Uploaded by User76171

BAB II STRESS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata stres telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,
stress merupakan salah satu gejala psikologis yang dapat menyerang setiap
orang. Stres dapat timbul karena adanya konflik dan frustrasi. Sebagian besar
orang beranggapan bahwa yang dimaksud stres adalah sesuatu yang
tidak menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak nyaman,
bingung,mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih cepat,
gangguan pencernaan, dsb. Sebagian besar stres dapat dipicu karena pengaruh
eksternal dan ada pula yang dipengaruhi oleh faktor internal individu tersebut.
Stres sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu.
Tapi melihat hal-hal tersebut,tampaknya tidak banyak orang yang
mengetahui tentang stres, cara pencegahannya atau bahkan memanfaatkan stres
tersebut sebagai salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik
terhadap stres akan membantu kita dalam menghadapi stres ketika kembali
mengalami hal yang sama, melalui penanganan yang tepat dengan adanya
pemahaman yang baik mengenai stres, maka individu tidak akan terkena
dampak negatif dari stres tersebut.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian stress dan adaptasi
2. Untuk mengetahui penyebab stress
3. Untuk mengetahui sumber stress
4. Untuk mengetahui respon penilaian terhadap stress
5. Untuk mengetahaui asuhan keperawatan pada stress
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian stress
1. Konsep manusia
Manusia adalah mahluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan
dengan mahluk hidup yang lain. Konsep manusia bermcam-macam, ada yang
menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal. Ada pula yang
menyatakan manusia adalah mahluk yang hina dan rendah karena diciptakan
dari tanah. Ini semua menandakan bahwa manusia adalah mahluk yang
misterius (masalah masnusia yang multikompleks), dan manusia pada
umumnya tidak mampu mengetahui hakikat manusia secara utuh. Konsep
seseorang tentang “manusia” dipengaruhi oleh beberapa hal berikut.
a) Filsafah hidup individu/bangsa.
b) Pengalaman hidup seseorang.
c) Pengtahuan manusia tentang dirinya.
Walaupun konsep tentang manusia masih beragam dan belum tercapai
kesamaan presepsi, profesi keperawatan mempunyai konsep tentang
manusia yang memandang dan meyakini manusia sebagai mahluk yang
unik, sebagai sistem adaptif dan holistik.
1) Manusia sebagai mahluk yang unik
Manusia sebagai mahluk yang unik mengandung pengertian bahwa
manusia mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Begitupula terhadap respon dan stimulus.
2) Manusia sebagai sistem yang adaptif/ terbuka.
Manusia sebagai sistem adaptif/terbuka memandang manusia
sebagai sistem terbuka yang dinamis yang memerlukan berbagai masukan dari
subsistem ataupun subprasistem. Subprasistem terdiri atas komponen sel, organ
dan system organ (mis, system pernafasan, system kardiovaskuler dan system
2
lainnya). Subprasistem meliputi keluarga, komunitas, masyarakat, dan sosial
budaya di dalam mempertahankan suatu keadaan seimbang. Tujuan utama
manusia sebagai sistem terbuka adalah sebagai berikut:
a) Tetap bertahan serta berusaha untuk mencapai kebahagiaan lahir/batin.
b) Dapat memelihara/menepatkan dirinya dalam situasi apapun agar tetap
sehat.
c) Derajat kesehatan manusia ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi
dengan segala pengaruh, baik berasal dari dalam maupun dari luar.
3) Manusia sebagai mahluk holistik
Keperawatan memandang manusia sebagai mahluk holistik yang meliputi
bio,psiko-sosial-spiritual-kultural ini menjadi prinsip keperawatan bahwa
asuhan keperawatan yang diberikan memperhatikan aspek tersebut.
Klien yang dirawat di rumah sakit harus mendapatkan perhatian bukan
hanya pada aspek biologis, tetapi juga aspek-aspek yang lain. Sebagai mahluk
holistic, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani dan rohani, unik, serta berusaha
untuk
memenuhi
kebutuhannya
dapat
mengembangkan
potensi
yang
dimilikinya, terus menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha
beradaptasi dengan lingkungan.
a) Manusia sebagai mahluk bio. Bio berasal dari kata bius yang artinya
hidup. Manusia sebagai mahluk biologis memiliki ciri-ciri sbb.
1. Terdiri atas sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai
fungsi yang berintegrasi.
2. Diturunkan/berkembang biak melalui jalan pembuhan sperma
dari laki-laki dan ovum dari perempuan hingga wanita dapat
hamil lalu melahirkan bayi yang kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi remaja, dewasa, menua, dan akhirnya
meninggal.
3. Untuk
mempertahankan
kelangsungan
hidup,
manusia
mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
b) Manusia sebagai mahluk psiko
Psiko berasal dari kata psychy yang berasal artinya jiwa, menurut
aristoteles, jiwa berarti kekuatan hidup, jadi manusia sebagai mahluk
3
psiko artinya manusia adalah mahluk yang berjiwa. Sebagai mahluk
psiko manusia mempunyai sifat-sifat yang tidak memiliki oleh mahluk
lain. Manusia mempunyai kemampuan berfikir, keasadarn pribadi, dan
kata hati (perasaan). Selain itu manusia juga merupakan mahluk yang
dinamis yang dapat berubah dari waktu ke waktu dan berpindah atas
motif tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Menurut sigmun
frued sebagai mahluk psiko, manusia mempunyai kepribadian. Adapun
struktur kepribadian manusia yang ditentukan frued adalah sebagai
berikut.
1. ID. Id adalah bagian dari kepribadian yang paling dasar. Id
merupakan pusat dari semua proses biologis atau jasmani. Sifat Id
adalah kopulsif refleksi, atau bisa diakatakan sebagai bentuk ekspresi
yang sangat alamiah. Nilai etika moral tidak dikenal oleh Id, sebab Id
adalah penganut perinsip kesenangan artinya Id adalah segala
dorongan dasar atau naluri yang memerlukan puasan segera tidak
mengenal penundaan kesenangan, dan lebih merupakan pelampiasan
dari ketegangan yang ada.
2. EGO. Ego merupakan hasil pengembangan Id lebih lanjut. Ego lebih
berterorganisasi dan tugasnya adalah menghindar ketidaksenangan
dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan naluri agar sesuai
dengan tuntutan dunia luar. Perbedaan utama antara id dan ego adalah
ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai
mekanisme pembelaan, sedangkan Id hanya mementingkan diri
sendiri untuk memenuh kesenangan.
3. SUPEREGO. Superego merupakan pengembangan Id dalam
tingkatan yang lebih tinggi daripada ego. Jika ego masih dekat
hubungannya dengan Id dan lebih bersandarkan pada prinsip
kenyataan superego tidak begitu dekat dengan id bahkan dapat
bertentangan dengan Id. Superego berlandaskan pada aspek etis atau
tidak etis, pantas atau tidak pantas, atau salah atau benar. Pada prinsip
super ego, pemenuhan kebutuhan harus selalu disesuaikan dengan
nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk keluarga.
4
Dengan kata lain superego mencerminkan norma masyarakat yang
berada dalam diri seseorang, yakini keharusan yang dituntut oleh
lingkungan terhadap dirinya melalui perkembangan sejak masa
kanak-kanak. Super ego dibentuk melalui proses internalisasi.
Id, ego, dan superego hendaknya jangan dilihat sebagai tiga
aspek yang terpisah. Id, ego, superego lebih diartikan berbagai nama
dari proses psikis yang tunduk kepada sistem prinsip yang berbeda.
Dalam diri sesorang yang jiwanya sehat, prinsip yang berbeda
tersebut saling melengkapi. Ketiganya berfungsi sebagai suatu
kesatuan komponen kepribadian manusia yang bersatu dan harmonis
secara umum, sering disebutkan bahwa id merupakan komponen
biologis dari kepribadian, ego sebagai komponen fisiologi dan
superego sebagai sosiologisnya.
c) Manusia sebagai mahluk sosial.
Sejak lahir manusia tumbuh dan berkembang memerlukan
bantuan orang lain. menurut aristoteles, manusia adalah mahluk yang
zompoliticon. Artinya manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa
dilepas dari orang lain dan selalu berinteraksi dengan mereka. Apalagi
ketika sakit, manusia sangat membutuhkan bantuan orang lain. Sifat atau
ciri manusia sebagai mahluk sosial akan terbentuk selama manusia
bergaul dengan manusia lain. Manusia akan belajar dari lingkungan,
norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun yang
tidak etis.
d) Manusia sebagai mahluk spiritual.
Manusia sebagai mahluk spiritual mempunyai hubungan dengan
kekuatan diluar dirinya, hubungan dengan tuhannya, dan mempunyai
keyakinanan dalam hidupnya. Keyakinan yang dimiliki sesorang akan
berpengaruh terhadap perilakunya. Misalnya, pada individu yang
meyakini bahwa penyakit disebabkan oleh pengaruh roh jahat.
Mengingat besarnya pengaruh keyakinan terhadap kehidupan seseorang,
perawat harus motivasi klien untuk memelihara kesehatannya.
5
2. Definisi Stress.
Stress bisa dikatakan jika terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan
dan sumber daya pada masing-masing individu dimana semakin tinggi
kesenjangannya maka akan semakin tinggi pula tingkatan stress yang akan
dialami individu sehingga individu akan semakin terancam. (Yosep, 2010)
Ketika terjadinya respon pada manusia yang bersifat nonspesifik
dimana setiap tuntutan pada kebutuhan dirinya itu adalah sebuah situasi
ataupun keadaan yang kita alami dimana ada sebab yang menjadi
ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima serta bagaimana
kemampuan kita untuk mengatasinya. (Selye, 1982 dalam buku Yosep 2010)
Stress dapat dikatakan jika terjadinya reaksi pada tubuh yang
berespon pada lingkungan sehingga dapat memproteksikan diri kita yang
merupakan bagian dari sistem pertahanan dimana manusia akan melanjutkan
hidupnya. (Nasir, 2011).
Stress dibagi menjadi dua, distress dan eustress. Distress adalah
stress yang berakibat negatif, bahkan bisa menyebabkan sakit atau kesulitan
konsentrasi sehingga kemampuan bekerja menurun, sedangkan eustress
adalah stress yang memiliki akibat positif.
Eustress justru bisa meningkatkan kemampuan bekerja seseorang
menjadi semanagat dan termotivasi. (Diary berry,
3. Stress sebagai respon biologi.
Tahun 1956, Hans Selye mempublikasikan hasil penelitian ini
mengenai respon fisiologis sistem biologis terhadap perubahan yang
dikenakan padanya. Sejak publikasi awalnya, dia telah merevisi definisi
stresnya, menyebutnya sebagai keadaan yang dimanifestasikan oleh
sindrom tertentu yang terdiri dari semua perubahan yang disebabkan oleh
nonspesifik dalam sistem biologis. Selye 1976, Gejala sindrom ini
kemudian dikenal sebagai sindrom melawan atau lari. Skema respon
6
biologis pada awalnya dan dengan tekanan berkelanjutan, disajikan pada
gambar 1-1
Gambar 2.1 sindrom ‘fight ir flight’ : awal respon stress
Gambar 2.2 sindrom fight or flight : respon stress berkelanjutan
Dalam respon fight atau flight, jika seseorang diberi situasi stress
(bahaya), respon fisiologis (system syaraf simpatik) mengaktifkan kelenjar
adrenal dan system kardiovaskular, yang memungkinkan seseorang untuk
dengan cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan untuk melawan atau
melarikan diri dari situasi.
7
a) Respons fisiologis semacam itu bermanfaat dalam jangka pendek:
misalnya dalam situasi darurat.
b) Namun, dengan stressor psikologis kronis yang sedang berlangsung,
seseorang terus mengalami respons fisiologis yang sama seolah-olah
ada bahaya nyata, yang pada akhirnya secara fisik dan emosional
menghabiskan tubuh.
Gambar 1.2 Selye 1976, menyebut reaksi umum tubuh untuk menekankan
sindrom adaptasi umum. Dia menggambarkan reaksi dalam tiga tahap yang
berbeda:
1. Tahap alarm - ini adalah respons langsung (figt atau flight) terhadap
perawatan atau perawatan yang dirasakan.
2. Resistensi - jika stres terus berlanjut, tubuh menyesuaikan diri dengan
tingkat stres yang berusaha kembali ke homeostasis
3. Kelelahan - dengan pemaparan dan adaptasi yang berkepanjangan, tubuh
akhirnya menjadi habis. tidak ada lagi cadangan untuk dipelihara, dan
penyakit serius sekarang dapat berkembang (misalnya, hipertensi,
gangguan mental dan kanker). Selye mengajarkan kepada kita bahwa
tanpa intervensi, bahkan kematian adalah sebuah kemungkinan pada
tahap ini.
4. Etiologi Stress
a) Skema model adaptasi stress
Faktor predisposisi
Biologis
Fisiologis
Sosial budaya
Stressor presipitasi
Sifat
Asal
waktu
Jumlah
Peniliaian terhadap stressor
Kognitif
Afektif
Fisiologis
Perilaku
Sosial
Sumber Koping
8
Kemampuan personal Dukungan sosial modal material keyakinan positif
Konstruktif
Destruktif
Rentang respon koping
Respon adaptif
Respon maladaptif
Skema komponen biopsikososial dari model adaptasi stress
stuart tentang asuhan keperawatan jiwa
b) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor resiko dan protektif yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan sesorang
untuk mengatasi stres. Faktor predisposisi tersebut terdiridari aspek
biologis, psikologis, social budaya.
1. Predisposisi biologis, meliputi latar belakang genetik, status
nutrisi, kepekaan biologis, kesehatan secara umum, dan
keterpaparan pada racun.
2. Predisposisi psikologis meliputi inteligensi, keterampilan
verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep
diri dan motivasi, pertahanan psikologis, dan lokus kendali,
atau suatu perasaan pengendalian terhadap nasib diri sendiri.
3. Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, latar belakang, keyakinan religi,
afiliasi politik, pengalaman sosialisasi, dan tingkat integrasi
social atau keterhubungan.
c) Faktor presipitasi
Stressor presipitasi adalah stimulus yang menantang, mengancam,
atau menuntut individu. Mereka memerlukan energy tambahan dan
mengakibatkan suatu ketegangan dan stres. Stressor ini dapat biologis,
psikologis, atau sosial budaya. Stimulus ini berasal baik dari lingkungan
internal atau lingkungan eksternal manusia. Juga penting untuk mengkaji
waktu stressor, yang mencakup kejadian stesor, berapa lama seorang
9
terpapar dengan stressor dan seberapa sering terjadi. Factor terakhir adalah
jumlah stressor yang dialami individu dalam masa tertentu karena kejadian
yang menimbulkan stress mungkin lebih sulit diatasi apabila terjadi
beberapa kali dalam waktu berdekatan.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seorang (anak,remaja atau
dewasa), sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi dan mampu
menaggulanginya, sehingga timbulah keluhan-keluhan kejiwaan, seperti,
antara lain depresi. (Yosep, H Iyus dan Sutini Titin, 2007). Pada umumnya
jenis stressor psikososial dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress
yang dialami seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan,
perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain
sebagainya. Stressor
perkawinan ini
dapat
menyebabkan
sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
b) Problem orang tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya
anak, kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan
yang tidak baik dengan mertua, ipar, besan dan lain sebagainya.
Permasalahan tersebut merupakan sumber stress yang pada
gilirannya dapat menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan
kecemasan.
c) Hubungan interpersonal
Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang
mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dan
bawahan, dan lain sebagainya.
d) Pekerjaan
Masalah pekerjaan adalah masalah stress kedua setelah
perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan
10
karena masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak,
tidak cocok, mutasi, atau di PHK.
e) Lingkungan hidup
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi
kesehatan sesorang, misalnya soal perumahan, penggusuran,
pindah tempat tinggal dan sebagainya.
f) Keuangan
Masalah keuangan (kondisi social-ekonomi) yang tidak sehat,
misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat
utang, kebangkrutan perusahaan. Problem keuangan sangat
berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan seringkali
masalah keuangan ini merupakan factor yang membuat sesorang
jatuh dalam depresi dan kecemasan.
g) Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan
sumber stress, misalnya tuntutan hukum, pengadilan, penjara,
dan lain sebagainya. Stress di bidang hukum ini dapat
menyebabkan sesorang jatuh dalam depresi dan kecemasan.
h) Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah perkembangan mental maupun
fisik, pada saat remaja, masa dewasa, monopouse, dan usia
lanjut. Untuk sebagian individu dapat menyebabkan sesorang
jatuh dalam depresi dan kecemasan; terutama pada usia
monopouse dan usia lanjut.
i) Penyakit fisik atau cidera
Penyakit, kecelakaan, operasi/pembedahan, aborsi, dan lain
sebagainya. Hal ini yang dapat menimbulkan depresi dan
kecemasan penyakit kronis, jantung, kanker dan sebagainya.
j) Faktor keluarga
Hubungan kedua orang tua yang dingin, kedua orang tua jarang
dirumah, komunikasi orang tua dan anak tidak baik, salah satu
11
orang tua mengalami gangguan jiwa, orang tua dalam pendidikan
anak kurang sabar, pemarah, dan sebagainya.
4. Penilaian terhadap stress
Penilaian terhadap stressor melibatkan penetapan makna dan
pemahaman tentang dampakdari suatu situasi yang menimbulkan stress
pada individu. Hal ini termasuk respon kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan sosial. Penilaian adalah suatu evaluasi tentang kemaknaan
suatu peristiwa terkait dengan kesejahteraan seeorang. Stressor
mengandung arti, intensitas dan penting dengan interpretasi yang unik
dan bermakna yang diberikan oleh seseorang yang beresiko sakit.
a) Respon kognitif
Respon kognitif merupakan bagian penting dari model ini
(monat dan lazarus, 1991). Faktor kognitif memainkan peran
sentral dalam adaptasi. Faktor-faktor yang dianggap berdampak
pada kejadian yang dapat menimbulkan stress, pilihan pola
koping yang digunakan, dan reaksi emosional, fisiologis, perilaku
dan sosial.
Penilaian kognitif memediasi secara fisiologis antara
manusia dan lingkungan pada tiap saat menghadapi stres.
Kondisi ini berarti bahwa kerusakan atau potensi kerusakan dari
suatu situasi ditentukan berdasarkan pemahaman seseorang
tentang situasi yang dapat membahayakan serta ketersediaan
sumberyang
dimiliki
seseorang
untuk
menetralisir
atau
mentoleransi bahaya. Tiga jenis respon kognitif terhadap stress
adalah sebagai berikut:
1) Bahaya/kehilangan yang sudah terjadi
2) Ancaman tentang antisipasi bahaya atau bahaya yang
akan terjadi
3) Tantangan
yang
lebih
berfokus
pada
potensi
pertumbuhan, atau penguasaan daripada resiko yang
mungkin terjadi
12
Karakteristik orang yang mampu bertahan dan kuat sebagai berikut:
1) Komitmen, kemampuan melibatkan diri sendiri pada apa yang
sedang dilakukannya.
2) Tantangan, keyakinan yang berubah terhadap stabilitas yang
diharapkan dalam kehidupan, maka suatu kejadian dilihat lebih
sebagai stimulus bukan ancaman.
3) Kontrol, kecenderungan untuk merasakan dan meyakini bahwa
manusia mengendalikan peristiwa, bukan merasa putus asa dalam
menghadapi masalah kehidupan.
Ringkasnya, orang yang mampu bertahan atau ketahanan
terhadap stres memiliki sikap positif terhadap kehidupan, keterbukaan
pada peubahan, perasaan keterlibatan pada apapun yang dilakukannya, dan
mampu mngendalikan kejadian.
b) Respon afektif
Respon afektif adalah suatu perasaan yang muncul. Pada
penilaian stressor, respon afektif yang utama adalah reaksi gembira,
sedih, takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi atau takjub.
Emosi juga diuraikan menurut jenis, lama dan intensitas
karakteristik yang berubah setiap saat dan sebagai dampak dari
kejadian. Sebagai contoh, apabila emosi berlangsung dalam waktu
yang lama, dapat diklasifikasikan sebagai suasana hati, apabila emosi
berlangsung lebih lama lagi dipandang sebagai sikap. Penghayatan,
optimis, dan sikap positif dalam menghadapi peristiwa kehidupan
dapat mengarahkan pada perasaan sejahtera yang lebih besar, dan
bahkan mungkin kehidupan yang lebih panjang. (Lazarus, 1991
dalam buku Keperawatan kesehatan jiwa, Stuart 2016).
c) Respon perilaku
Respon perilaku sebagai hasil dari respons fisiologis dan
emosional, begitu juga analisis kognitif dari situasi yang
menimbulkan stres. Caplan (1981) menguraikan empat fase
respons perilaku individu terhadap peristiwa yang menimbulkan
stres:
13
1) Fase 1 adalah perilaku yang mengubah lingkungan yang
menimbulkan
stres
atau
memungkinkan
individu
menghindarinya.
2) Fase 2 adalah perilaku yang memungkinkan individu
untuk mengubah lingkungan eksternal dan hasilnya.
3) Fase 3 adalah perilaku intrapsikik yang berguna untuk
mempertahankan
suasana
emosi
yang
tidak
menyenangkan.
4) Fase 4 adalah perilaku intrapsikik yang membantu
seseorang untuk memahami kejadian melalui penyesuaian
internal.
d) Respon sosial
Pada akhirnya, respon sosial yang mungkin ditampilkan
terhadap stress dan penyakit cukup banyak dan diabagi pada tiga
aktivitas (Mechanic, 1977):
1) Mencari makna, individu mencari informasi tentang
masalah mereka. Hal ini diperlukan untuk menyiapkan
strategi
koping,
karena
hanya
dengan
memiliki
pandangan tentang apa yang terjadi, seseorang dapat
berespons dengan tepat.
2) Atribusi sosial, dimana seseorang mencoba untuk
mengidentifikasi factor-faktor yang berkontribusi pada
situasi. Mereka cenderung melihat masalah sebagai tanda
dari kegagalan pribadi mereka dan menyalahkan diri
sendiri serta berprilaku pasif, pesimis, dan menarik diri.
3) Perbandingan sosial, dimana orang membandingkan
keterampilan dan kapasitas dengan orang lain yang
mempunyai
seseorang
masalah
yang
tergantung
pada
sama.
hal-hal
Pengkajian
yang
diri
mereka
bandingkan. Hasilnya adalah evaluasi terhadap kebutuhan
dukungan dari jejaringan sosial atau system dukungan.
Faktor predisposisi seperti usia, tingkat perkembangan
14
dan latar belakang budaya serta karakterristik stressor
presipitasi, menetukan kebutuhan yang dipresepsikan
untuk dukungan sosial. Ringkasnya, cara seseorang
menilai suatu kejadian merupakan kunci psikologis untuk
memahami upaya koping dansifat serta intensitas stress.
5. Sumber stress
Menurut marmis (1999), dalam buku Psikologi untuk perawat
(2004), ada empat sumber atau penyebab stress psikologis, yaitu:
a) Frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral
melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK
bercita-cita ingin mengikuti d3 akper program khusus puskesmas,
tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya, dan
sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsic (cacat badan dan
kegagalan usaha), dan kegagalan ekstrinsik (kecelakaan, bencana
alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan dan lain-lain).
b) Konflik, timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih
macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approachapproach conflict, approach-avoidance conflict.
c) Tekanan, timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari.
Tekanan berasal dari dalam individu, misalnya cita-cita atau
norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri
individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah
selalu rangking satu atau istri menuntut uang belanja yang
berlebih.
d) Krisis, yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress
pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi,
kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.
Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, frustasi,
konflik dan tekanan.
15
5. Tahapan Stres
Stres dapat terjadi melalui beberapa tahapan. Menurut Amberg Robert J
Van ( 1979), sebagaimana dikemukakan oleh Iyus yoseph dan Titin Sutini
(2007), tahapan stress meliputi:
1.
Stres tahap pertama ( paling ringan ) yaitu stress yang disertai
perasaan
nafsu
bekerja
yang
besar
dan
berlebihan,
mampu
menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki
sehingga penglihatan menjadi tajam.
2.
Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan seperti bangun
pagi tidak segar
atau letih,cepat capek,tidak dapat rileks, otot-otot
punggung dan tengkuk tegang. Terkadang gangguan dalam system
pencernaan ( gangguan usus, kembung, gangguan perut) kadang kadang
pula jantung berdebar-debar. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak
memadai.
3.
Stress tahap ke tiga yaitu gangguan usus lebih terasa (seperti mulas,
sakit perut seperti ingin kebelakang), otot-otot terasa lebih tegang,
perasaan tegang yang semakin meningkat, gangguan tidur, Badan terasa
ingin pingsan. Pada tahap ini penderita harus berkonsultasi dengan
dokter, kecuali kalau beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan
tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat, guna memulihkan
suplai energi.
4.
Stress tahap ke empat yaitu tahapan stress untuk bisa bertahan
sepanjang hari sangat sulit, kegitan-kegiatan yang terasa menyenagkan
kini terasa sulit, kehilangan kemampuan menganggapi situasi,
pergaulan social, tidur semakin kurang, sering terbangun dini hari,
perasaan negativistic, kemampuan berkonsentrasi menurun tajam,
perasaan takut yang tidak dapat di jelaskan.
5.
Stress tahapan ke lima yaitu stress yang ditandai
keletihan yang
mendalam, untuk mengerjakan pekerjaan yang sederhana saja tidak
mampu, gangguan sistem pencernaan (maag, dan usus), perasaan takut
yang semakin menjadi, mirip panik.
16
6.
Stress tahapan ke enam merupakan tahapan puncak yang merupakan
keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dalam tahapan ini di
bawa ke ICCU. Gejala-gejala pada tahap in cukup mengerikan: debar
jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang
dikeluarkan, nafas sesak, megap-megap, badan gemetar, tubuh dingin,
keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tak
kuasa lagi, pingsan atau collaps.
6. Manajemen Stress
Pertumbuhan
manajemen
stress
menjadi
bisnis
multimilliondollar-a-year membuktikan pentingnya hal ini di masyarakat
kita. Manajemen stress melibatkan penggunaan strategi penanganan
sebagai respons terhadap situasi yang penuh tekanan. Strategi mengatasi
adaptif saat mereka melindungi individu dari bahaya (atau kerugian
tambahan) atau memperkuat kemampuan individu untuk menghadapi
situasi yang menantang. Respons adaptif membantu mengembalikan
homeostasis ke tubuh dan menghambat perkembangan penyakit adaptasi.
Strategi koping dianggap maladaptif ketika konflik yang dialami
tidak terselesaikan atau meningkat. Sumber daya energi menjadi habis
saat tubuh berjuang untuk mengkompensasi gairah fisiologis dan
psikologis kronis yang dialami. Efeknya adalah kerentanan yang
signifikan terhadap penyakit fisik atau psikologis.
B. Pengertian adaptasi (mekanisme penyesuaian diri)
1. Pengertian adaptasi
Adaptasi adalah respon fisik atau perilaku individu terhadap
perubahan lingkungan internal atau eksternalnya menghasilkan integritas
individual dan keseimbangan. ( Townsend, DSN, APRN, BC , 2009).
Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan diri). W.A. Gerungan (1996) dalam buku Psikologi untuk
keperawatan Sunaryo(2004).
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapt sejak lahir atau
diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress, cara
17
mengatasi stress dapat berupa membatasi tempat terjadinya stress,
mengurangi atau menetralisasi pengaruhnya.
2. Tujuan adaptasi
a) Mengahadapi tuntutan keadaan secara sadar
b) Mengahadapi tuntutan keadaan secara realistis
c) Mengahadapi tuntutan keadaan secara objektif
d) Mengahadapi tuntutan keadaan secara rasional
Cara yang di tempuh dapat berupa terbuka maupun tertutup antara
lain;
1) Menghadapi tuntutan secara frontal (terang-terangan)
2) Regresi (menarik diri) atau tidak mau tau sama sekali
3) Kompromi (kesepakatan)
Contoh: seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin
ia akan bekerja keras (terang-terangan), regresi keluar dari pendidikan
atau mengulang lagi dengan berusaha semampunya (kompromi).
3. Jenis adaptasi
a) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara local atau umum.
Contohnya, seseorang yang mampu mengatasi stress,
tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar, serta
wajahnya tidak pucat.
b) Adaptasi psikologis- bisa terjadi secara:
1) Sadar:
individu
mencoba
memecahkan/
menyesuaikan diri dengan masalah
2) Tidak sadar: menggunakan mekanisme pertahanan
diri (defence mechanism).
3) Menggunakan
gejala
fisik
(konversi)
atau
psikofisiologi/psikosomatik
Apabila sesorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam
beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan
emosi dapat menimbulkan stress. Stress bisa terjadi apabila tuntutan
atau keinginan diri tidak terpenuhi.
18
4. Mekanisme pertahanan diri
Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian
ego yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasaan tidak adekuat.
Mekanisme pertahanan diri ini mempunyai beberapa ciri, (Maramis,
1990 dalam buku konsep dasar keperawatan, Asmadi, 2005) diantaranya;
1. Berfungsi hanya untuk melindungi atau bertahan dari hal-hal
yang tidak mengenakkan dan tidak secara langsung mengatasi
masalah. Jadi, sifatnya hanya sementara.
2. Individu tidak menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri
tersebut sedang terjadi. Jadi, mekanisme perthanan diri tersebut
sedang terjadi. Jadi, mekanisme pertahanan diri bisa terjadi
diluar kesadaran
3. Mekanisme pertahanan diri seringkali tidak berorientasi pada
kenyataan.
Dibawah ini ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang sering
digunakan:
1. Penyangkalan, menghindar atau menolak untuk melihat
kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan atau
menolak kenyataan tersebut. Misalnya, individu yang secara
akurat menderita penyakit AIDS akan mengatakan bahwa
dirinya hanya penyakit flu biasa. Penyangkalan terhadap
kenyataan merupakan pembelaan ego yang paling sederhana dan
primitif.
2. Proyeksi, menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan dirinya
atas kesalahan yang ia perbuat. Mekanisme ini digunakan untuk
menghindari celaan dan hukuman yang mungkin akan
ditimpakan pada dirinya. Akan tetapi, mekanisme pembelaan
diri ini tidak realistis. Misalnya, seorang mahasiswa yang tidak
lulus ujian mengatakan bahwa dirinya tidak lulus karena
dosenya sentiment.
3. Represi, menekan ke alam tidak sadar dan sengaja melupakan
pikiran, perasaan, dan pengalaman yang mneyakitkan. Individu
19
yang menggunakan mekanisme represi sebenrnya telah menipu
dirinya sendiri sebab ia hanya melindungi diri dari masalah yang
sebenrnya dapat diatasi yang lebih realistis. Misalnya, seorang
remaja yang diputuskan cintanya oleh kekasihnya sengaja
melupakan peristiwa tersebut seolah tidak pernah terjadi. Setiap
ada seseorang yang menanyakan hal tersebut ia hanya
mengatakan, “sudahlah jangan menanyakan hal tersebut”.
4. Regresi, kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan
sesorang dalam menghadapi stress. Misalnya, pengantin baru
yang mengalami masalah dalam rumah tangganya biasanya lari
pulang ke rumah orang tua nya masing masing. Dalam
mekanisme regresi, secara tidak sadar individu mencoba
berprilaku seperti anak kecil dan bergantung paa orang lain
tidak mau berpikir susah.
5. Rasionalisasi, berusaha memberi alas an yang masuk akal
terhadap apa yang telah dilakukannya. Meski tahu bahwa
perbuatan yang ia lakukan sebenarnya tidak baik, ia berusaha
agar perbuatan nya dapat diterima. Misalnya mahasiswa yang
datang terlambat ujian mengatakan bahwa jalanan macet total.
Rasionalisasi
menurut
Marasmis
mempunyai
dua
segi
pembelaan, yaitu membantu kita membenarkan yang kita
lakukandan membantu kita melunakkan kekecewaan yang
berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai.
6. Fantasi, keinginan yang tidak tercapai cenderung dipuaskan
dengan imajinasi yang diciptakan sendiri, misalnya mahasiswa
yang
kurang
pandai
senang berfantasi
akan
mendapat
cumalaude. Fantasi dapat berproduktif, bisa juga sebaliknya.
Fantasi yang berproduktif dapat menjadi motivasi yang kuat
dalam menyelesaikan masalah, fantasi yang non-produktif dapat
memuaskan khalayan sebagai pengganti kekurangan tetapi tidak
menimbulkan motivasi untuk berprestasi.
20
7. Pengalihan, memindahkan perasaan yang tidak menyenangkan
dari seseorang atau objek ke orang atau objek lain yang biasanya
lebih kurang berbahaya daripada objek semula. Misalnya,
seseorang yang tidak lulus ujian langsung membanting dan
membuang bukunya. Mekanisme pengalihan pada dasarnya
tidak menyelesaikan masalah, bahkan cenderung membuat
masalah baru. Misalnya, seorang pegawai melampiaskan emosi
ke istrinya lantaran dikantornya ia dimarahi oleh atasannya.
8. Undoing, melakukan tindakan atau komunikasi tertentu yang
bertujuan mngapus atau meniadakan tindakan sebelumnya.
Misalnya, dengan meminta maaf.
9. Reaction formation, mengembangkan pola sikap atau perilaku
tertentu yang disadari tetapi berlawanan dengan perasaan dan
keinginannya. Misalnya, seorang laik-laki mencintai seorang
perempuan dan mengaku ia membencinya pada temannya.
10. Kompensasi, menutupi kekurangan dengan meningkatkan
kelebihan yang ada pada dirinya. Misalnya, mahasiswa yang
kemampuan belajarnya kurang mencoba menekuni music karena
music merupakan kelebihannya.
11. Sublimasi, penyaluran rangsang atau nafsu yang tidak
tersalurkan ke dalam kegiatan lain yang bisa diterima oleh
masyarakat. Misalnya, sesorang yang suka berkelahi disalurkan
ke olahraga tinju.
Mekanisme adaptasi
Sterssor
Manusia dalam keadaan seimbang
Sterssor
Konflik internal dan eksternal
Manusia dalam keadaan
Tidak seimbang
21
Adaptasi
Berhasil
Gagal
Stress teratasi
Stress terus berlanjut
Manusia kembali
Sakit
Keadaan seimbang
Sembuh
Cacat
Meninggal
Gambar 2.4 Mekanisme adaptasi. (asmadi, 2005)
22
Download