SAK PENDAPATAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23 (revisi 2009) terdiri dari paragraf 1-36. Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 23 (revisi 2009) harus dibaca dalam konteks tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PSAK 25 memberikan dasar pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan secara eksplisit. PENDAHULUAN Tujuan Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas normal entitas dan dikenal dengan bermacam-macam sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen dan royalti. Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian tertentu. Permasalahan utama dalam akuntansi pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui bila kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas dan manfaat ini dapat diukur dengan andal. Pernyataan ini mengidentifikasikan keadaan-keadaan dimana kriteria tersebut terpenuhi, sehingga pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini juga memberikan panduan praktis dalam penerapan kriteria tersebut. Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian berikut ini: (a) penjualan barang; (b) penjualan jasa; dan (c) penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen. Barang meliputi barang yang diproduksi oleh entitas untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dimiliki untuk dijual kembali. Penjualan jasa biasanya terkait dengan kinerja entitas atas tugas yang telah disepakati secara kontraktual untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu. Jasa tersebut dapat diserahkan dalam satu periode atau lebih dari satu periode. Beberapa kontrak untuk penjualan jasa secara langsung terkait dengan kontrak konstruksi, misalnya kontrak penjualan jasa dari manajer proyek dan arsitek. Pendapatan yang timbul dari kontrak ini tidak diatur dalam Pernyataan ini tetapi diatur sesuai dengan persyaratan kontrak konstruksi sebagaimana diatur dalam PSAK 34: Akuntansi Kontrak Konstruksi. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain menimbulkan pendapatan dalam bentuk: 1. bunga yaitu pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terutang kepada entitas; 2. royalti yaitu pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang entitas, misalnya paten, merek dagang, hak cipta, dan peranti lunak komputer; dan 3. (c) dividen yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu. Pernyataan ini tidak mengatur pendapatan yang timbul dari: 1. perjanjian sewa (lihat PSAK 30 (revisi 2007): Sewa); 2. dividen yang timbul dari investasi yang dicatat sesuai metode ekuitas (lihat PSAK 15 (revisi 2009): Investasi pada Entitas Asosiasi); 3. kontrak asuransi yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi Asuransi Jiwa. 4. perubahan nilai wajar dari aset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya (lihat PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran); 5. perubahan nilai aset lancar lainnya; 6. ekstraksi hasil tambang (lihat PSAK 33: Akuntansi Pertambangan Umum). Definisi Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini: 1. Nilai wajar adalah jumlah dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction). 2. Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh entitas untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke entitas dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan dari pendapatan. Demikian juga dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi meliputi jumlah yang ditagih atas nama prinsipal, yang tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih atas nama prinsipal bukan merupakan pendapatan, yang merupakan pendapatan adalah komisi yang diterima. PengukuranPendapatan Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara entitas dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima oleh entitas dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh entitas. Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, jika arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau dapat diterima. Misalnya, entitas dapat memberikan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga dibawah pasar sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga tersirat (imputed). Tingkat bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah ditentukan antara: 1. tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen serupa dari penerbit dengan penilaian kredit yang sama; atau 2. tingkat bunga yang mendiskonto nilai nominal instrumen tersebut ke harga jual tunai saat ini dari barang atau jasa. Perbedaan antara nilai wajar dan jumlah nominal dari imbalan tersebut diakui sebagai pendapatan bunga sebagaimana dijelaskan paragraf 30 dan 31, dan sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang serupa, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak atau susu di mana penyalur menukarkan persediaan di beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu lokasi. Jika barang dijual dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang atau jasa yang tidak serupa, maka pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang dialihkan. Ketika nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima tidak dapat diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer. PengidentifikasianTransaksi Kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini biasanya diterapkan secara terpisah pada setiap transaksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan kriteria pengakuan tersebut pada komponen-komponen yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dari transaksi tunggal, agar mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Misalnya, jika harga penjualan dari suatu produk termasuk jumlah yang dapat diidentifikasi untuk jasa lanjutan, maka jumlah tersebut ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan selama periode di mana jasa tersebut ditunaikan. Sebaliknya, kriteria pengakuan diterapkan pada dua atau lebih transaksi bersama-sama jika transaksi tersebut terkait sedemikian rupa sehingga pengaruh komersialnya tidak dapat dimengerti tanpa melihat pada rangkaian transaksi tersebut secara keseluruhan. Misalnya, entitas dapat menjual barang dan pada saat yang sama, menyetujui perjanjian yang terpisah untuk membeli kembali barang tersebut di kemudian hari, sehingga meniadakan pengaruh yang sesungguhnya dari transaksi tersebut, maka dalam hal ini kedua transaksi tersebut diberlakukan bersamaan. PenjualanBarang Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi: 1. entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli; 2. entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual; 3. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal; 4. kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada entitas tersebut; dan 5. biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan tersebut dapat diukur dengan andal. Penentuan kapan entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan kepada pembeli memerlukan pengujian atas keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang bersamaan dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan penjualan eceran. Dalam hal lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi PENDAPATAN ED PSAK No. 23 (revisi 2009) pada saat yang berbeda dengan pemindahan hak milik atau penguasaan atas barang tersebut. Jika entitas tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan, transaksi tersebut bukanlah penjualan dan pendapatan tidak diakui. Entitas dapat menahan risiko kepemilikan yang signifikan dengan berbagai cara. Contoh situasi dimana entitas menahan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan adalah: 1. jika entitas menahan kewajiban untuk kinerja tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh ketentuan jaminan normal; 2. jika penerimaan pendapatan dari penjualan bergantung pada pendapatan pembeli dari penjualan barang yang bersangkutan; 3. jika pengiriman barang bergantung pada instalasinya, dan instalasi tersebut merupakan bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh entitas; dan 4. jika pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak dan entitas tidak dapat memastikan apakah akan terjadi retur. Jika entitas hanya menahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan yang diakui. Misalnya, penjual mungkin menahan hak milik atas barang semata-mata untuk melindungi kolektibilitas jumlah yang jatuh tempo. Dalam hal seperti itu, jika entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan, transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan harus diakui. Contoh lain entitas yang hanya menahan risiko yang tidak signifikan dari kepemilikan adalah dalam penjualan eceran dengan syarat dapat dikembalikan jika pelanggan tidak puas. Pendapatan dalam hal ini diakui pada waktu penjualan dilakukan jika penjual dapat mengestimasi secara andal retur yang akan terjadi dan mengakui liabilitas untuk retur berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor-faktor lain yang relevan. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada entitas. Terkadang kemungkinan besar tersebut baru tercapai pada saat imbalan diterima atau ketidakpastian dihilangkan. Misalnya, belum ada kepastian bahwa pemerintahan asing akan memberi ijin pengiriman imbalan atas penjualan di negara asing. Jika ijin diberikan, ketidakpastian tersebut hilang dan pendapatan diakui. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas jumlah tertentu yang telah termasuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya tidak besar lagi, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula. Pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi yang sama atau peristiwa lain diakui secara bersamaan, proses ini biasanya mengacu pada pengaitan pendapatan dengan beban. Beban, termasuk jaminan dan biaya lain yang terjadi setelah pengiriman barang, biasanya dapat diukur dengan andal jika kondisi lain untuk pengakuan pendapatan yang berkaitan telah dipenuhi. Tetapi, pendapatan tidak diakui jika beban yang berkaitan tidak dapat diukur dengan andal. Dalam keadaan demikian, setiap imbalan yang diterima untuk penjualan barang tersebut diakui sebagai liabilitas. Barang mencakup barang ang diproduksi untuk dijual (manufacturing) dan arang yang dibeli untuk dijual kembali (merchandising). Sesuai PSAK 23, pendapatan atas penjualan barang dapat diakui jika seluruh kondisi di bawah ini terpenuhi: 1. Risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpidah secara signifian dari entitas penjual ke pembeli, 2. Entitas penjual tidak melanjutkan penelolaan barang ataupun secara efektif mengendalikann barang yang dijul, 3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal, 4. Besar kemungkinan manfaat ekononi terkait transaksi akan mengalir kepadda entitas penjual, dan 5. Biaya yang telah atau akan terjadi terkait antar transaksi penjualan dapat diukur dengan handal. 6. Risiko dan manfaat kepemilikan telah berpindah secara signifikan dari penjual ke pembeli bila; 7. Seluruh tindakan signifikan telah selesai dilaksanaka, dan 8. Penjual tidak lagi melakukan pengelolan atau penendalian efektif atas barang yang dijual. Contoh dari ditahannya risiko dan manfaat signifikan oleh penjual adalah jika penerimaan pendapatan atas penjualan barang bergantung pada pendapatan pembeli atas penjualan barang yang sama atau jika pembeli memiliki hak untuk membatakan pembelian sesuai ketentuan kontrak dan entitas tidak dapat memastikan terjadinya retur tersebut. Selain itu, konsinyasi juga merupakan contoh bahwa risiko dan manfaat barang masih berada pada pihak pengiriman barang sampai barang tersebut dibeli oleh konsumen. Penjualan eceran dengan syarat barang dapat dikembalikan jika pembeli tidak puas merupakan contoh dari penahanan risiko kepemilikan yang tidak signifikan sehingga pendapatan dapat diakui selama penjual dapat mengestimasi retur dan mengakui liabilitas terkait dengan andal berdasarkan pengalaman di masa lalu dan faktor-faktor relevan yang lainnya. Ketidakpastian arus masuk manfaat ekonomi dari transaksi penjualan dapat terjadi sebelum atau sesudah pendapatan diakui. Jika ketidakpastian diketahui sebelum pendapatan diakui, misalnya karena belum adanya kepastian bahwa pemerintah Negara lain mengijinkan pembayaran atas ekspor, maka pendapatan diakui jik terdapat kepastian pembayaran. Namun jika tidakpastian muncul setelah pendapatan diakui, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya kecil diakui sebagai beban. Ilustrasi 1 Dalam suatu transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit dengan lima kali pembayaran cicilan, barang dikirim kepada pembeli setelah pembayaran cicilan ke-lima. Kapan pendapatan dapat diakui oleh penjual? Jawab: Pendapatan diakui oleh penjual saat barang dikirimkan. Tetapi jika berdasarkan pengalaman sebagian besar cicilan akan terbayar, maka pendapatan dapat diakui pada saat cicilan yang jumlahnya signifikan telah diterima oleh penjual, dan barang berada di tangan penjual, dapat didefinisikan dan siap untu dikirim ke pembeli. Terkait matching concept, pendapatan dan beban terkait dengan perolehan pendapatan tersebut harus diakui pada periode yang sama. Jika beban terkait tidak dapat diukur dengan andal, maka pendapatan tidak dapat diakui dan imbalan yang diterima diakui sebagai liabilitas. Penjualan Jasa Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil transaksi dapat diestimasi dengan andal jika seluruh kondisi berikut ini dipenuhi: 1. jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal; 2. kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut dapat diperoleh entitas; 3. tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan 4. biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal. Pengakuan pendapatan dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari suatu transaksi sering disebut sebagai metode persentase penyelesaian. Dengan metode ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa ditunaikan. Pengakuan pendapatan atas dasar ini memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja entitas dalam suatu periode. PSAK 34: Akuntansi Kontrak Kontruksi juga mensyaratkan pengakuan pendapatan berdasarkan hal ini. Persyaratan pada Pernyataan tersebut berlaku secara umum untuk pengakuan pendapatan dan beban terkait untuk transaksi yang melibatkan pemberian jasa. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas jumlah yang telah masuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak tertagih, atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya tidak lagi besar, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula. Entitas pada umumnya dapat membuat estimasi yang andal setelah entitas mencapai persetujuan mengenai hal-hal berikut dengan pihak lain dalam transaksi: 1. hak yang dapat dipaksakan dari masing-masing pihak terkait dengan jasa yang disediakan dan diterima para pihak; 2. imbalan yang dipertukarkan; dan 3. cara dan persyaratan penyelesaian. Biasanya, entitas juga perlu mempunyai sistem anggaran dan pelaporan keuangan internal yang efektif. Entitas tersebut menelaah dan jika perlu merevisi estimasi pendapatan sewaktu jasa diberikan. Kebutuhan atas revisi tersebut tidak berarti mengindikasikan bahwa hasil dari transaksi tersebut tidak dapat diestimasi dengan andal. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan yang dapat diakui hanya berkaitan dengan beban yang dapat dipulihkan. Metode untuk mengukur tingkat penyelesaian transaksi dapat meliputi: survey pekerjaan yang telah dilaksanakan, perbandingan jasa yanga dilakukan sampai tanggal tertentu dengan total jasa, dan perbandingan biaya yang timbul sampai tanggal tertentu dengan estimasi total biaya. Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima biasanya tidak mencerminkan besarnya jasa yang telah dilakukan. PSAK 23 juga mengatur bahwa pendapatan melibatkan sejumlah kegiatan selama satu periode dapat diakui secara garis lurus demi alasan praktis, kecuali ada metode lain yang lebih relavan. Jika suatu kegiatan jauh lebih signifkan dibandingkan kegiatan lain, maka pendapatan baru diakui saat kegiatan signifikan tersebut diklakukan. Ilustrasi 2 PT Secure mengembangkan sistem pengamanan untuk hotel Z. Proses pengembangan memakan waktu delapan bulan ditambah waktu pendampingan selama enam bulan. Kapan pendapatan dapat diakui oleh PT Secure? Jawab: Biaya pengembangan sistem tersebut diakui sebagai pendapatan sesuuai tahap penyelesaian pengembangan termasuk penyelesaian jasa yang diberikan selama masa pendamping. Tingkat penyelesaian transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode. Entitas menggunakan metode yang dapat mengukur dengan andal jasa yang diberikan. Bergantung pada sifat transaksi, metode tersebut dapat meliputi: 1. survei pekerjaan yang telah dilaksanakan; 2. jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai persentase dari total jasa yang harus dilakukan; atau 3. proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total biaya transaksi tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilaksanakan hingga tanggal tertentu dimasukkan dalam biaya yang terjadi hingga tanggal tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilakukan atau yang harus dilakukan, dimasukkan ke dalam estimasi total biaya transaksi tersebut. Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari pelanggan sering kali tidak mencerminkan jasa yang dilakukan. Untuk tujuan praktis, jika jasa dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan yang tidak dapat ditentukan selama suatu periode, pendapatan diakui atas dasar garis lurus selama periode tertentu, kecuali jika ada bukti bahwa terdapat metode lain yang lebih baik dapat mencerminkan tingkat penyelesaian. Jika kegiatan tertentu jauh lebih signifikan daripada kegiatan yang lain, pengakuan pendapatan ditunda sampai kegiatan yang signifikan tersebut dilakukan. Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan beban terakui yang dapat terpulihkan. Selama tahap awal transaksi, sering kali terjadi bahwa hasil suatu transaksi tidak dapat diestimasi dengan andal. Namun demikian, besar kemungkinan terjadi bahwa entitas tersebut akan memperoleh kembali biaya transaksi yang timbul. Oleh karena itu, pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan biaya yang telah terjadi yang diharapkan dapat terpulihkan. Karena hasil transaksi tersebut tidak dapat diestimasi dengan andal, tidak ada laba yang diakui. Jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi dengan andal dan kemungkinan kecil biaya yang terjadi akan terpulihkan, pendapatan tidak diakui dan biaya yang timbul diakui sebagai beban. Jika tidak ada lagi kondisi semula yang mengakibatkan hasil kontrak tidak dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan diakui sesuai dengan paragraf 20 bukan paragraf 26. Kontrak Konstruksi Menurut PSAK 34, Kontrak Konstruksi adalah surat kontrak yang dinegosiasikan secara khusus utuk konstruksi surat aset atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling bergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi tujuan pokok penggunaan. Kontrak dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut: 1. Kontrak biaya-plus, yaitu kontrak Dimana kontraktor mendapatkan penggatian untuk biaya-biaya yang telah diizinkan atau telah ditentukan, ditambah imbalan sebesar persentase tertentu dari biaya atau imbaln tetap. 2. Kontrak harga tetap, yaitu kontrak dimana kontraktor telah menyetujui nilai kontrak yang telah ditentukan, atau taruf tetap per unit output yang dalam beberapa hal tunduk pada ketentuan-ketentuan kenaikan biaya. Pendapatan dari suatu kontrak terdiri dari nilai pendapaan yang disetujui dalam kontrak dan penyimpangan dari pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran intensif yang memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan dan dapat diukur dengan andal. Pendapatan kontrak diukur pada nilai wajar imbalan yang telah atau akan diterima. Metode persentase penyelesaian digunakan dalam mengakui pendapatan dan beban jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi dengan andal. Dalam metode ini, pendapattan dan beban diakui dengan memperhatikan tahap penyelesain aktivitas kontrak pada akhir periode pelaporan. Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi dengan andal dalam kontrak harga tetap, jika semua hal berikut terpenuhi: 1. Total pendapatan kontrak dapat diukur dengan andal . 2. Besar kemungkinan manfaat ekonomi terkait kontrak akan mengalir ke entitas. 3. Biaya kontrak dan tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur dengan andal. 4. Biaya kontrak yang ddapat diatribusikan pada kontrak yang dapat diidentifikasi dengan jelas dan andal. Sementara untuk kontrak biay-plus, hasil kontrak dapat dapat diestimasi dengan andal bila butir 2 dan 4. Dalam persyaratan kontrak harga tetap di atas terpenuhi. Jika hasil kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan diakui hanya sebesar biaaa yang telah terjadi yang diperkirakan dapat dipulihkan dengan biaya kontrak diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Jika kemungkinan besar total biaya kontrak akan melebihi total pendapatan kontrak, maka taksiran rugi segera diakui sebagai beban. Ilustrasi 3 Contoh kasus metode persentase penyelesaian kontrak sesuai PSAK 34 Suatu kontraktor mendatangi kontrak harga tetap untuk membangun bangunan pencakar langit dengan nilai kontrak Rp 5.000 berjangka waktu 3 tahun. Estimasi biaya awal adalah Rp 4.000. Di akhir tahun 2, estimasi banyak kontrak meningkat menjadi Rp 4.150. pada tahun 3 pelanggan menyetujui penyimpanan yang menghasilkan kenaikan pendapatan kontrak sebesar Rp 300, dan total biaya diestimasikan menjadi Rp 4.200. Total biaya riil yang terjadi sampai akhir tahun 1 adalah Rp 1.500 (termasuk Rp 100 yang digunakan untuk membeli bahan bangunan yang akan dipakai di tahun 2); serta Rp 3.300 dan Rp 4.200 pada akhir tahun 2 dan 3. Kontraktor menentukan tahap penyelesaian kontrak dengan membandingkan biaya kontrak sampai periode berjalan dengan estimasi biaya kontrak terakhir. Tagihan disampaikan sebesar rp 2.000, Rp 2.000, Rp 1.300 pada tahun 1, 2, dan 3. Pelanggan membayar jumlah terutang pada tahun berjalan. Tentukan laba yang diakui setiap tahunnya dan buatlah jurnal yang diperlukan! Jawab: Tabel 1: persentase penyelesaian Tahun 1 (a) Jumlah semua pendapatan yang disetujui 5.000 Tahun 2 Tahun 3 5.000 5.000 dalam kontrak (b) Penyimpangan − − 300 (c) Total pendapatan kontrak (a+b) 5.000 5.000 5.300 (d) Biaya kontrak sampai periode ini 1.400 2.982 4.200 (e) Biaya kontrak untuk penyelesaian 2.600 1.218 − (f) Total estimasi biaya kontrak (d+e) 4.000 4.200 4.200 (g) Estimasi laba (c-f) 1.000 800 1.100 (h) Tahap penyelesaian 35% 71% 100% Diakui tahun Diakui Tabel 2: penghitungan laba Sampai saat ini sebelumnya berjalan Tahun 1 Pendapatan (35% x 5.000) 1.750 0 1.750 Beban (35% x 4.000) 1.400 0 1.400 tahun 350 − 350 Pendapatan (71% x 5.000) 3.550 1.750 1.800 Beban (71% x 4.200) 2.982 1.400 1.582 Laba 568 350 218 Pendapatan 5.300 3.550 1.750 Beban 4.200 2.982 1.218 Laba 1.100 568 532 Laba Tahun 2 Tahun 3 Jurnal: Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Db. Kntruksi dalam proses 1.400 1.582 1.218 Kr. Kas, utang gaji, dll 1.400 1.582 1.218 Db. Piutang 2.000 2.000 1.300 Kr. Tagihan kontruksi 2.000 2.000 1.300 Db. Kas 2.000 2.000 1.300 Kr. Piutang 2.000 2.000 1.300 350 218 532 Db. Biaya konstruksi 1.400 1.582 1.218 Kr. Pendapatan konstruksi 1.750 1.800 1.750 Mencatat biaya actual konstruksi Mencatat tagihan Mencatat pembayaran piutang Mengakui pendapatan dan biaya konstruksi Db. Konstruksi dalam proses Mencatat penyelesaian konstruksi Db. Tagihan konstruksi − − 5.300 Kr. Konstruksi dalam proses − − 5.300 Penggunaan Aset Entitas oleh Pihak Lain Penggunaan asset entitas oleh pihak lain dapat menghasilkan pendapatan yang dapat diakui jika: besar kemungkinan manfaat ekonomi terkait transaksi akan diterima entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal. Pendapatan dalam hal ini dapat berupa: 1. Bunga Bunga adalah pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terulang pada entitas. Bunga diakui dengan menggunakan metode suku bunga efektif. 2. Royalti Royalti adalah pembebanan untuk penggunaan asset jangka panjang milik entitas seperti paten dan hak cipta. Royalti diakui atas dasar aktural sesuai dengan substansi perjanjian relavan. 3. Dividen Dividen itu adalah distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan atas kelompok modal tertentu. Dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran yang telah ditetapkan. Ilustrasi 4 PT A membeli lisensi penggunaan software akuntansi dari PT X. PT X tidak memiliki tanggung jawab apapun setelah CD software dikirimkan kepada PT A, tetapi CD software tersebut dapat ditukarkan apabila cacat sehingga instalasi tidak dapat dilakukan. Bagaimana pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh PT X? Jawab: Pendapatan dapat diakui pada saat terjadinya penjualan, karena PT A memiliki secara penuh hak penggunaan software tersebut setelah penjualan dan PT X tidak memiliki kewajiban terkait setelah penjualan. Sesuai dengan estimasi yang andal, PT X perlu mengakui kewajiban yang mungkin muncul atas pengakuan CD yang rusak. Pendapatan Diterima Dimuka Imbalan atas penjualan, baik barang maupun jasa, dapat diterima sebelum tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pendapatan yang dilaksanakan. Dalam hal ini, entitas mengakui liabilitas sebesar imbalan yang telah diterima tersebut sampai kriteria pengakuan pendapatan terpenuhi. pendapatan diterima dimuka seperti ini banyak terjadi diberbagai bisnis, misalnya perusahaan penerbangan, hotel dan pedagang Koran/majalah berlangganan. Kebijakan atas penerimaan imbalan dan pengakuan pendapatan dari perusahaan penerbangan dapat dilihat dari ikhtisar kebijakan akuntansi dalam ilustrasi berikut: Ilustrasi 5 Pengunggkapan kebijakan akuntansi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan Entitas Anak Pengakuan Pendapatan dan Beban Penjualan tiket penumpang dan jasa cargo awalnya diakui sebagai pendapan diterima dimuka transportasi. Pendapatan operasional diakui pada saat penerbangan telah dilakukan. Penjualan didalamnya termasuk juga atas pemulihan surcharges selama periode berjalan. Pendapatan jasa perbaikan dan pemeliharaan pesawat atas kontrak jangka pendek diakui pada saat jasa diserahkan kepada langganan. Pendapatan jasa perbaikan dan pemeliharaan pesawat atas kontrak jangka panjang diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian. Pendapatan atas jasa perhotelan, jasa boga, biro perjalanan dan jasa reservasi serta jasa lain yang berhubungan dengan penerbangan diakui sebagai pendapatan pada saat jasa diserahkan. Pendapatan bunga diakui berdasarkan waktu terjadinya dengan acuan jumlah pokok terutang dan tinggkat bunga yang berlaku. Penghasilan deviden dari investasi saham diakui pada saat hak menerima dividen telah ditetapkan. Beban diakui pada saat terjadinya. Pengungkapan Entitas mengungkapkan: 4. kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, termasuk metode yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan pemberian jasa; 5. jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut, termasuk pendapatan yang berasal dari: a. penjualan barang; b. penjualan jasa; c. bunga; d. royalti; e. dividen; dan 6. jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa yang tercakup dalam setiap kategori signifikan dari pendapatan. Entitas mengungkapkan setiap liabilitas kontijensi dan aset kontijensi sesuai dengan PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontinjensi. Liabilitas kontijensi dan aset kontijensi dapat timbul dari pos-pos seperti biaya jaminan, klaim, denda, atau kemungkinan kerugian lainnya. Ilustrasi 6 Contoh pengungkapan terkait pendapatanL: PT Matahari Putra Prima Tbk. Pengakuan Pendapatan dan Beban Pendapatan dari penjualan dari penjualan barang dagangan (kecuali pendapatan dari penjualan berdasarkan pengiriman – Cash on Delivery, diakui pada saat barang dikirim ke pelanggan) diakui pada saat barang di bayar di kounter penjualan. Pendapatan dari penjualan konsinyasi dibukukan sebesar jumlah penjualan barang konsinyasi kepada pelanggan dikurangi beban terkait sebesar jumlah terutang kepada pemilik (consignor). Untuk program loyalitas pelanggan yang akan diadakan oleh Perusahaan, apabila memenuhi kriteria seperti yang diatur dalam ISAK 10, maka Perusahaan mencatat pemberian poin dalam program tersebut sebagai komponen yang diidentifikasikan secara terpisah atas nilai penjualan pada saat penjualan awal awal sebagai pendapatan yang ditangguhkan yang dicatat dalam liabilitas jangka pendek lainnya, yang diakui sejalan dengan berlangsungnya masa program sebagai pendapatan. Pendapatan dari penjualan kartu pra-bayar (dikenal dengan nama “power card”) oleh pusathiburan keluarga pada awalnya dicatat sebagai pendapatan di terima dimuka dan diakui secara proporsional sebagai pendapatan berdasarkan penggunaan power card sesungguhnya oleh pelanggan. Pendapatan dari penjualan koin dibeli oleh pelanggan. Beban diakui pada saat terjadinya PENJUALAN BERSIH Rincian penjualan bersih adalah sebagai berikut: 31 Desember 2013 31 Desember 2012 Supermarket/hypermarket 11.825.664 10.304.931 Pusat hiburan keluarga - 337.351 Laimn-lain - 148.781 11.825.664 10.791.063 Penjualan konsinyasi 738.563 513.962 Biaya konsinyasi (651.464) (436.861) Komisi dan penjualan konsinyasi 87.099 77.101 Penjualan bersih 10.868.3164 11.912.763 SAK KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN KESALAHAN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan terdiri dari paragraf 1-55 dan panduan implementasi. Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 25 (revisi2009) harus dibaca dalam konteks prinsip-prinsip utama dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan Pernyataan ini adalah menentukan kriteria untuk pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi, bersama dengan perlakuan akuntansi dan pengungkapan atas perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan koreksi kesalahan. Pernyataan ini dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi dan keandalan laporan keuangan entitas, daya banding laporan keuangan tersebut dan dengan laporan keuangan entitas lainnya. Pengungkapan yang disyaratkan untuk kebijakan akuntansi, kecuali perubahan kebijakan akuntansi, diatur dalam PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan. Ruang lingkup Pernyataan ini diterapkan dalam pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi, dan pencatatan perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan koreksi kesalahan periode lalu. Dampak pajak perbaikan kesalahan periode sebelumnya dan penyesuaian retrospektif untuk perubahan kebijakan akuntansi diperlakukan dan diungkapkan sesuai dengan PSAK 46: Akuntansi Pajak Penghasilan. Defi nisi Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini: 1. Kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, peraturan dan praktik tertentu yang diterapkan entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 2. Kesalahan periode lalu adalah penghilangan dari, dan kesalahan-pelaporan dalam, laporan keuangan entitas untuk satu atau lebih periode lalu yang timbul dari kegagalan untuk mempergunakan, atau kesalahan penggunaan, informasi andal yang: (a) tersedia ketika laporan keuangan untuk periode tersebut disahkan untuk diterbitkan; dan (b) secara rasional diharapkan dapat diperoleh dan dipergunakan dalam penyusunan dan penyajian 3. laporan keuangan tersebut. 4. Kesalahan semacam itu termasuk dampak kesalahan perhitungan matematis, kesalahan penerapan kebijakan akuntansi, kekeliruan (oversights) atau kesalahan interpretasi fakta, dan kecurangan. 5. Material Kelalaian-pencantuman atau kesalahan-penyajian item (omissions or misstatements of item) adalah material jika hal tersebut, secara individual atau kolektif, mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil berdasarkan laporan keuangan. Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat kelalaian-pencantuman atau kesalahanpencatatan dengan mempertimbangkan keadaan yang melingkupinya. Ukuran atau sifat item, atau kombinasi keduanya, dapat merupakan faktor yang menentukan materialitas. 6. Penerapan retrospektif adalah penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan tersebut telah diterapkan sejak awal transaksi. 7. Penerapan prospektif suatu perubahan kebijakan akuntansi dan pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi, masing-masing adalah: (a) penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi atau peristiwa dan kondisi lainnya yang terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut; dan (b) pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan periode mendatang yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut. 8. Penyajian kembali retrospektif adalah koreksi pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan jumlah unsur-unsur laporan keuangan seolah-olah kesalahan periode lalu tidak pernah terjadi. Perubahan estimasi akuntansi adalah penyesuaian jumlah tercatat aset atau laibilitas, atau jumlah pemakaian periodik aset, yang berasal dari penilaian status kini, dan ekspektasi manfaat masa depan dan kewajiban yang terkait dengan, aset dan laibilitas. Perubahan estimasi akuntansi dihasilkan dari informasi baru atau perkembangan baru dan, oleh karena itu, bukan dari koreksi kesalahan. 9. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) dan produk standar lain yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK - IAI). 10. Tidak praktis Penerapan suatu pengaturan adalah tidak praktis ketika entitas tidak dapat menerapkannya setelah seluruh usaha yang rasional dilakukan. Untuk suatu periode lalu tertentu, adalah tidak praktis untuk menerapkan suatu perubahan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau menyajikan-kembali secara retrospektif untuk mengoreksi kesalahan, jika: (a) dampak penerapan retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif tidak dapat ditentukan; (b) penerapan retrospektif atau penyajian-kembali secara retrospektif memerlukan asumsi mengenai maksud 11. (intent) manajemen yang ada pada periode lalu tersebut; atau (c) penerapan retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif memerlukan estimasi signifi kan atas jumlah dan tidak mungkin untuk membedakan secara obyektif informasi mengenai estimasi yang: i. menyediakan bukti atas keadaan yang ada pada tanggal di mana jumlah tersebut diakui, diukur atau diungkapkan; dan ii. akan tersedia ketika laporan keuangan periode lalu disahkan untuk diterbitkan dari informasi lain. Penilaian apakah suatu kelalaian-pencantuman atau kesalahan-pencatatan dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai, dan menjadi material, memerlukan pertimbangan karakteristik pemakai tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 25 menyatakan “pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar”. Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu mempertimbangkan bagaimana pemakai yang dimaksud diperkirakan terpengaruh secara rasional dalam pengambilan keputusan ekonomi. KEBIJAKAN AKUNTANSI Pemilihan dan Penerapan Kebijakan Akuntansi Ketika suatu SAK secara spesifi k berlaku untuk suatu transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk item tersebut menggunakan SAK yang bersangkutan dan mempertimbangkan Panduan Aplikasi SAK yang relevan. SAK menentukan kebijakan akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan yang berisi informasi relevan dan andal atas transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya. Kebijakan akuntansi tersebut tidak perlu diterapkan ketika dampak penerapannya tidak material. Namun, hal yang tidak tepat untuk membuat, atau membiarkan ketidaktepatan, penyimpangan dari SAK untuk mencapai suatu penyajian tertentu atas posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas. Pedoman Implementasi bukan bagian dari PSAK, dan oleh karena itu tidak berisi pengaturan untuk laporan keuangan. Dalam hal tidak ada SAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang: 1. relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi oleh pemakai; dan 2. andal, dalam laporan keuangan yang: a. menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas; b. mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, dan bukan hanya bentuk hukumnya c. netral, yaitu bebas dari bias; d. pertimbangan sehat; dan e. lengkap dalam semua hal yang material. Dalam membuat pertimbangan yang dijelaskan diparagraf 10, manajemen mengacu, dan mempertimbangkan keterterapan dari, sumber-sumber berikut ini sesuai dengan urutan menurun: 1. persyaratan dan panduan dalam SAK yang berhubungan dengan masalah serupa dan terkait; dan 2. defi nisi, kriteria pengakuan, dan konsep pengukuran untuk aset, laibilitas, penghasilan dan beban dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Dalam membuat pertimbangan yang dijelaskan di paragraf 10, manajemen juga mempertimbangkan standar akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar akuntansi lainnya yang menggunakan kerangka dasar yang sama untuk mengembangkan standar akuntansi, literatur akuntansi lainnya dan praktik akuntansi industry yang berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan sumber pada paragraf 11. Konsistensi Kebijakan Akuntansi Entitas memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi secara konsisten untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang serupa, kecuali PSAK secara spesifi k mengatur atau mengizinkan kelompok item-item dimana kebijakan akuntansi yang berbeda adalah hal yang mungkin sesuai dengan keadaan. Jika PSAK mengatur atau mengizinkan pengelompokkan semacam itu, maka kebijakan akuntansi yang tepat dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kelompok. Perubahan Kebijakan Akuntansi Entitas mengubah suatu kebijakan akuntansi hanya jika perubahan tersebut: 1. dipersyaratkan oleh suatu PSAK; atau 2. menghasilkan laporan keuangan yang memberikan informasi yang andal dan lebih relevan tentang dampak transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas entitas. Pemakai laporan keuangan perlu untuk mampu membandingkan laporan keuangan entitas sepanjang waktu untuk mengidentifi kasi kecenderungan dalam posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kasnya. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang sama diterapkan pada setiap periode dan dari suatu periode dengan periode berikutnya, kecuali suatu perubahan kebijakan akuntansi memenuhi kriteria pada paragraf 14. Berikut ini bukan merupakan perubahan kebijakan akuntansi: 1. penerapan suatu kebijakan akuntansi untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya yang berbeda secara 2. substansi daripada yang terjadi sebelumnya; dan penerapan suatu kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya yang tidak pernah terjadi sebelumnya atau tidak material. Penerapan awal suatu kebijakan untuk menilaikembali aset sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap atau PSAK 19: Aset Tidak Berwujud adalah suatu perubahan dalam kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan suatu revaluasi sesuai dengan PSAK 16 atau PSAK 19, bukan sesuai dengan Pernyataan ini. Paragraf 19-31 tidak diterapkan untuk perubahan kebijakan akuntansi yang dijelaskan di paragraf 17. Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi Bergantung dari paragraf 23: 1. entitas mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisinya, jika ada; dalam PSAK tersebut, dan 2. entitas mengubah kebijakan akuntansi untuk penerapan awal suatu PSAK yang tidak mengatur ketentuan transisi untuk perubahan tersebut, atau perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela, diterapkan secara retrospektif. Untuk tujuan dalam Pernyataan ini, penerapan dini PSAK bukan merupakan perubahan kebijakan akuntansi yang bersifat sukarela. Dalam hal PSAK tidak secara spesifi k diterapkan untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, maka manajemen, sesuai paragraf 12, menerapkan suatu kebijakan akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan-pembuatstandar- akuntansi lain yang menggunakan kerangka konseptual yang sama dalam mengembangkan standar akuntansi. Jika, selanjutnya pengaturan (pronouncement) tersebut diamandemen, entitas memilih untuk mengubah suatu kebijakan akuntansi, maka perubahan tersebut dicatat dan diungkapkan sebagai perubahan kebijakan akuntansi yang bersifat sukarela. Penerapan Retrospektif Bergantung dari paragraf 23, ketika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif sesuai dengan paragraf 19(a) atau 19 (b), maka entitas menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode sajian paling awal dan jumlah komparatif lainnyadiungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut sudah diterapkan sebelumnya. Keterbatasan Penerapan Retrospektif Ketika penerapan retrospektif disyaratkan oleh paragraf 19(a) atau 19(b), maka perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif kecuali sepanjang tidak praktis untuk menentukan dampak periode-spesifik atau dampak kumulatif perubahan tersebut. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak periode-spesifi k akibat perubahan kebijakan akuntansi dalam informasi komparatif untuk satu atau lebih periode sajian, maka entitas menerapkan kebijakan akuntansi baru untuk jumlah tercatat aset dan laibilitas pada awal periode paling awal dimana penerapan retrospektif adalah praktis, mungkin periode berjalan, dan membuat penyesuaian saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode itu. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kumulatif dari, pada awal periode berjalan, penerapan kebijakan akuntansi baru untuk seluruh periode lalu, maka entitas menyesuaikan informasi komparatif untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru secara prospektif dari tanggal paling awal yang dapat diterapkan. Ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi baru secara retrospektif, maka entitas menerapkan kebijakan akuntansi baru tersebut untuk informasi komparatif untuk periode lalu ke belakang sejauh mungkin praktis. Penerapan retrospektif untuk periode lalu adalah tidak praktis kecuali praktis untuk menentukan dampak kumulatif atas jumlah awal dan akhir laporan posisi keuangan untuk periode itu. Jumlah yang dihasilkan dari penyesuaian terkait dengan periode sebelum periode sajian laporan keuangan, menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh dari periode sajian paling awal. Biasanya penyesuaian dilakukan atas saldo laba. Namun, penyesuaian dapat dilakukan kekomponen ekuitas lainnya (misalnya, untuk mematuhi suatu PSAK). Informasi lain mengenai periode lalu, seperti ringkasan data keuangan historis, juga disesuaikan ke belakang sejauh mungkin dapat dilakukan dengan praktis. Ketika tidak praktis bagi entitas untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru secara retrospektif karena entitas tidak dapat menentukan dampak kumulatif penerapan kebijakan untuk semua periode lalu, maka entitas sesuai paragraf 25 menerapkan kebijakan baru secara retrospektif mulai dari periode paling awal yang dapat dipraktikan. Oleh karena itu, porsi penyesuaian kumulatif atas aset, laibilitas, dan ekuitas yang timbul sebelum tanggal itu diabaikan. Perubahan kebijakan akuntansi bahkan diijinkan, jika tidak praktis, untuk menerapkan kebijakan secara prospektif terhadap periode lalu yang manapun. Paragraf 50-53 memberikan panduan ketika tidak praktis untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru untuk satu atau lebih periode lalu. Pengungkapan Ketika penerapan awal suatu PSAK memiliki dampak pada periode berjalan atau periode lalu, akan memiliki dampak semacam itu kecuali tidak praktis untuk menentukan jumlah penyesuaian, atau memiliki dampak pada periode mendatang, entitas mengungkapkan: 1. judul PSAK; 2. ketika dapat diterapkan, bahwa perubahan kebijakan akuntansi dilakukan sesuai dengan ketentuan transisinya; 3. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi; 4. ketika dapat diterapkan, penjelasan ketentuan transisi; 5. ketika dapat diterapkan, ketentuan transisi yang memiliki dampak pada periode mendatang; 6. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu sajian, sepanjang praktis, jumlah penyesuaian: a. untuk setiap item laporan keuangan yang terkena dampak; dan b. jika PSAK 56: Laba per Saham diterapkan, laba per saham dasar dan dilusian; 7. jumlah penyesuaian terkait dengan periode-periode sebelum disajikan, sepanjang praktis; dan 8. jika penerapan retrospektif disyaratkan oleh paragraph 19(a) dan 19(b) tidak praktis untuk suatu periode lalu tertentu, atau periode-periode sebelum disajikan, keadaan yang mendorong ke keberadaan kondisi itu dan penjelasan bagaimana dan mulai kapan perubahan kebijakan akuntansi diterapkan. Laporan keuangan periode selanjutnya tidak perlu mengulang pengungkapan di atas. Ketika perubahan kebijakan akuntansi sukarela memiliki dampak pada periode berjalan atau periode lalu, akan memiliki dampak pada periode itu kecuali tidak praktis untuk menentukan jumlah penyesuaian,atau memiliki dampak pada periode mendatang, entitas mengungkapkan: 1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi; 2. alasan kenapa penerapan kebijakan akuntansi baru memberikan informasi yang andal dan lebih relevan; 3. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu sajian, sepanjang praktis, jumlah penyesuaian: a. untuk setiap item laporan keuangan yang terpengaruh; dan b. jika PSAK 56: Laba Per Saham diterapkan untuk entitas, laba per saham dasar dan dilusian; 4. jumlah penyesuaian yang terkait dengan periode periode sebelum periode-periode tersebut disajikan, 5. sepanjang praktis; dan 6. jika penerapan retrospektif tidak praktis untuk suatu periode tertentu, atau untuk periodeperiode sebelum periode-periode tersebut disajikan, keadaan yang membuat keberadaan kondisi itu dan penjelasan bagaimana dan sejak kapan perubahan kebijakan akuntansi diterapkan. Laporan keuangan periode selanjutnya tidak perlu mengulang pengungkapan ini. Ketika entitas belum menerapkan suatu PSAK baru yang telah diterbitkan tetapi belum efektif berlaku, maka entitas mengungkapkan: 1. fakta ini; dan 2. informasi relevan yang dapat diestimasi secara wajar atau dapat diketahui untuk menilai dampak yang mungkin atas penerapan PSAK baru tersebut pada laporan keuangan pada periode awal penerapannya. Sesuai dengan paragraf 30, entitas mempertimbangkan mengungkapkan: 1. judul PSAK baru; 2. sifat perubahan standar yang belum berlaku efektif atau perubahan kebijakan akuntansi; 3. tanggal di mana penerapan PSAK disyaratkan; 4. tanggal di mana entitas berencana untuk menerapkan PSAK awalnya; dan 5. apakah: a. diskusi perkiraan dampak penerapan awal PSAK yang atas laporan keuangan; atau b. jika dampak tidak dapat diketahui atau diestimasi secara wajar, pernyataan atas hal itu. PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI Sebagai akibat ketidakpastian yang melekat dalam aktivitas bisnis, banyak unsur dalam laporan keuangan tidak dapat diukur dengan tepat tetapi hanya dapat diestimasi. Estimasi melibatkan pertimbangan berdasarkan informasi terkini yang tersedia dan andal. Misalnya, estimasi mungkin diperlukan untuk: 1. piutang tidak tertagih; 2. persediaan yang rusak; 3. nilai wajar aset keuangan atau laibilitas keuangan; 4. umur manfaat, atau ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada, aset yang didepresiasikan; dan 5. kewajiban garansi Penggunaan estimasi rasional adalah bagian mendasar untuk penyiapan laporan keuangan dan tidak mengurangi keandalannya. Estimasi mungkin perlu direvisi jika terjadi perubahan keadaan yang menjadi dasar estimasi atau akibat informasi baru atau tambahan pengalaman. Sesuai sifatnya, revisi estimasi tidak terkait dengan periode lalu dan bukan koreksi suatu kesalahan. Suatu perubahan dalam dasar pengukuran yang digunakan adalah perubahan kebijakan akuntansi, dan bukan perubahan estimasi akuntansi. Ketika sulit untuk membedakan suatu perubahan kebijakan akuntansi dengan perubahan estimasi akuntansi, maka perubahan tersebut diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi. Dampak perubahan estimasi akuntansi, selain perubahan penerapan paragraf 37, diakui secara prospektif dalam laporan laba rugi pada: 1. periode perubahan, jika dampak perubahan hanya pada periode itu; atau 2. periode perubahan dan periode mendatang, jika perubahan berdampak pada keduanya. Sepanjang perubahan estimasi akuntansi mengakibatkan perubahan aset dan laibilitas, atau terkait dengan suatu item ekuitas, perubahan estimasi akuntansi tersebut diakui dengan menyesuaikan jumlah tercatat item aset, laibilitas, atau ekuitas yang terkait pada periode perubahan. Pengakuan secara prospektif dampak perubahan estimasi akuntansi berarti bahwa perubahan diterapkan untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lain sejak tanggal perubahan dalam estimasi. Suatu perubahan estimasi akuntansi dapat hanya berakibat pada laba atau rugi periode berjalan, atau laba atau rugi periode berjalan dan periode mendatang. Misalnya, suatu perubahan estimasi akuntansi piutang tidak tertagih hanya berdampak pada laba atau rugi periode berjalan dan oleh karena itu diakui pada periode berjalan. Namun, suatu perubahan estimasi umur manfaat dari, atau ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa mendatang pada, suatu asset yang dapat disusutkan berdampak pada beban penyusutan untuk periode berjalan dan setiap periode mendatang selama sisa umur manfaat. Dalam kedua kasus tersebut, dampak perubahan yang terkait dengan periode berjalan diakui sebagai penghasilan atau beban pada periode berjalan. Dampak, jika ada, pada periode mendatang diakui sebagai penghasilan atau beban pada periode mendatang tersebut. Estimasi akuntansi diperlukan dalam penyusuhan laporan keuangan sebagai akibat dari ketidakpastian yang melekat dalam aktivitas bisnis. Estimasi yang dilakukan antara lain dalam penentuan piutang tidak tertagih, nilai wajar instrument keuangan, umur manfaat aset tetap, dan kewajiban garansi. Estimasi dapat berubah karena adanya informasi baru atau tambahan pengalaman. Perubahan estimasi diperlakukan secara prospektif pada periode perubahan, atau pada periode perubahan dan periode mendatang jika dampaknya lebih dari satu periode. Jika perubahan estimasi akuntansi mengakibatkan perubahan aset dan liabilitas, atau terkait dengan suatu item, atau ekuitas terkait pada periode perubahan. Pengungkapan yang diperlukan atas perubahan estimasi akuntansi tidak sekompleks perubahan kebijakan. Jika entitas melakukan perubahan estimasi akuntansi, maka entitas mengungkapkan: 1. Sifat dan jumlah perubahan estimasi akuntansi yang berpengaruh pada periode berjalan, atau diperkirakan akan berdampak pada periode mendatang jika praktis untuk mengestimasi dampak di periode mendatang. 2. Ketidakpastian dalam mengungkapkan dampak pada periode mendatang sehingga tidak diungkapkan. Ilustrasi 7 Suatu entitas memiliki mesin yang dibeli pada tanggal 1 Januari 20X0 seharga Rp 100.000,000. Mesin tersebut diperkirakan memiliki umur manfaat 10 tahun dengan nilai sisab Rp 10.000.000. Pada tanggal 1 Januari 20X3, terjadi perunahan estimasi, dimana umur manfaat mesin diperkirakan masih tersisa 8 tahun lagi dan tanpa nilai sisa. Tentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk eprubahan ini. Jawab: Dengan menggunakan metode garis lurus, jumlah tercatat mesin sebelum penyusutan tanggal 1 Januari 20X3: Harga perolehan Rp 100.000.000 Estimasi nilai sisa 10.000.000 Jumlah terdepresiasi 90.000.000 Estimasi umur manfaat Depresiasi per tahun 10 9.000.000 Jumlah tercatat setelah depresiasi 31 Desember 20X2 = Rp 100.000.000 – ( 3 x Rp 9.000.000 ) = Rp 73.000.000 Jumlah depresiasi per tahun mulai 20X3 adalah = Rp 73.000.000 ÷ 9 = Rp 8.111.111 Tidak diperlukan poenyesuaian untuk pencatatan tahun sebelumnya, karena perubahan estimasi diperlakukan prospektif. Namun jika dampak perubahan tersebut dianggap signifikan, entitas dapat mengungkapkan efek dari perubahan beban depresiasi atas laba bersih terhadap periode-periode yang terpengaruh. Pengungkapan Entitas mengungkapkan sifat dan jumlah perubahan estimasi akuntansi yang berdampak pada periode berjalan atau diperkirakan akan berdampak pada periode mendatang, kecuali pengungkapan dampak pada periode mendatang tidak praktis untuk mengestimasi dampak itu. Jika jumlah dampak pada periode mendatang adalah tidak diungkapkan karena estimasinya tidak praktis, maka entitas mengungkapkan hal itu. KESALAHAN Kesalahan dapat timbul dalam pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan unsur-unsur laporan keuangan. Laporan keuangan tidak sesuai dengan SAK jika mengandung kesalahan material atau tidak material yang disengaja untuk mencapai suatu penyajian laporan posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas tertentu. Potensi kesalahan periode berjalan yang ditemukan pada periode itu dikoreksi sebelum laporan keuangan diterbitkan. Namun, kesalahan material yang kadangkala tidak ditemukan sampai suatu periode kemudian, dan kesalahan periode lalu dikoreksi pada informasi komparatif sajian pada laporan keuangan periode selanjutnya tersebut (lihat paragraf 42-47). Subyek dari paragraf 43, entitas mengoreksi kesalahan material periode lalu secara retrospektif pada laporan keuangan lengkap pertama yang diterbitkan setelah ditemukannya dengan: 1. menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode lalu sajian dimana kesalahan terjadi; atau 2. jika kesalahan terjadi sebelum periode lalu sajian paling awal, menyajikan kembali saldo awal aset, laibilitas, dan ekuitas untuk periode lalu sajian paling awal. Aturan ketidakpraktrisan penerapan retrospektif untuk kesalahan serupa dengan perubahan kebijakan akuntansi. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan pada periode tertentu dalam informasi komparatif, maka entitas dapat menyajikan kembali saldo awal aset, liabilitas, dan ekuitas untuk periode paling awal yang praktis untuk penyajian-kembali retrospektif, yang mana bisa jadi merupakan periode berjalan. Jika tidak praktis, maka entitas dapat menyajikan informasi komparatif untuk mengoreksi kesalahan secara prospektif dari tanggal praktis. Jika terjadi kesalahan, selain membuat koreksi pada penyajian, entitas juga harus mengungkapkan hal-hal berikut: 1. Sifat kesalahan periode lalu 2. Untuk setiap periode sajian, sepanjang praktis, jumlah koreksi untuk setiap item laporan keuanganyang terkena dampak dan yang terkait laba per saham dasar dan dilusian (jika menerapkan PSAK 56: Laba Per Saham) 3. Jumlsh koreksi pada awal periode sajian paling awal 4. Jika penerapan retrospektif tidak praktis, keadaan yang menyebabkan ketidakpraktisan serta penjelasan bagaimana dan mulai kapankesalahan telah dikoreksi. Ilustrasi 8 Selama 20X3, PT A menemukan bahwa suatu beban dibayar di muka yang dibayarkan pada tahun 20X1 sebesar 1.000 belum pernah diakui dalam laba atau rugi. Beban yang seharusnya telah diakui pada tahun 20X1 dan 20X2 adalah 100 dan 200. Sementara itu beban terkait pada tahun 20X3 adalah 300. Kesalahan tersebut dianggap material. Diketahui data laporan keuangan 20X3 sebelum diterbitkan, dan data 20X2 adalah sebagai berikut: 20X3 (draf) 20X2 Pendapatan 9.000 6.000 Beban (7.000) (4.500) Laba bersih 2.000 1.500 Saldo laba awal tahun 20.000 18.500 Laba tahun berjalan 2.000 1.500 Saldo laba akhir tahun 22.000 20.000 Tentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk kasus tersebut. Jawab: Dengan asumsi dianggap praktis, koreksi dan penyajian komparatif dibuat sejak 20X2. Jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut: 20X2 Db.Saldo laba 100 Db.Beban 200 Kr.Beban dibayar muka 20X3 300 Db.Beban 300 Kr.Beban dibayar muka 300 Laporan keuangan 20X2 perlu disajikan kembali, dan draft 20X3 perlu diperbaiki sebagai berikut: 20X2 20X3 (disajikan kembali) Pendapatan 9.000 6.000 Beban (7.300) (4.700) Laba Bersih 1.700 1.300 Saldo laba awal tahun disajikan sebelumnya - 18.500 Koreksi kesalahan periode lalu - (100) Saldo laba awal tahun (disajikan kambali) 19.700 18.400 Laba tahun 1.700 1.300 Saldo laba akhir tahun 22.400 19.700 Entitas perlu mengungkapkan sifat kesalahan yang terjadi dan bagaimana penghitungan atas koreksi diperoleh. Keterbatasan Penyajian Kembali Retrospektif Kesalahan periode lalu dikoreksi dengan penyajiankembali secara retrospektif kecuali sepanjang tidak praktis untuk menentukan dampak periode tertentu atau dampak kumulatif kesalahan. Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak periode-tertentu dari kesalahan pada informasi komparatif untuk satu atau lebih periode sajian, maka entitas menyajikan kembali saldo pembuka aset, laibilitas, dan ekuitas untuk periode paling awal di mana penyajiankembali retrospektif adalah praktis (mungkin periode berjalan). Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kumulatif, pada awal periode berjalan, dari kesalahan pada semua periode lalu, maka entitas menyajikan-kembali informasi komparatif untuk mengoreksi kesalahan secara prospektif dari tanggal paling praktis. Koreksi kesalahan periode lalu tidak termasuk dari laporan laba rugi pada periode dimana kesalahan ditemukan. Informasi sajian atas periode lalu, termasuk ringkasan data keuangan historis, disajikan kembali sejauh mungkin adalah praktis. Ketika tidak praktis untuk menentukan jumlah kesalahan (misalnya kesalahan penerapan kebijakan akuntansi) untuk semua periode lalu, maka entitas, sesuai dengan paragraf 45, menyajikan-kembali informasi komparatif secara prospektif sejak tanggal paling awal adalah praktis. Hal ini mengabaikan porsi kumulatif penyajian-kembali aset, laibilitas, dan ekuitas yang timbul sebelum tanggal itu. Paragraf 50-53 memberikan panduan kapan adalah tidakpraktis untuk mengoreksi kesalahan untuk satu atau lebih periode lalu. Koreksi kesalahan berbeda dengan perubahan estimasi akuntansi. Estimasi akuntansi sesuai dengan sifatnya merupakan perkiraan yang perlu direvisi akibat tambahan informasi yang diketahui kemudian. Misalnya, laba atau rugi yang diakui akibat hasil suatu kontinjensi adalah bukan koreksi kesalahan. Pengungkapan Kesalahan Periode Lalu Dalam penerapan paragraf 42, entitas mengungkapkan hal-hal berikut: 1. sifat kesalahan periode lalu; 2. untuk setiap periode sajian, sepanjang praktis, jumlah koreksi: a. untuk setiap item laporan keuangan yang terpengaruh; dan b. jika menerapkan PSAK 56: Laba Per Saham, maka mengungkapkan laba per saham dasar dan dilusian; 3. jumlah koreksi pada awal periode sajian paling awal; dan 4. jika penyajian-kembali retrospektif tidak praktis untuk suatu periode tertentu, keadaan yang membuat 5. keberadaan kondisi itu dan penjelasan bagaimana dan sejak kapan kesalahan telah dikoreksi. Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapan ini. KETIDAKPRAKTISAN PENERAPAN RETROSPEKTIF DAN PENYAJIANKEMBALI RETROSPEKTIF Dalam beberapa keadaan adalah tidak praktis untuk menyesuaikan informasi komparatif untuk satu atau lebih periode lalu untuk mencapai daya banding dengan periode berjalan. Misalnya, data belum diperoleh dalam periode lalu dalam suatu cara yang memungkinkan baik penerapan retrospektif suatu kebijakan akuntansi baru (termasuk, untuk tujuan pada paragraf 51-53, penerapan retrospektif untuk periode lalu) atau penyajian-kembali untuk mengoreksi kesalahan periode lalu, dan tidak praktis untuk menghasilkan informasi tersebut. Seringkali dibutuhkan untuk membuat estimasi dalam penerapan suatu kebijakan akuntansi untuk unsur laporan keuangan yang diakui atau disajikan atas transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya. Estimasi secara melekat bersifat subyektif, dan estimasi dikembangkan setelah periode pelaporan. Pengembangan estimasi secara potensial lebih sulit ketika penerapan retrospektif kebijakan akuntansi atau penyajian-kembali retrospektif untuk mengoreksi kesalahan periode lalu, karena periode waktu yang lebih lama dapat berlalu sejak dampak transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terjadi. Namun, estimasi obyektif terkait periode lalu adalah sama untuk estimasi yang dilakukan pada periode berjalan, dalam hal ini, untuk estimasi yang mencerminkan keadaan yang ada ketika transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terjadi. Oleh karena itu, penerapan retrospektif kebijakan akuntansi baru atau koreksi kesalahan periode lalu mensyaratkan pembedaan informasi yang (a) menyediakan bukti keadaan yang ada pada tanggal terjadinya transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, dan (b) tersedia ketika laporan keuangan periode lalu disahkan untuk diterbitkan, dari informasi lainnya. Untuk beberapa jenis estimasi (misalnya estimasi nilai wajar tidak didasarkan pada harga atau masukan yang dapat diobservasi), tidak praktis untuk membedakan jenis-jenis informasi ini. Ketika penerapan retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif memerlukan estimasi signifikan sehingga tidak mungkin untuk membedakan kedua jenis informasi ini, tidak praktis untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru atau koreksi kesalahan periode lalu secara retrospektif. Peninjauan ke belakang tidak digunakan ketika penerapan kebijakan akuntansi baru untuk, atau koreksi jumlah atas, periode lalu baik dalam pembuatan asumsi maksud manajemen telah dilakukan pada periode lalu atau estimasi jumlah yang diakui, diukur, atau diungkapkan pada suatu periode lalu. Misalnya, ketika entitas mengoreksi kesalahan periode lalu untuk pengukuran aset keuangan yang sebelumnya diklasifi kasikan sebagai dimiliki hingga jatuh tempo sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, tidak mengubah dasar pengukuran untuk periode itu jika manajemen memutuskan nanti tidak memiliki hingga jatuh tempo. Sebagai tambahan, ketika entitas mengoreksi kesalahan periode lalu dalam perhitungan laibilitas atas cuti sakit terakumulasi pegawai sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja dengan mengabaikan informasi musim infl uenza akut tidak normal selama periode mendatang yang menjadi tersedia setelah laporan keuangan periode lalu disahkan untuk diterbitkan. Fakta bahwa estimasi signifi kan adalah sering disyaratkan ketika mengamandemen informasi komparatif sajian untuk periode lalu tidak mencegah penyesuaian atau koreksi yang andal informasi komparatif. CONTOH 1 – PENYAJIAN KEMBALI KESALAHAN RETROSPEKTIF Selama 20X2, PT Beta menemukan beberapa produk yang telah dijual pada 20X1 salah tercatat pada persediaan per 31 Desember 20X1 sebesar Rp6.500. Catatan akuntansi PT Beta untuk 20X2 menunjukkan penjualan Rp104.000, harga pokok penjualan Rp86.500 (termasuk kesalahan Rp6.500 pada saldo awal persediaan), dan pajak penghasilan Rp5.250. Dalam 20X1, PT Beta melaporkan: Rp Penjualan 73.500 Harga pokok penjualan (53.500) Laba sebelum pajak penghasilan 20.000 Pajak Penghasilan (6.000) Laba 14.000 Saldo laba awal 20X1 adalah Rp20.000 dan saldo laba akhir adalah Rp 34.000 Tarif pajak sebesar 30 persen untuk 20X2 dan 20X1. Tidak ada penghasilan dan beban lainnya. 1.6 PT Beta memiliki Rp5.000 modal saham dan tidak ada komponen ekuitas lainnya kecuali saldo laba. Saham perusahaan tidak diperdagangkan secara publik dan tidak mengungkapkan laba per saham. PT Beta Disarikan dari laporan laba rugi komprehensif PT Beta Laporan Perubahan Ekuitas Disarikan dari catatan atas laporan keuangan Beberapa produk yang telah terjual pada 20x1 tercatat salah sebesar Rp6.500 per 31 Desember 20X1. Laporan keuangan 20X1 disajikan-kembali untuk membetulkan kesalahan ini. Dampak dari penyajian-kembali laporan keuangan tersebut diringkaskan berikut ini. Tidak ada dampak pada 20x2 CONTOH 2 – PENERAPAN PROSPEKTIF UNTUK PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KETIKA PENERAPAN RETROSPEKTIF TIDAK PRAKTIS Selama 20X2, PT. Delta mengubah kebijakan akuntansi penyusutan aset tetap, sehingga menerapkan lebih banyak pendekatan komponen secara penuh, pada saat yang sama menerapkan model revaluasi. Pada tahun sebelum 20X2, catatan PT. Delta tidak cukup detail untuk menerapkan pendekatan komponen secara penuh. Pada akhir 20x1, manajemen membuat survei rekayasa, di mana menyediakan informasi komponen yang dimiliki dan nilai wajarnya, umur manfaat, nilai residu estimasian, dan jumlah yang dapat disusutkan pada awal 20X2. Namun, survei tersebut tidak menyediakan dasar yang cukup untuk mengestimasi secara andal biaya untuk komponen-komponen tersebut yang sebelumnya tidak dicatat secara terpisah, dan catatan yang ada sebelum survei tidak mengizinkan informasi ini direkonstruksi. Manajemen mempertimbangkan bagaimana men catat untuk setiap dua aspek perubahan akuntansi. Mereka menentukan tidak praktis untuk mencatat perubahan tersebut untuk pendekatan komponen yang lebih penuh secara retrospektif, atau mencatat perubahan secara prospektif dari tanggal yang lebih awal daripada awal 20X2. Juga, perubahan dari model biaya ke model revaluasi dipersyaratkan diperlakukan secara prospektif. Oleh karena itu, manajemen menyimpulkan menerapkan kebijakan baru secara prospektif mulai dari 20X2. Informasi tambahan: Tarif pajak adalah 30 persen. Disarikan dari catatan atas laporan keuangan Mulai dari 20x2, PT Delta mengubah kebijakan akuntansi untuk penyusutan aset tetap, sehingga menerapkan pendekatan komponen yang lebih penuh, pada saat yang sama menerapkan model revaluasi. Manajemen berpendapat kebijakan ini menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan karena komponen asset tetap lebih akurat dan didasarkan atas nilai kini. Kebijakan ini diterapkan secara prospektif mulai dari 20X2 karena tidak praktis untuk mengestimasi dampak penerapan kebijakan baik secara retrospektif, atau secara prospektif dari tanggal yang lebih awal. Oleh karena itu, penerapan kebijakan baru tidak mempunyai dampak atas periode sebelumnya. Dampak tahun berjalan adalah meningkatkan jumlah tercatat aset tetap pada awal tahun sebesar Rp6.000; meningkatkan penyisihan pajak tangguhan awal sebesar Rp1.800; menghasilkan surplus revaluasi pada awal tahun sebesar Rp4.200; meningkatkan beban penyusutan sebesar Rp500; dan mengurangi beban pajak sebesar Rp150. SAK PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 46 PAJAK PENGHASILAN PSAK 46 (2013): Pajak Penghasilan disajikan dalam format yang disesuaikan dengan format yang digunakan dalam IFRS oleh IASB. Kalimat yang digaris bawah adalah kalimat tambahan, sedangkan kalimat yang dicoret adalah kalimat yang dihapus. Untuk paragraf yang tidak diamandemen dapat mengacu ke PSAK 46 (2010): Pajak Penghasilan. PENDAHULUAN Ruang Lingkup Untuk tujuan Pernyataan ini, pajak penghasilan termasuk semua pajak dalam negeri dan luar negeri yang didasarkan pada laba kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak-pajak, seperti pemotongan pajak (atas distribusi kepada entitas pelapor) yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi, atau ventura pengaturan bersama. pengakuanasetpajaktangguhandanliabilitaspajaktangguhan Perbedaan Temporer Kena Pajak Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari: 1. pengakuan awal goodwill; atau 2. pengakuan awal aset atau liabilitas dari transaksi yang: a. bukan kombinasi bisnis; dan b. pada waktu transaksi tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba kena pajak (rugi pajak). Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, liabilitas pajak tangguhan diakui sesuai dengan paragraf 41. Perbedaan temporer juga timbul ketika: 1. aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dalam kombinasi bisnis diakui pada nilai wajar sesuai dengan PSAK 22: Kombinasi Bisnis, namun tidak ada penyesuaian setara yang dibuat untuk tujuan pajak (lihat paragraf 19); 2. aset direvaluasi dan tidak ada penyesuaian setara yang dibuat untuk tujuan pajak (lihat paragraf 20); 3. goodwill yang timbul dalam kombinasi bisnis (lihat paragraf 21); 4. dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas pada pengakuan awal berbeda dari jumlah tercatat awal, misalnya jika manfaat yang diperoleh entitas dari hibah pemerintah terkait dengan aset tidak kena pajak (lihat paragraf 24 dan 35); atau 5. jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi atau partisipasi dalam ventura pengaturan bersama menjadi berbeda dengan dasar pengenaan pajak pada investasi atau partisipasi tersebut (lihat paragraf 40–47). Contoh perbedaan temporer kena pajak adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan bunga diakui dalam laba akuntansi secara akrual, tetapi dihitung dalam laba kena pajak setelah kas diterima (DPP piutang nihil). 2. Asumsi penyusunan yang digunakan berbeda antara akuntansi dan pajak, sehingga penyusutan secara akuntansi lebih lambat dibandingkan penyusutan menurut pajak (DPP aset adalah sebesar biaya perolehan dikurangi penyusutan pajak). 3. Biaya pengembangan dikapitalisasi secara akuntansi, tetapi dikurangkan dalam laba kena pajak pada periode terjadinya (DPP biaya pengembangan nihil). Ilustrasi 9 Suatu entitas membeli peralatan dengan biaya perolehan 100 pada tanggal 1 Jnuari 20X1. Entitas tersebut memperkirakan umur manfaat mesin adalah lima tahun, dan diusutkan dengan metode garis lurus. Jika peraturan pajak mengharuskan aset jenis tersebut disusutkan selama empat tahun dengan metode garis lurus, maka akan terdapat perbedaan antara jumlah tercatat dan DPP peralatan tersebut. Perbedaan temporeter yang timbul adalah sebagai berikut: Periode Jumlah Dasar Pengenaan Perbedaan Tercatat Pajak Temporer 31 Desember 20X1 80 75 5 31 Desember 20X2 60 50 10 31 Desember 20X3 40 25 15 31 Desember 20X4 20 0 20 31 Desember 20X5 0 0 0 Karena penyusunan akuntansi lebih lambat daripada penyusunan pajak, maka akan timbul liabilitas pajak tangguhan, dengan asumsi tariff pajak sebesar 30%, sebagai berikut: 31 Desember 20X1 = 30% x 5 = 1,5 31 Desember 20X2 = 30% x 10 = 3 31 Desember 20X3 = 30% x 15 = 4,5 31 Desember 20X4 = 30% x 20 = 6 31 Desember 20X5 = 0 Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan Aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan sepanjang kemungkinan besar laba kena pajak akan tersedia sehingga perbedaan temporer dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba dimaksud, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari pengakuan awal aset atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang: 1. bukan merupakan kombinasi bisnis; dan 2. pada saat transaksi, dampaknya tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba kena pajak (rugi pajak). Namun, untuk perbedaan temporer dapat dikurangkan yang terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, maka aset pajak tangguhan diakui sesuai dengan paragraf 46. Contoh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan adalah sebagai berikut: 1. Biaya manfaat pensiun dapat dapat dikurangkan dari laba akuntansi, tetapi menurut pajak biaya tersebut baru dikurangkan saat dibayarkan pada saat iuran atau manfaat pensiun dibayar oleh entitas. 2. Biaya riset diakui dalam laba akuntansi tetapi tidak dikurangkan dalam laba kena pajak hingga periode selanjutnya. Ilustrasi 10 PT MNO menerima sewa dibayar di muka pada tanggal 1 Januari 20X1 untuk jangka waktu 4 tahun sebesar 100. Untuk tujuan pajak, pendapatan sewa tersebut dikenakan basis kas. Dalam hal ini, DPP sewa diterima dimuka adalah nol, sehingga perbedaan temporer yang muncul adalah sebesar 100. Dengan asumsi tarif pajak 30%, maka aset pajak tangguhan yang timbul adalah 30 (30% x 100). Perbedaan temporer dan aset pajak tangguhan ini akan habis pada akhir tahun 20X4. PSAK 46 lebih jauh juga menyebutkan bahwa perbedaan temporer juga dapat muncul dari hal-hal berikut ini: 1. Aset dan liabilitas yang diambil alih dalam kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar, sementara tidak ada penyesuaian serupa untuk tujuan pajak. 2. Revaluasi aset yang tidak diperkenankan untuk tujuan pajak. 3. Goodwill atau goodwill negatif yang timbul dalam kombinasi bisnis. 4. DPP dan jumlah tercatat pada pengakuan awal aset atauliabilitas berbeda, misalnya saat entitas menerima hibah pemerintah uang tidak kena pajak. 5. Jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang, entitas asoiasi, atau ventura bersama berbeda dengan DPP investasi. Ilustrasi 11 PT ABC mengakuisisi PT XYZ pada tahun 20X1 dengan membayar kas sejumlah 400. Pada saat akuisisi, posisi keuangan PT XYZ terdiri atas: Perbedaan 150 Piutang usaha 100 Modal saham 250 Nilai wajar persediaan pada saat akuisisi disepakati sebesar 200, tetapi peraturan pajak tidak mengakui perbedaan nilai wajar dengan jumlah tercatat tersebut, sehingga hal ini menimbulkan liabilitas pajak tangguhan yang akan meningkatkan nilai goodwill. Dengan asumsi pajak 30%, maka liabilitas pajak tangguhan yang muncul adalah sebesar 30% x (200 – 150), dan jurnal untuk mencatat transaksi akuisisi tersebut adalah sebagai berikut: Db. Persediaan 200 Db. Piutang usaha 100 Db. Goodwill 115 Db. Kas 400 Kr. Liabilitas pajak tangguhan 15 Terkait penilaian kembali aset, revaluasi aset menurutr pajak dapat berbeda dengan revaluasi menurut PSAK. Menurut perpajakan Indonesia, revaluasi aset tetap dapat dilakukan setiap lima tahun dan tidak merupakan revaluasi menurun. Hal ini berbeda dengan PSAK 16. Saat merevaluasi aset tetap, entitas di Indonesia perlu melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar nilai revaluasian diakui oleh DJP, jika tidak maka DPP aset akan tetap menggunakan harga perolehan. Ilustrasi 12 PT DEF membeli tanah seniali 2.000 pada tahun 20X1. Tanah tersebut direvaluasi menjadi 2.100 pada tanggal 31 Desember 20X2, tetapi kenaikan yang sama tidak dikenakan pada DPP. Hal ini menimbulkan liabilitas pajak tangguhan yang akan mrngurangi surplus revaluasi. Tanah tersebut kemudia dijual pada tahun 20X4 dengan nilai 2.250. Dengan asumsi tariff pajak 30%, jurnal yang diperlukan pada saat revaluasi 20X2 dan penjualan 20X4 adalah sebagai berikut: 20X2 Revaluasi (1) Db. Tanah 100 Kr. Surplus revaluasi (2) Db. Surplus revaluasi 100 30 Kr. Liabilitas pajak tangguhan 20X4 30 Penjualan (1) Db. Kas 2.250 Kr. Tanah 2.100 Kr. Keuntungan penjualan tanah 150 Realisasi surplus revaluasi (2) Db. Surplus revaluasi 70 Kr. Saldo laba 70 Konsekuasi pajak (3) Db. Beban pajak 45 Db. Liabilitas pajak tangguhan 30 Kr. Utang pajak 75 Pajak terutang dihitung atas laba berdasarkan DPP, yaitu 250 (2,250 – 2.000). sementara itu beban pajak dihitung berdasarkan laba akuntansi, yaitu 150. Rugi Pajak yang Belum Dikompensasi Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi jika besar kemungkinan laba kena pajak di masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak yang belum dikompensasi tersebut. aturan yang sama berlaku untuk kredit pajak yang belum timbul dalam satu periode adalah lima tahun. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah laba kena pajak di masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi yang belum dikompensasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Apakah entitas memiliki perbedaan temporer kena pajak yang cukup, yang akan menghasilkan jumlah kena pajak sebelum kompensasi rugi pajak kadaluarsa. 2. Apakah entitas mungkin mendapat laba kena pajak sebelum kompensasi rugi pajak kadaluarsa. 3. Apakah rugi pajak timbul dari kasus yang dapat diidentifikasi dan hamper tidak mungkin berulang. 4. Apakah entitas memiliki kesempatan perencanaan pajak untuk menghasilkan laba kena pajak sebelum komepnsasi rugi pajak kadaluarsa. Jika laba kena pajak masa depan tidak dinilai memadai, maka aset pajak tangguhan tidak diakui. Ilustrasi 13 Suatu perusahaan mengalami rugi 6.000 pada tahun 20X1 dan kemudian membukukan laba sebelum pajak 10.000 pada tahun 20X2. Padea tahun 20X1, perusahaan tidak memiliki utang pajak, karena tidak ada pendapatan kena pajak. Pendapatan kena pajak perusahaan pada tahun 20X2 adalah 4.000 setelah mengkonpensasi rugi yang terjadi pada tahun sebeumnya. Dengan asumsi tariff pajak 30%, jurnal yang diperlukan pada dua tahun tersebut adalah: Db. Aset pajak tangguhan 20X1 1.800 Kr. Pendapatan pajak kini Db. Beban pajak tangguhan 1.800 1.800 Db. Beban pajak kini 20X2 1.200 Kr. Aset pajak tangguhan 1.800 Kr. Utang pajak 1.200 Beban pajak tangguhan dan beban pajak kini disatukan dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain sebagai beban pajak sebesar 3.000. Investasi pada Entitas Anak, Cabang, dan Entitas Asosiasi atau Bagian Partisipasi dalam Ventura Pengaturan Bersama Perbedaan temporer timbul jika jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi atau bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama (yaitu bagian entitas induk atau investor atas aset neto entitas anak, cabang, entitas asosiasi atau investee, termasuk jumlah tercatat goodwill) berbeda dengan dasar pengenaan pajak (yang seringkali merupakan biaya perolehan) atas investasi atau bagian partisipasi tersebut. Perbedaan tersebut mungkin timbul dalam keadaan berbeda, misalnya: 1. terdapat laba entitas anak, cabang, entitas asosiasi dan ventura pengaturan bersama yang tidak didistribusikan; 2. perubahan kurs valuta asing jika entitas induk dan entitas anak berada pada negara yang berbeda; dan 3. pengurangan jumlah tercatat investasi pada entitas asosiasi menjadi jumlah terpulihkannya. Dalam laporan keuangan konsolidasian, perbedaan temporer mungkin berbeda dengan perbedaan temporer terkait investasi dalam laporan keuangan tersendiri entitas induk jika entitas induk mencatat investasi dalam laporan keuangan tersendiri tersebut pada biaya perolehan atau jumlah revaluasian. Entitas mengakui liabilitas pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, kecuali sepanjang kedua kondisi berikut terpenuhi: 1. entitas induk, investor, atau venturer bersama atau operator bersama mampu mengendalikan waktu pembalikan perbedaan temporer; dan 2. kemungkinan besar perbedaan temporer tidak akan dibalik di masa depan yang dapat diperkirakan. Pengaturan antar para pihak atas ventura pengaturan bersama biasanya menyangkut pembagian distribusi laba dan mengatur apakah keputusan atas masalah tersebut memerlukan persetujuan dari semua venturer atau mayoritas venturer tertentu pihak atau sekelompok pihak. Jika venturer bersama atau operator bersama dapat mengendalikan pembagian laba distribusi bagiannya atas laba dalam pengaturan bersama dan kemungkinan besar bahwa bagiannya atas laba tidak akan didistribusikan di masa depan yang dapat diperkirakan, maka liabilitas pajak tangguhan tidak diakui. Entitas mengakui aset pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer dapat dikurangkan yang timbul dari investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama sepanjang, dan hanya sepanjang, kemungkinan besar terjadi: 1. perbedaan temporer akan dibalik di masa depan yang dapat diperkirakan; dan 2. laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga perbedaan temporer dapat dimanfaatkan. Dalam memutuskan apakah aset pajak tangguhan diakui atas perbedaan temporer dapat dikurangkan terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, maka entitas mempertimbangkan panduan yang diatur di paragraf 30–33. Jika liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan timbul dari aset yang tidak disusutkan yang diukur menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, maka pengukuran liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan mencerminkan konsekuensi pajak untuk memulihkan jumlah tercatat aset yang tidak disusutkan melalui penjualan, terlepas dari dasar untuk mengukur jumlah tercatat aset tersebut. Dengan demikian, jika peraturan perpajakan menentukan tarif pajak yang berlaku terhadap jumlah kena pajak yang berasal dari penjualan aset yang berbeda dari tarif pajak yang berlaku terhadap jumlah pajak yang berasal dari penggunaan aset, maka tarif pajak berlaku terhadap penjualan aset diterapkan dalam mengukur liabilitas atau aset pajak tangguhan yang terkait dengan aset yang tidak disusutkan. Jika liabilitas atau aset pajak tangguhan timbul dari properti investasi yang diukur menggunakan model nilai wajar dalam PSAK 13, maka terdapat asumsi yang tidak dapat dibantah bahwa jumlah tercatat properti investasi akan dipulihkan melalui penjualan. Oleh karena itu, kecuali asumsi tersebut dapat dibantah, pengukuran liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan mencerminkan konsekuensi pajak untuk memulihkan seluruh jumlah tercatat properti investasi melalui penjualan. Asumsi ini dapat dibantah jika properti investasi dapat disusutkan dan dimiliki dalam model bisnis yang bertujuan untuk mengkonsumsi secara substansial seluruh manfaat ekonomi atas properti investasi dari waktu ke waktu, bukan melalui penjualan. Jika asumsi ini dapat dibantah, maka persyaratan paragraf 51 dan 51A harus diikuti. Paragraf 51B–51D tidak mengubah persyaratan untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam paragraf 24–33 (perbedaan temporer yang dapat dikurangkan) dan paragraf 34–36 (rugi fiskal yang belum digunakan dan kredit pajak yang belum digunakan) dalam Pernyataan ini ketika mengakui dan mengukur aset pajak tangguhan. Beban Pajak Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas Normal Beban (penghasilan) pajak terkait dengan laba rugi dari aktivitas normal disajikan tersendiri dalam laporan laba rugi komprehensif sebagai bagian dari laba rugi dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. Jika entitas menyajikan komponen laba rugi pada laporan laba rugi secara terpisah sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan paragraf 83, maka beban (penghasilan) pajak terkait dengan laba rugi dari aktivitas normal disajikan dalam laporan laba rugi terpisah tersebut. PENGUNGKAPAN Berikut ini hal-hal yang juga diungkapkan secara terpisah: 1. agregat pajak kini dan pajak tangguhan terkait dengan transaksi yang dibebankan atau dikreditkan langsung ke ekuitas (lihat paragraf 62A); 2. (ab) jumlah pajak penghasilan terkait dengan setiap komponen pendapatan komprehensif lain (lihat paragraf 62 dan PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan); 3. (f) jumlah agregat perbedaan temporer yang terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama atas liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui (lihat paragraf 39); Sering tidak praktis untuk menghitung jumlah liabilitas pajak tangguhan yang tidak diakui yang timbul dari investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama (lihat paragraf 39). Oleh karena itu, Pernyataan ini mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan jumlah agregat perbedaan temporer yang mendasari tetapi tidak mensyaratkan pengungkapan liabilitas pajak tangguhan. Meskipun demikian, jika praktis, entitas dianjurkan untuk mengungkapkan jumlah liabilitas pajak tangguhan yang tidak diakui karena informasi tersebut dapat berguna bagi pengguna laporan keuangan. Entitas yang disyaratkan untuk menyajikan pengungkapan sesuai dengan paragraf 82A mungkin juga disyaratkan untuk menyajikan pengungkapan sehubungan dengan perbedaan temporer terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi atau bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama. Pada kasus tersebut, entitas mempertimbangkan hal ini dalam menentukan informasi yang diungkapkan berdasarkan paragraf 82A. Misalnya, entitas mungkin diminta untuk mengungkapkan jumlah agregat perbedaan temporer terkait dengan investasi pada entitas anak yang tidak mengakui liabilitas pajak tangguhan (lihat paragraf 81(f). Jika tidak praktis untuk menghitung jumlah liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui (lihat paragraf 87), maka mungkin terdapat jumlah konsekuensi pajak penghasilan potensial atas dividen yang tidak praktis untuk ditentukan terkait dengan entitas anak tersebut. PAJAK PENGHASILAN FINAL Jika jumlah tercatat aset atau liabilitas yang terkait dengan pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan. Sesuai dengan peraturan perpajakan, penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final tidak lagi dilaporkan sebagai laba kena pajak dan semua beban terkait dengan penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final tidak dapat dikurangkan. Di sisi lain, baik pendapatan maupun beban tersebut dipakai dalam penghitungan laba rugi menurut akuntansi. Oleh karena itu, tidak terdapat perbedaan temporer sehingga tidak diakui adanya aset atau liabilitas pajak tangguhan. Atas penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak diakui proporsional dengan jumlah pendapatan akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Selisih antara jumlah pajak penghasilan final yang terutang dan jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini dalam perhitungan laba rugi diakui sebagai pajak dibayar dimuka dan pajak yang masih harus dibayar. Pajak penghasilan final dibayar di muka disajikan terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus dibayar. PENGATURAN UNTUK HAL KHUSUS Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak diakui sebagai pendapatan atau beban dalam laba rugi periode berjalan, kecuali jika diajukan upaya penyelesaian selanjutnya. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan Surat Ketetetapan Pajak ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Jika terdapat kesalahan, maka mengacu pada PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. TANGGAL EFEKTIF Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012 2015. Untuk entitas yang melakukan kombinasi bisnis sesuai dengan persyaratan dalam PSAK 22: Kombinasi Bisnis disyaratkan untuk melakukan penerapan dini. Jika entitas menerapkan dini, maka fakta tersebut diungkapkan. KETENTUAN TRANSISI Paragraf 73 diterapkan secara prospektif sejak tanggal efektif PSAK 22: Kombinasi Bisnis untuk pengakuan aset pajak tangguhan yang diperoleh dalam kombinasi bisnis. Oleh karena itu, entitas tidak menyesuaikan akuntansi untuk kombinasi bisnis sebelumnya, jika manfaat pajak tidak memenuhi kriteria pengakuan terpisah pada tanggal akuisisi dan diakui sesudah tanggal akuisisi, kecuali manfaat tersebut diakui pada periode pengukuran dan dihasilkan dari informasi baru tentang keadaan dan fakta yang ada pada tanggal akuisisi. Manfaat pajak lain diakui dalam laba rugi (atau, di luar laba rugi jika disyaratkan Pernyataan ini). PENARIKAN Pernyataan ini menggantikan PSAK 46 (1997): Akuntansi Pajak Penghasilan. (2010): Pajak Penghasilan. DASAR KESIMPULAN Dasar kesimpulan berikut melengkapi, tetapi bukan bagian dari, PSAK 46. RUANG LINGKUP DK01. PSAK 46: Pajak Penghasilan menghilangkan pengaturan tentang pajak final dan pengaturan untuk hal khusus. Hal ini ini dilakukan dalam rangka menyelaraskan pengaturan yang ada dalam PSAK 46 dengan IAS 12 Income Taxes. PAJAK PENGHASILAN FINAL DK02. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) mendefinisikan penghasilan (income) sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. DK03. Sesuai dengan definisi di atas, penghasilan merupakan hasil perhitungan neto dari pendapatan dan beban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas. DK04. Hal itu berarti bahwa pengaturan pajak yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 46 adalah pajak atas penghasilan yang dihitung dengan dasar neto. Contoh pajak penghasilan yang dihitung atas dasar neto, adalah, namun tidak terbatas pada: 1. Pajak yang dikenakan atas laba kena pajak; 2. Pajak yang dikenakan atas keuntungan penjualan aset yang dihitung sebagai selisih antara hasil penjualan dengan nilai tercatatnya. DK05. Suatu pengenaan pajak penghasilan yang termasuk dalam pengaturan PSAK 46 adalah pajak penghasilan yang memenuhi definsi pajak penghasilan dalam PSAK 46, yaitu pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dihitung atas dasar neto. Meskipun peraturan perpajakan yang dibuat oleh otoritas perpajakan menentukan bahwa pajak tersebut adalah pajak penghasilan atas suatu industri/transaksi tertentu, namun belum tentu pajak penghasilan tersebut termasuk dalam lingkup PSAK 46. PENGATURAN UNTUK HAL KHUSUS DK06. Dewan menghapus pengaturan hal khusus karena sudah diatur dalam SAK yang lain. SAK SYARIAH PENDAAPATAN PADA ASURANSI SYARIAH Kontribusi Peserta ED PSAK 108 (Revisi 2015): Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah memberikan pengaturan bahwa kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai jangka waktu akad yang mendasarinya. Karakteristik Asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan (me-tabarru’-kan) sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas risiko tertentu akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh peserta yang berhak. Donasi tersebut merupakan donasi dengan syarat tertentu (kontribusi) dan merupakan milik peserta secara kolektif, bukan merupakan pendapatan entitas pengelola. Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling menolong (ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas pengelola. Pembayaran dari peserta dapat meliputi kontribusi, atau kontribusi dan investasi Saldo dana tabarru’ dibentuk dari kontribusi peserta, hasil investasi dana tabarru’, dan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’. Pembayaran manfaat atau klaim asuransi berasal dari dana peserta kolektif (dana tabarru’) yang mana risiko ditanggung secara bersama antar peserta. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN Pengakuan Awal Kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ dengan ketentuan sebagai berikut: 1. untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai periode akad asuransi; 2. untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta. Kontribusi peserta yang diterima bukan merupakan pendapatan entitas pengelola karena entitas pengelola merupakan wakil para perserta untuk mengelola dana tabarru’ dan kontribusi peserta tersebut merupakan milik peserta secara kolektif dalam dana tabarru'. Selain dari kontribusi peserta, perubahan saldo dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dana tabarru’ dan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’. Entitas pengelola melakukan investasi dari dana tabarru’ dalam kedudukannya sebagai wakil para peserta (jika menggunakan akad wakalah) atau pengelola dana (jika menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah). Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana investasi mudharabah, dana investasi mudharabah musytarakah, dan dana investasi wakalah. Bagian pembayaran tersebut bukan merupakan pendapatan entitas pengelola karena milik peserta secara individual. Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan akad mudharabah, mudharabah musytarakah, dan wakalah mengacu pada PSAK yang relevan. Bagian kontribusi untuk ujrah diakui sebagai pendapatan entitas pengelola secara garis lurus selama masa akad dan menjadi beban dana tabarru’. Biaya akuisisi diakui sebagai beban entitas pengelola selaras dengan pengakuan pendapatan ujrah tersebut. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru' Penetapan besaran alokasi atas surplus underwriting dana tabarru’ bergantung pada peserta secara kolektif, regulator, atau kebijakan manajemen. Alokasi surplus underwriting dana tabarru' adalah sebagai berikut: 1. seluruh surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’; 2. sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’ dan sebagian lainnya didistribusikan ke peserta secara individual; atau 3. sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’, sebagian didistribusikan ke peserta secara individual, dan sebagian lainnya didistribusikan ke entitas pengelola. Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke peserta secara individual dan entitas pengelola diakui sebagai pengurang surplus underwriting. Surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke entitas pengelola diakui sebagai pendapatan entitas pengelola. Surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke peserta disajikan dalam liabilitas. Ketika dana tabarru’ mengalami kekurangan kas dan setara kas untuk membayar klaim, maka entitas pengelola wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian pinjaman tersebut berasal dari kontribusi peserta di masa depan. Penyisihan Teknis Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri atas: 1. Kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contribution) yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek. 2. Manfaat polis masa depan yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka panjang. 3. Klaim yang masih dalam proses (outstanding claims) yaitu jumlah penyisihan atas estimasi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan yang akan dibayar pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek dan panjang. 4. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan (incurred but not reported claims) yaitu jumlah penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek dan panjang Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dana tabarru'. Penyisihan teknis diukur sebagai berikut: 1. Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan jumlah proteksi yang diberikan. 2. Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta di masa depan, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana tabarru’. 3. Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih dalam proses oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi untuk mampu memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan. 4. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim paling kini yang dilaporkan. Tes kecukupan dilakukan terhadap penyisihan teknis yang dibentuk dengan menggunakan estimasi paling kini atas arus kas masa depan berdasarkan akad asuransi syariah. Ketika terjadi kekurangan maka diakui sebagai beban dana tabarru’. PENYAJIAN Penyisihan teknis disajikan secara terpisah di liabilitas dalam laporan posisi keuangan. Saldo dana tabarru’ dan saldo dana investasi peserta disajikan di dana peserta yang terpisah dari liabilitas dan ekuitas dalam laporan posisi keuangan. PENGUNGKAPAN Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait kontribusi peserta meliputi, tetapi tidak terbatas pada: 1. Kebijakan akuntansi untuk: a. kontribusi yang diterima dan perubahannya; b. pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya 2. Piutang kontribusi peserta; 3. Rincian kontribusi peserta berdasarkan jenis asuransi; 4. Jumlah dan persentase komponen kontribusi peserta untuk bagian risiko dan ujrah dari total kontribusi peserta per jenis asuransi; 5. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’; 6. Jumlah pinjaman kepada dana tabarru’ (jika ada). Entitas pengelola mengungkapkan informasi yang memungkikan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi sifat dan luas risiko yang timbul dari akad asuransi syariah terhadap dana tabarru’ meliputi, tetapi tidak terbatas pada: 1. Tujuan, kebijakan, dan proses dalam pengelolaan risiko yang timbul dari akad asuransi syariah, serta metode yang digunakan untuk mengelola risiko tersebut; 2. Informasi tentang risiko asuransi (baik sebelum dan sesudah mitigasi risiko oleh reasuransi) Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait dengan dana investasi meliputi, tetapi tidak terbatas pada: 1. Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta; 2. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi. Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait penyisihan teknis meliputi, tetapi tidak terbatas pada: 1. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir); 2. Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan perubahan basis yang digunakan. Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait saldo dana tabarru’ meliputi, tetapi tidak terbatas pada: 1. Dikosongkan. 2. Dikosongkan. 3. Pihak yang menerima pengalihan saldo dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas pengelola; 4. Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan alokasi surplus underwriting Entitas pengelola mengungkapkan rincian aset dari dana tabarru’, dana investasi peserta, dan entitas pengelola. PENGAKUAN PENDAPATAN UJRAH Pengakuan ujrah yang diterima entitas pengelola atas pengelolaan dana tabarru' belum diatur dalam PSAK 108 (2009). Sebagian pihak berpendapat hal ini perlu diatur dalam PSAK 108 (2015). Salah satu alternatif yang disampaikan bahwa pengakuan ujrah sebagai pendapatan entitas pengelola seharusnya selaras dengan pengakuan kontribusi peserta sebagai pendapatan dana tabarru' yang mana kontribusi peserta meliputi komponen risiko dan ujrah. Entitas pengelola dianggap sebagai pihak yang memberi jasa kepada para peserta secara kolektif untuk mengelola dana tabarru'. Pengakuan ujrah sebagai pendapatan entitas pengelola tidak bisa disamakan dengan pengakuan kontribusi peserta sebagai pendapatan dana tabarru'. Ketentuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dari pemberian jasa tersebut telah diatur secara umum dalam PSAK 23: Pendapatan. Selain menerima ujrah, entitas pengelola umumnya juga menanggung biaya akuisisi. DSAS IAI memutuskan pendapatan ujrah dan biaya akuisisi diakui secara garis lurus selama masa akad asuransi syariah, dengan pertimbangan pendapatan ujrah dan biaya akuisisi tersebut merupakan imbalan dan beban yang terkait dengan pemberian jasa pengelolaan dana tabarru'. KLASIFIKASI AKAD JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG Pengklasifikasian akad asuransi syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang akan berdampak terhadap pengaturan mengenai pengakuan pendapatan kontribusi peserta dan pembentukan penyisihan teknis. Akad asuransi syariah dalam PSAK 108 (2009) tidak diklasifikasi menjadi akad jangka pendek dan jangka panjang. Dalam PSAK 108 (2015) DSAS IAI memutuskan untuk mengklasifikasikan akad asuransi syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan jangka waktu proteksi asuransi dan keberadaan fitur penyesuaian persyaratan akad saat ulang tahun polis. Dasar klasifikasi ini selaras dengan klasifikasi kontrak asuransi dalam PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian, serta regulasi yang berlaku. DSAS IAI juga menegaskan bahwa klasifikasi ini berlaku untuk seluruh akad asuransi syariah, baik asuransi jiwa syariah maupun asuransi kerugian syariah. PENGAKUAN KONTRIBUSI DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS Metode untuk mengakui pendapatan kontribusi dan membentuk penyisihan teknis bergantung pada pengklasifikasian akad asuransi syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang, DSAS IAI memutuskan bahwa pengakuan pendapatan kontribusi dan pembentukan penyisihan teknis dibedakan untuk kontrak asuransi syariah jangka pendek dan jangka panjang disebabkan keduanya memiliki profil risiko yang berbeda. Penyisihan teknis yang utama untuk akad asuransi syariah jangka panjang adalah manfaat polis masa depan. Komponen pembentuk manfaat polis masa depan adalah estimasi pembayaran manfaat di masa depan dan estimasi penerimaan kontribusi di masa depan. Estimasi pembayaran biaya di masa depan tidak termasuk dalam komponen pembentuk manfaat polis masa depan, disebabkan penyisihan teknis dilakukan atas dana tabarru', sementara pembayaran biaya merupakan kewajiban entitas pengelola (bukan dana tabarru'). Besaran manfaat polis masa depan tersebut mempertimbangkan tingkat imbal hasil dari investasi yang dimiliki dana tabarru'. Manfaat polis masa depan dianggap sebagai bentuk penyisihan dana pada tanggal pelaporan keuangan untuk membayar klaim di masa depan, dengan memperhitungkan hasil pengembangan dana tersebut. DSAS IAI juga memutuskan untuk pembentukan penyisihan teknis dilakukan secara neto dengan mempertimbangkan bagian reasuransi atas klaim. Tes kecukupan harus dilakukan untuk menjamin bahwa penyisihan teknis telah mencukupi untuk membayar klaim di masa mendatang. ETAP PENDAAPATAN RUANG LINGKUP Bab ini diterapkan dalam akuntansi untuk pendapatan yang muncul sebagai akibat dari transaksi atau kejadian berikut: 1. Penjualan barang (baik diproduksi oleh entitas untuk tujuan produksi atau dibeli untuk dijual kembali); 2. Pemberian jasa; 3. Kontrak konstruksi; 4. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti atau dividen. Pendapatan atau penghasilan lain yang muncul dari beberapa transaksi dan kejadian lain berikut ini diatur dalam Bab lain: 1. perjanjian sewa (lihat Bab 17 Sewa); 2. dividen yang timbul dari investasi yang dihitung dengan menggunakan metode ekuitas (lihat Bab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi dan Entitas Anak); 3. perubahan nilai wajar investasi pada efek tertentu, atau pelepasannya (lihat Bab 10 Investasi Pada Efek Tertentu). PENGUKURAN PENDAPATAN Entitas harus mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar atas pembayaran yang diterima atau masih harus diterima. Nilai wajar tersebut tidak termasuk jumlah diskon penjualan dan potongan volume. Entitas harus memasukkan dalam pendapatan manfaat ekonomi yang diterima atau masih harus diterima secara bruto. Entitas harus mengeluarkan dari pendapatan sejumlah nilai yang menjadi bagian pihak ketiga seperti pajak penjualan, pajak atas barang dan jasa, dan pajak pertambahan nilai. Dalam hubungan keagenan, entitas memasukkan dalam pendapatan hanya sebesar jumlah komisi. Jumlah yang diperoleh atas nama pihak prinsipal bukan merupakan pendapatan entitas tersebut. Pembayaran Tangguhan Jika aliran penerimaan kas atau setara kas ditangguhkan, dan perjanjian dapat diklasifikasikan sebagai transaksi keuangan, maka nilai wajar atas pembayaran adalah nilai kini dari seluruh penerimaan masa depan yang ditentukan berdasarkan tingkat bunga yang terkait (imputed rate of interest). Suatu transaksi pembiayaan muncul ketika, misalnya, entitas menyediakan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dengan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar dari pembeli sebagai pembayaran penjualan barang. Tingkat bunga yang terkait adalah mana yang lebih jelas ditentukan dari pilihan berikut ini: 1. tingkat bunga yang berlaku atas instrumen serupa yang dikeluarkan oleh penerbit dengan peringkat kredit yang sama; atau 2. tingkat bunga yang mendiskontokan nilai nominal instrument menjadi harga jual tunau saat ini dari barang dan jasa. Entitas harus mengakui perbedaan antara nilai kini dari seluruh penerimaan masa depan dan nilai nominal pembayaran sebagai pendapatan bunga sesuai dengan paragraf 20.26 dan 20.27. Pertukaran Barang atau Jasa Entitas tidak dapat mengakui pendapatan jika barang atau jasa ditukar atau diganti oleh barang atau jasa yang sejenis dan bernilai sama. Namun, entitas harus mengakui pendapatan ketika barang telah dijual atau jasa diberikan dalam pertukaran barang atau jasa yang tidak serupa. Dalam kasus ini, entitas harus mengukur transaksi pada nilai wajar, kecuali 1. transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial atau 2. nilai wajar dari aset yang diterima ataupun aset yang dilepas tidak dapat diandalkan. Jika transaksi tidak bisa diukur pada nilai wajar, maka entitas harus mengukurnya pada jumlah tercatat dari aset yang dilepas. IDENTIFIKASI TRANSAKSI PENDAPATAN Entitas umumnya menerapkan kriteria pengakuan pendapatan dalam Bab ini secara terpisah untuk setiap transaksi. Namun, entitas dapat menerapkan kriteria pengakuan yang berbeda pada tiap komponen yang dapat diidentifikasi dari suatu transaksi tunggal jika hal ini diperlukan untuk merefleksikan substansi dari transaksi. Misalnya, entitas menerapkan kriteria pengakuan kepada tiap komponen yang dapat diidentifikasi dari suatu transaksi tunggal ketika harga jual suatu produk meliputi jumlah yang dapat diidentifikasi atas pemberian jasa lanjutan. Sebaliknya, entitas menerapkan kriteria pengakuan pada dua transaksi atau lebih secara bersama-sama ketika keduanya terhubungkan sehingga efek komersial tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada rangkaian transaksi secara keseluruhan. Misalnya, entitas menerapkan kriteria pengakuan pada dua transaksi atau lebih ketika entitas tersebut menjual barang dan (pada saat yang sama) membuat perjanjian yang terpisah untuk pembelian kembali barang pada periode selanjutnya, maka hal tersebut meniadakan efek substantif dari transaksi. PENJUALAN BARANG Entitas harus mengakui pendapatan dari suatu penjualan barang jika semua kondisi berikut terpenuhi: 1. Entitas telah mengalihkan risiko dan manfaat yang signifikan dari kepemilikan barang kepada pembeli; 2. Entitas tidak mempertahankan atau meneruskan baik keterlibatan manajerial sampai kepada tingkat dimana biasanya diasosiasikan dengan kepemilikan maupun control efektif atas barang yang terjual; 3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal; 4. Ada kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan transaksi akan mengalir masuk ke dalam entitas; dan 5. Biaya yang telah atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi dapat diukur secara andal. Penentuan kapan entitas telah mengalihkan risiko dan manfaat yang signifikan dari kepemilikan kepada pembeli membutuhkan pengujian keadaan transaksi. Pada umumnya, pengalihan risiko dan manfaat dari kepemilikan terjadi bersamaan dengan pengalihan status legal atau penyerahan kepemilikan kepada pembeli. Inilah yang terjadi pada hamper semua penjualan eceran. Pada kasus yang lainnya, pengalihan risiko dan manfaat dari kepemilikan muncul pada waktu yang berbeda dari pengalihan status legal atau penyerahan kepemilikan. Entitas tidak boleh mengakui pendapatan jika entitas mempertahankan risiko kepemilikan yang signifikan. Contoh dari situasi dimana entitas diperbolehkan mempertahankan risiko dan manfaat yang signifikan dari kepemilikan adalah sebagai berikut: 1. Ketika entitas mempertahankan kewajiban atas kinerja yang tidak memuaskan yang tidak tercakup dalam kewajiban diestimasi untuk garansi normal; 2. Ketika penerimaan pendapatan dari penjualan tertentu adalah kontinjen pada pembeli yang menjual barang; 3. Ketika barang yang dikirimkan memerlukan instalasi dan instalasi tersebut adalah bagian signifikan dari kontrak dan belum dikerjakan; 4. Ketika pembeli memiliki hak untuk membatalkan pembelian dengan alasan yang dicantumkan dalam kontrak penjualan dan entitas tidak yakin dengan kemungkinan pengembalian. Jika entitas hanya mempertahankan risiko kepemilikan yang tidak signifikan, maka transaksi dapat dianggap sebagai suatu transaksi penjualan dan entitas mengakui pendapatan. Misalnya, penjual mengakui pendapatan ketika penjual mempertahankan status legal barang sematamata untuk melindungi tingkat kolektibilitas piutang. Demikian pula suatu entitas mengakui pendapatan ketika entitas tersebut menawarkan pengembalian dana jika pelanggan mengalami ketidakpuasan. Dalam kasus seperti ini, entitas akan mengakui adanya kewajiban diestimasi untuk pengembalian sesuai dengan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan Kontinjensi. KONTRAK KONSTRUKSI Jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka entitas harus mengakui pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi masingmasing sebagai pendapatan dan beban yang disesuaikan dengan tingkat penyelesaian aktivitas kontrak pada akhir periode pelaporan (seringkali dimaksudkan sebagai metode persentase penyelesaian). Estimasi hasil yang andal membutuhkan estimasi tingkat penyelesaian, biaya masa depan dan kolektabilitas tagihan yang andal. Paragraf 20.19 – 20.25 memberikan panduan untuk penerapan metode persentase penyelesaian. Persyaratan dalam Bab ini biasanya diberlakukan secara terpisah pada setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam beberapa hal adalah penting untuk menerapkan bagian ini terhadap komponen yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dalam suatu kontrak tunggal atau terhadap suatu kelompok kontrak dalam rangka merefleksikan substansi dari suatu kontrak atau suatu kelompok kontrak. Ketika suatu kontrak meliputi sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset harus diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah jika: 1. proposal yang terpisah telah diserahkan untuk setiap aset; 2. setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor dan pelanggan telah menerima atau menolak bagian kontrak tersebut yang berhubungan dengan setiap aset; dan 3. biaya dan pendapatan setiap aset dapat diidentifikasi. 4. Suatu kontrak gabungan, baik dengan pelanggan tunggal maupun dengan beberapa pelanggan, harus diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi tunggal ketika: 5. kelompok kontrak tersebut dinegosiasikan sebagai paket tunggal; 6. kontrak-kontrak tersebut saling berhubungan erat sehingga mereka, sebagai akibatnya, menjadi bagian dari suatu proyek tunggal dengan suatu margin laba keseluruhan; dan 7. kontrak-kontrak tersebut dikerjakan bersama-sama atau dalam urutan yang berkesinambungan. METODE PERSENTASE PENYELESAIAN Entitas melakukan penelaahan dan (jika perlu) mengubah estimasi pendapatan dan biaya saat transaksi jasa atau kontrak konstruksi berlangsung. Entitas harus menentukan tingkat penyelesaian dari suatu transaksi atau kontrak dengan menggunakan metode yang dapat mengukur dengan andal sebagian besar pekerjaan yang dilaksanakan. Metode yang mungkin meliputi: 1. proporsi biaya yang terjadi dari pekerjaan yang telah diselesaikan sampai sekarang dibandingkan dengan total estimasi biaya. Biaya yang terjadi dari pekerjaan yang telah diselesaikan sampai sekarang tidak termasuk biaya yang berhubungan dengan aktivitas masa depan, seperti bahan baku atau pembayaran di muka; 2. survei atas pekerjaan yang telah diselesaikan; atau 3. penyelesaian proporsi fisik dari transaksi jasa atau kontrak kerja. Pembayaran tahapan pekerjaan dan pembayaran di muka yang diterima dari pelanggan seringkali tidak mencerminkan pekerjaan yang telah selesai. Entitas harus mengenali biaya yang berhubungan dengan aktivitas masa depan atas transaksi atau kontrak, misalnya bahan baku atau pembayaran di muka, sebagai suatu aset jika biaya tersebut memiliki kemungkinan besar untuk dipulihkan. Biaya seperti itu menandakan suatu jumlah yang terutang dari pelanggan dan tergolong sebagai pekerjaan yang sedang berjalan. Entitas harus secepatnya mengakui sebagai beban atas semua biaya yang tidak mungkin dipulihkan. Jika hasil dari kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi secara andal, maka entitas: 1. harus mengakui pendapatan hanya sebesar nilai biaya kontrak yang memiliki kemungkinan besar untuk dipulihkan; dan 2. mengakui biaya kontrak sebagai beban sesuai dengan periode terjadinya Jika ada kemungkinan bahwa harga perolehan kontrak akan melebihi jumlah pendapatan kontrak dalam kontrak konstruksi, maka ekspektasi kerugian harus segera diakui sebagai beban. Jika kolektibilitas dari suatu jumlah yang telah diakui sebagai pendapatan kontrak tidak mungkin lagi, maka entitas harus mengakui jumlah yang tidak tertagih tersebut sebagai beban bukan melakukan suatu penyesuaian atas jumlah pendapatan kontrak. BUNGA, ROYALTI, DAN DIVIDEN Entitas harus mengakui pendapatan yang muncul dari penggunaan aset oleh entitas yang lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen atas dasar yang ditetapkan dalam paragraf 20.27 ketika: 1. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomis yang berhubungan dengan transaksi akan mengalir kepada 2. entitas; dan 3. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal. Entitas harus mengakui pendapatan atas dasar berikut: 1. bunga harus diakui secara akrual; 2. royalti harus diakui dengan menggunakan dasar akrual sesuai dengan substansi dari perjanjian yang relevan; dan 3. dividen harus diakui ketika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran telah terjadi. PENGUNGKAPAN Umum Entitas harus mengungkapkan 1. kebijakan akuntansi yang diterapkan sebagai dasar pengakuan pendapatan, termasuk metode yang diterapkan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan penyediaan jasa; 2. jumlah setiap kategori pendapatan yang diakui selama periode, termasuk pendapatan yang timbul dari: a. penjualan barang; b. penyediaan jasa; c. bunga; d. royalti; e. dividen; f. jenis pendapatan signifikan lainnya. Kontrak Konstruksi Entitas harus mengungkapkan: 1. jumlah pendapatan kontrak yang diakui sebagai pendapatan dalam periode pelaporan; 2. metode yang digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui dalam periode pelaporan; 3. metode yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian kontrak yang sedang berjalan. Entitas harus menyajikan: 1. jumlah bruto kontrak pekerjaan yang sudah menjadi hak sebagai suatu aset; dan 2. jumlah bruto kontrak kerja yang terutang kepada pelanggan sebagai suatu kewajiban SAK ETAP KEBIJAKAN DAN ESTIMASI AKUNTANSI DAN KESALAHAN RUANG LINGKUP Bab ini memberikan panduan untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan. Bab ini juga mengatur perubahan estimasi akuntansi dan koreksi kesalahan periode lalu. PEMILIHAN DAN PENERAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI Kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik tertentu yang diterapkan oleh suatu entitas dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangannya Jika SAK ETAP secara spesifik mengatur transaksi, kejadian atau keadaan lainnya, maka entitas harus menerapkan SAK ETAP. Namun, entitas tidak perlu mengikuti persyaratan dalam SAK ETAP jika dampaknya tidak material. Jika SAK ETAP tidak secara spesifik mengatur suatu transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, maka manajemen harus menggunakan pertimbangannya (judgement) untuk mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang: 1. relevan bagi pemakai untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi; dan 2. andal yaitu dalam laporan keuangan yang: a. menyajikan dengan jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas dari suatu entitas; b.mencerminkan substansi ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya, serta tidak hanya mencerminkan bentuk hukumnya; c. netral yaitu bebas dari bias; d.mencerminkan kehati-hatian; dan e. bersifat lengkap dalam semua hal yang material. Dalam membuat pertimbangan seperti yang dijelaskan di paragraf 9.4, manajemen harus mengacu dan mempertimbangkan penerapan sumber-sumber berikut: 1. persyaratan dan panduan dalam SAK ETAP yang berhubungan dengan isu yang serupa dan terkait; dan 2. definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban, pendapatan dan beban dan prinsip-prinsip pervasif di Bab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif Dalam membuat pertimbangan seperti yang dijelaskan di paragraf 9.4, manajemen juga mempertimbangkan persyaratan dan panduan dalam PSAK non-ETAP yang berhubungan dengan isu serupa dan terkait. Jika panduan tambahan diperlukan untuk membuat keputusan yang dijelaskanndi paragraf 9.4, maka manajemen dapat mempertimbangkan pengaturan terkini dari badan penyusun standar lain yang menggunakan kerangka dasar yang serupa untuk mengembangkan standar akuntansi, literatur akuntansi lain dan praktik industri yang berterima umum, sepanjang tidak bertentangan dengan sumber-sumber yang ada di paragraf 9.5. KONSISTENSI KEBIJAKAN AKUNTANSI Entitas harus memilih dan menerapkan kebijakan akuntansinya secara konsisten untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya, kecuali SAK ETAP secara spesifik mensyaratkan atau mengijinkan kategorisasi pos-pos sehingga kebijakan akuntansi yang berbeda adalah sesuai. Jika SAK ETAP mensyaratkan atau mengijinkan kategorisasi tersebut, maka suatu kebijakan akuntansi yang sesuai dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kategori. PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI Entitas harus mengubah kebijakan akuntansi hanya jika perubahan tersebut: 1. disyaratkan berubah sesuai SAK ETAP; atau 2. akan menghasilkan laporan keuangan yang menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan mengenai pengaruh transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas. Hal-hal berikut ini bukan merupakan perubahan kebijakan akuntansi: 1. penerapan kebijakan akuntansi untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang berbeda secara substansi dengan transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang terjadi sebelumnya; dan 2. penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang belum terjadi sebelumnya atau tidak material. Jika SAK ETAP mengijinkan pemilihan perlakuan akuntansi (termasuk dasar pengukuran) untuk transaksi atau peristiwa atau kondisi lainnya tertentu dan entitas mengubah pilihannya, maka hal tersebut adalah perubahan kebijakan akuntansi. Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi Entitas harus mencatat perubahan kebijakan akuntansi sebagai berikut: a) entitas harus menerapkan perubahan kebijakan akuntansi sebagai akibat perubahan persyaratan dalam SAK ETAP sesuai dengan ketentuan transisinya, jika ada; b) entitas harus menerapkan seluruh perubahan kebijakan akuntansi lainnya secara retrospektif (lihat paragraf 9.12). Penerapan Restropektif Jika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif sesuai dengan paragraf 9.11, maka entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi baru untuk informasi komparatif periode lalu untuk tanggal paling awal dimana hal tersebut adalah praktis, seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut telah diterapkan sebelumnya. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak terhadap periode individual dari perubahan kebijakan akuntansi untuk informasi komparatif satu atau lebih periode lalu yang disajikan, maka entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi baru atas nilai tercatat aset dan kewajiban pada periode sajian paling awal dimana penerapan retrospektif adalah praktis (mungkin periode berjalan) dan membuat penyesuaian korespondensi ke saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh. Pengungkapan Perubahan Kebijakan Akuntansi Ketika penerapan awal SAK ETAP atau perubahannya mempunyai pengaruh ke periode berjalan atau periode yang lalu atau mungkin periode mandatang, maka entitas harus mengungkapkan: 1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi; 2. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah penyesuaian untuk setiap pos laporan keuangan yang terpengaruh; 3. jika praktis, jumlah penyesuaian terkait dengan periode sebelumnya yang disajikan; dan 4. penjelasan jika tidak praktis untuk menentukan jumlah yang diungkapkan di (b) atau (c). Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapanpengungkapan tersebut Ketika perubahan kebijakan akuntansi sukarela mempunyai pengaruh terhadap periode berjalan atau periode yang lalu, atau mungkin mempunyai pengaruh terhadap periode mendatang, maka entitas harus mengungkapkan: 1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi; 2. alasan penerapan kebijakan akuntansi baru yang menyediakan informasi yang andal dan lebih relevan; 3. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah penyesuaian untuk setiap pos laporan keuangan yang terpengaruh; 4. jumlah penyesuaian terkait dengan periode sebelumnya yang disajikan, jika praktis; dan 5. penjelasan jika tidak praktis untuk menentukan jumlah yang diungkapkan di (c) atau (d) di atas. Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapanpengungkapan tersebut. PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI Perubahan estimasi akuntansi adalah penyesuaian jumlah tercatat aset atau kewajiban, atau jumlah konsumsi periodik suatu aset, yang berasal dari pengujian status sekarang dari, dan ekspektasi manfaat ekonomi dan kewajiban masa mendatang yang terkait dengan, aset dan kewajiban. Perubahan estimasi akuntansi yang berasal dari informasi baru atau pengembangan baru dan, oleh karena itu, bukan koreksi kesalahan. Entitas harus mengakui pengaruh perubahan estimasi akuntansi secara prospektif (kecuali perubahan dimana paragraf 9.17 diterapkan) dengan memasukkannya ke laporan laba rugi di: 1. periode terjadinya perubahan, jika hanya berpengaruh terhadap periode tersebut; atau 2. periode terjadi perubahan dan periode mendatang, jika berpengaruh terhadap keduanya. Jika perubahan estimasi akuntansi mengubah asset dan kewajiban, atau terkait dengan suatu pos di ekuitas, maka entitas harus mengakuinya dengan menyesuaikan jumlah tercatat pos aset, kewajiban atau ekuitas yang terkait di periode perubahan tersebut. Pengungkapan Perubahan Estimasi Entitas harus mengungkapkan sifat setiap perubahan estimasi akuntansi dan dampak perubahan tersebut pada aset, kewajiban, penghasilan, dan beban pada periode berjalan. Jika praktis bagi entitas untuk mengestimasi dampak perubahan tersebut untuk satu atau lebih periode akan datang, maka entitas mengungkapkan estimasi tersebut. KOREKSI KESALAHAN PERIODE LALU Kesalahan periode lalu adalah kelalaian dan kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan entitas untuk satu atau lebih periode lalu yang muncul dari kegagalan untuk menggunakan atau kesalahan penggunaan informasi yang andal: 1. yang tersedia ketika laporan keuangan diterbitkan; dan 2. diekspektasi dengan layak seharusnya diperoleh dan dimasukkan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan tersebut. Kesalahan tersebut termasuk dampak kesalahan matematis, kesalahan penerapan kebijakan akuntansi, kekeliruan atau kesalahan interpretasi fakta, dan kecurangan. Jika praktis, entitas harus mengoreksi kesalahan periode lalu secara retrospektif pada laporan keuangan yang diterbitkan pertama kali setelah penemuan dengan cara: 1. menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode penyajian sebelumnya dimana kesalahan terjadi; atau 2. jika kesalahan terjadi sebelum periode penyajian paling awal, saldo awal aset, kewajiban, dan ekuitas periode penyajian paling awal disajikan kembali. Jika tidak praktis untuk menentukan periode spesifik pengaruh kesalahan atas informasi komparatif untuk satu atau lebih periode sebelumnya yang disajikan, maka entitas harus menyajikan kembali saldo awal aset, kewajiban, dan ekuitas untuk periode paling awal dimana penyajian kembali secara restropektif praktis dilakukan (kemungkinan bisa periode berjalan). Pengungkapan Kesalahan Periode Lalu Entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk kesalahan periode yang lalu: 1. sifat dari kesalahan periode yang lalu; 2. untuk setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah koreksi untuk setiap pos laporan keuangan yang terpengaruh; 3. jumlah koreksi pada awal periode yang lalu yang disajikan paling awal; dan 4. jika penyajian kembali secara retrospektif adalah tidak praktis untuk periode lalu tertentu, kondisi yang menyebabkan ketidak-praktisan tersebut dan deskripsi bagaimana dan sejak kapan kesalahan telah dikoreksi. Laporan keuangan untuk periode-periode selanjutnya tidak perlu mengulang pengungkapan tersebut. SAK ETAP PAJAK PENGHASILAN RUANG LINGKUP Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Untuk tujuan ini, pajak penghasilan termasuk seluruh pajak domestik dan luar negeri sebagai dasar penghasilan kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak, misalnya pemungutan dan pemotongan pajak, yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi atau joint venture atas distribusi ke entitas pelapor. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN Entitas harus mengakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi jumlah yang terutang untuk periode tersebut, entitas harus mengakui kelebihan tersebut sebagai aset. PENGUNGKAPAN Entitas harus mengungkapkan secara terpisah komponen-komponen utama beban pajak penghasilan. KSAP PENDAPATAN Paragraf 22 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menyebutkan bahwa “Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan”. Paragraf 8 PSAP 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyebutkan bahwa “Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar”. Selama ini sering ditemui beberapa pendapat yang mengasumsikan bahwa akuntansi berbasis akrual berhubungan dengan pencatatan pendapatan saja, sehingga apabila kita belum mengakui adanya piutang maka akuntansi kita belum akrual. Namun sebenarnya akuntansi berbasis akrual tidak hanya berfokus pada pencatatan pendapatan saja namun juga atas semua transaksi lain yang dilakukan oleh suatu entitas, misalnya pencatatan transaksi beban. Terkait dengan pencatatan pendapatan, beberapa pendapat dalam diskusi menyatakan bahwa Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebenarnya belum benar-benar menggunakan basis akrual. Karena itu dalam kesempatan ini, penulis tertarik untuk membahas pengakuan pendapatan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan pengakuan pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bermaksud untuk memberikan gambaran pengakuan pendapatan menurut kedua standar tersebut. Pengakuan Pendapatan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Paragraf 19 PSAP 12 Pendapatan-LO menyatakan bahwa “Pendapatan-LO diakui pada saat: 1. Timbulnya hak atas pendapatan; 2. Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi ke entitas”. Timbulnya hak atas pendapatan dapat diartikan bahwa entitas telah memiliki hak atas suatu pendapatan namun wajib bayar belum melakukan pembayaran (accrued) atau dapat juga berarti bahwa entitas telah menerima pembayaran namun belum memiliki hak untuk mengakui pendapatan tersebut sehingga pengakuannya ditangguhkan (deffered). Sehingga apabila dihubungkan dengan aliran kas maka “timbulnya hak atas pendapatan”, dapat digunakan untuk mengakui pendapatan yang belum diterima aliran kasnya maupun untuk mengakui pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi hak entitas yang dilakukan dengan menyesuaikan pendapatan tersebut. Hak atas pendapatan yang timbul dan belum diterima aliran kasnya tersebut dicatat sebagai piutang (receivable), sementara pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi haknya entitas, ditangguhkan pengakuannya dan diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan (defferal). Pendapatan direalisasi dapat diartikan bahwa entitas menerima aliran sumber daya ekonomi, yang dapat berupa kas maupun berupa non kas tanpa didahului adanya penagihan. Aliran sumber daya ekonomi ke entitas yang diakui sebagai pendapatan adalah aliran sumber daya ekonomi yang meningkatkan nilai ekuitas. Apabila aliran sumber daya ekonomi yang diterima oleh entitas tidak meningkatkan ekuitasnya, misalnya dari penarikan utang, maka tidak termasuk ke dalam kategori pendapatan. Bagaimana pengaturan pengakuan pendapatan di Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)? Secara umum, pengakuan pendapatan yang terdapat dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terdiri dari tiga titik pengakuan yaitu: 1. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara/Daerah (PSAP 02 par 21); 2. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan (PSAP 12 par 19); 3. Pendapatan-LO diakui pada saat pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi ke entitas (PSAP 12 par 19). Pada PSAP tidak disebutkan syarat pengakuan pendapatan seperti yang ada dalam PSAK, namun demikian, pengaturan mengenai syarat pengakuan pendapatan pada SAP diatur lebih lanjut dalam Buletin Teknis Nomor 23 tentang Akuntansi Pendapatan Nonperpajakan. Buletin Teknis Nomor 23 tentang Akuntansi Pendapatan Nonperpajakan mengklasifikasikan jenis pendapatan Nonperpajakan menjadi 6 jenis yaitu: 1. Pendapatan Perijinan; 2. Pendapatan Layanan; 3. Pendapatan Eksploitasi/Pemanfaatan Sumber Daya Alam; 4. Pendapatan Investasi; 5. Pendapatan Pemanfaatan Aset Nonkeuangan, dan 6. Pendapatan Nonperpajakan lainnya. Untuk pengakuan pendapatan masing-masing jenis pendapatan nonperpajakan tersebut diatur sebagai berikut: 1. Pendapatan perijinan diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas; 2. Pendapatan layanan diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan atau adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas;Pengakuan pendapatan layanan juga harus memenuhi semua syarat sebagaimana di bawah ini yaitu: a. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal; b. Terdapat kemungkinan manfaat ekonomi atau jasa potensial yang terkait akan diperoleh entitas; c. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan d. Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal. e. Pendapatan dari SDA diakui: f. pemberian ijin diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas; g. ekplorasi SDA berdasarkan volume diakui pada saat pengambilan dilakukan; h. ekplorasi SDA berdasarkan harga jual diakui pada saat terjadi penjualan; i. ekplorasi SDA berdasarkan bagi hasil diakui pada saat terdapat penetapan oleh pemerintah atas bagi hasil tersebut. 3. Pendapatan dari investasi jangka pendek diakui pada saat pendapatan direalisasi, sementara itu pendapatan dari investasi jangka panjang dalam bentuk dividen diakui pada saat diumumkannya bagian dividen tunai yang akan diterima oleh entitas. 4. Pendapatan dari pemanfaatan aset dari sewa dan kerjasama diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan atau adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas apabila pemanfaatan aset kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna serta kerjasama pemanfaatan infrastruktur, pengakuan pendapatannya mengikuti ketentuan yang akan diatur dalam PSAP Pengaturan Bersama. 5. Pendapatan Nonperpajakan lainnya diakui sebagai berikut: a. pendapatan dari keuntungan penjualan aset diakui pada saat diterima oleh entitas;pendapatan denda akibat perjanjian atau peraturan diakui pada saat menjadi hak entitas; b. pendapatan bunga/jasa perbankan diakui pada saat diterima oleh entitas; c. pendapatan penerimaan kembali belanja tahun sebelumnya diakui pada saat diterima oleh entitas; d. pendapatan dari putusan pengadilan/pelanggaran hukum diakui pada saat diterima dan/atau yang diatur oleh entitas yang terkait dengan bidang hukum; e. pendapatan dari penghapusan utang diakui pada saat penetapan dari pemberi pinjaman. Dari penjelasan di atas, apabila kita melakukan mapping pendapatan menurut jenisnya maka pendapatan penjualan dan pendapatan bunga/jasa perbankan yang diatur tersendiri dalam SAK menjadi bagian dari pendapatan nonperpajakan lainnya pada Bultek 23. Hal ini karena pembagian jenis pendapatan pada Bultek merujuk pada sumber dan/atau proses timbulnya pendapatan tersebut. Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari layanan/jasa yang diberikan kepada masyarakat. Karena itu atas pendapatan tersebut, buletin teknis mengambil ketentuan syarat pengakuan yang ada pada SAK sebagai syarat bagi entitas untuk mengakui pendapatan yang berasal dari layanan/jasa. Karena itu tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai syarat pengakuan pendapatan menurut SAP dan SAK. KEBIJAKAN DAN ESTIMASI AKUNTANSI DAN KESALAHAN Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 atau PSAP 10 adalah Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan. PSAP 10 terdapat dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu Lampiran I.11 untuk Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual dan dalam lampiran II.11 untuk SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. Pendahuluan Tujuan Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan. Ruang Lingkup Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah pemerintah pusat/daerah. Definisi Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam PSAP 10: 1. Kebijakan Akuntansi 2. Kesalahan 3. Koreksi 4. Operasi Tidak Dilanjutkan 5. Perubahan Estimasi 6. Pos Koreksi Kesalahan Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau kelalaian. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 1. Kesalahan tidak berulang; 2. Kesalahan berulang dan sistemik. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 1. Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 2. Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih. Contoh koreksi kesalahan belanja: 1. yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan pendapatan lain-lainLRA. 2. yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA. 3. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 4. yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun aset bersangkutan. Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas: 1. yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap. 2. yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas. Contoh koreksi kesalahan beban: 1. yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO. 2. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain-lain-LO dan mengurangi saldo kas. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA: 1. yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 2. yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh: a. pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. b. pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah Saldo Anggaran Lebih. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun ekuitas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO: 1. yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah akun kas dan menambah akun ekuitas. 2. yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh: a. pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas dan mengurangi saldo kas. b. pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah Ekuitas. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan: 1. yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A, dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 2. yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan: 1. yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 2. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun kewajiban bersangkutan Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban: 1. yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu kewajiban dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban terkait. 2. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16, dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18, dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode kesalahan ditemukan. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan mengurangi akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin. Pada Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun berjalan pada aktivitas yang bersangkutan. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Perubahan Kebijakan Akuntansi Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 2. adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Perubahan Estimasi Akuntansi Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan pengaruh perubahan itu. Operasi yang Tidak Dilanjutkan Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah dihapuskan oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan –misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan, tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait pada penghentian apabila ada– harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah dan lain-lain. Bukan merupakan penghentian operasi apabila : 1. Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain. 2. Fungsi tersebut tetap ada. 3. Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah lain. 4. Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut. Tanggal Efektif 1. PSAP 10 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 2. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. PENDAPATAN PERPAJAKAN Terdapat dua rumpun pendapatan pajak versi SAP, yaitu pendapatan LO pajak dan pendapatan LRA pajak. Pendapatan pajak LO berbasis akrual, pendapatan pajak LRA berbasis kas sesuai APBN/D berbasis kas. Makalah terfokus pada akuntansi umumnya, LO khususnya, lebih khusus lagi tentang pendapatan LO perpajakan. Pendapatan pajak LO terbagi atas pendapatan pajak pemerintah pusat cq Direkorat Pajak dan Direktorat Bea Cukai – Departemen Keuangan, pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat didesentralisasi menjadi pajak daerah, sebagian pajak lain dapat diperlakukan sebagai pajak provinsi, kabipaten dan kota. Berbasis konsep daerah otonom, karakteristik Pajak Daerah adalah: 1. Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah sebagai Pajak Daerah 2. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif yang dikuasainya. 3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum. 4. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Peraturan Daerah (Perda), maka sifat pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan kepada masyarakat yang wajib membayar dalam lingkungan kekuasaannya. Inilah pesan inti makalah. Efektivitas hukum pajak adalah karena kekuasaan menagih pajak terutang oleh WP dan catatan piutang pajak. Tanpa catatan piutang pajak, kegiatan penagihan tak mungkin dilakukan. Maka sesungguhnya, terdapat keselarasan UU Perpajakan dengan akuntansi piutang pajak sesuai SAP versi PP 71 Akrual umumnya, pendapatan pajak LO akrual khususnya. Munculnya hak tagih pemerintah pada UU Perpajakan membutuhkan administrasi penagihan dan kartu piutang pajak (subsidiary ledger) untuk setiap wajib pajak ber NPWP dan/atau ber nomor PKP. Sesuai UU Pajak, pendapatan pajak, penerimaan pajak dan piutang pajak bagi pemerintah atau (sebaliknya) pajak terutang bagi wajib pajak menggunakan basis SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding, dan Surat Paksa. UU PDRD, Pasal 102 ayat (1) pajak terutang oleh WP berdasar Surat Pemberitahuan Pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, putusan banding yang tidak kurang bayar, putusan banding yang kurang bayar, Surat Paksa (Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus) Terdapat perbedaan pengakuan pendapatan pada akuntansi pemerintahan dengan pengakuan piutang pajak versi hukum pajak yang harus diwaspadai KSAP. Berbagai dokumen Ketetapan Pajak diterbitkan dengan batas pelunasan bertanggal jatuh tempo, misalnya satu bulan. Setelah tanggal jatuh tempo, kewajiban pelunasan tersebut menjadi utang pajak, penagihan dilakukan berdasar UU Penagihan Pajak dan Surat Paksa. Surat Teguran adalah sarana peringatan kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajak. Setelah 21 hari sejak tanggal Surat teguran disampaikan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak, maka pejabat menerbitkan Surat Paksa yang disampaikan langsung oleh Juru Sita kpd penanggung pajak. Berita Acara Pelaksanaan Sita adalah bukti transaksi perpindahan penguasaan barang sitaan kepada pejabat. Hasil sita dimaksud untuk mengurangi/menghapus piutang pajak, secara ideal, dengan mendebit aset sitaan, mengkredit piutang pajak. Hasil sita tidak dicatat sebagai pendapatan. Penyitaan saldo tunai pada akun bank atau surat berharga, batu mulia dll dalam deposit box dilakukan dengan penyampaian Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, Permintaan Pemblokiran akun penanggung pajak, Berita Acara Pemblokiran dari bank, Surat Perintah kepada pemilik akun agar memberi kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo kekayaan penanggungpajak di bank kpd Juru Sita, Berita Acara Pelaksanaan Sita. Penyitaan surat berharga milik penanggung pajak di kustodian serupa dengan hal tersebut diatas. Penyitaan piutang dengan Berita Acara pengalihan hak menagih dan menerima hasil tagihan, demikian pula penyitaan surat berharga saham, SUN atau obligasi yang disimpan sendiri oleh penanggung pajak. Sebagai bahan diskusi KSAP, bila hasil sita diakui di neraca sebesar nilai wajar Rp. 2 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat penyitaan bersaldo Rp.10 Miliar, maka kerugian negara berjumlah Rp.8 Miliar. Bila hasil lelang barang sitaan adalah Rp. 5 Miliar, maka debit Kas Rp. 5 Miliar, Kredit Kerugian Negara Rp. 5 Miliar. Sebagai alternatif kedua, Bila hasil sita dicatat sebesar saldo piutang pajak, maka bila hasil sita diakui di neraca sebesar Rp. 10 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat penyitaan bersaldo Rp.10 Miliar, maka kerugian negara berjumlah Rp.0 Miliar. Bila hasil lelang barang sitaan adalah Rp. 6 Miliar, maka debit Kas Rp. 6 Miliar, Debit Kerugian Negara Rp. 4 Miliar, Kredit Aset Sitaan Rp. 10 Miliar (hapus buku aset sitaan terjual). Sebagai alternatif ketiga, Bila hasil sita tidak dibukukan (berarti ekstrakomptabel) atau dicatat dibuku sebesar Rp.0, maka bila hasil sita diakui di neraca sebesar Rp. 0 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat penyitaan bersaldo Rp.0 Miliar, maka kerugian negara berjumlah Rp.0 Miliar. Bila hasil lelang barang sitaan adalah Rp. 6 Miliar, maka debit Kas Rp. 6 Miliar, Debit Kerugian Negara Rp. 4 Miliar, Kredit Piutang Pajak Rp. 10 Miliar (hapus buku piutang pajak). Penjualan dan lelang barang sitaan menyebabkan jurnal (alternatif 2 atau 3 di atas), antara lain dengan Debit Kas (sesuai hasil lelang atau penjualan barang sitaan), Debit Beban (LO) Biaya Lelang, Kredi Aset Sitaan (bila tercantum pada neraca pemerintah), Kredit Kas (dikeluarkan untuk biaya lelang atau biaya penjualan), Debit atau Kredit Keuntungan / Kerugian Pelepasan Aset (selisih nilai buku tercatat dengan nilai jual/pelepasan/lelang). Surat teguran tidak perlu diterbitkan bila 1. Penanggung Pajak menyampaikan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. 2. Dilakukan penagihan seketika atau sekaligus. Untuk akuntansi pajak internasional, pengakuan PPh adalah pada saat terutang pajak.KSAP mungkin memilih kebijakan pengakuan pendapatan berbasis setoran masa, berkala dan kredit pajak sebagai basis pengakuan pendapatan pajak. Pada dimensi pengukuran akuntansi pajak internasional, untuk orang asing subyek pajak LN (negara mitra P3B atau tidak) yang menjadi WP Indonesia, perlakuan treaty pajak P3B atau Pasal 26 UU PPh (bukan negara mitra P3B), untuk dividen, bunga (termasuk premium, diskonto, imbalan jaminan utang), royalti, sewa, penghasilan penggunaan harta, imbalan jasa, pekerjaan dan kegiatan), utang pajak WP atau pendapatan pajak pemerintah dihitung dari penghasilan bruto X 20%, bersifat final. Bukti pemotongan oleh pemberi kerja akan menjadi bukti pembayaran pajak yang dilakukan di Indonesia. Orang asing melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, pajak penghasilan dihitung berdasar norma perhitungan penghasilan neto atau berdasar catatan akuntansi pajak (tax accounting) & LK fiskal. Orang Indonesia ber NPWP pribadi bekerja di LN lebih dari 183 hari dalam 12 bln akan dinyatakan oleh pemerintah sebagai WPNE (WP Non Efektif). Obyek PPh perusahaan PMA adalah laba kena pajak, penghasilan terkait sewa,royalti, dan keuntungan penjualan/pengalihan harta. Tarif pajak PPh Badan dalam negeri sesuai pasal 17 ayat (2a) adalah 25%, PT Tbk dgn 40% atau lebih saham diperdagangkan di bursa mendapat tarif 5% lebih rendah, bila berperedaran bruto sampai Rp.50 M mendapat pengurangan tarif PPh 50% (dari ps 17 ayat (1) b dan ayat (2)a untuk bagian penghasilan bruto kena pajak sampai Rp.4,8 M, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama 6 tahun masing-masing 5% pertahun, tarif penyusutan AT khusus, kompensasi kerugian di atas 5 tahun tidak lebih 10 tahun bersyarat khusus, tax holiday PPh Badan, dividen ditanam kembali, dan pajak devisa aatas bagian laba maksimum 5 tahun, Bea Meterai dan Bea Masuk tertentu. Tarif pajak penghasilan BUT 25 % dan branch profit tax 20%. Sebagai bukti akuntansi pajak internasional, bukti domisili fiskal adalah Surat Keterangan Domisili (SKD) adalah dasar umum untuk akuntansi pengakuan pendapatan pajak, dalam bentuk (1)SKD negara asal, atau (2)Form-DGT 1 atau (3) Form-DGT 2. SKD Form-DGT 7 atau bukti/formulir khusus negara mitra P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) adalah bukti domisili fiskal yang diterbitkan Dirjen Pajak melalui KPP Domisili. Bukti pemotongan PPh 26 oleh pemberi kerja akan menjadi bukti pembayaran pajak yang dilakukan di Indonesia. PMA menggunakan SPT dan LK fiskal sebagai dasar perhitungan pajak terutang, dengan memperhitungkan PPh 22, PPh 23, PPh 24 dan PPh 26. PMA berdomisili di NKRI, merupakan WPDN, menggunakan basis perseroan terbatas, akuntansi pajak, dengan memperhitungkan PPh 23 dan PPh 25. BERBAGAI JENIS PAJAK Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan mengelola: 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3. Pajak Penjualan Atas Barang mewah (PPnBM) 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 6. Bea Meterai Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan mengelola: 1. Bea Masuk 2. Cukai Pemerintah Provinsi mengelola: 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaran di Atas Air 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaran di Atas Air 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 5. Pajak Rokok Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. PBB Perdesaan & Perkotaan 11. Bea perolehan Hak atas Tanah & Bangunan ASPEK PENGUKURAN PAJAK Tarif pajak PPh terutang akhir tahun pemerintah pusat sesuai UU tentang PPh, amandemen UU dan peraturan pelaksanaan & peraturan perubahan tarif PPh. Untuk PPh terutang tidak final akhir tahun, seluruh penghasilan WP diakui pada laporan laba-rugi tahunan atau laba berbasis akuntansi komersial versi SAK IAI, lalu dikoreksi fiskal untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak. Pnghasilan Kena Pajak dan tarif PPh sesuai Psal 17 menjadi dasar perhitungan PPh terutang. Perhitungan PPN harus dibayar dengan perhitungan dilakukan dengan mencari selisih utang PPN wajibpajak (PPN Keluaran) dan piutang PPN wajibpajak (PPN Masukan), selisih positif utang dan piutang PPN adalah PPN yang harus dibayar wajib pajak. Bila pada perhitungan bulanan didapati bahwa piutang PPN lebih besar dibanding utang PPN, pemerintah wajib melakukan kompensasi atau membayar restitusi (pengembalian pajak), sebaliknya WP mendapat kompensasi atau restitusi atas selisihnya. Tarif pajak daerah berdasarkan Undang – undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah : Tarif Pajak Kendaraan Bermotor 1. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2 % (dua persen) 2. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10% 3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, social keagamaan, lembaga social dan keagamaan, Pemerintah/TNI/Polri, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen) 4. Tarif pajak Kendaraan Bermotor alat – alat berat dan alat – alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing – masing sebagai berikut : 1. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) 2. Penyerahan kedua dst sebesar 1% (satu persen) Tarif pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 1. Tarif pajak Air permikaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 2. Tarif pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok 3. Tarif pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 4. Tarif pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 5. Tarif pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen) Khusus untuk hiburan berupa pengelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat / tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 % 1. Tarif pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% 2. Tarif pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25 % 3. Tarif pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% 4. Tarif pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20 % 5. Tarif pajak Sarang Burung Waletditetapkan paling tinggi sebesar 10% 6. Tarif pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3 % 7. Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 % AKUNTANSI PENDAPATAN LO PAJAK PEMERINTAH PUSAT DAN AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PENGHASILAN Bila mengikuti UU Pajak, pengakuan pendapatan PPh pada saat transaksi kas diterima dan atau timbulnya piutang pajak, yang mana yang lebih dahulu (which wever is earlier), pengakuan pendapatan berdasar NPWP dan mulai saat penagihan pajak. Subledger Piutang/Utang Pajak berdasar NPWP orang pribadi atau perusahaan perseorangan, BUT, Persekutuan Komanditer dan Firma,Yayasan, Koperasi, PT. Piutang Pajak negara atau sebaliknya; utang pajak WP pada UU disebut tunggakan pajak.Utang pajak WP adalah pajak yang masih harus dibayar WP, termasuk sanksi administrasi seperti bunga, denda, kenaikan yang tertera / tercantum dalam SKP atau bukti akuntansi sejenis SKP, yaitu (berupa) Surat Tagihan Pajak, SKP Kurang Bayar, SKPKB Tambahan, Surat Keputusan keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, Surat Paksa, STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB), SKBKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar), SKBKB T(Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan), STB (Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah), sbg dasar penagihan pajak. Setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak vide SKP atau sejenis SKP, muncullah tunggakan pajak. Tunggakan pajak menjadi dasar penagihan pajak. STPPBB harus dilunasi dalam tempo 1 bulan sejak tanggal terima STPPBB. Hapus buku piutang pajak (derecognition), setelah tanggal STP + 5 thn, pada akuntansi pemerintahan masuk LO sebagai kerugian/beban atau pengurang pendapatan pajak bagi entitasakuntansi dan/atau pelaporan LK. Untuk akuntansi, pengukuran pendapatan dan pencatatan pendapatan pajak penghasilan sesuai besar tertera pada bukti setoran pajak dan bukti penetapan pajak, berupa SPT, SPT Masa, SPT Rampung, SKP, STP dan dokumen setara SKP/STP.Penerimaan hasil lelang barang sitaan milik penanggung-pajak utk pelunasan utang pajak & biaya-biaya penagihan pajak. Saldo sisa piutang pajak tak tertutup oleh hasil lelang masuk kedalam LO. Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan (STP Bunga Penagihan) adalah sanksi adm. Bunga 2% perbulan sejak tanggal jatuh tempo, sebesar nilai tertera sesuai Ps 19 ayat (1) UU KUP. Bukti transaksi utama adalah SPT dan SKP. Bila official assessment, pajak terutang oleh WP pada saat terbitnya surat ketetapan pajak (SKP) dari Ditjen Pajak. Bila self Assessment, pajak terutang WP setelah ada peristiwa atau kondisi yang menyebabkan timbulnya utang pajak kepada negara. Piutang Pajak negara atau utang pajak WP (disebut tunggakan pajak dalam UU) adalah pajak yang masih harus dibayar WP, termasuk sanksi administrasi seperti bunga, denda, kenaikan yang tercantum dalam SKP atau sejenis SKP, yaitu Surat Tagihan Pajak, SKP Kurang Bayar, SKPKB Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, Surat Paksa. Setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak vide SKP atau sejenis SKP, muncul tunggakan pajak. Tunggakan pajak menjadi dasar penagihan pajak. Derecognition (pembatalan pengakuan akuntansi) atau hapusnya piutang pajak adalah pada tanggal STP + 5 thn, kerugian piutang pajak tak tertagih masuk Laporan Operasional (LO) sebagai kerugian/beban LO atau pengurang pendapatan pajak pada LO. Menghapus kekayaan negara harus menggunakan dokumen khusus sesuai peratran perundang-undangan, menjadi dasar bagi akuntansi pemerrintahan untuk hapus buku karena hapus tagih. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PPN DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH Pengakuan pendapatan pajak PPN dan Pajak Penjualan Barang mewah pada saat penyerahan faktur pajak PPN keluaran, PPN Masukan, bersama setoran tunai PPN ke Kas negara dilakukan. Pengukuran pendapatan sesuai besar tertera pada laporan setoran PPN, sebesar faktur pajak PPN keluaran dikurang PPN masukan. cBukti transaksi utama adalah seluruh faktur pajak PPN keluaran dan Pajak Penjualan Barang mewah, Faktur Pajak Masukan PKP tersebut AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN, PERTANIAN DAN KEHUTANAN Pendapatan PBB diakui pada saat tunai setoran diterima sebelum batas tanggal setoran PBB berakhir, bila belum diterima tunai maka pendapatan dan piutang pajak diakui setelah tanggal batas setoran PBB Pengukuran besar PBB sesuai besar tertera pada dokumen STPPBB, yaitu tarif pajak x NJOP, sesuai UU No 28/2009, tarif tunggal 0,5% sesuai UU PBB Bukti transaksi adalah STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB), harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal surat tagihan diteima WP. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA METERAI BM adalah pajak atas dokumen, biaya pengesahan secara hukum atas dokumen, benda materai adalah kertas materai yang diterbitkan pemerintah NKRI. Tidak dibutuhkan identitas WP atau objek pajak bea meterai. Pembayaran BM terlebih dahulu dilakukan daripada saat hutang bea meterai pada waktu pembayaran dapat dilakukan kapan saja. Pengakuan pendapatan BM berbentuk materai tempel atau kertas materai pada saat di edarkan oleh pemerintah NKRI. Pengakuan pendapatan pemeteraian kemudian berdasarkan bukti pelunasan bea materai yang dilakukan oleh pejabat pos. Saat terhutang BM adalah sebagai berikut : 1. Saat dokumen diserahkan (dokumen dibuat oleh satu pihak saja) 2. Pada saat selesainya dokumen dibuat (dokumen dibuat lebih dari satu pihak) 3. Saat dokumen digunakan di Indonesia (dokumen dibuat diluar negeri) 4. BM terhutang oleh pihak yang menerima – mendapat dokumen atau manfaat dokumen, kecuali ditentukan dalam perjanjian 5. BM atas dokumen dilunasi dengan cara menggunakan benda materai atau menggunakan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan 6. Pemegang dokumen harus melunasi BM terhutang dengan cara pemateraian kemudian Pencatatan BM diukur sebesar harga nominal yang tertera pada bea materai, atau tarif resmi pemateraian kemudian (Rp 3.000 dan/atau Rp 6.000 sesuai jenis/ jumlah transaksi, sesuai UU Bea Meterai) Bukti transaksi akuntansi pendapatan BM adalah SSP untuk BM ke Kas Negara karena (1) penyerahan benda materai, (2)pembubuhan tanda materai lunas, (3) pelunasan BM dengan tekhnologi percetakan adalah surat setoran pajak ke Kas Negara melalui bank persepsi, (4) pelunasan BM dengan sistem terkomputerisasi menggunakan surat setoran pajak ke kas Negara melalui bank persepsi, dan (5)pelunasan BM dengan mesin teraan menggunakan surat setoran pajak ke kas Negara melalui bank persepsi AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI DAN AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB) DAN KENDARAAN DI ATAS AIR (PKAA) Pengakuan pendapatan pada saat menerima setoran dan (1)SSP atau SPTPD dibuat WP, (2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, dan STPD yang dibuat Gubernur, juga berdasar (3) tanda bukti pelunasan dan penning. Hak tagih pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. WP adalah orang pribadi / badan yang memiliki kendaraan bermotor, subyek pajak adalah wajib pajak. Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai uang tunai diterima dan/atau besar piutang pajak tertera pada bukti penagihan dari Provinsi, sesuai Pasal 5 UU 2009 yaitu sebesar nilai jual kendaraan bermotor atau berdasar faktor – faktor pasal 5 (7) dan (8). Tarif pajak sesuai pasal 6, Pajak terhutang (PKB) = tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x (NJKB x Bobot) Bukti transaksi akuntansi didapat dari WP yang membuat SPTPD, Gubernur yang menerbitkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, dan STPD, tanda bukti pelunasan dan penning AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATAS AIR Pengakuan akuntansi pendapatan pada saat penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor sesuai Pasal 9, BBNKB yang terhutang dipungut diwilayah pajak daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar sesuai Pasal 13. Pembayaran BBNKN dilakukan pada saat pendaftaran. Penagihan BBNKN kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai pasal 12, besar tarif sesuai Perda. Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai besar tertera pada bukti transaksi dan/atau penerimaan oleh bendahara daerah. Bukti akuntansi pendapatan BBNKN adalah SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR (BBKB) WP adalah penyedia BBKB dan/atau importir BBKB, Subyek pajak adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Pengakuan pendapatan saat penerimaan pembayaran atas pembelian BBM. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. Pemungutan PBBKB oleh Pertamina, kegiatan pemungutan dilakukan oleh penyedia BBKB, pemungutan PBB-KB dilakukan pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran produk (PNBP/BO). Untuk pengukuran akuntansi, dasar pengenaan pajak adalah nilai jual bahan bakar sebelum PPN, tarif pajak 10% sesuai pasal 19. UntukPerda Prov DKI No. 10 – 2010, tarif pajak 5%. Cara perhitungan adalah tarif pajak x dasar pengenaan pajak Bukti transaksi menggunakan SPTPD. Penyetoran PBB-KB oleh penyedia BBKB menggunakan formulir baku SSPD yang sudah divalidasi Bank Persepsi. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan air permukaan Pengakuan pendapatan pajak pada saat SKPD dibuat petugas pencatat air (basis akrual untuk LO), atau pembuatan SSPD dan TBP (basis kas untuk LRA). Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran sesuai besar kewajiban yang tertera pada dokumen, sesuai Pasal 23 dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air permukaan, berdasar Pasal 24, tarif pajak paling tinggi 10%, tarif ditetapkan Perda. Pajak terhutang = Tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x nilai perolehan air. Bukti transaksi adalah SKBD dan dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis atau nota perhitungan. Self Assessment menggunakaan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN. SKPD dibuat oleh petugas pencatat air, bukti pembayaran SSPD dan TBP (Tanda Bukti Pembayaran) AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK ROKOK Pengakuan pendapatan pajak pada saat SPPR diterima atau SKPDKB diterbitkan. Objek pajak adalah konsumsi rokok, subyek pajak adalah konsumen rokok, WP rokok adalah pengusaha pabrik rokok dan importir rokok memiliki izin NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai) dipungut instansi pemerintah bersama cukai rokok, disetor ke kas umum daerah Provinsi secara profosional berdasar jumlah penduduk. Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa, dapat dihapuskan dengan keputusan penghapusan piutang pajak oleh Gubernur. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran pendapatan pajak berdasar besar pajak tertera pada bukti penagihan dan/atau pembayaran. Sesuai Pasal 28, dasar pengenaan adalah cukai terhadap rokok, tarif 10% dari cukai rokok (pasal 29). Sebesar 70% hasil penerimaan pajak rokok provinsi diperuntukkan bagi kabupaten/kota, 50% penerimaan pajak rokok untuk belanja kesehatan masyarakat dan penegakkan hokum. Bukti transaksi adalah dokumen Self Assessment SPPR (Surat Pemberitahuan Pajak Rokok), Gubernur menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN. AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK UNTUK PAJAK REKLAME Pengakuan pendapatan pajak pada saat penerimaan SKPD atau dokumen setara SKPD. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menggunakan reklame. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha Reklame. Subyek pajak dapat sekaligus menjadi wajib pajak. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran akuntansi sesuai nilai tertera pada dokumen. Dasar pengenaan adalah jumlah pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar, pada umumnya adalah sebesar nilai sewa reklame atau nilai kontrak reklame, atau biaya bahan reklame pembuatan dan penyajian reklame. Sesuai Pasal 50, tarif pajak paling tinggi 50% dengan Perda 20% Bukti transaksi adalah SKPD atau dokumen lain. AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH DAERAH DAN AKUNTANSI PENDAPAT LO UNTUK BAGI HASIL PAJAK PROVINSI, KABUPATEN ATAU KOTA Pengakuan pendapatan berdasar Perda Provinsi tentang alokasi pajak kendaraan bermotor dan Bea balik nama kendaraan bermotor, bahan bakar kendaraan bermotor, pajak permukaan air, agar praktis diakui secara akuntansi LO pada saat penerimaan transfer saja. Pengukuran sesuai besar tranfer diterima, bukti transfer, berdasar (1)Peraturan Propinsi untuk pembagian 30% pendapatan/penerimaan pajak kendaraan bermotor dan Bea balik nama kendaraan bermotor yang diserahkan kepada kabupaten/kota, atau (2) Peraturan Propinsi untuk pembagian 70% pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang diserahkan kepada kabupaten/kota, atau (3) Peraturan Propinsi untuk pembagian 50% pajak permukaan air yang diserahkan kepada kabupaten/kota, 80% bila sumber air berada hanya pada sebuah kabupaten/kota. Bukti transaksi adalah bukti transfer diterima bank persepsi pemerintah kabupaten atau kota, berdasar Perda Provinsi tentang alokasi, bukti transfer Provinsi kepada Kabupaten, laporan Bank Persepsi Kabupaten. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK HOTEL Pengakuan pendapatan pada saat tamu check-out dari hotel, untuk kepraktisan akuntansi pendapatan pemerintah daerah maka pengakuan sesuai SPTPD dan SSPD dari tiap hotel. Subyek pajak adalah pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel, membayar kepada pribadi – badan pengusaha hotel, WP hotel adalah orang pribadi – badan yang mengusahakan hotel. Penagihan pajak tersebut kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Sebagai dasar pengukuran yang tepat, dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar kepada hotel. Pengukuran akuntansi sesuai SPTPD dan SSPD, berdasar Pasal 35, ditetapkan oleh Perda paling tinggi 10% Bukti transaksi adalah SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK RESTORAN Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan setoran pajak dan/atau dokumen SPTPD dan SSPD. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang membeli / makan minum di Restoran. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha Restoran.Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk pengukuran akuntansi pendapatan pemerintah daerah, menggunakan jumlah tunai diterima atau bukti pembayaran setoran pajak ke KUD. Dasar pengenaan pajak sesuai besar tertera pada dokumen SPTPD atau SSPD, adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh Restoran (Pasal 39, pasal 40, tarif paling tinggi 1 0% ditetapkan oleh Perda Bukti transaksi adalah bon restoran (Bill) yang dilegalisasi, SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK HIBURAN Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan tunai setoran pajak dan SKPB, SPTPD dan dokumen setara. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menikmati hiburan. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk pengukuran akuntansi, dasar pengenaan adalah jumlah pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh layanan hiburan (Pasal 39, pasal 45, tarif paling tinggi 35%, 75% untuk hiburan khusus seperti karaoke dan diskotik, 10% untuk hiburan kesenian rakyat – tradisional Sebagai bukti akuntansi, WP memenuhi kewajiban pajak sendiri dibayar dengan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT, berdasar SKPB, karcis, tiket, nota perhitungan yang diajukan kepada pelanggan. Bila WP sengaja tidak menyampaikan SPTPD, mengisi tidak benar, mengisi tidak lengkap, melampirkan keterangan tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, terkena pidana denda paling banyak empat kali jumlah pajak terhutang. Penerbitan SKPDKB terpaksa oleh kepala daerah dalam jangka lima tahun sesudah saat terhutangnya pajak, berdasar hasil pemeriksaan dan keterangan lain bahwa pajak terhutang tidak dibayar atau kurang dibayar, SPTPD tidak disampaikan kepada kepala daerah, SPTPD tidak diisi, pajak terhutang dihitung secara jabatan. Kepala daerah terpaksa menerbitkan SKPDKBT bila ditemukan data baru menyebabkan penambahan jumlah pajak terhutang. Kepala daerah menerbitkan SKPDN jika jumlah pajak terhutang sama besar dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang, dan tidak ada kredit pajak. Sanksi administratif berupa bunga 2% per bulan atas kekurangan pajak dalam SKPDKB, 100% atas kekurangan pajak SKPDKBT, 25% atas pajak terhutang dalam SKPDKB ditambah bunga 2% per bulan. Kepala daerah menerbitkan STPD (sesuai pasal 100) untuk SKPD tidak – kurang bayar, pajak tidak dibayar atau kurang dibayar ditambah sanksi bunga 2% per bulan AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK REKLAME Pengakuan pendapatan pada saat menerima tunai setoran pajak dan bukti SSPD, SKPD dan/atau dokumen setara. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menggunakan Reklame, WP adalah orang pribadi / badan pengusaha Reklame, sedang subyek pajak dapat sekaligus menjadi wajib pajak. Pengakuan pajak terhutang oleh WP dalam masa pajak terjadi sejak penyelenggaraan Reklame atau pemasangan Reklame.Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk pengukuran akuntansi, adalah dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar X tarif pajak. Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame berdasar NJOP dan NSL (Nilai Strategis Lokasi) atau nilai kontrak reklame, atau biaya bahan reklame pembuatan dan penyajian reklame. Sesuai Pasal 50, tarif pajak paling tinggi 50% dengan Perda 20%. Formula kalkulasi adalah NSL = NJOP + (NSL X NJOP), tarif pajak 25% atau sesuai Perda. Bukti transaksi adalah SSPD, SKPDLB, SKPD, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PENERANGAN JALAN Pengakuan pendapatan pada saat menerima setoran pajak dan/atau SPTPD. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menggunakan tenaga listrik. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha listrik dan pengguna listrik sesuai Pasal 53 (2). Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk pengukuran, dasar pengenaan adalah jumlah tertera pada SPTPD, nilai jual tenaga listrik tarif paling tinggi 10% ditetapkan oleh Perda, dengan tarif khusus 3 % untuk industri pertambangan minyak dan gas alam. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri bertarif paling tinggi 1,5% ditetapkan oleh Perda. Bukti transaksi pelaporan dan penyetoran bersifat Self Assessmen menggunakan SPTPD, dan Bukti pungut PLN, bukti setoran pajak dari PLN ke Kas Umum Daerah (KUD) AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN Pengakuan pendapatan pada saat menerima tunai setoran pajak serta bukti pembayaran pajak MBL dan Batuan. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. Penagihan pajak kedaluarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk pengukuran akuntansi pendapatan, dasar pengenaan adalah nilai jual hasil mineral bukan logam dan batuan. Tarif pajak berbasis harga pasar atau harga standar per volume/tonase hasil tambang, ditetapkan paling tinggi 25% dengan Perda. Bukti transaksi akuntansi pendapatan adalah bukti pembayaran pajak MBL dan Batuan. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PARKIR Pengakuan pendapatan pemerintah daerah untuk pajak parkir pada saat menerima SSPD. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang melakukan parkir kendaraan bermotor. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha penyelenggara tempat parkir. Pajak parkir harus dipisahkan dari retribusi tempat khusus parkir. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran akuntansi pendapatan, berdasar jumlah tunai diterima dan/atau bukti setoran pajak kepada KUD, dasar pengenaan adalah jumlah yang dibayar oleh subyek pajak, tarif pajak parkir paling tinggi 30% ditetapkan melalui Perda. Bukti transaksi adalah bukti setoran berkala kepada KUD, mungkin juga dilengkapi bukti lain seperti tanda parkir, karcis parkir, smart card, stiker langganan, karcis valle, hasil penerimaan jumlah pembayaran (omset) menggunakan alat/ sistem perekam data transaksi usaha, DPP melalui CMS dengan pengumum pemerintah sebagai pelaksana operasional online system berdasar perjanjian bersama dengan BPKD AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK AIR TANAH Pengakuan pendapatan pajak air tanah adalah pada saatpemerintah daerah menerima SPTPD, sesuai jumlah penerimaan kas KUD atau satker khusus penerima pajak daerah. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang melakukan pengambilan dan pemanfaatan air tanah. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha melakukan pengambilan pemanfaatan air tanah sesuai pasal 68. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Dasar pengukuran adalah sebesar jumlah tunai diterima atau jumlah tertera pada bukti setoran pajak, dasar pengenaan adalah nilai perolehan air tanah, tarif pajak paling tinggi 20% melalui Perda. Bukti transaksi Self Assessment menggunakan SPTPD AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK SARANG BURUNG WALET Pengakuan pendapatan pajak sarang burung walet adalahpada saat penerimaan SPTPD dan SSPD, dan tunai setoran pajak dari WP. Subyek pajak adalah orang pribadi / badan pengusaha yang melakukan pengambilan / pengusahaan sarang burung wallet. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha yang melakukan pengambilan / pengusahaan sarang burung wallet. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. Pengukuran pendapatan pajak sesuai tunai setoram diterima atau besar tertera pada SPTPD dan SSPD. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual sarang burung walet. Tarif pajak paling tinggi 10%, tarif efektif ditetapkan melalui Perda. Bukti transaksi adalah tunai diterima,SSPD, SPTPD, SKPD, SKPDKB SKPDKBT, STPD. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR PERKOTAAN DAN PERDESAAN Pengakuan pendapatan pada saat tunai setoran dan STPPBB diterima. Subyek pajak adalah orang pribadi/badan pengguna yang melakukan secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha yang yang melakukan secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pendapatan PBB dan piutang pajak diakui setelah tanggal batas akhir setoran PBB. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran akuntansi sesuai besar diterima atau besar tertera pada SSPD dan bukti lain. Dasar pengenaan pajak adalah NJOP. Tarif pajak paling tinggi 0,3% melalui Perda sesuai Pasal 80. Besar pajak terutang sebesar tarif pajak x NJOP, untuk sektor perdesaan dan perkotaan paling tinggi adalah 0,3% sesuai Undang – undang PDRD No 28/2009, tarif tunggal 0,5% sesuai UU PBB Bukti transaksi adalah uang tunai diterima, SSP, STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diteima WP. AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN(BPHTB) Pengakuan pendapatan BPHTB pada saat menerima tunai setoran, SSPD, atau Surat tagihan BPHTB, surat ketetapan BPHTB kurang bayar, surat ketetapan BPHTB kurang bayar tambahan, surat ketetapan BPHTB LB. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai Pasal 86. WP adalah orang pribadi / badan badan pengguna yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai Pasal 86. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran sesuai bukti transaksi, dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan objek pajak, tarif pajak paling tinggi 5% x NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak), tarif BPHTB ditentukan melalui Perda. Bukti transaksi adalah tunai diterima, surat tagihan BPHTB, surat ketetapan BPHTB kurang bayar, surat ketetapan BPHTB kurang bayar tambahan, surat ketetapan BPHTB LB, surat ketetapan BPHTB Nihil, surat setoran BPHTB, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK RETRIBUSI Tak ada piutang retribusi, pendapatan retribusi diakui pada saat retribusi diterima sesuai pasal 152. Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan SSPD untuk SKRD, karcis, kupon, kartu langganan dan dokumen setara. Penagihan pajak kedaluarsa setelah tiga tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. Subyek retribusi jasa umum adalah orang pribadi – badan pengguna yang menikmati / menggunakan pelayanan jasa umum. Wajib retribusi jasa umum adalah orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa umum. Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi – badan pengguna yang menikmati / menggunakan pelayanan jasa usaha. Wajib retribusi jasa usaha adalah orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa usaha. Subyek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi – badan pengguna yang memperoleh izin tertentu dari Pemda. Wajib retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi perizinan tertentu. Untuk pengukuran pendapatan, besar retribusi terhutang dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi dalam nilai rupiah atau persentase tertentu ditetapkan oleh Perda. Bukti retribusi adalah tunai setoran diterima dan SSPD, SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah) dan dokumen lain (karcis, kupon dan kartu langganan), STRD (Surat Tagihan Retribusi Daerah) penagihan retribusi didahului surat teguran, SKRDLB (Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar) untuk imbalan bunga, SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar) dan SKRDLB untuk persetujuan pengembalian retribusi. AKUNTANSI KOREKSI FISKAL Koreksi fiskal WP berpengaruh pada laba kena PPh, PPh terutang dan laba setelah pajak. WP melakukan koreksi fiskal (1) sebelum SPT dan LK Fiskal dilaporkan kepada pemerintah atau setelah SPT Tahunan dilaporkan kepada pemerintah, dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh pada Piutang Pajak dalam subsidiary ledger piutang pajak per WP dalam akuntansi pemerintahan, (2) sesudah SPT dan LK Fiskal disajikan & diserahkan kepada kantor pajak serta pembayaran pajak terutang dilakukan WP. Koreksi fiskal dilakukan WP untuk (1)koreksi laporan laba-rugi versi komersial sesuai SAK, SAK ETAP atau SAK Syariah menjadi laba-rugi versi hukum perpajakan, (2) koreksi kesalahan Pajak Pertambahan Nilai misalnya kesalahan pengakuan PPN pada transaki pembelian, kesalahan pengakuan piutang dan administrasi piutang dagang, kesalahan nilai kurs pada penjualan, kesalahan jurnal pembelian, perlakuan PPN pada transaksi penjualan dilakukan oleh bukan PKP, koreksi beban atau biaya (yaitu biaya tidak berkaitan langsung, biaya bukan pengurang penghasilan kena pajak, biaya berkaitan penghasilan bukan obyek pajak (zakat, hibah, tunjangan natura, klaim tertentu, dividen tertentu, dll) dan biaya berkaitan penghasilan kena PPh Final, dan koreksi fiskal pada penghasilan untuk penghasilan bukan obyek pajak seperti warisan, klaim asuransi, iuran dana pensiun), penghasilan yang telah kena PPh final, dan penghasilan merupakan obyek pajak.