BAHAN BACAAN 1. MANAJERIAL A. MANAJERIAL 1. Program Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 lampiran II tetang Pemenuhan Beban Kerja Kepala sekolah menyebutkan bahwa salah satu rincian tugas manajerial kepala sekolah adalah merencanakan program sekolah. Program sekolah dapat diartikan sebagai proses perencanaan terhadap semua hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Perencanaan Program Sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah, potensi daerah sekitar, kondisi sosial budaya masyarakat sekitar, dan juga kebutuhan peserta didik. Dengan demikian, perencaan program sekolah tidak boleh menyimpang dan harus relevan dengan visi, misi, serta tujuan penyelenggaran pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Perencanaan Program sekolah yang disusun oleh kepala sekolah dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah RKS). a. Konsep Rencana Kerja Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah menyebutkan bahwa beban kerja kepala sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. Sebagai salah satu tugas pokok kepala sekolah adalah melakukan pengelolaan sekolah. Rencana Kerja Sekolah (RKS) merupakan sebuah proses perencanaan atas semua hal dengan baik dan teliti untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan tujuan agar sekolah dapat menyesuaikan dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, sosial budaya masyarakat, potensi sekolah dan kebutuhan peserta didik. RKS (Rencana Kerja Sekolah) disusun sebagai pedoman kerja dalam pengembangan sekolah, dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan sekolah, dan sebagai bahan acuan untuk mengidentifikasi serta mengajukan sumber daya yang diperlukan. Rencana pengembangan sekolah ini dimaksudkan agar dapat dipergunakan sebagai kerangka acuan oleh kepala sekolah dalam mengambil kebijakan, disamping itu sebagai pedoman dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan progam belajar mengajar dan administrasi sekolah yang lain, agar pengelola sekolah tidak menyimpang dari prinsipprinsip manajemen. Keberhasilan perencanaan ini menuntut peran serta aktif dari seluruh warga sekolah dan dukungan dari warga masyarakat. Seluruh komponen sekolah harus mempunyai persepsi yang sama terhadap visi dan misi sehingga seluruh progam yang dijalankan oleh sekolah tidak menyimpang dari visi dan misi tersebut (Dewantoro, 2016). Salah satu aktivitas atau tahapan penting dalam kegiatan manajemen adalah menyusun perencanaan. Perencanaan adalah langkah atau tahapan yang sangat penting dalam manajemen. Menurut Garth N. Jone (2007), perencanaan yaitu pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekati (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Sedangkan menurut Terry (2015), perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah pengambilan keputusan secara rasional dan sistematis untuk menentukan tindakan yang dianggap tepat sebagai upaya mencapai tujuan. Pentingnya fungsi perencanaan dalam pengelolaan sekolah dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan. Setiap sekolah pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK), bahwa sekolah harus membuat, sebagai berikut: 1) 2) Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan. Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM). RKJM adalah rencana kerja yang berisi tujuan, program, kegiatan, dan estimasi sumber daya untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Sedangkan RKT adalah program jangka pendek atau tahunan sebagai jabaran atau operasionalisasi RKJM. RKS disusun dengan tujuan: 1) menjamin agar tujuan sekolah yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; 2) memberikan arah kerja yang jelas tentang pengembangan sekolah; 3) acuan dalam mengidentifikasi dan mengajukan sumberdaya pendidikan yang diperlukan dalam pengembangan sekolah; 4) menjamin keterkaitan dan konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; 5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan 6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkesinambungan. RKS disusun bersama antara kepala sekolah dengan seluruh pemangku kepentingan dan warga sekolah. Adapun RKS berfungsi sebagai: 1) Legitimasi RKS disahkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang menjadi dasar dan legitimasi sekolah untuk menjalankan seluruh progrm dan kegiatan. RKS dapat dikatakan sebagai dokumen perencanaan yang menjadi landasan bagi warga sekolah untuk menjalankan seluruh aktivitas sekolah. 2) Pengarah RKS akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara lebih terkoordinasi dan terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Sekolah yang tidak menyusun RKS sangat mungkin mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumberdaya, dan ketidak berhasilan dalam pencapaian tujuan karena bagian-bagian dari organisasi bekerja secara sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas dan terarah. 3) Minimalisasi ketidakpastian Pada dasarnya segala sesuatu di dunia ini akan mengalami perubahan. Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan seringkali sesuai dengan apa yang kita perkirakan, akan tetapi tidak jarang pula di luar perkiraan kita sehingga menimbulkan ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang coba diminimalkan melalui penyusunan RKS. 4) Minimalisasi pemborosan sumberdaya RKS juga berfungsi untuk meminimalisasikan pemborosan sumberdaya. RKS disusun dengan baik akan memberikan gambaran tentang jumlah sumberdaya yang dilperlukan, bagaimana cara penggunaannya, dan untuk pengunaan apa saja sumberdaya tersebut dimanfaatkan dapat diestimasi sebelum kegiatan dijalankan. Dengan demikian pemborosan yang terkait dengan pengunaan sumberdaya yang dimiliki sekolah akan diminimalkan sehingga tingkat efisiensi menjadi meningkat. 5) Penetapan standar kualitas RKS berfungsi sebagai penetapan kualitas yang harus dicapai oleh sekolah dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen. Dalam proses pengawasan, manajemen sekolah membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan realisasi di lapangan. Selain itu juga membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan kenyataan di lapangan, mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi hingga dapat diambil tindakan yang diangap perlu untuk memperbaiki kinerja sekolah. b. Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Sekolah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 menempatkan penyusun program kerja atau RKS sebagai tahap awal dari seluruh aktivitas manajemen sekolah yang didahului dengan penenetapan visi, misi, dan tujuan sekolah. Peraturan tersebut juga mengamanatkan dilakukannya Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebagai salah satu dasar penyusunan program. Selain peraturan tentang Standar Pengelolaan, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang memuat tentang penyusunan RKS dikaitkan dengan peningkatan dan penjaminan mutu sekolah. Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 menyatakan tugas satuan pendidikan adalah: 1) 2) Membuat perencanaan mutu yang dituangkan dalam RKS. Melaksanakan pemenuhan mutu, baik dalam pengelolaan satuan pendidikan maupun proses pembelajaran. 3) Membentuk tim penjaminan mutu pada satuan pendidikan. 4) Mengelola data mutu satuan pendidikan. Prosedur penyusunan RKS adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan RKS diawali dengan pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Pelaksanaan EDS menggunakan instrumen yang diturunkan dari regulasi tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dari EDS dihasilkan peta mutu sekolah yang menggambarkan kondisi sekolah yang merupakan capaian SNP sekolah. Peta mutu sekolah juga bisa dilihat dari rapor mutu sekolah. Yang perlu dicermati dengan penggunaan rapor mutu sekolah adalah proses pengisian instrumen dan proses entri instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP) di satuan pendidikan. Apabila proses pengisian dilakukan dengan baik, maka rapor mutu dapat menggambarkan kondisi sekolah saat instrumen tersebut diisi dan dientri ke dalam aplikasi PMP. Apabila ada keraguan tentang rapor mutu sekolah maka diperlukan validasi data yang ada di rapor mutu sekolah tersebut. Rapor mutu sekolah dapat diunduh pada alamat http://pmp.dikdasmen.kemdikbud .go.id/raporNG/index.php atau alamat laman sesuai dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional. Peta mutu sekolah merupakan data awal yang menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penyusunan RKS. 2) Dari hasil EDS kemungkinan diperoleh berbagai kekurangan atau masalah pada masing-masing standar. Dari kekurangan atau masalah akan dibuat rekomendasi untuk perbaikan. Mengingat keterbatasan sumberdaya, kumpulan rekomendasi yang jumlahnya cukup banyak kemudian dipilih dengan menggunakan skala prioritas. Kajian rapor mutu atau hasil EDS adalah temuan atau masalah pada Standar Kompentensi Lulusan (SKL) sebagai muara dari seluruh aktivitas sekolah. Kekurangan atau masalah pada SKL harus dianalisis untuk dicari akar masalahnya, dan ada kemungkian berhimpitan dengan masalah pada standar yang lain. Dengan demikian, program kerja dan kegiatan yang disusun dan dimuat dalam RKS adalah hal-hal penting yang mempunyai dampak signifikan terhadap peningkatan mutu sekolah. 3) Dalam rangka penjaminan mutu, selama proses pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan monitoring secara internal oleh satuan pendidkan. Selain itu pada akhir periode dilakukan evaluasi kegiatan dan hasilnya dibuat laporan sebagai salah satu bentuk akuntabilitas manajemen penyelenggaraan sekolah. Hasil evaluasi kegiatan digunakan sebagai peta mutu sekolah berikutnya, dan hasil tersebut digunakan sebagai dasar penentuan standar kinerja, dan selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana kerja berikutnya. Rencana Kerja Tahunan memuat ketentuan yang ada di sekolah dengan jelas mengenai: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) kesiswaan; kurikulum dan kegiatan pembelajaran; pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya; sarana dan prasarana; keuangan dan pembiayaan; budaya dan lingkungan sekolah; peran serta masyarakat dan kemitraan; dan rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan mutu. Dalam mengembangkan Rencana Kerja Sekolah yang digunakan sebagai pedoman pengelolaan sekolah perlu mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah, serta ditnjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pedoman pengelolaan sekolah meliputi: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); kalender pendidikan/akademik; struktur organisasi sekolah; pembagian tugas di antara guru; pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; peraturan akademik; tata tertib sekolah; kode etik sekolah; dan biaya operasional sekolah. Pedoman pengelolaan sekolah perlu dievaluasi dalam skala tahunan untuk pengelolaan KTSP, kalender pendidikan, pembagian tugas antarpendidik, dan pembagian tugas antaratenaga kependidikan. Sementara untuk lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan. c. Menganalisis Target Capaian dan Menelaah Rencana Kerja Sekolah Pengembangan Rencana Kerja Sekolah (RKS) dilakukan setelah sekolah memetakan dan menyusun program prioritas dalam pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) dalam kurun waktu 4 tahun yang dijabarkan dalam program tahunan. Pemenuhan 8 SNP memerlukan strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan. Pada hakikatnya, strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan merupakan cara dan upaya untuk mengubah pengelolaan pendidikan saat ini menuju Sekolah Standar Nasional yang diharapkan masa datang berdasarkan kesenjangan yang ada. Strategi pencapaian yang dimaksud adalah ilmu dan seni untuk memanfaatkan faktor-faktor lingkungan eksternal secara terpadu dengan faktor-faktor lingkungan internal untuk mencapai tujuan lembaga. Kesenjangan digambarkan sebagai berikut. Analisis Lingkungan Kondisi Saat Ini Kondisi Yang Diharapkan RKJM (4 Tahun) RKT (1 Tahun) Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Gambar 1. Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Program Sekolah Kepala sekolah sebagai manajer sekolah mampu menentukan target capaian dan tonggak keberhasilan dalam melaksanakan RKS, baik dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) 4 tahun maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) 1 tahun sehingga pelaksanaan perencanaan program lebih operasional dan terukur pencapaiannya. Secara konkret, kepala sekolah menentukan tujuan atau sasaran 1 tahunan dan 4 tahun ke depan dalam program RKJM dan RKAS, sekaligus merumuskan tonggak keberhasilan dan output yang akan dihasilkan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan strategi pencapaiannya. d. Pengembangan Dokumen Rencana Kerja Sekolah Rencana Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen penting yang digunakan sebagai salah satu pedoman sekolah. Oleh karena itu, RKS harus memuat hal-hal penting yang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap kebutuhan pengembangan sekolah. Sekolah dapat menetapkan standar mutu baru di atas SNP apabila seluruh standar dalam SNP telah terpenuhi. Acuan utama RKS adalah pengembangan sekolah berdasarkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. Sebagaimana diuraikan tersebut, RKS berupa RKJM dan RKT. RKJM yang baik minimal memenuhi komponen sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Analisis lingkungan strategis Analisis kondisi saat Ini dilihat dari keterlaksanaan SNP Analisis pendidikan 4 tahun mendatang Visi dan misi sekolah Tujuan sekolah 4 (empat) tahun mendatang Identifikasi tantangan nyata (kesenjangan kondisi antara kondisi saat ini terhadap kondisi pendidikan 4 tahun mendatang) Program strategis Rencana kerja yang mencakup 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, meliputi program, kegiatan, indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan, kebutuhan pembiayaan, penanggungjawab atau pelaksana. Jadwal kegiatan monitoring dan supervisi. Komponen RKT hampir sama dengan RKJM, hanya sedikit berbeda. RKT tidak mencantumkan komponen 3 (analisis pendidikan 4 tahun mendatang) dan komponen 5 (tujuan sekolah tahun mendatang). Contoh sistematika RKJM sebagai berikut: Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang b. Landasan Hukum c. Tujuan d. Manfaat e. Ruang Lingkup RKJM Bab II Profil Sekolah Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data-data penting sekolah. Contoh sistematika RKT sebagai jabaran dari RKJM sebagai berikut: Bab III Proses Penysusunan RKJM Menguraikan rekomendasi hasil EDS atau hasil analisis lainnya dan proses penetapan skala prioritas. Bab IV Rencana Kerja 4 tahun Menguraikan rencana kerja empat tahun secara komprehensif. Biasanya dibuat dalam bentuk matriks, memuat program, kegiatan, indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan, kebutuhan pembiayaan, penanggungjawab atau pelaksana. Bab V Penutup Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKJM, rencana pengembangan dan rekomendasi. Contoh RKT: Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang b. Landasan Hukum c. Tujuan d. Manfaat e. Ruang Lingkup RKT Bab II Profil Sekolah Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data penting sekolah lainnya. Bab III Rencana Kerja tahun berjalan Menguraikan rencana kerja satu tahun, mencakup seluruh standar dalam SNP. Biasanya dibuat dalam bentuk matriks, berisi program, kegiatan, indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan, kebutuhan pembiayaan, penanggung jawab atau pelaksana. Bab IV Penutup Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKT, rencana pengembangan dan rekomendasi. 2. Pengelolaan SNP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dalam konteks pendidikan nasional diperlukan standar yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Langkah-langkah strategis dapat dicapai melalui berbagai kegiatan di dalam proses pendidikan. Apabila tidak ada patokan yang dijadikan pedoman sudah barang tentu akan terjadi kekacauan dalam pendidikan karena tidak mempunyai arah. Fungsi Standar Nasional pendidikan adalah a) mengukur kualitas pendidikan, b) pemetaan masalah pendidikan, c) penyusunan strategi dan rencana pengembangan sesudah diperoleh data dari evaluasi belajar secara nasional seperti ujian nasional. Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Artinya, standar pendidikan merupakan fondasi dalam membangun pendidikan Indonesia untuk mencapai mutu pendidikan Indonesia. Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola pendidikan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Pasal 4 dalam PP tersebut menyatakan, bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan (8 SNP) meliputi: 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar Kompetensi Lulusan; 4) Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 5) Standar Sarana dan Prasarana; 6) Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; dan 8) Standar Penilaian (Kemendikbud, 2012: 12). Dengan adanya standar nasional tersebut maka arah peningkatan mutu pendidikan Indonesia menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah mencapai atau melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan akan tercapai. a. Pengertian Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendiidkan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan, serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan, maka semua fungsi manajemen pendidikan dijalankan semaksimal mungkin agar dapat memberikan layanan yang sesuai atau melebihi Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan BSNP. Namun pada kenyatannya, tidak semua satuan pendidikan di semua jenjang dan pihak-pihak pengambil keputusan, dapat memahami dan memiliki komitmen dalam memenuhi SNP tersebut. Berikut adalah gambar keterkaitan antar-Standar Nasional Pendidikan Gambar 2. Kaitan antar-Standar Nasional Pendidikan (SNP) b. Pengelolaan Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. SKL terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara SKL dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang. Pemenuhan kompetensi lulusan pada peserta didik terutama dalam kompetensi sikap/karakter dan keterampilan memerlukan inovasi. Contoh inovasi pengembangan sikap,karakter dan keterampilan antara lain. 1) Pengembangan Sikap dan Karakter Peduli Lingkungan 2) Beberapa inovasi kegiatan kepedulian lingkungan yang dapat diterapkan di satuan pendidikan misalnya, kerja bakti, penanaman pohon, dan pemilahan sampah. Kepala satuan pendidikan dan pendidik harus terlibat dalam kegiatan peduli lingkungan, agar menjadi teladan pada peserta didik. 3) Pengembangan Sikap dan Karakter Kepemimpinan 4) Kegiatan inovasi pengembangan sikap karakter kepemimpinan dapat dilakukan dalam kegiatan seharihari di satuan pendidikan misalnya, upacara setiap hari Senin, setiap kelas terdapat ketua kelas, baris sebelum masuk kelas. 5) Pengembangan Sikap dan Karakter Sopan Santun 6) Penanaman sikap dan karakter sopan santun dapat dilakukan dengan inovasi pembiasaan di satuan pendidikan, misalnya, wajib salim kepada pendidik saat masuk kelas dan bertegur sapa saat bertemu teman atau pendidik. Pemenuhan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dilakukan melalui proses pembelajaran baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. c. Pengelolaan Standar Isi Standar Isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi terdiri dari Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang. Secara umum, Standar Isi mencakup sasaran (goal) yang mencakup segala sesuatu yang terdiri dari berbagai aspek yang akan dicapai dan menjadi pengalaman belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan Urdan dalam Ku dan Soulier (2009: 651) bahwa “goals are generally defined as performance objectives, or what learners want to achieve”. Artinya, tujuan digambarkan secara umum sebagai sasaran hasil atau hal yang ingin dicapai siswa. Selain sasaran, Kriedl (2010: 227) menambahkan bahwa “curriculum purposes typically include the goals, aims, and objectives an educational program”. Artinya tujuan kurikulum pada dasarnya terdiri dari sasaran, tujuan dan program pendidikan yang objektif. Sasaran pada kurikulum 2013 dituangkan dalam SKL, tujuan dituangkan dalam Standar Isi yang merupakan turunan dari SKL terdiri KI dan KD, dan program pendidikan yang objektif dituangkan dalam Standar Proses dan Standar Penilaian. d. Pengelolaan Standar Proses Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar ini berkaitan dengan kriteria minimal mengenai perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengawasan pembelajaran pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk mencapai kompetensi lulusan. Pelaksanaan dan pencapaian standar proses diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, partisipatif dengan berdasarkan pada standar kompetensi lulusan. Sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum nasional menerapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) untuk memperkuat pendekatan ilmiah dan tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran). Proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah merupakan pembelajaran yang memadukan antara komponen pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik. Semua kegiatan pembelajaran melibatkan peserta didik secara aktif sehingga tidak ada pembelajaran yang membosankan yang hanya terfokus pada pendidik. Peserta didik diberi kebebasan dalam mengkonstruksikan pemikiran, pengembangan konsep dan temuan. Peserta didik dibiasakan mengatur dirinya untuk mendapatkan fakta-fakta yang terjadi. Pendidik hanya sebagai fasilitator, waktu belajar didominasi oleh peserta didik, pendidik mendorong peserta didik untuk aktif, bertanggung jawab dalam proses-proses penemuan pembelajaran mereka sendiri. e. Pengelolaan Standar Penilaian Standar penilaian ini berkaitan dengan segala macam mekanisme, prosedur, instrumen penilaian untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, penilaian pendidikan terdiri dari: penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (sekolah), dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian pembelanjaran dilakukan terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Contoh evaluasi terhadap proses dan hasil pembelajaran dilakukan dengan cara: 1) Proses Pembelajaran • Evaluasi terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dilakukan oleh pendidik, contohnya apakah: 1) muatan lokal/nasional/global telah terintegrasi ke dalam tema/mata pelajaran yang akan dibahas dan telah tertuang dalam RPP; 2) pendidik menuliskan model pembelajaran yang digunakan. • Evaluasi terhadap proses pembelajaran oleh pendidik, yaitu: 1) bagaimana pendidik menjalankan proses pembelajaran yang mengintegrasikan muatan lokal/nasional/global dalam setiap kegiatan pembelajaran; 2) apakah pendidik dapat menjalankan fungsinya sebagai fasilitator; 3) bagaimana suasana belajar yang dijalankan, antusiasme dan aktivitas peserta didik; 4) apakah pendekatan saintifik berjalan dengan baik. 2) Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan mengukur sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik setelah proses pembelajaran selesai dilakukan. f. Pengelolaan Standar Pembiayaan Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan perlu diatur berdasarkan standar tertentu. Standar Pembiayaan merupakan aturan yang merinci komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku dalam kurun satu tahun. Standar biaya tersebut terbagi menjadi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. g. Pengelolaan Standar Pengelolaan Standar terakhir yang diatur dalam peraturan pemerintah adalah berkaitan dengan pengelolaan. Standar pengelolaan tersebut mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan secara efektif dan efesien, pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi hingga pengelolaan tingkat nasional. 3. Pengawasan dan Evaluasi Menurut PP No. 19 tahun 2017, menyebutkan bahwa beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manejerial, pengembangan kewirausahaan dan supervisi kepada Guru dan Tenaga Kependidikan. Salah satu bagian dari fungsi manajerial adalah kontrol atau pengendalian. Fungsi ini sering disebut Pengawasan dan Evaluasi (Monev). Monev terhadap program kegiatan sekolah sangat penting bagi kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta upaya peningkatan kualitas kinerja sekolah. Tanpa Monev, program kegiatan sekolah yang telah direncanakan dengan baik akan berjalan tidak terarah, sehingga prosesnya bisa melenceng dan tujuannya tidak tercapai. Agar bisa melaksanakan Monev dengan baik, kepala sekolah harus memahami konsep, tahapan, dan fungsi dari setiap tahapan Monev a. Konsep Monitoring dan Evaluasi Pengertian Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah dua kata yang memiliki aspek kegiatan yang berbeda, yaitu kata Monitoring dan Evaluasi. Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang telah dibuat berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaimana para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap hasil perencanaan yang sedang dilaksanakan menjadi alat pengendalian yang baik terhadap seluruh proses implementasi. “Monitoring lebih menekankan pada pemantauan terhadap proses pelaksanaan” (Departemen Pendidikan Nasional: 2001). Evaluasi merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat?” (William N Dunn: 2000). Tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia data dasar untuk melakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi. Oleh karena itu, Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiring. b. Tujuan Monitoring Monitoring Evaluasi bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan, Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk : 1) 2) 3) 4) mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan; memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program; mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan; memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan; 5) mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan hambatan selama kegiatan; 6) 7) memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program; memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai c. Tujuan Evaluasi Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi terhadap suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1994), adalah sebagai berikut 1) Untuk menilai keefektifan program Melalui evaluasi akan diperoleh informasi apakah tujuan program telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. 2) Untuk menunjukkan atau melihat dampak Melalui evaluasi akan bisa kita lihat apakah program kegiatan berdampak pada kualitas sekolah. 3) Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas Melalui laporan evaluasi, pemangku kepentingan mendapatkan gambaran jelas bahwa sumber daya telah dimanfaatkan dengan tepat dan sesuai peruntukannya. 4) Untuk medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan Apakah pelaksanaan program sekolah yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau perlu adanya inovasi dan revisi dalam pelaksanaan program sekolah tahun berikutnya. d. Manfaat Monitoring Evaluasi Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program menurut Mulyono (2017) adalah sebagai berikut: Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program adalah sebagai berikut: 1) Monev sebagai alat untuk mendukung perencanaan. Penerapan sistem Monev yang disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator akan memperjelas tujuan serta arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut. Pemilihan indikator program yang melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak saja berguna untuk mendapatkan indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong pemilik proyek dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mendukung suksesnya program. 2) Monev sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program. Adanya sistem Monev yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program mengetahui kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara potensial dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat bagi pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam mengatasi masalah. 3) Monev sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi. Monev tidak hanya memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut. Informasi pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan akuntabilitas program. e. Prinsip Monitoring dan Evaluasi Sebagaimana prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya, pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip berikut : 1) Terencana Pelaksanaan monitoring matang dan terjadwal. 2) dan evaluasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang Objektif: Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus mengungkap fakta sesuai dengan kenyataan yang ada, dan didasarkan pada standar/kriteria/pedoman/juknis/juklak yang ada. 3) Dapat dipertanggungjawabkan: Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur dan metode yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan 4) Berkesinambungan: Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap, terus-menerus dan berkelanjutan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan 5) Transparan Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terbuka dapat di akses oleh berbagai pihak 6) Efektif dan 7) Fungsional dan hasilnya efisien dalam penggunaan dana, waktu, dan tenaga Hasil Monitoring dan Evaluasi program sekolah dikatakan fungsional apabila dapat digunakan untuk memperbaiki program sekolah yang ada pada saat itu. Dengan demikian Monitoring dan Evaluasi program sekolah benar benar memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan langsung adalah untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsung adalah untuk penelitian atau keperluan lainnya. f. Penyusunan Program, Instrumen, dan Sistem Pelaksanaan Monitoring Evaluasi Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program Monitoring dan Evaluasi adalah: 1) Program dikembangkan dari aspek-aspek Monitoring dan Evaluasi yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). 2) Menggunakan format program yang sudah diberikan. 3) Kegiatan Monev biasanya dilakukan dalam 3 tahapan, yakni : Tahap 1 Persiapan, meliputi kegiatan : a) b) c) d) e) Menetapkan tujuan kegiatan Monev. Membagi tugas dan tanggung jawab tim Monev, serta sumber daya yang tersedia. Mengidentifikasi dan mengembangkan instrumen/alat Monev yang dibutuhkan. Berlatih menggunakan instrumen/alat Monev. Menyusun rencana kegiatan Monev Tahap 2 Pelaksanaan Monev, meliputi kegiatan : a) b) c) d) e) f) g) Mengorganisasikan penggunaan intrumen/alat Monev . Mengumpulkan dan mendapatkan data. Berkoordinasi dan bekerjasama antaranggota tim Monev. Memonitor perkembangan kegiatan. Memodifikasi/melakukan penyesuaian Monev jika perlu. Mengidentifikasi isu/masalah yang penting, peluang, dan hasil. Mengadakan pertemuan tim Monev untuk mengevaluasi hasil Monev. Tahap 3 Pelaporan, meliputi kegiatan : a) b) Berbagi hasil Monev dengan warga sekolah terkait untuk mendapatkan masukan/umpan balik lebih lanjut dari mereka. Mendiskusikan berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan warga sekolah untuk menindaklanjuti masukan/rekomendasi. g. Instrumen Monitoring dan Evaluasi Instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data Monev adalah angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi. 1) Angket Ada dua jenis angket, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup berisi sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki jawaban pendek, dengan alternatif jawaban 2 atau lebih. Alternatif berupa jawaban dalam bentuk YA atau TIDAK; a, b, c, d, e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif jawaban menunjukan skala nominal sehingga angka-angka pada alternatif jawaban merupakan kode. Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, karena menghendaki jawaban bebas dengan menggunakan kalimat atau kata-kata responden sendiri. Jawaban responden sangat bervariasi karena tidak ada aturan atau rambu-rambu dalam butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan dan pengalaman responden, dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada angket tertutup. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket : a) b) c) d) e) Isi atau materi pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan ataupun pengetahuan responden. Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus menggunakan kata dan kalimat yang mudah difahami responden. Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak. Kemasan instrumen menarik. Tata letak pertanyaan/pernyataan. Pemberian skor pada alternatif jawaban dapat digunakan model pisah (model semantik), skala tipe Likert atau Thurstone. a) Skala Likert Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, karena dipandang lebih sederhana dan relatif lebih mudah membuatnya. Rentangan skala dapat bervariasi antara 4 sampai dengan 7, dapat ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala mulai dari sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), diwujudkan dalam bentuk angka yang menyatakan urutan (order) dari atas ke bawah. Sehingga besar kecilnya akan menunjukan intensitas butir. b) Skala Semantic Defferential Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, dapat dipergunakan untuk mengumpulkan informasi tentang sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif jawaban pada setiap butir pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif jawaban pada setiap butirnya diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang ditanyakan. Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala, yang menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic Defferential dibanding dengan skala Likert adalah lebih adaptif terhadap responden dan mengurangi kejenuhan dari responden. Pengumpulan data dengan angket ini memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya dapat menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah banyak. Kelemahannya hanya dapat menanyakan permasalahan yang umum saja dan tidak dapat secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab tidak sesuai dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-aturan yang berlaku di masyarakat, misalnya jika ditanyakan tentang pelaksanaan kegiatan agama, perilaku seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab yang baik-baik saja. Hal inilah yang dinamai dengan social desirability bias. 2) Observasi Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh dapat berupa karakteristik benda, proses interaksi benda, atau perilaku manusia baik interaksinya dengan benda/alat maupun interaksinya dengan manusia lain. Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer: a) Melakukan pengamatan secara terencana dan sistematis; b) Mengetahui skenario aktivitas yang akan diamati; c) Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan d) Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam. Dalam pengamatan, diperlukan alat untuk mencatan atau merekam peristiwa penting yang terjadi. Alat bantu yang dipakai dalam observasi antara lain: alat perekam, checklist, skala penilaian, dan kartu skor. Kelebihan dari metode ini adalah pelaksana Monev dapat mengamati secara langsung realitas yang terjadi, sehingga dapat memperoleh informasi yang mendalam. Namun metode ini kurang dapat mengamati suatu fenomena yang lingkupnya lebih luas, terkait dengan keterbatasan pengamat. 3) Wawancara Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan mengadakan tanya jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam wawancara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) Membuat panduan wawancara agar pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jika berimprovisasi tidak melenceng terlalu jauh. b) Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, disesuaikan dengan kesempatan yang dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara disesuaikan dengan keadaan responden. c) Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban. 4) Dokumentasi Dalam kegiatan Monev, kadang-kadang pelaksana tidak perlu melakukan pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari responden. Untuk suatu tujuan Monev tertentu, pelaksana Monev bisa menggunakan data sekunder. Data sekunder ini merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan oleh pelaksana Monev lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain. Cara mengumpulkan data semacam ini merupakan cara pengumpulan data dengan dokumentasi. Kelebihan metode ini dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukan. Kekurangannya pelaksana Monev hanya dapat memperoleh data yang telah ada dan terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk dapat memperoleh datanya terhambat oleh sistem birokrasi h. Sistem Pelaksanaan Monev Monev lebih dari sekadar membuat instrumen, mengambil data dan melaporkannya, tetapi menyangkut sebuah sistem yang bekerja menurut tatanan tertentu yang disepakati. Ada beberapa macam model sistem pelaksanaan yang dapat diterapkan. Salah satu model yang sering digunakan dapat dilihat pada diagram berikut. Program kegiatan sekolah Perbaikan Pelaksanaan Program Penyusunan program dan instrumen Monev Sosialisasi Pengumpulan Data/Fakta Pengambilan keputusan Presentasi Hasil Olah Data Analisis Data Gambar 3. Diagram Sistem Pelaksanaan Monev i. Pelaporan Kegiatan dan Tindak Lanjut Monev 1) Pelaporan Kegiatan Monev Pada tahap ini kepala sekolah menyusun laporan tertulis yang berisi data dan informasi tentang hasil Monev sebagai dokumen yang akan digunakan untuk memperbaiki kinerja sekolah di masa yang akan datang. Laporan disusun dengan format yang telah ditetapkan. Laporan Monev menggambarkan secara ringkas tapi komprehensif bagaimana program kegiatan sekolah/madrasah telah dilaksanakan. Format laporan Monev selalu berkembang. Perkembangan itu bertujuan untuk menentukan bagian mana yang harus dilaporkan dan bagaimana pelaporannya. Laporan yang disusun memuat proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Monev. Di samping itu, laporan berisi temuan-temuan, simpulan dan rekomendasi. Rekomendasi hasil Monev disusun berdasarkan hasil analisis dan temuan-temuan. Substansi rekomendasi difokuskan pada upaya perbaikan dan pemecahan masalah yang ditemukan dalam Monitoring dan Evaluasi. Formulasi rekomendasi seyogyanya disusun dalam bentuk program tindak lanjut. Laporan Monev dibuat secara bersama-sama oleh petugas/pelaksana (satuan kerja) Monev. Laporan dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut. Bab I. Pendahuluan 1. Latar Belakang 2. Dasar Hukum 3. Tujuan 4. Manfaat Bab II. Pelaksanaan Monev 1. Sasaran Monev 2. Dasar Penugasan 3. Petugas 4. Alur Kegiatan dan Jadwal 5. Responden Bab III. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Monev 2. Pembahasan Bab IV. Simpulan dan Rekomendasi 1. Simpulan 2. Rekomendasi LAMPIRAN 1. Surat Tugas 2. Instrumen 3. Sampel Bukti Fisik 4. Dokumentasi/Foto Kegiatan (jika ada) 2) Tindak Lanjut Monev Kegiatan Monev tidak akan bermakna jika berhenti pada tahap pelaporan hasilnya saja. Agar terjadi perbaikan terhadap pelaksanaan program yang sama pada waktu yang akan datang, hasil Monitoring dan Evaluasi terhadap program/kegiatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan kegiatan koreksi atau perbaikan, baik pada sisi programnya maupun pelaksanaannya. Dengan cara demikian, program/ kegiatan sekolah akan selalu mengalami perbaikan sehingga kualitas program dan pelaksanaannya akan selalu meningkat. Contoh format tindak lanjut: No Rekomendasi Program Sasaran Tujuan Waktu Sumber Daya 4. Kepemimpinan Sekolah a. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran 1) Konsep Kepemimpinan Pembelajaran Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa efektivitas kepala sekolah dinilai angka keditnya dalam kompetensi: (1) Kepribadian dan sosial; (2) Kepemimpinan pembelajaran; (3) Pengembangan sekolah dan madrasah; (4) Manajemen sumber daya; (5) Kewirausahaan sekolah/madrasah; dan (6) Supervisi pembelajaran. Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung jawabnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton & Schneider, 1991). Beberapa pendapat berikut menunjukkan bahwa sekolah yang efektif merupakan hasil dari tindakan kepala sekolah yang efektif. Hasil penelitian menunjukkan keefektifan sekolah membuktikan bahwa sekolah efektif (effective schools) mempersyaratkan kepemimpinan pembelajaran yang tangguh (strong instructional leadership) dari kepala sekolahnya, di samping karakteristik-karakteristik lainnya, seperti harapan yang tinggi dari prestasi siswa, iklim sekolah yang positif bagi kegiatan belajar mengajar, dan monitoring kemajuan belajar mengajar yang berkelanjutan (Davis & Tomas, 1989, Smith & Andrew, 1989). Dari hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa munculnya sekolah berprestasi, yang juga sering disebut sebagai sekolah yang berhasil (successful schools), atau sekolah unggul, tidak dapat dipisahkan dari peran yang dimainkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004) kepemimpinan pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan (kepala sekolah) dengan maksud mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru, serta pada akhirya mampu menciptakan kondisi belajar siswa meningkat. Secara implisit definisi ini mengandung maksud bahwa kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang mengarah pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses pembelajaran yang optimal. Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh, karena hanya memfokuskan pada guru. Ahli lain, Petterson (1993), mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut: a) Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug dengan warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah tersebut hidup subur dalam implementasinya; b) Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah (manajemen partisipatif); c) Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran d) Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar untuk memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam sekolah e) Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dia dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut. Mc Ewan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang lebih operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap dengan indikatornya seperti berikut ini. a) Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas (1) Melibatkan guru-guru dalam mengembangkan dan menerapkan tujuan dan sasaran pembelajaran sekolah. (2) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/sistem pendidikan dalam mengembangkan program pembelajaran. (3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran. (4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran b) Menjadi narasumber bagi staf (1) Bekerja sama dengan guru untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa (2) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil penelitian dan praktik yang baik (3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program pembelajaran c) Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran (1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya semua siswa boleh belajar (2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut) bagi siswa-siswa yang membutuhkannya (3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim pembelajaran baik dan tertib dalam kelas (4) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara bahwa mereka bisa sukses (5) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa (pekerjaan rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil belajar, kenaikan/tinggal) d) Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf (1) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staf tentang tujuan dan sasaran lembaga (sekolah) (2) Menetapkan, mendukung, dan melaksanakan aktivitas mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar yang (3) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah ditetapkan e) Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi. (1) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas (2) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan pantau apakah keinginannya itu terwujud (3) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal atau formal (4) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas (5) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi terutama yang menyangkut perbaikan pembelajaran. (6) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggung jawab, mengarahkan,dan memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi dan profesi sesuai dengan kebutuhan individu f) Mengembangkan kemampuan profesional guru (1) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan) guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran. (2) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi, membuat keputusan bersama, coaching, mentoring, pengembangan kurikulum, dan presentasi (3) Memberi motivasi dan sumber daya pada guru untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan profesional g) Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua. (1) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai aspek kehidupan sekolah mereka (2) Berkomunikasi dengan dengan semua staf dilakukan secara terbuka dengan menghormati perbedaan pendapat yang ada (3) Menunjukkan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan staf dan libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya (4) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua pihak (5) Selalu menjaga moral yang baik (6) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan orang tua (7) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar, keingintahuan, kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, Kepemimpinan pembelajaran memfokuskan/menekankan pada pembelajaran dengan komponen-komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian, pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah. Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) mendorong dan mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school). Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga sekolah seoptimal mungkin; memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan berulang-ulang; mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya; memberi kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya; mendorong warga sekolah untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya; mendorong teamwork yang (kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan utama yaitu siswa); mengajak warga sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada layanan siswa; mengajak warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan, mengajak warga sekolah untuk berpikir sistem; mengajak warga sekolah untuk komitmen terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan terbangun iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antarstaf, perumusan tuntutan akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan sekolah. 2) Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran Pertanyaan pembukanya adalah apa peran kepala sekolah dalam kepemimpinan pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan Tabel 1 berikut ini Tabel 1. Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer dan Pemimpin Karakteristik kepemimpinan pembelajaran menurut Hellinger dan Murphy (1985), serta menurut Weber (1996) sebagaimana yang dikutip Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (2011: 13-14) antara lain: a) b) c) d) e) Mengembangkan misi dan tujuan Mengelola program pembelajaran Mendorong iklim pembelajaran akademis Mengembangkan fungsi produksi pendidikan Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif. Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu berkreasi, memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim. Kepemimpinan pembelajaran harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke kepemimpinan dengan pendekatan tim. Kepemimpinan ini mengutamakan keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan peran tim, serta pengembangan tim. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah dalam Mengelola Implementasi Kurikulum 2013: Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran adalah mengembangkan sekolah dengan berbasis data, menyelaraskan hubungan kerja, meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, dan meningkatkan motivasi warga sekolah. Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan data. Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan menyelaraskan hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah. Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa seorang pemimpin memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak. Keyakinan, ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang harus dilakukan dalam lingkungan sekolah. Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan mantan pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai manajerpemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan. Ferguson dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah memenangkan lebih banyak trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah sepak bola Inggris. Dia telah menangani Manchester United sejak tanggal 6 November 1986 hingga 2013. Apabila ditarik dalam konteks pendidikan di sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh Alex Ferguson antara lain: a) Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan sebaliknya b) Semua pemimpin adalah guru c) Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda d) Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru, orang tua dan staff untuk berbagi tujuan. e) Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya diri untuk menyelaminya sendiri. b. Kepala Sekolah sebagai Agen Perubahan 1) Konsep Kepemimpinan Perubahan Dunia selalu berubah. Bila perubahan itu ke arah kebaikan, kita perlu menyambut perubahan dengan suka cita. Kalau tidak mau berubah, kita bisa ditinggalkan. Beruntunglah kita kalau hari ini lebih baik dari kemarin. Kita akan celaka kalau hari ini lebih buruk dari kemarin. Kita akan rugi kalau hari ini sama saja dengan kemarin. Sejarah mencatat, adanya sebuah perusahaan raksasa di bidang telekomunikasi yang akhirnya bangkrut karena terlambat atau tidak mau melakukan perubahan. Sebaliknya, perusahaan dan lembaga yang dulu kita kenal kecil, sekarang menjadi besar karena selalu melakukan perubahan di semua bidang. Pesatnya kemajuan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, di segala bidang dan sendi kehidupan, berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional, termasuk organisasi yang harus juga mengalami perubahan. Perubahan organisasi di sekolah misalnya perubahan dalam hal teknologi, struktur organisasi, kebijakan, sumber daya manusia, dan fisik membutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta budaya baru. Kepemimpinan perubahan adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah perubahan dalam organisasi, sehingga membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan yang dibuatnya agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi. Demikian juga, kepemimpinan kepala sekolah menghadapi perubahan fase demi fase. Perubahan sistem kepemimpinan di sekolah juga seharusnya dapat menjadikan mutu sekolah dalam melayani pendidikan masyarakat lebih baik dari waktu ke waktu. Kepemimpinan perubahan, secara umum dalam bidang organisasi adalah tindakan beralihnya suatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi: 2005:2). “Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih dari yang orang lain lihat, yang melihat lebih jauh daripada yang orang lain lihat dan yang melihat sebelum orang lain melihat.” (Leroy Eimes, penulis dan pakar kepemimpinan). Tidak semua warga sekolah dan stakeholder sadar tentang kondisi yang sekarang. Tidak semuanya tahu dan mampu mencapai kondisi yang diinginkan. Ada yang memandang begitu muram terhadap kondisi pendidikan dan sekolah sekarang ini sehingga kondisi buruk itu dibiarkan saja dan bahkan dihindari (fixed mindset). Tapi ada juga yang memandang kondisi buruk itu sebagai sebuah tantangan yang harus hadapi dan diatasi (growth minset). Dan saudara di pihak yang mana? Sebagai contoh, banyak siswa mengeluh karena sekolah mereka tidak nyaman. Guruguru terus mengawasi mereka. Belajar di sekolah membuat mereka frustrasi, terpinggirkan, dan tidak menginspirasi. Guru mengeluh ketidaksetaraan kualitas dan fasilitas antara sekolah terpencil dan perkotaan sehingga membuat mereka malas mengajar dan menjadikan alasan bagi mereka untuk mengajar dengan apa adanya. Sekolah mengeluh karena kekurangan guru sehingga harus bekerja keras mengupayakan adanya guru honorer. Orang tua siswa mengeluh kerepotan dengan sistem online dan merugikan mereka. Kepala sekolah mengeluh karena dana BOS telat cair sehingga harus bekerja keras mengendalikan keterlaksanaan dan ketercapaian program kerja mereka. Kepala daerah pun mengeluh karena banyak guru yang tidak kompeten berambisi jadi kepala sekolah sehingga jabatan kepala sekolah akan diberikan ke pejabat lain. Ada juga yang melihat kondisi saat ini justru sebagai tantangan untuk berbuat lebih baik, lebih banyak. Mereka memandangnya sebagai ladang untuk beramal baik. Semua kondisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kepemimpinan perubahan. Kepemimpinan perubahan, secara khusus dalam bidang pendidikan, bisa dimaknai sebagai upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi baru agar hubungan antara guru dan siswa berkembang (Ken Robinson: 2015: 72). Agar kondisi baru di atas tercipta, fokus kepemimpinan perubahan harus mengacu pada efektivitas kinerja kepala sekolah lalu bagaimanakah kita bisa menjadi kepala sekolah yang efektif? Untuk memahami hal ini, perhatikan ilustrasi di bawah ini! “Pak Bagus baru saja dipindah di sebuah sekolah. Saat melakukan supervisi, dia menemukan beberapa kenyataan yang kurang efektif sebagai berikut: a) Pembelajaran di sekolah itu tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai dengan nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah. b) Cara mengajar guru tidak kreatif dan inovatif. Semangat belajar siswa rendah. Banyak guru dan siswa yang datang terlambat ke sekolah. Disiplin siswa rendah. c) Llingkungan sekolah gersang, catnya buram, dan kotor. d) Semangat guru untuk mengembangkan sekolah itu rendah. Tidak ada kerja sama di antara mereka. Semua urusan dipegang dan ditentukan oleh salah satu wakil kepala sekolah. e) Tidak ada kewirausahaan di sekolah itu. f) Belum pernah dilakukan supervisi berkelanjutan dan secara utuh sebelum ini. g) Banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran padahal di setiap kelas tersedia LCD Projector dan fasilitas wifi. Melalui kepemimpinan dan perubahan yang dilakukan Pak Bagus, sekolah ini menjadi sekolah yang memperoleh Adiwiyata pertama di Kabupaten. Sekolah ini memperoleh predikat Adiwiyata selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi Adiwiyata Lestari. Lingkungan dan lembaga lain memperoleh manfaat dari sekolah yang dipimpin Pak Bagus. Pak Bagus sering mendapat penghargaan di tingkat nasional dan beberapa kali diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan. Prestasi demi prestasi terus diraih siswa, guru, dan sekolah ini. Sekolah ini banyak dikunjungi oleh sekolah dan lembaga lain, dari seluruh Indonesia, bahkan beberapa negara lain juga berkunjung untuk studi banding ke sekolah ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Kita pasti yakin bahwa kondisi di sekolah itu harus dan pasti bisa diubah. Perubahan ini harus dipimpin oleh kepala sekolah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa kehadiran dan kepemimpinan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat besar dan berarti bagi kemajuan sekolah. Alam mengajarkan kita, bahwa kalau memilih ikan itu segar atau tidak, maka periksalah kepalanya. Ikan segar dapat kita ketahui dari kondisi kepalanya yang segar, dan demikian juga sebaliknya. Lalu, bagaimana perubahan di sekolah itu dilakukan? Berikut ini akan dibahas satu demi satu peran kepala sekolah sebagai agen perubahan di sekolah sesuai dengan kompetensi kepala sekolah. 2) Peran Kepala Sekolah dalam (Mempermanusiakan/Humanizer) Perubahan Kepribadian dan Sosial “Mulailah dari diri sendiri”, begitu kata orang bijak. Untuk melakukan perubahan sebuah lembaga, mulai dari perubahan diri sendiri. Sebelum melakukan perubahan di sekolahnya, seorang kepala sekolah harus mau memulai perubahan dari diri sendiri dan sosialnya. Untuk memahami hal ini, kita bisa belajar dari kasus di atas. Untuk mengubah kondisi sekolahnya, Pak Bagus segera bekerja sama dengan komite, orang tua, guru, siswa dan ahli pendidikan. Hal ini dimulai dari diri sendiri. Pak Bagus berada di sekolah 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Beliau adalah orang pertama yang datang di sekolah. Pak Bagus menyambut siapa saja yang datang, baik guru maupun siswa, di gerbang sekolah. Beliau juga pulang paling akhir. Setiap program yang dia canangkan, dia terlebih dulu melaksanakannya. Pak Bagus tidak segan-segan untuk mengunjungi tokoh masyarakat, kepala desa, rumah guru, komite, dan mengajak berbicara dengan siswa untuk mengetahui ide, keinginan, dan masalah yang selama ini mereka hadapi. 3) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pembelajaran (Katalis Budaya/Cultural Catalist) Jantung sekolah ada pada pembelajaran. Bila pembelajaran berhenti, berhenti pula hakikat sekolah. Pembelajaran yang dilakukan asal-asalan akan meluluskan siswa yang biasa-biasa saja. Dari studi kasus di atas, kita dapat mengetahui bahwa pembelajaran di sekolah Pak Bagus tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai oleh nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah. Pak Bagus mencoba mengundang ahli pembelajaran. Pertama, dilakukan workshop tentang cara mengajar guru kreatif dan inovatif. Di luar dugaan, tanggapan guru cukup baik. Mereka menjadi bersemangat dalam mengajar. Guru yang dahulu mengajar dengan berceramah saja, mulai mencoba metode mengajar yang baru. Tentu saja ini harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dikembangkan. Berikutnya, dilakukan workshop tentang pendalaman materi. Guru-guru diajak kembali mendalami materi sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Hal ini menjadi pembelajaran semakin sesuai dengan tuntutan kurikulum. Semangat guru untuk mencari ilmu menjadi meningkat. Berikutnya, Pak Bagus meminta ketuntasan belajar dan menambah jam pengayaan. Tentu saja, Pak Bagus juga memikirkan apresiasi bagi guru yang memberi jam pengayaan dengan bekerja sama dengan komite sekolah. Dalam waktu singkat, ternyata nilai rata-rata ujian nasional sekolah itu naik signifikan. Pengembangan kurikulum di sekolah itu menjadi salah satu fokus bagi kepemimpinan perubahan. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. KTSP dikembangkan oleh sekolah dengan melibatkan komite sekolah, dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pengembangan RPP dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun selalu diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan kurikulum sekolah dilakukan melalui kepemimpinan perubahan dengan pendekatan dan metode baru. 4) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pengembangan Sekolah (Pembangun Komunitas/Community Builder) “Jika Anda sengaja membiarkan diri Anda menjadi kurang dari apa yang sebenarnya mampu Anda capai, Anda akan tidak bahagia seumur hidup” (Abraham H. Maslow). Tidak hanya diri sendiri yang dikembangkan, secara kelembagaan, sekolah juga harus dikembangkan. Banyak sekolah yang berdiri lama, tetapi minim prestasi. Itulah sebabnya, harus dilakukan perubahan secara kelembagaan. Kepala sekolah hendaknya memimpin warga sekolah dan komite untuk merumuskan visi dan misi sekolah. Mereka tidak hanya merumuskan, tetapi bagaimana menyiapkan langkah dan kegiatan nyata untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kebetulan, sekolah tempat Pak Bagus bertugas adalah sekolah yang letaknya di desa. Siswa yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang nilai ujian nasionalnya rendah. Sementara mereka yang nilai ujian nasionalnya tinggi memilih di sekolah lain. Ditambah dengan suasana sekolah yang tidak menyenangkan dan kinerja guru seperti yang diceritakan di atas. Salah satu kelebihan sekolah itu adalah tanahnya masih agak luas. Melihat peluang ini, Pak Bagus bersama warga sekolah mencoba untuk mencanangkan green and clean school. Gerakan ini dimulai dari membuat taman sekolah. Selain untuk keindahan sekolah, taman ini dibuat untuk belajar di luar kelas. Ternyata tempat ini menjadi titik penting dalam pengembangan sekolah. Warna kelas dicat dengan warna yang indah dan berbeda dengan sebelumnya. Kamar kecil dibuat kering, bersih dan wangi. Sejak saat itu mulai ada kesadaran pada warga sekolah akan keindahan dan kebersihan. Target ini ditingkatkan lagi untuk menjadi sekolah Adiwiyata. Dengan menggandeng Dinas Lingkungan Hidup, mulai terbuka wawasan tentang pentingnya pelestarian alam melalui pendidikan. Semua pembelajaran diarahkan untuk pencapaian Adiwiyata. Tidak semua warga sekolah setuju pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan yang diciptakan, yang tadinya tidak setuju secara perlahan berubah menjadi pelaku perubahan. Taman-taman dan koleksi tumbuhan mulai diperluas. Semua sudut sekolah menjadi indah. Disediakan tempat mencuci tangan di muka kelas. ada juga kolam ikan. Tidak hanya pembangunan fisik dan pembelajaran, tetapi di sekolah ini juga dilakukan pembiasaan, melalui program Gerakan Jumat Bersih. Usaha ini tidak sia-sia. Sekolah ini menjadi sekolah pertama yang mendapatkan Adiwiyata di kabupaten. Tahun berikutnya, tidak hanya mempertahankan, tetapi secara terus menerus dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan sarana, pembelajaran, pembiasaan, dan pengimbasan. Tahun kedua, kembali sekolah ini mendapatkan adiwiyata. Demikian juga untuk tahun ketiga, sehingga sekolah ini mendapatkan Adiwiyata Lestari. Banyak lembaga dan sekolah lain yang belajar ke sekolah ini. Tidak hanya dari kota dan kabupaten lain, tetapi juga dari provinsi lain. Beberapa negara asing juga berkunjung, melakukan studi banding Adiwiyata di sekolah ini. Pak Bagus menjadi sering diundang sebagai narasumber di berbagai forum untuk berbagi pengalaman. 5) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Manajemen Sumber Daya (Pembuat Kerangka Kerja/Framework Maker) Peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kependidikan merupakan bagian integral dari pengembangan manajemen sumber daya manusia di sebuah organisasi. Keberadaan tenaga kependidikan di sekolah merupakan aset yang berharga bagi pengembangan sekolah. Keberhasilan sekolah ditentukan dari kualitas orang-orang yang berada di dalamnya. Mengubah sekolah adalah mengubah manusia-manusia yang ada di dalamnya. Tenaga kependidikan akan bekerja secara optimal jika kepala sekolah mendukung kemajuan karir mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi mereka. Biasanya, pengembangan tenaga kependidikan berbasis kompetensi akan mempertinggi produktivitas kerja sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan berujung pada kepuasan stakeholder sekolah dan sekolah sebagai satuan pendidikan diuntungkan. Pengembangan kapasitas tenaga kependidikan bisa dilakukan melalui kepemimpinan perubahan di sekolah dengan budaya kerja yang baru. Menyadari hal ini, Pak Bagus mencoba untuk mengembangkan sekolah dengan memperhatikan sumber daya manusia yang ada di sekolahnya. Hubungan guru yang semula tidak akrab dicoba dijalin melalui kegiatan outbond untuk guru dan tenaga pendidikan. Setiap tiga bulan sekali diadakan arisan keluarga yang diadakan anjang sana di rumah guru dan tenaga pendidikan. Semua guru dan tenaga pendidikan diwajibkan ikut kegiatan emotional spiritual quetion (ESQ). Ada perubahan struktur wakil kepala sekolah, koordinator, dan wali kelas. Semua kegiatan yang semula hanya dikendalikan oleh satu orang, kini didistribusikan. Semua orang merasa bertanggung jawab, semua orang ikut memajukan sekolah. 6) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah (Perantara Keunggulan/Power Broker) Kewirausahaan harus dirintis dan dibelajarkan di sekolah. Ini merupakan aset untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing. Kewirausahaan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dan dibiasakan. Jiwa kewirausahaan juga harus ditumbuhkan. Pak Bagus berusaha mengembangkan kewirausahaan melalui apa yang sudah dicapai selama ini, yaitu Sekolah Adiwiyata. Pak Bagus mencoba mengembangkan kewirausahaan melalui penanaman bibit, pelatihan Sekolah Adiwiyata, dan pengolahan sampah. Tidak hanya Pak Bagus, guru dan siswa sering diundang untuk memberikan pelatihan. Ada salah satu siswa yang dapat membuat topeng dari kayu. Ini juga dikembangkan menjadi kerajinan khas dari sekolah ini dan menjadi bibit jiwa kewirausahaan. Topeng kayu ini, diberikan kepada tamu yang datang ke sekolah sebagai cinderamata. 7) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran (Penantang yang Bersahabat/Friendly Challenger) Kualitas kepemimpinan terkait dengan standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh sekolah agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik. Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas profesional kepala sekolah dan guru, penciptaan iklim yang inovatif di sekolah, dan upaya lain yang bisa dilakukan adalah melalui supervisi akademik yang secara terus menerus dilakukan secara berkelanjutan. Sadar akan hal itu, Pak Bagus melakukan upaya pengembangan kualitas pembelajaran di sekolah melalui kepemimpinan perubahan dengan melakukan kegiatan supervisi akademik yang berkelanjutan untuk semua guru di semua kelas. Tidak itu saja, Pak Bagus juga melakukan supervisi manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan tenaga administrasi sekolah, perpustakaan, tenaga kebersihan dan keamanan dan juga guru bimbingan konseling yang ada di sekolah itu. Bagi pak Bagus, mengamati bagaimana mereka bekerja dan mengarahkannya bila mana mereka bekerja tidak sesuai dengan harapannya adalah pekerjaan rutin. Pak Bagus yakin bahwa dengan cara seperti itu maka semua warga di sekolah akan semakin baik bekerja dan memberikan pelayanan yang semakin baik dan semakin baik lagi dari waktu ke waktu. Sebuah kesalahan bukan untuk dimarahi dan disalahkan tetapi utnuk dikoreksi dan diperbaiki. Maka mengarahkan, mengajari, mengingatkan menasehati, membimbing semua warga di sekolah adalah pintu bagi peningkatan kualitas baik pembelajaran maupun pelayanan di sekolah. Pak Bagus adalah tempat bagi mereka untuk bertanya dan belajar setiap saat. 8) Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Teknologi dan Informasi (Technological Influencer) Clayton Christensen, tokoh adminstrasi bisnis dari Harvard Business School menyebutkan bahwa era sekarang merupakan era disrupsi yang dalam bahasa sederhananya berarti gangguan atau mengganggu (disrupt). Disrupsi dapat diartikan pula sebagai kekacauan (chaos), ketika dalam beberapa kasus linearitas tidak terjadi pada variabel atau peubah, misalnya saja pergerakan dunia industri dan persaingan kerja tidak lagi linear. Perubahan dalam banyak situasi yang semestinya smoothing, halus dan berevolusi rapi, mendadak harus berubah penuh kejutan disertai inovasiinovasi baru. Era disrupsi yang dipenuhi kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus menguasai teknologi untuk kemudian digunakan sebagai media pendukung dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran sangat penting dilakukan guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa dengan baik. Kemajuan teknologi dewasa ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Berdasarkan kasus di atas, ditemukan guru yang tidak memanfaatkan media pembelajaran dengan baik, padahal di sekolah tersebut tersedia LCD projector dan fasilitas wifi. Setelah diidentifikasi ternyata guru-guru tersebut belum menguasai TIK. Melihat kenyataan ini, Pak Bagus sebagai kepala sekolah merasa sadar betul bahwa salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru pada abad XII ini adalah literasi digital. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi TIK para guru, Pak Bagus mengundang narasumber yang kompeten untuk melatih para guru dalam pembuatan power point , pemanfaatan internet, dan e-learning. Hasilnya, guru-guru merasa senang dan dengan pelatihan tersebut karena ternyata dengan menguasai TIK dapat memudahkan dalam menyampaikan materi. Selain itu, dengan tuntutan implementasi Kurikulum 2013 di mana siswa harus dapat mencari sumber belajar lain selain guru, kegiatan ini sangat membantu. Guru membimbing siswa untuk mencari sumber belajar lain melalui internet dengan fasilitas wifi yang disediakan oleh sekolah. 9) Karakteristik Kepemimpinan Perubahan “Tantangan kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tapi tidak kasar, bersikap baik, tapi tidak lemah, berani, tapi tidak menjadi pengganggu, menjadi bijaksana, tapi tidak malas, rendah hati, tapi tidak malu-malu; bangga, tapi tidak sombong ; memiliki humor, tetapi tanpa kebodohan”. (Jim Rohn, pengusaha, penulis dan pembicara motivasi). Setiap manusia adalah pemimpin. Pada dasarnya kepemimpinan perubahan adalah upaya untuk menerjemahkan visi-strategi-budaya baru dari seorang kepala sekolah kepada setiap aksi guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya. Apabila dilihat dari fakta yang ada di sekolah, sebagian besar permasalahan kepemimpinan kepala sekolah adalah kesenjangan antara visi dan aksinya. Kepala sekolah harus memiliki visi dan strategi yang jelas gambarannya. Seringkali aksi yang dilakukan jauh dari visi dan strategi yang telah disepakati. Hal ini karena pelaksana kegiatan di sekolah bukan kepala sekolahnya, namun guru dan tenaga kependidikan sebagai komunitas di sekolah. Dengan demikian, guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus terampil menangani pekerjaan dan memahami dengan baik visi dan strategi yang sudah disepakati bersama komunitas di sekolah. Namun seringkali juga terjadi di sekolah adalah adanya guru atau tenaga kependidikan yang tidak terampil menangani pekerjaan dan tidak memahami visi dan strategi yang telah disepakati. Bisa semua atau sebagian besar atau sebagian kecil dari guru dan tenaga kependidikan mengalami kendala seperti itu. Oleh karena itu seorang kepala sekolah harus memahami kendala teknis yang terjadi di lapangan, sehingga semua persoalan yang terjadi dapat diselesaikan secara lebih baik, lebih murah, atau keduanya. Inilah yang disebut sebagai nilai baru yang muncul karena adanya kepemimpinan perubahan di sekolah. Nilai yang memberi sekolah alternatif solusi baru dalam mengatasi semua persoalan yang terjadi di sekolah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya yang sudah ada di sekolah (Roseno Aji Affandi: 2014). Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini. Kreasi Nilai Idealismekarakterintuisi Visistrategiaksi Gambar 4. Karakteristik Kepemimpinan Perubahan Karakteristik kepemimpinan perubahan, pertama, harus mempunyai nilai yang diperjuangkan dan memimpin untuk memperjuangkan. Kepala sekolah harus memimpin warga sekolah untuk menentukan dan memperjuangkan nilai. Nilai ini hasil pengetahuan, pengalaman, perenungan, baik yang berasal dari diri sendiri maupun bersama-sama orang lain. Nilai inilah yang dikreasikan menjadi nilai sekolah. Sekolah akan diapresiasi karena mempunyai nilai lebih, nilai positif, nilai kreatif, dan inovatif. Sebagai contoh, kepala sekolah yang memperjuangkan dan menawarkan nilai pendidikan ramah anak, pendidikan berbasis alam, pendidikan berbasis entrepreneur, pendidikan berbasis kehidupan, pendidikan multiple intelegence, dan sebagainya. Dalam konteks sekolah dan dalam bentuk nyata, nilai-nilai yang baru itu misalnya, kepala sekolah yang lebih berintegritas, guru yang lebih terampil mengajar, staf administrasi yang yang lebih ramah dan bersahabat, guru bimbingan konseling yang lebih proaktif, laboran yang lebih giat menata bahan dan peralatan laboratorium sekolah, pustakawan yang mampu menarik perhatian siswa berkunjung ke perpustakaan, penggunaan sarana dan prasarana sekolah yang lebih efisien, bendaharawan yang lebih disiplin mengendalikan pembelanjaan sekolah, lingkungan sekolah yang makin bersih dan makin nyaman, kamar mandi/toilet sekolah yang lebih wangi, dan siswa yang lebih bersemangat dalam belajar. Kedua, karakteristik kepemimpinan perubahan adalah visioner. Nilai yang diperjuangkan itu bisa dituangkan dalam bentuk visi sekolah. Visi inilah yang harus diperjuangkan oleh seluruh warga sekolah. Kepala sekolah bertugas memimpin dan menggerakkan seluruh kegiatan di sekolah untuk mencapai dan mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah ini dijabarkan menjadi misi sekolah. Misi sekolah harus operasional. Itulah sebabnya kepala sekolah perlu memikirkan strategi dan aksi yang bisa dilakukan untuk mencapai visi sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mampu memimpin warga sekolah untuk menentukan strategi dan aksi untuk mencapai visi dan misi sekolah. Strategi dan aksi bisa dilakukan misalnya dengan adanya program workshop, pelatihan atau In House training (IHT), Family Gathering, Studi Banding, KKG-MGMP, Focus Group Discussion (FGD), seminar, Lesson Study, Kemitraan, NUKS, renovasi gedung dan sarana sekolah, pengadaan peralatan praktik dan buku-buku baru, program literasi sekolah, program inklusi, jumat bersih, sholawatan, istighoshah atau dzikir bersama, donor darah, pewangi ruangan di setiap sudut sekolah, kantin sekolah, dan sebagainya. Dari yang sudah biasa ada dan yang biasanya tidak ada menjadi ada. Dari yang sudah biasa didengar maupun yang aneh kedengarannya. Selama program kegiatan itu memberikan manfaat bagi tumbuhnya solusi, alternatif dan inspirasi baru untuk menjadi lebih baik, lebih efektif dan lebih murah. Itulah strategi yang tepat untuk membuat perubahan di sekolah. Ketiga, kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mempunyai idealisme dan karakter serta mengembangkan hal ini di sekolahnya. Banyak idealisme dan karakter yang bisa dikembangkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan bisa mempunyai karakter jujur, cerdas, pandai berkomunikasi, dan dapat dipercaya. Bisa juga mempunyai karakter seperti yang dikemukakan Agustian. Agustian dalam bukunya ESQ Power menguraikan bahwa pada tanggal 11 s.d. 12 April 2002 para top eksekutif internasional dari berbagai jenis perusahaan datang berbondong-bondong untuk menghadiri sebuah forum diskusi leadership yang diadakan oleh Harvard Business School. Rangkuman hasil diskusi tersebut diberi judul, “Does Spirituality Drive Success?” yang artinya, apakah spiritualitas bisa membawa seseorang pada keberhasilan? Mereka sepakat menyatakan bahwa paham spiritualisme mampu menghasilkan 5 (lima) hal yaitu (1) integritas atau kejujuran, (2) energi atau semangat, (3) inspirasi atau ide dan inisiatif, (4) wisdom atau bijaksana, serta (5) keberanian dalam mengambil keputusan. Pada tahun 1987, 1995, dan tahun 2002 sebuah lembaga leadership internasional yang bernama “The Leadership Challenge” telah melakukan survey karakteristik CEO (Chief Executive Officer) di 6 (enam) benua yaitu: Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Australia. Masing-masing responden diminta untuk menilai dan memilih 7 karakteristik CEO ideal mereka. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pemimpin yang disukai mempunyai karakter jujur, berpikiran maju, kompeten, memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, mendukung, terus terang, bisa diandalkan, bekerja sama, tegas, imajinatif, berambisi, berani, dan sebagainya. Tidak ada salahnya bila kepala sekolah mempunyai karakter seperti ini. Kepala sekolah bertugas untuk memimpin warga sekolah untuk mengembangkan karakter sekolah. Ada beberapa karakter yang bisa dikembangkan di sekolah. Karakter yang perlu ditanamkan dan ditumbuhkan berupa 1) nilai-nilai, bentuk perilaku misalnya religiusitas, nasionalisme, anti Korupsi-Kolusi-Nepotisme, anti memperkaya diri sendiri, musyawarah-mufakat, gotong royong; 2) Kebiasaan dan habitat baru misalnya cara-cara hidup dan kebiasaan yang dibiasakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan komunitas sekolah; dan 3) kode hidup bersama misalnya solidaritas, kolaborasi, kepedulian, simpati, empati, dan lain lainnya. Bila hal ini berhasil, akan menjadikan sekolah sebagai tempat tumbuh kembangnya idealisme. c. Butir-Butir Penilaian pada Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) Komponen Kepemimpinan Sekolah 1) 2) Kepala Sekolah menyusun dan menetapkan struktur organisasi sekolah Kepala Sekolah menempatkan guru dan atau atau tenaga kependidikan dalam SOTK yang telah ditetapkan. 3) Kepala Sekolah mendelegasikan sebagian tugas kepada wakil Kepala Sekolah yang relevan dengan bidang tugas) 4) Kepala Sekolah membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu 5) Kepala Sekolah membuat keputusan anggaransekolah dengan mempertimbangkan masukan guru, komite sekolah, dan penyelenggara sekolah (khusus bagi swasta) 6) Kepala Sekolah berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua siswa dan masyarakat; 7) Kepala Sekolah melaksanakan program peningkatan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik 8) Kepala Sekolah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi siswa; 9) Mengembangkan Program Keteladanan Sikap dan Perilaku yang menjaga nama balk lembaga, profesi, dan kedudukan/jabatan 10) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan balk dan didukung oleh komunitas sekolah 11) Kepala Sekolah menjalin kerja sama dengan orang tua siswa, masyarakat, dan komite sekolah d. Indikator-Indikator terkait Kepemimpinan Sekolah pada Draft Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Mengimplementasikan visi, misi, dan tujuan dengan melibatkan seluruh komponen sekolah dan pemangku kepentingan. Mempraktikkan kepemimpinan yang kreatif, inovatif, partisipatif, kolaboratif, transformative, dan kreatif. Sekolah melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan dalam pelaksanaan program-program sekolah. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik dan memadai. Menerapkan pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Sekolah memiliki sumber pembiayaan sekolah yang mendukung kegiatan sekolah. Sekolah menerapkan pelaporan keuangan. Melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling. Melakukan pembinaan kesiswaan. 5. Pengelolaan SIM Sekolah a. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen secara efektif di Sekolah 1) Definisi Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) Sistem informasi manajemen adalah jaringan prosedur pengelolaan dari mulai 1). Pengumpulan data, 2). Pengolahan data, 3). Penyimpanan data, 4). Pengambilan data dan 5). Penyebaran informasi dengan menggunakan berbagai peralatan yang tepat, dengan maksud memberikan data kepada manajemen setiap waktu diperlukan dengan cepat dan tepat, untuk dasar pembuatan keputusan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Secara sederhana, suatu sistem dapat diartinya sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang teroganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu. Kecenderungan manusia yang mendapat tugas memimpin suatu organisasi adalah terlalu memusatkan perhatian pada salah satu komponen saja dari sistem organisasi. (Siagian, 2006) Sistem informasi manajemen berhubungan dengan informasi. Informasi adalah sebuah istilah yang tidak tepat dalam pemakaiannya secara umum. Informasi dapat mengenai data mentah, data tersusun, kapasitas sebuah saluran komunikasi dan lain sebagainya. Informasi ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh suatu organisasi sehingga informasi ini sangat penting dalam suatu organisasi. Sistem pengolahan informasi mengolah data menjadi informasi atau tepatnya mengolah data dari bentuk tak berguna menjadi berguna jadi penerimanya. Nilai informasi berhubungan dengan keputusan. Bila tidak ada pilihan atau keputusan, maka informasi menjadi tidak diperlukan. Sistem informasi mendatangkan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terkait: 1) Manfaat diantaranya sistem informasi bagi perusahaan, Sistem informasi diperlukan oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. Sehingga berbagai pihak yang membuat keputusan, dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan yang lebih baik. Informasi yang baik hanya dapat dihasilkan oleh sistem informasi yang dengan sengaja dirancang oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. 2) Manfaat sistem informasi bagi perorangan, perorangan yang terlibat dalam sistem informasi diantaranya adalah para manajer, para operator, dan para pelanggan. 3) Manfaat sistem informasi bagi industri. 2) Manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) Sistem informasi manajemen memiliki banyak manfaat baik bagi pihak manajemen maupun untuk organisasi sekolah secara keseluruhan. Adapun manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah adalah: a) b) c) d) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas data secara akurat dan realtime. Memudahkan pihak manajemen untuk melakukan perencanaan, pengawasan, pengarahan dan pendelegasian kerja kepada semua departemen yang memiliki hubungan atau koordinasi. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena unit sistem kerja yang terkoordinasi dan sistematis. Meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya dalam organisasi 3) Jenis-jenis Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS) a. Sistem informasi profil sekolah (Portal Sekolah) Sistem informasi ini merupakan basis data induk sekolah yang berisikan data sekolah yang fungsinya untuk menyediakan informasi-informasi sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis mengenai perkembangan pendidikan di sekolah. b. Sistem informasi personalia (SDM) Selain terintegrasi dengan pengelolaan data guru/tenaga kependidikan dalam Dapodik, cakupan cakupan sistem informasi personalia (SDM) meliputi menangani perekrutan pegawai honorer, penerimaan guru bantu/guru tetap, mutasi pegawai, tunjangan, profil (kepangkatan, riwayat hidup, riwayat pekerjaan, angka kredit, dan penilaian kinerja, dan evaluasi kompetensi guru. c. Sistem informasi siswa Sistem informasi ini merupakan pusat pengelolaan informasi yang berhubungan dengan manajemen siswa dengan data induk kesiswaan. Berisi data PPDB, Biodata siswa, Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa. d. Sistem informasi sarana dan prasarana sekolah Sistem ini dirancang untuk memudahkan pihak manajemen sekolah, khususnya bagian Sarana & Prasarana sekolah dalam menginventarisasi sarana-prasarana sekolah, kartu stok, dan laporan maintenance peralatan & perlengkapan sekolah. Dengan fasilitas pencatatan transaksi pembelanjaan sarana-prasarana juga memungkinkan pihak manajemen sekolah dengan mudah melaporkan secara periodik mengenai besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengadaan maupun perawatan semua inventaris sekolah untuk menganalisa kebutuhan operasional sekolah terkait dengan sarana-sarana dan maintenance prasarana sekolah yang dihabiskan selama satu tahun pelajaran. Sistem informasi sarpras ini dapat berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai dari penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah aset e. Sistem informasi akademik Sistem ini merupakan basis utama dalam keseluruhan proses manajemen pendidikan di sekolah. Terdapat beberapa perspektif yang ada dalam ruang lingkup akademik ini, yaitu: kurikulum, guru, layanan bimbingan konseling, dan siswa. Sistem ini dapat berisi tentang Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan Pengajaran, Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan Presensi Siswa dalam kegiatan pembelajaran. f. Sistem informasi keuangan Sistem ini memfokuskan pada pengelolaan keuangan sekolah yang mencakup perencanaan RKAS, pencatatan transaksi-transaksi penerimaan dan pengeluaran sekolah, serta sistem pembukuan (akuntansi) terpadu untuk mempermudah pelaporan pertanggungjawaban keuangan sekolah. System ini dapat berisi data pembayaran biaya pendidikan siswa, seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data pembayaran tersebut akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan pihak sekolah dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti : Laporan siswa yang belum melakukan pembayaran, Laporan siswa yang sudah melakukan pembayaran, Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor guru/karyawan. g. Sistem Informasi Perpustakaan Digital Sistem ini dapat berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota, Transaksi peminjaman dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital h. Sistem e-Learning Sistem ini dapat berisi layanan proses pendidikan menggunakan sistem online maupun intranet bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun tugas-tugas dapat menggunakan rumah belajar, moodle, google classroom, Edmodo, dll. 4) Tahapan Penggunaan SIM yang Efektif di Sekolah Sistem informasi manajemen juga memiliki tahapan-tahapan tertentu, adapun tahapantahapan tersebut diantaranya: a) Bagian pengumpulan data Bagian pengumpulan data bertugas mengumpulkan data, baik bersifat bersifat internal maupun eksternal. Data internal merupakan data yang berasal dari dalam organisasi sedangkan data eksternal adalah data yang berasal dari luar organisasi namun masih terdapat hubungan diantara keduanya. b) Bagian proses data Bagian proses data bertugas memproses data dengan mengikuti serangkaian langkah atau pola tertentu sehingga data dapat diubah kedalam bentuk suatu informasi yang lebih berguna pada pemrosesan data bisa dilakukan dengan cara manual maupun dengan cara bantuan mesin sebagai alat pembantu penyelesaian pekerjaan. Bagian pemrosesan data ditangani oleh tenaga manusia yang memiliki ahli dan bertugas membentuk data sehingga menjadi informasi yang sesuai dengan kebutuhan level-level manajemen. Karena kebutuhan setiap manajer dalam hal ini kepala sekolah atau wakil kepala sekolah berbeda, maka kebutuhan data pada tiaptiap manajer akan berbeda pula. Untuk itu tenaga manusia dituntut mampu bekerja dengan baik. c) Bagian pemrograman data Bagian pemograman bertugas menyusun program untuk perangkat komputer. Karena komputer memiliki bahasa sendiri sehingga tugas programmer adalah membahasakan data-data yang telah dihimpun sesuai dengan bahasa komputer. d) Bagian penyimpan data Bagian penyimpan data bertugas menyimpan data. Penyimpanan data sangat diperlukan, karena tujuan utamanya adalah demi keamanan data. Apabila level-level manajemen pendidikan membutuhkan data baik data berupa bahan mentah maupun data yang telah diolah, maka data dapat diambil dan digunakan sesuai dengan kebutuhan manajer. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dari Sistem Informasi Manajemen sangat perlu diperhatikan. Karena apabila manajer mampu menguasai tahapan-tahapan tersebut maka akan semakin mudah memperoleh informasi sehingga akan melancarkan pengambilan keputusan. b. Menganalisis masalah dan solusinya dalam pengelolaan SIM di sekolah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, pendidik harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik. Memaknai UU tentang Sisdiknas tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi pendidik dan peserta didik yang saling bertukar informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendidik sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karna tidak semua orang tua memiliki kemampuan baik dari segi pengalaman, pengetahuan maupun ketersediaan waktu. Dalam kondisi yang demikian orang tua menyerahkan anaknya kepada pendidik di sekolah dengan harapan agar anaknya dapat berkembang secara optimal. Penggunaan sistem informasi manajemen (SIM) menunjukkan citra positif lembaga sekolah tidak hanya dalam ruang lingkup nasional melainkan juga internasional dikarenakan penggunaan teknologi terbaru identik dengan penyesuaian dengan standar yang digunakan di berbagai negara. Dalam pelaksanaan pengelolaan SIM di sekolah akan menemui masalah/kendala dan menemukan solusi agar lebih efektif. 1) Masalah Secara umum, terdapat sejumlah permasalahan umum sistem informasi pendidikan Indonesia, di antaranya: a) Disintegrasi sistem informasi Disintegrasi sistem informasi adalah terjadinya suatu kondisi di mana informasi antar satu unit dengan unit yang lain dalam sebuah organisasi pendidikan masih terpisah satu dengan yang lainnya. Masing-masing unit memiliki data dengan subjek dan atau objek yang sama, namun masing-masing tidak memiliki kesesuaian kuantitas maupun kualitas. Kebutuhan akan data dalam sistem kerja yang berjalan pada masing-masing unit organisasi perlu didorong untuk mengembangkan aplikasi pengelola data secara terintegrasi dengan pola interaksi yang disesuaikan dengan kebutuhan unit di dalam organisasi pendidikan tersebut. Basis data dikembangkan belum merujuk pada suatu sistem penyimpanan data yang terpusat, melainkan digunakan basis data berdasar pada data yang dimiliki oleh masing-masing unit. Keadaan ini menyebabkan sulitnya proses validasi dan penggunaan data secara terintegrasi dalam sebuah organisasi atau lembaga pendidikan. b) Rendahnya penggunaan data akurat dalam sistem pengambilan keputusan Pada intinya, data yang dimiliki dapat diidentifikasi, data masih parsial, data lambat diperbaharui, dan akurasi data belum tepat. Persoalan tersebut berawal dari sejumlah hal berikut: (1) tidak tersedianya sistem penyimpanan, pemrosesan, dan publikasi informasi yang dapat bekerja secara cepat, terintegrasi, dan dapat dipercaya, (2) dana yang tidak memadai untuk membangun infrastruktur pengelolaan data secara terpusat dan terintegrasi, (3) sumber daya manusia yang belum mampu mengikuti perubahan teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan, karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, dan (4) adanya resistensi pada pemanfaatan sistem baru, lebih nyaman menggunakan sistem lama yang sudah biasa digunakan, dirasa sudah mapan, dan dinilai baik. c) Lemahnya sistem pembaharuan data Data yang ada tidak memiliki mekanisme pembaharuan yang dapat berjalan secara real time. Tidak terdapat suatu mekanisme kerja sistem yang secara khusus mengatur sistem pembaharuan data secara terus menerus dan berkesinambungan. Suatu contoh keberadaan data kepegawaian; guru atau dosen yang sudah meninggal, sudah naik pangkat atau sudah menyelesaikan studi masih belum ter-update di sistem. Keadaan data ini bisa jadi hal sepele, namun dari sisi sistem akan berpengaruh kepada sistem lainnya, orang yang sudah meninggal masih terjadwal di akademik, orang yang sudah naik pangkat atau sudah selesai studi masih belum mendapatkan haknya. Penyebabnya mungkin karena bagian entri data tidak mendapatkan data atau laporan dari yang bersangkutan. d) Kurangnya sistem aplikasi manajemen Idealnya, organisasi pendidikan memerlukan sejumlah aplikasi sistem untuk mendukung terhadap manajemen pendidikan, infrastruktur yang memadai, dan sejumlah sistem aplikasi yang diperlukan pada unit yang ada dalam organisasi pendidikan tersebut secara terintegrasi, terpadu, dan real time. Basis data yang ada dapat digunakan untuk seluruh sistem yang dikembangkan dan pada dasarnya data yang objeknya sama, namun penggunaan dan pelaporan yang berbeda. Sistem aplikasi manajemen yang diterapkan pada unit akan memanfaatkan data tersebut untuk keperluan pelaporan yang berbeda. Data siswa atau mahasiswa dapat digunakan untuk pelaporan keuangan, prestasi, beasiswa, dan lainnya e) Tidak terjaminnya sistem keamanan Sistem keamanan menjadi kendala terbesar dalam implementasi sistem informasi pendidikan. Sumber tidak stabilnya sistem keamanan disebabkan karena etika dan moralitas faktor internal organisasi. Meskipun, tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh faktor eksternal. Sistem keamanan biasa meliputi keamanan sistem aplikasi, sistem keamanan monitoring, dan sistem keamanan yang berhubungan dengan konten. Terjaminnya sistem keamanan akan meningkatkan tingkat kepercayaan dari pemilik dan pengguna sistem. f) Infrastruktur TIK yang belum memadai Pengembangan infrastruktur TIK untuk menjamin ketersediaan layanan menjadi aspek yang mendasar. Di dalam sejumlah aplikasi sistem, kebutuhan infrastruktur menjadi prasarat dalam mengoperasionalisasikan sistem. Platform teknologi yang berupa infrastruktur hardware maupun software menjadi amat penting apabila kapasitas aksebilitas sistem yang semakin berkembang. g) Kelembagaan pengelolaan TIK yang belum satu atap Masing-masing unit atau bagian yang ada di lembaga pendidikan memiliki unit atau organ yang menangani, mengembangkan, mengadakan, dan memanfaatkan sistem informasi. Hal ini yang menyebabkan kinerja lembaga pendidikan secara parsial berdasarkan unit tidak terintegrasi secara kesuluruhan. Hal ini akan menjadi baik apabila unit tersebut menggunakan database bersama, namun jika unit tersebut memiliki dan mengembangkan basis data yang terpisah, maka akan menjadi tidak efektif, efisien, dan akurasi data akan menjadi lemah. 2) Solusi Pada dasarnya setiap kendala atau masalah dapat dicarikan jalan keluarnya (solusi). Untuk mengatasi kendala atau masalah yang telah disebutkan maka perlu diambil langkah, sebagai berikut: a) Penggunaan database bersama Sistem informasi harus dikembangkan dengan mengupayakan pemanfaatan database bersama (shared database) oleh pengguna atau sistem yang berbeda. Di samping mengurangi bahan kerja, hal ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan pada saat menginput data (one stop inpus process) sehingga keakuratan data akan lebih terjamin. Penggunaan database bersama diharapkan akan mengurangi pekerjaan penginputan data secara manual yang berulang-ulang. Makna lain dari ini adalah basis data sama, namun keperluan berbeda untuk masing-masing unit kerja. Di dalam dunia pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi sekalipun memiliki objek dan subjek yang sama semuanya bermuara pada peserta didik. Hal ini memudahkan pada pengelolaan basis data bersama untuk kepentingan bersama b) Aplikasi berbasis web Aplikasi manajemen bisa dilakukan berbasis desktop atau berbasis online. Penggunaannya sangat bergantung pada tingkat keamanan, kebutuhan akan data pengguna, dan daya akses pengguna. Misalnya, untuk data yang bersifat terbatas untuk kalangan tertentu dan pada tempat tertentu dapat menggunakan aplikasi dekstop atau intranet sedangkan aplikasi yang mengolah data yang tidak kritis sebaiknya dikembangkan dengan menggunakan web sebagai antarmuka (interface). Web sebagai antarmuka akan mempermudah pemasangan (deployment) dari aplikasi. Aplikasi berbasis web memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap peningkatan jumlah pengguna, dengan kalimat lain memiliki tingkat skalabilitas yang lebih baik. Hal positif lain dari aplikasi berbasis web adalah kemudahan dalam pemeliharaannya. Perbaikan dan modifikasi aplikasi cukup dilakukan pada server aplikasi dan tidak memerlukan perubahan pada sisi pengguna aplikasi c) Sistem terintegrasi Pengembangan sistem informasi perlu diarahkan agar tercipta sistem yang terintegrasi (integrated system). Sistem terintegrasi adalah sebuah sistem yang mampu melingkupi dan mendukung proses-proses kerja yang saling terkait. Sebagai contoh pengelolaan sumber daya manusia melibatkan proses rekrutmen, pelatihan dan pendidikan, evaluasi kinerja, pemeliharaan kesehatan, evaluasi remunerasi, dan sebagainya. Sistem terintegrasi harus dapat mendukung seluruh proses tersebut dan mengoptimalkan penggunaan hasil-hasil informasi dari proses yang lain seperti dari sistem informasi akademik, sistem informasi keuangan, dan sistem informasi aset fasilitas. d) Interoperabilitas Pengembangan sistem komunikasi dan informasi harus diarahkan dengan mempertimbangkan interoperabilitas antar sistem. Interoperabilitas merupakan kemampuan satu sistem untuk bekerja sama dengan sistem yang lain. Salah satu faktor penting terkait dengan interoperabilitas adalah penggunaan standar/platform yang seragam oleh sistem-sistem yang harus bekerja sama. Platform basis data menjadi acuan dalam pengembangan aplikasi-aplikasi sistem lainnya. e) Keamanan informasi Sistem informasi harus mempertimbangkan aspek keamanan informasi yang akan dikelola (diakuisisi, disimpan, diolah, atau ditransfer) oleh sistem tersebut. Aspek-aspek dari keamanan informasi adalah kerahasiaan, kebenaran (validitas), dan antisipasi terhadap kehilangan data (backup dan recovery). Selain itu, etika dan moralitas sumber daya manusia yang mengendalikan sistem informasi harus memiliki integritas, jujur, dan terpercaya f) Skalabilitas Pengembangan sistem informasi harus mampu mengantisipasi perubahan kapasitas dan fungsi sistem yang dibutuhkan. Perubahan kapasitas dan fungsi ini dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya: pertambahan jumlah pengguna, penambahan fungsi, atau sebagai dampak dari kejadian khusus tertentu. Sebagai contoh faktor-faktor tersebut, misalnya pertambahan jumlah personil, pertambahan unit, pemekaran wilayah, dinamika politik, dan keamanan. g) Tingkat ketersediaan Sistem informasi harus memberikan jaminan tingkat ketersediaan (availability) layanan pada saat diperlukan. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kritisnya suatu sistem. Sistem harus dipastikan bekerja dengan baik pada saat diperlukan. h) Kemudahan akses Kemudahan akses harus memberikan layanan pada pengguna. Kemudahan ini dapat berupa akses terhadap layanan yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, atau dapat berupa kemudahan penggunaan perangkat. Pengguna tidak dibebani untuk mempelajari sistem tetapi dapat fokus pada pelaksanaan pekerjaannya. i) Proses kerja yang ringkas Terciptanya proses kerja yang lebih ringkas (streamlined operational process) akan mempermudah terhadap layanan sistem. Perencanaan sistem informasi harus mempertimbangkan peluang-peluang untuk meringkas proses kerja dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan sistem komunikasi dan informasi tidak hanya ditujukan untuk melakukan otomatisasi pekerjaan tertentu, tetapi merupakan peluang dalam melakukan rekayasa ulang dari proses kerja. j) Kinerja Seharusnya sistem informasi yang baik harus mampu memberikan layanan dalam suatu rentang waktu yang dapat diterima oleh penggunannya. Kinerja sistem tidak hanya dilihat dari kapasitas sistem saja, melainkan lebih jauh dapat dilihat dari sisi penggunanya. Sistem harus mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi bagi penggunannya. k) Otorisasi Akses terhadap sistem hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang berhak. Hak akses terhadap sistem informasi harus diatur dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan masingmasing pengguna. Otorisasi pengguna sistem dapat dikembangkan berlapis. Hal ini sangat bergantung pada kompleksitas sistem informasi. Biasanya otoritas pengguna sistem dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni (1) super administator yang mampu menentukan tingkat pengguna dan memiliki otoritas penuh terhadap sistem, (2) admin yang bertanggung jawab terhadap pengguna sistem pada unit tertentu, dan (3) pengguna tingkat operator yang bertanggung jawab terhadap operasionalisasi sistem. l) Infrastruktur bersama Pengembangan infrastruktur perlu diarahkan pada penggunaan infrastruktur bersama. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini telah memungkinkan pemanfaatan infrastruktur yang sama untuk mengalirkan berbagai bentuk informasi, seperti video, gambar, suara, dan data. Dengan perencanaan yang baik, pemanfaatan infrastruktur bersama akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh layanan yang dibutuhkan. m) Komunikasi berbasis internet protocol (IP) Penggunaan internet protocol (IP) sebagai standar komunikasi perlu dikembangkan. Melalui sistem informasi berbasis IP memungkinkan penggunaan infrastruktur bersama sebagaimana diuraikan pada poin sebelumnya dapat terwujud dengan baik.