Uploaded by User73724

Bahan Bacaan 1 Manajerial

advertisement
BAHAN BACAAN
1.
MANAJERIAL
A. MANAJERIAL
1. Program Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 lampiran II tetang
Pemenuhan Beban Kerja Kepala sekolah menyebutkan bahwa salah satu rincian tugas
manajerial kepala sekolah adalah merencanakan program sekolah. Program sekolah
dapat diartikan sebagai proses perencanaan terhadap semua hal yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien.
Perencanaan Program Sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah, potensi daerah
sekitar, kondisi sosial budaya masyarakat sekitar, dan juga kebutuhan peserta didik.
Dengan demikian, perencaan program sekolah tidak boleh menyimpang dan harus
relevan dengan visi, misi, serta tujuan penyelenggaran pendidikan pada sekolah yang
bersangkutan. Perencanaan Program sekolah yang disusun oleh kepala sekolah
dituangkan dalam Rencana Kerja Sekolah RKS).
a. Konsep Rencana Kerja Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah menyebutkan bahwa beban kerja kepala
sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan
kewirausahaan, dan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. Sebagai salah satu
tugas pokok kepala sekolah adalah melakukan pengelolaan sekolah.
Rencana Kerja Sekolah (RKS) merupakan sebuah proses perencanaan atas semua hal
dengan baik dan teliti untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan tujuan agar sekolah
dapat menyesuaikan dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, sosial budaya
masyarakat, potensi sekolah dan kebutuhan peserta didik. RKS (Rencana Kerja
Sekolah) disusun sebagai pedoman kerja dalam pengembangan sekolah, dasar untuk
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan sekolah, dan sebagai
bahan acuan untuk mengidentifikasi serta mengajukan sumber daya yang diperlukan.
Rencana pengembangan sekolah ini dimaksudkan agar dapat dipergunakan sebagai
kerangka acuan oleh kepala sekolah dalam mengambil kebijakan, disamping itu sebagai
pedoman dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan progam belajar mengajar dan
administrasi sekolah yang lain, agar pengelola sekolah tidak menyimpang dari prinsipprinsip manajemen. Keberhasilan perencanaan ini menuntut peran serta aktif dari
seluruh warga sekolah dan dukungan dari warga masyarakat. Seluruh komponen
sekolah harus mempunyai persepsi yang sama terhadap visi dan misi sehingga seluruh
progam yang dijalankan oleh sekolah tidak menyimpang dari visi dan misi tersebut
(Dewantoro, 2016).
Salah satu aktivitas atau tahapan penting dalam kegiatan manajemen adalah menyusun
perencanaan. Perencanaan adalah langkah atau tahapan yang sangat penting dalam
manajemen. Menurut Garth N. Jone (2007), perencanaan yaitu pemikiran rasional
berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekati (estimate) sebagai
persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Sedangkan menurut Terry
(2015), perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan
untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
perencanaan adalah pengambilan keputusan secara rasional dan sistematis untuk
menentukan tindakan yang dianggap tepat sebagai upaya mencapai tujuan.
Pentingnya fungsi perencanaan dalam pengelolaan sekolah dapat dilihat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan. Setiap sekolah pada semua jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK),
bahwa sekolah harus membuat, sebagai berikut:
1)
2)
Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai dalam kurun waktu 4 tahun yang berkaitan dengan mutu lulusan yang ingin
dicapai dan perbaikan komponen yang mendukung peningkatan mutu lulusan.
Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang dinyatakan dalam Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah (RKAS) yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM).
RKJM adalah rencana kerja yang berisi tujuan, program, kegiatan, dan estimasi sumber
daya untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Sedangkan RKT adalah program jangka
pendek atau tahunan sebagai jabaran atau operasionalisasi RKJM.
RKS disusun dengan tujuan:
1) menjamin agar tujuan sekolah yang telah dirumuskan dapat dicapai dengan tingkat
kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil;
2) memberikan arah kerja yang jelas tentang pengembangan sekolah;
3) acuan dalam mengidentifikasi dan mengajukan sumberdaya pendidikan yang
diperlukan dalam pengembangan sekolah;
4) menjamin keterkaitan dan konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan;
5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan
6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan
dan berkesinambungan.
RKS disusun bersama antara kepala sekolah dengan seluruh pemangku kepentingan
dan warga sekolah. Adapun RKS berfungsi sebagai:
1) Legitimasi
RKS disahkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang menjadi dasar dan legitimasi
sekolah untuk menjalankan seluruh progrm dan kegiatan. RKS dapat dikatakan sebagai
dokumen perencanaan yang menjadi landasan bagi warga sekolah untuk menjalankan
seluruh aktivitas sekolah.
2) Pengarah
RKS akan menghasilkan upaya untuk meraih sesuatu dengan cara lebih terkoordinasi
dan terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Sekolah yang tidak menyusun RKS sangat
mungkin mengalami konflik kepentingan, pemborosan sumberdaya, dan ketidak
berhasilan dalam pencapaian tujuan karena bagian-bagian dari organisasi bekerja
secara sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas dan terarah.
3) Minimalisasi ketidakpastian
Pada dasarnya segala sesuatu di dunia ini akan mengalami perubahan. Tidak ada yang
tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan seringkali sesuai dengan apa
yang kita perkirakan, akan tetapi tidak jarang pula di luar perkiraan kita sehingga
menimbulkan ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang coba diminimalkan melalui
penyusunan RKS.
4) Minimalisasi pemborosan sumberdaya
RKS juga berfungsi untuk meminimalisasikan pemborosan sumberdaya. RKS disusun
dengan baik akan memberikan gambaran tentang jumlah sumberdaya yang dilperlukan,
bagaimana cara penggunaannya, dan untuk pengunaan apa saja sumberdaya tersebut
dimanfaatkan dapat diestimasi sebelum kegiatan dijalankan. Dengan demikian
pemborosan yang terkait dengan pengunaan sumberdaya yang dimiliki sekolah akan
diminimalkan sehingga tingkat efisiensi menjadi meningkat.
5) Penetapan standar kualitas
RKS berfungsi sebagai penetapan kualitas yang harus dicapai oleh sekolah dan diawasi
pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen. Dalam proses pengawasan,
manajemen sekolah membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan realisasi
di lapangan. Selain itu juga membandingkan antara standar yang ingin dicapai dengan
kenyataan di lapangan, mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi hingga dapat diambil tindakan yang diangap perlu untuk memperbaiki kinerja
sekolah.
b. Prosedur Penyusunan Rencana Kerja Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 menempatkan penyusun
program kerja atau RKS sebagai tahap awal dari seluruh aktivitas manajemen sekolah
yang didahului dengan penenetapan visi, misi, dan tujuan sekolah. Peraturan tersebut
juga mengamanatkan dilakukannya Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebagai salah satu
dasar penyusunan program. Selain peraturan tentang Standar Pengelolaan, pemerintah
juga menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
Nomor 28 tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) yang
memuat tentang penyusunan RKS dikaitkan dengan peningkatan dan penjaminan mutu
sekolah. Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 menyatakan tugas satuan pendidikan
adalah:
1)
2)
Membuat perencanaan mutu yang dituangkan dalam RKS.
Melaksanakan pemenuhan mutu, baik dalam pengelolaan satuan pendidikan
maupun proses pembelajaran.
3) Membentuk tim penjaminan mutu pada satuan pendidikan.
4) Mengelola data mutu satuan pendidikan.
Prosedur penyusunan RKS adalah sebagai berikut:
1)
Penyusunan RKS diawali dengan pelaksanaan Evaluasi Diri Sekolah (EDS).
Pelaksanaan EDS menggunakan instrumen yang diturunkan dari regulasi tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dari EDS dihasilkan peta mutu sekolah yang
menggambarkan kondisi sekolah yang merupakan capaian SNP sekolah. Peta mutu
sekolah juga bisa dilihat dari rapor mutu sekolah. Yang perlu dicermati dengan
penggunaan rapor mutu sekolah adalah proses pengisian instrumen dan proses
entri instrumen Pemetaan Mutu Pendidikan (PMP) di satuan pendidikan. Apabila
proses pengisian dilakukan dengan baik, maka rapor mutu dapat menggambarkan
kondisi sekolah saat instrumen tersebut diisi dan dientri ke dalam aplikasi PMP.
Apabila ada keraguan tentang rapor mutu sekolah maka diperlukan validasi data
yang ada di rapor mutu sekolah tersebut. Rapor mutu sekolah dapat diunduh pada
alamat http://pmp.dikdasmen.kemdikbud .go.id/raporNG/index.php atau alamat
laman sesuai dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan Nasional. Peta mutu sekolah merupakan data
awal yang menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penyusunan RKS.
2)
Dari hasil EDS kemungkinan diperoleh berbagai kekurangan atau masalah pada
masing-masing standar. Dari kekurangan atau masalah akan dibuat rekomendasi
untuk perbaikan. Mengingat keterbatasan sumberdaya, kumpulan rekomendasi
yang jumlahnya cukup banyak kemudian dipilih dengan menggunakan skala
prioritas. Kajian rapor mutu atau hasil EDS adalah temuan atau masalah pada
Standar Kompentensi Lulusan (SKL) sebagai muara dari seluruh aktivitas sekolah.
Kekurangan atau masalah pada SKL harus dianalisis untuk dicari akar masalahnya,
dan ada kemungkian berhimpitan dengan masalah pada standar yang lain. Dengan
demikian, program kerja dan kegiatan yang disusun dan dimuat dalam RKS adalah
hal-hal penting yang mempunyai dampak signifikan terhadap peningkatan mutu
sekolah.
3)
Dalam rangka penjaminan mutu, selama proses pelaksanaan program dan kegiatan
dilakukan monitoring secara internal oleh satuan pendidkan. Selain itu pada akhir
periode dilakukan evaluasi kegiatan dan hasilnya dibuat laporan sebagai salah satu
bentuk akuntabilitas manajemen penyelenggaraan sekolah. Hasil evaluasi kegiatan
digunakan sebagai peta mutu sekolah berikutnya, dan hasil tersebut digunakan
sebagai dasar penentuan standar kinerja, dan selanjutnya digunakan sebagai dasar
untuk menyusun rencana kerja berikutnya.
Rencana Kerja Tahunan memuat ketentuan yang ada di sekolah dengan jelas mengenai:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
kesiswaan;
kurikulum dan kegiatan pembelajaran;
pendidik dan tenaga kependidikan serta pengembangannya;
sarana dan prasarana;
keuangan dan pembiayaan;
budaya dan lingkungan sekolah;
peran serta masyarakat dan kemitraan; dan
rencana-rencana kerja lain yang mengarah kepada peningkatan dan
pengembangan mutu.
Dalam mengembangkan Rencana Kerja Sekolah yang digunakan sebagai pedoman
pengelolaan sekolah perlu mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah, serta ditnjau
dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Pedoman pengelolaan sekolah meliputi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP);
kalender pendidikan/akademik;
struktur organisasi sekolah;
pembagian tugas di antara guru;
pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;
peraturan akademik;
tata tertib sekolah;
kode etik sekolah; dan
biaya operasional sekolah.
Pedoman pengelolaan sekolah perlu dievaluasi dalam skala tahunan untuk pengelolaan
KTSP, kalender pendidikan, pembagian tugas antarpendidik, dan pembagian tugas
antaratenaga kependidikan. Sementara untuk lainnya dievaluasi sesuai kebutuhan.
c. Menganalisis Target Capaian dan Menelaah Rencana Kerja Sekolah
Pengembangan Rencana Kerja Sekolah (RKS) dilakukan setelah sekolah memetakan
dan menyusun program prioritas dalam pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan
(SNP) dalam kurun waktu 4 tahun yang dijabarkan dalam program tahunan. Pemenuhan
8 SNP memerlukan strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan. Pada
hakikatnya, strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan merupakan cara dan
upaya untuk mengubah pengelolaan pendidikan saat ini menuju Sekolah Standar
Nasional yang diharapkan masa datang berdasarkan kesenjangan yang ada. Strategi
pencapaian yang dimaksud adalah ilmu dan seni untuk memanfaatkan faktor-faktor
lingkungan eksternal secara terpadu dengan faktor-faktor lingkungan internal untuk
mencapai tujuan lembaga. Kesenjangan digambarkan sebagai berikut.
Analisis
Lingkungan
Kondisi Saat Ini
Kondisi Yang
Diharapkan
RKJM (4 Tahun)
RKT (1 Tahun)
Pelaksanaan
Monitoring dan
Evaluasi
Gambar 1. Penyusunan dan Pelaksanaan Perencanaan Program Sekolah
Kepala sekolah sebagai manajer sekolah mampu menentukan target capaian dan
tonggak keberhasilan dalam melaksanakan RKS, baik dalam Rencana Kerja Jangka
Menengah (RKJM) 4 tahun maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) 1 tahun sehingga
pelaksanaan perencanaan program lebih operasional dan terukur pencapaiannya.
Secara konkret, kepala sekolah menentukan tujuan atau sasaran 1 tahunan dan 4 tahun
ke depan dalam program RKJM dan RKAS, sekaligus merumuskan tonggak
keberhasilan dan output yang akan dihasilkan, baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif dan strategi pencapaiannya.
d. Pengembangan Dokumen Rencana Kerja Sekolah
Rencana Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen penting yang digunakan sebagai salah
satu pedoman sekolah. Oleh karena itu, RKS harus memuat hal-hal penting yang dapat
memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap kebutuhan pengembangan
sekolah. Sekolah dapat menetapkan standar mutu baru di atas SNP apabila seluruh
standar dalam SNP telah terpenuhi. Acuan utama RKS adalah pengembangan sekolah
berdasarkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. Sebagaimana diuraikan tersebut,
RKS berupa RKJM dan RKT. RKJM yang baik minimal memenuhi komponen sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Analisis lingkungan strategis
Analisis kondisi saat Ini dilihat dari keterlaksanaan SNP
Analisis pendidikan 4 tahun mendatang
Visi dan misi sekolah
Tujuan sekolah 4 (empat) tahun mendatang
Identifikasi tantangan nyata (kesenjangan kondisi antara kondisi saat ini terhadap
kondisi pendidikan 4 tahun mendatang)
Program strategis
Rencana kerja yang mencakup 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, meliputi
program, kegiatan, indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu
pelaksanaan, kebutuhan pembiayaan, penanggungjawab atau pelaksana.
Jadwal kegiatan monitoring dan supervisi.
Komponen RKT hampir sama dengan RKJM, hanya sedikit berbeda. RKT tidak
mencantumkan komponen 3 (analisis pendidikan 4 tahun mendatang) dan komponen 5
(tujuan sekolah tahun mendatang).
Contoh sistematika RKJM sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKJM
Bab II Profil Sekolah
Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data-data penting sekolah.
Contoh
sistematika
RKT sebagai
jabaran dari RKJM sebagai berikut:
Bab III Proses
Penysusunan
RKJM
Menguraikan rekomendasi hasil EDS atau hasil analisis lainnya dan proses
penetapan skala prioritas.
Bab IV Rencana Kerja 4 tahun
Menguraikan rencana kerja empat tahun secara komprehensif. Biasanya
dibuat dalam bentuk matriks, memuat program, kegiatan, indikator
keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan, kebutuhan
pembiayaan, penanggungjawab atau pelaksana.
Bab V Penutup
Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKJM, rencana pengembangan dan
rekomendasi.
Contoh RKT:
Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Landasan Hukum
c. Tujuan
d. Manfaat
e. Ruang Lingkup RKT
Bab II Profil Sekolah
Memuat visi, misi, tujuan sekolah, dan data penting sekolah lainnya.
Bab III Rencana Kerja tahun berjalan
Menguraikan rencana kerja satu tahun, mencakup seluruh standar dalam
SNP. Biasanya dibuat dalam bentuk matriks, berisi program, kegiatan,
indikator keberhasilan atau hasil yang diharapkan, waktu pelaksanaan,
kebutuhan pembiayaan, penanggung jawab atau pelaksana.
Bab IV Penutup
Berisi tujuan, harapan, kebermanfaatan RKT, rencana pengembangan dan
rekomendasi.
2. Pengelolaan SNP
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa, “pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen
Pendidikan Nasional, 2003).
Dalam konteks pendidikan nasional diperlukan standar yang harus dicapai dalam kurun
waktu tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Langkah-langkah strategis
dapat dicapai melalui berbagai kegiatan di dalam proses pendidikan. Apabila tidak ada
patokan yang dijadikan pedoman sudah barang tentu akan terjadi kekacauan dalam
pendidikan karena tidak mempunyai arah.
Fungsi Standar Nasional pendidikan adalah a) mengukur kualitas pendidikan, b)
pemetaan masalah pendidikan, c) penyusunan strategi dan rencana pengembangan
sesudah diperoleh data dari evaluasi belajar secara nasional seperti ujian nasional.
Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Artinya, standar pendidikan merupakan fondasi dalam
membangun pendidikan Indonesia untuk mencapai mutu pendidikan Indonesia.
Kebijakan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola pendidikan adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Pasal 4 dalam PP
tersebut menyatakan, bahwa standar nasional pendidikan merupakan sarana untuk
menjamin mutu pelayanan pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan (8 SNP)
meliputi: 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar Kompetensi Lulusan; 4) Standar
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 5) Standar Sarana dan Prasarana; 6)
Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; dan 8) Standar Penilaian (Kemendikbud,
2012: 12). Dengan adanya standar nasional tersebut maka arah peningkatan mutu
pendidikan Indonesia menjadi lebih jelas. Bila setiap satuan pendidikan telah mencapai
atau melebihi standar nasional pendidikan tersebut, maka diharapkan mutu pendidikan
akan tercapai.
a. Pengertian Standar Nasional Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen
pendiidkan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan, serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan di
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 1 dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam rangka penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan, maka semua fungsi
manajemen pendidikan dijalankan semaksimal mungkin agar dapat memberikan layanan
yang sesuai atau melebihi Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan BSNP. Namun
pada kenyatannya, tidak semua satuan pendidikan di semua jenjang dan pihak-pihak
pengambil keputusan, dapat memahami dan memiliki komitmen dalam memenuhi SNP
tersebut.
Berikut adalah gambar keterkaitan antar-Standar Nasional Pendidikan
Gambar 2. Kaitan antar-Standar Nasional Pendidikan (SNP)
b. Pengelolaan Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL digunakan sebagai
acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, dan standar pembiayaan.
SKL terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat
dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian
antara SKL dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang
digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari
monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan
Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.
Pemenuhan kompetensi lulusan pada peserta didik terutama dalam kompetensi
sikap/karakter dan keterampilan memerlukan inovasi.
Contoh inovasi pengembangan sikap,karakter dan keterampilan antara lain.
1)
Pengembangan Sikap dan Karakter Peduli Lingkungan
2)
Beberapa inovasi kegiatan kepedulian lingkungan yang dapat diterapkan di satuan
pendidikan misalnya, kerja bakti, penanaman pohon, dan pemilahan sampah.
Kepala satuan pendidikan dan pendidik harus terlibat dalam kegiatan peduli
lingkungan, agar menjadi teladan pada peserta didik.
3)
Pengembangan Sikap dan Karakter Kepemimpinan
4)
Kegiatan inovasi pengembangan sikap karakter kepemimpinan dapat dilakukan
dalam kegiatan seharihari di satuan pendidikan misalnya, upacara setiap hari Senin,
setiap kelas terdapat ketua kelas, baris sebelum masuk kelas.
5)
Pengembangan Sikap dan Karakter Sopan Santun
6)
Penanaman sikap dan karakter sopan santun dapat dilakukan dengan inovasi
pembiasaan di satuan pendidikan, misalnya, wajib salim kepada pendidik saat
masuk kelas dan bertegur sapa saat bertemu teman atau pendidik.
Pemenuhan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dilakukan melalui proses
pembelajaran baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
c. Pengelolaan Standar Isi
Standar Isi merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar
Isi terdiri dari Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti sesuai dengan jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik
satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan
berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi
Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Secara umum, Standar Isi mencakup sasaran (goal) yang mencakup segala sesuatu
yang terdiri dari berbagai aspek yang akan dicapai dan menjadi pengalaman belajar
peserta didik. Hal ini sejalan dengan Urdan dalam Ku dan Soulier (2009: 651) bahwa
“goals are generally defined as performance objectives, or what learners want to
achieve”. Artinya, tujuan digambarkan secara umum sebagai sasaran hasil atau hal yang
ingin dicapai siswa. Selain sasaran, Kriedl (2010: 227) menambahkan bahwa “curriculum
purposes typically include the goals, aims, and objectives an educational program”.
Artinya tujuan kurikulum pada dasarnya terdiri dari sasaran, tujuan dan program
pendidikan yang objektif. Sasaran pada kurikulum 2013 dituangkan dalam SKL, tujuan
dituangkan dalam Standar Isi yang merupakan turunan dari SKL terdiri KI dan KD, dan
program pendidikan yang objektif dituangkan dalam Standar Proses dan Standar
Penilaian.
d. Pengelolaan Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar ini berkaitan dengan kriteria minimal mengenai perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, penilaian pembelajaran, dan pengawasan pembelajaran
pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Pelaksanaan dan pencapaian standar proses diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, partisipatif dengan berdasarkan pada standar kompetensi
lulusan.
Sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Kurikulum
nasional
menerapkan
pembelajaran
berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) untuk memperkuat pendekatan
ilmiah dan tematik terpadu (tematik antarmata pelajaran). Proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah merupakan pembelajaran yang memadukan antara komponen
pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik. Semua kegiatan pembelajaran
melibatkan peserta didik secara aktif sehingga tidak ada pembelajaran yang
membosankan yang hanya terfokus pada pendidik. Peserta didik diberi kebebasan
dalam
mengkonstruksikan pemikiran, pengembangan konsep dan temuan. Peserta didik
dibiasakan mengatur dirinya untuk mendapatkan fakta-fakta yang terjadi. Pendidik hanya
sebagai fasilitator, waktu belajar didominasi oleh peserta didik, pendidik mendorong
peserta didik untuk aktif, bertanggung jawab dalam proses-proses penemuan
pembelajaran mereka sendiri.
e. Pengelolaan Standar Penilaian
Standar penilaian ini berkaitan dengan segala macam mekanisme, prosedur, instrumen
penilaian untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah, penilaian pendidikan terdiri dari: penilaian hasil belajar oleh pendidik,
penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (sekolah), dan penilaian hasil belajar oleh
pemerintah.
Penilaian pembelanjaran dilakukan terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Contoh
evaluasi terhadap proses dan hasil pembelajaran dilakukan dengan cara:
1)
Proses Pembelajaran
• Evaluasi terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
telah dilakukan oleh pendidik, contohnya apakah: 1) muatan lokal/nasional/global
telah terintegrasi ke dalam tema/mata pelajaran yang akan dibahas dan telah
tertuang dalam RPP; 2) pendidik menuliskan model pembelajaran yang
digunakan.
• Evaluasi terhadap proses pembelajaran oleh pendidik, yaitu: 1) bagaimana
pendidik menjalankan proses pembelajaran yang mengintegrasikan muatan
lokal/nasional/global dalam setiap kegiatan pembelajaran; 2) apakah pendidik
dapat menjalankan fungsinya sebagai fasilitator; 3) bagaimana suasana belajar
yang dijalankan, antusiasme dan aktivitas peserta didik; 4) apakah pendekatan
saintifik berjalan dengan baik.
2)
Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan mengukur sikap, pengetahuan dan
keterampilan peserta didik setelah proses pembelajaran selesai dilakukan.
f. Pengelolaan Standar Pembiayaan
Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan perlu diatur berdasarkan standar
tertentu. Standar Pembiayaan merupakan aturan yang merinci komponen dan besarnya
biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku dalam kurun satu tahun. Standar biaya
tersebut terbagi menjadi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
g. Pengelolaan Standar Pengelolaan
Standar terakhir yang diatur dalam peraturan pemerintah adalah berkaitan dengan
pengelolaan. Standar pengelolaan tersebut mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan secara efektif dan efesien, pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi hingga pengelolaan tingkat nasional.
3. Pengawasan dan Evaluasi
Menurut PP No. 19 tahun 2017, menyebutkan bahwa beban kerja Kepala Sekolah
sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manejerial, pengembangan
kewirausahaan dan supervisi kepada Guru dan Tenaga Kependidikan. Salah satu
bagian dari fungsi manajerial adalah kontrol atau pengendalian. Fungsi ini sering disebut
Pengawasan dan Evaluasi (Monev). Monev terhadap program kegiatan sekolah sangat
penting bagi kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta upaya
peningkatan kualitas kinerja sekolah. Tanpa Monev, program kegiatan sekolah yang
telah direncanakan dengan baik akan berjalan tidak terarah, sehingga prosesnya bisa
melenceng dan tujuannya tidak tercapai. Agar bisa melaksanakan Monev dengan baik,
kepala sekolah harus memahami konsep, tahapan, dan fungsi dari setiap tahapan
Monev
a. Konsep Monitoring dan Evaluasi
Pengertian Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah dua kata yang memiliki aspek
kegiatan yang berbeda, yaitu kata Monitoring dan Evaluasi. Monitoring merupakan
kegiatan untuk mengetahui apakah program yang telah dibuat berjalan dengan baik
sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaimana para
pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap hasil
perencanaan yang sedang dilaksanakan menjadi alat pengendalian yang baik terhadap
seluruh proses implementasi. “Monitoring lebih menekankan pada pemantauan terhadap
proses pelaksanaan” (Departemen Pendidikan Nasional: 2001). Evaluasi merupakan
tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat
menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Evaluasi diarahkan
untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan
dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu
kebijakan. Istilah evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan
penilaian. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat?” (William
N Dunn: 2000). Tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia
data dasar untuk melakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi.
Oleh karena itu, Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiring.
b. Tujuan Monitoring
Monitoring Evaluasi bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang
sedang berjalan, Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan
program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama waktu yang
tersedia untuk kegiatan tersebut Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk :
1)
2)
3)
4)
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan;
memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;
5) mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan
hambatan selama kegiatan;
6)
7)
memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program;
memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai
c. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan yang berbeda dengan monitoring. Tujuan evaluasi terhadap
suatu program/kegiatan, seperti yang dijelaskan oleh Kirkpatrick (1994), adalah sebagai
berikut
1)
Untuk menilai keefektifan program Melalui evaluasi akan diperoleh informasi apakah
tujuan program telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya.
2)
Untuk menunjukkan atau melihat dampak Melalui evaluasi akan bisa kita lihat
apakah program kegiatan berdampak pada kualitas sekolah.
3)
Untuk memperkuat atau meningkatkan akuntabilitas Melalui laporan evaluasi,
pemangku kepentingan mendapatkan gambaran jelas bahwa sumber daya telah
dimanfaatkan dengan tepat dan sesuai peruntukannya.
4)
Untuk medapatkan masukan terhadap pengambilan keputusan Apakah
pelaksanaan program sekolah yang telah dilaksanakan sudah cukup baik, atau perlu
adanya inovasi dan revisi dalam pelaksanaan program sekolah tahun berikutnya.
d. Manfaat Monitoring Evaluasi
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program menurut
Mulyono
(2017)
adalah
sebagai
berikut:
Secara singkat manfaat dari penerapan sistem monev dalam suatu program adalah
sebagai berikut:
1)
Monev sebagai alat untuk mendukung perencanaan. Penerapan sistem Monev yang
disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator akan memperjelas tujuan serta
arah kegiatan untuk pencapaian tujuan tersebut. Pemilihan indikator program yang
melibatkan berbagai pihak secara partisipatif tidak saja berguna untuk mendapatkan
indikator yang tepat tetapi juga akan mendorong pemilik proyek dan berbagai pihak
yang berkepentingan untuk mendukung suksesnya program.
2)
Monev sebagai alat untuk mengetahui kemajuan program. Adanya sistem Monev
yang berfungsi dengan baik memungkinkan pelaksana program mengetahui
kemajuan serta hambatan atau hal-hal yang tidak diduga yang secara potensial
dapat menghambat jalannya program secara dini. Hal terakhir bermanfaat bagi
pelaksana program untuk melakukan tindakan secara tepat waktu dalam mengatasi
masalah.
3)
Monev sebagai alat akuntabilitas program dan advokasi. Monev tidak hanya
memantau aktivitas program tetapi juga hasil dari aktivitas tersebut. Informasi
pemantauan terhadap luaran dan hasil (output dan outcome) program yang
dipublikasikan dan dapat diakses oleh pemangku kepentingan akan meningkatkan
akuntabilitas program.
e. Prinsip Monitoring dan Evaluasi
Sebagaimana prinsip-prinsip evaluasi pada umumnya, pelaksanaan Monitoring dan
Evaluasi program sekolah harus menerapkan prinsip-prinsip berikut :
1)
Terencana
Pelaksanaan monitoring
matang dan terjadwal.
2)
dan evaluasi
dilakukan berdasarkan perencanaan yang
Objektif:
Monitoring dan Evaluasi program sekolah harus mengungkap fakta sesuai dengan
kenyataan yang ada, dan didasarkan pada standar/kriteria/pedoman/juknis/juklak yang
ada.
3)
Dapat dipertanggungjawabkan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan sesuai dengan prosedur dan
metode yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan
4)
Berkesinambungan:
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara bertahap, terus-menerus
dan berkelanjutan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai,
tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan
5)
Transparan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terbuka
dapat di akses oleh berbagai pihak
6)
Efektif dan
7)
Fungsional
dan hasilnya
efisien dalam penggunaan dana, waktu, dan tenaga
Hasil Monitoring dan Evaluasi program sekolah dikatakan fungsional apabila dapat
digunakan untuk memperbaiki program sekolah yang ada pada saat itu. Dengan
demikian Monitoring dan Evaluasi program sekolah benar benar memiliki nilai guna baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan langsung adalah untuk perbaikan
apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsung adalah untuk penelitian atau
keperluan lainnya.
f. Penyusunan Program, Instrumen, dan Sistem Pelaksanaan Monitoring
Evaluasi
Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program Monitoring dan Evaluasi
adalah:
1)
Program dikembangkan dari aspek-aspek Monitoring dan Evaluasi yang sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
2)
Menggunakan format program yang sudah diberikan.
3)
Kegiatan Monev biasanya dilakukan dalam 3 tahapan, yakni :
Tahap 1 Persiapan, meliputi kegiatan :
a)
b)
c)
d)
e)
Menetapkan tujuan kegiatan Monev.
Membagi tugas dan tanggung jawab tim Monev, serta sumber daya yang
tersedia.
Mengidentifikasi dan mengembangkan instrumen/alat Monev yang
dibutuhkan.
Berlatih menggunakan instrumen/alat Monev.
Menyusun rencana kegiatan Monev
Tahap 2 Pelaksanaan Monev, meliputi kegiatan :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Mengorganisasikan penggunaan intrumen/alat Monev .
Mengumpulkan dan mendapatkan data.
Berkoordinasi dan bekerjasama antaranggota tim Monev.
Memonitor perkembangan kegiatan.
Memodifikasi/melakukan penyesuaian Monev jika perlu.
Mengidentifikasi isu/masalah yang penting, peluang, dan hasil.
Mengadakan pertemuan tim Monev untuk mengevaluasi hasil Monev.
Tahap 3 Pelaporan, meliputi kegiatan :
a)
b)
Berbagi hasil Monev dengan warga sekolah terkait untuk mendapatkan
masukan/umpan balik lebih lanjut dari mereka.
Mendiskusikan berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan warga sekolah
untuk menindaklanjuti masukan/rekomendasi.
g. Instrumen Monitoring dan Evaluasi
Instrumen yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data Monev adalah angket,
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1)
Angket
Ada dua jenis angket, yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup berisi
sejumlah butir pertanyaan yang menghendaki jawaban pendek, dengan alternatif
jawaban 2 atau lebih. Alternatif berupa jawaban dalam bentuk YA atau TIDAK; a, b, c, d,
e; atau 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Alternatif jawaban menunjukan skala nominal
sehingga angka-angka pada alternatif jawaban merupakan kode.
Sedangkan angket terbuka biasa disebut angket tidak terbatas, karena menghendaki
jawaban bebas dengan menggunakan kalimat atau kata-kata responden sendiri.
Jawaban responden sangat bervariasi karena tidak ada aturan atau rambu-rambu dalam
butir pertanyaan, sangat tergantung pada pendidikan dan pengalaman responden, dan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama daripada angket tertutup.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun angket :
a)
b)
c)
d)
e)
Isi atau materi pertanyaan disesuaikan dengan kemampuan ataupun pengetahuan
responden.
Pertanyaan atau pernyataan yang dituliskan harus menggunakan kata dan kalimat
yang mudah difahami responden.
Butir pertanyaan/pernyataan tidak terlalu banyak.
Kemasan instrumen menarik.
Tata letak pertanyaan/pernyataan.
Pemberian skor pada alternatif jawaban dapat digunakan model pisah (model semantik),
skala tipe Likert atau Thurstone.
a)
Skala Likert
Skala Likert paling banyak digunakan daripada yang lain, karena dipandang lebih
sederhana dan relatif lebih mudah membuatnya. Rentangan skala dapat bervariasi
antara 4 sampai dengan 7, dapat ganjil atau genap. Pernyataan kata dalam skala mulai
dari sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS), diwujudkan dalam bentuk angka yang menyatakan urutan (order) dari atas
ke bawah. Sehingga besar kecilnya akan menunjukan intensitas butir.
b)
Skala Semantic Defferential
Instrumen jenis ini hampir sama dengan skala Likert, dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang sikap seseorang terhadap suatu kebijakan yang
diambil oleh pimpinan. Perbedaannya terletak pada alternatif jawaban pada setiap butir
pertanyaan. Pada Skala Semantic Defferential, alternatif jawaban pada setiap butirnya
diberikan dengan pertanyaan yang berbeda, tergantung pada hal yang ditanyakan.
Pernyataan dua kata diletakkan pada sebelah kiri dan kanan skala, yang
menunjukan ukuran tertinggi dan terendah dari skala. Sehingga sistem skala
Semantic disebut juga dengan skala bipolar. Kelebihan instrumen jenis Semantic
Defferential dibanding dengan skala Likert adalah lebih adaptif terhadap responden dan
mengurangi kejenuhan dari responden.
Pengumpulan data dengan angket ini memiliki keuntungan dan kelemahan.
Keuntungannya dapat menjangkau responden secara luas dan dalam jumlah banyak.
Kelemahannya hanya dapat menanyakan permasalahan yang umum saja dan tidak
dapat secara mendalam. Kadang-kadang responden juga menjawab tidak sesuai
dengan keadaannya, tetapi menjawab sesuai dengan norma-etika-aturan yang berlaku
di masyarakat, misalnya jika ditanyakan tentang pelaksanaan kegiatan agama, perilaku
seksual, pendapatan dan lain-lain, tentu akan menjawab yang baik-baik saja. Hal inilah
yang dinamai dengan social desirability bias.
2)
Observasi
Pengamatan atau observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengamati secara
langsung kejadian atau proses di lapangan. Jenis informasi yang diperoleh dapat berupa
karakteristik benda, proses interaksi benda, atau perilaku manusia baik interaksinya
dengan benda/alat maupun interaksinya dengan manusia lain.
Beberapa hal yang perlu diketahui oleh seorang observer:
a)
Melakukan pengamatan secara terencana dan sistematis;
b)
Mengetahui skenario aktivitas yang akan diamati;
c)
Mengetahui hal-hal pokok yang perlu diperhatikan/difokuskan; dan
d)
Membuat/menggunakan alat bantu berupa alat pencatat dan perekam.
Dalam pengamatan, diperlukan alat untuk mencatan atau merekam peristiwa penting
yang terjadi. Alat bantu yang dipakai dalam observasi antara lain: alat perekam, checklist,
skala penilaian, dan kartu skor. Kelebihan dari metode ini adalah pelaksana Monev dapat
mengamati secara langsung realitas yang terjadi, sehingga dapat memperoleh informasi
yang mendalam. Namun metode ini kurang dapat mengamati suatu fenomena yang
lingkupnya lebih luas, terkait dengan keterbatasan pengamat.
3)
Wawancara
Wawancara (interview) merupakan proses untuk memperoleh data dengan mengadakan
tanya jawab antara pelaksana Monev dengan responden. Dalam wawancara, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a)
Membuat panduan wawancara agar pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada responden tidak ada yang terlewatkan atau jika berimprovisasi tidak
melenceng terlalu jauh.
b)
Memperhatikan situasi dan waktu yang tepat, disesuaikan dengan kesempatan yang
dimiliki oleh responden. Penampilan pewawancara disesuaikan dengan keadaan
responden.
c)
Pewawancara perlu bersikap netral terhadap semua jawaban.
4)
Dokumentasi
Dalam kegiatan Monev, kadang-kadang pelaksana tidak perlu melakukan
pengumpulan/penjaringan data secara langsung dari responden. Untuk suatu tujuan
Monev tertentu, pelaksana Monev bisa menggunakan data sekunder. Data sekunder ini
merupakan data yang telah ada, atau data yang telah dikumpulkan oleh pelaksana
Monev lain ataupun hal-hal yang telah dilakukan oleh orang lain. Cara mengumpulkan
data semacam ini merupakan cara pengumpulan data dengan dokumentasi.
Kelebihan metode ini dapat menghemat waktu dan biaya yang diperlukan.
Kekurangannya pelaksana Monev hanya dapat memperoleh data yang telah ada dan
terbatas pada apa yang telah dikumpulkan. Kadang-kadang untuk dapat memperoleh
datanya terhambat oleh sistem birokrasi
h. Sistem Pelaksanaan Monev
Monev lebih dari sekadar membuat instrumen, mengambil data dan melaporkannya,
tetapi menyangkut sebuah sistem yang bekerja menurut tatanan tertentu yang
disepakati. Ada beberapa macam model sistem pelaksanaan yang dapat diterapkan.
Salah satu model yang sering digunakan dapat dilihat pada diagram berikut.
Program
kegiatan sekolah
Perbaikan
Pelaksanaan Program
Penyusunan
program dan
instrumen Monev
Sosialisasi
Pengumpulan
Data/Fakta
Pengambilan
keputusan
Presentasi
Hasil Olah
Data
Analisis Data
Gambar 3. Diagram Sistem Pelaksanaan Monev
i. Pelaporan Kegiatan dan Tindak Lanjut Monev
1)
Pelaporan Kegiatan Monev
Pada tahap ini kepala sekolah menyusun laporan tertulis yang berisi data dan informasi
tentang hasil Monev sebagai dokumen yang akan digunakan untuk memperbaiki kinerja
sekolah di masa yang akan datang. Laporan disusun dengan format yang telah
ditetapkan. Laporan Monev menggambarkan secara ringkas tapi komprehensif
bagaimana program kegiatan sekolah/madrasah telah dilaksanakan.
Format laporan Monev selalu berkembang. Perkembangan itu bertujuan untuk
menentukan bagian mana yang harus dilaporkan dan bagaimana pelaporannya. Laporan
yang disusun memuat proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Monev. Di samping itu,
laporan berisi temuan-temuan, simpulan dan rekomendasi. Rekomendasi hasil Monev
disusun berdasarkan hasil analisis dan temuan-temuan. Substansi rekomendasi
difokuskan pada upaya perbaikan dan pemecahan masalah yang ditemukan dalam
Monitoring dan Evaluasi. Formulasi rekomendasi seyogyanya disusun dalam bentuk
program tindak lanjut. Laporan Monev dibuat secara bersama-sama oleh
petugas/pelaksana (satuan kerja) Monev.
Laporan dapat disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Dasar Hukum
3. Tujuan
4. Manfaat
Bab II. Pelaksanaan Monev
1. Sasaran Monev
2. Dasar Penugasan
3. Petugas
4. Alur Kegiatan dan Jadwal
5. Responden
Bab III. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Monev
2. Pembahasan
Bab IV. Simpulan dan Rekomendasi
1. Simpulan
2. Rekomendasi
LAMPIRAN
1. Surat Tugas
2. Instrumen
3. Sampel Bukti Fisik
4. Dokumentasi/Foto Kegiatan (jika ada)
2)
Tindak Lanjut Monev
Kegiatan Monev tidak akan bermakna jika berhenti pada tahap pelaporan hasilnya saja.
Agar terjadi perbaikan terhadap pelaksanaan program yang sama pada waktu yang akan
datang, hasil Monitoring dan Evaluasi terhadap program/kegiatan tersebut harus
ditindaklanjuti dengan kegiatan koreksi atau perbaikan, baik pada sisi programnya
maupun pelaksanaannya. Dengan cara demikian, program/ kegiatan sekolah akan selalu
mengalami perbaikan sehingga kualitas program dan pelaksanaannya akan selalu
meningkat.
Contoh format tindak lanjut:
No Rekomendasi
Program
Sasaran
Tujuan
Waktu
Sumber Daya
4. Kepemimpinan Sekolah
a. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pembelajaran
1)
Konsep Kepemimpinan Pembelajaran
Landasan yuridis tentang kepemimpinan pembelajaran adalah Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa efektivitas kepala sekolah dinilai
angka keditnya dalam kompetensi: (1) Kepribadian dan sosial; (2) Kepemimpinan
pembelajaran; (3) Pengembangan sekolah dan madrasah; (4) Manajemen sumber
daya; (5) Kewirausahaan sekolah/madrasah; dan (6) Supervisi pembelajaran.
Kepala sekolah dalam meningkatkan profesonalisme guru diakui sebagai salah satu
faktor yang sangat penting dalam organisasi sekolah, terutama tanggung jawabnya
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah (Gorton & Schneider, 1991).
Beberapa pendapat berikut menunjukkan bahwa sekolah yang efektif merupakan hasil
dari tindakan kepala sekolah yang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan keefektifan sekolah membuktikan bahwa sekolah efektif
(effective schools) mempersyaratkan kepemimpinan pembelajaran yang tangguh (strong
instructional leadership) dari kepala sekolahnya, di samping karakteristik-karakteristik
lainnya, seperti harapan yang tinggi dari prestasi siswa, iklim sekolah yang positif bagi
kegiatan belajar mengajar, dan monitoring kemajuan belajar mengajar yang
berkelanjutan (Davis & Tomas, 1989, Smith & Andrew, 1989). Dari hasil penelitian
tersebut mengindikasikan bahwa munculnya sekolah berprestasi, yang juga sering
disebut sebagai sekolah yang berhasil (successful schools), atau sekolah unggul, tidak
dapat dipisahkan dari peran yang dimainkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
pembelajaran.
Ada banyak rumusan tentang arti kepemimpinan pembelajaran, tetapi fokus dan
ketajamannya masih berbeda-beda. Menurut Eggen & Kauchak (2004) kepemimpinan
pembelajaran adalah tindakan yang dilakukan (kepala sekolah) dengan maksud
mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru, serta pada
akhirya mampu menciptakan kondisi belajar siswa meningkat. Secara implisit definisi ini
mengandung maksud bahwa kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan yang
mengarah pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadiya proses
pembelajaran yang optimal.
Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya
memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki
prestasi belajar siswanya. Definisi ini belum menyeluruh, karena hanya memfokuskan
pada guru. Ahli lain, Petterson (1993), mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran yang
efektif adalah sebagai berikut:
a)
Makna visi sekolah ditentukan melalui berbagi pendapat atau urun rembug dengan
warga sekolah serta mengupayakan agar visi dan misi sekolah tersebut hidup subur
dalam implementasinya;
b)
Kepala sekolah melibatkan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sekolah
(manajemen partisipatif);
c)
Kepala sekolah memberikan dukungan terhadap pembelajaran
d)
Kepala sekolah melakukan pemantauan terhadap proses belajar mengajar untuk
memahami lebih mendalam dan menyadari apa yang sedang berlangsung di dalam
sekolah
e)
Kepala sekolah berperan sebagai fasilitator sehingga dengan berbagai cara dia
dapat mengetahui kesulitan pembelajaran dan dapat membantu guru dalam
mengatasi kesulitan belajar tersebut.
Mc Ewan (2002) mengembangkan konsep kepemimpinan pembelajaran yang lebih
operasional dengan tujuh langkah kepemimpinan pembelajaran lengkap dengan
indikatornya seperti berikut ini.
a)
Menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas
(1) Melibatkan guru-guru dalam mengembangkan dan menerapkan tujuan dan
sasaran pembelajaran sekolah.
(2) Mengacu kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah/sistem pendidikan
dalam mengembangkan program pembelajaran.
(3) Memastikan aktivitas sekolah dan kelas konsisten dengan tujuan pembelajaran.
(4) Mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan pembelajaran
b)
Menjadi narasumber bagi staf
(1) Bekerja sama dengan guru untuk untuk memperbaiki program pembelajaran di
dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa
(2) Membuat program pengembangan pembelajaran yang didasarkan atas hasil
penelitian dan praktik yang baik
(3) Menerapkan prosedur formatif yang baik dalam mengevaluasi program
pembelajaran
c)
Menciptakan Budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembelajaran
(1) Menciptakan kelas-kelas inklusif yang memberi kesan bahwa di dalamnya
semua siswa boleh belajar
(2) Menyediakan waktu yang lebih panjang untuk belajar (dalam kelas tersebut)
bagi siswa-siswa yang membutuhkannya
(3) Mendorong agar guru berperilaku positif dalam kelas sehingga membuat iklim
pembelajaran baik dan tertib dalam kelas
(4) Menyampaikan pesan-pesan kepada siswa dengan berbagai cara bahwa
mereka bisa sukses
(5) Membuat kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa (pekerjaan
rumah, penilaian, pemantauan kemajuan belajar, remediasi, laporan hasil
belajar, kenaikan/tinggal)
d)
Mengkomunikasikan visi dan misi sekolah ke staf
(1) Melakukan komunikasi dua arah secara sistimatis dengan staf tentang tujuan
dan sasaran lembaga (sekolah)
(2) Menetapkan,
mendukung,
dan
melaksanakan
aktivitas
mengkomunikasikan kepada siswa tentang nilai dan arti belajar
yang
(3) Mengembangkan dan gunakan saluran-saluran komunikasi dengan orang tua
untuk menyampaikan tujuan-tujuan sekolah yang telah ditetapkan
e)
Mengkondisikan staf untuk mencapai cita-cita profesional tinggi.
(1) Melibatkan diri Anda mengajar secara langsung di kelas
(2) Membantu guru-guru dalam mengupayakan dan mencapai keinginan
profesionalnya yang brtkaitan dengan pembelajaran sekolah dan pantau
apakah keinginannya itu terwujud
(3) Melakukan observasi terhadap semua kelas secara teratur, baik secara informal
atau formal
(4) Melibatkan diri Anda dalam persiapan observasi kelas
(5) Melibatkan diri Anda dalam rapat-rapat yang membahas hasil observasi
terutama yang menyangkut perbaikan pembelajaran.
(6) Melakukan evaluasi yang mendalam, bertanggung jawab, mengarahkan,dan
memberi rekomendasi bagi pengembangan pribadi dan profesi sesuai dengan
kebutuhan individu
f)
Mengembangkan kemampuan profesional guru
(1) Membuat jadwal, rencana, atau fasilitasi berbagai rapat (perencanaan,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau pelatihan dalam jabatan)
guru yang membicarakan isu-isu pembelajaran.
(2) Memberi kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan tentang kolaborasi,
membuat keputusan bersama, coaching, mentoring, pengembangan kurikulum,
dan presentasi
(3) Memberi motivasi dan sumber daya pada guru untuk berpartisipasi dalam
aktivitas pengembangan profesional
g)
Bersikap positif terhadap siswa, staf, dan orang tua.
(1) Melayani siswa dan berkomunikasilah dengan mereka mengenai berbagai
aspek kehidupan sekolah mereka
(2) Berkomunikasi dengan dengan semua staf dilakukan secara terbuka dengan
menghormati perbedaan pendapat yang ada
(3) Menunjukkan perhatian terhadap masalah-masalah siswa, guru, dan staf dan
libatkan diri dalam pemecahan masalah mereka seperlunya
(4) Menunjukkan kemampuan hubungan interpersonal dengan semua pihak
(5) Selalu menjaga moral yang baik
(6) Selalu tanggap terhadap apa yang menjadi perhatian staf, siswa, dan orang tua
(7) Mengakui/memuji keberhasilan/kemampuan orang lain
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar terjadi
peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar, keingintahuan,
kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat.
Dengan demikian, Kepemimpinan pembelajaran memfokuskan/menekankan pada
pembelajaran dengan komponen-komponennya meliputi kurikulum, proses belajar
mengajar, penilaian, pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan
pembangunan komunitas belajar di sekolah.
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena
mampu: (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) mendorong dan
mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa; (3)
memfokuskan kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk menuju pencapaian visi, misi, dan
tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu
menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar (learning school).
Sekolah belajar memiliki perilaku-perilaku sebagai berikut: memberdayakan warga
sekolah seoptimal mungkin; memfasilitasi warga sekolah untuk belajar terus dan
berulang-ulang; mendorong kemandirian setiap warga sekolahnya; memberi
kewenangan dan tanggung jawab kepada warga sekolahnya; mendorong warga sekolah
untuk akuntabel terhadap proses dan hasil kerjanya; mendorong teamwork yang
(kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah/cepat tanggap terhadap pelanggan
utama yaitu siswa); mengajak warga sekolah untuk menjadikan sekolah berfokus pada
layanan siswa; mengajak warga sekolah untuk siap dan akrab menghadapi perubahan,
mengajak warga sekolah untuk berpikir sistem; mengajak warga sekolah untuk komitmen
terhadap keunggulan mutu, dan mengajak warga sekolah untuk melakukan perbaikan
secara terus-menerus.
Pengaruh kepemimpinan pembelajaran tidak langsung bekerja pada proses
pembelajaran di kelas, namun dengan kepemimpinan pembelajaran akan terbangun
iklim akademik yang positif, komunikasi yang baik antarstaf, perumusan tuntutan
akademik yang tinggi, serta tekad untuk mencapai tujuan sekolah.
2)
Karakteristik Kepemimpinan Pembelajaran
Pertanyaan pembukanya adalah apa peran kepala sekolah dalam kepemimpinan
pembelajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini perhatikan Tabel 1 berikut ini
Tabel 1. Perbedaan Tugas dan Fungsi Manajer dan Pemimpin
Karakteristik kepemimpinan pembelajaran menurut Hellinger dan Murphy (1985), serta
menurut Weber (1996) sebagaimana yang dikutip Pusat Pengembangan Tenaga
Kependidikan (2011: 13-14) antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
Mengembangkan misi dan tujuan
Mengelola program pembelajaran
Mendorong iklim pembelajaran akademis
Mengembangkan fungsi produksi pendidikan
Mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif.
Brundrett dan Davies (2010) menyatakan bahwa pemimpin harus mampu berkreasi,
memberi motivasi dan bekerja dalam keseimbangan tim. Kepemimpinan pembelajaran
harus bergeser dari kepemimpinan top-down ke kepemimpinan dengan pendekatan tim.
Kepemimpinan ini mengutamakan keseimbangan perhatian pada pembelajaran dan
peran tim, serta pengembangan tim.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2015) dalam Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas
Sekolah dalam Mengelola Implementasi
Kurikulum 2013: Manajemen dan
Kepemimpinan Sekolah Materi Diklat Implementasi Kurikulum 2013 untuk Kepala
Sekolah menyebutkan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran adalah
mengembangkan sekolah dengan berbasis data, menyelaraskan hubungan kerja,
meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, dan meningkatkan
motivasi warga sekolah.
Pengambilan keputusan untuk menentukan misi sekolah harus berdasarkan data.
Sedangkan dalam mengelola pembelajaran tentu harus disertai dengan menyelaraskan
hubungan kerja. Hubungan kerja antara pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras
dan memiliki peluang untuk meningkatkan kompetensi, akan menjadi modal tumbuhnya
iklim belajar yang positif di sekolah. Jika iklim belajar di sekolah positif tentu akan
meningkatkan motivasi warga sekolah untuk semakin mengembangkan sekolah.
Dampaknya hasil belajar siswa akan meningkat. Senge (2000) menyebutkan bahwa
seorang pemimpin memfasilitasi dan mendorong suasana untuk kebebasan bertindak.
Keyakinan, ide, pendapat dan perilaku pemimpin adalah penanda budaya belajar yang
harus dilakukan dalam lingkungan sekolah.
Dalam dunia olahraga, misalnya, Alex Ferguson adalah seorang pelatih dan mantan
pemain sepak bola, yang pernah menangani Manchester United sebagai manajerpemimpin, di mana dia telah bertugas lebih dari 1000 pertandingan. Ferguson dianggap
sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah, dia telah memenangkan lebih banyak
trofi daripada pelatih manapun sepanjang sejarah sepak bola Inggris. Dia telah
menangani Manchester United sejak tanggal 6 November 1986 hingga 2013. Apabila
ditarik dalam konteks pendidikan di sekolah, praktik kepemimpinan yang diterapkan oleh
Alex Ferguson antara lain:
a)
Kepala sekolah yang hebat adalah pemimpin dan manager yang hebat, dan
sebaliknya
b)
Semua pemimpin adalah guru
c)
Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda
d)
Tugas kepala sekolah adalah membangun komunitas diantara siswa, guru, orang
tua dan staff untuk berbagi tujuan.
e)
Kepala sekolah harus membangun konteks dan kapasitas komunitas untuk
menjalankan ide-ide dan mengamati apa yang terjadi sampai mereka percaya diri
untuk menyelaminya sendiri.
b. Kepala Sekolah sebagai Agen Perubahan
1)
Konsep Kepemimpinan Perubahan
Dunia selalu berubah. Bila perubahan itu ke arah kebaikan, kita perlu menyambut
perubahan dengan suka cita. Kalau tidak mau berubah, kita bisa ditinggalkan.
Beruntunglah kita kalau hari ini lebih baik dari kemarin. Kita akan celaka kalau hari ini
lebih buruk dari kemarin. Kita akan rugi kalau hari ini sama saja dengan kemarin. Sejarah
mencatat, adanya sebuah perusahaan raksasa di bidang telekomunikasi yang akhirnya
bangkrut karena terlambat atau tidak mau melakukan perubahan. Sebaliknya,
perusahaan dan lembaga yang dulu kita kenal kecil, sekarang menjadi besar karena
selalu melakukan perubahan di semua bidang.
Pesatnya kemajuan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, di segala bidang dan sendi
kehidupan, berdampak luas terhadap pendidikan. Sekolah sebagai satuan pendidikan
terkecil yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional, termasuk organisasi yang harus
juga mengalami perubahan. Perubahan organisasi di sekolah misalnya perubahan dalam
hal teknologi, struktur organisasi, kebijakan, sumber daya manusia, dan fisik
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta budaya baru. Kepemimpinan
perubahan adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah perubahan dalam
organisasi, sehingga membawa perubahan yang menjadikan semua komponen dalam
organisasi itu menyatu dan saling berempati untuk membawa perubahan yang dibuatnya
agar lebih bermanfaat dan memiliki nilai positif terhadap organisasi. Demikian juga,
kepemimpinan kepala sekolah menghadapi perubahan fase demi fase. Perubahan
sistem kepemimpinan di sekolah juga seharusnya dapat menjadikan mutu sekolah dalam
melayani pendidikan masyarakat lebih baik dari waktu ke waktu. Kepemimpinan
perubahan, secara umum dalam bidang organisasi adalah tindakan beralihnya suatu
organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang
menurut yang diinginkan guna meningkatkan efektivitasnya (Winardi: 2005:2).
“Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih dari yang orang lain lihat, yang
melihat lebih jauh daripada yang orang lain lihat dan yang melihat sebelum orang lain
melihat.” (Leroy Eimes, penulis dan pakar kepemimpinan). Tidak semua warga sekolah
dan stakeholder sadar tentang kondisi yang sekarang. Tidak semuanya tahu dan mampu
mencapai kondisi yang diinginkan. Ada yang memandang begitu muram terhadap
kondisi pendidikan dan sekolah sekarang ini sehingga kondisi buruk itu dibiarkan saja
dan bahkan dihindari (fixed mindset). Tapi ada juga yang memandang kondisi buruk itu
sebagai sebuah tantangan yang harus hadapi dan diatasi (growth minset). Dan saudara
di pihak yang mana?
Sebagai contoh, banyak siswa mengeluh karena sekolah mereka tidak nyaman. Guruguru terus mengawasi mereka. Belajar di sekolah membuat mereka frustrasi,
terpinggirkan, dan tidak menginspirasi. Guru mengeluh ketidaksetaraan kualitas dan
fasilitas antara sekolah terpencil dan perkotaan sehingga membuat mereka malas
mengajar dan menjadikan alasan bagi mereka untuk mengajar dengan apa adanya.
Sekolah mengeluh karena kekurangan guru sehingga harus bekerja keras
mengupayakan adanya guru honorer. Orang tua siswa mengeluh kerepotan dengan
sistem online dan merugikan mereka. Kepala sekolah mengeluh karena dana BOS telat
cair sehingga harus bekerja keras mengendalikan keterlaksanaan dan ketercapaian
program kerja mereka. Kepala daerah pun mengeluh karena banyak guru yang tidak
kompeten berambisi jadi kepala sekolah sehingga jabatan kepala sekolah akan diberikan
ke pejabat lain.
Ada juga yang melihat kondisi saat ini justru sebagai tantangan untuk berbuat lebih baik,
lebih banyak. Mereka memandangnya sebagai ladang untuk beramal baik. Semua
kondisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya kepemimpinan perubahan.
Kepemimpinan perubahan, secara khusus dalam bidang pendidikan, bisa dimaknai
sebagai upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi baru agar hubungan antara guru dan
siswa berkembang (Ken Robinson: 2015: 72).
Agar kondisi baru di atas tercipta, fokus kepemimpinan perubahan harus mengacu pada
efektivitas kinerja kepala sekolah lalu bagaimanakah kita bisa menjadi kepala sekolah
yang efektif? Untuk memahami hal ini, perhatikan ilustrasi di bawah ini!
“Pak Bagus baru saja dipindah di sebuah sekolah. Saat melakukan supervisi, dia
menemukan beberapa kenyataan yang kurang efektif sebagai berikut:
a)
Pembelajaran di sekolah itu tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai dengan
nilai ujian nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah.
b)
Cara mengajar guru tidak kreatif dan inovatif. Semangat belajar siswa rendah.
Banyak guru dan siswa yang datang terlambat ke sekolah. Disiplin siswa rendah.
c)
Llingkungan sekolah gersang, catnya buram, dan kotor.
d)
Semangat guru untuk mengembangkan sekolah itu rendah. Tidak ada kerja sama di
antara mereka. Semua urusan dipegang dan ditentukan oleh salah satu wakil kepala
sekolah.
e)
Tidak ada kewirausahaan di sekolah itu.
f)
Belum pernah dilakukan supervisi berkelanjutan dan secara utuh sebelum ini.
g)
Banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran padahal di setiap
kelas tersedia LCD Projector dan fasilitas wifi.
Melalui kepemimpinan dan perubahan yang dilakukan Pak Bagus, sekolah ini menjadi
sekolah yang memperoleh Adiwiyata pertama di Kabupaten. Sekolah ini memperoleh
predikat Adiwiyata selama tiga tahun berturut-turut dan menjadi Adiwiyata Lestari.
Lingkungan dan lembaga lain memperoleh manfaat dari sekolah yang dipimpin Pak
Bagus. Pak Bagus sering mendapat penghargaan di tingkat nasional dan beberapa kali
diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan. Prestasi demi prestasi terus
diraih siswa, guru, dan sekolah ini. Sekolah ini banyak dikunjungi oleh sekolah dan
lembaga lain, dari seluruh Indonesia, bahkan beberapa negara lain juga berkunjung
untuk studi banding ke sekolah ini. Bagaimana ini bisa terjadi?
Kita pasti yakin bahwa kondisi di sekolah itu harus dan pasti bisa diubah. Perubahan ini
harus dipimpin oleh kepala sekolah. Sebuah penelitian membuktikan bahwa kehadiran
dan kepemimpinan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang sangat besar dan
berarti bagi kemajuan sekolah. Alam mengajarkan kita, bahwa kalau memilih ikan itu
segar atau tidak, maka periksalah kepalanya. Ikan segar dapat kita ketahui dari kondisi
kepalanya yang segar, dan demikian juga sebaliknya. Lalu, bagaimana perubahan di
sekolah itu dilakukan? Berikut ini akan dibahas satu demi satu peran kepala sekolah
sebagai agen perubahan di sekolah sesuai dengan kompetensi kepala sekolah.
2)
Peran Kepala Sekolah dalam
(Mempermanusiakan/Humanizer)
Perubahan
Kepribadian
dan
Sosial
“Mulailah dari diri sendiri”, begitu kata orang bijak. Untuk melakukan perubahan sebuah
lembaga, mulai dari perubahan diri sendiri. Sebelum melakukan perubahan di
sekolahnya, seorang kepala sekolah harus mau memulai perubahan dari diri sendiri dan
sosialnya. Untuk memahami hal ini, kita bisa belajar dari kasus di atas.
Untuk mengubah kondisi sekolahnya, Pak Bagus segera bekerja sama dengan komite,
orang tua, guru, siswa dan ahli pendidikan. Hal ini dimulai dari diri sendiri. Pak Bagus
berada di sekolah 30 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Beliau adalah orang pertama
yang datang di sekolah. Pak Bagus menyambut siapa saja yang datang, baik guru
maupun siswa, di gerbang sekolah. Beliau juga pulang paling akhir. Setiap program yang
dia canangkan, dia terlebih dulu melaksanakannya. Pak Bagus tidak segan-segan untuk
mengunjungi tokoh masyarakat, kepala desa, rumah guru, komite, dan mengajak
berbicara dengan siswa untuk mengetahui ide, keinginan, dan masalah yang selama ini
mereka hadapi.
3)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pembelajaran (Katalis Budaya/Cultural
Catalist)
Jantung sekolah ada pada pembelajaran. Bila pembelajaran berhenti, berhenti pula
hakikat sekolah. Pembelajaran yang dilakukan asal-asalan akan meluluskan siswa yang
biasa-biasa saja. Dari studi kasus di atas, kita dapat mengetahui bahwa pembelajaran di
sekolah Pak Bagus tidak begitu menggembirakan. Hal ini ditandai oleh nilai ujian
nasional yang dicapai dari tahun ke tahun rendah.
Pak Bagus mencoba mengundang ahli pembelajaran. Pertama, dilakukan workshop
tentang cara mengajar guru kreatif dan inovatif. Di luar dugaan, tanggapan guru cukup
baik. Mereka menjadi bersemangat dalam mengajar. Guru yang dahulu mengajar
dengan berceramah saja, mulai mencoba metode mengajar yang baru. Tentu saja ini
harus disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dikembangkan. Berikutnya, dilakukan
workshop tentang pendalaman materi. Guru-guru diajak kembali mendalami materi
sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Hal ini menjadi pembelajaran semakin
sesuai dengan tuntutan kurikulum. Semangat guru untuk mencari ilmu menjadi
meningkat. Berikutnya, Pak Bagus meminta ketuntasan belajar dan menambah jam
pengayaan. Tentu saja, Pak Bagus juga memikirkan apresiasi bagi guru yang memberi
jam pengayaan dengan bekerja sama dengan komite sekolah. Dalam waktu singkat,
ternyata nilai rata-rata ujian nasional sekolah itu naik signifikan.
Pengembangan kurikulum di sekolah itu menjadi salah satu fokus bagi kepemimpinan
perubahan. Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan,
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. KTSP
dikembangkan oleh sekolah dengan melibatkan komite sekolah, dan kemudian disahkan
oleh kepala dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pengembangan RPP
dilakukan sebelum awal semester atau awal tahun pelajaran dimulai, namun selalu
diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan RPP dilakukan oleh
guru secara mandiri dan/atau berkelompok di sekolah dikoordinasi, difasilitasi, dan
disupervisi oleh kepala sekolah. Pengembangan kurikulum sekolah dilakukan melalui
kepemimpinan perubahan dengan pendekatan dan metode baru.
4)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Pengembangan Sekolah (Pembangun
Komunitas/Community Builder)
“Jika Anda sengaja membiarkan diri Anda menjadi kurang dari apa yang sebenarnya
mampu Anda capai, Anda akan tidak bahagia seumur hidup” (Abraham H. Maslow).
Tidak hanya diri sendiri yang dikembangkan, secara kelembagaan, sekolah juga harus
dikembangkan. Banyak sekolah yang berdiri lama, tetapi minim prestasi. Itulah
sebabnya, harus dilakukan perubahan secara kelembagaan. Kepala sekolah hendaknya
memimpin warga sekolah dan komite untuk merumuskan visi dan misi sekolah. Mereka
tidak hanya merumuskan, tetapi bagaimana menyiapkan langkah dan kegiatan nyata
untuk mencapai visi dan misi sekolah.
Kebetulan, sekolah tempat Pak Bagus bertugas adalah sekolah yang letaknya di desa.
Siswa yang bersekolah di sana adalah anak-anak yang nilai ujian nasionalnya rendah.
Sementara mereka yang nilai ujian nasionalnya tinggi memilih di sekolah lain. Ditambah
dengan suasana sekolah yang tidak menyenangkan dan kinerja guru seperti yang
diceritakan di atas. Salah satu kelebihan sekolah itu adalah tanahnya masih agak luas.
Melihat peluang ini, Pak Bagus bersama warga sekolah mencoba untuk mencanangkan
green and clean school. Gerakan ini dimulai dari membuat taman sekolah. Selain untuk
keindahan sekolah, taman ini dibuat untuk belajar di luar kelas. Ternyata tempat ini
menjadi titik penting dalam pengembangan sekolah. Warna kelas dicat dengan warna
yang indah dan berbeda dengan sebelumnya. Kamar kecil dibuat kering, bersih dan
wangi.
Sejak saat itu mulai ada kesadaran pada warga sekolah akan keindahan dan kebersihan.
Target ini ditingkatkan lagi untuk menjadi sekolah Adiwiyata. Dengan menggandeng
Dinas Lingkungan Hidup, mulai terbuka wawasan tentang pentingnya pelestarian alam
melalui pendidikan. Semua pembelajaran diarahkan untuk pencapaian Adiwiyata. Tidak
semua warga sekolah setuju pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu
dan perubahan yang diciptakan, yang tadinya tidak setuju secara perlahan berubah
menjadi pelaku perubahan. Taman-taman dan koleksi tumbuhan mulai diperluas. Semua
sudut sekolah menjadi indah. Disediakan tempat mencuci tangan di muka kelas. ada
juga kolam ikan. Tidak hanya pembangunan fisik dan pembelajaran, tetapi di sekolah ini
juga dilakukan pembiasaan, melalui program Gerakan Jumat Bersih.
Usaha ini tidak sia-sia. Sekolah ini menjadi sekolah pertama yang mendapatkan
Adiwiyata di kabupaten. Tahun berikutnya, tidak hanya mempertahankan, tetapi secara
terus menerus dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan sarana, pembelajaran,
pembiasaan, dan pengimbasan. Tahun kedua, kembali sekolah ini mendapatkan
adiwiyata. Demikian juga untuk tahun ketiga, sehingga sekolah ini mendapatkan
Adiwiyata Lestari.
Banyak lembaga dan sekolah lain yang belajar ke sekolah ini. Tidak hanya dari kota dan
kabupaten lain, tetapi juga dari provinsi lain. Beberapa negara asing juga berkunjung,
melakukan studi banding Adiwiyata di sekolah ini. Pak Bagus menjadi sering diundang
sebagai narasumber di berbagai forum untuk berbagi pengalaman.
5)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Manajemen Sumber Daya (Pembuat
Kerangka Kerja/Framework Maker)
Peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kependidikan merupakan bagian integral dari
pengembangan manajemen sumber daya manusia di sebuah organisasi. Keberadaan
tenaga kependidikan di sekolah merupakan aset yang berharga bagi pengembangan
sekolah. Keberhasilan sekolah ditentukan dari kualitas orang-orang yang berada di
dalamnya. Mengubah sekolah adalah mengubah manusia-manusia yang ada di
dalamnya. Tenaga kependidikan akan bekerja secara optimal jika kepala sekolah
mendukung kemajuan karir mereka dengan melihat apa sebenarnya kompetensi
mereka. Biasanya, pengembangan tenaga kependidikan berbasis kompetensi akan
mempertinggi produktivitas kerja sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan
berujung pada kepuasan stakeholder sekolah dan sekolah sebagai satuan pendidikan
diuntungkan. Pengembangan kapasitas tenaga kependidikan bisa dilakukan melalui
kepemimpinan perubahan di sekolah dengan budaya kerja yang baru.
Menyadari hal ini, Pak Bagus mencoba untuk mengembangkan sekolah dengan
memperhatikan sumber daya manusia yang ada di sekolahnya. Hubungan guru yang
semula tidak akrab dicoba dijalin melalui kegiatan outbond untuk guru dan tenaga
pendidikan. Setiap tiga bulan sekali diadakan arisan keluarga yang diadakan anjang
sana di rumah guru dan tenaga pendidikan. Semua guru dan tenaga pendidikan
diwajibkan ikut kegiatan emotional spiritual quetion (ESQ). Ada perubahan struktur wakil
kepala sekolah, koordinator, dan wali kelas. Semua kegiatan yang semula hanya
dikendalikan oleh satu orang, kini didistribusikan. Semua orang merasa bertanggung
jawab, semua orang ikut memajukan sekolah.
6)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Kewirausahaan Sekolah (Perantara
Keunggulan/Power Broker)
Kewirausahaan harus dirintis dan dibelajarkan di sekolah. Ini merupakan aset untuk
menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing.
Kewirausahaan tidak hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dan dibiasakan. Jiwa
kewirausahaan juga harus ditumbuhkan.
Pak Bagus berusaha mengembangkan kewirausahaan melalui apa yang sudah dicapai
selama ini, yaitu Sekolah Adiwiyata. Pak Bagus mencoba mengembangkan
kewirausahaan melalui penanaman bibit, pelatihan Sekolah Adiwiyata, dan pengolahan
sampah. Tidak hanya Pak Bagus, guru dan siswa sering diundang untuk memberikan
pelatihan. Ada salah satu siswa yang dapat membuat topeng dari kayu. Ini juga
dikembangkan menjadi kerajinan khas dari sekolah ini dan menjadi bibit jiwa
kewirausahaan. Topeng kayu ini, diberikan kepada tamu yang datang ke sekolah
sebagai cinderamata.
7)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Supervisi Pembelajaran (Penantang yang
Bersahabat/Friendly Challenger)
Kualitas kepemimpinan terkait dengan standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi
oleh sekolah agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik. Upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas
profesional kepala sekolah dan guru, penciptaan iklim yang inovatif di sekolah, dan
upaya lain yang bisa dilakukan adalah melalui supervisi akademik yang secara terus
menerus dilakukan secara berkelanjutan. Sadar akan hal itu, Pak Bagus melakukan
upaya pengembangan kualitas pembelajaran di sekolah melalui kepemimpinan
perubahan dengan melakukan kegiatan supervisi akademik yang berkelanjutan untuk
semua guru di semua kelas. Tidak itu saja, Pak Bagus juga melakukan supervisi
manajerial untuk meningkatkan kualitas pelayanan tenaga administrasi sekolah,
perpustakaan, tenaga kebersihan dan keamanan dan juga guru bimbingan konseling
yang ada di sekolah itu. Bagi pak Bagus, mengamati bagaimana mereka bekerja dan
mengarahkannya bila mana mereka bekerja tidak sesuai dengan harapannya adalah
pekerjaan rutin. Pak Bagus yakin bahwa dengan cara seperti itu maka semua warga di
sekolah akan semakin baik bekerja dan memberikan pelayanan yang semakin baik dan
semakin baik lagi dari waktu ke waktu. Sebuah kesalahan bukan untuk dimarahi dan
disalahkan tetapi utnuk dikoreksi dan diperbaiki. Maka mengarahkan, mengajari,
mengingatkan menasehati, membimbing semua warga di sekolah adalah pintu bagi
peningkatan kualitas baik pembelajaran maupun pelayanan di sekolah. Pak Bagus
adalah tempat bagi mereka untuk bertanya dan belajar setiap saat.
8)
Peran Kepala Sekolah dalam Perubahan Teknologi dan Informasi (Technological
Influencer)
Clayton Christensen, tokoh adminstrasi bisnis dari Harvard Business School
menyebutkan bahwa era sekarang merupakan era disrupsi yang dalam bahasa
sederhananya berarti gangguan atau mengganggu (disrupt). Disrupsi dapat diartikan
pula sebagai kekacauan (chaos), ketika dalam beberapa kasus linearitas tidak terjadi
pada variabel atau peubah, misalnya saja pergerakan dunia industri dan persaingan
kerja tidak lagi linear. Perubahan dalam banyak situasi yang semestinya smoothing,
halus dan berevolusi rapi, mendadak harus berubah penuh kejutan disertai inovasiinovasi baru.
Era disrupsi yang dipenuhi kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesatnya
adalah sebuah keniscayaan bahwa guru harus menguasai teknologi untuk kemudian
digunakan sebagai media pendukung dalam kegiatan pembelajaran.
Di dalam pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran sangat penting dilakukan
guru untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa dengan baik.
Kemajuan teknologi dewasa ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyelesaikan
masalah-masalah pembelajaran.
Berdasarkan kasus di atas, ditemukan guru yang tidak memanfaatkan media
pembelajaran dengan baik, padahal di sekolah tersebut tersedia LCD projector dan
fasilitas wifi. Setelah diidentifikasi ternyata guru-guru tersebut belum menguasai TIK.
Melihat kenyataan ini, Pak Bagus sebagai kepala sekolah merasa sadar betul bahwa
salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh guru pada abad XII ini adalah literasi
digital. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kompetensi TIK para guru, Pak Bagus
mengundang narasumber yang kompeten untuk melatih para guru dalam pembuatan
power point , pemanfaatan internet, dan e-learning. Hasilnya, guru-guru merasa senang
dan dengan pelatihan tersebut karena ternyata dengan menguasai TIK dapat
memudahkan dalam menyampaikan materi. Selain itu, dengan tuntutan implementasi
Kurikulum 2013 di mana siswa harus dapat mencari sumber belajar lain selain guru,
kegiatan ini sangat membantu. Guru membimbing siswa untuk mencari sumber belajar
lain melalui internet dengan fasilitas wifi yang disediakan oleh sekolah.
9)
Karakteristik Kepemimpinan Perubahan
“Tantangan kepemimpinan adalah untuk menjadi kuat, tapi tidak kasar, bersikap baik,
tapi tidak lemah, berani, tapi tidak menjadi pengganggu, menjadi bijaksana, tapi tidak
malas, rendah hati, tapi tidak malu-malu; bangga, tapi tidak sombong ; memiliki humor,
tetapi tanpa kebodohan”. (Jim Rohn, pengusaha, penulis dan pembicara motivasi).
Setiap manusia adalah pemimpin. Pada dasarnya kepemimpinan perubahan adalah
upaya untuk menerjemahkan visi-strategi-budaya baru dari seorang kepala sekolah
kepada setiap aksi guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang dipimpinnya. Apabila
dilihat dari fakta yang ada di sekolah, sebagian besar permasalahan kepemimpinan
kepala sekolah adalah kesenjangan antara visi dan aksinya. Kepala sekolah harus
memiliki visi dan strategi yang jelas gambarannya.
Seringkali aksi yang dilakukan jauh dari visi dan strategi yang telah disepakati. Hal ini
karena pelaksana kegiatan di sekolah bukan kepala sekolahnya, namun guru dan tenaga
kependidikan sebagai komunitas di sekolah. Dengan demikian, guru dan tenaga
kependidikan di sekolah harus terampil menangani pekerjaan dan memahami dengan
baik visi dan strategi yang sudah disepakati bersama komunitas di sekolah. Namun
seringkali juga terjadi di sekolah adalah adanya guru atau tenaga kependidikan yang
tidak terampil menangani pekerjaan dan tidak memahami visi dan strategi yang telah
disepakati. Bisa semua atau sebagian besar atau sebagian kecil dari guru dan tenaga
kependidikan mengalami kendala seperti itu. Oleh karena itu seorang kepala sekolah
harus memahami kendala teknis yang terjadi di lapangan, sehingga semua persoalan
yang terjadi dapat diselesaikan secara lebih baik, lebih murah, atau keduanya. Inilah
yang disebut sebagai nilai baru yang muncul karena adanya kepemimpinan perubahan
di sekolah. Nilai yang memberi sekolah alternatif solusi baru dalam mengatasi semua
persoalan yang terjadi di sekolah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya yang sudah
ada di sekolah (Roseno Aji Affandi: 2014). Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut ini.
Kreasi
Nilai
Idealismekarakterintuisi
Visistrategiaksi
Gambar 4. Karakteristik Kepemimpinan Perubahan
Karakteristik kepemimpinan perubahan, pertama, harus mempunyai nilai yang
diperjuangkan dan memimpin untuk memperjuangkan. Kepala sekolah harus memimpin
warga sekolah untuk menentukan dan memperjuangkan nilai. Nilai ini hasil pengetahuan,
pengalaman, perenungan, baik yang berasal dari diri sendiri maupun bersama-sama
orang lain. Nilai inilah yang dikreasikan menjadi nilai sekolah. Sekolah akan diapresiasi
karena mempunyai nilai lebih, nilai positif, nilai kreatif, dan inovatif. Sebagai contoh,
kepala sekolah yang memperjuangkan dan menawarkan nilai pendidikan ramah anak,
pendidikan berbasis alam, pendidikan berbasis entrepreneur, pendidikan berbasis
kehidupan, pendidikan multiple intelegence, dan sebagainya.
Dalam konteks sekolah dan dalam bentuk nyata, nilai-nilai yang baru itu misalnya, kepala
sekolah yang lebih berintegritas, guru yang lebih terampil mengajar, staf administrasi
yang yang lebih ramah dan bersahabat, guru bimbingan konseling yang lebih proaktif,
laboran yang lebih giat menata bahan dan peralatan laboratorium sekolah, pustakawan
yang mampu menarik perhatian siswa berkunjung ke perpustakaan, penggunaan sarana
dan prasarana sekolah yang lebih efisien, bendaharawan yang lebih disiplin
mengendalikan pembelanjaan sekolah, lingkungan sekolah yang makin bersih dan makin
nyaman, kamar mandi/toilet sekolah yang lebih wangi, dan siswa yang lebih
bersemangat dalam belajar.
Kedua, karakteristik kepemimpinan perubahan adalah visioner. Nilai yang diperjuangkan
itu bisa dituangkan dalam bentuk visi sekolah. Visi inilah yang harus diperjuangkan oleh
seluruh warga sekolah. Kepala sekolah bertugas memimpin dan menggerakkan seluruh
kegiatan di sekolah untuk mencapai dan mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah ini
dijabarkan menjadi misi sekolah. Misi sekolah harus operasional. Itulah sebabnya kepala
sekolah perlu memikirkan strategi dan aksi yang bisa dilakukan untuk mencapai visi
sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mampu memimpin warga sekolah
untuk menentukan strategi dan aksi untuk mencapai visi dan misi sekolah. Strategi dan
aksi bisa dilakukan misalnya dengan adanya program workshop, pelatihan atau In House
training (IHT), Family Gathering, Studi Banding, KKG-MGMP, Focus Group Discussion
(FGD), seminar, Lesson Study, Kemitraan, NUKS, renovasi gedung dan sarana sekolah,
pengadaan peralatan praktik dan buku-buku baru, program literasi sekolah, program
inklusi, jumat bersih, sholawatan, istighoshah atau dzikir bersama, donor darah, pewangi
ruangan di setiap sudut sekolah, kantin sekolah, dan sebagainya. Dari yang sudah biasa
ada dan yang biasanya tidak ada menjadi ada. Dari yang sudah biasa didengar maupun
yang aneh kedengarannya. Selama program kegiatan itu memberikan manfaat bagi
tumbuhnya solusi, alternatif dan inspirasi baru untuk menjadi lebih baik, lebih efektif dan
lebih murah. Itulah strategi yang tepat untuk membuat perubahan di sekolah.
Ketiga, kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan harus mempunyai idealisme dan
karakter serta mengembangkan hal ini di sekolahnya. Banyak idealisme dan karakter
yang bisa dikembangkan.
Kepala sekolah sebagai pemimpin perubahan bisa mempunyai karakter jujur, cerdas,
pandai berkomunikasi, dan dapat dipercaya. Bisa juga mempunyai karakter seperti yang
dikemukakan Agustian. Agustian dalam bukunya ESQ Power menguraikan bahwa pada
tanggal 11 s.d. 12 April 2002 para top eksekutif internasional dari berbagai jenis
perusahaan datang berbondong-bondong untuk menghadiri sebuah forum diskusi
leadership yang diadakan oleh Harvard Business School. Rangkuman hasil diskusi
tersebut diberi judul, “Does Spirituality Drive Success?” yang artinya, apakah spiritualitas
bisa membawa seseorang pada keberhasilan? Mereka sepakat menyatakan bahwa
paham spiritualisme mampu menghasilkan 5 (lima) hal yaitu (1) integritas atau kejujuran,
(2) energi atau semangat, (3) inspirasi atau ide dan inisiatif, (4) wisdom atau bijaksana,
serta (5) keberanian dalam mengambil keputusan.
Pada tahun 1987, 1995, dan tahun 2002 sebuah lembaga leadership internasional yang
bernama “The Leadership Challenge” telah melakukan survey karakteristik CEO (Chief
Executive Officer) di 6 (enam) benua yaitu: Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia,
Eropa, dan Australia. Masing-masing responden diminta untuk menilai dan memilih 7
karakteristik CEO ideal mereka. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pemimpin
yang disukai mempunyai karakter jujur, berpikiran maju, kompeten, memberi inspirasi,
cerdas, adil, berpandangan luas, mendukung, terus terang, bisa diandalkan, bekerja
sama, tegas, imajinatif, berambisi, berani, dan sebagainya. Tidak ada salahnya bila
kepala sekolah mempunyai karakter seperti ini.
Kepala sekolah bertugas untuk memimpin warga sekolah untuk mengembangkan
karakter sekolah. Ada beberapa karakter yang bisa dikembangkan di sekolah. Karakter
yang perlu ditanamkan dan ditumbuhkan berupa 1) nilai-nilai, bentuk perilaku misalnya
religiusitas, nasionalisme, anti Korupsi-Kolusi-Nepotisme, anti memperkaya diri sendiri,
musyawarah-mufakat, gotong royong; 2) Kebiasaan dan habitat baru misalnya cara-cara
hidup dan kebiasaan yang dibiasakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
komunitas sekolah; dan 3) kode hidup bersama misalnya solidaritas, kolaborasi,
kepedulian, simpati, empati, dan lain lainnya. Bila hal ini berhasil, akan menjadikan
sekolah sebagai tempat tumbuh kembangnya idealisme.
c. Butir-Butir Penilaian pada Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS)
Komponen Kepemimpinan Sekolah
1)
2)
Kepala Sekolah menyusun dan menetapkan struktur organisasi sekolah
Kepala Sekolah menempatkan guru dan atau atau tenaga kependidikan dalam
SOTK yang telah ditetapkan.
3) Kepala Sekolah mendelegasikan sebagian tugas kepada wakil Kepala Sekolah yang
relevan dengan bidang tugas)
4) Kepala Sekolah membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk
pelaksanaan peningkatan mutu
5) Kepala Sekolah membuat keputusan anggaransekolah dengan mempertimbangkan
masukan guru, komite sekolah, dan penyelenggara sekolah (khusus bagi swasta)
6) Kepala Sekolah berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dari orang tua
siswa dan masyarakat;
7) Kepala Sekolah melaksanakan program peningkatan motivasi kerja pendidik dan
tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas
prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik
8) Kepala Sekolah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi siswa;
9) Mengembangkan Program Keteladanan Sikap dan Perilaku yang menjaga nama
balk lembaga, profesi, dan kedudukan/jabatan
10) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran
yang dikomunikasikan dengan balk dan didukung oleh komunitas sekolah
11) Kepala Sekolah menjalin kerja sama dengan orang tua siswa, masyarakat, dan
komite sekolah
d. Indikator-Indikator terkait Kepemimpinan Sekolah pada Draft Instrumen
Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Mengimplementasikan visi, misi, dan tujuan dengan melibatkan seluruh komponen
sekolah dan pemangku kepentingan.
Mempraktikkan kepemimpinan yang kreatif, inovatif, partisipatif, kolaboratif,
transformative, dan kreatif.
Sekolah melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan dalam pelaksanaan
program-program sekolah.
Tersedianya sarana dan prasarana yang baik dan memadai.
Menerapkan pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
Sekolah memiliki sumber pembiayaan sekolah yang mendukung kegiatan sekolah.
Sekolah menerapkan pelaporan keuangan.
Melakukan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Melakukan pembinaan kesiswaan.
5. Pengelolaan SIM Sekolah
a. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen secara efektif di Sekolah
1)
Definisi Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
Sistem informasi manajemen adalah jaringan prosedur pengelolaan dari mulai 1).
Pengumpulan data, 2). Pengolahan data, 3). Penyimpanan data, 4). Pengambilan data
dan 5). Penyebaran informasi dengan menggunakan berbagai peralatan yang tepat,
dengan maksud memberikan data kepada manajemen setiap waktu diperlukan dengan
cepat dan tepat, untuk dasar pembuatan keputusan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Secara sederhana, suatu sistem dapat diartinya sebagai suatu kumpulan
atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang teroganisir, saling berinteraksi,
saling tergantung satu sama lain, dan terpadu. Kecenderungan manusia yang mendapat
tugas memimpin suatu organisasi adalah terlalu memusatkan perhatian pada salah satu
komponen saja dari sistem organisasi. (Siagian, 2006)
Sistem informasi manajemen berhubungan dengan informasi. Informasi adalah sebuah
istilah yang tidak tepat dalam pemakaiannya secara umum. Informasi dapat mengenai
data mentah, data tersusun, kapasitas sebuah saluran komunikasi dan lain sebagainya.
Informasi ibarat darah yang mengalir di dalam tubuh suatu organisasi sehingga informasi
ini sangat penting dalam suatu organisasi. Sistem pengolahan informasi mengolah data
menjadi informasi atau tepatnya mengolah data dari bentuk tak berguna menjadi berguna
jadi penerimanya. Nilai informasi berhubungan dengan keputusan. Bila tidak ada pilihan
atau keputusan, maka informasi menjadi tidak diperlukan.
Sistem informasi mendatangkan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terkait: 1)
Manfaat diantaranya sistem informasi bagi perusahaan, Sistem informasi diperlukan oleh
perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. Sehingga berbagai pihak yang
membuat keputusan, dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan
yang lebih baik. Informasi yang baik hanya dapat dihasilkan oleh sistem informasi yang
dengan sengaja dirancang oleh perusahaan untuk mengolah data menjadi informasi. 2)
Manfaat sistem informasi bagi perorangan, perorangan yang terlibat dalam sistem
informasi diantaranya adalah para manajer, para operator, dan para pelanggan. 3)
Manfaat sistem informasi bagi industri.
2)
Manfaat Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
Sistem informasi manajemen memiliki banyak manfaat baik bagi pihak manajemen
maupun untuk organisasi sekolah secara keseluruhan. Adapun manfaat Sistem
Informasi Manajemen Sekolah adalah:
a)
b)
c)
d)
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas data secara akurat dan realtime.
Memudahkan pihak manajemen untuk melakukan perencanaan, pengawasan,
pengarahan dan pendelegasian kerja kepada semua departemen yang memiliki
hubungan atau koordinasi.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena unit sistem kerja yang
terkoordinasi dan sistematis.
Meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya dalam organisasi
3)
Jenis-jenis Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS)
a.
Sistem informasi profil sekolah (Portal Sekolah)
Sistem informasi ini merupakan basis data induk sekolah yang berisikan data sekolah
yang fungsinya untuk menyediakan informasi-informasi sekolah yang dapat
dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis
mengenai perkembangan pendidikan di sekolah.
b.
Sistem informasi personalia (SDM)
Selain terintegrasi dengan pengelolaan data guru/tenaga kependidikan dalam Dapodik,
cakupan cakupan sistem informasi personalia (SDM) meliputi menangani perekrutan
pegawai honorer, penerimaan guru bantu/guru tetap, mutasi pegawai, tunjangan, profil
(kepangkatan, riwayat hidup, riwayat pekerjaan, angka kredit, dan penilaian kinerja, dan
evaluasi kompetensi guru.
c.
Sistem informasi siswa
Sistem informasi ini merupakan pusat pengelolaan informasi yang berhubungan dengan
manajemen siswa dengan data induk kesiswaan. Berisi data PPDB, Biodata siswa,
Pengelolaan Kenaikan Kelas Siswa (manual maupun otomatis), Pengelolaan
Kelulusan/Alumni, Pencetakan Kartu Siswa, dan Pengelolaan Kedisiplinan Siswa.
d.
Sistem informasi sarana dan prasarana sekolah
Sistem ini dirancang untuk memudahkan pihak manajemen sekolah, khususnya bagian
Sarana & Prasarana sekolah dalam menginventarisasi sarana-prasarana sekolah, kartu
stok, dan laporan maintenance peralatan & perlengkapan sekolah. Dengan fasilitas
pencatatan transaksi pembelanjaan sarana-prasarana juga memungkinkan pihak
manajemen sekolah dengan mudah melaporkan secara periodik mengenai besaran
biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengadaan maupun perawatan semua
inventaris sekolah untuk menganalisa kebutuhan operasional sekolah terkait dengan
sarana-sarana dan maintenance prasarana sekolah yang dihabiskan selama satu tahun
pelajaran.
Sistem informasi sarpras ini dapat berisi mengenai Manajemen Aset sekolah mulai dari
penomoran aset, lokasi aset, penggunaan aset dan jumlah aset
e.
Sistem informasi akademik
Sistem ini merupakan basis utama dalam keseluruhan proses manajemen pendidikan di
sekolah. Terdapat beberapa perspektif yang ada dalam ruang lingkup akademik ini, yaitu:
kurikulum, guru, layanan bimbingan konseling, dan siswa.
Sistem ini dapat berisi tentang Pengelolaan Kurikulum, Penjadwalan Satuan Pengajaran,
Pengelolaan Nilai Akademik Siswa dan Laporan Hasil Studi Siswa, dan Presensi Siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
f.
Sistem informasi keuangan
Sistem ini memfokuskan pada pengelolaan keuangan sekolah yang mencakup
perencanaan RKAS, pencatatan transaksi-transaksi penerimaan dan pengeluaran
sekolah, serta sistem pembukuan (akuntansi) terpadu untuk mempermudah pelaporan
pertanggungjawaban keuangan sekolah. System ini dapat berisi data pembayaran biaya
pendidikan siswa, seperti SPP, uang pembangunan, dan biaya-biaya lain. Data
pembayaran tersebut akan ditampilkan dalam format laporan yang akan memudahkan
pihak sekolah dalam melakukan pemeriksaan dan evaluasi, seperti : Laporan siswa yang
belum melakukan pembayaran, Laporan siswa yang sudah melakukan pembayaran,
Laporan-laporan yang berkenaan dengan honor guru/karyawan.
g.
Sistem Informasi Perpustakaan Digital
Sistem ini dapat berisi Pengelolaan buku, Pengelolaan anggota, Transaksi peminjaman
dan pengembalian buku, dan Manajemen Arsip Digital
h.
Sistem e-Learning
Sistem ini dapat berisi layanan proses pendidikan menggunakan sistem online maupun
intranet bagi siswa dan guru berupa modul sekolah, tanya-jawab, kuis online, maupun
tugas-tugas dapat menggunakan rumah belajar, moodle, google classroom, Edmodo, dll.
4)
Tahapan Penggunaan SIM yang Efektif di Sekolah
Sistem informasi manajemen juga memiliki tahapan-tahapan tertentu, adapun tahapantahapan tersebut diantaranya:
a)
Bagian pengumpulan data
Bagian pengumpulan data bertugas mengumpulkan data, baik bersifat bersifat
internal maupun eksternal. Data internal merupakan data yang berasal dari dalam
organisasi sedangkan data eksternal adalah data yang berasal dari luar organisasi
namun masih terdapat hubungan diantara keduanya.
b)
Bagian proses data
Bagian proses data bertugas memproses data dengan mengikuti serangkaian
langkah atau pola tertentu sehingga data dapat diubah kedalam bentuk suatu
informasi yang lebih berguna pada pemrosesan data bisa dilakukan dengan cara
manual maupun dengan cara bantuan mesin sebagai alat pembantu penyelesaian
pekerjaan. Bagian pemrosesan data ditangani oleh tenaga manusia yang memiliki
ahli dan bertugas membentuk data sehingga menjadi informasi yang sesuai dengan
kebutuhan level-level manajemen. Karena kebutuhan setiap manajer dalam hal ini
kepala sekolah atau wakil kepala sekolah berbeda, maka kebutuhan data pada tiaptiap manajer akan berbeda pula. Untuk itu tenaga manusia dituntut mampu bekerja
dengan baik.
c)
Bagian pemrograman data
Bagian pemograman bertugas menyusun program untuk perangkat komputer.
Karena komputer memiliki bahasa sendiri sehingga tugas programmer adalah
membahasakan data-data yang telah dihimpun sesuai dengan bahasa komputer.
d)
Bagian penyimpan data
Bagian penyimpan data bertugas menyimpan data. Penyimpanan data sangat
diperlukan, karena tujuan utamanya adalah demi keamanan data. Apabila level-level
manajemen pendidikan membutuhkan data baik data berupa bahan mentah maupun
data yang telah diolah, maka data dapat diambil dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan manajer.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan dari Sistem Informasi
Manajemen sangat perlu diperhatikan. Karena apabila manajer mampu menguasai
tahapan-tahapan tersebut maka akan semakin mudah memperoleh informasi sehingga
akan melancarkan pengambilan keputusan.
b. Menganalisis masalah dan solusinya dalam pengelolaan SIM di sekolah
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, pendidik harus
memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model
pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk belajar dengan
perencanaan pengajaran yang matang oleh pendidik.
Memaknai UU tentang Sisdiknas tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa,
pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar yang meliputi pendidik dan peserta didik yang saling bertukar
informasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendidik sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk
mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karna tidak semua
orang tua memiliki kemampuan baik dari segi pengalaman, pengetahuan maupun
ketersediaan waktu. Dalam kondisi yang demikian orang tua menyerahkan anaknya
kepada pendidik di sekolah dengan harapan agar anaknya dapat berkembang secara
optimal.
Penggunaan sistem informasi manajemen (SIM) menunjukkan citra positif lembaga
sekolah tidak hanya dalam ruang lingkup nasional melainkan juga internasional
dikarenakan penggunaan teknologi terbaru identik dengan penyesuaian dengan standar
yang digunakan di berbagai negara. Dalam pelaksanaan pengelolaan SIM di sekolah
akan menemui masalah/kendala dan menemukan solusi agar lebih efektif.
1)
Masalah
Secara umum, terdapat sejumlah permasalahan umum sistem informasi pendidikan
Indonesia, di antaranya:
a)
Disintegrasi sistem informasi
Disintegrasi sistem informasi adalah terjadinya suatu kondisi di mana informasi antar
satu unit dengan unit yang lain dalam sebuah organisasi pendidikan masih terpisah satu
dengan yang lainnya. Masing-masing unit memiliki data dengan subjek dan atau objek
yang sama, namun masing-masing tidak memiliki kesesuaian kuantitas maupun kualitas.
Kebutuhan akan data dalam sistem kerja yang berjalan pada masing-masing unit
organisasi perlu didorong untuk mengembangkan aplikasi pengelola data secara
terintegrasi dengan pola interaksi yang disesuaikan dengan kebutuhan unit di dalam
organisasi pendidikan tersebut. Basis data dikembangkan belum merujuk pada suatu
sistem penyimpanan data yang terpusat, melainkan digunakan basis data berdasar pada
data yang dimiliki oleh masing-masing unit. Keadaan ini menyebabkan sulitnya proses
validasi dan penggunaan data secara terintegrasi dalam sebuah organisasi atau
lembaga pendidikan.
b)
Rendahnya penggunaan data akurat dalam sistem pengambilan keputusan
Pada intinya, data yang dimiliki dapat diidentifikasi, data masih parsial, data lambat
diperbaharui, dan akurasi data belum tepat. Persoalan tersebut berawal dari sejumlah
hal berikut: (1) tidak tersedianya sistem penyimpanan, pemrosesan, dan publikasi
informasi yang dapat bekerja secara cepat, terintegrasi, dan dapat dipercaya, (2) dana
yang tidak memadai untuk membangun infrastruktur pengelolaan data secara terpusat
dan terintegrasi, (3) sumber daya manusia yang belum mampu mengikuti perubahan
teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan, karena keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan, dan (4) adanya resistensi pada pemanfaatan sistem baru, lebih nyaman
menggunakan sistem lama yang sudah biasa digunakan, dirasa sudah mapan, dan
dinilai baik.
c)
Lemahnya sistem pembaharuan data
Data yang ada tidak memiliki mekanisme pembaharuan yang dapat berjalan secara real
time. Tidak terdapat suatu mekanisme kerja sistem yang secara khusus mengatur sistem
pembaharuan data secara terus menerus dan berkesinambungan. Suatu contoh
keberadaan data kepegawaian; guru atau dosen yang sudah meninggal, sudah naik
pangkat atau sudah menyelesaikan studi masih belum ter-update di sistem. Keadaan
data ini bisa jadi hal sepele, namun dari sisi sistem akan berpengaruh kepada sistem
lainnya, orang yang sudah meninggal masih terjadwal di akademik, orang yang sudah
naik pangkat atau sudah selesai studi masih belum mendapatkan haknya. Penyebabnya
mungkin karena bagian entri data tidak mendapatkan data atau laporan dari yang
bersangkutan.
d)
Kurangnya sistem aplikasi manajemen
Idealnya, organisasi pendidikan memerlukan sejumlah aplikasi sistem untuk mendukung
terhadap manajemen pendidikan, infrastruktur yang memadai, dan sejumlah sistem
aplikasi yang diperlukan pada unit yang ada dalam organisasi pendidikan tersebut secara
terintegrasi, terpadu, dan real time. Basis data yang ada dapat digunakan untuk seluruh
sistem yang dikembangkan dan pada dasarnya data yang objeknya sama, namun
penggunaan dan pelaporan yang berbeda. Sistem aplikasi manajemen yang diterapkan
pada unit akan memanfaatkan data tersebut untuk keperluan pelaporan yang berbeda.
Data siswa atau mahasiswa dapat digunakan untuk pelaporan keuangan, prestasi,
beasiswa, dan lainnya
e)
Tidak terjaminnya sistem keamanan
Sistem keamanan menjadi kendala terbesar dalam implementasi sistem informasi
pendidikan. Sumber tidak stabilnya sistem keamanan disebabkan karena etika dan
moralitas faktor internal organisasi. Meskipun, tidak menutup kemungkinan disebabkan
oleh faktor eksternal. Sistem keamanan biasa meliputi keamanan sistem aplikasi, sistem
keamanan monitoring, dan sistem keamanan yang berhubungan dengan konten.
Terjaminnya sistem keamanan akan meningkatkan tingkat kepercayaan dari pemilik dan
pengguna sistem.
f)
Infrastruktur TIK yang belum memadai
Pengembangan infrastruktur TIK untuk menjamin ketersediaan layanan menjadi aspek
yang mendasar. Di dalam sejumlah aplikasi sistem, kebutuhan infrastruktur menjadi
prasarat dalam mengoperasionalisasikan sistem. Platform teknologi yang berupa
infrastruktur hardware maupun software menjadi amat penting apabila kapasitas
aksebilitas sistem yang semakin berkembang.
g)
Kelembagaan pengelolaan TIK yang belum satu atap
Masing-masing unit atau bagian yang ada di lembaga pendidikan memiliki unit atau
organ yang menangani, mengembangkan, mengadakan, dan memanfaatkan sistem
informasi. Hal ini yang menyebabkan kinerja lembaga pendidikan secara parsial
berdasarkan unit tidak terintegrasi secara kesuluruhan. Hal ini akan menjadi baik apabila
unit tersebut menggunakan database bersama, namun jika unit tersebut memiliki dan
mengembangkan basis data yang terpisah, maka akan menjadi tidak efektif, efisien, dan
akurasi data akan menjadi lemah.
2)
Solusi
Pada dasarnya setiap kendala atau masalah dapat dicarikan jalan keluarnya (solusi).
Untuk mengatasi kendala atau masalah yang telah disebutkan maka perlu diambil
langkah, sebagai berikut:
a)
Penggunaan database bersama
Sistem informasi harus dikembangkan dengan mengupayakan pemanfaatan database
bersama (shared database) oleh pengguna atau sistem yang berbeda. Di samping
mengurangi bahan kerja, hal ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan
pada saat menginput data (one stop inpus process) sehingga keakuratan data akan lebih
terjamin. Penggunaan database bersama diharapkan akan mengurangi pekerjaan
penginputan data secara manual yang berulang-ulang. Makna lain dari ini adalah basis
data sama, namun keperluan berbeda untuk masing-masing unit kerja. Di dalam dunia
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi sekalipun memiliki
objek dan subjek yang sama semuanya bermuara pada peserta didik. Hal ini
memudahkan pada pengelolaan basis data bersama untuk kepentingan bersama
b)
Aplikasi berbasis web
Aplikasi manajemen bisa dilakukan berbasis desktop atau berbasis online.
Penggunaannya sangat bergantung pada tingkat keamanan, kebutuhan akan data
pengguna, dan daya akses pengguna. Misalnya, untuk data yang bersifat terbatas untuk
kalangan tertentu dan pada tempat tertentu dapat menggunakan aplikasi dekstop atau
intranet sedangkan aplikasi yang mengolah data yang tidak kritis sebaiknya
dikembangkan dengan menggunakan web sebagai antarmuka (interface). Web sebagai
antarmuka akan mempermudah pemasangan (deployment) dari aplikasi. Aplikasi
berbasis web memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap peningkatan jumlah pengguna,
dengan kalimat lain memiliki tingkat skalabilitas yang lebih baik. Hal positif lain dari
aplikasi berbasis web adalah kemudahan dalam pemeliharaannya. Perbaikan dan
modifikasi aplikasi cukup dilakukan pada server aplikasi dan tidak memerlukan
perubahan pada sisi pengguna aplikasi
c)
Sistem terintegrasi
Pengembangan sistem informasi perlu diarahkan agar tercipta sistem yang terintegrasi
(integrated system). Sistem terintegrasi adalah sebuah sistem yang mampu melingkupi
dan mendukung proses-proses kerja yang saling terkait. Sebagai contoh pengelolaan
sumber daya manusia melibatkan proses rekrutmen, pelatihan dan pendidikan, evaluasi
kinerja, pemeliharaan kesehatan, evaluasi remunerasi, dan sebagainya. Sistem
terintegrasi harus dapat mendukung seluruh proses tersebut dan mengoptimalkan
penggunaan hasil-hasil informasi dari proses yang lain seperti dari sistem informasi
akademik, sistem informasi keuangan, dan sistem informasi aset fasilitas.
d)
Interoperabilitas
Pengembangan sistem komunikasi dan informasi harus diarahkan dengan
mempertimbangkan interoperabilitas antar sistem. Interoperabilitas merupakan
kemampuan satu sistem untuk bekerja sama dengan sistem yang lain. Salah satu faktor
penting terkait dengan interoperabilitas adalah penggunaan standar/platform yang
seragam oleh sistem-sistem yang harus bekerja sama. Platform basis data menjadi
acuan dalam pengembangan aplikasi-aplikasi sistem lainnya.
e)
Keamanan informasi
Sistem informasi harus mempertimbangkan aspek keamanan informasi yang akan
dikelola (diakuisisi, disimpan, diolah, atau ditransfer) oleh sistem tersebut. Aspek-aspek
dari keamanan informasi adalah kerahasiaan, kebenaran (validitas), dan antisipasi
terhadap kehilangan data (backup dan recovery). Selain itu, etika dan moralitas sumber
daya manusia yang mengendalikan sistem informasi harus memiliki integritas, jujur, dan
terpercaya
f)
Skalabilitas
Pengembangan sistem informasi harus mampu mengantisipasi perubahan kapasitas
dan fungsi sistem yang dibutuhkan. Perubahan kapasitas dan fungsi ini dapat
disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya: pertambahan jumlah pengguna,
penambahan fungsi, atau sebagai dampak dari kejadian khusus tertentu. Sebagai contoh
faktor-faktor tersebut, misalnya pertambahan jumlah personil, pertambahan unit,
pemekaran wilayah, dinamika politik, dan keamanan.
g)
Tingkat ketersediaan
Sistem informasi harus memberikan jaminan tingkat ketersediaan (availability) layanan
pada saat diperlukan. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kritisnya suatu sistem.
Sistem harus dipastikan bekerja dengan baik pada saat diperlukan.
h)
Kemudahan akses
Kemudahan akses harus memberikan layanan pada pengguna. Kemudahan ini dapat
berupa akses terhadap layanan yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, atau
dapat berupa kemudahan penggunaan perangkat. Pengguna tidak dibebani untuk
mempelajari sistem tetapi dapat fokus pada pelaksanaan pekerjaannya.
i)
Proses kerja yang ringkas
Terciptanya proses kerja yang lebih ringkas (streamlined operational process) akan
mempermudah terhadap layanan sistem. Perencanaan sistem informasi harus
mempertimbangkan peluang-peluang untuk meringkas proses kerja dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pengembangan sistem komunikasi
dan informasi tidak hanya ditujukan untuk melakukan otomatisasi pekerjaan tertentu,
tetapi merupakan peluang dalam melakukan rekayasa ulang dari proses kerja.
j)
Kinerja
Seharusnya sistem informasi yang baik harus mampu memberikan layanan dalam suatu
rentang waktu yang dapat diterima oleh penggunannya. Kinerja sistem tidak hanya dilihat
dari kapasitas sistem saja, melainkan lebih jauh dapat dilihat dari sisi penggunanya.
Sistem harus mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi bagi penggunannya.
k)
Otorisasi
Akses terhadap sistem hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang berhak. Hak akses
terhadap sistem informasi harus diatur dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan masingmasing pengguna. Otorisasi pengguna sistem dapat dikembangkan berlapis. Hal ini
sangat bergantung pada kompleksitas sistem informasi. Biasanya otoritas pengguna
sistem dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni (1) super administator yang
mampu menentukan tingkat pengguna dan memiliki otoritas penuh terhadap sistem, (2)
admin yang bertanggung jawab terhadap pengguna sistem pada unit tertentu, dan (3)
pengguna tingkat operator yang bertanggung jawab terhadap operasionalisasi sistem.
l)
Infrastruktur bersama
Pengembangan infrastruktur perlu diarahkan pada penggunaan infrastruktur bersama.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada saat ini telah memungkinkan
pemanfaatan infrastruktur yang sama untuk mengalirkan berbagai bentuk informasi,
seperti video, gambar, suara, dan data. Dengan perencanaan yang baik, pemanfaatan
infrastruktur bersama akan mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh
layanan yang dibutuhkan.
m) Komunikasi berbasis internet protocol (IP)
Penggunaan internet protocol (IP) sebagai standar komunikasi perlu dikembangkan.
Melalui sistem informasi berbasis IP memungkinkan penggunaan infrastruktur bersama
sebagaimana diuraikan pada poin sebelumnya dapat terwujud dengan baik.
Download