LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Umur : 22 thn, 6 bulan, 4 hari (13-08-1992) Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petugas Kebersiha Alamat : Perintis kemerdekaan 4 Agama : Islam No. RM : 702273 Tanggal masuk : 09/02/15 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Autoanamnesis : Demam Anamnesis Terpimpin : Demam dialami kurang lebih 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan terus menerus, tidak menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada. Mual dan muntah dialami kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi lebih dari 7 kali/hari berisi air dan sisa makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. BAB : biasa, kuning BAK : biasa, kuning muda, kesan sedikit Pasien juga merasakan sesak nafas tetapi tidak batuk ataupun nyeri dada. Tidak ada perdarahan gusi ataupun mimisan. Kedua mata tampak kuning dan kedua betis terasa nyeri hebat. Penurunan berat badan tidak ada. Nafsu makan biasa. Riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada. Riwayat memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada Riwayat selalu membersihkan tempat air tergenang 1 Riwayat Penyakit Sebelumnya: - Riwayat hepatitis tidak ada - Riwayat darah tinggi tidak ada - Riwayat sakit kencing manis tidak ada Riwayat Psikososial: - Riwayat minum alkohol tidak ada - Riwayat merokok tidak ada Riwayat Keluarga: - Riwayat keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada III. STATUS PRESENT Sakit Sedang / Gizi Cukup / Sadar BB = 51 kg TB = 160 cm IMT = 19,92 Gizi Cukup (Normal) Tanda vital : Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit reguler Pernapasan : 20x/menit, Tipe : Thoracoabdominal Suhu : 38,1oC (axilla) IV. PEMERIKSAAN FISIS Kepala Ekspresi : Biasa Simetris muka : simetris kiri = kanan Deformitas : (-) Rambut : Hitam, lurus, alopesia (-) Mata Eksophtalmus/Enophtalmus : (-) Gerakan : ke segala arah 2 Tekanan bola mata : dalam batas normal Kelopak Mata : edema palpebra (-) Konjungtiva : anemis (-) Injectio conjungtiva (+) Sklera : ikterus (+) Kornea : jernih Pupil : bulat, isokor 2,5mm/2,5mm Reflex cahaya +/+ Telinga Pendengaran : dalam batas normal Tophi : (-) Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-) Hidung Perdarahan : (-) Sekret : (-) Mulut Bibir : pucat (-), kering (-) Lidah : kotor (-)tremor (-) hiperemis (-) Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-) Faring : hiperemis (-), Gigi geligi : caries (-) Gusi : perdarahan gusi (-) Leher Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran DVS : R+1 cm H2O Kaku kuduk : (-) Tumor : (-) Dada Inspeksi Bentuk : : normochest, simetris kiri = kanan 3 Pembuluh darah : tidak ada kelainan Buah dada : simetris kiri = kanan Sela iga : dalam batas normal Paru Palpasi : Nyeri tekan : (-/-) Massa tumor : (-/-) Fremitus raba : vocal fremitus normal pada kedua basal paru Perkusi : Paru kiri : sonor Paru kanan : sonor Batas paru-hepar : ICS V-VI Batas bawah paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan Batas bawah paru belakang kiri Auskultasi : ICS X belakang kiri : Bunyi pernapasan : Vesikuler Bunyi tambahan : Rh - - Wh - - Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : dalam batas normal batas atas jantung : ICS II sinistra batas kanan jantung : ICS III-IV linea parasternalis dextra batas kiri jantung : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-) 4 Perut Inspeksi : datar, ikut gerak napas Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal Palpasi : Nyeri Tekan (-) Massa Tumor (-) Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Ginjal : tidak teraba Perkusi : Tympani Alat kelamin : Tidak diperiksa Ekstremitas Edema -/-/Rumple Leede test (-) Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) D/S V. ASSESMENT : Leptospirosis AKI renal dd pre renal VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (22 Februari 2015) Jenis Pemerikaan Hasil (13/05/2014) Nilai Rujukan WBC 19.2x103/uL 4 - 10 x 103/uL RBC 4.14 x 106/uL 4 – 6 x 106/uL HGB 11.8gr/dL 12 - 18 g/dL HCT 35 % 37 – 48% MCV 84 Fl 80 – 97 fL MCH 29 pg 26.5 – 33.5 pg MCHC 34 gr/dl 31.5 – 35.0 gr/dl 5 PLT 130x 103/uL 150-400x103/uL LYMPH 14.0 % 20 – 40% EO 2.9 x103/uL 1.00 – 3.00 x103/uL BASO 0.67 x103/uL 0.0 – 0.10 x103/uL SGOT 29 U/L <38 U/L SGPT 23 U/L <41 U/L PT 9.5 kontrol 9.9 10-14 detik APTT 27.6 kontrol 28.8 22.0-30.0 detik Ureum 190 mg/dL 10-50 mg/dL Creatinin 3.30 mg/dL L(<1.3), P(<1.1) Natrium 142 136-145 mmol Kalium 4.5 3.5-4.5 mmol Klorida 97 97-111 mmol Albumin 3.5 gr/dL 3.5-5.0 gr/dL Bilirubin Total 10.56 mg/dl <1.1 mg/dl Bilirubin Direk 10.58 mg/dl <0.30 mg/dl HbSAg Non Reactive Non Reactive Anti HCV Non Reactive Non Reactive GDS 119 mg/dL 140 mg/dL Pemeriksaan Penunjang Lainnya : Urinalisis (22-02-2015) Warna Kuning keruh Kuning muda Ph 5.5 4.5 – 8.0 Bj 1.010 1.005 – 1.035 Protein + / 30 mg/dl Negative Blood +++ / 200 RBC/ul Negative Lekosit +- Negative Sedimen Eritrosit >25 <5 Sedimen Lain-Lain Bakteri (+) 6 Leptodipstick(11-07-2014) o Kesan : Positif VII. PLANNING Pengobatan : Diet makanan lunak Diet rendah garam IVFD NaCl 0,9% 40 tpm Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv dalam NaCl 0,9% 100 cc/drips Inj. Omeprazole 40 mg/8jam/iv Paracetamol 500 mg 3x1 (jika suhu >38 derajat celcius) Rencana selanjutnya : o Balance Cairan / hari o Cek DR o Cek Ur,Cr/3 hari o Kontrol Elektrolit VIII. PROGNOSIS Quad ad functionam : Dubia et bonam Quad ad sanationam : Dubia et bonam Quad ad vitam : Dubia et bonam 7 IX. FOLLOW UP TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER 22/02/2015 S : Demam (+) P: 00.00 Nyeri ulu hati (+)Mual (+) Diet makanan lunak Muntah (+) Diet rendah garam O: IVFD NaCl 0,9% 40 tpm I : 5130 cc O : 2469 cc SS / GC / CM IVFD NaCl 3% 10 tpm (2) +2661cc T :120/70mmHg Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv N : 80 x/i dalam P : 22 x/i cc/drips habis dalam 30 S : 38,2⁰C menit NaCl 0,9% 100 Paracetamol 500 mg 3x1 Anemis (-), ikterus (+) DVS R+1 cmH2O (jika BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/- celcius) suhu >38 derajat CV : BJ I/II murni regular, BT (-) Peristaltik (+) kesan normal Hepar & lien tidak teraba Ekstremitas edem -/ Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) Periksa : A: o Balance cairan / hari Weil’s Disease o Cek DR AKI renal dd pre renal o Cek ADT o Ur/Cr/3 hari 8 23/02/2015 S : Demam (+) Nyeri ulu hati (+) Mual (+) Diet rendah garam 00.00 I : 2230cc O : 2045cc +185cc P: Muntah (+) IVFD NaCl 0,9% 40 tpm O: Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv SS / GC / CM dalam T :120/70mmHg cc/drips NaCl 0,9% 100 N : 80 x/i Omeprazole40mg/24jam/iv P : 22 x/i Paracetamol 500 mg 3x1 S : 37,9⁰C (jika Anemis (-), ikterus (+) celcius) suhu >38 derajat DVS R+1 cmH2O BP : Vesikuler Rh -/- Wh -/ CV : BJ I/II murni regular, BT (-) Peristaltik (+) kesan normal Hepar & lien tidak teraba Ekstremitas edem -/ Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) A: Weil’ Disease AKI renal dd pre renal Periksa : o Balance cairan / hari o Cek DR o Ur/Cr/3 hari 9 24/02/2015 S : Demam (+) Nyeri ulu hati P: 07.30 (+)Mual (+) Muntah (+) nyeri Diet rendah garam seluruh badan dan otot terutama IVFD Asering 20 tpm Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv betis (+) I : 2230cc O: dalam O : 1845cc SS / GC / CM +385cc Anemis (-)ikterus (+) NaCl 100 cc/drips Inj.Omeparzole40mg/24ja T : 100/60 mmHg m/iv N : 76 x/i Paracetamol 500 mg 3x1 P : 24 x/i (jika S : 36.6 ⁰C celcius) Pembesaran 0,9% kelenjar suhu >38 derajat getah bening (-) BP : vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan normal Hepar dan lien tidak teraba Ext : Edema -/ Nyeri tekan M. gastrocnemius (+) A: Weil disease AKI renal dd pre renal Periksa : o Balance cairan / hari o Cek DR o Ur/Cr/3 hari o Konsul GH AKI renal dd pre renal o Konsul Infeksi Tropis 10 25/02/2015 S : Demam (+)Mual (+) muntah (+) P: 07.00 O: Diet rendah garam SS / GC / CM IVFD Asering 20 tpm I : 2210cc T : 110/70 mmHg Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv O : 1865cc N : 78 x/i dalam piggybag NaCl 0.9 +345cc P : 22 x/i % 100cc Paracetamol 500 mg 3x1 S : 37.3⁰C Anemis (-)ikterus (+) Pembesaran kelenjar (jika getah suhu >38 derajat celcius) bening (-) BP : vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan normal Hepar dan lien tidak teraba Ext : Edema -/ Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) A: Weil disease AKI renal dd pre renal Periksa : o Balance cairan / hari o Cek DR o Ur/Cr/3 hari 11 Pemeriksaan Hasil (15/5/2014) Nilai Rujukan WBC 14,9 x103/uL 4 - 10 x 103/uL RBC 3,37 x106/uL 4 - 6 x 106/uL HGB 12,2 g/Dl 12-16g/dL HCT 31 % 37 – 48% MCV 85 80-97 fL MCH 30 26.5-33.5 pg MCHC 36 31.5-35.0 gr/dl PLT 166 x 103/uL 150-400x103/uL NEUT 65.7 5.20-75.0 x103/uL LYMPH 17.1 20-40 % MONO 13.3 2.0 – 8.0 x103/uL EO 2.3 1.0 -3.0 x103/uL BASO 1.6 0.0 – 0.10 x103/uL 12 26/02/2015 S : Demam (+)Mual (+) muntah (+) P: 07.00 O: IVFD Asering 20 SS / GC / CM I : 2210cc T : 110/70 mmHg O :1515cc N : 74 x/i +695cc P : 22 x/i S : 37.2⁰C Anemis (-)ikterus (+) tpm Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv Inj. Omeprazole 40mg/24 jam/iv Paracetamol 500 mg Pembesaran kelenjar getah bening (-) 3x1 (jika suhu >38 BP : vesikuler, derajat celcius) BT : Rh -/-, Wh -/ BJ : I/II murni regular Peristaltik (+) kesan normal Hepar dan lien tidak teraba Ext : Edema -/ Nyeri tekan M. Gastrocnemius (+) A: Weil disease AKI renal dd pre renal Periksa : o Balance cairan / hari o Ur/Cr/3 hari 13 X. RESUME Pasien laki-laki umur 22 tahun datang ke RS dengan keluhan demam dialami kurang lebih 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan terus menerus, tidak menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada. mual dan muntah yang dialami sejak ±2 hari yang lalu dengan frekuensi >7 kali/hari berisi air dan makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. BAB : biasa, kuning BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak. Pasien juga merasakan sesak nafas, kedua mata tampak kuning dan kedua betis terasa nyeri hebat, riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada, riwayat memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada, riwayat selalu membersihkan tempat air tergenang, riwayat hepatitis tidak ada, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat sakit kencing manis tidak riwayat minum alkohol tidak ada,riwayat merokok tidak ada,riwayat keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada Pada pasien ini ditemukan pemeriksaan fisik : o Sakit sedang/Gizi cukup/Composmentis o Tekanan Darah : 120/70 mmHg o Nadi : 80 x/menit reguler o Pernapasan : 20x/menit, Tipe : Thoracoabdominal o Suhu : 38,1oC (axilla) o Ikterus (+) o Ekstremitas : -/- seluruh ekstremitas. Nyeri tekan pada musculus gastrocnemius (+) Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil laboratorium o Leukosit 19.2x103/uL o Hb 11.8 g/dL o HCT : 35% o PLT : 13.000 uL o Albumin 3.5 g/dL o Ureum 190 mg/dl 14 o Kreatinin 3.30 mg/dl o Bil.total : 10.56 mg/dl o Bil.direct : 10.58 mg/dl Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, maka pasien didiagnosis: XI. Weills disease AKI renal dd pre renal DISKUSI Pasien laki-laki umur 22 tahun datang ke RS dengan keluhan demam dialami kurang lebih 5 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan terus menerus, tidak menggigil, sakit kepala tidak ada, pusing tidak ada. mual dan muntah yang dialami sejak ±2 hari yang lalu dengan frekuensi >7 kali/hari berisi air dan makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. BAB : biasa, kuning BAK : biasa, kuning muda, kesan banyak. Pasien juga merasakan sesak nafas, kedua mata tampak kuning dan kedua betis terasa nyeri hebat, riwayat kontak dengan pasien demam tidak ada, riwayat memelihara hewan atau kontak dengan hewan peliharaan tidak ada, riwayat selalu membersihkan tempat air tergenang, riwayat hepatitis tidak ada, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat sakit kencing manis tidak riwayat minum alkohol tidak ada,riwayat merokok tidak ada,riwayat keluarga yang menderita sakit kuning tidak ada Pada pasien ini ditegakkan diagnosa berdasarkan gejala yang diperoleh dari anamnesis yaitu adanya keluhan demam tinggi yang timbul mendadak dan bersifat kontinus, adanya ikterik pada sclera, serta adanya nyeri tekan pada musculus gastrocnemius, juga berdasarkan riwayat pasien yang seorang petugas kebersihan dan diagnosa ditegakkan setelah dilakukan tes leptodipstik positif. Pada hari kedua follow up, diagnosa berubah dari leptospirosis menjadi Weil disease karena pada hasil laboratorium pasien telah ditemukan adanya ikterik yang dilihat dari kenaikan bilirubin total (10,56 15 mg/dl) serta bilirubin direk (10,58 mg/dl), juga sudah ada gangguan renal berupa AKI renal yang diduga merupakan komplikasi dari leptospirosis. Pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler.. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Sehingga fase ini sering ditandai dengan gejala-gejala tidak khas seperti demam tinggi mendadak, malaise, mual muntah tanpa mencret, nyeri otot, ikterus, sakit kepala, nyeri ulu hati yang disebabkan oleh gangguan hati dan ginjal. Pada fase imun yang terjadi pada pasien ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Pada fase kedua yang terjadi pada pasien ini titer antibodi igM mulai terbentuk dan meningkat dengan cepat. Dapat terjadi leptopiura (leptospira dalam urin).Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein yaitu berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada AKI , kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu sehingga protein dapat lolos pada saat proses filtrasi glomerulus. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen untuk mengetahui kelainan pada tubulus ginjal karena pada pasien ini dicurigai terjadi AKI renal dd pre renal. 16 Terapi yang diberikan berupa diet rendah garam, untuk mengurangi beban kerja ginjal. Antibiotic yang diberikan adalah Inj.Ceftriaxon 2gr/24jam/iv dari golongan sefalosporin. 17 TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan binatang pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama dari L.interohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.1 Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.1 Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan hewan. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weil’s syndrome.(S-1) 18 2. DEFINISI(1,4) Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang disebabkan oleh bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slamp fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain. Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious disease. 19 3. ETIOLOGI(1) Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuatkultur yang positif. Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L. interrogans yang patogen dan L. biflexa yang non paogen/saprofit. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. javanica, dan lain-lain. 20 Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L. icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing, dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi. 4. EPIDEMIOLOGI (5) Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 1039 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini. Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun.(s-1) Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis. Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal. Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada beberapa negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun 1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan 21 nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama.(s-1) Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian. Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau rafting. Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%. Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko 5. PENULARAN(1,2,3) Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun 22 dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan. 6. PATOGENESIS (1) Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman 23 ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi. 7. PATOLOGI(1,6) Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis 24 yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : 1. Ginjal Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal. 2. Hati Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim. 3. Jantung Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis. 4. Otot rangka Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. 5. Mata Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis. 25 6. Pembuluh darah Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit 7. Susunan saraf pusat Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola. Weil Disease(1,2) Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari leptospirosis. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada hari ke-3 sampai hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati biasanya ringan dan akan sembuh total. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi vaskular. 7.GAMBARAN KLINIS(1,5,6) Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun. 26 Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim, perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis. 27 Fase Leptospiremia Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. Fase Imun Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis. Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa 28 minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai didalam urin. 8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI(s-1) Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weil’s sindrome, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis virus. Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal. Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru. 9. DIAGNOSIS Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala 29 terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. Kultur Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCulloughJohnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan. Serologi Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. Table 3. Jenis uji serologi pada Leptospirosis Microscopic Agglutination Test (MAT) Macroscopic Slide AgglutinationTest (MSAT) 30 Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant assay - Lepto Dipstick (ELISA) - LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test Aglutinasi lateks kering Patoc-slide agglutination test (PSAT) (LeptoTek Dry-Dot) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL) Indirect Fluorescent antibody test (IFAT) Counter immune electrophoresis (CIE) Indirect haemagglutination test (IHA) Uji aglutinasi lateks Complement fixation test (CFT) 10. DIAGNOSIS BANDING(s-1) Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus, dan penyakit rickettsia. * Dengue Fever * Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome * Hepatitis * Malaria * Meningitis * Mononucleosis, influenza * Enteric fever * Rickettsial disease * Encephalitis * Primary HIV infection 11. PENGOBATAN Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik 31 dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.(1) Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti : (1) Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxiciliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosporin. (1) Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di dalam darah (fase leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi JarischHerxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalu terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis. (1) PROGNOSIS(s-1) 32 Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal, karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus. 11. KOMPLIKASI Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat dari penyakit ini disebut Weil’s disease. Masalah kardiovascular juga dapat terjadi.(2) o Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6. o Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian. o Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak. o Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas. o Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva). o Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati. 12. PENCEGAHAN Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit. Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahanbahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.(1) 33 Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan penelitian lebih lanjut. (1) Sementara itu, cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari penyakit ini, diantaranya: Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus. Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan. Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya. Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan. Menjaga kebersihan lingkungan. Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah. Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang. Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung. Menghindari pencemaran oleh tikus. Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus. Meningkatkan penangkapan tikus. RINGKASAN - Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospirainterogans berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. - Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia 34 untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, dll. - Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. - Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. - Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius ataupun dari gigitan binatang yang terinfeksi leptospirosis. - Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ : ginjal,hati,jantung,otot rangka,mata,pembuluh darah,susunan saraf pusat. - Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi perdarahan. 35 - Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun. - Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. - Fase leptospira : Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret - Fase Imun : Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling sering. - Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 300026000/μL, dengan pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh leukositosis.Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. 36 - Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis,antibiotik, tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. - Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. - Bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. - Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat 37 DAFTAR PUSTAKA 1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal 1823-5. 2. Anonim.Leptospirosis, diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis pada hari minggu, 20 Desember 2009. 3. Anonim. Leptopsirosis,diunduh dari http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Leptospirosis&action=edit&section =5 pada hari minggu, 20 Desember 2009. 4. Anonim. Leptopsirosis,diunduh http://medicastore.com/penyakit/190/Leptospirosis.html dari hari minggu, 20 Desember 2009. 5. Cunha, John P. Leptospirosis. http://www.medicinenet.com/leptospirosis/page2.htm 6. Dugdale, David C. Leptospirosis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001376.htm 38