Uploaded by yogiemedstud

buku 2, hal 39-51

advertisement
1. Pilih level target lumbal yang akan diblock dengan panduan C-arm dengan
posisi AP. Lakukan Squaring dengan lower endplate target corpus vertebra
membentuk satu garis sejajar dengan menggerakkan C-arm kearah
cefalatcaudal.
2. Rotasi C-arm pada posisi oblique kearah lateral secara perlahan-lahan
sampai tampak “scottie dog”. Scottie dog dibentuk oleh SAP dan IAP dari
setiap vertebra. Telinga anjing adalah SAP dan kaki depan anjing adalah
IAP.
Step 5. Arah jarum atau electrode
1. Setelah tampak view titik sudah optimal, infiltrasi kulit dengan LA
kemudian ujung jarum sudah hit the bone pada target di “mata anjing”
yanng merupakan pertemuan antara SAP dengan proses transversus.
2. Setelah infiltrasi kulit jarum 22G, 10 cm maju kearah target sampai ke hit
the bone. Ujung jarum harus berada atau bertumpu dengan tulang.
Step 6. Konfirmasi posisi jarum
1. Rotasi C-arm pada posisi lateral untuk mengkonfirmasi posisi jarum. Ujung
jarum harus sejajar dengan colom facet, tidak melebihi titik ini. Posterior
dari foramen intervertebralis.
2. Lakukan rotasi C-arm pada posisi AP, jarum harus berada di perpotongan
SAP dan bagian medial dari prosesus transversus.
3. Kemudian jarum di slideing sekitar 1 mm diperpotongan SAP dan prosesus
transversus
Step 7. Test stimulasi
1. Lakukan stimulasi sensorik pada 50hz. Pasien akan merasakan paresthesia
atau sensasi kesemutan dipunggung sekitar 0,5V. Jika pasien merasakan
sensasi di extremitas bawah, ujung jarum terlalu dekat dengan nerve root
dan harus sedikit ditarik dan dilakukan test sensorik kembali.
2. Kemudian test motorik dilakukan pada 2 hz. Pasien akan merasakan
kontraksi lokal pada otot multifidus. Jika kontraksi kaki atau otot kaki
terjadi maka ujung jarum harus direposisi kembali
3. Lakukan test aspiras. Jika aspirasi darah + maka posisikan ujung jarum dan
aspirasi kembali atau bila keluar cairan serebrospinal artinya jarumnya
terlalu dalam sehingga perlu ditarik dan prosedur diakhiri.
Step 8. blok MB dan / atau denervasi RF
1. Pada saat isnpirasi harus berhati-hati, bila hasilnya negative maka LA dapat
disuntikkan. Hal ini harus dilakukan sesuai dengan MB yang menginervasi
sendi facet yang ditargetkan.
NB: sendi lumbar zygapophyseal dipersarafi oleh cabang medial yang
ditemukan pada tingkat yang sama yang terdiri dari sendi tetapi dinamai
sebagai sumber saraf segmental dari mana asalnya. Dengan demikian, sendi
zygapophyseal L4-L5 diinervasi oleh cabang medial L3 dan L4.
2. Lakukan lesi RF pada suhu 67o C selama 60 detik dilakukan pada setiap
level
3. Jika PRF dengan 45 volt dengan 2 siklus 120 detik.
Blok dan lesi RF dari cabang median L5
MB level L5 terletak pada groove yang dibentuk oleh prosesus artikular superior
(SAP) sakrum dan ala tulang ini. Kemudian memberikan cabang medial dan
intermedial. Tidak ada pedicle di level ini.
1. Letakkan C-arm pada posisi posteroanterior (AP). Untuk melihat
persimpangan sebagai kurva, C-arm dapat diputar dengan cara cefalokaudal
2. Majukan jarum atau elektroda dengan cara “tunnel vision” kearah
persimpangan.
3. Posisikan C-arm kearah lateral. Dalam tampilan lateral, ujung harus tetap
diatas batas posterior kolom facet di luar dan posterior ke neural foramen.
4. Sisa prosedur adalah sama seperti yang dijelaskan diatas.
Penempatan elektroda secara paralel

Dibanyak pusat pendidikan, ujung jarum atau elektroda ditempatkan pada
saraf medial dengan pendekatan tunneled vision secara perpendicullar.

Pusat pendidikan lain: menempatkan elektroda tepat pada saraf target sejajar
dengan saraf tegak lurus.

Telah berspekulasi bahwa ketika ditempatkan dengan cara ini, elektroda
mengkoagulasi lebih panjang target substansial saraf (Gbr. 16.58).
Step 9. Perawatan pasca prosedur

Setelah prosedur selesai, pasien perlu diamati hingga 2 jam.

Pemantauan tanda-tanda vital adalah wajib.

Selain itu, penghilang rasa sakit harus didokumentasikan secara objektif.

Memberikan instruksi tertulis kepada keluarga pasien setelah pasien
dipulangkan.
Komplikasi
1. Sakit punggung sementara dan kejang otot → komplikasi ini dapat terjadi
terutama setelah RF lesioning. Menyuntikkan larutan deposteroid setelah
lesi dianjurkan.
2. Neuritis → neuritis dapat terjadi setelah RF lesioning.
3. Cedera saraf tulang belakang segmental
Jika jarum atau elektroda ditempatkan ke arah foramen saraf, cedera tulang
belakang segmental dan mati rasa pada dermatom terkait dapat terjadi. Dengan
demikian posisi akhir dari jarum atau ujung elektroda harus dikonfirmasikan
dengan pandangan lateral serta dengan tes stimulasi sensorik dan motorik.
4. Infeksi
Petunjuk bermanfaat

Lumbar atas, sekitar 80% sendi facet melengkung dan 20% datar

Lumbar bawah → terbalik dan sekitar 80% sendi facet datar.

Sisi lumbar atas lebih berorientasi pada bidang sagital, dan pada level L5S1 sudut yang lebih miring.

Sudut facet berorientasi lateral ke bidang sagital dari garis tengah sebagai
berikut:
L1-L2 < 30o , L2-L3 15-45o , L3-L4 30-75o.

Sudut facet lumbal vertical → berujung kira-kira 10o dengan ujung cephalad
dari sendi yang lebig jauh kedepan daripada ujung caudal dari sendi.

Pendekatan cabang medial lebih disukai daripada blok sendi facet lumbar.

Pemberian cairan pada sendi facet jangan dipaksakan, karena volume sendi
sangat kecil dan mudah pecah sehingga lebih baik pertama-tama melakukan
blok MB dan jika efektif maka lakukan lesioning RF.
Procedure for RF treatment of the lumbar facet joints (Berdasarkan buku :
EB Van Kleef)

Teknik ini butuh feedback dari pasien sehingga hanya boleh menggunakan
sedasi ringan agar pasien bisa ditanya-tanya

Posisi prone, gunakan bantalan dibawah abdomen untuk meluruskan lumbar
lordosis fisiologis

Indetifikasi struktur anatomi secara antero-posterior

C arm kemudian dirotasikan 15o oblique kearah ipsilateral sehingg cephalad
junction antara processus articularis superior dan processus transversus
yang merupakan target injeksi lebih mudah diinjeksi

Beberapa penelitian menunjukkan kalau menempatkan active tip paralel
searah dengan jalur nerve memaksimalkan ukuran lesi. Namun, bila
elektroda ditempatkan paralel kerarah tergeted nerve dengan co axial view
untuk mempermudah penempatan, image intensifer dapat diarahkan ke arah
caudal

Tandai injection point di kulit

Dalam proses injeksi, lakukan kontak jarum elektroda dengan processus
ttransversus sedekat mungkin dengan processus articularis superior. Setelah
bony contact, jarum diarahakan sedikit kearah kranial sehingga ujungnya
slides over processus transversus

Visualisasi tampak lateral, ujung elektroda seharusnya berada did asar
processus articularis superior di bidang facet column pada bagian bawah
dari foramen intervertebral, sekitar 1mm dorsal dari batas posteriornya

Keitka posisi jarum sudah tepat (konfirmasi dari beberapa view C-arm), cek
stimulus snesoris dengan arus 50Hz. Posisi dianggap tepat apabila stimulasi
didapatkan ≤ 0.5 V.

Cek stimulasi motorik pada 2Hz dengan merasakan kontraksi musculus
multifidus dan pastikan tidak ada kontraksi otot di bagian distal tungkai
yang mengindikasikan jarum ada di posisi yang salah

Kontraksi otot daerah punggung terkadang terjadi dan dapat dirasakan,
meskipun tidak selalu dapat dideteksi

Bila yakin jarum sudah ada diposisi yang tepat, injeksikan 0,5 ml anastesi
lokal.

Tunggu beberapa saat agar fek anastesi lokal berkerja, kemudian setting
suhu di 67o selama minimal 1 menit

Lokasi nerve dan teknik yang sama dapat digunakan pada rumus medialis
(medial branch) dari L1-L4.

Untuk L5, ramus dorsalis adalah target nerve untuk dilakukan lesioning,
karena jalurnya yang berada di junction antara ala dan processus articularis
ossis sacri. Pada level L5, stimulasi motorik 2 Hz belumtentu menghasilkan
kontraksi musculus multifidus, tetapi stimulasi motorik tetap pada nerve
yang terlalu dekat dengan segmental nerve
SACROILIACA JOINT SYNDROM
1. PENDAHULUAN

Pertama kali dikenalkan oleh
goldtwhite 1905

Prevalensi SIJ dari keseluruhan
LBP: 16-30%

Nyeri SIJ disebabkan oleh
intraartikuler
dan
ekstraartikular
2. ANATOMI
 Merupakan
sendi
synovial
diarthroidial
 Bagian anterior: Tru joint
 bagian posterior : syndesmosis
yang terjadi ataas ligament
sacroilliac,
ligament
iliolumbar, otot gluteus medius
dan
minimus
piriformiss
serta
otot
3. FAKTOR RESIKO

Leg length discrepancy

Cara berjalan yang salah

Scoliosis

Angkat beban berat

Post op stabilisasi posterior yang melibatkan sakrum

Prolong sitting atau standing

Kehamilan
4. MEKANISME NYERI
1. Hipermobility/instability, biasanya nyeri di daerah punggung bawah
dan atau hip, bisa menjalar kelipatah paha. Bila sendi terlalu
bergerak akan terjadi cedera ligament, lemah dan terjadi srain,
sementara sendi sendiri normal
2. Hypermobility/fixation bisa menyebabkan tegangan otot, nyeri dan
mengurangi pergerakan, Nyeri terasa di salah satu sisi dari
punggung bawah atau pantat dan bisa menjalar ke bawah, seperti
nyeri sciatica. Disebabkan karena gangguan di intraartikulaer
misalnya infeksi, arthritis dan ankylosing spondylitis.
5. KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
 Nyeri tajam dapt tumpul
terlokalisir
umumnya
didaerah gluteal
 Reffer pain ke daerah: paha
belakang,
lipat
paha,
pinggang
bawah,
bisa
unilateral juga bilateral
 Reffer pain tidak melebihi
lutut
 Gejala
unilateral
nyeri
dirasakan
 Nyeri sering dirasakan saat
berdiri dari posisi duduk
Pemeriksaan fisik
Terdapat 3 dari 7 tes. Provocative maneuvers POSITIF:
1. Compression test (Uji aproksimasi)
 Pasien miring dengan sisi yang
sakit diatas, pinggul dilipat 45o
dan lutut dilipat 90o
 Pemeriksa berdiri dibelakang
pasien dan meletakkan kedua
tanga di sisi depan puncak illiaka
dan kemudian menekan ke bawah
 Positif bila timbul nyeri
2. Distraction test (grapping test)
 Pasien pada posisi terlentang
 Pemeriksa berdiri di sisi yang
sakit dan menenmpatkan
tangannya ipsilateral dari kedua
spina iliaka anterior superior
 Pemeriksa kemudian menerapkan
tekanan kearah dorso-lateral
3. Faber test/ Patrick test
 Posisi terlentang dengan kaki sisi
sehat lurus dan kaki sisi sakit
ditekuk pada lutut dan telapak
kaki yang lurus dan kaki sisi sakit
ditekuk pada lutut dan telapak
kaki diarahkan kebagian dalam
kaki yang lurus kemudian
dilakukan penekanan pada lutut
sisi sakit kebawah
 Positif bila terasa nyeri atau tidak
bisa dilakukankarena ROM
terbatas
 Tes ini bisa menyebabkan nyeri di
hip, lumbal baah dan atau SIJ
4. Gaenslen test (pelvic torsion test)
 Pasien terletak pada posisi
terlentang dengan sisi yang
terkena pada tepi meja
pemeriksaan
 Kaki yang tidak terpengaruh
ditekuk pada pinggul dan lutut
dan ditekuk secara maksimal
sampai lutut menempel keperut
 Kaki kontralateral(sisi yang sakit)
dibawa kedalam hiperekstensi,
dan tekanan ringan diberikan pada
lutut itu
5. Thigh thrust test (posterior shear
test)
 Pasien posisi terlentang
 Pemeriksa berdiri disamping sisi
yang terkena dan melenturkan
ekstremitas pada pinggul kesudut
sekitar 90o dnegan sedikit
penambahan saat merapkan
tekanan ringan pada lutut yang
fleksi
6. Fortin finger test
 Pasien secara konsisten dapat
menunjukkan lokasi nyeri dengan
1 jari
7. Gillet test
 Pasien berdiri dan menekuk salah
satu lututnya ke arah perut
F. DIAGNOSIS BANDING
 Spondyloarthropathy (ankylosing spondylitis, reactive arthritis, psoroiactic
arthritis)
 Lumbar nerve root compression
 Facetogenic pain
 Hip pain
 Piriformis syndrome
G. PENATALAKSANAAN NYERI SIJ
1. Terbaik adalah multidisiplin
2. Terapi konservatif dengan mengatasi penyebab yang mendasari misalnya
gangguan gaya berjalan atau postur tubuh dengan physical terapi
 Physical terapi, dengan latihan fisik tertentu akan memperkuat otot
dan ligament di pelvis. Memperbaiki cara jalan datau duduk, cara
mengangkatbeban berat
 Bisa menggunakan TENS, terapi panas dingin, massage, stretching
dan Ultrasound terapi
 Kompres dingin bisa mengurangi inflamasi dan nyeri
 Kompres hangat mengurangi tegangan otot dan spasme
 Bila SIJ terlalu hypermobile bisa dipaka pelvic brace, seperti sabuk
yang lebar dan sangat membantu saat SIJ mengalami inflamasi dan
nyeri
 Stretching bisa mengurangi tegangan otot dan spasme otot
punggung bawah, hips dan pelvis termasuk piriformis, gluteus
maksimus dan otot hamstring
 Latihan memperkuat otot abdomen, lateral trunk dan otot punggung
bawah akan memberikan support yang lebih baik terhadap SIJ dan
pelvis. Latihan aerobik bisa meningkatkan peredaran darah
senhingga membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan yang rusak,
seperti bersepeda statis, areobik air.
3. Medikasi, NSAID seperti ibuprofen, natrium diklofenak
4. Terapi intervensi → evidance based SIJ
Teknik
Penilaian
Suntikan SIJ dengan kortikosteroid 1B+
dan anestes lokal
Terapi PRF rami dorsales dan rami 2C+
laterale
Terapi RF rami dorsale dan laterale 2C+
Perawatan RF yang didinginkan 2B+
dari rami laterale
5. Operasi, bila cara – cara diatas tidak berhasil mengurangi inflamasi dan
masih nyeri SIJ bisa dilakukan operasi SI joint fusion untuk mencegah
pergerakan dari sendi dengan menggabungkan ilium dan sacrum
H. REKOMENDASI
Pasien dengan nyeri kronik LBP yang berasal dari SIJ intraartikular steroid
dengan lokal anestesi dapat direkomendasikan. Jika kemudian gagal atau prosedur
hanya memberikan efek yang singkat, cooled/RF treatment pada cabang lateral S1
sampai S3 (4) direkomendasikan jika memungkinkan. Jika cooled/RF tidak dapat
digunakan pertimbangkan untuk melakukan prosedur (pulsed) RF pada ramus
dorsal L5 dan cabang lateral S1 sampai S3.
Algoritma praktik klinis pada nyeri SIJ
SIJ Pain
Red flaq role
out??
yes
Konfirmasi dengan
diagnosis blok
positif
Negatif
Pertimbangkan injeksi
kortikosteroid intrartikular
Reconsider
diagnosis
Hasil kurang baik
Cooled/ RF L5-S3
Ramus dorsal
I. TERAPI INTERVENSI SIJ
Nyeri SIJ tidak hanya berasal dari dalam sendinya (spondylarthtopathy) tapi
dapat berasal dari ligament-ligament yang mensupport sendi tersebut (non
(spondylarthtopathy).

Spondylarthtopathy → injeksi intraartikuler

Non Spondylarthtopathy → injeksi periartikuler
1. Tehnik intraartikuler injeksi dengan panduan USG
Equipment

Needle : 25-23g, 3.4 inch
needle

Injectate

1 mL local anesthetic

1
ml
of
an
injectable
corticosteroid

Hihg frequeency curvilincar
array transducer
author’s preferref technique
a) Patient position
Prone with pillow placed under
pelvis for mild hip
Flexion
b) Transducer position
Anatomic axial plane first over
posterior superior illiac spine
(PSIS). Then distally over the
caudal onethird of the SIJ
(figure 45-3)
c) Needle orientation relative to
the transducer
in plane ( see figure 45-3)
d) Needle approach (figure 45-4)
Medial to lateral starting 2 cm
medial to SIJ superficially
In plane tecgnique
Alternate technique
a. Patient position
d. Pearls and pitfalls
i. once the needle is in
place,color doople can be used
i. prone woth pillow placed the
to visualize potential retrograde
pelvis fo mid
flow out of the hypoechoic clef
hip plexion
between the ilium and sacrum
b. Transducer position
ii.
unfortunately,
an
i. anatomic axial plane first
intravascular injection would
over the PSIS , then distally
be difficult to detect once the
over the caudal one-third of the
needle tip is deep to the joint
SIJ ( see figure 45-3)
capsule
c. Needle orientation relative to
the transducer
i. out of plane
d. needle approach
i. caudal to cephalad starting 1
cm caudal to SIJ
Download