BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Analgetik-Antipiretik 1. Pengertian Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan suatu obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri berfungsi sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan merupakan bagian dari proses inflamasi (penyembuhan). Jika sudah mengganggu aktifitas tubuh, nyeri perlu dihilangkan. Rasa nyeri diperoleh dari rangsang mekanis dan kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantar) (Anief, 1995). Antipiretik adalah obat yang menurunkan demam. Maka dari itu analgetik-antipiretik adalah obat yang dapat mengurangi rasa nyeri serta serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi (Tjay dan Kirana, 2007). B. Penggolongan Analgetik Antipiretik Atas dasar farmakologinya penggolongan Analgetik dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu : a. Analgetik perifer (non narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang bersifat non narkotik dan tidak bekerja di sentral. Contoh : parasetamol, asetosal, metamphyron, dan ibuprofen. b. Analgetik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, bekerja di susunan saraf pusat (sentral) seperti pada fractura dan kanker. Contoh : tramadol. Obat-obat tersebut mampu meningkatkan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat (SSP) atau menurukan kesadaran, serta tidak menimbulkan ketagihan. Efek samping yang sering muncul adalah kerusakan darah (parasetamol, salisilat, derivate-derivate antranilat dan derivate-derivate pirazolinon), kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan penghambat prostaglandin/NSAID) dan reaksi alergi pada kulit. Efek samping terjadi terutama pada penggunaan yang lama atau dalam dosis tinggi (Tjay dan Kirana, 2007). Obat golongan analgetik-antipiretik a. Parasetamol (acetaminofen) Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan ketergantungan alkohol Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati Efek samping : Reaksi hipersensitivitas, kelainan darah, kerusakan hati, kerusakan ginjal Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam hingga maksimum 4 gram perhari (Badan POM RI, 2008) b. Asetosal Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan demam Peringatan : Asma penyakit alergi, gangguan fungsi ginjal, menurunnya fungsi hati, dehidrasi, kehamilan, pasien lansia, dan defiensi G6PD Efek samping : biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiannya tinggi untuk terjadinya iritasi saluran cerna dengan pendarahan ringan yang asimptomatis, manjangnya waktu pendarahan, bronkospasme, dan reaksi kulit pada pasien hipersensitif Dosis : 300-900 mg 4-6 jam bila diperlukan, maksimum 4 gram perhari (Badan POM RI, 2008) c. Antalgin (Methampyron) Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan ketergantungan alkohol Kontraindikasi : Penderita hipersensitif, hamil dan wanita menyusui, penderita dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100mmHg Efek samping : Iritasi lambung, hyperhidrosis Dosis : 3-4 kali 250-500 mg d. Tramadol Indikasi : Nyeri akut atau kronik yang berat dan pada nyeri pasca operasi Peringatan : Pasien dengan trauma kepala, tekanan intrakranial Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap tramadol atau opiate dan penderita yang mendapatkan pengobatan dengan penghambat MOA, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotika, analgetika atau obat-obat yang bekerja pada SSP seperti transquiliser, hiptonik C. Evaluasi Penggunaan Obat Analgetik-Antipiretik Evaluasi penggunaan obat Analgetik-Antipiretik dapat dilakukan secara kuantitas maupun kualitas. Evaluasi secara kualitas yaitu dimulai dari rasionalitas pemilihan obat analgetik-antipiretik. Kualitas penggunaan obat analgetik-antipiretik di pusat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan metode retrospektif atau prospektif. Metode retrospektif adalah metode dimana dilakukan pada penderia yang telah menjalani pengobatan di pusat kesehatan masyarakat dan mendapatkan peresepan obat analgetik-antipiretik dengan melihat catatan rekam medik penderita tersebut. Sedangkan metode prospektif adalah metode dimana dilakukan dengan mengamati obat analgetik-antipiretik yang diresepkan kepada pasien setiap harinya, kemudian memonitoring penggunaan analgetik-antipiretiknya. Penilaian kualitas penggunaan obat analgetik-antipiretik dinilai dari rasionalitas. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah yang memadai dan biaya yang rendah. Obat merupakan produk yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, namun jika penggunaanya salah, tidak tepat, tidak sesuai dengan takaran akan membahayakan (Kemenkes RI, 2011). Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi : Tepat Diagnosis Penggunaan obat dapat dikatakan rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Tepat Indikasi .Pemberian obat untuk pasien yang memiliki gejala yang sesuai dengan penyakitnya. Tepat Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus memiliki efek terapi yang sama. Tepat Dosis Cara dan lama pemberian obat berpengaruh terhadap efek terapi obat Tepat Cara Pemakaian Obat antasida seharusnya dikunyah terlebih dahulu Tepat Interval Waktu Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati pasien. Tepat Lama Pemberian Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing Waspada Terhadap Efek Samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Tepat Pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam Tepat informasi Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Tepat Tindak Lanjut Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. Tepat Penyerahan Obat Dalam penyerahan obat petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional menurut Permenkes RI dapat dikategorikan sebagai berikut : Peresepan Berlebih (overprecribing) Yaitu jika memberikan obat yang sebenernya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. Peresepan Kurang (underprescribing) Yaitu jika pemberian obat kurang dari seharusnya diperlukan, baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Peresepan Majemuk (multipleprescribing) Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Peresepan Salah Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan kerugian resiko efek samping yang lebih besar, pemberian informasi yang keliru mengenaiobat yang diberikan kepada pasien, dan sebagainya. D. Puskesmas Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja. Tugasnya UPT yaitu menyelenggarakan sebagian tugas teknis dinas kesehatan pembangunan kesehatan, yang artinya adalah menyelenggarakan upaya kesehatan pertanggung jawaban secara keseluruhan ada di Dinkes dan sebagian ada di Puskesmas (Prahasto, 2006). Fungsi puskesmas yaitu untuk (Prahasto,2006) a) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan b) Pusat pemberdayaan masyarakat c) Pelayanan kesehatan perorangan d) Pelayanan kesehatan masyarakat E. Rekam Medik Rekam medik merupakan sejarah singkat, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan pasien, ditulis dari sudut pandang medik. Menurut surat keputusan direktorat jendral, pelayanan medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, anemnesa, pemeriksaan diagnostik pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan keapada seseorang penderita selama melakukan perawatan dirumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan (Siregar, 2003). Rekam medik memiliki beberapa fungsi (Siregar, 2003) : a) Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. b) Suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang berkonstribusi pada perawatan penderita. c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan penderita dan penanganan atau pengobatan selama melakukan pemerikasaan di rumah sakit. d) Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit, dan praktisi yang bertanggung jawab. f) Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunkan data dalam rekam medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita.