Uploaded by User75326

PKLAli

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/289130880
THE COBIA FISH (Rachycentron canadum) CULTURE TECHNIQUE ON
FLOATING CAGE AT MARICULTURE DEVELOPMENT CENTER (BBPBL)
LAMPUNG TEKNIK PEMBESARAN IKAN COBIA (Rachycentron canadum)
PADA...
Technical Report · January 2014
DOI: 10.13140/RG.2.1.1078.2801
CITATIONS
READS
0
3,372
2 authors:
Ali Imron
Sapto Andriyono
Airlangga University
Airlangga University
31 PUBLICATIONS 16 CITATIONS
81 PUBLICATIONS 39 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Complete mitogenome of Indonesia commercial marine fishes View project
Mitochondrial DNA sequencing of Antarctic fish View project
All content following this page was uploaded by Sapto Andriyono on 04 January 2016.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
SEE PROFILE
THE COBIA FISH (Rachycentron canadum) CULTURE TECHNIQUE ON FLOATING CAGE AT
MARICULTURE DEVELOPMENT CENTER (BBPBL) LAMPUNG
TEKNIK PEMBESARAN IKAN COBIA (Rachycentron canadum) PADA KERAMBA JARING
APUNG DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL) LAMPUNG
Mochamad Ali Imron 1, Sapto Andriyono2
Undergraduate Student of Industrial Technology of Fisheries, Faculty of Fisheries and Marine,
Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115
2
Department of Marine, Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Airlangga, Kampus C UNAIR Jl.
Mulyorejo, Surabaya 60115
1
Abstract
Cobia (Rachycentron canadum) is one of marine fish commodity in Indonesia. Cobia fish
deserves to be cultivated, because of its rapid growth character, could be developed in a controlled
tanks or in floating net cages, and has a good response to artificial feed. Purpose of field work
practice is to fine eenlargement techniques of cobia (R. canadum) at floating net cages in BBPBL
Lampung. Field Work Practice was held at the Center for Mariculture Development (BBPBL)
Lampung, Hanura village, Padang Cermin District, Pesawaran Regency, Lampung Province on 22th
January until 17th February 2014. Working methods used in this Field Work Practice is descriptive
method with the retrieval of data includes the primary and secondary data. Data were collected by
way of active participation, observation, interviews, and literature. BBPBL is a Technical
Implementation Unit in the field of marine aquaculture development which under and responsible to
the Director General of Aquaculture, Department of Marine and Fisheries. Cobia enlargement has
done in floating net cages with nets that have a length, width, and height of 3 m3. Cobia seed obtained
from the hatchery are conducted in BBPBL Lampung and maintained on aquaculture ponds until it
reaches an average weight of 250-300 g. Seed stocked in floating net cages with number of 435 on 9
plots. Feeding is a commercial pellets and fresh trash fish. Environmental disturbance that had
attacked cobia in BBPBL Lampung is red tide. To prevent the occurrence of disease and death was
conducted water quality monitoring around the floating net cages and soaking the fish in freshwater
routinely. Harvesting was done on a regular basis by taking the appropriate size of the fish that are 2
kg or more, because the fish is prepared for a prospective parent.
Keyword: Cobia, Floating Net Cage, mariculture
Abstrak
Cobia (Rachycentron canadum) merupakan salah satu komoditas ikan laut yang terdapat di
Indonesia. Cobia layak menjadi kandidat ikan budidaya, karena sifat pertumbuhannya yang cepat,
dapat dikembangkan di bak-bak terkontrol maupun di KJA, serta mempunyai respon yang baik
terhadap pakan buatan. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk mengetahui teknik
pembesaran ikan cobia (R. canadum) pada keramba jaring apung di BBPBL Lampung. Praktek Kerja
Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung,
Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung pada tanggal
22 Januari sampai 17 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini
adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder.
Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka.
BBPBL adalah Unit Pelaksana Teknis di bidang pengembangan budidaya laut yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Pembesaran Cobia dilakukan di keramba jaring apung dengan menggunakan jaring yang
memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi sebesar 3 m3. Benih cobia didapatkan dari hasil
pembenihan yang dilakukan di BBPBL Lampung dan dipelihara pada bak penggelondongan sampai
dengan berat rata-rata mencapai 250-300 g. Benih ditebar di KJA sejumlah 435 ekor pada 9 petak
KJA. Pemberian pakan berupa pelet komersil dan ikan rucah segar. Gangguan lingkungan yang
pernah menyerang ikan cobia di KJA BBPBL Lampung adalah red tide. Untuk mencegah terjadinya
penyakit dan kematian, dilakukan pemantauan kualitas air di sekitar KJA dan perendaman ikan pada
air tawar secara rutin. Panen dilakukan secara berkala, yaitu dengan mengambil ikan yang sudah
sesuai ukuran 2 kg atau lebih, karena ikan disiapkan untuk calon induk.
Kata kunci: Cobia, keramba jaring apung, budidaya laut
Pendahuluan
Salah satu komoditas ikan laut yang
terdapat di Indonesia, yaitu ikan cobia
(Rachycentron canadum). Ikan cobia (R.
canadum) merupakan satu-satunya spesies
yang termasuk dalam family Rachycentridae.
Cobia layak menjadi kandidat ikan budidaya,
karena sifat pertumbuhannya yang cepat,
dapat dikembangkan di bak-bak terkontrol
maupun di KJA, serta mempunyai respon yang
baik terhadap pakan buatan (Priyono dkk.,
2010). Cobia (R. canadum) merupakan salah
satu jenis ikan yang menarik perhatian
masyarakat akuakultur baik di bidang
penelitian
maupun
komersial
untuk
dibudidayakan, karena cobia memiliki laju
pertumbuhan yang bagus yaitu dapat
mencapai 4-6 kg dalam 1 tahun, memiliki
Survival Rate (SR) yang tinggi yaitu sebesar
90%, dan memiliki nilai Feed Conversion Ratio
(FCR) yang baik yaitu berkisar antara 1,6-1,8
(Chou et al., 2001). Selain itu, cobia mudah
beradaptasi pada pemeliharaan di keramba
dan tahan terhadap penyakit (Sun et al., 2006
dalam Saputra dkk., 2010).
Keberhasilan Unit Pelaksana Teknis
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung pada akhir tahun 2009
dalam memijahkan secara alami dan
keberhasilan dalam menghasilkan larva
menjadi
benih,
sehingga
pengamatan
terhadap pertumbuhan cobia yang merupakan
komoditas unggulan yang belum banyak
dikenal di Indonesia ini dapat dilakukan,
khususnya di BBPBL Lampung (Saputra dkk.,
2010). Berdasarkan penjelasan tersebut maka
kegiatan Praktek Kerja Lapang di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung ini perlu dilakukan.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
adalah untuk mengetahui teknik pembesaran
ikan cobia (R. canadum) pada keramba jaring
apung di
BBPBL Lampung.
Dengan
dilakukannya Praktek Kerja Lapang di BBPBL
Lampung, diharapkan dapat
menambah
wawasan mengenai teknik pembesaran ikan
cobia (R. canadum) serta membandingkan
dasar teori yang telah dipelajari dengan
penerapan yang ada di lapangan.
Metodologi
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa
Hanura,
Kecamatan
Padang
Cermin,
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 22
Januari-17 Februari 2014. Metode yang
digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini
adalah metode deskriptif, yaitu metode yang
menggambarkan keadaan dan kejadian di
daerah tertentu. Pada pelaksanaan PKL ini
meliputi persiapan kegiatan pembesaran,
perlakuan dan permasalahan selama kegiatan
pembesaran ikan cobia serta cara pemanenan
dan pemasaran ikan cobia. Parameter yang
diukur selama kegiatan pembesaran cobia
adalah
pertambahan
berat
badan,
pertambahan panjang, Feed conversion ratio
(FCR), Survival Rate (SR) dan kualitas air.
Pertumbuhan
Berat
Badan
dan
Pertambahan Panjang
Pengukuran pertumbuhan berat dan
panjang ikan dilakukan dengan cara
mengambil beberapa sampel dari ikan yang
dibudidaya. Metode perhitungan dilakukan
berdasarkan selisisih dari berat akhir ikan
selama budidaya dan berat pada waktu ikan
ditebar dibagi dengan lama waktu selama
budidaya. Persamaan yang digunakan dalam
perhitungan menurut Steffens (1989) sebagai
berikut:
lnWt − lnWo
SGR =
X 100
t1 − t0
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan berat spesifik (% perhari)
Wt: Bobot biomassa pada akhir penelitian (gram)
Wo: Bobot biomassa pada awal penelitian (gram)
t1: Waktu akhir penelitian (hari)
t0: Waktu awal penelitian (hari)
Feed Conversion Ratio (FCR)
FCR adalah merupakan rasio jumlah pakan
yang diberikan dengan bobot ikan yang
dihasilkan (Santoso dan Agusmansyah, 2011).
Pengukuran
FCR
dilakukan
dengan
menghitung perbandingan antara jumlah
pakan yang diberikan selama budidaya
dengan selisih berat total ikan akhir dan berat
total ikan pada awal tebar. Persamaan yang
digunakan dalam perhitungan FCR menurut
Djarijah (1995) sebagai berikut:
F
FCR =
(Wt + D) – Wo
Keterangan :
FCR : Feed Convertion Ratio
F : Jumlah pakan yang diberikan (g)
Wt : Berat ikan pada akhir penelitian (g)
Wo : Berat ikan pada awal penelitian (g)
D : Berat ikan yang mati (g)
Survival Rate (SR)
Kelulus hidupan atau suvival rate (SR) adalah
indeks kelulushidupan suatu jenis ikan selama
budidaya mulai ikan ditebar hingga ikan
dipanen. Perhitungan nilai SR dilakukan
dengan persamaan sebagai berikut (Effendie,
1979):
Nt
SR =
X100%
No
Keterangan :
SR: Kelangsungan hidup hewan uji (%)
Nt: Jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor)
No: Jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor)
Hasil dan Pembahasan
Direktorat Jenderal Perikanan telah
merintis pembentukan Balai Budidaya Laut
Lampung (BBL) sejak tahun 1982. Pada
awalnya BBL memperoleh bantuan teknis dari
FAO/UNDP melalui Seafarming Development
Project INS/81/008 selama 6 tahun (19831989).
BBL ditetapkan secara resmi
berdasarkan SK. Menteri pertanian Nomor
347/Kpts/OT.210/8/1986 tanggal 5 Agusuts
1986,
SK
Menteri
Pertanian
Nomor
347/Kpts/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994
dan disempurnakan dengan SK Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
KEP.26F/MEN/2001. Sejak 1 Januari 2006
Balai Budidaya Laut berubah menjadi Balai
Besar
Pengembangan
Budidaya
Laut
berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006. Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
adalah Unit Pelaksana Teknis di bidang
pengembangan budidaya laut yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan. BBPBL
mempunyai
tugas
melaksanakan
pengembangan
dan
penerapan
teknik
pembenihan, pembudidayaan, pengelolaan
kesehatan ikan dan pelestarian lingkungan
budidaya laut.
Sarana dan prasarana merupakan
bagian penting dalam budidaya. Sarana dan
prasarana yang digunakan dalam pembesaran
ikan cobia di KJA BBPBL Lampung terdiri dari:
Jaring, Rakit, Jangkar, Peralatan Kerja di KJA
(rombong, timbangan, bambu dengan panjang
4-5 m, skop net,penggaris, sepatu boots),
Rumah Jaga, Alat Transportasi, dan Alat
Komunikasi.
Persiapan yang dilakukan sebelum
pembesaran di KJA adalah membersihkan
jaring. Jaring dibersihkan dengan cara
menyikat
atau
memukul-mukul
jaring
menggunakan kawat pemukul sehingga
kotoran berupa tanaman, hewan maupun sisa
pakan yang menempel akan terlepas. Proses
selanjutnya yaitu pencucian jaring dengan
menyemprot air bersih dengan tekanan tinggi
dan dijemur di bawah terik matahari agar
semua hama yang ada mati. Kondisi jaring
yang telah kering kemudian diperiksa
termasuk memperbaiki simpul-simpul yang
lepas atau bagian yang robek. Jaring bisa
dapat langsung dipasang setelah perbaikan
selesai dilakukan. Jaring dipasang dengan
cara mengikat keempat ujung jaring dengan
tali pada rakit. Keempat sudut jaring bagian
bawah diberi pemberat agar jaring tenggelam
dan membentuk kotak.
Pembesaran cobia yang dilakukan di
keramba jaring apung menggunakan benih
berukuran berat antara 250–300 g. Benih
cobia
tersebut
didapatkan
dari
hasil
pembenihan yang dilakukan di BBPBL
Lampung
dan
dipelihara
pada
bak
penggelondongan volume 3-5 ton sampai
dengan tiga bulan atau sampai dengan berat
rata-rata mencapai 250-300 g. Benih
ditransportasikan dan ditebar di KJA pada pagi
hari untuk menghindari suhu tinggi dan stres,
hal ini sesuai dengan pernyataan Cahyono
(2001) bahwa waktu penebaran benih ikan
yang baik adalah pada pagi atau sore hari
karena pada saat itu suhu udara rendah
sehingga
tidak
menimbulkan
stres.
Sebelumnya benih diaklimatisasikan terlebih
dulu dengan cara merendam kantong plastik
wadah benih yang akan ditebar di perairan
KJA selama 30 menit, hal ini bertujuan agar
benih bisa menyesuaikan dengan suhu
lingkungan di KJA.
Pada bulan Juni 2013 benih yang
ditebar di KJA sejumlah 435 ekor dengan
berat rata-rata 385 g dan ditebar pada
sembilan petak KJA. Seiring waktu dan laju
pertumbuhan juga dilaksanakan penjarangan
ikan dan grading untuk mengurangi kepadatan
dan memindahkan ikan sesuai keragaman
ukurannya. Sampling pertumbuhan pada ikan
dilaksanakan sebulan sekali dengan mengukur
berat dan panjang totalnya.
Jenis pakan yang diberikan adalah pelet
komersil Cargil® dan Megami® serta ikan
rucah segar (kuniran, tanjan maupun jolot).
Pemberian pakan didahului dari pelet
kemudian dilanjutkan ikan rucah sehari sekali.
Pemberian pelet dilakukan hingga ikan
berhenti memakannya (adlibitum), kemudian
setelah sekitar 10-15 menit diberikan ikan
rucah segar. Dosis pakan yang diberikan
sebanyak 5 % dari total biomasa setiap
harinya. Selama pemeliharaan selain diberikan
pakan juga ditambahkan vitamin C dan
multivitamin dengan dosis 3 g/kg pada pakan
setiap seminggu sekali. Vitamin C berguna
untuk mencegah pengaruh negatif dari
gangguan
lingkungan
atau
stres,
mempercepat
penyembuhan
luka
dan
meningkatkan pertahanan alami melawan
infeksi bakteri.
Tindakan
pencegahan
terhadap
penyakit dilakukan dengan cara perendaman
dengan menggunakan air tawar sekitar 3-5
menit dan memperhatikan kondisi ikan saat
direndam. Apabila ada ikan yang terluka maka
dilakukan pengobatan dengan cara pemberian
antiparasit pada bagian yang luka dengan
larutan antiparasit Acriflavine®. Selain itu
dilakukan pemantauan kualitas air secara rutin
untuk mencegah serangan penyakit dan
gangguan lingkungan. Pemantauan tersebut
meliputi pH, DO, kecerahan, salinitas, dan
suhu. Hasil pengukuran kualitas air selama
kegiatan PKL di BBPBL Lampung di perairan
area KJA menunjukkan DO 5,85 mg/l, suhu
o
29,1 C, salinitas 31 ppt, kecerahan 7 m dan
kedalaman 17,4 m. Di perairan sekitar KJA
menunjukkan DO 6,03 mg/l, suhu 30oC,
salinitas 31 ppt, kecerahan 7 m dan
kedalaman 14,5 m. Sedangkan perairan di
dekat
dermaga
BBPBL
Lampung
o
menunjukkan DO 5,81 mg/l, suhu 30 C,
salinitas 29,1 ppt, kecerahan 5 m dan
kedalaman 11,3 m.
Pada pembesaran cobia di BBPBL
Lampung, cobia di KJA dibagi menjadi tiga
kategori sesuai ukurannya, yaitu kecil, sedang
dan besar. Pada awal kegiatan PKL ini, cobia
yang berukuran kecil sebanyak 105 ekor,
sedang 182 ekor, dan besar 88 ekor. Untuk
mengetahui
pertumbuhan
ikan
cobia,
dilakukan sampling dengan cara mengambil 5
ekor ikan dari setiap kategori yang telah
dibedakan. Dari sampling tersebut dilakukan
pengukuran berat dan panjang ikan. Hasil
pengukuran panjang terdapat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Pertambahan panjang rata-rata
ikan cobia
Hasil
sampling
menunjukkan
pertumbuhan ikan cobia yang baik, yaitu
dengan adanya pertambahan panjang ratarata setiap harinya. Pada ketiga kategori
tersebut, ikan cobia memiliki kecepatan
pertambahan panjang yang berbeda dalam
waktu 16 hari. Ikan besar memiliki
pertambahan panjang rata-rata sebesar 3,3
cm, ikan sedang sebesar 8 cm, dan ikan kecil
sebesar 5 cm (Gambar 1).
Gambar 1. Grafik pertambahan panjang ratarata ikan cobia
Pengukuran berat ikan cobia dilakukan
bersamaan ketika sampling pengukuran
panjang ikan, namun pengukuran berat ikan
cobia dilakukan dengan cara menimbang 5
ekor ikan sampel dari masing-masing
kategori. Setelah didapatkan nilai berat ikan
cobia, kemudian dibagi deng jumlah sampel
ikan cobia tersebut. Dari hasil sampling
pertama didapatkan nilai berat sampel ikan
besar 8 kg dengan asumsi rata-rata berat ikan
1,6 kg. Berat sampel ikan sedang 5 kg
dengan asumsi rata-rata berat ikan 1 kg.
Berat sampel ikan kecil 2,5 kg dengan asumsi
rata-rata berat ikan 0,5 kg. Kemudian pada
sampling kedua didapatkan nilai berat sampel
ikan besar 9 kg dengan asumsi rata-rata berat
ikan 1,8 kg. Berat sampel ikan sedang 6,5 kg
dengan asumsi rata-rata berat ikan 1,3 kg.
Berat sampel ikan kecil 3,5 kg dengan asumsi
rata-rata berat ikan 0,7 kg.
Untuk
mengetahui
kecepatan
pertumbuhan ikan cobia, nilai rata-rata hasil
sampling tersebut dikalikan dengan total
seluruh ikan cobia yang dibudidayakan.
Kemudian didapatkan asumsi berat total ikan
cobia pada sampling pertama yaitu sebesar
375,3 kg dan berat total ikan cobia pada
sampling kedua sebesar 465,9 kg. Dari hasil
kedua sampling tersebut (selama 16 hari)
diketahui bahwa pertumbuhan berat rata-rata
adalah 5,6625 kg/hari.
Gambar 2. Grafik pertambahan berat rata-rata
ikan cobia
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa
grafik pertumbuhan berat menunjukkan
adanya perubahan nilai selisih berat tubuh
yang pertumbuhannya terus meningkat. Hal
ini menunjukkan bahwa ikan cobia dapat
tumbuh dengan baik selama dibudidayakan.
Selain pengukuran panjang dan berat,
pertumbuhan ikan cobia juga dipantau melalui
kelangsungan hidupnya (SR) dan konversi
pakannya (FCR).
Pada awal tebar di bulan Juni 2013
berjumlah 435 ekor hingga Desember 2013
berjumlah 422 ekor. Pada bulan Januari 2014
dilakukan penghitungan lagi dan diketahui
jumlah ikan cobia adalah 375 ekor dan pada
bulan Februari 2014 berjumlah 373 ekor. Ikan
cobia yang mengalami kematian diakibatkan
stres dan berkurangnya nafsu makan. Dari
awal tebar hingga penghitungan terakhir,
diketahui bahwa SR ikan cobia termasuk
tinggi, yaitu 85,75 %. Menurut Benetti et al.
(2010) tingkat kelangsungan hidup (SR) cobia
selama pertumbuhannya sangat bervariasi,
dari yang terendah 10 % hingga yang tertinggi
90%.
Pada pembesaran cobia di KJA BBPBL
Lampung didapatkan hasil penghitungan FCR
yaitu sebesar 1,8854.
Nilai FCR tersebut sesuai dengan
kiasaran yang dinyatakan oleh Benetti et al.
(2010), yaitu cobia memiliki FCR yang
berfluktuasi sangat luas antara 1,3 pada
tahap juvenil dan 2,2 pada tahap selanjutnya.
Secara keseluruhan, FCR cobia diperkirakan
sekitar 1,8 pada usia 8-10 bulan. Nilai FCR
yang rendah menunjukkan efisiensi pakan
yang tinggi, sehingga efisiensi pakan yang
tinggi menunjukkan bahwa ikan tersebut
memiliki pertumbuhan yang baik (Santoso
dan Agusmansyah, 2011).
Pada pembesaran cobia di KJA BBPBL
Lampung panen dilakukan secara berkala,
yaitu dengan mengambil ikan yang sudah
sesuai ukuran 2 kg atau lebih. Ikan yang
dibesarkan di KJA tersebut disiapkan sebagai
calon induk, oleh karena itu pemanenan harus
dilakukan ketika ikan sudah siap untuk
dijadikan induk. Sedangkan untuk ikan yang
memiliki berat kurang dari 2 kg akan
dipelihara lebih lanjut. Untuk mengetahui ikan
mana yang tepat untuk dipanen dilakukan
sampling setiap bulan, dari sampling tersebut
ikan yang sesuai ukuran langsung dipanen
dan dibawa ke darat dalam keadaan hidup.
Sampling dan pemanenan dilakukan
dengan cara mengangkat jaring sampai
kedalaman tertentu, kemudian jaring disekat
dengan menggunakan bambu supaya ikan
terkumpul di salah satu sisi keramba. Setelah
ikan terkumpul, dilakukan sampling pada ikan-
View publication stats
ikan tersebut. Semua kegiatan pemanenan
dan sampling dilakukan pada waktu pagi hari
untuk menghindari suhu tinggi dan stres pada
ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan
Cahyono (2001).
Kesimpulan
Cobia dapat dibudidayakan degan baik
di KJA BBPBL Lampung. Pada pembesaran
cobia di KJA BBPBL Lampung ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikan, yaitu
persiapan dan pemasangan jaring, penebaran
benih, pemberian pakan, perawatan dan
pengontrolan, pemanenan, pengangkutan
serta penanggulangan hama dan penyakit.
Permasalahan yang sering muncul dalam
pembesaran ikan cobia di KJA BBPBL
Lampung adalah kondisi perairan yang tidak
menentu yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian masal pada ikan cobia.
Daftar Pustaka
Benetti, D. D., B. O’Hanlon, J. A. Rivera, A. W.
Welch, C. Maxey, and M. R. Orhun.
2010.
Growth
rates
of
cobia
(Rachycentron canadum) cultured in
open ocean submerged cages in the
Caribbean. Aquaculture 302: 196.
Cahyono, B. 2001. Budidaya Ikan Perairan
Umum. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
hal. 49-77.
Chou, R.L., M.S.Su and H.Y Chen. 2001.
Optimal dietary protein and lipid levels
for juvenile cobia (Rachycentron
canadum). Aquaculture, 193: 81–89.
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia. Bogor.
Priyono, A., S. Zuhriyah, dan Afifah. 2010.
Penggunaan Probiotik Komersial pada
Pemeliharaan
Larva
Cobia
(Rachycentron
canadum)
Skala
Hatcheri. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur 2010: 373.
Santoso, L. dan H. Agusmansyah. 2011.
Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai
Dengan Tepung Biji Karet pada Pakan
Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan
Bawal
Air
Tawar
(Colossoma
macropomum).
Berkala
Perikanan
Terubuk, Juli 2011, hlm 41 – 50 Vol. 39.
No.2
Saputra, S., H. Minjoyo, dan L. M. Nasution.
2010. Budidaya Cobia (Rachicentron
canadum) Komoditas Unggulan yang
Belum Banyak Dikenal. Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur 2010: 367368.
Download