Uploaded by User3653

polarisasi

advertisement
MODUL
POLARISASI
Disusun oleh :
I MADE YULIARA
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
Tahun 2016
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas
rahmatNya modul ini dapat diselesaikan. Modul Polarisasi ini merupakan bagian dari
materi mata kuliah Optik, FI69337 (3SKS) yang disusun untuk digunakan sebagai
pedoman bagi mahasiswa FMIPA Fisika Unud yang mengambil mata kuliah Optik
pada semester genap tahun 2016.
Terimakasih kami ucapkan kepada rekan-rekan dosen Jurusan Fisika yang
telah memberikan ide dan meluangkan banyak waktu dalam mendiskusikan modul ini.
Modul ini tidaklah sempurna, untuk itu segala bentuk kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan untuk memperbaiki modul ini.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih semoga dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.
April 2016
Penyusun,
I Made Yuliara
i
DAFTAR ISI
Hal
MODUL : Polarisasi
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
1. Pendahuluan : Cahaya Sebagai Gelombang Elektromagnetik dan Metode
1
Polarisasi Cahaya
2. Kegiatan Belajar 1 : Deskripsi Matematik; Polarisasi Linier, Polarisasi
Lingkaran, Polarisasi Elips
8
3. Kegiatan Belajar 2 : Polarisator/ Polariser; Dischroism dan Polaroid,
Polarisasi
Oleh
Pemantulan,
Pembiasan
14
Ganda
(Birefringence), Retarder (Plat Gelombang); Kombinasi
Polariser dengan Retarder; Aplikasi Polarisasi
4
Kegiatan Belajar 3 : Parameter Stokes, Vektor Jones, Matriks Jones,
Matriks Mueller
28
5. Penutup……………………………………………………………………
39
6. Daftar Pustaka……………………………………………………………
40
ii
I. PENDAHULUAN
Cahaya Sebagai Gelombang Elektromagnetik dan Metode Polarisasi
Optik merupakan bagian/ cabang dari ilmu fisika yang mempelajari karakter/
sifat-sifat dari cahaya dan interaksinya dengan materi. Dalam ilmu fisika dikenal 2
katagori optik, yaitu :
1) Optik Gelombang :

Dalam optik gelombang, sifat-sifat cahaya yang akan dianalisis,
diasumsikan sebagai gelombang speris.

Menjelaskan interaksi dengan objek yang mempunyai ukuran sama
dengan panjang gelombang
2) Optik Geometri :

Dalam optic geometri, pergerakan/ perpindahan cahaya dipandang
sebagai suatu garis lurus.

Menjelaskan interaksi dengan objek yang ukurannya lebih besar dari
panjang gelombang
Sifat-sifat gelombang dari cahaya dipelajari dalam Optik Fisis (Physical Optics)
atau optik gelombang (Wave Optics). Sifat-sifat yang sering dimanfaatkan dalam optik
gelombang, antara lain Difraksi, Interferensi, dan Polarisasi. Sifat ini sering digunakan
dalam peralatan optik seperti Compact Discs (CD), Grating difraksi atau Polariser.
Cahaya dalam optik gelombang, dipandang sebagai gelombang elektromagnetik
yang terdiri dari getaran-getaran vektor medan listrik (E) dan magnet (B), saling tegak
lurus satu sama lainnya dan sefase. Gelombang elektromagnetik juga merupakan
gelombang transversal dan gelombang bidang dengan kecepatan rambat dalam ruang
1
2
bebas (free space), adalah c = 3 x 108 m/s. Besaran c dikenal dengan kecepatan cahaya
dalam ruang bebas.
Skema/ diagram medan listrik E dan medan magnet B pada bidang 3 dimensi
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema E dan B
Medan E dan B saling tegak lurus merambat dengan kecepatan c dalam arah z,
ilustrasinya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. E dan B saling tegak lurus
Cahaya putih biasa arah getar gelombangnya fluktuaktif dengan arah sembarang.
Secara alami, cahaya ini belum/ bukan merupakan cahaya terpolarisasi seperti
misalnya cahaya dari matahari, lampu dalam klas, atau nyala lilin, akan tetapi dapat
3
dibuat agar menjadi terpolarisasi dengan instrumen optik yang dikenal dengan
polariser/ polarisator. Proses membuat cahaya tak polarisasi menjadi terpolarisasi
disebut dengan Polarisasi (Polarization).
Representasi cahaya terpolarisasi dan yang tidak terpolarisasi disajikan pada
Gambar 3 dan 4 berikut ini.
 Cahaya tidak terpolarisasi (unpolarized) :
Gambar 3. Cahaya tak terpolarisasi
 Cahaya terpolarisasi (polarized) :
4
Gambar 4. Cahaya Terpolarisasi
Metode Polarisasi Cahaya
Secara garis besar, polarisasi dapat terjadi karena adanya fenomena :
1) Pemantulan (Reflection)
2) Penyerapan (Absoption)
3) Pembiasan (Refraction)
4) Hamburan (Scattering)
 Polarisasi Oleh Pemantulan :
Cahaya tak terpolarisasi dapat menjadi terpolarisasi karena adanya pemantulan
pada sudut polarisasi, yaitu p , yang dikenal dengan sudut Brewster’s. Ilustrasinya
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Ilustrasi pemantulan
Cahaya yang dipantulkan merupakan cahaya terpolarisasi dengan sudut Brewsters :
5
 Polarisasi Oleh Serapan :
Jika cahaya tak polarisasi melewati suatu film Polaroid, maka molekul-molekul
penyusun film Polaroid akan menyerap sebagian cahaya yang melaluinya, sehingga
hanya cahaya tertentu saja yang berhasil melewatinya. Ilustrasi untuk fenomena ini
disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi penyerapan
Untuk Polaroid (Polariser) yang ideal, maka intensitas (irradiansi) output atau
intensitas yang keluar dari polaroid (I) sama dengan 1/2 dari intensitas yang datang/
awal (I0). Secara matematik dapat diekspresikan oleh 𝐼 = 12𝐼0 .
 Polarisasi Oleh Pembiasan
Pembiasan terjadi ketika seberkas cahaya lewat dari 1 material/ bahan ke bahan
lainnya. Pada kedua permukaan bahan terjadi perubahan arah berkas cahaya.
6
Gambar 8. Pembiasan
Berkas cahaya yang dibiaskan mengalami beberapa derajat polarisasi dan terjadi
pada bidang tegak lurus permukaan. Cahaya yang datang pada suatu bahan (Kristal)
mengalami pembiasan dan terbagi menjadi 2 berkas cahaya.
 Polarisasi Oleh Hamburan
Polarisasi cahaya terjadi secara parsial dari langit (sky). Polarisasi disebabkan
oleh hamburan molekul-molekul udara yang ada pada amosfer.
7
Gambar 9. Hamburan molekul udara di atmosfer
Warna biru dilangit disebabkan oleh karena adanya hamburan cahaya matahari
dari molekul-molekul atmosfer. Hamburan ini, yang dikenal sebagai hamburan
Rayleigh, yang lebih efektif terjadi pada panjang gelombang pendek. Hamburan
Rayleigh
merupakan
hamburan elastis
dari
cahaya
matahari
(gelombang
elektromagnetik) ketika cahaya matahari tersebut melewati partikel/ molekul yang
mana panjang gelombang cahaya lebih panjang dari pada panjang gelombang partikel
yang dilewatinya.
8
II. KEGIATAN BELAJAR 1
Deskripsi Matematik
Polarisasi Linier :
Hanya medan listrik E yang berosilasi dan arahnya tetap. Ekspresi osilasi dari
komponen medan listrik yang merambat dalam arah z positif :
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝒊̂𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝒋̂𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝜀 )
(1)
Jika tidak ada perbedaan fase (fase relatif,  = 0), maka :
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝒊̂𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝒋̂𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
(2)
Bila  = 0, maka resultan komponen gelombang osilasi :
𝑬(𝑧, 𝑡) = 𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) + 𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡)
𝑬(𝑧, 𝑡) = (𝒊̂𝐸0𝑥 + 𝒋̂𝐸0𝑦 ) 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
(3)
(𝒊̂𝐸0𝑥 + 𝒋̂𝐸0𝑦 ) merupakan amplitudo dan gelombangnya terpolarisasi bidang/ linier
seperti disajikan pada Gambar 10 (a).
Demikian juga apabila  merupakan kelipatan ganjil ± , maka resultan komponen
gelombang osilasinya adalah :
𝑬(𝑧, 𝑡) = (𝒊̂𝐸0𝑥 − 𝒋̂𝐸0𝑦 ) 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
(4)
(𝒊̂𝐸0𝑥 − 𝒋̂𝐸0𝑦 ) merupakan amplitudo dan gelombangnya juga terpolarisasi bidang/
linier seperti disajikan pada Gambar 10 (b).
9
Gambar 10. Polarisasi Linier
Contoh :
Tuliskanlah suatu ekspresi untuk gelombang terpolarisasi linier dengan
frekuensi sudut  dan merambat dalam arah z positif dengan bidang getarnya pada
30o terhadap bidang zx.
Jawab :
Kita asumsikan amplitude gelombang merupakan besaran skalar, yaitu E0,
sehingga komponen gelombang x dan y dapat ditulis sebagai :
E0x = E0 cos 30o = 0,866 E0
E0y = E0 sin 30o = 0,5 E0
Jadi, 𝑬(𝑧, 𝑡) = (0,866 𝒊̂𝐸0 + 0,5 𝒋̂𝐸0 ) 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
Polarisasi Lingkaran :
Dari persamaan 1, komponen gelombang/ osilasi :
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝒊̂𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝒋̂𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝜀 )
Bila fase relatif  = -/2+2m (m = 0, ±1, ±2,…), atau
 = -/2, +3/2, -5/2, +7/2,…
10
dan amplitudonya E0x = E0y = E0 , maka bentuk kedua komponen gelombang adalah :
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝑖̂𝐸0 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝑗̂𝐸0 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
(5)
Ilustrasi untuk keadaan polarisasi lingkaran (R-state dan L-state) disajikan pada
Gambar 11.
Gambar 11. Polarisasi Lingkaran
Gelombang resultannya adalah :
𝑬(𝑧, 𝑡) = 𝐸0 [𝒊̂ 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡) + 𝒋̂ 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)]
(6)
Besarnya E adalah E0 dan konstan, arahnya bergantung pada z dan t.
Pada Gambar 11 (a) :
Medan E berputar searah jarum jam. Karena amplitude konstan, maka ujung E
membentuk suatu lingkaran (circular helix) dengan frekuensi sama. Keadaan medan
seperti ini dikatakan terpolarisasi lingkaran kanan (right circularly polarized), R-state.
Apabila fase relatifnya  = /2-2m (m = 0, ±1, ±2,…), maka
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝑖̂𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = − 𝑗̂𝐸0𝑦 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
Ketika amplitude komponen E0x = E0y = E0 , maka gelombang resultannya:
(7)
11
𝑬(𝑧, 𝑡) = 𝐸0 [𝒊̂ 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡) − 𝒋̂ 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)]
(8)
Besarnya E adalah konstan dan berotasi berlawanan arah jarum jam, karena itu terjadi
polarisasi lingkaran kiri (left circularly polarized), L-state . Keadaan polarisasi seperti
ini diilustrasikan pada Gambar 11 (b).
Bentuk skalar dari komponen-komponen gelombangnya (ingat: E0x = E0y = E0, dan
juga  = /2 ) kemudian dapat ditulis :
𝐸𝑥
= 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝐸0
𝐸𝑦
= 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝐸0
Ke-2 persamaan di atas bila diolah secara matematik, maka dapat kita bentuk menjadi
persamaan lingkaran, seperti disajikan pada persamaan (9).
𝐸𝑦 2
𝐸𝑥 2
( ) + ( ) = 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑘𝑧 − 𝜔𝑡) + 𝑠𝑖𝑛2 (𝑘𝑧 − 𝜔𝑡) = 1
𝐸0
𝐸0
(9)
𝐸𝑥2 + 𝐸𝑦2 = 𝐸02 (persamaan lingkaran)
Polarisasi Elips
Besar dan arah E berubah, menyapu (sweeps) suatu lintasan berbentuk elips
(elliptical helix). Dari persamaan 1, yaitu :
𝑬𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝑖̂𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝑬𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝑗̂𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝜀)
bentuk skalarnya dapat ditulis sebagai :
𝐸𝑥 (𝑧, 𝑡) = 𝐸0𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡)
𝐸𝑦 (𝑧, 𝑡) = 𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝜀)
(10)
12
Dengan melakukan manipulasi matematik, maka akan diperoleh persamaan
elips, yaitu :
2
𝐸𝑦
𝐸𝑦
𝐸𝑥 2
𝐸𝑥
( ) + ( ) + 2 ( ) ( ) cos 𝜀 = 𝑠𝑖𝑛2 𝜀
𝐸0𝑦
𝐸0𝑥
𝐸0𝑥 𝐸0𝑦
Gambar 12. Polarisasi Elips
Bentuk diagram/ pola dari Polarisasi disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram Polarisasi
Soal - soal Latihan :
(11)
13
1. Tentukanlah superposisi gelombang E(y,t) dari gelombang-gelombang berikut :
Ex(y,t) = i E0 cos k(y-vt)
Ez(y,t) = - k E0 cos k(y-vt)
Buatlah skets untuk E(0,t) pada t = 0, t = T/4, t = T/2, t = 3T/4, dan t = T
yang
mana T adalah periode.
2. Verifikasilah bahwa, cahaya terpolarisasi linier merupakan sebuah kasus spesial
dari keadaan polarisasi elips.
III. KEGIATAN BELAJAR 2
Polarisator/ Polariser
Polarisator/ polarizer merupakan suatu benda/ instrumen optik yang berfungsi
mengubah cahaya yang tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi.
Dischroism dan Polaroid
Dischroism berhubungan dengan penyerapan selektif dari berkas-berkas cahaya
yang datang pada suatu elemen/ instrumen optik.
Secara natural untuk kristal-kristal dischroism dikenal sebagai tourmaline, yang
mana medan E yang paralel dengan sumbu optik kristal ditransmisikan dengan sedikit
serapan, dan komponen yang normal sangat banyak diserap.
Contoh pada kawat paralel ( wire grid polarizer) :
Dalam hal ini, berkas cahaya yang tak terpolarisasi (misanya microwaves), yang
lewat kawat paralel, akan menyebabkan terjadinya perubahan arah getar gelombang.
Berkas cahaya yang ditransmisikan merupakan berkas cahaya terpolarisasi linier tegak
lurus kawat. Sekumpulan polaroid merupakan analogi dari kawat parallel.
Gambar 14a. Polarisasi dengan kawat paralel
14
15
Gambar 14b. Polarisasi dengan Polaroid
Dua polaroid disusun secara linier (Gambar 14b). Cahaya tak terpolarisasi
datang dengan amplitude E0, dan sumbu transmisi polariser membentuk sudut 
terhadap sumbu transmisi analiser sehingga besar komponen E sepanjang sumbu
transmisi adalah :
E = E0 cos 
Intensitas/ Irradiasi (I) ~ kuadrat amplitude (E)
𝐼(𝜃 ) = (𝐸0 𝑐𝑜𝑠𝜃 )2
Bila  = 0, maka I(0) bernilai maksimum, yaitu :
𝐼(0) = 𝐼0 = (𝐸0 )2
Sehingga
I() = (E0 )2 cos2
Atau,
I ( ) = I0 cos2
yang mana I0 = Intensitas/ Irradiansi awal
(Hukum Malus)
(12)
16
 

E0
E
z
transmission axis
Gambar 15. Sudut polarisasi dan sumbu transmisi
Nilai intensitas rata-rata untuk 1 siklus merupakan nilai rata-rata terhadap waktu
(periode) yang secara matematik dapat ditulis sebagai :
I  I 0 cos 2   I 0 / 2
(13)
Persamaan 13 menjelaskan bahwa, cahaya yang mengalami polarisasi kehilangan 1/2
intensitasnya.
Jadi, Polariser 1 akan mereduksi intensitas yang datang (I0) sebesar 1/2, sehingga
1
intensitas/ irradiansi yang keluar dari Polariser 1 adalah 𝐼1 = 2 𝐼0
17
Gambar 16. Polarisasi 2 polaroid
Pada Polariser 2 (Analiser), intensitas yang datang (I1) tereduksi dengan faktor cos2 ,
1
sehingga intensitas yang keluar dari Analiser adalah I = 2 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃
Contoh :
•
Cahaya tak terpolarisasi melewati 2 polariser yang disusun sedemikan rupa,
yang mana ke 2 sumbu transmisi dari polariser membentuk sudut 90o. Jika
intensitas cahaya yang datang adalah I0, tentukanlah intensitas yang keluar dari
masing-masing polarizer (I1 dan I2).
Jawaban :
•
Intensitas yang datang pada polariser linier berkurang menjadi setengahnya :
I1 = I0/2
18
•
Cahaya yang ditransmisikan oleh polarizer 1 merupakan cahaya terpolarisasi
linier secara vertikal. Sumbu transmisi polariser 1 dengan 2 membentuk sudut
 = 90o , sehingga sesuai dengan hukum Malus :
I2 = I1cos2
= (I0 /2) cos2 90o = 0
Tugas :
1. Cahaya tak terpolarisasi dengan intensitas I0 datang pada susunan tiga filter
polarisasi (polarizer). Sumbu polarizer kedua berorientasi pada 45o dengan
polarizer pertama, sedangkan sumbu polarizer ketiga berorientasi 90o dengan
polarizer pertama.
Tentukan intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui ketiga polarizer !
Jawaban :
I1  I 0 / 2
I 2  I1 cos2 45
1
I 0 0,5
2
 0,25 I 0

I 3  I 2 cos2 (90  45)
 I 2 cos2 45
 0,25 I 0 0,5
 0,125 I 0
2. Cahaya dengan intensitas I0 datang pada tiga lapis polaroid. Polaroid pertama
dan ketiga disilangkan, yang mana sumbu mudah/transmisi keduanya
19
membentuk sudut 90o satu sama lain. Polaroid yang tengah/ kedua membentuk
sudut  dengan sumbu polaroid pertama.
a. Sketlah susunan ke-3 polaroid tersebut dan tunjukkanlah bahwa intensitas
output adalah
I=
I0 2
sin (2θ)
8
b. Berapakah besar sudut  supaya intensitas yang datang berkurang 90 % ?
Jawaban :
a)
1
𝐼1 = 2 𝐼0
1
𝐼2 = 𝐼1 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 = 2 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃
𝐼3 = 𝐼2 𝑐𝑜𝑠 2(𝜋⁄2 − 𝜃 )
1
= 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2(𝜃 )𝑐𝑜𝑠 2 (𝜋⁄2 − 𝜃 )
2
cos(𝜋⁄2 − 𝜃 ) = cos 𝜋⁄2 cos𝜃 + 𝑠𝑖𝑛 𝜋⁄2 sin𝜃
= sin𝜃
cos 2 (𝜋⁄2 − 𝜃 ) = sn2 𝜃
1
= 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
2
𝑠𝑖𝑛(𝜃 + 𝜃) = 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑐𝑜𝑠𝜃 + 𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑠𝑖𝑛𝜃
= 2𝑐𝑜𝑠𝜃 𝑠𝑖𝑛𝜃
sin2 2𝜃 = 4cos 2 𝜃sin2 𝜃
1 2
sin 2𝜃 = cos 2 𝜃sin2 𝜃
4
20
1
𝐼 = I3 = 𝐼0 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃
8
b)
1
𝐼 = 8 𝐼0 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃
8𝐼
= 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃
I0
⁄
8𝐼 1 2
𝑠𝑖𝑛 2𝜃 = ( 𝐼 )
0
Intensitas berkurang 90% (masih tersisa 10% dari I0 )  I = 10% x I0 = 0,1I0
8 x 0,1I0 1⁄2
)
𝑠𝑖𝑛 2𝜃 = (
= 0,894
I0
2𝜃 = sin−1 (0,894) = 63,435o
atau 𝜃 = 31,7o
Polarisasi Oleh Pemantulan
•
Cahaya tak terpolarisasi dapat menjadi terpolarisasi sebagian atau seluruhnya
melalui pemantulan dan besarnya berkas polarisasi yang dipantulkan
bergantung pada sudut datang.
(a)
(b)
Gambar 17. Polarisasi pemantulan
21
Bila  = 0, maka r + t = 900 . Dalam keadaan demikian, sudut datang akan
menjadi p , yang dikenal dengan sudut polarisasi atau sudut Brewster’s.
p + t = 900
Dari Hukum Snell’s :
𝑛𝑖 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑝 = 𝑛𝑡 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑡
tetapi t = 900 - p , sehingga :
𝑛𝑖 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑝 = 𝑛𝑡 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑝
tan 𝜃𝑝 =
𝑛𝑡
𝑛𝑖
(hukum Brewster’s)
(14)
Kasus : untuk ni = 1 (udara) ke nt  1,5 (glass), maka p = 560
Pembiasan Ganda (Birefringence)
Birefringence : Keadaan dari polarisasi bergantung pada indeks bias bahan yang
membiaskan gelombang datang menjadi berkas-berkas cahaya, yaitu ordinary (o) dan
extraordinary (e). Jadi, cahaya yang datang dikonversi menjadi dua berkas cahaya
terpolarisasi. Ilustrasi keadaan seperti ini disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Polarisasi pembiasan
22
Retarder (Plat Gelombang)

Plat 1/2 gelombang
Plat 1/2 merupakan suatu elemen optik yang dapat menghasilkan fase relatif
antara gelombang o (o-wave) dan gelombang e (e-wave) sama dengan 1800
atau . Dalam hal ini elemen optik mengubah berkas polarisasi yang datang
menjadi berkas polarisasi yang baru. Arah sumbu optik yang sejajar/ parallel
terhadap negatif retarder dikenal sebagai sumbu cepat (fast axis), sedangkan
arah sumbu optik yang tegak lurus terhadap retarder dikenal sebagai sumbu
lambat (slow axis).
Gambar 19. Polarisasi plat retarder
Gambar 20. Polarisasi dengan plat ½ gelombang

Plat 1/4 gelombang (a quarter-wave plate)
Plat 1/4 gelombang merupakan elemen optik yang dapat menghasilkan fase
relatif antara komponen o-wave dan e-wave sama dengan 900 atau /2.
23
Biasanya elemen optik tersebut terbuat dari quartz, mica atau dari bahan plastik
polimetrik organik.
Gambar 21. Polarisasi dengan plat 1/4 gelombang
Pada gambar 21 terlihat bahwa, elemen optik yang berupa plat 1/4 gelombang
mentransformasikan cahaya terpolarisasi linier 450 menjadi terpolarisasi lingkaran
dengan fase relatif  /2
Kombinasi Polariser dengan Retarder

Suatu polariser/ polarisator linier ditempelkan pada pelat 1/4 gelombang
(quarter-wave plate), kemudian diorientasikan pada sudut 450 satu sama lain
(lihat gambar ; A-B dan C-D).
Gambar 22. Polariser dan retarder
24
Soal latihan :
1. Seberkas cahaya terpolarisasi linier dalam arah z, merambat dalam arah x
melalui suatu plat 1/4 gelombang (quarter wave) yang sumbu cepat sepanjang
arah y. Dengan asumsi bahwa amplitudo berkas cahaya yang datang E0,
ekspresikanlah gelombang harmonik timbul/ terjadi. (Jawab : 𝑬(𝑦, 𝑡) =
𝑖̂ 𝐸0 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑦 − 𝜔𝑡) )
2. Sebuah plat 1/2 gelombang untuk cahaya merah (r = 780 nm) ditempatkan
diantara dua polarizer linear yang disilangkan dengan sumbu cepatnya
membentuk sudut 46° terhadap sumbu transmisi polarizer. Jelaskanlah
pengaruh dari susunan tersebut pada berkas cahaya merah yang datang yang
tak terpolarisasi. (Jawab : cahaya yang keluar merah, terpolarisasi linier dan
sejajar dengan sumbu transmisi analiser)
Aplikasi Polarisasi
1. Kaca (sunglasses) Polaroid
 Pantulan dari suatu permukaan obyek yang menyebabkan silau (glare)
dapat diminimalisir menggunakan kaca polaroid. Sumbu polarisasi
lensanya vertikal yang mana pantulan dari permukaan-permukaan
horizontal sebagian besar menyebabkan silau.
25
Hal yang sama juga terdapat pada beberapa kacamata yang dilapisi oleh lapisan
polaroid yang berfungsi mereduksi silau (glare).
2. Analisis Stres
Frinji dapat terjadi dan dianalisis pada bagian blok transparan akibat adanya
stress/ tekanan. Pola-pola frinji bervariasi dengan stres
3. Liquid Cristal Display (LCD)
Kristal cair (LCD) merupakan zat yang mempunyai perilaku seperti cairan dan
digunakan sebagai tampilan informasi (display). Bentuk molekulnya adalah
yang panjang dan tipis.
Tegangan listrik pada Liquid Crystal Diode (LCD) ketikan dinyalakan atau
dipadamkan dapat
mempengaruhi
memberikan tampilan yang bervariasi.
keadaan
filter polarisasi, sehingga
26
Seven segmen LCD :
4. Antena VHF dan UHF (aerial)
Gelombang-gelombang radio dapat dideteksi melalui medan listrik E maupun
medan magnet B. Statiun mentransmisikan gelombang-gelombang radio yang
terpolarisasi linier/ bidang.
Medan listrik gelombang elektromagnetik E yang menghasilkan arus dalam
antenna terdapat pada kawat/ batang besi antena, kemudian disambungkan ke
receiver (Gambar a). Antena mengubah medan magnet B menginduksi ggl dan
arus dalam loop antenna (Gambar b).
27
Soal latihan :
Jelaskan mengapa langit tampak berwarna biru pada siang hari dan merah pada
pagi dan sore hari (sunsets dan sunrise) !
IV.
KEGIATAN BELAJAR 3
Parameter Stokes
•
G.G Stokes (1852), memperkenalkan 4 kuantitas yang berfungsi untuk
mengobservasi gelombang dan menemukan bahwa, keadaan polarisasi dapat
dijelaskan melalui definisi eksperimental
•
Definisi operasional dari parameter Stokes adalah :
S0 = 2I0
S1 = 2I1 – 2I0
(15)
S2 = 2I2 – 2I0
S3 = 2I3 – 2I0
Tinjau komponen fungsi gelombang pada z konstan :
𝑬𝑥 (𝑡) = 𝑖̂𝐸0𝑥 (𝑡) 𝑐𝑜𝑠 (𝑘̅ 𝑧 − 𝜔
̅𝑡 + 𝜀𝑥 (𝑡))
(16)
𝑬𝑦 (𝑡) = 𝑗̂𝐸0𝑦 (𝑡) 𝑐𝑜𝑠(𝑘̅ 𝑧 − 𝜔
̅𝑡 + 𝜀𝑦 (𝑡))
Keadaan polarisasi elips hanya valid dalam waktu sesaat (hanya bergantung t),
sehingga berlaku :
2
𝐸𝑦 (𝑡)
𝐸𝑦 (𝑡)
𝐸𝑥 (𝑡) 2
𝐸𝑥 (𝑡)
) + 2(
)(
(
) +(
) cos 𝜀 = 𝑠𝑖𝑛2 𝜀
𝐸0𝑦 (𝑡)
𝐸0𝑥 (𝑡)
𝐸0𝑥 (𝑡) 𝐸0𝑦 (𝑡)
(17)
yang mana  = 𝜀𝑦 − 𝜀𝑥
Untuk mendapatkan parameter Stokes, integral rata-rata terhadap waktu dan lakukan
manipulasi matematik, sehingga diperoleh :
E
2
0x
2
 E 0y
  E
2
2
0x
2
 E 0y
  2E
2
E 0y cos ε   2E 0x E 0y sin ε 
2
0x
Empat parameter Stokes pada persamaan di atas adalah :
28
2
(18)
29
2 ⟩
2 ⟩
𝑆0 = ⟨𝐸0𝑥
𝑇 + ⟨𝐸0𝑥
T
=I
2 ⟩
2 ⟩
𝑆1 = ⟨𝐸0𝑥
𝑇 − ⟨𝐸0𝑥
T
=Q
𝑆2 = ⟨2𝐸0𝑥 𝐸0𝑦 𝑐𝑜𝑠 𝜀⟩T
=U
𝑆3 = ⟨2𝐸0𝑥 𝐸0𝑦 𝑠𝑖𝑛 𝜀⟩T
=V
Dalam bentuk vektor kolom ditulis :
𝑆0
𝑆
S = [ 1]
𝑆2
𝑆3
(19
)
Keadaan/ kondisi polarisasi dapat dilihat dari nilai parameter-parameter Stokes yang
dijelaskan berikut ini.
• S1 = S2 = S3 = 0
Tak terpolarisasi
• S1  0, S2  0, S3 = 0
Terpolarisasi Linier
• S1 = 0, S2 = 0, S3  0
Terpolarisasi Lingkaran/ Sirkular
• S02 = S12 + S22 + S32
Terpolarisasi sempurna
• S02 > S12 + S22 + S32
Terpolarisasi sebagian
Derajat polarisasi dapat ditentukan dengan :
(𝑆12 + 𝑆22 + 𝑆32 )1⁄2
𝑉=
𝑆0
Keadaan polarisasi dan nilai vektor Stokes disajikan berikut ini :
(20)
30
Vektor Jones
Tinjau komponen fungsi gelombang pada z konstan :
𝑬𝑥 (𝑡) = 𝑖̂𝐸0𝑥 (𝑡) 𝑐𝑜𝑠 (𝑘̅ 𝑧 − 𝜔
̅𝑡 + 𝜀𝑥 (𝑡))
𝑬𝑦 (𝑡) = 𝑗̂𝐸0𝑦 (𝑡) 𝑐𝑜𝑠(𝑘̅ 𝑧 − 𝜔
̅𝑡 + 𝜀𝑦 (𝑡))
Representasi dalam bentuk kolom vektor gelombang resultan dari komponen skalar
ditulis :
𝑬(𝑡) = [
𝐸𝑥 (𝑡)
]
𝐸𝑦 (𝑡)
Dalam bentuk kompleks, kolom vektor Jones ditulis :
𝐸 𝑒 𝑖𝜑𝑥
̃ = [ 0𝑥 𝑖𝜑 ]
𝑬
𝐸0𝑦 𝑒 𝑦
Keadaan polarisasi linier horizontal dan vertical ditulis :
𝑖𝜑
̃ 𝒉 = [𝐸0𝑥 𝑒 𝑥 ]
𝑬
0
0
̃𝒗 = [
𝑬
𝐸0𝑦 𝑒 𝑖𝜑𝑦 ]
Resultan dari 2 berkas yang koheren :
𝐸̃ = 𝐸̃ℎ + 𝐸̃𝑣
31
Bila E0x = E0y dan x = y, maka
𝑖𝜑𝑥
̃ = [ 𝐸0𝑥 𝑒 ]
𝑬
𝐸0𝑥 𝑒 𝑖𝜑𝑥
(21)
1
= 𝐸0𝑥 𝑒 𝑖𝜑𝑥 [ ]
1
1
[ ]  Polarisasi linier ( P-State) dengan sudut +45o
1
Amplitudo sama dan perbedaan fase = 0 (x - y = 0)
Dalam banyak kasus, fase dan amplitude sering tidak diketahui.
Bila persamaan (21) dibagi dengan √2𝐸0𝑥 𝑒 𝑖𝜑𝑥 maka
𝐸̃45 =
1
[ ]
1
1
√2
 Lihat Tabel
Dengan cara yang sama, maka bentuk normalisasinya diperoleh :
1
𝐸̃ℎ = [ ]
0
0
𝐸̃𝑣 = [ ]
1
Untuk cahaya polarisasi lingkaran kanan E0x = E0y , komponen y mendahului x
sebesar 90o atau /2. Bentuk fase (kz - t)  y - /2, sehingga
𝐸̃𝑅 = [
𝐸0𝑥 𝑒 𝑖𝜑𝑦
𝐸0𝑥 𝑒 𝑖(𝜑𝑦 −𝜋⁄2)
]
Kedua komponen dibagi dengan 𝐸0𝑥 𝑒 𝑖𝜑𝑦 , maka diperoleh
𝐸̃𝑅 = [
=[
1
]
𝑒 −𝑖𝜋⁄2
1
]
−𝑖
Jadi vector Jones normalisasinya adalah :
𝐸̃𝑅 =
1
1
]
√2 −𝑖
[
32
Dengan cara yang sama untuk L-State, diperoleh
𝐸̃𝐿 =
1 1
[ ]
√2 𝑖
𝐸̃𝑅 + 𝐸̃𝐿 =
2
√2
1
[ ]
0
 Lihat Tabel
Matriks Mueller

Matriks berukuran 4 x 4  Lihat Tabel Matriks Mueller

Vektor Stokes merupakan bentuk gelombang yang ditransmisikan
Contoh 1.
1
1 1
𝑆𝑡 = [
2 0
0
1
1
0
0
1⁄2
⁄
= [1 2]
0
0
0
0
0
0
1
0
0 ] [ 0]
0
0
0
0

𝑆0
𝑆
[ 1]
𝑆2
𝑆3
Artinya :
Gelombang yang ditransmisikan punya irradiansi/ intensitas = 1/2 atau S0 = 1/2,
dan keadaan polarisasi linier horizontal (S1 > 0).
Contoh 2.
Diketahui polarisasi elips sebagian dengan parameter Stokes : 4, 2, 0, 3
Representasi dalam vektor Stokes dapat ditulis :
𝑆0
4
𝑆1
2
[ ]=[ ]
𝑆2
0
𝑆3
3
Dapat dijelaskan bahwa :
S0 = 4
 intensitas/ irradiansi = 4
33
S1 = 2 > 0
 lebih dekat ke horizontal daripada vertical
S3 = 3 > 0
 right-handed, elips mendekati lingkaran
Derajat polarisasi 90%
Bila gelombang tesebut ditransverse oleh plat 1/4 gelombang dengan sumbu cepat
vertikal, maka :
1 0
𝑆𝑡 = [ 0 1
0 0
0 0
0 0 4
0 0] [ 2 ]
0 −1 0
1 0 3
4
2
]
=[
−3
0
Gelombang yang ditransmisikan punya irradiasi dan derajat polarisasi sama
dengan sebelumnya dengan polarisasi linier sebagian.
Matriks Jones
Vektor Stokes dan matriks Mueller tidak bisa menjelaskan efek dari interferensi.
Ketika informasi fase menjadi hal yang penting (seperti misalnya dalam kasus radioastronomi, maser), maka kita harus menggunakan formalisme Jones, yaitu vektor
kompleks dan matriks Jones untuk menggambarkan keadaan polarisasi.
Asumsi :
Berkas polarisasi yang datang = 𝐸̃𝑖
Berkas yang ditransmsikan setelah melalui “elemen optik” = 𝐸̃𝑡
Elemen optik mentransmisikan 𝐸̃𝑖 menjadi 𝐸̃𝑡 , prosesnya dapat dijelaskan secara
matematik menggunakan matriks 2 x 2, A yang dikenal dengan matriks Jones, yaitu :
𝐸̃𝑡 = 𝐴 ̃𝐸𝑖
A adalah matriks 2 x 2, yaitu :
(22)
34
𝑎11
𝐴 = [𝑎
21
𝑎12
𝑎22 ]
Sehingga :
𝑎11 𝑎12 𝐸̃𝑖𝑥
𝐸̃
[ ̃𝑡𝑥 ] = [ 𝑎
][̃ ]
21 𝑎22 𝐸
𝐸𝑡𝑦
𝑖𝑦
 Lihat Tabel Matriks Jones dan Elemen Optik
Dari uraian aljabarnya, dapat ditulis :
𝐸̃𝑡𝑥 = 𝑎11 ̃𝐸𝑖𝑥 + 𝑎12 ̃𝐸𝑖𝑦
𝐸̃𝑡𝑦 = 𝑎21 ̃𝐸𝑖𝑥 + 𝑎22 ̃𝐸𝑖𝑦
Contoh :
̃𝐸 merepresentasikan keadaan polarisasi (P-State) pada +45, yang melalui
elemen optik plat 1/4 gelombang dengan sumbu cepat vertikal (arah y), sehingga
𝐸̃
1 0 1
[ ̃𝑡𝑥 ] = [
][ ]
0 −𝑖 1
𝐸𝑡𝑦
1
𝐸̃𝑡 = [ ]
−𝑖
 berkas yang ditransmisikan berupa berkas polarisasi
lingkaran kanan (R-State)
Secara umum, untuk beberapa (n) elemen optik berlaku :
𝐸̃𝑡 = 𝐴𝑛 … 𝐴1 ̃𝐸𝑖
Contoh :
Dua matriks elemen optik 1/4 gelombang :
1 0 1 0 1
][
][ ]
𝐸̃𝑡 = [
0 −𝑖 0 −𝑖 1
=[
1 0 1
][ ]
0 − 𝑖 −𝑖
=[
1
]
−𝑖
Hasil ini menunjukkan bahwa, keadaan polarisasi yang terjai adalah polarisasi
linier dengan sudut polarisasi – 45 (P-State pada -45o).
35
Soal-soal Latihan :
1.
Sebuah polarizer ideal diputar pada laju  antar sepasang serupa polarizer
menyeberang stasioner. Tunjukkan bahwa rapat fluks yang keluar akan
dimodulasi empat kali frekuensi rotasi.
Dengan kata lain, tunjukkan bahwa :
yang mana I1 adalah rapat fluks/ intensitas/ irradiansi yang keluar dari
polarizer pertama dan I adalah rapat fluks akhir.
2.
Berapakah sudut Brewster untuk pantulan cahaya dari permukaan sepotong
kaca (ng = 1,65) yang dicelupkan dalam air (nw = 1,33)?
3. Suatu zat berada dalam air dengan indeks bias ni = 4/3. Seberkas cahaya
datang mengenai zat dan mengalami polarisasi bila cahaya datang
membentuk sudut  = 600.
Hitunglah besar indeks bias zat nt ?
4.
Dua berkas cahaya inkoheren yang diwakili oleh (1,1,0,0) dan (3,0,0,3)
ditumpang tindihkan (superimposed).
(a) Jelaskan secara detail keadaan polarisasi masing-masing.
(b) Tentukan parameter Stokes berkas cahaya gabungan dan jelaskan keadaan
polarisasinya.
(c) Berapakah derajat polarisasinya?
(d) Apa cahaya yang dihasilkan oleh tumpang tindih berkas incoherent (1, 1.
0, 0) dan (1, -1,0, 0)? Menjelaskan.
Jawaban :
36
3. Gunakan persamaan 14, yaitu hukum Brewster untuk menentukan indeks
bias zat nt.
𝑛𝑡
tan 𝜃𝑝 =
𝑛𝑖
𝑛𝑡 = 𝑛𝑖 tan 𝜃𝑝
4
tan 60𝑜
3
4
𝑛𝑡 = x √3
3
𝑛𝑡 =
𝑛𝑡 = 2,3
Jadi besar indeks bias zat nt adalah 2,3
4. a) E1 = (1,1,0,0)
Keadaan Polarisasinya : Irradiansi/ Intensitas relative =1
Polarisasi linier horizontal
E2 = (3,0,0,3)
Keadaan polarisasinya : Irradiansi/ Intensitas relative = 3
Polarisasi lingkaran kanan (PR)
Untuk kedua keadaan polarisasi , V = 1
b) Berkas gabungan, E = E1 + E2 = (4,1,0,3) dan ada komponen polarisasi
linier (P-state), polarisasi lingkaran kanan (R-State).
c) Derajat polariasi dapat dihitung menggunaan persamaan 20 :
(𝑆12 + 𝑆22 + 𝑆32 )1⁄2
(12 + 02 + 32 )1⁄2
𝑉=
=
= 0,79
𝑆0
4
d) Berkas yang dihasilkan : E = (1,1,0,0) + (1, –1,0,0) = (2,0,0,0).
Jenis cahaya yang dihasilkan adalah cahaya tak terpolarisasi, dengan kata
lain merupakan cahaya natural/ alami.
37
 Beberapa keadaan polarisasi dari vektor Stokes dan vektor Jones :
38
Tabel Matriks Jones dan Mueller
V.
PENUTUP
Polarisasi merupakan peristiwa/ fenomena yang unik dari sifat cahaya sebagai
gelombang elektromagnetik yang dapat diamati dengan instrumen optik dan dapat
analisis secara matematis melalui penerapan matriks vector. Beberapa aplikasi
polarisasi telah dimanfaatkan dalam teknologi dan memberikan keuntungan bagi
kehidupan manusia terutama dalam optik modern. Diharapkan dengan adanya modul
ini mahasiswa dapat lebih mudah mengerti dan memahami fenomena polarisasi dan
aplikasinya.
39
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Crawford, Jr. F.S.1968. Waves, Barkeley physics course- volume 3. Barkeley,
California
2. Hecht, E. 2002. Optics. Fourth edition, Pearson Education, Inc., publishing as
Addison Wesley, 1301
3. --
40
Download