BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata stres telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, stress merupakan salah satu gejala psikologis yang dapat menyerang setiap orang. Stres dapat timbul karena adanya konflik dan frustrasi. Sebagian besar orang beranggapan bahwa yang dimaksud stres adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman, bingung,mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih cepat, gangguan pencernaan, dsb. Sebagian besar stres dapat dipicu karena pengaruh eksternal dan ada pula yang dipengaruhi oleh faktor internal individu tersebut. Stres sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu. Tapi melihat hal-hal tersebut,tampaknya tidak banyak orang yang mengetahui tentang stres, cara pencegahannya atau bahkan memanfaatkan stres tersebut sebagai salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik terhadap stres akan membantu kita dalam menghadapi stres ketika kembali mengalami hal yang sama, melalui penanganan yang tepat dengan adanya pemahaman yang baik mengenai stres, maka individu tidak akan terkena dampak negatif dari stres tersebut. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian stress dan adaptasi 2. Untuk mengetahui penyebab stress 3. Untuk mengetahui sumber stress 4. Untuk mengetahui respon penilaian terhadap stress 5. Untuk mengetahaui asuhan keperawatan pada stress 1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian stress 1. Konsep manusia Manusia adalah mahluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan mahluk hidup yang lain. Konsep manusia bermcam-macam, ada yang menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal. Ada pula yang menyatakan manusia adalah mahluk yang hina dan rendah karena diciptakan dari tanah. Ini semua menandakan bahwa manusia adalah mahluk yang misterius (masalah masnusia yang multikompleks), dan manusia pada umumnya tidak mampu mengetahui hakikat manusia secara utuh. Konsep seseorang tentang “manusia” dipengaruhi oleh beberapa hal berikut. a) Filsafah hidup individu/bangsa. b) Pengalaman hidup seseorang. c) Pengtahuan manusia tentang dirinya. Walaupun konsep tentang manusia masih beragam dan belum tercapai kesamaan presepsi, profesi keperawatan mempunyai konsep tentang manusia yang memandang dan meyakini manusia sebagai mahluk yang unik, sebagai sistem adaptif dan holistik. 1) Manusia sebagai mahluk yang unik Manusia sebagai mahluk yang unik mengandung pengertian bahwa manusia mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Begitupula terhadap respon dan stimulus. 2) Manusia sebagai sistem yang adaptif/ terbuka. Manusia sebagai sistem adaptif/terbuka memandang manusia sebagai sistem terbuka yang dinamis yang memerlukan berbagai masukan dari subsistem ataupun subprasistem. Subprasistem terdiri atas komponen sel, organ dan system organ (mis, system pernafasan, system kardiovaskuler dan system 2 lainnya). Subprasistem meliputi keluarga, komunitas, masyarakat, dan sosial budaya di dalam mempertahankan suatu keadaan seimbang. Tujuan utama manusia sebagai sistem terbuka adalah sebagai berikut: a) Tetap bertahan serta berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir/batin. b) Dapat memelihara/menepatkan dirinya dalam situasi apapun agar tetap sehat. c) Derajat kesehatan manusia ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan segala pengaruh, baik berasal dari dalam maupun dari luar. 3) Manusia sebagai mahluk holistik Keperawatan memandang manusia sebagai mahluk holistik yang meliputi bio,psiko-sosial-spiritual-kultural ini menjadi prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan memperhatikan aspek tersebut. Klien yang dirawat di rumah sakit harus mendapatkan perhatian bukan hanya pada aspek biologis, tetapi juga aspek-aspek yang lain. Sebagai mahluk holistic, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani dan rohani, unik, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, terus menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan. a) Manusia sebagai mahluk bio. Bio berasal dari kata bius yang artinya hidup. Manusia sebagai mahluk biologis memiliki ciri-ciri sbb. 1. Terdiri atas sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi yang berintegrasi. 2. Diturunkan/berkembang biak melalui jalan pembuhan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan hingga wanita dapat hamil lalu melahirkan bayi yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi remaja, dewasa, menua, dan akhirnya meninggal. 3. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. b) Manusia sebagai mahluk psiko Psiko berasal dari kata psychy yang berasal artinya jiwa, menurut aristoteles, jiwa berarti kekuatan hidup, jadi manusia sebagai mahluk 3 psiko artinya manusia adalah mahluk yang berjiwa. Sebagai mahluk psiko manusia mempunyai sifat-sifat yang tidak memiliki oleh mahluk lain. Manusia mempunyai kemampuan berfikir, keasadarn pribadi, dan kata hati (perasaan). Selain itu manusia juga merupakan mahluk yang dinamis yang dapat berubah dari waktu ke waktu dan berpindah atas motif tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Menurut sigmun frued sebagai mahluk psiko, manusia mempunyai kepribadian. Adapun struktur kepribadian manusia yang ditentukan frued adalah sebagai berikut. 1. ID. Id adalah bagian dari kepribadian yang paling dasar. Id merupakan pusat dari semua proses biologis atau jasmani. Sifat Id adalah kopulsif refleksi, atau bisa diakatakan sebagai bentuk ekspresi yang sangat alamiah. Nilai etika moral tidak dikenal oleh Id, sebab Id adalah penganut perinsip kesenangan artinya Id adalah segala dorongan dasar atau naluri yang memerlukan puasan segera tidak mengenal penundaan kesenangan, dan lebih merupakan pelampiasan dari ketegangan yang ada. 2. EGO. Ego merupakan hasil pengembangan Id lebih lanjut. Ego lebih berterorganisasi dan tugasnya adalah menghindar ketidaksenangan dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan naluri agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Perbedaan utama antara id dan ego adalah ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan, sedangkan Id hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuh kesenangan. 3. SUPEREGO. Superego merupakan pengembangan Id dalam tingkatan yang lebih tinggi daripada ego. Jika ego masih dekat hubungannya dengan Id dan lebih bersandarkan pada prinsip kenyataan superego tidak begitu dekat dengan id bahkan dapat bertentangan dengan Id. Superego berlandaskan pada aspek etis atau tidak etis, pantas atau tidak pantas, atau salah atau benar. Pada prinsip super ego, pemenuhan kebutuhan harus selalu disesuaikan dengan nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk keluarga. 4 Dengan kata lain superego mencerminkan norma masyarakat yang berada dalam diri seseorang, yakini keharusan yang dituntut oleh lingkungan terhadap dirinya melalui perkembangan sejak masa kanak-kanak. Super ego dibentuk melalui proses internalisasi. Id, ego, dan superego hendaknya jangan dilihat sebagai tiga aspek yang terpisah. Id, ego, superego lebih diartikan berbagai nama dari proses psikis yang tunduk kepada sistem prinsip yang berbeda. Dalam diri sesorang yang jiwanya sehat, prinsip yang berbeda tersebut saling melengkapi. Ketiganya berfungsi sebagai suatu kesatuan komponen kepribadian manusia yang bersatu dan harmonis secara umum, sering disebutkan bahwa id merupakan komponen biologis dari kepribadian, ego sebagai komponen fisiologi dan superego sebagai sosiologisnya. c) Manusia sebagai mahluk sosial. Sejak lahir manusia tumbuh dan berkembang memerlukan bantuan orang lain. menurut aristoteles, manusia adalah mahluk yang zompoliticon. Artinya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa dilepas dari orang lain dan selalu berinteraksi dengan mereka. Apalagi ketika sakit, manusia sangat membutuhkan bantuan orang lain. Sifat atau ciri manusia sebagai mahluk sosial akan terbentuk selama manusia bergaul dengan manusia lain. Manusia akan belajar dari lingkungan, norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun yang tidak etis. d) Manusia sebagai mahluk spiritual. Manusia sebagai mahluk spiritual mempunyai hubungan dengan kekuatan diluar dirinya, hubungan dengan tuhannya, dan mempunyai keyakinanan dalam hidupnya. Keyakinan yang dimiliki sesorang akan berpengaruh terhadap perilakunya. Misalnya, pada individu yang meyakini bahwa penyakit disebabkan oleh pengaruh roh jahat. Mengingat besarnya pengaruh keyakinan terhadap kehidupan seseorang, perawat harus motivasi klien untuk memelihara kesehatannya. 5 2. Definisi Stress. Stress bisa dikatakan jika terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya pada masing-masing individu dimana semakin tinggi kesenjangannya maka akan semakin tinggi pula tingkatan stress yang akan dialami individu sehingga individu akan semakin terancam. (Yosep, 2010) Ketika terjadinya respon pada manusia yang bersifat nonspesifik dimana setiap tuntutan pada kebutuhan dirinya itu adalah sebuah situasi ataupun keadaan yang kita alami dimana ada sebab yang menjadi ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima serta bagaimana kemampuan kita untuk mengatasinya. (Selye, 1982 dalam buku Yosep 2010) Stress dapat dikatakan jika terjadinya reaksi pada tubuh yang berespon pada lingkungan sehingga dapat memproteksikan diri kita yang merupakan bagian dari sistem pertahanan dimana manusia akan melanjutkan hidupnya. (Nasir, 2011). Stress dibagi menjadi dua, distress dan eustress. Distress adalah stress yang berakibat negatif, bahkan bisa menyebabkan sakit atau kesulitan konsentrasi sehingga kemampuan bekerja menurun, sedangkan eustress adalah stress yang memiliki akibat positif. Eustress justru bisa meningkatkan kemampuan bekerja seseorang menjadi semanagat dan termotivasi. (Diary berry, 3. Stress sebagai respon biologi. Tahun 1956, Hans Selye mempublikasikan hasil penelitian ini mengenai respon fisiologis sistem biologis terhadap perubahan yang dikenakan padanya. Sejak publikasi awalnya, dia telah merevisi definisi stresnya, menyebutnya sebagai keadaan yang dimanifestasikan oleh sindrom tertentu yang terdiri dari semua perubahan yang disebabkan oleh nonspesifik dalam sistem biologis. Selye 1976, Gejala sindrom ini kemudian dikenal sebagai sindrom melawan atau lari. Skema respon 6 biologis pada awalnya dan dengan tekanan berkelanjutan, disajikan pada gambar 1-1 Gambar 2.1 sindrom ‘fight ir flight’ : awal respon stress Gambar 2.2 sindrom fight or flight : respon stress berkelanjutan Dalam respon fight atau flight, jika seseorang diberi situasi stress (bahaya), respon fisiologis (system syaraf simpatik) mengaktifkan kelenjar adrenal dan system kardiovaskular, yang memungkinkan seseorang untuk dengan cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan untuk melawan atau melarikan diri dari situasi. 7 a) Respons fisiologis semacam itu bermanfaat dalam jangka pendek: misalnya dalam situasi darurat. b) Namun, dengan stressor psikologis kronis yang sedang berlangsung, seseorang terus mengalami respons fisiologis yang sama seolah-olah ada bahaya nyata, yang pada akhirnya secara fisik dan emosional menghabiskan tubuh. Gambar 1.2 Selye 1976, menyebut reaksi umum tubuh untuk menekankan sindrom adaptasi umum. Dia menggambarkan reaksi dalam tiga tahap yang berbeda: 1. Tahap alarm - ini adalah respons langsung (figt atau flight) terhadap perawatan atau perawatan yang dirasakan. 2. Resistensi - jika stres terus berlanjut, tubuh menyesuaikan diri dengan tingkat stres yang berusaha kembali ke homeostasis 3. Kelelahan - dengan pemaparan dan adaptasi yang berkepanjangan, tubuh akhirnya menjadi habis. tidak ada lagi cadangan untuk dipelihara, dan penyakit serius sekarang dapat berkembang (misalnya, hipertensi, gangguan mental dan kanker). Selye mengajarkan kepada kita bahwa tanpa intervensi, bahkan kematian adalah sebuah kemungkinan pada tahap ini. 4. Etiologi Stress a) Skema model adaptasi stress Faktor predisposisi Biologis Fisiologis Sosial budaya Stressor presipitasi Sifat Asal waktu Jumlah Peniliaian terhadap stressor Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial Sumber Koping 8 Kemampuan personal Dukungan sosial modal material keyakinan positif Konstruktif Destruktif Rentang respon koping Respon adaptif Respon maladaptif Skema komponen biopsikososial dari model adaptasi stress stuart tentang asuhan keperawatan jiwa b) Faktor predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor resiko dan protektif yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan sesorang untuk mengatasi stres. Faktor predisposisi tersebut terdiridari aspek biologis, psikologis, social budaya. 1. Predisposisi biologis, meliputi latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis, kesehatan secara umum, dan keterpaparan pada racun. 2. Predisposisi psikologis meliputi inteligensi, keterampilan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan psikologis, dan lokus kendali, atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri sendiri. 3. Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan, penghasilan, pekerjaan, latar belakang, keyakinan religi, afiliasi politik, pengalaman sosialisasi, dan tingkat integrasi social atau keterhubungan. c) Faktor presipitasi Stressor presipitasi adalah stimulus yang menantang, mengancam, atau menuntut individu. Mereka memerlukan energy tambahan dan mengakibatkan suatu ketegangan dan stres. Stressor ini dapat biologis, psikologis, atau sosial budaya. Stimulus ini berasal baik dari lingkungan internal atau lingkungan eksternal manusia. Juga penting untuk mengkaji waktu stressor, yang mencakup kejadian stesor, berapa lama seorang 9 terpapar dengan stressor dan seberapa sering terjadi. Factor terakhir adalah jumlah stressor yang dialami individu dalam masa tertentu karena kejadian yang menimbulkan stress mungkin lebih sulit diatasi apabila terjadi beberapa kali dalam waktu berdekatan. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seorang (anak,remaja atau dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi dan mampu menaggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan kejiwaan, seperti, antara lain depresi. (Yosep, H Iyus dan Sutini Titin, 2007). Pada umumnya jenis stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut: a) Perkawinan Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya. Stressor perkawinan ini dapat menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan. b) Problem orang tua Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut merupakan sumber stress yang pada gilirannya dapat menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan. c) Hubungan interpersonal Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan bawahan, dan lain sebagainya. d) Pekerjaan Masalah pekerjaan adalah masalah stress kedua setelah perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan 10 karena masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, tidak cocok, mutasi, atau di PHK. e) Lingkungan hidup Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan sesorang, misalnya soal perumahan, penggusuran, pindah tempat tinggal dan sebagainya. f) Keuangan Masalah keuangan (kondisi social-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangkrutan perusahaan. Problem keuangan sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan factor yang membuat sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan. g) Hukum Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stress, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. Stress di bidang hukum ini dapat menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan. h) Perkembangan Yang dimaksud disini adalah perkembangan mental maupun fisik, pada saat remaja, masa dewasa, monopouse, dan usia lanjut. Untuk sebagian individu dapat menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan; terutama pada usia monopouse dan usia lanjut. i) Penyakit fisik atau cidera Penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain sebagainya. Hal ini yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan penyakit kronis, jantung, kanker dan sebagainya. j) Faktor keluarga Hubungan kedua orang tua yang dingin, kedua orang tua jarang dirumah, komunikasi orang tua dan anak tidak baik, salah satu 11 orang tua mengalami gangguan jiwa, orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, dan sebagainya. 4. Penilaian terhadap stress Penilaian terhadap stressor melibatkan penetapan makna dan pemahaman tentang dampakdari suatu situasi yang menimbulkan stress pada individu. Hal ini termasuk respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Penilaian adalah suatu evaluasi tentang kemaknaan suatu peristiwa terkait dengan kesejahteraan seeorang. Stressor mengandung arti, intensitas dan penting dengan interpretasi yang unik dan bermakna yang diberikan oleh seseorang yang beresiko sakit. a) Respon kognitif Respon kognitif merupakan bagian penting dari model ini (monat dan lazarus, 1991). Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor-faktor yang dianggap berdampak pada kejadian yang dapat menimbulkan stress, pilihan pola koping yang digunakan, dan reaksi emosional, fisiologis, perilaku dan sosial. Penilaian kognitif memediasi secara fisiologis antara manusia dan lingkungan pada tiap saat menghadapi stres. Kondisi ini berarti bahwa kerusakan atau potensi kerusakan dari suatu situasi ditentukan berdasarkan pemahaman seseorang tentang situasi yang dapat membahayakan serta ketersediaan sumberyang dimiliki seseorang untuk menetralisir atau mentoleransi bahaya. Tiga jenis respon kognitif terhadap stress adalah sebagai berikut: 1) Bahaya/kehilangan yang sudah terjadi 2) Ancaman tentang antisipasi bahaya atau bahaya yang akan terjadi 3) Tantangan yang lebih berfokus pada potensi pertumbuhan, atau penguasaan daripada resiko yang mungkin terjadi 12 Karakteristik orang yang mampu bertahan dan kuat sebagai berikut: 1) Komitmen, kemampuan melibatkan diri sendiri pada apa yang sedang dilakukannya. 2) Tantangan, keyakinan yang berubah terhadap stabilitas yang diharapkan dalam kehidupan, maka suatu kejadian dilihat lebih sebagai stimulus bukan ancaman. 3) Kontrol, kecenderungan untuk merasakan dan meyakini bahwa manusia mengendalikan peristiwa, bukan merasa putus asa dalam menghadapi masalah kehidupan. Ringkasnya, orang yang mampu bertahan atau ketahanan terhadap stres memiliki sikap positif terhadap kehidupan, keterbukaan pada peubahan, perasaan keterlibatan pada apapun yang dilakukannya, dan mampu mngendalikan kejadian. b) Respon afektif Respon afektif adalah suatu perasaan yang muncul. Pada penilaian stressor, respon afektif yang utama adalah reaksi gembira, sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi atau takjub. Emosi juga diuraikan menurut jenis, lama dan intensitas karakteristik yang berubah setiap saat dan sebagai dampak dari kejadian. Sebagai contoh, apabila emosi berlangsung dalam waktu yang lama, dapat diklasifikasikan sebagai suasana hati, apabila emosi berlangsung lebih lama lagi dipandang sebagai sikap. Penghayatan, optimis, dan sikap positif dalam menghadapi peristiwa kehidupan dapat mengarahkan pada perasaan sejahtera yang lebih besar, dan bahkan mungkin kehidupan yang lebih panjang. (Lazarus, 1991 dalam buku Keperawatan kesehatan jiwa, Stuart 2016). c) Respon perilaku Respon perilaku sebagai hasil dari respons fisiologis dan emosional, begitu juga analisis kognitif dari situasi yang menimbulkan stres. Caplan (1981) menguraikan empat fase respons perilaku individu terhadap peristiwa yang menimbulkan stres: 13 1) Fase 1 adalah perilaku yang mengubah lingkungan yang menimbulkan stres atau memungkinkan individu menghindarinya. 2) Fase 2 adalah perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah lingkungan eksternal dan hasilnya. 3) Fase 3 adalah perilaku intrapsikik yang berguna untuk mempertahankan suasana emosi yang tidak menyenangkan. 4) Fase 4 adalah perilaku intrapsikik yang membantu seseorang untuk memahami kejadian melalui penyesuaian internal. d) Respon sosial Pada akhirnya, respon sosial yang mungkin ditampilkan terhadap stress dan penyakit cukup banyak dan diabagi pada tiga aktivitas (Mechanic, 1977): 1) Mencari makna, individu mencari informasi tentang masalah mereka. Hal ini diperlukan untuk menyiapkan strategi koping, karena hanya dengan memiliki pandangan tentang apa yang terjadi, seseorang dapat berespons dengan tepat. 2) Atribusi sosial, dimana seseorang mencoba untuk mengidentifikasi factor-faktor yang berkontribusi pada situasi. Mereka cenderung melihat masalah sebagai tanda dari kegagalan pribadi mereka dan menyalahkan diri sendiri serta berprilaku pasif, pesimis, dan menarik diri. 3) Perbandingan sosial, dimana orang membandingkan keterampilan dan kapasitas dengan orang lain yang mempunyai seseorang masalah yang tergantung pada sama. hal-hal Pengkajian yang diri mereka bandingkan. Hasilnya adalah evaluasi terhadap kebutuhan dukungan dari jejaringan sosial atau system dukungan. Faktor predisposisi seperti usia, tingkat perkembangan 14 dan latar belakang budaya serta karakterristik stressor presipitasi, menetukan kebutuhan yang dipresepsikan untuk dukungan sosial. Ringkasnya, cara seseorang menilai suatu kejadian merupakan kunci psikologis untuk memahami upaya koping dansifat serta intensitas stress. 5. Sumber stress Menurut marmis (1999), dalam buku Psikologi untuk perawat (2004), ada empat sumber atau penyebab stress psikologis, yaitu: a) Frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti d3 akper program khusus puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya, dan sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsic (cacat badan dan kegagalan usaha), dan kegagalan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan dan lain-lain). b) Konflik, timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approachapproach conflict, approach-avoidance conflict. c) Tekanan, timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan berasal dari dalam individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu rangking satu atau istri menuntut uang belanja yang berlebih. d) Krisis, yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi. Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, frustasi, konflik dan tekanan. 15 5. Tahapan Stres Stres dapat terjadi melalui beberapa tahapan. Menurut Amberg Robert J Van ( 1979), sebagaimana dikemukakan oleh Iyus yoseph dan Titin Sutini (2007), tahapan stress meliputi: 1. Stres tahap pertama ( paling ringan ) yaitu stress yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki sehingga penglihatan menjadi tajam. 2. Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan seperti bangun pagi tidak segar atau letih,cepat capek,tidak dapat rileks, otot-otot punggung dan tengkuk tegang. Terkadang gangguan dalam system pencernaan ( gangguan usus, kembung, gangguan perut) kadang kadang pula jantung berdebar-debar. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. 3. Stress tahap ke tiga yaitu gangguan usus lebih terasa (seperti mulas, sakit perut seperti ingin kebelakang), otot-otot terasa lebih tegang, perasaan tegang yang semakin meningkat, gangguan tidur, Badan terasa ingin pingsan. Pada tahap ini penderita harus berkonsultasi dengan dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat, guna memulihkan suplai energi. 4. Stress tahap ke empat yaitu tahapan stress untuk bisa bertahan sepanjang hari sangat sulit, kegitan-kegiatan yang terasa menyenagkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan menganggapi situasi, pergaulan social, tidur semakin kurang, sering terbangun dini hari, perasaan negativistic, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat di jelaskan. 5. Stress tahapan ke lima yaitu stress yang ditandai keletihan yang mendalam, untuk mengerjakan pekerjaan yang sederhana saja tidak mampu, gangguan sistem pencernaan (maag, dan usus), perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik. 16 6. Stress tahapan ke enam merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini di bawa ke ICCU. Gejala-gejala pada tahap in cukup mengerikan: debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan, nafas sesak, megap-megap, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tak kuasa lagi, pingsan atau collaps. 6. Manajemen Stress Pertumbuhan manajemen stress menjadi bisnis multimilliondollar-a-year membuktikan pentingnya hal ini di masyarakat kita. Manajemen stress melibatkan penggunaan strategi penanganan sebagai respons terhadap situasi yang penuh tekanan. Strategi mengatasi adaptif saat mereka melindungi individu dari bahaya (atau kerugian tambahan) atau memperkuat kemampuan individu untuk menghadapi situasi yang menantang. Respons adaptif membantu mengembalikan homeostasis ke tubuh dan menghambat perkembangan penyakit adaptasi. Strategi koping dianggap maladaptif ketika konflik yang dialami tidak terselesaikan atau meningkat. Sumber daya energi menjadi habis saat tubuh berjuang untuk mengkompensasi gairah fisiologis dan psikologis kronis yang dialami. Efeknya adalah kerentanan yang signifikan terhadap penyakit fisik atau psikologis. B. Pengertian adaptasi (mekanisme penyesuaian diri) 1. Pengertian adaptasi Adaptasi adalah respon fisik atau perilaku individu terhadap perubahan lingkungan internal atau eksternalnya menghasilkan integritas individual dan keseimbangan. ( Townsend, DSN, APRN, BC , 2009). Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). W.A. Gerungan (1996) dalam buku Psikologi untuk keperawatan Sunaryo(2004). Adaptasi merupakan pertahanan yang didapt sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress, cara 17 mengatasi stress dapat berupa membatasi tempat terjadinya stress, mengurangi atau menetralisasi pengaruhnya. 2. Tujuan adaptasi a) Mengahadapi tuntutan keadaan secara sadar b) Mengahadapi tuntutan keadaan secara realistis c) Mengahadapi tuntutan keadaan secara objektif d) Mengahadapi tuntutan keadaan secara rasional Cara yang di tempuh dapat berupa terbuka maupun tertutup antara lain; 1) Menghadapi tuntutan secara frontal (terang-terangan) 2) Regresi (menarik diri) atau tidak mau tau sama sekali 3) Kompromi (kesepakatan) Contoh: seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin ia akan bekerja keras (terang-terangan), regresi keluar dari pendidikan atau mengulang lagi dengan berusaha semampunya (kompromi). 3. Jenis adaptasi a) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara local atau umum. Contohnya, seseorang yang mampu mengatasi stress, tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat. b) Adaptasi psikologis- bisa terjadi secara: 1) Sadar: individu mencoba memecahkan/ menyesuaikan diri dengan masalah 2) Tidak sadar: menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). 3) Menggunakan gejala fisik (konversi) atau psikofisiologi/psikosomatik Apabila sesorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress. Stress bisa terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri tidak terpenuhi. 18 4. Mekanisme pertahanan diri Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan tidak adekuat. Mekanisme pertahanan diri ini mempunyai beberapa ciri, (Maramis, 1990 dalam buku konsep dasar keperawatan, Asmadi, 2005) diantaranya; 1. Berfungsi hanya untuk melindungi atau bertahan dari hal-hal yang tidak mengenakkan dan tidak secara langsung mengatasi masalah. Jadi, sifatnya hanya sementara. 2. Individu tidak menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi. Jadi, mekanisme perthanan diri tersebut sedang terjadi. Jadi, mekanisme pertahanan diri bisa terjadi diluar kesadaran 3. Mekanisme pertahanan diri seringkali tidak berorientasi pada kenyataan. Dibawah ini ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan: 1. Penyangkalan, menghindar atau menolak untuk melihat kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan atau menolak kenyataan tersebut. Misalnya, individu yang secara akurat menderita penyakit AIDS akan mengatakan bahwa dirinya hanya penyakit flu biasa. Penyangkalan terhadap kenyataan merupakan pembelaan ego yang paling sederhana dan primitif. 2. Proyeksi, menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan dirinya atas kesalahan yang ia perbuat. Mekanisme ini digunakan untuk menghindari celaan dan hukuman yang mungkin akan ditimpakan pada dirinya. Akan tetapi, mekanisme pembelaan diri ini tidak realistis. Misalnya, seorang mahasiswa yang tidak lulus ujian mengatakan bahwa dirinya tidak lulus karena dosenya sentiment. 3. Represi, menekan ke alam tidak sadar dan sengaja melupakan pikiran, perasaan, dan pengalaman yang mneyakitkan. Individu 19 yang menggunakan mekanisme represi sebenrnya telah menipu dirinya sendiri sebab ia hanya melindungi diri dari masalah yang sebenrnya dapat diatasi yang lebih realistis. Misalnya, seorang remaja yang diputuskan cintanya oleh kekasihnya sengaja melupakan peristiwa tersebut seolah tidak pernah terjadi. Setiap ada seseorang yang menanyakan hal tersebut ia hanya mengatakan, “sudahlah jangan menanyakan hal tersebut”. 4. Regresi, kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan sesorang dalam menghadapi stress. Misalnya, pengantin baru yang mengalami masalah dalam rumah tangganya biasanya lari pulang ke rumah orang tua nya masing masing. Dalam mekanisme regresi, secara tidak sadar individu mencoba berprilaku seperti anak kecil dan bergantung paa orang lain tidak mau berpikir susah. 5. Rasionalisasi, berusaha memberi alas an yang masuk akal terhadap apa yang telah dilakukannya. Meski tahu bahwa perbuatan yang ia lakukan sebenarnya tidak baik, ia berusaha agar perbuatan nya dapat diterima. Misalnya mahasiswa yang datang terlambat ujian mengatakan bahwa jalanan macet total. Rasionalisasi menurut Marasmis mempunyai dua segi pembelaan, yaitu membantu kita membenarkan yang kita lakukandan membantu kita melunakkan kekecewaan yang berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai. 6. Fantasi, keinginan yang tidak tercapai cenderung dipuaskan dengan imajinasi yang diciptakan sendiri, misalnya mahasiswa yang kurang pandai senang berfantasi akan mendapat cumalaude. Fantasi dapat berproduktif, bisa juga sebaliknya. Fantasi yang berproduktif dapat menjadi motivasi yang kuat dalam menyelesaikan masalah, fantasi yang non-produktif dapat memuaskan khalayan sebagai pengganti kekurangan tetapi tidak menimbulkan motivasi untuk berprestasi. 20 7. Pengalihan, memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan dari seseorang atau objek ke orang atau objek lain yang biasanya lebih kurang berbahaya daripada objek semula. Misalnya, seseorang yang tidak lulus ujian langsung membanting dan membuang bukunya. Mekanisme pengalihan pada dasarnya tidak menyelesaikan masalah, bahkan cenderung membuat masalah baru. Misalnya, seorang pegawai melampiaskan emosi ke istrinya lantaran dikantornya ia dimarahi oleh atasannya. 8. Undoing, melakukan tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan mngapus atau meniadakan tindakan sebelumnya. Misalnya, dengan meminta maaf. 9. Reaction formation, mengembangkan pola sikap atau perilaku tertentu yang disadari tetapi berlawanan dengan perasaan dan keinginannya. Misalnya, seorang laik-laki mencintai seorang perempuan dan mengaku ia membencinya pada temannya. 10. Kompensasi, menutupi kekurangan dengan meningkatkan kelebihan yang ada pada dirinya. Misalnya, mahasiswa yang kemampuan belajarnya kurang mencoba menekuni music karena music merupakan kelebihannya. 11. Sublimasi, penyaluran rangsang atau nafsu yang tidak tersalurkan ke dalam kegiatan lain yang bisa diterima oleh masyarakat. Misalnya, sesorang yang suka berkelahi disalurkan ke olahraga tinju. Mekanisme adaptasi Sterssor Manusia dalam keadaan seimbang Sterssor Konflik internal dan eksternal Manusia dalam keadaan Tidak seimbang 21 Adaptasi Berhasil Gagal Stress teratasi Stress terus berlanjut Manusia kembali Sakit Keadaan seimbang Sembuh Cacat Meninggal Gambar 2.4 Mekanisme adaptasi. (asmadi, 2005) 22