Uploaded by nersferi

NASI PAPAH

advertisement
Nasi papah, Tinjauan budaya dan Kesehatan
Nasi Papah.
Nasi papah atau “nasi papak” adalah pemberian makanan yang telah dipapah atau
dilumatkan dengan mulut kepada bayi. Kondisi ini masih kita temukan dibeberapa bagian
Pulau Lombok khususnya di daerah-daerah pinggiran, yang agak terisolir. Nasi papah masih
terus
berlangsung
karena
alasan
budaya.
Nasi papah masih menjadi permasalahan yang sulit diatasi apalagi dalam upaya
meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Lombok Timur.
Nasi papah dari Sisi Budaya.
Sangat sedikit literature yang menjelaskan kapan nasi papah itu mulai diberikan, bahkan
kalau kita menanyakan pada nenek-nenek kita di kampong mengatakan bahwa kamu besar
juga karena dulu diberikan nasi papah dan kenyataannya kamu bias hidup dan sukses
seperti saat ini. Jadi disini dapat dijelaskan bahwa praktek pemberian nasi papah tersebut
sudah
berlangsung
sangat
lama
dan
diteruskan
secara
turun
temurun.
Sebagian ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk dapat tumbuh dan
berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap saat dan tidak
membahayakan kesehatannya baik dari segi ukuran maupun teksturnya. Indikator yang
dapat dilihat untuk menentukan kekenyangan seorang bayi adalah apabila dia terus
menerus menangis walaupun sudah diberikan ASI.
Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan memberikan berbagai jenis
makanan mulai dari madu, pisang, bubur dan lain sebagainya. Namun masih ada sebagian
masyarakat yang tinggal di daerah-daerah tertentu masih menerapakan kebiasaan
memberikan nasi papah kepada bayinya.
Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum diberikan kepada bayinya.
Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa kali pemberian makanan. Kebiasaan
memberikan makanan kepada bayi berupa nasi papah didapatkan secara turun temurun,
dan ini merupakan bentuk kearifan local tentang hubungan kasih saying antara ibu dan
bayinya.
Sebagian masyarakat memberikan nasi papah berdasarkan keyakinan agama bahwa
Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan papahan kurma kepada anak-anak kecil
atau bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran memberikan madu pada bayi yang baru lahir.
Mungkin ini perlu pembahasan yang lebih lanjut sejauhmana keshahihan hadist-hadist
tersebut sehingga pemahaman itu bias menjadi budaya di Pulau Lombok? Jika memang
hadist tersebut shahih kenapa kebiasaan pemberian nasi papah hanya terdapat di Pulau
Lombok tetapi tidak ditemukan pada masyarakat muslim lainnya? Pertanyaan pertanyaan
ini mungkin akan dibahas pada lain kesempatan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Nasi papah sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat karena adanya anggapan itu
sudah merupakan tradisi yang harus terus dikembangkan dan dilestarikan. Kebudayaan
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat
Banyak hal yang belum bisa dijelaskan secara nyata tentang pemberian nasi papah tersebut.
Ada beberapa factor yang menyebabkan orang memilih suatu budaya terutama dalam
makanan antara lain adanya nilai makanan, pantangan agama, takhayul dan kepercayaan
tentang kesehatan. Pemilihan makanan juga dapat disebabkan karena makanan itu dianggap
baik oleh masyarakat dan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan makanan dan
kemampuan mengekploitasi bahan makanan tersebut.
Baliwati, dkk. (2004), mengeksplorasi bahwa komponen ketersediaan dan stabilitas pangan
dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia, sosial dan produksi pangan. Akses pangan
menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumber daya
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut
tercermin dari kemampuan rumah tangga untuk meningkatkan produksi pangan dan
peningkatan pendapatannya.
Selain faktor-faktor di atas faktor sosio budaya dan religi juga dapat mempengaruhi
ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat
mempunyai kekuatan yang besar terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk
dikonsumsi. Karena aspek sosio budaya merupakan fungsi pangan dalam masyarakat yang
berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat tersebut.
Masyarakat menganggap pemberian nasi papah aman-aman saja dan tidak menimbulkan
permasalahan yang berarti bagi kesehatan. Dengan memberikan nasi papah merupakan
bentuk ekspresi kasih saying orang tua kepada anaknya.Mereka merasa menjadi lebih aman,
tenang. Kontak air liur juga dipercaya akan mempererat hubungan emosional antara orang
tua dan si anak.
Foster dan Andersen, 1986 mengatakan bahwa Makanan adalah suatu konsep budaya, suatu
pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini sesuai bagi kebutuhan kita. Sedemikian
kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang
dianggap bukan makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk
menyesuaikan makanan tradisional mereka demi kepentingn kesehatan dan gizi yang lebih
baik.
Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan
Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi adalah air susu ibu
karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi
khususnya sampai berumur 6 bulan, dan setelah itu baru diberikan makanan tambahan
berupa makanan pendamping sesuai umurnya. Air Susu Ibu juga memiliki banyak kelebihan
selain yang disebutkan di atas seperti mengandung zat antibody terutama pada ASI yang
pertama keluar yang disebut colustrum. ASI juga tidak perlu membeli, bias tersedia setiap
saat dengan suhu yang sesuai kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat lainnya.
Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan tingkatan umur bayi,
dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya juga akan semakin meningkat.
Umumnya makanan pendamping ASI yang dibuat secara rumahan sangat sedikit
mengandung mikronutrient yang justru sangat dibutuhkan bayi untuk tumbuh dan
berkembang terutama untuk perkembangan kecerdasannya.
Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan kebutuhan gizi tersebut,
dimana biasanya yang dipapah hanya makanan sumber karbohidrat saja seperti beras dan
sangat jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan sumber protein maupun
vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.
Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi,
dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang
berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk
ditularkan pada bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan
nasi papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit yang diderita
ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas merugikan si
bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan bayinya akan
mendapatkan ampasnya.
Peranan Tokoh Agama
Masyarakat Lombok khususnya suku sasak merupakan masyarakat yang sangat religious,
sangat kuat memegang teguh aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama, termasuk hal-hal
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga budaya mereka tidak terlepas
dari pengaruh agama islam.
Para ulama yang di sana disebut “Tuan Guru” merupakan tokoh kunci dalam melakukan
penetrasi budaya pemberian nasi papah ini. Tuan guru-tuan guru yang ada bias dijadikan
tokoh panutan untuk merubah kebiasaan itu baik melalui ceramah-ceramah keagamaan di
masjid-masjid, surau-surau, ataupun pada acara majlis taqlim ibu-ibu. Tuan guru umumnya
lebih mudah didengar dan diikuti.
Agar kampanye pemasaran ASI Eksklusif dapat berhasil guna maka pendekatan melalui tuan
guru-tuan guru ini merupakan solusi yang cerdas dalam upaya mengurangi atau
mengeleminir pemberian nasi papah. Tuan guru dapat dijadikan penghubung yang tepat
untuk menjembatani kerancuan pemahaman masyarakat tentang alas an memberikan nasi
papah tersebut. Misalnya shahihkah hadist-hadist yang dijadikan rujukan pemberian nasi
papah tersebut? Atau bagaimanakah sebenarnya perilaku yang ditunjukkan oleh rasulullah
SAW. Hal ini bias dijelaskan secara lebih tepat oleh para tuan guru atau kyai-kyai tersebut.
Disamping dikaji secara keagamaan maka para tuan guru perlu dibekali tentang pemahaman
mengenai nasi papah dari tinjauan kesehatan, sehingga mereka dapat menjelaskan apa yang
sebaiknya dilakukan oleh para ibu-ibu tersebut.
KEPUSTAKAAN
Departemen Kesehatan, 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. ,Jakarta
Dewey,K.G.,Cohen R.J.,Brown K.H.,&Rivera L.L (2001) Effects of Exclusive Breasfeeding for
four versus sixt month on maternal nutritional status and infant motor development; Result
of two month randomized trial in Honduras. Jurnal of Nutrition, 13 pp,262-267.
Fawzi WW, Herrera MG, Nestel P, el Amin A, Mohamed KA. A longitudinal study of prolonged
breastfeeding in relation to child undernutrition. Int J Epidemiol 1998;27:255-60.
Foster.G.M, Andersen B.G, 1986. Antropologi Kesehatan. Penerbit Universitas Indonesia
Graeff.J.A, Elder.J.P,Booth.E.M. 1996. Communication For Health And Behavior Change,
Gadjah
Mada
University
Press.
Hediger ML, Overpeck MD, Ruan WJ, Troendle JF. Early infant feeding and growth status of
US-born infants and children aged 4-71 mo: analyses from the third National Health and
Nutrition
Examination
Survey,
1988-1994.
Am
J
Clin
Nutr
2000;72:159-67.
Kotler,P, Andersen, A.R, 1995, Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba, Edisi Bahasa
Indonesia,
Cetakan
Pertama,
Gadjah
Mada
University
Press,
Yogyakarta.
Kotler,P.1997, Manajemen Pemasaran , Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta.
Kruger R, Gericke GJ. A qualitative exploration of rural feeding and weaning practices,
knowledge
and
attitudes
on
nutrition.
Public
Health
Nutr
2003;6:217-223.
WHO, ‘Diet, nutrition and prevention of chronic diseases: Report of the Joint WHO/FAO
Expert Consultation’ , Geneva, 2002it
Download