1.
Pendahuluan
Alat pengaman (keselamatan) diri (Personal Protective Equipment (PPE))
merupakan lapis terakhir dan sangat tipis dari upaya keselamatan bagi manusia.
Antisipasi bagi keselamatan manusia dimulai dengan cara penghilangan potensi bahaya
kemudian bila bahaya tidak bisa dihilangkan maka harus diganti dengan tingkat bahaya
yang lebih rendah atau diberi pelindung bahaya. Bila sampai pelindung bahaya pada
mesin/ peralatan sudah diterapkan namun bahaya masih ada maka tidak ada pilihan lain
kecuali menghadapi bahaya itu. Untuk meminimalkan dampak bahaya yang ada adalah
melalui pelapisan akhir, yaitu melalui peralatan pengaman (keselamatan) diri. Jadi, peralatan pengaman diri ini diperuntukkan bagi para pekerja untuk melindungi diri dari
bahaya-bahaya yang mungkin menimpa diri sewaktu menjalankan tugas.
8.2.
Klasifikasi Alat Keselamatan Diri
Banyak jenis alat pengaman diri sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Untuk peker-
jaan-pekerjaan umum, jenis-jenis alat pengaman diri yang perlu diketahui dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Alat pelindung batok kepala
2) Alat pelindung muka dan mata
3) Alat pelindung badan
4) Alat pelindung anggota badan (tangan dan kaki)
5) Alat pelindung pernafasan
6) Alat pencegah jatuh
7) Alat pelindung pendengaran
Berikut ini adalah jenis-jenis alat keselamatan diri sesuai dengan pengelompokan dan
penggunaannya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
80
Tabel 8.1 Jenis-jenis alat keselamatan diri dan Penggunaannya
No.
1.
2.
Alat keselamatan
Alat pelindung batok kepala
 Topi keselamatan
Penggunaannya
 Topi keselamatan listrik
Pelindung kepala dari sengatan listrik. Topi ini
mempunyai kemampuan isolasi yang tinggi
 Topi penyemprot pasir
Alat pelindung muka dan mata
 Kap las tangan/dipegang dengan
tangan
Pekerjaan menyemprot pasir
 Kap las kepala dengan topi keselamatan
Pelindung muka, mata, dan batok kepala waktu
mengelas listrik (dimungkinkan ada bahaya benda
jatuh)
Mengasah, membuat, menetak, bekerja dengan bahanbahan kimia.
 Pelindung muka
 Pelindung mata
 Kacamata karet
3.
4.
Pelindung batok kepala dari tertumbuk dan dari bendabenda jatuh (tahan benturan)
Pelindung muka dan mata pada waktu mengelas listrik
Mengasah, menetak, bekerja dengan bahan-bahan kimia
lemah
Bekerja di daerah berdebu
 Kacamata keselamatan
Melakukan pengecatan, membelah dan menetak beton,
dll.
 Pelindung mata kedok (dapat
dibuka)
Alat pelindung badan
 Pelapis dada dari kulit
Melakukan pengecatan, membelah dan menetak beton,
dll. bagi yang menggunakan kacamata
Mengelas karbit dan listrik, menempa, menuang dan
kerja panas lainnya
 Pelapis dada dari karet
Alat pelindung tangan-kaki
 Sarung tangan asbes
Bekerja dengan bahan-bahan kimia
 Sarung tangan kain
Kerja kotor yang ringan sekali, mematri, mengecat, dsb.
 Sarung tangan untuk kerja ringan
Pekerjaan konstruksi dan pengangkutan yang ringan
 Sarung tangan untuk kerja berat
 Sarung tangan las
Pekerjaan konstruksi, pengangkutan yang berat, buka
tutup kerangan uap panas, tukang api
Mengelas listrik dan karbit
 Sarung tangan karet
Bekerja dengan bahan-bahan kimia
 Sepatu karet panjang hitam
Bekerja dengan bahan kimia (asam garam, soda asam,
belerang, dsb; minyak kasar (bensin, minyak, dan gas);
kerja tanah dan kerja kotor lainnya
 Sepatu keselamatan
Pelindung jari-jari kaki dari tertumbuk dan tertimpa
benda jatuh yang berat.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kerja panas, tuang-menuang, membengkokkan pipa,
tukang api, buka tutup kerangan uap yang panas, dsb.
81
5.
6.
 Sepatu karet panjang putih
Membersihkan tangki-tangki bensin
 Sepatu karet panjang hitam
sampai ke paha
Untuk pekerjaan tanah
 Pelindung kaki dari kulit
Pekerjaan mengelas listrik, karbit, menempa dan
pekerjaan tuang menuang.
Alat pelindung pernafasan
 Topeng gas hitam
Dipakai dengan canister-canister di udara luar, dilarang
dipakai dalam tangki. (tipe SH untuk CO2, CC untuk
organik, GG untuk chloor, A untuk ammoniak, D untuk
CO.
 Topeng gas putih
Dipakai di udara luar dengan canister CC, tidak boleh
dalam tangki.
 Topeng udara segar
Membersihkan tangki-tangki yang belum bebas dari
gas, pekerjaan pertolongan yang selalu siap dengan
udara bersih.
 Topeng penahan debu
Bekerja dengan debu, belerang, semen, dll.
Alat pencegah jatuh
 Sabuk/tali keselamatan
Pekerjaan yang tinggi di atas 2,5 meter termasuk di atas
bergas yang baik
 Jaring keselamatan
7.
Dipakai pada pekerjaan-pekerjaan di atas mesin yang
sedang berputar atau di tempat-tempat yang tidak
memungkinkan menggunakan sabuk keselamatan
Alat pelindung pendengaran
 Ear plug (sumbat telinga yang
terbuat dari karet)
 Ear muff (tutup telinga)
Dipakai untuk mengurangi suara yang masuk ke telinga
(tempat pengujian mesin)
Dipakai untuk mengurangi suara yang bernada tinggi
atau keras.
Alat-alat pengaman diri tidak akan efektif apabila tidak digunakan sebagaimana
mestinya. Oleh karena itu, wawasan karyawan tentang keselamatan ini sangatlah penting
selain pengawasannya. Contoh-contoh PPE:
Safety Glasses
Safety Goggles
Laser Safety Goggles
Gambar 8.1 Safety Goggles
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
82
Face Shields
Welding Shields
Laser (Welding) Safety
Goggles
Gambar 8.2 Pelindung Muka dan Mata
Earplugs
Earmuffs
Ear Cups
Gambar 8.3 Pelindung Telinga
Safety Shoes
Safety Gloves
Safety Gloves
Gambar 8.4 Pelindung Kaki dan Tangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
83
BAB 9
HOUSE-KEEPING
9.1.
Pendahuluan
Pada saat ini housekeeping sudah diterapkan mulai dari kantor tradisional sampai
dengan industri, pabrik, dan gudang yang potensi bahayanya sangat tinggi. Para ahli
sepakat bahwa semua program keselamatan kerja harus memasukkan housekeeping, dan
setiap pekerja harus berperan. Selain itu, manajemen harus memiliki komitmen tentang
pentingnya housekeeping ini.
Housekeeping yang baik mempromosikan keselamatan (safety), maka kerjakan
dengan baik apa yang menjadi tugas anda. Housekeeping yang baik merupakan prinsip
pertama bagi keselamatan.
9.2.
Housekeeping dan Keterkaitannya dangan Safety
House keeping atau tata graha adalah pelaksanaan kerumahtanggaan suatu
perusahaan atau tempat kerja. Kalau mendengar istilah house keeping, sepertinya hanya
menyangkut kebersihan dan kerapian saja, tapi juga mencegah kecelakaan dan
meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dengan terpeliharanya house keeping yang
baik akan meningkatkan kegairahan kerja para karyawan yang sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerjanya.
Lingkungan kerja yang bersih, rapi dan indah akan membuat nyaman para karyawan yang menjalankan aktivitas kerjanya. Kondisi yang nyaman ini akan menciptakan
gairah dan moral kerja para penghuninya. Kondisi nyaman ini tercipta berkat tidak adanya
kekuatiran yang berlebihan tentang keselamatan seseorang. Oleh karena itu, house
keeping yang baik secara langsung merupakan kegiatan pencegahan kecelakaan dengan
cara menghilangkan potensi-potensi bahaya yang ada di suatu tempat kerja. Kondisi ini
yang harus diupayakan oleh setiap penanggungjawab dan anggota dari suatu unit kerja
agar kenyamanan dan kegairahan kerja dapat tercipta sehingga tingkat produktivitasnya
tinggi.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
84
9.3.
Prinsip-prinsip Housekeeping
Housekeeping merupakan pemeliharaan suatu tempat kerja agar bersih, rapi,
indah dan merupakan bagian dari usaha pencegahan kecelakaan dan kebakaran. Oleh
karena itu, wawasan tentang house keeping harus dimiliki oleh setiap warga di dalam
suatu tempat kerja. Penguasaan wawasan masih belum cukup bila tanpa diikuti
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap karyawan perlu membiasakan diri
dengan prilaku yang baik ini.
Pentingnya housekeeping yang baik pada suatu perusahaan telah menjadi faktor
utama dalam operasi yang efisien, perkembangan moral dan hubungan masyarakat yang
baik.
9.3.1. Kebersihan
Setiap perusahaan harus memiliki program housekeeping yang terencana dengan baik.
Hal ini dapat diinisiasi dengan kampanye kebersihan, dan adanya tindak lanjut harian agar
penyebab dan akibat dari kondisi yang tidak bersih dihilangkan. Sistem dari pembersihan
harian, inspeksi regular dan supervisi langsung harus dilakukan dan berdasarkan pada:
a. Bangunan dan Halaman
Lantai, tanah, dinding atap, jendela, tangga, landaian, jalan yang dilalui, gang,
cahaya dan reflektor.
b. Mesin, peralatan dan perkakas
Truk, truk pengangkat, elevator, konveyor, perkakas tangan.
c. Pembuangan limbah, dan lain-lain.
- Membuang limbah buangan dengan kontainer yang tepat dan terpisah.
- Menyediakan kontainer sampah pada lokasi strategis
- Menyediakan kontainer logam tertutup bagi material yang mudah terbakar.
- Menyediakan waktu dan interval regular bagi pengumpulan sampah dan limbah.
9.3.2. Penataan yang rapi
Pengaturan yang rapi untuk menghasilkan efisiensi dan keamanan yang tinggi
merupakan keharusan bagi perusahaan yang ingin sukses dalam ekonomi saat ini. Hal ini
dimulai dari perencanaan, tetapi operasi dari hari ke hari membutuhkan supervisor yang
waspada, termasuk waspada terhadap adanya potensial “bottle neck”, yang dipengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
85
oleh mesin-mesin yang rusak, serta perubahan yang perlu dilakukan saat produk baru
mulai diproduksi.
9.3.3.
Proses dan operasi
Tata letak merupakan tanggung jawab manajemen. Sedangkan pengaturan dari
bahan baku, produk akhir dan limbah buangan adalah tanggung jawab supervisr. Situasi
yang ideal adalah kondisi yang rendah hambatannya, rendahnya penundaan dan
rendahnya tindakan yang tidak perlu.
9.3.4. Penyimpanan produk dan barang suplai
Ruang yang cukup untuk bahan baku/material, peralatan portabel, perkakas dan
produk sangat dibutuhkan. Penentuan lokasi yang sesuai bagi penyimpanan item ini
harus dilakukan tanpa mengganggu proses dalam kondisi normal.
9.3.5. Jalur Jalan
Ruang untuk jalur jalan harus tersedia bagi pergerakan personel, produk dan material, serta keperluan pergerakan dalam keadaan darurat. Ruang ini harus tetap tersedia,
dan tidak digunakan sebagai penyimpanan barang untuk mencegah terjadinya “bottle
neck” atau “over flow”.
Penumpukan barang harus dilakukan di dalam area penyimpanan yang telah ditentukan untuk penyimpanan dan ditandai. Housekeeping yang baik ditandai dengan
tiadanya/rendahnya kecelakaan, produksi lebih baik (efisiensi meningkat), dan karyawan
tidak sering keluar masuk (karena ketidaknyamanan). Sebaliknya house keeping yang
jelek akan menurunkan kualitas kerja, moral karyawan menjadi rendah dan potensi
bahaya kebakaran akan meningkat akibat dari banyaknya kecelakaan dan ketidaknyamanan lingkungan.
9.4.
Indikator-indikator House Keeping yang Jelek
Banyak orang terantuk barang-barang/ benda yang berserakan di atas lantai dan
di tengah tempat jalan orang, tergelincir akibat minyak, air, grease, atau cairan lainnya
yang berceceran di atas lantai, berjalan di atas bahan-bahan atau peralatan yang
berserakan, benda-benda yang tidak terikat kuat di atas tempat kerja, dan lain-lain akan
meningkatkan potensi bahaya kecelakaan. Ini semua menunjukkan rendahnya
housekeeping.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
86
Indikator-indikator rendahnya housekeeping antara lain adalah:
 Obyek-obyek atau bahan-bahan berserakan di atas lantai.
 Peralatan tidak pada tempatnya
 Kebiasaan menyimpan yang lemah.
 Sistem pembuangan sampah yang lemah.
 Dinding, jendela, langit-langit, penerangan yang kotor.
9.5.
Pelaksanaan House Keeping
Metode pengelolaan housekeeping yang sangat popular di kalangan industri
adalah Manajemen 5S. Yang dimaksud dengan 5S ini adalaH:
1. Seiri (Sort): Pisahkan barang yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.
2. Seiton (Set in Order): Simpan item/material pada tempat yang tetap dan
diketahui umum bila akan dipakai.
3. Seiso (Shine): Bersihkan tempat kerja setiap saat.
4. Seiketsu (Standardize): pemantapan dengan tetap rapi dan bersih. Usahakan 3s
tercapai
5. Shitsuke (Sustain): disiplin dan melakukan sesuatu yang benar sebagai
kebiasaan.
Gambar 9.1 Manajemen 5S
Berikut ini adalah contoh-contoh pelaksanaan housekeeping:
1) Sampah dan bahan-bahan yang tidak terpakai tidak hanya akan mengganggu
keindahan lingkungan, namun bisa membahayakan baik bagi kesehatan maupun
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
87
keselamatan kerja. Sampah-sampah dapat menjadi sarang bakteri, dan bila terkumpul
banyak akan menjadi bahaya kebakaran. Oleh karena itu, bila Anda menjumpai
sampah atau bahan-bahan yang tidak terpakai berserakan segeralah membuangnya ke
tong-tong sampah yang telah disediakan. Namun jangan sekali-kali membakar
sampah di dalam tong-tong sampah di tempat kerja, melainkan harus dikumpulkan
pada tempat pembuangan sampah yang sudah ditentukan.
Gambar 9.2 Barang-barang Berserakan
2) Setelah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kembalikanlah semua bahan yang
berlebihan atau limbahnya seperti potongan-potongan besi, skrap, potongan pipa,
baut-baut, dan sebagainya ke tempat penyimpanannya. Begitu juga dengan perkakas
yang telah dipakai, kembalikan ke tempatnya atau ke gudang perkakas setelah
dibersihkan seperlunya. Bila hal ini tidak dilakukan, potongan-potongan besi,
perkakas, dan lain sebagainya bisa menyebabkan kita tergelincir, atau celaka.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
88
Gambar 9.3 Penympanan Barang dan Pembuangan Limbah yang Lemah
3) Cairan-cairan yang tumpah bisa mengakibatkan lantai licin dan membuat orang
tergelincir. Apalagi kalau cairan-cairan dari minyak tidak hanya menyebabkan
tergelincir namun juga kebakaran. Oleh karena itu, segera bersihkanlah tumpahan
cairan dan kain-kain yang bercampur minyak ditaruh ke dalam tong-tong sampah
yang terbuat dari besi.
4) Kabel-kabel listrik, selang air, selang udara, dan tali-tali yang digunakan hendaklah
diatur sedemikian rupa sehingga tidak semrawut dan malang melintang di jalan-jalan
dan gang-gang yang sering dilalui oleh karyawan untuk menghindari kecelakaan.
Gambar 9.4 Kondisi Kabel Tidak Rapih
5) Bila ada paku-paku yang menonjol di atas balok ataupun lainnya di tempat kerja anda
hendaknya dicabut, kalau tidak dibengkokkan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
89
6) Penyusunan alat-alat dan bahan-bahan kerja di atas tempat kerja harus rapi, teratur
dan aman agar tidak membahayakan orang-orang yang bekerja di bawahnya.
Gambar 9.5 Meja Kerja Tidak Rapih
7) Penumpukan pipa-pipa, balok-balok kayu, dan lain-lain hendaknya mengikuti aturanaturan, seperti ketinggian, pengikatan, atau cara penyusunannya mengikuti batasanbatasan tertentu.
8) Semua lobang baik kecil maupun besar yang ada di jalan tempat kerja harus segera
ditutup. Jika belum bisa ditutup harus diberi pagar untuk mencegah terperosoknya
orang-orang yang menggunakan jalan itu.
9) Parit-parit dan oil catcher harus terpelihara dengan baik, usahakan agar pengalirannya
lancar. Oleh karena itu, parit harus bersih dari sampah dan lumpur.
Gambar 9.6 Lingkungan Kerja Kumuh
10) Kamar ganti pakaian harus dijaga agar tetap bersih. Pakaian kotor, sisa-sisa makanan
dan botol-botol minuman jangan sampai menumpuk.
11) WC/toilet, tempat cuci tangan dan pancuran-pancuran air minum harus dijaga agar
tetap bersih dan memenuhi syarat-syarat kesehatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
90
Gambar 9.7 Wastafel Tempat Cuci
Bila menemukan masalah dan tidak bisa menangani, laporkan kepada atasan langsung
Anda agar bisa mendapatkan penangan segera.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
91
BAB 10
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)
10.1. Tujuan P3K
Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) merupakan pertolongan pertama yang harus
diberikan kepada seseorang yang menderita kecelakaan di tempat kerja. Pertolongan
pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada si korban
sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas
kesehatan lainnya. Tujuan pertolongan pertama pada kecelakaan ini adalah:
 menyelamatkan nyawa korban,
 meringankan penderitaan korban,
 mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah,
 mempertahankan daya tahan korban,
 mencarikan pertolongan lebih lanjut.
10.2. Kondisi-kondisi Fisiologi Manusia
Untuk mengetahui kondisi korban yang mengalami kecelakaan perlu mengetahui kondisikondisi normal dari fisiologi manusia.
Kondisi fisiologi normal manusia di antaranya adalah:
 pernafasan (normal 18/menit)
 denyut nadi (normal 80/menit, sifat kuat)
 tekanan darah ( normal 120/80 mmHg, pada umur muda tidak terlalu gemuk)
 kesadaran
 turgor (elastisitas kulit)
 reflek/keadaan pupil mata
10.3. Peralatan dan obat P3K
Peralatan-peralatan yang harus tersedia dalam rangka P3K harus disesuaikan Peraturan
khusus A.A yaitu adanya peti P3K (tromol pembalut) dari bentuk I, bentuk II, dan bentuk
III. Pada umumnya peralatan P3K yang penting terdiri dari:
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
92
1) Buku petunjuk P3K
2) Pembalut segitiga (Mitella)
3) Pembalut biasa: ukuran 2 cm, 5 cm, 10 cm
4) Kasa steril
5) Kapas putih
6) Snelverband
7) Plester
8) Plester cepat (tensoplast, handiplast, dsb.)
9) Sofratulle
10) Bidal ukuran betis dan paha
11) Gunting perban
12) Pinset
13) Kertas pembersih (cleaning tissue)
14) Sabun
15) Lampu senter
16) Pisau lipat
17) Pipet
Persediaan obat-obatan yang penting pada umumnya adalah:
1) Obat pelawan rasa sakit (asetosal, antalgin, dsb.)
2) Obat pelawan mulas-mulas dan sakit perut (papaverin, SG, dsb.)
3) Obat pelawan pedih di perut (promaag, dsb.)
4) Norit
5) Obat anti alergi (antihistaminika)
6) Amonia cair 25% (untuk membangunkan orang yang pingsan)
7) Mercuchroom
8) Obat tetes mata
9) Salep mata antibiotik
10) Salep boor
11) Salep antihistaminika
12) Obat gosok atau balsem
13) Larutan Rivanol 1/1000
14) Salep sulfa,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
93
15) Antiseptika (betadine, phisohex, dsb.)
16) Tablet garam (garam dapur)
17) Ephedrine (untuk sesak nafas)
18) Oralit
10.4. Pokok-pokok yang penting dalam P3K
Tindakan-tindakan yang penting ketika melakukan pertolongan pertama adalah:
1) Tidak boleh panik,
2) Memperhatikan nafas korban, bila pernafasan berhenti segera dilakukan pernafasan
buatan (dari mulut-ke mulut)
3) Menghentikan pendarahan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan
tangan dan dengan menggunakan sapu tangan atau kain bersih
4) Memperhatikan tanda-tanda shock sistem peredaran darah tubuh terganggu yaitu
tanda-tanda berupa:
a. kesadaran penderita menurun
b. nadi berdenyut cepat (lebih dari 140 kali/menit)
c. merasa mual/muntah
d. kulit dingin dan muka pucat
e. nafas dangkal, kadang-kadang tidak teratur
f. pupil mata melebar
5) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru namun harus diatasi dulu keadaan
yang membahayakan korban seperti:
a. pendarahan
b. patah tulang
c. nafas hilang
d. jantung berhenti dan sebagainya
10.5. Kasus-kasus P3K
1) Pendarahan

Pendarahan pada umumnya (pembuluh vena):
- Usahakan luka tampak jelas.
- Bersihkan luka dan kulit sekitarnya dari benda-benda yang melekat.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
94
- Dengan kain yang bersih (perban, saputangan, dan lain-lain) tempat pendarahan
ditutup dan ditekan kuat-kuat dengan tangan, kemudian diikat/dibalut dengan alat
pengikat (kain perban, dasi, baju, ikat pinggang, dan lain-lain).

Pendarahan yang bersifat deras atau berlebihan dari pembuluh vena dan arteri:
- darah keluar menyembur, warna merah segar.
- dengan penekanan langsung belum bisa mengatasi perubahan.
Usaha tambahan yang dilakukan:
- tekanan lokal dengan setumpuk kain kasa steril dipertahankan terus, sampai
pertolongan yang lebih baik diberikan.
- penekanan dengan torniket (balutan yang menjepit sehingga aliran darah di
bawahnya berhenti sama sekali).
- digunakan hanya pada pendarahan yang hebat dan tangan/ kaki hancur.
- Torniket harus dikendorkan setiap 15 menit.
2) Cedera kecelakaan
 Luka lecet:
-
bersihkan luka.
-
berikan antiseptik, mercuchrome atau bubuk sulfa steril.
-
tutup luka dengan kasa steril (perban bersih) kemudian dibalut/diplester
 Luka memar (pukulan benda tumpul, mengakibatkan kerusakan pada jaringan di
bawah kulit):
- kompres dingin (es/rendam air dingin),
- sesudah 24 jam, ganti kompres air panas,
- Pembengkakan bisa dihilangkan dengan salep lasonil.
 Luka iris:
- sifat luka: pendek dan dangkal.
- tutup dengan plester berobat (tensoplast, dsb) setelah luka dibersihkan
- atau diberi antiseptik lalu ditutup dengan kain perban
 Luka robek (koyak)
- bersihkan luka
- lakukan desinfeksi
- tutup dan balut luka dengan kasa steril (perban), dapat ditutup dengan sofratulle.
- kirim ke rumah sakit karena biasanya memerlukan jahitan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
95
- kadang-kadang diperlukan antibiotika dan antitetanus.
 Luka tusuk:
- luka tusuk biasanya cukup dalam, peka terhadap infeksi kuman dan tetanus.
- bisa mengenai alat-alat tertentu di bagian badan
- bersihkan luka, hentikan pendarahan, didesinfeksi, siram dengan larutan
hidrogen peroksida (menghentikan kegiatan hidrogen kuman tetanus), tutup luka,
dibalut, lalu kirim ke rumah sakit.
- Luka tusuk yang dalam memerlukan pengawasan dokter.
 Luka bakar
a) Luka bakar yang ringan
- bersihkan luka,
- rendam dalam es atau air dingin,
- keringkan, lepuh-lepuh jangan diganggu,
- berikan boorzalf 5% atau sofratulle, tutup dengan kain pembalut
b) Luka bakar yang luas
- tutup bagian-bagian yang terbakar dengan lembaran-lembaran sofratulle,
- berikan obat penahan rasa sakit
- beri air minum sebanyak mungkin,
- kirim ke rumah sakit.
3) Luka akibat zat-zat kimia:
- basa keras, lebih merusak daripada asam keras,
- segera membasuh dan mengguyur luka dengan air yang mengalir secukupnya,
- rendam dalam air sekurang-kurangnya 20 menit,
- tutup luka dengan lembaran sofratulle atau didesinfeksi dengan betadine 10 %,
- tutup dan balut luka
- penetral zat asam keras: larutan NaOH 1-15%
-
penetral zat basa: asam cukup cuka 3%.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
96
DAFTAR PUSTAKA
1. Heinrich, HW, ”Industrial Accident Prevention”, Prentice Hall, 1986
2. Djalal A.A., BCP, “Manajemen Kesehatan Kerja seri Pencegahan Kecelakaan,
Universitas Indonesia Jakarta 1998.
3. Farnworth G.H. Dr., Msc9 Teach), PhD, Ceng cs, observisy Safe Practices and
Moving Loads, Halstand & Cos Itd. Great Britain 1984
4. Priwa G, Landasan dan Falsafah Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Bandung, 1986
5. Priwa, Industrial Safety Leader’s Guide: Training Manual 1-12, Bandung, 1986
6.
, Fire & Safety, Pusat Pendidikan dan Latihan- Pertamina Sungai Gerong, 1996
7. Tkotz Klaus, Fachkunde Elektrotechnik, Verlag Europa-Lehrmittel, 2006.
8. Mashar Ali, dkk., Kontrol Proses Instrumentasi Industri: K3, Diknas, Jakarta 2009.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
97
Download