See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/289130880 THE COBIA FISH (Rachycentron canadum) CULTURE TECHNIQUE ON FLOATING CAGE AT MARICULTURE DEVELOPMENT CENTER (BBPBL) LAMPUNG TEKNIK PEMBESARAN IKAN COBIA (Rachycentron canadum) PADA... Technical Report · January 2014 DOI: 10.13140/RG.2.1.1078.2801 CITATIONS READS 0 3,372 2 authors: Ali Imron Sapto Andriyono Airlangga University Airlangga University 31 PUBLICATIONS 16 CITATIONS 81 PUBLICATIONS 39 CITATIONS SEE PROFILE Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Complete mitogenome of Indonesia commercial marine fishes View project Mitochondrial DNA sequencing of Antarctic fish View project All content following this page was uploaded by Sapto Andriyono on 04 January 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file. SEE PROFILE THE COBIA FISH (Rachycentron canadum) CULTURE TECHNIQUE ON FLOATING CAGE AT MARICULTURE DEVELOPMENT CENTER (BBPBL) LAMPUNG TEKNIK PEMBESARAN IKAN COBIA (Rachycentron canadum) PADA KERAMBA JARING APUNG DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL) LAMPUNG Mochamad Ali Imron 1, Sapto Andriyono2 Undergraduate Student of Industrial Technology of Fisheries, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 2 Department of Marine, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115 1 Abstract Cobia (Rachycentron canadum) is one of marine fish commodity in Indonesia. Cobia fish deserves to be cultivated, because of its rapid growth character, could be developed in a controlled tanks or in floating net cages, and has a good response to artificial feed. Purpose of field work practice is to fine eenlargement techniques of cobia (R. canadum) at floating net cages in BBPBL Lampung. Field Work Practice was held at the Center for Mariculture Development (BBPBL) Lampung, Hanura village, Padang Cermin District, Pesawaran Regency, Lampung Province on 22th January until 17th February 2014. Working methods used in this Field Work Practice is descriptive method with the retrieval of data includes the primary and secondary data. Data were collected by way of active participation, observation, interviews, and literature. BBPBL is a Technical Implementation Unit in the field of marine aquaculture development which under and responsible to the Director General of Aquaculture, Department of Marine and Fisheries. Cobia enlargement has done in floating net cages with nets that have a length, width, and height of 3 m3. Cobia seed obtained from the hatchery are conducted in BBPBL Lampung and maintained on aquaculture ponds until it reaches an average weight of 250-300 g. Seed stocked in floating net cages with number of 435 on 9 plots. Feeding is a commercial pellets and fresh trash fish. Environmental disturbance that had attacked cobia in BBPBL Lampung is red tide. To prevent the occurrence of disease and death was conducted water quality monitoring around the floating net cages and soaking the fish in freshwater routinely. Harvesting was done on a regular basis by taking the appropriate size of the fish that are 2 kg or more, because the fish is prepared for a prospective parent. Keyword: Cobia, Floating Net Cage, mariculture Abstrak Cobia (Rachycentron canadum) merupakan salah satu komoditas ikan laut yang terdapat di Indonesia. Cobia layak menjadi kandidat ikan budidaya, karena sifat pertumbuhannya yang cepat, dapat dikembangkan di bak-bak terkontrol maupun di KJA, serta mempunyai respon yang baik terhadap pakan buatan. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui teknik pembesaran ikan cobia (R. canadum) pada keramba jaring apung di BBPBL Lampung. Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung pada tanggal 22 Januari sampai 17 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka. BBPBL adalah Unit Pelaksana Teknis di bidang pengembangan budidaya laut yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Pembesaran Cobia dilakukan di keramba jaring apung dengan menggunakan jaring yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi sebesar 3 m3. Benih cobia didapatkan dari hasil pembenihan yang dilakukan di BBPBL Lampung dan dipelihara pada bak penggelondongan sampai dengan berat rata-rata mencapai 250-300 g. Benih ditebar di KJA sejumlah 435 ekor pada 9 petak KJA. Pemberian pakan berupa pelet komersil dan ikan rucah segar. Gangguan lingkungan yang pernah menyerang ikan cobia di KJA BBPBL Lampung adalah red tide. Untuk mencegah terjadinya penyakit dan kematian, dilakukan pemantauan kualitas air di sekitar KJA dan perendaman ikan pada air tawar secara rutin. Panen dilakukan secara berkala, yaitu dengan mengambil ikan yang sudah sesuai ukuran 2 kg atau lebih, karena ikan disiapkan untuk calon induk. Kata kunci: Cobia, keramba jaring apung, budidaya laut Pendahuluan Salah satu komoditas ikan laut yang terdapat di Indonesia, yaitu ikan cobia (Rachycentron canadum). Ikan cobia (R. canadum) merupakan satu-satunya spesies yang termasuk dalam family Rachycentridae. Cobia layak menjadi kandidat ikan budidaya, karena sifat pertumbuhannya yang cepat, dapat dikembangkan di bak-bak terkontrol maupun di KJA, serta mempunyai respon yang baik terhadap pakan buatan (Priyono dkk., 2010). Cobia (R. canadum) merupakan salah satu jenis ikan yang menarik perhatian masyarakat akuakultur baik di bidang penelitian maupun komersial untuk dibudidayakan, karena cobia memiliki laju pertumbuhan yang bagus yaitu dapat mencapai 4-6 kg dalam 1 tahun, memiliki Survival Rate (SR) yang tinggi yaitu sebesar 90%, dan memiliki nilai Feed Conversion Ratio (FCR) yang baik yaitu berkisar antara 1,6-1,8 (Chou et al., 2001). Selain itu, cobia mudah beradaptasi pada pemeliharaan di keramba dan tahan terhadap penyakit (Sun et al., 2006 dalam Saputra dkk., 2010). Keberhasilan Unit Pelaksana Teknis Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada akhir tahun 2009 dalam memijahkan secara alami dan keberhasilan dalam menghasilkan larva menjadi benih, sehingga pengamatan terhadap pertumbuhan cobia yang merupakan komoditas unggulan yang belum banyak dikenal di Indonesia ini dapat dilakukan, khususnya di BBPBL Lampung (Saputra dkk., 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut maka kegiatan Praktek Kerja Lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung ini perlu dilakukan. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui teknik pembesaran ikan cobia (R. canadum) pada keramba jaring apung di BBPBL Lampung. Dengan dilakukannya Praktek Kerja Lapang di BBPBL Lampung, diharapkan dapat menambah wawasan mengenai teknik pembesaran ikan cobia (R. canadum) serta membandingkan dasar teori yang telah dipelajari dengan penerapan yang ada di lapangan. Metodologi Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 22 Januari-17 Februari 2014. Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan dan kejadian di daerah tertentu. Pada pelaksanaan PKL ini meliputi persiapan kegiatan pembesaran, perlakuan dan permasalahan selama kegiatan pembesaran ikan cobia serta cara pemanenan dan pemasaran ikan cobia. Parameter yang diukur selama kegiatan pembesaran cobia adalah pertambahan berat badan, pertambahan panjang, Feed conversion ratio (FCR), Survival Rate (SR) dan kualitas air. Pertumbuhan Berat Badan dan Pertambahan Panjang Pengukuran pertumbuhan berat dan panjang ikan dilakukan dengan cara mengambil beberapa sampel dari ikan yang dibudidaya. Metode perhitungan dilakukan berdasarkan selisisih dari berat akhir ikan selama budidaya dan berat pada waktu ikan ditebar dibagi dengan lama waktu selama budidaya. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan menurut Steffens (1989) sebagai berikut: lnWt − lnWo SGR = X 100 t1 − t0 Keterangan : SGR: Laju pertumbuhan berat spesifik (% perhari) Wt: Bobot biomassa pada akhir penelitian (gram) Wo: Bobot biomassa pada awal penelitian (gram) t1: Waktu akhir penelitian (hari) t0: Waktu awal penelitian (hari) Feed Conversion Ratio (FCR) FCR adalah merupakan rasio jumlah pakan yang diberikan dengan bobot ikan yang dihasilkan (Santoso dan Agusmansyah, 2011). Pengukuran FCR dilakukan dengan menghitung perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan selama budidaya dengan selisih berat total ikan akhir dan berat total ikan pada awal tebar. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan FCR menurut Djarijah (1995) sebagai berikut: F FCR = (Wt + D) – Wo Keterangan : FCR : Feed Convertion Ratio F : Jumlah pakan yang diberikan (g) Wt : Berat ikan pada akhir penelitian (g) Wo : Berat ikan pada awal penelitian (g) D : Berat ikan yang mati (g) Survival Rate (SR) Kelulus hidupan atau suvival rate (SR) adalah indeks kelulushidupan suatu jenis ikan selama budidaya mulai ikan ditebar hingga ikan dipanen. Perhitungan nilai SR dilakukan dengan persamaan sebagai berikut (Effendie, 1979): Nt SR = X100% No Keterangan : SR: Kelangsungan hidup hewan uji (%) Nt: Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor) No: Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor) Hasil dan Pembahasan Direktorat Jenderal Perikanan telah merintis pembentukan Balai Budidaya Laut Lampung (BBL) sejak tahun 1982. Pada awalnya BBL memperoleh bantuan teknis dari FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 selama 6 tahun (19831989). BBL ditetapkan secara resmi berdasarkan SK. Menteri pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/8/1986 tanggal 5 Agusuts 1986, SK Menteri Pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994 dan disempurnakan dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.26F/MEN/2001. Sejak 1 Januari 2006 Balai Budidaya Laut berubah menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) adalah Unit Pelaksana Teknis di bidang pengembangan budidaya laut yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. BBPBL mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan penerapan teknik pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian lingkungan budidaya laut. Sarana dan prasarana merupakan bagian penting dalam budidaya. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembesaran ikan cobia di KJA BBPBL Lampung terdiri dari: Jaring, Rakit, Jangkar, Peralatan Kerja di KJA (rombong, timbangan, bambu dengan panjang 4-5 m, skop net,penggaris, sepatu boots), Rumah Jaga, Alat Transportasi, dan Alat Komunikasi. Persiapan yang dilakukan sebelum pembesaran di KJA adalah membersihkan jaring. Jaring dibersihkan dengan cara menyikat atau memukul-mukul jaring menggunakan kawat pemukul sehingga kotoran berupa tanaman, hewan maupun sisa pakan yang menempel akan terlepas. Proses selanjutnya yaitu pencucian jaring dengan menyemprot air bersih dengan tekanan tinggi dan dijemur di bawah terik matahari agar semua hama yang ada mati. Kondisi jaring yang telah kering kemudian diperiksa termasuk memperbaiki simpul-simpul yang lepas atau bagian yang robek. Jaring bisa dapat langsung dipasang setelah perbaikan selesai dilakukan. Jaring dipasang dengan cara mengikat keempat ujung jaring dengan tali pada rakit. Keempat sudut jaring bagian bawah diberi pemberat agar jaring tenggelam dan membentuk kotak. Pembesaran cobia yang dilakukan di keramba jaring apung menggunakan benih berukuran berat antara 250–300 g. Benih cobia tersebut didapatkan dari hasil pembenihan yang dilakukan di BBPBL Lampung dan dipelihara pada bak penggelondongan volume 3-5 ton sampai dengan tiga bulan atau sampai dengan berat rata-rata mencapai 250-300 g. Benih ditransportasikan dan ditebar di KJA pada pagi hari untuk menghindari suhu tinggi dan stres, hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyono (2001) bahwa waktu penebaran benih ikan yang baik adalah pada pagi atau sore hari karena pada saat itu suhu udara rendah sehingga tidak menimbulkan stres. Sebelumnya benih diaklimatisasikan terlebih dulu dengan cara merendam kantong plastik wadah benih yang akan ditebar di perairan KJA selama 30 menit, hal ini bertujuan agar benih bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan di KJA. Pada bulan Juni 2013 benih yang ditebar di KJA sejumlah 435 ekor dengan berat rata-rata 385 g dan ditebar pada sembilan petak KJA. Seiring waktu dan laju pertumbuhan juga dilaksanakan penjarangan ikan dan grading untuk mengurangi kepadatan dan memindahkan ikan sesuai keragaman ukurannya. Sampling pertumbuhan pada ikan dilaksanakan sebulan sekali dengan mengukur berat dan panjang totalnya. Jenis pakan yang diberikan adalah pelet komersil Cargil® dan Megami® serta ikan rucah segar (kuniran, tanjan maupun jolot). Pemberian pakan didahului dari pelet kemudian dilanjutkan ikan rucah sehari sekali. Pemberian pelet dilakukan hingga ikan berhenti memakannya (adlibitum), kemudian setelah sekitar 10-15 menit diberikan ikan rucah segar. Dosis pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari total biomasa setiap harinya. Selama pemeliharaan selain diberikan pakan juga ditambahkan vitamin C dan multivitamin dengan dosis 3 g/kg pada pakan setiap seminggu sekali. Vitamin C berguna untuk mencegah pengaruh negatif dari gangguan lingkungan atau stres, mempercepat penyembuhan luka dan meningkatkan pertahanan alami melawan infeksi bakteri. Tindakan pencegahan terhadap penyakit dilakukan dengan cara perendaman dengan menggunakan air tawar sekitar 3-5 menit dan memperhatikan kondisi ikan saat direndam. Apabila ada ikan yang terluka maka dilakukan pengobatan dengan cara pemberian antiparasit pada bagian yang luka dengan larutan antiparasit Acriflavine®. Selain itu dilakukan pemantauan kualitas air secara rutin untuk mencegah serangan penyakit dan gangguan lingkungan. Pemantauan tersebut meliputi pH, DO, kecerahan, salinitas, dan suhu. Hasil pengukuran kualitas air selama kegiatan PKL di BBPBL Lampung di perairan area KJA menunjukkan DO 5,85 mg/l, suhu o 29,1 C, salinitas 31 ppt, kecerahan 7 m dan kedalaman 17,4 m. Di perairan sekitar KJA menunjukkan DO 6,03 mg/l, suhu 30oC, salinitas 31 ppt, kecerahan 7 m dan kedalaman 14,5 m. Sedangkan perairan di dekat dermaga BBPBL Lampung o menunjukkan DO 5,81 mg/l, suhu 30 C, salinitas 29,1 ppt, kecerahan 5 m dan kedalaman 11,3 m. Pada pembesaran cobia di BBPBL Lampung, cobia di KJA dibagi menjadi tiga kategori sesuai ukurannya, yaitu kecil, sedang dan besar. Pada awal kegiatan PKL ini, cobia yang berukuran kecil sebanyak 105 ekor, sedang 182 ekor, dan besar 88 ekor. Untuk mengetahui pertumbuhan ikan cobia, dilakukan sampling dengan cara mengambil 5 ekor ikan dari setiap kategori yang telah dibedakan. Dari sampling tersebut dilakukan pengukuran berat dan panjang ikan. Hasil pengukuran panjang terdapat dalam Tabel 1. Tabel 1. Pertambahan panjang rata-rata ikan cobia Hasil sampling menunjukkan pertumbuhan ikan cobia yang baik, yaitu dengan adanya pertambahan panjang ratarata setiap harinya. Pada ketiga kategori tersebut, ikan cobia memiliki kecepatan pertambahan panjang yang berbeda dalam waktu 16 hari. Ikan besar memiliki pertambahan panjang rata-rata sebesar 3,3 cm, ikan sedang sebesar 8 cm, dan ikan kecil sebesar 5 cm (Gambar 1). Gambar 1. Grafik pertambahan panjang ratarata ikan cobia Pengukuran berat ikan cobia dilakukan bersamaan ketika sampling pengukuran panjang ikan, namun pengukuran berat ikan cobia dilakukan dengan cara menimbang 5 ekor ikan sampel dari masing-masing kategori. Setelah didapatkan nilai berat ikan cobia, kemudian dibagi deng jumlah sampel ikan cobia tersebut. Dari hasil sampling pertama didapatkan nilai berat sampel ikan besar 8 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 1,6 kg. Berat sampel ikan sedang 5 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 1 kg. Berat sampel ikan kecil 2,5 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 0,5 kg. Kemudian pada sampling kedua didapatkan nilai berat sampel ikan besar 9 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 1,8 kg. Berat sampel ikan sedang 6,5 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 1,3 kg. Berat sampel ikan kecil 3,5 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan 0,7 kg. Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan ikan cobia, nilai rata-rata hasil sampling tersebut dikalikan dengan total seluruh ikan cobia yang dibudidayakan. Kemudian didapatkan asumsi berat total ikan cobia pada sampling pertama yaitu sebesar 375,3 kg dan berat total ikan cobia pada sampling kedua sebesar 465,9 kg. Dari hasil kedua sampling tersebut (selama 16 hari) diketahui bahwa pertumbuhan berat rata-rata adalah 5,6625 kg/hari. Gambar 2. Grafik pertambahan berat rata-rata ikan cobia Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa grafik pertumbuhan berat menunjukkan adanya perubahan nilai selisih berat tubuh yang pertumbuhannya terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa ikan cobia dapat tumbuh dengan baik selama dibudidayakan. Selain pengukuran panjang dan berat, pertumbuhan ikan cobia juga dipantau melalui kelangsungan hidupnya (SR) dan konversi pakannya (FCR). Pada awal tebar di bulan Juni 2013 berjumlah 435 ekor hingga Desember 2013 berjumlah 422 ekor. Pada bulan Januari 2014 dilakukan penghitungan lagi dan diketahui jumlah ikan cobia adalah 375 ekor dan pada bulan Februari 2014 berjumlah 373 ekor. Ikan cobia yang mengalami kematian diakibatkan stres dan berkurangnya nafsu makan. Dari awal tebar hingga penghitungan terakhir, diketahui bahwa SR ikan cobia termasuk tinggi, yaitu 85,75 %. Menurut Benetti et al. (2010) tingkat kelangsungan hidup (SR) cobia selama pertumbuhannya sangat bervariasi, dari yang terendah 10 % hingga yang tertinggi 90%. Pada pembesaran cobia di KJA BBPBL Lampung didapatkan hasil penghitungan FCR yaitu sebesar 1,8854. Nilai FCR tersebut sesuai dengan kiasaran yang dinyatakan oleh Benetti et al. (2010), yaitu cobia memiliki FCR yang berfluktuasi sangat luas antara 1,3 pada tahap juvenil dan 2,2 pada tahap selanjutnya. Secara keseluruhan, FCR cobia diperkirakan sekitar 1,8 pada usia 8-10 bulan. Nilai FCR yang rendah menunjukkan efisiensi pakan yang tinggi, sehingga efisiensi pakan yang tinggi menunjukkan bahwa ikan tersebut memiliki pertumbuhan yang baik (Santoso dan Agusmansyah, 2011). Pada pembesaran cobia di KJA BBPBL Lampung panen dilakukan secara berkala, yaitu dengan mengambil ikan yang sudah sesuai ukuran 2 kg atau lebih. Ikan yang dibesarkan di KJA tersebut disiapkan sebagai calon induk, oleh karena itu pemanenan harus dilakukan ketika ikan sudah siap untuk dijadikan induk. Sedangkan untuk ikan yang memiliki berat kurang dari 2 kg akan dipelihara lebih lanjut. Untuk mengetahui ikan mana yang tepat untuk dipanen dilakukan sampling setiap bulan, dari sampling tersebut ikan yang sesuai ukuran langsung dipanen dan dibawa ke darat dalam keadaan hidup. Sampling dan pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring sampai kedalaman tertentu, kemudian jaring disekat dengan menggunakan bambu supaya ikan terkumpul di salah satu sisi keramba. Setelah ikan terkumpul, dilakukan sampling pada ikan- View publication stats ikan tersebut. Semua kegiatan pemanenan dan sampling dilakukan pada waktu pagi hari untuk menghindari suhu tinggi dan stres pada ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyono (2001). Kesimpulan Cobia dapat dibudidayakan degan baik di KJA BBPBL Lampung. Pada pembesaran cobia di KJA BBPBL Lampung ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu persiapan dan pemasangan jaring, penebaran benih, pemberian pakan, perawatan dan pengontrolan, pemanenan, pengangkutan serta penanggulangan hama dan penyakit. Permasalahan yang sering muncul dalam pembesaran ikan cobia di KJA BBPBL Lampung adalah kondisi perairan yang tidak menentu yang dapat menyebabkan terjadinya kematian masal pada ikan cobia. Daftar Pustaka Benetti, D. D., B. O’Hanlon, J. A. Rivera, A. W. Welch, C. Maxey, and M. R. Orhun. 2010. Growth rates of cobia (Rachycentron canadum) cultured in open ocean submerged cages in the Caribbean. Aquaculture 302: 196. Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan Perairan Umum. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. hal. 49-77. Chou, R.L., M.S.Su and H.Y Chen. 2001. Optimal dietary protein and lipid levels for juvenile cobia (Rachycentron canadum). Aquaculture, 193: 81–89. Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Priyono, A., S. Zuhriyah, dan Afifah. 2010. Penggunaan Probiotik Komersial pada Pemeliharaan Larva Cobia (Rachycentron canadum) Skala Hatcheri. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010: 373. Santoso, L. dan H. Agusmansyah. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai Dengan Tepung Biji Karet pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2011, hlm 41 – 50 Vol. 39. No.2 Saputra, S., H. Minjoyo, dan L. M. Nasution. 2010. Budidaya Cobia (Rachicentron canadum) Komoditas Unggulan yang Belum Banyak Dikenal. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010: 367368.