ISBN : 978-602-9238-69-3 FISIKA STATISTIK Rustam E. Siregar FISIKA STATISTIK Rustam E. Siregar Departemen Fisika, FMIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN KATA PENGANTAR Fisika Statistik adalah cabang fisika yang menggunakan metoda-metoda probabilitas dan statistik, dan khususnya matematika dalam memecahkan masalahmasalah dengan jumlah partikel yang besar. Aplikasinya meliputi bidang-bidang fisika dan kimia. Isi buku ini dirancang untuk perkuliahan di tingkat sarjana (S1) dan tingkat magister (S2). Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini diharapkan telah mengikuti kuliah-kuliah Fisika Matematika, Termodinamika dan Fisika Kuantum. Semoga buku ini bermanfaat. Jatinangor, Agustus 2012 Rustam E. Siregar i DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi i ii 1. Pendahuluan 1.1 Sejarah 1.2 Dasar-dasar Termodinamik 1.3 Potensial Termodinamik 1.4 Proses-proses dengan Entropi 1.5 Kesetimbangan Termodinamik 1.6 Kesetimbangan Fasa 1.7 Kesetimbangan Kimia Soal-soal 1 1 1 4 7 11 16 21 24 2. Statistik Maxwell-Boltzmann 2.1 Keadaan Mikro dan Makro 2.2 Entropi 2.3 Ensembel Mikrokanonik 2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann 2.5 Ensembel Kanonik Besar Soal-soal 27 27 29 32 36 45 49 3. Gas Ideal 3.1 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik 3.2 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Besar 3.3 Batasan Klassik Gas ideal 3.4 Distribusi Energi dan Kecepatan Gas Ideal 3.5 Gas Ideal Diatomik Soal-soal 51 51 55 57 59 61 66 4. Gas Non-Ideal 4.1 Sistem Partikel Berinteraksi 4.2 Ekspansi Virial 4.3 Persamaan Keadaan van der Waals 4.4 Campuran dan pemisahan fasa 4.5 Transisi Fasa Order Pertama 4.6 Transisi Fasa Order Kedua Soal-soal 70 70 75 78 81 87 90 96 5. Statistik Fermi-Dirac 5.1 Pendahuluan 5.2 Distribusi Fermi-Dirac 5.3 Gas Elektron 5.4 Emisi Termionik 5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor Soal-soal 98 98 99 101 109 111 117 ii 6. Sistem Spin dan Kemagnetan 6.1 Paramagnetisme 6.2 Paramagnetik Pauli 6.3 Fluktuasi magnetisasi 6.4 Diamagnetisme Landau 6.5 Sistem Spin berinteraksi; Model Ising 1-dimensi 6.6 Model Ising 2-Dimensi 6.7 Teori Mean-Field 6.8 Teori Landau tentang Transisi Fasa Soal-soal 120 120 127 131 132 135 145 148 152 156 7. Statistik Bose-Einstein 7.1 Distribusi Bose-Einstein 7.2 Radiasi Planck 7.3 Gas Ideal Boson 7.4 Kapasitas Zat Padat Soal-soal 158 158 160 162 171 175 8, Kondensasi Bose-Einstein 8.1 Kondensasi Boson 8.2 Fenomena Okupasi Makroskopik 8.3 Persamaan Gross-Pitaevskii 8.4 Helium 4He 8.5 Superfluid Helium 8.6 Penjebakan dan pendinginan atom=atom 8.7 Laser Atom 8.8 Helium 3He 176 176 178 180 181 182 184 185 186 Apendiks 1. Konstanta Fundamental Apendiks 2. Turunan dari Persamaan Keadaan Apendiks 3. Beberapa Integral Apendiks 4. Rumus Stirling Apendiks 5. Fungsi Gamma Apendiks 6. Integral Fermi Apendiks 7. Integral Bose Apendiks 8. Tabel Periodik 188 190 192 194 196 197 198 199 Daftar Bacaan 200 iii 1. PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Fisika Statistik Termodinamika adalah teori yang dikembangkan secara fenomenologis untuk sistem-sistem makroskopik. Teori ini berlaku pada keadaan setimbang termal, dan untuk sistem-sistem yang berawal dari keadaan setimbang dan berakhir pada keadaan setimbang. Termodinamika yang dikembangkan di abad 19, berkembang pesat di abad selanjutnya karena berkaitan dengan fisika kuantum dan transisitransisi fasa. Termodinamika saat ini dirumuskan sebagai suatu sistem aksioma dengan tiga buah hukum termodinamika. Konsep utamanya adalah energi dan entropi, dan konsep itulah yang mendasari ketiga hukum tersebut. Fisika Statistik diawali oleh Daniel Bernoulli (1700-1792), dilanjutkan oleh Rudolf Clausius (1822–1888), James Clerk Maxwell (1831–1879) tentang teori kinetik gas dan distribusi kecepatan. Ludwig Boltzmann (1844–1906) menyumbangkan hubungan mendasar dalam kinetika dan memperkenalkan rumusan entropi sedangkan Josiah Willard Gibbs (1839–1903) mengemukakan perumusan modern tentang ensambel dalam mekanika statistik. Lars Onsager (1903–1976) mengemukakan solusi eksak dari model Ising; dia membuktikan bahwa kerangka sesungguhnya fisika statistik bisa mengatasi masalah transisi fasa. Onsager memperoleh hadiah nobel kimia pada tahun 1968 untuk hasil kerjanya dalam termodinamika irreversibel. Claude E. Shannon pada 1948 melakukan studi tentang teori informasi yang berhubungan langsung dengan entropinya statistik Boltzmann. Kontribusi terakhir adalah dari Kenneth G. Wilson (1936–), penerima hadiah nobel pada 1982, tentang teori grup renormalisasi yang memungkinkan orang menghitung scaling exponents pada transisi fasa. 1.2 Dasar-dasar Termodinamik Termodinamika adalah teori makroskopik yang pada awalnya dikembangkan tanpa asumsi-asumsi tentang sifat-sifat mikroskopik dari bahan atau radiasi. Dalam termodinamika, sistem-sistem dikarakterisasi dengan nilai-nilai dari variabelvariabel termodinamik yang bisa diklasifikasikan dalam dua jenis variable, ekstensif dan intensif. 1 Variabel ekstensif adalah variabel yang sebanding dengan kandungan sistem dan dipakai oleh keseluruhan sistem. Contoh variabel ekstensif adalah energidalam U, entropi S, volume V, jumlah partikel N, dan kapasitas panas C. Untuk memudahkan perhitungan sering sekali dalam fisika variabel-variabel itu diungkapkan per partikel, misalnya u=U/N, s=S/N dan sebagainya. Variabel intensif adalah variabel yang tidak bergantung pada ukuran sistem. Contohnya adalah tekanan p, suhu T dan potensial kimiawi µ. Dalam gas ideal, energi tersimpan yang biasa disebut energi-dalam, merupakan penjumlahan energi-energi kinetik dari semua atom-atom (yang dipandang sebagai mono atom) pi2 U . i 2m (1.1) di mana m adalah massa atom dan pi adalah momentum atom ke-i dalam gas. Momentum atom-atom dalam gas ideal terdistribusi sesuai dengan distribusi Maxwell. Dengan menggunakan distribusi itu diperoleh energi rata-rata satu atom E 2 pave 3 k BT . 2m 2 (1.2) sehingga energi-dalam gas ideal dengan N buah atom, adalah UN E 3 Nk BT . 2 (1.3) Dalam hal ini kB=1,3805x10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann, dan T suhu dalam satuan Kelvin. Sifat lain dari gas ideal adalah pV pV Nk BT (1.4a) konstan untuk proses adiabatik. (1.4b) 2 di mana p adalah tekanan, V adalah volume, dan =Cp/CV adalah perbandingan kapasitas panas pada tekan tetap dan volume tetap. NkB=nR dengan n=N/NA adalah jumlah mol dari N atom dan NA=6,022×1023/mol adalah bilangan Avogadro, sedangkan R=NA kB =8,3134 JK/mol adalah konstanta gas universal. Energi bisa mengalir ke dalam atau ke luar gas. Dalam Hukum Pertama Termodinamika, perubahan energi gas dU dirumuskan seperti dU=Q-W. (1.5) di mana Q adalah kalor (panas) yang memasuki gas (jumlah kalor positif); W adalah kerja yang dilakukan gas sehubungan dengan pembesaran volume (kerja positif): W=pdV. Simbol diferensil menyatakan Q dan W bukan variabel termodinamik. Kalor tersebut berkaitan dengan perubahan entropi S dari gas pada suhu T. Hubungannya adalah EQ=TdS. (1.6) Selain perubahan energi-dalam karena adanya kerja dan kalor, gas bisa juga mengalami perubahan energi-dalam karena perubahan jumlah atom dalam gas itu. Jika perubahan itu terjadi dalam proses reversibel dengan entropi (S) dan volume (V) yang konstan, maka perubahan energi dU=µ dN. (1.7a) di mana µ adalah potensial kimia yang didefenisikan seperti U . N S , V (1.7b) Aliran partikel sangat penting dalam transisi fasa, reaksi kimia, dan masalah diffusi. Dalam suatu proses berlaku hubungan diferensial dU Q W dN (1.8) TdS pdV dN . 3 Dalam bentuk yang lebih ril, gas memenuhi persamaan van der Waals N 2a p (V Nb) Nk BT 2 V (1.9) atau 2 p Nk BT N a V Nb V (1.10a) atau p k BT a v b v2 dengan v V / N adalah volume satu molekul. Perumusan itu cukup rumit sebagai akibat dari interaksi antar molekul gas. Suku a/v2 muncul dari gaya tarik-menarik antar molekul yang menyebabkan berkurangnya tekanan pada volume tetap, sedangkan b menggambarkan pengurangan volume satu molekul sehubungan dengan peningkatan tekanan. Persamaan van der Waals mempunyai batasan, dia tidak memberikan jabaran kuantitatif yang cukup baik dari gas yang sebenarnya, tetapi sebagai model cukup baik dalam hal transisi gas-cair. 1.3 Potensial Termodinamik Sebagai akibat dari hukum termodinamika pertama, maka di dalam termodinamika didefenisikan berbagai jenis potensial termodinamika seperti U (energi-dalam), H (entalpi), F (energi bebas Helmholtz) dan G (energi bebas Gibbs). Potensial- potensial termodinamika itu merupakan fungsi dari besaran-besaran makroskopik sistem partikel: p (tekanan) , V (volume), T (suhu), S (entropi) dan N (jumlah partikel). Energi-dalam U:` U TS pV N . (1.11a) dU TdS pdV dN . (1.11b) Jika T, p dan µ konstan, Jika U, V, S, dan N konstan, sedangkan s=S/N dan v=V/N masing-masing adalah entropi dan volume per molekul, maka diperoleh persamaan Gibbs-Duhem: 4 d s dT vdp . (1.11c) H U pV . (1.12a) Entalpi H: Jika T,V dan µ konstan, dH TdS Vdp dN . (1.12b) Energi bebas Helmholtz F: F U TS . (1.13a) Jika S, p dan µ konstan dF SdT pdV dN . (1.13b) Energi bebas Gibbs G: G F pV U TS pV N . (1.14a) Jika S, V dan µ konstan dG SdT Vdp dN . (1.14b) F N . (1.15a) Potensial besar : Jika S, p dan N konstan d SdT pdV Nd (1.15b) disebut juga potensial Landau. Dalam persamaan-persamaan di atas µ adalah potensial kimia satu molekul. Berdasarkan hubungan-hubungan di atas, diperoleh hubungan-hubungan sebagai berikut. U F p V S , N V T , N V T , U H T S V , N S p , N F G S T V , N T p , N T V , (1.16) (1.17) (1.18) 5 U H F G . N S ,V N S , p N T ,V N T , p (1.19) Panas jenis pada volume konstan adalah U Q S CV T . T V T V T V (1.20) Panas jenis pada tekanan tetap U V Q S U Cp T p T p T p T V V T T p (1.21) Untuk gas ideal U tidak bergantung pada V, sehingga diperoleh C p CV Nk B . (1.22) Tinjaulah potensial termodinamik A(X,Y) yang bergantung pada variabel bebas X dan Y. Diferensial dapat dituliskan seperti dA R X dX RY dY . Karena berlaku 2 A 2 A XY YX maka R X R Y . Y X X Y Contoh: dari dU=TdS-pdV (N konstan) maka diperoleh T p . V S S V 6 Sebenarnya, dengan A(X,Y) berlaku A A dA dX dY . X Y Y X Misalkan ada variabel ketiga, Z. Maka berlaku A A X Z Y X Y Z (1.23a) A A A Y . X Z X Y Y X X Z (1.23b) dan Kedua persamaan di atas disebut hubungan Maxwell. Contoh: Dalam persamaan (1.13b), dengan N konstan maka dF=-SdT-pdV. Selanjutnya diperoleh hubungan F F S p(V , T ) V T V T V T T V V T Dari persamaan (1.14a) dengan N konstan diperoleh dG=-SdT+Vdp dan selanjutnya S G G V ( p, T ) p T p p P T T p p T dan dari persamaan (1.11b) dengan N konstan, dU=TdS-pdV sehingga U S (V , T ) p(V , T ) T p T p V T V T T V U V ) C p p . T p T p 1.4 Proses-proses dengan Entropi Suatu proses yang berlangsung melalui keadaan-keadaan yang tidak setimbang dari 7 sistem disebut proses irreversibel (tidak dapat dibalik). Proses yang melalui keadaan-keadaan setimbang dari sistem disebut proses reversibel (dapat dibalik). Proses itu berlangsung secara bertahap, sedikit-demi-sedikit, sehingga keadaan selalu setimbang. Jika suatu sistem berubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 melalui proses reversibel, maka dari dS= Q/T : 2 S 2 S1 1 Q T . (1.24) Karena entropi hanya bergantung pada keadaan sistem saja, maka integral dari keadaan 1 ke keadaan 2 di sebelah kanan tidak bergantung pada proses reversibel yang diikuti. Dalam proses reversibel isotermal, suhu T konstan, sehingga 2 1 Q S 2 S1 Q T1 T (1.25) Q T ( S 2 S1 ). Karena T selalu positif , maka selisih S2-S1 bisa positif atau negatif bergantung pada apakah kalor Q diserap atau dilepaskan oleh sistem. Untuk proses reversibel adiabatik, dQ=0, maka S2-S1=0 atau S konstan. Dari dS= đQ/T diperoleh: 2 Q TdS 1 yang menyatakan kalor yang diserap ketika sistem mengalami perubahan dari keadaan A1 ke keadaan A2. Luas di bawah kurva proses dari keadaan A1 ke keadaan A2 adalah kalor yang diserap (Q) ; lihat Gambar 1.1(a). Jika proses itu berbentuk siklis seperti Gambar 1.1(b), maka tidak ada perubahan entropi: S dQ 0. T (1.26a) Proses siklis ini disebut siklis reversibel. Kalor bersih yang diserap adalah 8 Q TdS (1.26b) merupakan luas dalam siklis. Besarnya kalor itu sama dengan kerja yang dilakukan sistem. T A1 T A (a) T1 (b) A2 T S1 B T2 dS S2 S S Gambar 1.1 (a) Proses reversibel, (b) proses siklis. Suatu sistem yang terisolasi dari lingkungannya, dalam keadaan setimbang memiliki entropi maksimum. Karena entropinya maksimum, maka proses-proses yang mungkin dilakukan dalam sistem tersebut adalah proses-proses dengan dS=0 (yang tidak mengubah entropi). Proses-proses itu tentulah revesibel. Jika sistem itu tidak dalam keadaan setimbang, maka sistem itu secara alami akan berevolusi dalam arah di mana entropinya meningkat. Jadi, jika suatu sistem yang terisolasi tidak dalam keadaan setimbang, maka proses yang paling mungkin terjadi adalah proses dengan dS 0 . (1.27) Tanda sama dengan dipenuhi jika prosesnya reversibel, dan tanda > jika keadaan awal sistem tidak setimbang; lihat Gambar 1.2. Sehubungan dengan hal di atas, maka Hukum Kedua Termodinamika diungkapkan sebagai berikut: Proses-proses yang bisa terjadi dalam suatu sistem terisolasi adalah prosesproses di mana entropi meningkat atau tetap. Fenomena transpor seperti difusi molekul dan konduksi termal adalah contoh dari proses irreverrsibel. Diffusi berlangsung dalam arah di mana konsentrasi menjadi 9 homogen (entropi maksimum). Proses sebaliknya, perubahan spontan dari keadaan homogen ke keadaan tidak homogen (penurunan entropi), tidak mungkin terjadi. S S maksimum t Gambar 1.2 Perubahan entropi sistem terisolasi ketika berkembang menuju kesetimbangan. Jika suatu sistem tidak terisolasi, entropi sistem itu bisa turun dan entropi sistem-sistem di sekitarnya juga berubah karena ada interaksi antara sistem dan lingkungannya. Tetapi, jumlah perubahan entropi akan memenuhi dS 0 . Sebagai contoh, jika gabungan dua sistem terisolasi dan total entropi: S=S1+ S2, maka prosesproses yang terjadi di dalam sistem gabungan akan memenuhi dS dS1 dS 2 0 (1.28) Entropi salah satu sistem bisa menurun selama proses, namun total perubahan entropi keseluruhan haruslah positif atau nol. Siklis Carnot seperti Gambar 1.3 adalah siklus yang terdiri dari dua proses isotermik (AB dan CD) dan dua proses adiabatik (DA dan BC). T T1 T2 A B C D S1 S2 S Gambar 1.3 Siklis Carnot. Perubahan entropi adalah: SAB=Q1/T1 isotermik, Q1=kalor diserap. 10 SBC=0 adiabatik. SCD=-Q2/T2 isotermik, Q2=kalor dilepaskan. SDA=0, diabatik. Untuk satu siklis, perubahan entropi bersih Ssiklis=0, sehingga: Q1 Q2 0 T1 T2 Kalor bersih adalah Q=Q1-Q2; ini sama dengan kerja yang dilakukan oleh sistem dalam satu siklis. Jadi, W=Q=(T1-T2)(S2-S1). Efisiensi siklis Carnot adalah perbanding kerja yang dilakukan dengan kalor yang diserap: W Q1 (1.29) Karena Q1=T1SAB=T1(S2-S1), maka (T1 T2 )(S 2 S1 ) T1 T2 T1 ( S 2 S1 ) T1 (1.30) Jadi, efisiensi suatu mesin kalor yang beroperasi secara Carnot (reversibel) tidak bergantung pada zat yang digunakan dan hanya bergantung pada kedua suhu reservoir. Inilah yang disebut teori Carnot. Karena tidak bergantung pada zat yang digunakan maka siklis Carnot adalah siklis yang mempunyai efisiensi paling tinggi. Salah satu ungkapan dari Hukum Kedua Termodinakia adalah: Tidak mungkin membuat suatu mesin kalor yang mempunyai efisiensi lebih besar atau sama dengan efisiensi mesin Carnot. 1.5 Kesetimbangan Termodinamik Kesetimbangan Sistem Tertutup Tinjau dua sistem masing-masing dengan volume V1 dan V2 dan jumlah partikel N1 dan N2 pada suhu masing-masing T1 dan T2. Kedua sistem diberi kontak termal dengan volume dan jumlah partikel masing-masing konstan. Berdasarkan hukum termodinamika kedua, berlaku 11 dStotal dS1 dS 2 dU1 p1dV1 1dN1 dU 2 p2 dV2 2 dN 2 T1 T2 (1.31) 1 1 dU1 0 T1 T2 di mana dV1= dV2=0 dan dU2=-dU1. Jelas, jika T1<T2 maka dU1>0 dan kalor mengalir dari sistem kedua ke sistem pertama. Kesetimbangang tercapai jika T1=T2. Misalkan volume masing-masing sistem konstant, dan suhu kedua sistem sama, T1=T2=T. Kedua sistem diberi kontak agar terjadi perpindahan partikel sehingga dN1= -dN2. Karena total energi konstan maka dU1+ dU2=0, maka dStotal 1 ( 2 1 )dN1 0 T (1.32) Jadi jika 2 1 dan dN1>0, maka partikel mengalir dari sistem kedua ke sistem pertama. Sebaliknya, jika 2 1 dan dN1<0, partikel mengalir dari12sistem pertama ke sistem kedua. Berdasarkan itu maka berlaku S N U ,V T (1.33) Kesetimbangan Sistem Terbuka Sudah diperlihatkan bahwa, untuk sistem-sistem yang terisolasi secara termal, kesetimbangan termodinamik bisa didefenisikan sebagai keadaan dengan total entropi maksimum. Tetapi untuk suatu sistem yang kontak dengan reservoir, defenisi kesetimbangan termodinamik agak berbeda, yakni memaksimumkan total entropi sistem dan reservoir terhadap keadaan sistem. Dengan memaksimumkan total entropi itu maka besaran sistem yang disebut availabilitas: A=U-TS +pV-µN menjadi minimum terhadap keadaan sistem. 12 Tinjau suatu sistem dan reservoir yang bisa bertukar energi-dalam bentuk kalor/kerja dan partikel. Menurut hukum kedua termodinamik, perubahan total entropi adalah dStotal dS dS R 0 dan perubahan availabilitas dA TR dStotal 0 di mana dS adalah perubahan entropi sistem dan dSR adalah perubahan entropi reservoir. Perubahan entropi reservoir adalah dS R dU R p R dVR R dN R TR sehingga perubahan total entropi adalah dStotal TR dS dU R p R dVR R dN R TR (1.34) Dengan hukum kekekalan, maka dU=-dUR , dV=-dVR dan dN=-dNR sehingga dStotal TR dS dU p R dV R dN TR (1.35) Dengan itu maka perubahan availabilitas adalah dA dU TR dS pR dV R dN (1.36) Jika reservoir cukup besar, jauh lebih besar dari pada sistem maka TR, pR dan µR konstan. Jadi availabilitas bergantung pada U, S, V dan N dari sistem dengan rumusan A U TR S pRV R N (1.37) Saat menuju kesetimbangan total entropi meningkat dan availabilitas menurun. Pada saat mencapai kesetimbangan yang stabil, maka dA=0. Untuk berbagai kendala yang khas, minimum availabilitas menjadi identik dengan minimum potensial termodinamik bersangkutan. 13 Kesetimbangan jika p, S, N konstan Dari persamaan (1.33), dA p,S ,N dU TR dS pR dV R dN p,S ,N d (U pV ) p ,S , N dengan p=pR . Tetapi, karena entalpi H=U+pV, maka dA p,S ,N d ( H ) p,S ,N (1.38) Jadi, pada keadaan sistem dengan tekanan, entropi dan jumlah partikel konstan, keadaan availabitas minimum ekivalen dengan entalpi minimum. Kesetimbangan pada T,V, N konstan dAT , V , N dU TR dS p R dV R dN T ,V , N d (U TS )T , V , N dengan T=TR. Karena energi bebas Helmholtz F=U-TS maka dAT , V , N d ( F )T , V ,N (1.39) Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, volume dan jumlah partikel konstan, keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Helmholtz minimum. p1 p2 T Gambar 1.4 Dua gas yang awalnya bertekanan p1 dan p2 dipisahkan oleh pemisah yang dapat bergerak. Suhu dibuat konstan, T. Gambar 1.4 memperlihatkan dua sistem gas yang kontak satu sama lain dengan suhu, volume dan jumlah partikel konstan. Total energi bebas Helmholtz 14 F F1 F2 (U1 T1S1 ) (U 2 T2 S 2 ) Karena T1=T2=T dan dU=TdS-pdV maka dF p1dV1 p2 dV2 Tetapi, dV2=-dV1 sehingga dF ( p1 p2 d )V1 Jadi, keadaan setimbang tercapai jika dF=0 sehingga p1 p2 Kesetimbangan pada T, p, N konstan dAT , p, N dU TR dS p R dV R dN T ,V , N d (U TS pV )T , p , N dengan TR=T, dan pR=p. Karena energi bebas Gibbs G=U-TS+pV maka dAT , p, N d (G)T , p,N (1.40) Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan jumlah partikel konstan, keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Gibbs minimum. Contoh 4. Kesetimbangan jika T,p,µ konstan. dAT , V , dU TR dS p R dV R dN T ,V , d (U TS N )T ,V , dengan TR=T, dan pR=p dan µR=µ. Karena potensial besar =U-TS-µN maka dAT , V , d ()T ,V , (1.41) 15 Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan potensial kimiawi konstan, keadaan availabitas minimum ekivalen dengan potensial besar minimum. 1.6 Kesetimbangan Fasa Tinjaulah suatu sistem dengan satu jenis partikel pada tekanan dan jumlah partikel konstan. Jika suhu dinaikkan secara perlahan mulai dari suhu rendah ke suhu tinggi, maka pada suatu suhu tertentu terjadi perubahan fasa dari fasa likuid ke fasa uap. Misalkan Gc(T,p) adalah energi bebas Gibbs pada fasa likuid dan Gu(T,p) ) adalah energi bebas Gibbs pada fasa uap. Dalam Gambar 1.5 diperlihatkan kurva kedua energi-dalam diagram G-T. Perpotongan kedua kurva menggambarkan transisi fasa. Di saat transisi fasa, kedua fasa itu bercampur sehingga energi Gibbs adalah G Gc Gu G Gu Gl Tb T Gambar 1.5 Diagram G-T suatu zat pada tekanan dan jumlah partikel konstan. Dalam keadaan setimbang, dG=0 sehingga dG dGu S dT V dp dN Su dT Vu dp u dN u Di saat transisi fasa, suhu dan tekanan konstan, sehingga dN u dNu Karena jumlah partikel konstan, maka d N dN u sehingga pada T dan p konstan 16 u (1.42) Jadi, syarat kesetimbangan fasa adalah potensial kimiawi kedua fasa adalah sama. Gas van der Waals Gas vd Waals memenuhi persamaan p k BT a v b v2 (1.43) di mana v adalah volume satu molekul gas, a dan b konstanta. Kurva-kurva isotermal dari gas van der Waals adalah seperti Gambar 1.6. Titik A dan titik E adalah dua keadaan dengan fasa berbeda. Pada titik A, molekul-molekul berfasa likuid dan di titik E berfasa gas (uap). Hubungan potensial kimia antara kedua titik adalah dp p T A E u ( E ) c ( A) (1.44a) Berdasarkan persamaan Gibbs-Duhem (1.11c): d s dT vdp maka v . p E u ( E ) c ( A) v dp (1.44b) A 6 10 x 10 8 6 p(Pa) 100K 4 94K 80K 2 A 0 0 C 1 b 2 E 3 4 3 v(m ) 5 6 7 -28 x 10 Gambar 1.6 Kurva-kurva isotermik gas van der Waals dengan a=2,210-49 dan b=510-29 . 17 Karena titik A dan titik E pada tekanan yang sama, dan jika luas arsiran di sebelah kiri dan sebelah kanan dari titik C sama, maka integral dalam persamaan (1.44b) sama dengan nol sehingga berlaku u ( E ) c ( A) (1.45) Persamaan Clausius-Clapeyron Kalor laten adalah sama dengan perbedaan entalpi dari dua fasa pada suhu transisi. Kalor laten dapat dihubungkan dengan kebergantungan suhu transisi terhadap tekanan. Misalkan, d1 s1dT v1dp untuk fasa 1. Pada transisi fasa seperti persamaan (1.40) 1 2 dan d1 d 2 sehingga s1dT v1dp s2 dT v2 dp atau dp s1 s2 dT v1 v2 (1.46) Dengan menyatakan s s1 s2 dan v v1 v2 sebagai perubahan entropi dan volume per molekul, serta mendefenisikan kalor laten L Ts maka diperoleh dp L dT Tv (1.47) p cair padat uap T Gambar 1.7 Garis-garis transisi yang memisahkan dua fasa dari suatu zat. 18 Inilah yang disebut persamaan Clausius-Clapeyron. Persamaan ini dapat diterapkan pada garis transisi yang memisah dua fasa dari suatu zat di dalam diagram p-T seperti Gambar 1.7. Campuran Gas Ideal Dalam suatu gas ideal molekul-molekul tidak berinteraksi satu sama lain. Demikian juga dalam campuran gas-gas ideal. Oleh sebab itu, tekanan gas adalah jumlah dari tekanan-tekanan parsial dari gas-gas tersebut, p pi (1.48) i Berbeda halnya dengan entropi; entropi campuran lebih besar dari pada jumlah entropi-entropi murni, p S Si ( pi , T ) N i k B ln i p i (1.49) atau S Nk B ci ln ci (1.50) i di mana ci N i pi adalah konsentrasi gas ke-i. N p Variasi energi bebas Gibbs adalah dG=-SdT+Vdp sehingga untuk gas ideal G Nk BT V p p T (1.51) Tetapi potensial kimiawi µ=G/N, sehingga k T B p p T (1.52) Integrasi dari suatu tekanan p0 ke tekanan p menghasilkan p p 0 (T , p) (T , p0 ) k BT ln (1.53) Selanjutnya, dalam campuran beberapa gas ideal berlaku energi bebas Gibbs adalah jumlah energi bebas Gibbs parsial, 19 G Gi (1.54) i G Sesuai dengan persamaan (1.46), i pi V maka T , N i pi Gi (T , pi ) Gi (T , p) Vdp p p Gi (T , p) N i k BT ln i p Gi (T , p) N i k BT ln ci (1.55) Dengan µi=Gi /Ni maka potensial kimiawi komponen ke-i i (T , pi ) 0i (T , p) k BT ln ci (1.56) Artinya, potensial kimiawi gas ke-i di dalam campuran dengan konsentrasi ci berbeda dengan potensial kimiawinya dalam keadaan murni dengan perbedaan k BT ln ci . Selanjutnya perubahan energi bebas Gibbs karena pencampuran adalah dG SdT Vdp i dN i (1.57) i dan dengan itu, maka G i N i T , p , N (1.58) j i Untuk dua komponen i dan j berlak i N j 2G i T , p , Nl j N j N i N i T , p , N l i (1.59) 1.7 Kesetimbangan Kimia Tinjaulauh reaksi kimia nA AnB B+nC C. 20 Dalam kesetimbangan kimia berlaku syarat minimum dari availabilitas. Pada tekanan dan suhu konstan berlaku dAT , p dU TdS pdV d (U TS pV ) dG 0 di mana G Gi i N i . Jadi, pada T dan p konstan variasi dG sekitar i i kesetimbangan adalah dG i dN i 0 (1.60) i Artinya A dN A B dN B C dNC 0 Dalam reaksi di atas berlaku (1.61a) dN i konstan, sehingga ni dN dN A dN B C . nA nB nC Jadi, persamaan (1.57a) menjadi A n A B nB C nC 0 (1.61b) Secara umum dituliskan vi i 0 (1.62) i dengan v A n A ; vB nB ; vC nC . Gabungan persamaan (1.56) dan (1.62) menghasilkan v i 0i i k BT vi ln ci 0 (1.63) i atau v i i 0i k BT ln civi 0 i (1.64) 21 Dari persamaan terakhir ini didefenisikan konstanta kesetimbangan untuk konsentrasi c dan suhu T seperti K c (T ) civi (1.65a) i dengan ln K c (T ) 1 vi 0i (T , p) k BT i (1.65b) Untuk reaksi nA AnB B+nC C, konstanta kesetimbangan adalah K c (T ) c AnA c BnB cCnc (1.66) 1.8 Bahan Paramagnet dalam Medan Magnet Bahan paramagnet mempunyai atom-atom yang terionisasi; misalkan satu ion mempunyai momen dipol magnet . Secara klasik, didalam medan medan magnet B dipol itu adalah (1.67) E . B B cos Energi itu minimum jika vektor magnetisasi dan vektor medan magnet sejajar, dan maksimum jika berlawanan arah. Energi dari sistem yang mengandung N buah ion adalah, N U B cos i (1.68) U M . B (1.69) i 1 Berdasarkan di mana M adalah magnetisasi, maka M N cos i (1.70) i 1 22 Selanjutnya, sesuai dengan hukum termodinamika pertama dU Q dW maka dU dM . B M .dB (1.71) di mana M . dB dapat dipandang sebagai kerja oleh bahan karena perubahan energi yang berasal dari pengaruh medanl, sedangkan - dM . B dipandang sebagai perubahan energi karena perubahan keadaan magnetisasi. Jadi TdS dM . B (1.72) dU TdS M .dB (1.73) sehingga Soal-soal 1. Tunjukkan bahwa untuk gas van der Waals, panas jenis pada volume konstan CV memenuhi CV 0. V T 2. Gunakan hubungan Maxwell dan aturan rantai untuk menunjukkan bahwa untuk suatu zat, laju perubahan suhu T terhadap tekanan p dalam suatu proses kompressi adiabatik yang reversibel dirumuskan sebagai berikut T T V . p S C p T p 3. Misalkan pada gas ideal berlaku kapasitas kalor CV=NkB dengan adalah suatu konstanta. Tunjukkan bahwa CP=NkB(+1) dan V. S Nk B log Nk B log T konstanta N Tunjukkan pula bahwa dalam proses adiabatic (dS=0), berlaku VT=konstan dan pV=konstan dengan =CP/CV. 23 4. Turunkanlah persamaan keadaan gas U p p T V T T V dan p dU T p dV CV dT T V 5. Pada gas vd Waals, buktikan bahwa C p CV ( p a)(V b). 6. Persamaan keadaan gas Dietrici adalah k T a . p B exp vb k BTv di mana v=V/N. Tentukanlah titik kritis dan hitunglah pv/kBT pada titik itu. 7. Suatu gas memiliki sifat-sifat berikut: (i) Pada suhu konstan T0, kerja yang dilakukannya dalam ekspansi volume dari V0 ke V adalah W NRT0 ln V , V0 (ii) Entropinya adalah V S NR 0 V T T0 a di mana a adalah konstanta. a. Tentukanlah energi bebas Helmholtz b. Bagaimana persamaan gas itu? c. Tentukanlah kerja yang dilakukan pada sebarang suhu konstant. 8. Dua buah balok logam dari bahan yang sama dan ukuran yang sama tetapi berbeda suhu T1 dan T2. Kedua balok didekatkan satu sama lain dan dibiarkan kontak sehingga suhu mencapai setimbang. 24 a. Tunjukkan bahwa perubahan entropi adalah S CV ln (T1 T2 ) 2 4T1T2 b. Bagaimana persamaan di atas menunjukkan bahwa perubahan itu adalah spontan? 9. Tinjaulah sebuah kotak dengan suatu partisi yang memisahkan dua jenis gas berbeda. Andaikan ada perbedaan jumlah dari masing-masing gas, gas-1 bervolume V1 dan gas kedua V2, dan volume kotak V= V1 + V2. Kotak itu kontak termal dengan suatu reservoir sehingga sesuatu transformasi akan berlangsung dengan suhu konstan. a. Mula-mula, andaikanlah suatu proses memungkinkan gas-gas itu bercampur secara perlahan-lahan, sehingga selama proses percampuran itu sistem selalu setimbang. Ingat bahwa lingkungan harus melakukan kerja agar proses itu berlangsung. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan entropi masingmasing gas antara sebelum bercampur dan setelah bercampur sepenuhnya. b. Sekarang, andaikanlah partisi dicabut secara cepat sehingga gas-gas itu bercampur secara cepat. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan entropi dari masing-masing gas. c. Hitunglah total perubahan entropi yang meliputi gas-gas dan lingkungan baik pada soal a maupun soal b. 10. Kapasitas panas logam dalam fasa superkonduktor dan fasa normal pada suhu rendah dapat didekati dengan persamaan-persamaan berikut: C s VT 3 , superkonduktor Cn VT 3 VT , normal di mana , dan adal;ah konstanta. Pada suhu rendah di bawah Tc fasa superkonduktor adalah stabil dan di atas suhu Tc fasa normal yang stabil. Tentukanlah rumusan untuk Tc . 25 2 STATISTIK MAXWELL BOLTZMANN 2.1 Keadaan Mikro dan Makro Dalam suatu sistem seperti gas, suatu keadaan mikro berkaitan dengan sekumpulan posisi dan momentum dari partikel-partikel gas. Biasanya, suatu sistem mempunyai konstrain, misalnya volume tetap, sehingga orang cukup memperhatikan keadaankeadaan mikro pada volume tetap itu saja. Dalam sistem kuantum, keadaan mikro adalah solusi dari persamaan Schrodinger seperti Hˆ i Ei i . Keadaan makro adalah sekumpulan keadaan-keadaan mikro dengan energi tertentu, U, yang memenuhi konstrain tertentu, misalnya energi U, volume V dan jumlah partikel N yang konstan. Jumlah keadaan mikro dalam suatu keadaan makro tertentu dinyatakan sebagai bobot statistik dari keadaan makro tersebut dan dinyatakan dengan simbol (U,V,N). Pada keadaan setimbang statistik, orang tak memerlukan rincian dari keadaan-keadaan mikro; yang diperlukan hanyalah jumlah keadaan mikro dalam keadaan makro bersangkutan. Bobot statistik suatu keadaan makro dapat ditentukan sebagai berikut. Misalkan tiga buah patikel sejenis yang dapat dibedakan satu sama lain (sebutlah A, B, C) akan ditempatkan pada tingkat-tingkat energi E1=, E2=2, dan E3=3. Andaikan keadaan makro yang diinginkan mempunyai energi U=6. Artinya, distribusi partikel adalah n1=1, n2=1 dan n3=1 sehingga U=n1E1+n2E2+n3E3=6. Jika partikel-partikel itu identik yang dapat dibedakan maka susunan partikel pada tingkat-tingkat energi adalah seperti berikut: Keadaan-keadaan mikro E3=3 C B C A A B E2=2 B C A C B A E1= A B B C C U A 6 6 6 6 6 6 26 Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai enam buah keadaan mikro. Selanjutnya, andaikan keadaan makro yang diinginkan mempunyai energi U=4. Maka distribusi partikel adalah n1=2, n2=1 dan n3=0 sehingga U=n1E1+n2E2+ n3E3=4. Susunan partikel pada tingkat-tingkat energi adalah seperti berikut: Keadaan-keadaan mikro E3=3 - - - E2=2 C B A E1= AB AC BC U 4 4 4 Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai tiga buah keadaan mikro. Untuk dua contoh di atas, jumlah keadaan mikro dalam keadaan makro dapat dinyatakan sebagai berikut: N=3, n1=1, n2=1, n3=1, U=6,: N=3, n1=2, n2=1, n3=0, U=4: 3! 6. 1!1!1! 3! 6 3. 2!1!0! 2 Berdasarkan pengalaman di atas, maka untuk sistem N partikel identik yang dapat dibedakan secara umum berlaku hal berikut. Andaikan suatu keadaan makro mengandung m buah keadaan mikro dengan tingkat-tingkat energi E1, E2, ......,Em. Jika distribusi partikel-partikel adalah n1, n2, ....,nm dengan keadaan makro yang mempunyai konstrain m N ni konstan i 1 m (2.1) U ni Ei konstan i 1 maka jumlah keadaan mikro di dalam keadaan makro bersangkutan adalah 27 (U ) m N! 1 N! n1!n2 !.......nm ! i 1 ni ! (2.2) Jika sekiranya, tingkat-tingkat energi keadaan mikro mempunya degenerasi, misalnya gi untuk tingkat energi ke-i, maka peluang penempatan ni buah partikel di tingkat energi Ei adalah g ini . Dengan demikian maka persamaan (2.2) harus disempurnakan menjadi g ini (U ) N! i 1 ni ! m (2.3) Karena interaksi dan tumbukan, distribusi partikel-partikel pada tingkattingkat energi keadaan mikro bisa berubah. Dapat diasumsikan bahwa pada setiap keadaan makro dari suatu sistem, ada suatu distribusi yang lebih baik daripada distribusi-distribusi lainnya. Artinya, secara fisis pada suatu sistem yang memiliki sejumlah partikel dengan total energi tertentu, terdapat suatu distribusi paling mungkin. Jika distribusi itu tercapai, sistem itu disebut dalam keadaan setimbang statistik, dan dalam keadaan itu maksimum. 2.2 Entropi Tinjaulah dua buah sistem partikel seperti dalam Gambar 2.1, yang kontak termal satu sama lain sehingga mencapai kesetimbangan suhu. Kedua sistem terisolasi dari lingkungannya. Misalkan energi masing-masing adalah U1 dan U2 sehingga energi total kedua sistem adalah U= U1+ U2. Meskipun U konstan, tetapi masing-masing U1 dan U2 bisa berubah sampai tercapai keadaan setimbang suhu. U1 U2 Gambar 2.1 Dua buah sistem yang kontak termal satu sama lain, terisolasi dengan lingkungannya. 28 Misalkan 1(U1) dan 2(U2) adalah jumlah keadaan mikro masing-masing dalam sistem pertama dan sistem kedua. Jumlah keadaan mikro gabungan adalah (U, U1) =1(U1) 2(U2) di mana U2=U-U1. Tentu ada suatu harga U1 di mana sistem gabungan dalam keadaan setimbang sehingga (U, U1) mencapai harga maksimum. Misalkan Û 1 adalah harga U1 pada keadaan setimbang sehingga (U ) U 2 1 (U 1 ) 2 (Uˆ 2 ) 1 (Uˆ 1 ) 2 2 0 U 1 U 1 Uˆ U 2 Uˆ U1 1 2 Karena U konstan maka (2.4) U 2 = -1, sehingga U1 1 (U 1 ) (U ) 2 (Uˆ 2 ) 1 (Uˆ 1 ) 2 2 U 1 Uˆ1 U 2 Uˆ 2 ln 1 (U1 ) ln 2 (U 2 ) U1 U 2 Uˆ Uˆ 1 (2.5) 2 Kesamaan di atas, terkait dengan kesetimbangan suhu mengindikasikan masingmasing fihak dalam persamaan (2.5) sama dengan sehingga diperoleh ln (U ) U U Uˆ (2.6) Dalam termodinamika dikenal hubungan suhu dan entropi seperti 1 S T U N ,V (2.7) Dari kedua persamaan (2.6) dan (2.7) dapat dinyatakan bahwa 1 k BT (2.8) di mana kB=1,38110-23J/K adalah konstanta Boltzmann. Selanjunya entropi adalah 29 S k B ln (2.9) Secara statistik inilah yang disebut entropi Boltzmann dalam kaitannya dengan jumlah keadaan mikro maksimum dari suatu sistem Untuk kedua sistem di atas, berlaku S k B ln k B ln(1 2 ) k B ln 1 k B ln 2 ) S1 S 2 (2.10) Jadi, entropi gabungan adalah jumlah dari entropi-entropi kedua sistem yang kontak suhu satu sama lain. Ini adalah suatu tanda bahwa entropi adalah besaran yang bersifat ekstensif, sedangkan suhu sebagai konjugasinya merupakan besaran yang bersifat intensif. Entropi Boltzmann sangat ideal bagi sistem dengan jumlah partikel yang besar. Untuk sistem dengan jumlah partikel yang kecil diperkenalkan entropi Gibbs, S k B pi ln pi (2.11) i dengan pi adalah probabilitas menemukan sistem pada keadaan mikro ke-i. Untuk itu berlaku pi 1 (2.12) i Meskipun demikian, untuk sistem dengan jumlah partikel yang besar rumusan di atas tetap berlaku karena pi 1 untuk semua keadaan yang mungkin sehingga S k B pi ln pi k B i i 1 1 ln k B ln Kembali ke persamaan (2.2), maka dengan jumlah keadaan mikro itu entropi Boltzmann adalah S k B ln k B ln N! ln n! i Untuk jumlah partikel yang besar dapat digunakan aproksimasi Sterling 30 ln X ! X ln X X (2.13) sehingga entropi dari N buah partikel yang dapat dibedakan menjadi S k B N ln N N (ni ln ni ni ) i 1 k B N ln N ni ln ni N i k B N i (2.14a) ni ni ln N N Untuk N buah partikel yang tak dapat dibedakan entropi adalah S k B ln k B ln N ! (2.14b) Nk B ln N 1 Entropi per partikel dalam persamaan (2.14a) di atas jika dibandingkan dengan persamaan (2.11) menegaskan bahwa probabilitas menemukan sistem pada keadaan mikro ke-i dapat dikaitkan dengan jumlah partikel pada keadaan itu, yakni pi ni N (2.15) 2.3 Ensembel Mikrokanonik Ensembel adalah sistem partikel dengan lingkungannya. Dalam Gambar 2.2 diperlihatkan tiga buah sistem dan lingkungannya. S S (a) (b) S . (c) Gambar 2.2 Sistem dan lingkungannya. 31 Dalam Gambar 2.2(a) sistem partikel terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka U, V, N konstan. Secara statistik, sistem partikel ini dipandang sebagai ensemble mikrokanonik. Dalam Gambar 2.2(b) sistem partikel kontak termal dengan reservoir suhu di sekitarnya. Sistem dan reservoir secara keseluruhan terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, N konstan, sedangkan energi U berfluktuasi. Secara statistik, sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan dipandang sebagai ensemble kanonik. Dalam Gambar 2.2(c) sistem partikel kontak termal dan kontak partikel dengan reservoir di sekitarnya. Sistem dan reservoir secara keseluruhan terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, µ konstan, sedangkan energi U dan jumlah partikel N berfluktuasi sekaligus. Secara statistik, gabungan sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan dipandang sebagai ensemble kanonik besar. Dalam ensembel mikrokanonik seperti dalam Gambar 2.2(a), sistem partikel terisolasi dengan lingkungannya. Yang konstan dari sistem adalah energi dalam U, volume V dan jumlah partikel N. Dengan keadaan seperti itu maka semua keadaan mikro yang mungkin dari sistem memiliki probabilitas yang sama. Oleh sebab itu berlaku (U ) jumlah keadaan mikro berenergi U sehingga probabilitas bahwa sistem ada pada keadaan mikro ke-i dengan energ U adalah pi 1 , dan probabilitas sistem pada keadaan dengan energi U’≠U sama (U ) dengan nol. Entropi sesuai dengan persamaan (2.9) adalah S k B ln (U ) (2.16) Dalam fisika kuantum, tingkat-tingkat energi itu diskrit. Tetapi, jika jumlah partikel cukup besar maka tingkat-tingkat energi itu menjadi rapat dan secara efektif kontinu. Dalam keadaan itu, (E ) adalah jumlah keadaan yang berenergi antara E dan E+E dengan E adalah sangat kecil tetapi cukup besar dibandingkan dengan spasi tingkat-tingkat energi. 32 Contoh 2.1 Sistem dua tingkat energi I Tinjaulah suatu sistem terisolasi dengan N buah partikel identik yang dapat dibedakan. Andaikan tidak ada interaksi antara partikel-partikel. Setiap partikel fix pada posisinya dan bisa menempati salah satu tingkat energi E1=0 dan E2=. Misalkan n2 adalah jumlah partikel yang menempati tingkat energi E2 dan n1=N-n2 menempati tingkat energi E1, maka energi total partikel adalah U n2 (2.17) Karena sistem memiliki energi dalam U dan jumlah partikel N yang tetap, maka jumlah keadaan mikro adalah (U ) N! n1! n2 ! Dengan itu maka entropi adalah S k B ln (U ) k B [ln N !(ln n1! ln n2 ! )] Dengan menggunakan aproksimasi Sterling dalam persamaan (2.13) maka entropi di atas menjadi S k B [ N ln N N (n1 ln n1 n1 n2 ln n2 n2 )] k B [ N ln N (n1 ln n1 n2 ln n2 )] n n k B n1 ln 1 n2 ln 2 N N Karena n2 n U U dan 1 1 maka N N N N U U U U S k B 1 ln ln 1 N N N N (2.18) Tampak bahwa, jika U=0 dan U=N maka entropi S=0, sedangkan jika U=N/2 entropi mencapai maksimum S=kB ln2. 33 Berdasarkan hubungan termodinamik: 1 S , maka dapat diturunkan T U bahwa suhu sistem adalah 1 k B N ln 1 T U (2.19) Dari hubungan di atas, selanjutnya diperoleh n2 1 / kBT N e 1 (2.20) Tampak bahwa, jika suhu T0 maka n2=0 atau n1=N; artinya seluruh partikel menempati tingkat energi E1. Sebaliknya, jika T∞ maka n2=½N. Dari persamaan (2.17) dan (2.20) energi sistem adalah UN e / k BT Kapasitas kalor yang didefenisikan seperti C (2.21) 1 U adalah T N 2 e / kBT C k BT 2 e / kBT 1 2 (2.22) C sebagai fungsi suhu T diperlihatkan dalam Gambar 2.2. C T Gambar 2.2 Kapasitas kalor C sebagai fungsi suhu T dalam persamaan (2.22). 34 2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann Dalam ensembel mikrokanonik telah dikemukakan bahwa karena sistem partikel terisolasi dari lingkungannya, maka energi sistem partikel itu menjadi konstan. Sekarang dengan membiarkan sistem partikel kontak termal dengan suatu reservoir yang besar seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.2(b), maka terjadi pertukaran energi sehingga suhu sistem sama dengan suhu reservoir. Ensembel kanonik merupakan gabungan dari suatu sistem partikel dan suatu reservoir panas yang besar. Dalam ensembel ini, karena terjadi kontak termal antara sistem dan reservoir maka suhu sistem partikel menjadi tetap. Yang konstan dari sistem partikel adalah suhu T, volume V dan jumlah partikel N. Misalkanlah sistem menempati suatu keadaan mikro ke-i yang berenergi Ei ; energi ini jauh lebih kecil dari pada energi reservoir sehingga jumlah keadaan mikro gabungan sama dengan jumlah keadaan mikro dalam sistem partikel, (U gab ) res (U gab Ei ) i Dengan hubungan entropi Sres=kB ln , maka S R (U gab Ei ) (U gab ) exp kB i Dengan uraian Taylor, S R (U gab Ei ) kB dan mengingat S R (U gab ) kB S R (U gab ) Ei U gab k B 1 S R (U gab ) maka T U gab (U gab ) e S R (U gab) / k B e Ei / k BT i Dari persamaan terakhir ini terungkap bahwa probabilitas sistem pada keadaan mikro ke-i adalah pi e Ei / k BT 35 Secara lengkap probabilitas di atas harus dinormalisasi; untuk itu e Ei / k BT pi Z1 (2.23) Z1 e Ei / kBT (2.24) dengan i disebut fungsi partisi untuk satu partikel. Energi rata-rata satu partikel dirumuskan seperti E pi Ei (2.24a) i Dengan menggunakan persamaan (2.23) dan (2.24) maka E i e Ei 1 Z1 Ei Z1 Z1 sehingga diperoleh E ln Z1 (2.24b) di mana =1/kBT. Dengan persamaan (2.15) dan (2.23) diperoleh apa yang disebut distribusi Maxwell-Boltzmann, yakni jumlah partikel yang menempati keadaan mikro ke-i: ni N Ei e Z1 (2.25a) sedangkan f ( Ei ) e Ei (2.25b) disebut fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann. Entropi Gibbs untuk satu partikel 36 e Ei S k B pi ln pi k B pi ln i i Z1 k B pi Ei k B ln Z1 pi i E T (2.26) i k B ln Z1 di mana telah digunakan sifat pi 1 . Berdasarkan hubungan termodinamik, i energi bebas Helmholtz: F=U-TS, maka untuk satu partikel F1 k BT ln Z1 (2.27) Untuk N buah partikel identik, misalkan partikel-partikel itu dapat dibedakandengan penomoran q=1, 2,……,N. Partikel-partikel ditempatkan pada Tingkat-tingkat energi 1, 2,…… sehingga energi-energinya adalah E1 1 (1) 1 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) E 2 2 (1) 1 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) E3 1 (1) 2 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) .... ................................................................ Fungsi partisi untuk N partikel identik yang dapat dibedakan adalah Z N exp( E1 ) exp( E 2 ) exp( E3 ) exp( E 4 ) ...... exp( E N ) exp 1 (1) 1 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) exp 2 (1) 1 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) exp 1 (1) 2 (2) 1 (3) .............. 1 ( N ) .......... dengan =1/kBT. Persamaan di atas dapat dituliskan seperti Z N exp 1 (1) exp 1 (2) exp 1 (3) .............. exp 1 ( N ) exp 1 (1) exp 2 (2) exp 1 (3) .............. exp 1 ( N ) exp 1 (1) exp 1 (2) exp 2 (3) .............. exp 1 ( N ) .......... yang selanjutnya dapat disusun sebagai berikut 37 Z N exp 1 (1) exp 2 (1) exp 3 (1) .......... exp N (1) exp 1 (2) exp 2 (2) exp 3 (2) ......... exp N (2) ................................................................................................................... exp 1 ( N ) exp 2 ( N ) exp 3 ( N ) ......... exp N ( N ) atau Z N e i ( q ) Z1 (q) , q i q q=1, 2,….N dengan q adalah nomor partikel. Karena Z1(1)=Z1(2)=….= Z1(N), maka fungsi partisi untuk N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah Z N Z1N (2.28) Sesuai dengan persamaan (2.26), energi bebas Helmholtz dari N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah F k BT ln Z N k BT ln Z1N Nk BT ln Z1 (2.29) Dibandingkan dengan persamaan (2.26), terlihat bahwa F=NF1. Selanjutnya, berdasarkan hubungan termodinamik F=U-TS, maka dF=-SdTpdV sehingga entropi N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah ln Z 1 F S Nk B ln Z 1 Nk B T T T V Nk B ln Z 1 Nk B T Karena =1/kBT maka 1 Z 1 Z 1 T Z1 Z1 1 Z1 , maka T T k BT 2 S Nk B ln Z1 Dengan E N ln Z1 T ln Z1 dalam persamaan (2.24b) maka 38 S Nk B ln Z1 N E T Karena energi total U N ln Z N ln Z1 N E (2.30) maka entropi di atas adalah S Nk B ln Z1 U T (2.31) Dibandingkan dengan persamaan (2.26) maka S NS1 . Sekarang tinjaulah N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan. Misalkan fungsi partisi adalah Z N m Z1N dengan m adalah factor yang masih harus ditentukan. Misalkanlah N=2, maka Z 2 mZ1 (1) Z1 (2) ( 2 ) m e i (1) e j i j sehingga diperoleh (1) ( 2 ) Z 2 m e [ i (1) i ( 2)] e i j i j i i Terlihat, pada suku kedua terjadi double counting, pada hal i (1) j (2) = i (2) j (1) . Oleh sebab itu harus diberikan faktor ½, atau m=1/2. Jadi, Z2 1 1 Z1 (1) Z1 (2) Z12 2 2 Dengan cara yang sama, dapat diturunkan bahwa untuk N=3, fungsi partisi itu adalah 39 Z3 1 3 Z1 6 Dengan demikian maka secara umum fungsi partisi dari N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan adalah ZN 1 N Z1 N! (2.32) Energi bebas Helmholtz dari N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan adalah 1 F k BT ln Z N k BT ln Z1N k BT ln Z1N ln N ! N! Nk BT ln Z1 k BT ( N ln N N ) (2.33) Nk BT ln Z1 Nk BT (ln N 1) Z Nk BT ln 1 1 N Dibandingkan dengan persamaan (2.27), terlihat bahwa F NF1. Dengan energi bebas di atas, entropi N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan adalah Z Z F S ln 1 Nk B ln 1 1 Nk B T T N T V N N Z1 Z Nk B ln 1 1 Nk B T Z1 T N N 1 Z1 Z Nk B ln 1 1 Nk B T Z1 T N Karena =1/kBT maka 1 Z1 1 1 Z1 1 Z1 T k BT 2 Z1 k BT 2 pi Ei k i E BT 2 maka 40 Z N S Nk B ln 1 1 pi Ei N T i Z N E Nk B ln 1 1 T N Dengan energi total U N E maka entropi di atas menjadi Z U S Nk B ln 1 1 N T (2.34) Jadi, untuk partikel-partikel identik yang tidak dapat dibedakan S NS1 . Ini merupakan akibat dari F NF1. Contoh 2.2 Sistem dua tingkat energi II Dalam contoh 2.1 telah dikemukakan sistem N partikel yang memiliki dua tingkat energi E1=0 dan E2=. Pembahasan di sana dilakukan dengan menggunakan sifatsifat ensmbel mikrokanonik. Sekarang, misalkan sistem partikel memiliki suhu konstan karena kontak termal dengan suatu reservoir. Fungsi partisi satu partikel adalah Z1 e Ei 1 e i Jika partikel-partikel identik tidak dapat dibedakan, maka fungsi partisi sistem partikel adalah 1 1 e Z N Z1N N! N! N (2.35) Energi bebas Helmholtz adalah F k BT ln Z N k BT N ln(1 e ) N ln N N (2.36) 1 e Nk BT ln N 1 sedangkan entropi adalah 41 1 e F S Nk B ln T V N 1 e S Nk B ln N 1 Nk BT ln 1 e T N 1 T e 1 (2.37) Energi dalam adalah U=F+TS, UN e 1 Dengan itu maka jumlah partikel pada tingkat energi E2= adalah n2 1 N e 1 Terlihat bahwa baik U maupun n2 masing-masing sama dengan persamaan (2.20). Contoh 2.3 Paramagnetisme Dalam situasi yang paling sederhana, paramagnetisme dapat dipandang sebagai sistem dua tingkat. Tinjaulah sistem dari N buah atom identik yang tak dapat dibedakan, masing-masing dengan momen magnet m tidak berinteraksi satu sama lain. Misalkan pula sistem itu kontak termal dengan suatu reservoir bersuhu T. Dalam medan magnet B, setiap atom bisa menempati dua tingkat energi, E1= -mB dan E2=mB. Fungsi partisi satu atom adalah Z1 e Ei e mB e mB 2 cosh( mB) (2.38) i Fungsi partisi N buah atom adalah ZN 1 N 1 2 cosh mBN Z1 N! N! (2.39) Energi bebas Helmholtz dari N atom adalah F k BT ln Z N k BT N ln 2 cosh mB N ln N N (2.40) 42 Dari hubungan termodinamika F=U-TS+MB di mana M adalah total magnetisasi per satuan volume, maka dF=-SdT-pdV+MdB sehingga M F Nk BT ln 2 cosh( mB) B B N m tanh( mB) atau mB M N m tanh k T B (2.41) Contoh 2.4 Molekul polar Suatu sistem molekul polar di tempatkan dalam medan listrik uniform, tetapi terisolasi dari gangguan luar. Turunkanlah polarisasi sistem sebagai fungsi suhu. Misalkan momen dipol listrik setiap molekul: p o . Energi suatu molekul yang dipolnya berorientasi dengan sudut θ terhadap medan listrik E adalah E(θ)= -po E cos. Jika sudut itu bervariasi dari 0- maka energi bukannya diskrit tapi kontinu. Oleh sebab itu, peluang penempatan di tingkat energi harus dinyatakan dengan sudut ruang yang dibentuk antara θ dan θ +d θ, yakni dΩ=2π sin θ dθ. Maka fungsi partisi satu molekul Z1 e poE cos / kBT 2 sin d 4 0 k BT sinh( poE / k BT ) poE (2.42) Dipol rata-rata adalah p ave 1 ( p o cos ) e p0E cos / k BT 2 sin d Z1 0 pE k T p 0 coth o B k B T poE (2.43) 43 Hasil ini disebut rumus Langevin. Untuk medan E sangat besar atau T sangat rendah, coth (poE /kT)=1, kT/poE =0 sehingga pave=po; artinya semua molekul terorientasi sejajar medan listrik. Untuk po E <<kT , pave=po2E /3kBT (Ingat: coth x=1/x+x/3+…. sehingga jika x<<1, coth x=x/3); jika ada n buah molekul, polarisasi zat adalah: p02 E 3k BT Pn (2.44) Sedangkan permittivitas medium yang mengandung molekul-molekul polar adalah n p02 3k B T (2.45) 2.5 Ensembel Kanonik Besar Dalam ensembel kanonik, sistem partikel dibiarkan kontak termal dengan reservoir panas sehingga terjadi pertukaran energi dan suhu sistem menjadi konstan. Jika selain pertukaran energi, terjadi pula pertukaran partikel maka sistem dan reservoir disebut membentuk ensembel kanonik besar. Besaran-besaran yang konstan dari sistem adalah suhu T, volume V dan potensial kimia per partikel µ. Dalam situasi seperti itu, probabilitas menemukan sistem partikel pada keadaan-i bergantung pada tingkat energi Ei dan jumlah partikel ni yang menempati keadaan-i itu, seperti pi e ( Ei ) ni Untuk normalisasi, maka e ( E i ) ni pi (2.46) e ( Ei ) ni (2.47) dengan i ni 44 disebut fungsi partisi kanonik besar dari keseluruhan partikel. Dengan demikian tetap berlaku pi 1 . i Berdasarkan entropi Gibbs S k B pi ln pi maka i e ( E i ) ni S k B pi ln i 1 pi ni Ei pi ni k B ln pi T i T i i Hasil di atas dapat dinyatakan seperti S U N k B ln T T (2.48) di mana U pi ni Ei (2.49) i N pi ni (2.50) i Untuk merumuskan fungsi partisi besar dari keadaan-i misalkan tingkattingkat energi E1, E2, ...... secara serentak diduduki oleh jumlah partikel n1, n2, ...... maka fungsi partisi kanonik besar total adalah e ( Ei ) ni i ni e ( E1 ) n1 e ( E2 ) n2 ........ n1 (2.51a) n2 atau 1 2 ....... i (2.51b) i dengan 45 i e ( E i ) ni (2.52) ni Persamaan (2.51b) menunjukkan bahwa fungsi partisi besar suatu sistem partikel merupakan hasil perkalian dari fungsi-fungsi partisi besar dari tingkat-tingkat energi individual. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat-tingkat energi itu bebas dan tak dapat dibedakan, masing-masing kontak dengan reservoir pada suhu T dan potensial kimiawi µ. Dengan fungsi partisi besar, potensial kanonik besar dari keseluruhan partikel adalah k B T ln k B T ln i i k B T ln i (2.53) i Itu menunjukkan bahwa i (2.54) i dan potensial kanonik besar dari keadaan ke-i adalah i k BT ln i (2.55) dengan i seperti persamaan (2.52). Selanjutnya, berdasarkan d pdV SdT Nd diturunkan dengan menggunakan hubungan: S maka entropi bisa , yaitu T ln T 1 ln k B ln T S k B ln k B T Untuk itu, 46 ln 1 e ( E i ) ni ( Ei )ni i pi ( Ei )ni i atau ln U N (2.56) Jadi, entropi adalah S k B ln U N T T (2.57) yang sama dengan persamaan (2.48). Jika persamaan (2.57) dibandingkan dengan persamaan (2.34), jelas tampak perbedaan antara ensemble kanonik dan ensemble kanonik besar dengan kehadiran potensial kimia sehubungan dengan terjadinya pertukaran partikel. Jumlah partikel dapat diperoleh dari hubungan termodinamik N ; dengan persamaan potensial kanonik besar dalam persamaan (2.53) maka N ln . k B T (2.58) Dalam kuantum ada dua kelompak partikel, kelompok fermion dan kelompok boson. Fermion adalah partikel-partikel yang memiliki spin parohan: s=1/2, 3/2, …… dan boson yang memiliki spin s=0, 1, 2, ……Jumlah partikel yang bisa ditempatkan pada suatu keadaan ke-i hanya bisa ni=0 dan 1 untuk fermion, dan n=0 sampai ∞. Jadi, fungsi partisi besar keadaan ke-i adalah i e ( E i ) ni ni 1 e ( Ei ) fermion ( Ei ) e 2 ( Ei ) ... boson 1 e (2.59) 47 Soal-soal 1. Suatu sistem dari 4000 partikel memiliki tiga tingkat energi 0, dan 2 . (a) Bandingkanlah peluang-peluang relatif dari partisi di mana 2000 partikel menempati tingkat energi paling rendah, 1700 pada tingkat energi sedang dan yang 300 pada tingkat energi tertinggi, dengan partisi yang dihasilkan oleh perpindahan satu partikel dari tingkat energi teratas dan satu partikel dari tingkat energi terendah ke tingkat energi sedang. (b) Tentukanlah partisi keadaan setimbang. (c) Dalam keadaan setimbang, dengan =0,02 eV, hitunglah suhunya. 2. Tunjukkanlah bahwa energi bebas Gibbs G dalam kaitannya dengan fungsi patisi adalah G k BTV 2 ln Z . V V 3. Tunjukkanlah bahwa entalpi H dalam kaitannya dengan fungsi patisi adalah H ln Z 1 ln Z . V V dengan =1/kBT. 4. Energi-energi yang mungkin dari suatu sistem partikel adalah ), 0, , 2,….. (a) Tunjukkan bahwa fungsi partisi sistem itu adalah: Z [1 exp( / kT )]1 . (b) Hitunglah energi rata-rata. (c) Tentukanlah harga batas energi rata-rata jika <<kT. 48 5. Energi bebas Hemholtz didefenisikan sebagai: F=U-TS. Tunjukkan bahwa: F=-NkBT[ln(Z/N)+1]. Tentukanlah F untuk gas ideal. Tunjukkan bahwa parameter dalam hukum distribusi: ni exp( Ei ) adalah:=-(F/kBNT)+1 6. Jika potensial besar adalah =-kBTln, turunkanlah rumusan entropi (S), tekanan (p), dan jumlah partikel (N). 7. Tunjukkanlah bahwa ln k B ln k BT T di mana =1/kBT. 8. Untuk keadaan ke-i dari N buah partikel, kerja adalah Wi=-E/x dan kerja keseluruhan adalah W N Ei Ei 1 ln exp dx k BT dx i x k BT x Buktikanlah bahwa rata-rata jumlah partikel adalah N k BT ln 9. Suatu gas ideal tertutup dalam kontainer volume V dan bisa bertukar energi dan molekul dengan reservoir bersuhu T dan potensial kimia µ. Buktikan bahwa jumlah rata-rata molekul di dalam kontainer N berhubungan dengan potensial besar melalui persamaan N / k BT . 49 3 GAS IDEAL Energi suatu molekul adalah jumlah kinetik dan potensial: E=Ekin+Epot. Gas ideal dipandang sebagai sekumpulan molekul dengan jarak antara molekul-molekul cukup jauh sehingga tidak ada interaksi antar molekul, Epot=0. Oleh sebab itu, energi suatu molekul gas ideal hanya berbentuk kinetik. Jika gas ideal itu dari molekul-molekul monoatom, energi kinetiknya hanya dari gerak translasi saja: Ekin p 2 / 2m . Tetapi jika gas ideal itu adalah molekul-molekul diatomik, maka energi kinetiknya selain berasal dari gerak translasi juga dari gerak rotasi dan vibrasi. Agar energi molekul gas ideal hanya berbentuk kinetik, maka gas itu memerlukan volume yang cukup besar sehingga tidak ada interaksi antara molekul-molekul. Karena volume cukup besar maka energi menjadi kontinu. 3.1 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Tinjaulah suatu sistem gas ideal dari molekul-molekul monoatom dalam volume tetap V yang mengalami kontak termal dengan suatu reservoir bersuhu tetap, T. Dengan demikioan maka sistem gas ideal dan reservoir dapat dipandang sebagai ensembel kanonik. Dalam Bab 2 persamaan (2.24) dikemukakan fungsi partisi satu partikel adalah Z1 e Ei i Karena energi kontinu, maka fungsi partisi itu harus diungkapkan dalam bentuk integral seperti Z1 e E d( E ) (3.1a) di mana d(E) adalah jumlah tingkat energi antara E dan E+dE. Persamaan (3.1a) bisa juga dituliskan seperti 50 Z1 e E g ( E ) dE (3.1b) dengan g(E) adalah kerapatan tingkat energi antara E dan E+dE. Untuk menentukan kerapatan tingkat energi, tinjaulah sebuah molekul gas ideal didalam kubus bersisi a. Komponen-komponen momentum liniernya adalah px nx h h h , p y ny , p z nz 2a 2a 2a (3.2a) di mana nx, ny, nz adalah bilangan-bilangan bulat positif. Dengan 2 n x2 n 2y n z2 (3.2b) maka energi kinetik molekul itu adalah: p2 h2 E 2 2 2m 8ma (3.3) Jelas terlihat bahwa untuk kubus yang besar (a>>), tingkat-tingkat energi sangat dekat (rapat) yang secara praktis membentuk spektrum kontinu. Untuk memahami kerapatan energi tinjaulah sebuah bola dengan jari-jari 8ma 2 E h2 (3.4) Jumlah keadaan energi (E) dalam rentang energi antara 0 dan E untuk suatu oktan (1/8 bola) adalah: 14 8mE ( E ) 3 V 2 83 6 h 3/ 2 (3.5) 4V 2m 3 h2 3/ 2 E 3/ 2 dengan V =a3 adalah volume kubus. Selanjutnya, dengan g ( E) d( E ) / dE diperoleh kerapatan tingkat energi 51 2m g ( E ) 2 V 2 h 3/ 2 E1 / 2 . (3.6) Kembali ke fungsi partisi dalam persamaan (3.1b), maka 2m Z1 2 V 2 h 3/ 2 E 1 / 2 E / k BT e dE 0 (3.7) 2mkBT V 2 h 3/ 2 Inilah fungsi partisi satu molekul atom-tunggal dari gas ideal sebagai fungsi suhu dan volume. Fungsi partisi di atas dapat dituliskan seperti Z1 V (3.8) 3 dengan 1/ 2 h2 2mk BT (3.9) disebut panjang gelombang termal dari suatu atom-tunggal. Ini adalah analogi dari panjang gelombang de Broglie dari suatu partikel. Energi rata-rata satu partikel dihitung berdasarkan persamaan (2.24b) E ln Z1 1 Z1 Z1 (3.10a) k BT 2 1 Z1 Z1 T Dengan Z1 dalam persamaan (3.7) akan diperoleh E 3 k BT 2 (3.10b) 52 Sekarang andaikan suatu sistem gas ideal mengandung N buah molekul atom-tunggal yang identik dan tidak dapat dibedakan. Dari persamaan (2.32), (3.7) dan (3.8) maka fungsi partisi N molekul-tunggal adalah ZN 1 N Z1 N! (3.11) 3 1 V (2mkBT ) 3 / 2 1 V 3 3 N! h N! N Energi dalam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.30), ln Z N N ln Z1 ln N! ln Z1 1 Z1 N N Z1 U Nk BT 2 Z1 T Jadi, energi dalam adalah U 3 Nk BT 2 (3.12) Dengan persamaan (3.10) jelas bahwa U N E . Kapasitas kalor gas ideal adalah 3 U CV Nk B T V 2 (3.13) Dari persamaan (2.31) energi bebas Helmholzt adalah Z F k B T ln Z N Nk B T ln 1 1 N (3.14) V Nk B T ln 1 3 N Dari energi bebas tersebut, entropi gas ideal adalah 53 Z U F S Nk B ln 1 1 T V N T (3.15) V 5 Nk B ln 3 N 2 Persamaan entropi di atas disebut persamaan Sackur-Tetrode. Tampak bahwa entropi itu tidak saja peka terhadap sifat tidak terbedakannya molekul-molekul, tapi juga bergantung pada . Tekanan gas ideal adalah V F Nk BT p 1 Nk BT ln 3 V N V V T (3.16) Persamaan pV=NkBT dikenal sebagai persamaan keadaan gas ideal. 3.2 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Besar Misalkan partikel-partikel gas ideal selain bisa bertukar energi, bisa juga bertukar partikel dengan reservoir diluarnya. Fungsi partisi besar dalam persamaan (2.47) dapat dituliskan sebagai berikut e ni e Ei e Z1 ni i exp e Z1 di mana Ei ni i dan ni ni (3.17) Z1 e i . Dengan Z1 dalam persamaan (3.8) maka i fungsi partisi besar untuk gas ideal atom-tunggal adalah V exp e 3 (3.18) Potensial kanonik besar dari gas ideal atom-tunggal adalah k BT ln k BT e V 3 (3.19) 54 Jumlah partikel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.58): N , N k BT V 3 ln V k BT e 3 e V e (3.20) / k B T 2 mkBT h2 3/ 2 Berbeda dengan gas ideal dalam ensambel kanonik, maka dalam ensembel kanonik besar jelas terlihat bahwa jumlah molekul dalam sistem gas idel bergantung pada volume V, dan suhu T dari gas itu. Dengan persamaan (3.20) potensial kanonik besar dalam persamaan (3.19) dapat dituliskan seperti V 3 e k BT Nk BT (3.21) Potensial kimiawi yang diturunkan dari persamaan (3.20) adalah N3 V k B T ln (3.22) Entropi ditentukan dengan S . Dari dari persamaan (3.21) T V , N entropi itu adalah N S Nk B k BT T T V , (3.23a) Dari persamaan (3.20) maka 3 5 Nk B S Nk B Nk B 2 kbT 2 kbT (3.23b) Substitusi persamaan (3.22) ke dalam persamaan (3.23b) akan menghasilkan rumusan entropi 55 V 5 S Nk B ln 3 N 2 (3.24) yang sesungguhnya adalah persamaan Sackur-Tetrode dalam persamaan (3.15), sebagai hasil penurunan dalam ensamble kanonik. Dalam kaitannya dengan potensial kanonik besar, tekanan gas adalah Nk BT k BT N k BT e 3 p V V T , V Karena e / 3 N / V seperti dalam persamaan (3.20) maka persamaan tekanan adalah p Nk BT V (3.25) Jadi, kedua persamaan (3.16) dan (3.25) memperlihatkan bahwa kedua jenis ensembel menghasilkan persamaan gas ideal yang sama sebagaimana seharusnya. Dari persamaan-persamaan (3.23), (3.25) dengan U=TS-pV+Nµ jelas bahwa energi dalam adalah U 3 3 Nk BT nRT 2 2 (3.26) Hal ini diperoleh juga dari persamaan (2.56) di mana U ln N (3.27) 3.3 Batasan Klassik Gas ideal Terlihat dari persamaan (3.22) bahwa jika 3<V/N maka potensial kimiawi itu negatif. Seperti telah dikemukakan, adalah panjang gelombang termal dari setiap atom-tunggal dalam gas ideal, sementara V/N adalah volume rata-rata yang diisi oleh setiap atom-tunggal tersebut. Jika panjang gelombang termal itu mendekati jarak antar atom maka 3~V/N. Dalam kondisi seperti itu efek kuantum akan muncul dan 56 sifat gas ideal akan hilang. Dengan perkataan lain, syarat untuk molekul-molekul atom-tunggal dapat memenuhi gas ideal adalah V Gas ideal: N 1/ 3 (3.28) Hal itu sesuai dengan yang telah dikemukakan pada awal bab ini, bahwa gas bersifat ideal kalau molekul-molekulnya cukup berjauhan sehingga tidak terjadi interaksi, atau energi potensialnya sama dengan nol. Artinya: V / N 1/ 3 . Syarat untuk gas ideal kuantum adalah V Kuantum: N 1/ 3 (3.29) Tinjaulah suatu wadah tertutup bervolume 10 cm3 berisi gas dari 1020 atom. Massa satu atom 510-26kg. Pada suhu 300K, panjang gelombang termal adalah 1/ 2 h2 2 mkBT 6,624 10 34 2 5 10 1/ 3 V N Jadi V / N 1/ 3 26 1,38 10 23 300 1,84 10 11 m . 1/ 3 10 10 6 20 10 4,73 10 9 m , sehingga gas masih bersifat ideal. Jika wadah tersebut diisi dengan 1028, maka 1/ 3 V N sehingga V / N 1/ 3 1/ 3 10 10 6 28 10 1,03 10 11 m ; artinya gas bersifat kuantum. Dalam table berikut ditampilkan beberapa jenis bahan beserta karakteristiknya. 57 m(kg) T(K) (m) Udara 4,810-26 300 1,910-11 3,410-9 Klassik N2 (likuid) 4,710-26 77 3,810-11 3,910-10 Klassik 4 6,610-27 4.2 4.410-10 3,710-10 Kuantum Elektron dalam Cu 9,110-31 300 4.310-9 2,310-10 Kuantum Bahan He (likuid) (V/N)1/3 Jenis Statistik 3.4 Distribusi Energi dan Kecepatan Gas Ideal Dari persamaan (2.15) dan (2.23), untuk sistem pertikel dalam ensembel kanonik diperoleh distribusi Maxwell-Boltzmann: ni N Ei / k BT e Z1 (3.30) sebagai jumlah molekul di tingkat energi Ei. Untuk gas ideal, jumlah molekul dengan energi di antara E dan E+dE, adalah dn N E / kBT e g ( E )dE Z1 Dengan fungsi partisi satu partikel gas ideal dalam persamaan (3.7) maka diperoleh dn 2N E1/ 2 e E / kBT 3 dE (k BT ) (3.31) Ini merupakan rumus Maxwell untuk distribusi energi molekul dalam suatu gas ideal. Untuk dua harga suhu, distribusi di atas digambarkan seperti Gambar 3.1. Tampak lebih banyak molekul yang ada pada suhu lebih tinggi. Dengan perhitungan yang baik, dapat diramalkan pengaruh dari tambahan molekul-molekul itu, dan ramalan teoretis bisa dibandingkan dengan data eksperimen. Hasil eksperimen sangat sesuai dengan rumusan dn/dE di atas; hal ini menunjukkan termanfaatkannya statistik Maxwell-Boltzmann untuk gas. 58 5000 4500 dn 4000 dE 3500 100K 3000 2500 2000 1500 300K 1000 500 0 0 1 2 3 4 5 6 E 7 8 9 10 Gambar 3.1 Distribusi energi molekul gas ideal. Berdasarkan rumusan Maxwell tentang distribusi energi molekul dalam gas ideal, maka rumusan Maxwell tentang distribusi kecepatan molekul bersangkutan (dn/dv) dapat diturunkan mengingat energi kinetik E=1/2mv2, sehinggai dengan dn dn dE dv dE dv akan diperoleh m dn 4 N dv 2k BT 3/ 2 v 2 e mv 2 / 2 k BT (3.32) Gambaran dn/dv sebagai fungsi v diperlihatkan dalam Gambar 3.2. 5000 4500 100K 4000 dn 3500 dE 3000 2500 2000 800 K 1500 1000 500 0 0 1 2 3 4 5 v 6 7 8 9 10 Gambar 3.2 Distribusi kecepatan molekul gas ideal. 59 3.5 Gas Ideal Diatomik Jika molekul-molekul gas ideal bukan atom-tunggal tapi poliatom, maka energi internal molekul harus diperhitungkan. Energi internal itu berasal dari gerak rotasi dan vibrasi. Oleh sebab itu, energi suatu molekul poliatom merupakan penjumlahan dari energi-energi kinetik translasi, rotasi dan vibrasi: Emolekul Etr Erot. Evib. di mana Etr ( 3.33) 3 3 k BT adalah energy translasi satu molekul, dan U tr Nk BT 2 2 adalah nenergi dalam dari translasi N molekul. Untuk gas ideal dengan molekul diatomik, energi rotasi satu molekul secara klassik adalah: Erot L2 2I (3.34a) di mana L adalah momentum rotasi dan I adalah momen inersia molekul. Karena alasan eksperimen, maka energi rotasi di atas diungkapkan secara kuantum, yakni Erot 2 ( 1) E 2I (3.34b) dimana L2 dinyatakan sebagai harga rata-rata: L2 2( 1) dan ℓ adalah bilangan kuantum orbital. Untuk menerapkan persamaan distribusi (3.30) harus diingat bahwa dengan bilangan kuantum orbital ℓ ada 2ℓ+1 buah orientasi berbeda dengan energi yang sama (berdegenerasi); ingat bilangan kuantum magnetik orbital, mℓ= - ℓ, ℓ+1,....,0, ...... ℓ-1, ℓ. Dengan demikian, maka probabilitas suatu molekul menempati tingkat energi E adalah e ( 1) / 2 IkT p (2 1) Z1rot 2 (3.35) di mana 60 Z1rot (2 1) e ( 1) / 2 IkT 2 (3.36) (2 1) e ( 1) r / kT dengan 2 2 Ik B rot (3.37) rot disebut suhu karakteristik rotasi. Suhu karakteristik untuk berbagai molekul diperlihat-kan dalam table di bawah ini. Terlihat suhu-suhu itu jauh di bawah suhu kamar (300 K). Suhu karakteristik rotasi berbagai molekul. Zat rot (K) Hidrogen 85,5 Karbon monoksida 2,77 Oksigen 2,09 Klorin 0,347 Bromin 0,117 Sodium (natrium) 0,224 Potassium (kalium) 0,081 Jika rot/T dipilih sangat kecil maka banyak keadaan rotasi yang diduduki dan spasi tingkat-tingkat rotasi menjadi kecil dibandingkan dengan energi termal, sehingga boleh dipandang kontinu. Selain itu 2ℓ>>1. Oleh sebab itu, fungsi partisi dalam persamaan (3.36) boleh diungkapkan dalam bentuk integral sebagai berikut. Z rot 1 2e r / T d 2 0 T r (3.38) Untuk N molekul identik yang tidak dapat dibedakan, fungsi partisi itu adalah 61 1 rot Z1 N! Z Nrot N (3.39) Dengan itu maka energi dalam terkait rotasi dari gas ideal diatomik adalah U rot ln Z N ln Z1 T ln Nk BT 2 k B NT 2 T T r (3.40) Nk BT Sekarang akan ditinjau vibrasi molekul diatomik. Secara kuantum, vibrasi pada satu molekul diatomik dapat dipandang sebagai gerak harmonik sederhana dengan energi vibrasi: Ev ( 1 2); 0,1, 2,.... (3.41) Dengan demikian maka fungsi partisi satu molekul karena vibrasi adalah Z1vib e ( 1 / 2) v / T e vib / 2T e v / T (3.42a) di mana vib kB disebut suhu karakteristik vibrasi. Suhu karakteristik untuk berbagai (3.42b) molekul diperlihatkan dalam tabel di bawah ini. Suhu karakteristik vibrasi berbagai molekul. Zat vib (K) Hidrogen 6140 Karbon monoksida 3120 Oksigen 2260 62 Klorin 810 Bromin 470 Sodium (natrium) 230 Potassium (kalium) 140 Secara umum tampak bahwa v cukup tinggi, sehingga jika dipilih v/T>>1 maka boleh dilakukan pendekatan: e vib /T 1 vib / T (3.43) e vib / 2T 1 e vib / T (3.44) 1 e sehingga Z1vib Fungsi partisi untuk N molekul diatomik adalah Z Nvibrasi 1 vib Z1 N! N (3.45) Dengan itu maka energi vibrasi N molekul diatomik adalah U vib k BT 2 (ln Z Nvib ) /T 2 Nk BT 2 v2 vv/ T T e 1 2T (3.46) Mengingat maka 1 2 1 2 1 2 Nk B v Nk B v e v / T 1 atau 1 2 k B vib adalah energi vibrasi keadaan dasar suatu molekul, Nk B vib adalah total energi vibrasi keadaan dasar dari gas. Penyebut di dalam suku kedua persamaan (3.46) dapat diuraikan sebagai berikut e v / T 1 1 vib ......... 1 vib ......... T T sehingga persamaan (3.46) menjadi 63 U vib 1 2 k B Nv k B NT Nk BT 1 v 2T (3.47) Jadi, pada suhu yang relatif tinggi, v / 2T 1 , U vib Nk BT (3.48) Energi total adalah U U tr U rot U vib Dengan Utr=3/2 NkBT, Urot seperti persamaan (3.40) dan Uvib seperti persamaan (3.48) maka energi dalam gas diatom pada suhu relatif tinggi adalah: U 3 2 Nk BT Nk BT Nk BT (3.49) 7 2 Nk BT 7 2 nRT Kapasitas panas pada volume tetap adalah CV 1 U 7 R n T V 2 (3.50) 64 Soal-soal 1. Rumuskanlah kecepatan rata-rata (vave) dan kecepatan rms (vrms) dari molekulmolekul gas ideal. Ingat, defenisi kecepatan rata-rata: N vave 1 v dn N0 dan, defenisi kecepatan rms: N vrms (v 2 ) ave 1 2 v dn N 0 2. Tentukanlah energi dan kecepatan paling mungkin dari molekul-molekul gas pada suatu suhu tertentu; harga-harga ini berkaitan dengan harga maksimum dn/dE dan dn/dv. 3. Dua kontainer yang dibatasi pemisah masing-masing bervolume V1 dan V2. Kontainer-1 berisi N1 molekul dan kontainer-2 berisi N2 molekul, masing-masing bersuhu T. Jika pemisah dicabut, kedua jenis gas akan bercampur dan menempati volume V1+V2. Tunjukkan bahwa (a) suhu gas tetap sama denga semula; (b) perubahan entropi S=kBN1(1+V2/V1)+ kBN2(1+V1/V2) dan itu positip. 4. Suatu sistem mengandung partikel-partikel yang bisa menduduki dua keadaan dengan energi masing-masing - dan sebagai tambahan terhadap energi kinetik partikel-partikel. Tentukanlah entropi dari sistem. Plot entropi itu sebagai fungsi suhu absolut. 5. Suatu sistem mengandung N molekul memiliki dua keadaan dengan energi masing-masing - dan . Partikel-partikel tidak memiliki energi kinetik. Misalkan energi totalnya U, tunjukkan bahwa suhu absolutnya adalah: 65 1 kB N U / ln T 2 N U / Buktikan bahwa suhu itu positif jika U negatif; keadaan ini berlaku bagi sekumpulan elektron (spin ½) bila ditempatkan dalam medan magnet dan hanya interaksi spin-magnet saja yang ditinjau. Mula-mula tunjukkan: ln P N ln 2 12 ( N U / ε) ln 12 ( N U / ε) 12 ( N U / ε) ln 12 ( N U / ε) kemudian plot ln P sebagai fungsi U. Ingat harga -N<U< N. 6. Rapat energi E dari radiasi benda hitam adalah suatu fungsi suhu saja. Tekanan yang disebabkan oleh radiasi isotropik pada permukaan penyerap sempurna adalah ½ E . Dengan bantuan dU=TdS – pdV, tunjukkan bahwa E sebanding dengan T4; ini disebut hukum Stefan-Boltzmann. Ingatlah: U= EV. 7. Dengan menggunakan gas ril: p nRT / V n 2 ( RTb a) / V 2 hitunglah kerja oleh gas bilamana gas itu mengembang dari volume V1 ke volume V2. Bandingkan dengan kerja oleh gas ideal. 8. Menurut van der Waals, persamaan gas ril adalah: ( p n 2 a / V 2 )(V nb) nRT . Tuliskanlah persamaan dalam bentuk virial dan bandingkan dengan p nRT / V n 2 ( RTb a) / V 2 . 9. Suhu Boyle suatu gas ril adalah suhu di mana koefisien virial kedua sama dengan nol. Tunjukkan bahwa suhu Boyle sama dengan a/Rb. 10. Koefisien ekspansi kubik suatu zat pada tekanan tetap adalah modulus bulk pada suhu tetap adalah: 1 V V p 1 V dan V T p . T 66 Tentukanlah kedua parameter itu untuk (a0 gas ideal, dan (b) gas ril-nya van der Waals. 11. Menurut Dieterici, persamaan keadaan gas ril secara empirik adalah: p(V nb)e Na / Vk BT nRT . Tuliskanlah persamaan dalam bentuk virial dan bandingkan dengan p nRT / V n 2 ( RTb a) / V 2 . 12. (a) Hitunglah persentase molekul-molekul gas diatom pada keadaan dasar rotasi (ℓ=0) dan keadaan tereksitasi rotasi pertama (ℓ=1) jika T=r dan T=2r. (b) Bandingkanlah jumlah molekul hidrogen/mole pada keadaan tereksitasi rotasi (ℓ=2) dengan jumlah molekul klorin/mole untuk keadaan tereksitasi yang sama jika suhu 300K. (c) Bandingkanlah jumlah molekul hidrogen/mole pada keadaan tereksitasi vibrasi (v=2) dengan jumlah molekul klorin/mole untuk keadaan tereksitasi yang sama jika suhu 300K. 13. Tunjukkan bahwa kapasitas kalor vibrasi suatu gas pada volume tetap adalah 2 CV , vib e / k BT R 2 / k T k BT e B 1 Hitunglah kapasitas tersebut untuk T<<v dan T>>v. 14. Tunjukkan bahwa entropi suatu gas diatom karena rotasi molekul adalah: Srot kB N[1 ln(T / r )] dan, karena vibrasi molekul: Svib kB N[(v / T )(ev / T 1) ln(1 ev / T )] 67 Tunjukkan bahwa untuk suhu rendah Svib menuju nol, dan pada suhu tinggi Svib menuju kB N[1 ln(T / v )] . Ingat: U ZN ; Urot=kB NT=nRT. S k B ln T N! U vib 1 2 k B Nv k B NT nRT 1 v 2T 68 4 GAS NON-IDEAL Dalam bab-bab sebelumnya dibicaran sistem partikel yang tidak berinteraksi satu sama lain. Dalam bab ini akan dibahas gas tak-sempurna melalui interaksi dengan potensial antar-atom yang sentral. Persamaan keadaan akan diungkapkan dengan menggunakan statistik Maxwell-Boltzmann. 4.1 Sistem Partikel Berinteraksi Tinjaulah suatu sistem dari N partikel masing-masing bermomentum pi dan posisi ri . Partikel-partikel itu berinteraksi satu sama lain melalui potensial (r ) , yang dalam hal ini diandaikan bergantung hanya pada jarak separasi partikelpartikel. Salah satu contoh dari potensial antara dua partikel adalah potensial Lennard-Jones r 12 r 6 0 0 r r (r ) 4 (4.1) Potensial ini terdiri dari potensial jangkauan dekat yang repulsif (1/r12) dan jangkauan panjang dari van der Waals yang atraktif (1/r6). Potensial di atas diperlihatkan dalam Gambar 4.1 (r) r r0 Gambar 4.1 Potensial Lennard-Jones. Hamiltonian sistem adalah H Ei (rij ) i p2 Ei i 2m i j i (4.2) 69 Dengan Hamiltonian tersebut fungsi partisi besar adalah e n Z n (4.3a) n di mana Zn 1 ( E E ) ( rij ) e i j n! i j i (4.3b) Jika diuraikan dengan n=0,1,2,......, maka fungsi partisi di atas adalah 1 E ( rij ) 1 e e Ei e2 e Ei e j e ....... 2 i i j (i ) (4.3c) Potensial besar adalah =-kBT ln . Ingat bahwa jika <<1 maka ln(1+) -1/22. Jadi, jika eβµ<<1 maka potensial besar menjadi 1 E ( rij ) k BT e e Ei e2 e Ei e j e 1 ..... 2 i i j Seperti dalam Bab 3, ungkapan kontinu dari e E i (4.4) adalah i e E g ( E ) dE V 3 , dengan V adalah volume sistem dan 1/ 2 h2 2 mk T B adalah panjang gelombang termal partikel. Potensial besar adalah e 1 e ( rij ) kBTV 3 1 dv e 1 ........ 2 3 g(4.5) Sekarang misalkan B(T ) 1 ( rij ) dv 1 e 2 (4.6) maka 70 k BT e V e 1 3 B(T ) ........ 3 (4.7) Dari potensial besar, dengan N / diperoleh N e V e 1 2 B(T ) ........ 3 3 (4.8) dan tekanan p / V N B(T ) Nk BT e e V p k BT 3 1 3 B(T ) ........ N V 1 2 B(T ) V 1 (4.9a) atau p Nk BT V N 1 V B(T ) ..... (4.9b) Dalam persamaan (4.9a) telah digunakan persamaan (4.8), dan pendekatan dapat dilakukan karena NB(T)/V<<1. Energi total partikel diturunkan sebagai berikut, U ln 3 N2 Nk BT k BT B(T ) .... 2 V (4.10) Dalam suatu sistem partikel identik yang rapat, partikel-partikel berinteraksi melalui potensial pasangan (r). Fungsi partisi kanonik sistem merupakan produk dari fungsi partisi yang berasal energi kinetik dan fungsi partisi yang berasal energi potensial: Z Z K Z (4.11a) Fungsi partisi yang berasal energi kinetik adalah 71 N N 1 N 1 1 V ZK Z1 g ( E ) e E dE 3 N! N! N! (4.11b) dan fungsi partisi yang berasal dari energi potensial adalah Z e ( rij ) i j dv1dv2 ........dvN (4.11c) Probabilitas menemukan suatu partikel di r1 P(r1 ) ( rij ) N i j e dv2 dv3 ......dvN Z (4.12) dan probabilitas menemukan suatu partikel di r1 dan yang lain di r2 secara serentak adalah ( rij ) N ( N 1) i j e dv3 d 4 ......dv N . Z P(r1 , r2 ) (4.13) Persamaan di atas disebut fungsi distribusi dua partikel atau fungsi korelasi pasangan. Untuk likuid atau gas di mana tidak ada perusakan simetri seperti dalam kisi kristalin, P(r1,r2) hanya bergantung pada jarak r12 r1 r2 . Untuk itu didefenisikan fungsi distribusi radial V2 g (r12 ) 2 P(r1 , r2 ) N (4.14) Energi dalam ditentukan sebagai berikut; ln Z ln Z K ln Z ln Z 3 Nk BT 2 U (4.15) Dari persamaan (4.11c) ln Z ( rij ) 1 j i e dv1dv 2 ........dv N Z 1 Z (rij ) e j i ( rij ) j i dv1dv 2 ........dv N 72 Tetapi dengan pendekatan (rij ) j i 1 N ( N 1) (r12 ) 2 maka ( rij ) ln Z N ( N 1) j i ( r ) e dv1dv2 ........dvN ij 2 Z Dengan persamaan (4.13) selanjutnya diperoleh ln Z 1 (r12 ) P(r1 , r2 )dv1dv2 2 dan dengan persamaan (4.14) ln Z N2 (r12 ) g (r12 )dv1dv2 2V 2 Tetapi (r 12 ) g (r12 )dv1dv2 V (r ) g (r )4r 2 dr sehingga ln Z N 2 (r ) g (r )4r 2 dr 2V Jadi, energi dalam pada persamaan (4.15) adalah U Tekanan p 3 N2 Nk BT (r ) g (r )4r 2 dr 2 2V 0 (4.16) F ; energi bebas F k BT ln Z k BT (ln Z K ln Z ) sehingga V ln Z K ln Z p k BT V V Dapat diturunkan bahwa ln Z K N V V 73 ln Z V N2 d (r ) r g (r )4r 2 dr 2 dr 6V 0 sehingga p Nk BT N 2 d (r ) 2 r g (r )4r 2 dr V 6V 0 dr (4.17) 4.2 Ekspansi Virial Fungsi distribusi radial dapat dinyatakan sebagai berikut. g (r ) g0 (r ) g1 (r )n g2 (r )n2 ..... (4.18) Seiring dengan itu maka persamaan (4.17) dapat pula dituliskan seperti p n B2 (T )n2 B3 (T )n3 ..... k BT dengan n (4.19) N . Untuk menghitung B2(T) diperlukan fungsi distribusi radial yang V sesuai. Untuk itu persamaan (4.13) dituliskan sebagai berikut. P(r1, r2 ) N ( N 1)e ( r12 ) e ' ( rij ) e i j ( rij ) i j dv3d 4 ......dvN . (4.20) dv1d 2 ......dvN di mana tanda ' dalam pembilang menyatakan e ( r12 ) telah dikeluarkan. Jika kerapatan partikel sangat rendah seperti dalam gas, jarak partikel-partikel cukup jauh, demikian juga terhadap partikel 1 dan 2, sehingga seluruh (rij)0 di dalam integral. Demikian juga (rij) dalam pembilang. Jadi, integral dalam pembilang sama dengan VN-2 dan dalam penyebut VN . Dengan demikian maka untuk gas, berlaku P(r1, r2 ) N ( N 1) ( r12 ) e V2 (4.21) 74 Tampak bahwa untuk N>>1, berdasarkan persamaan (4.14) dan (4.21) diperoleh g0 (r ) e ( r ) (4.22) Jika g0 disubstitusikan ke persamaan (4.17) diperoleh p n2 n k BT 6k BT d (r ) ( r ) e 4r 3dr dr 0 Dengan integral parsil, penyelesaian persamaan di atas adalah p n2 n 4r 3e ( r ) k BT 6 0 12 e ( r ) r 2 dr 0 Karena suku pertama di dalam kurung sama dengan , maka persamaan itu tidak salah kalau dituliskan sebagai berikut p n2 n 12 r 2 dr 12 e ( r ) r 2 dr k BT 6 0 0 n n 2 2 (1 e ( r ) )r 2 dr 0 (4.23) Berdasarkan persamaan (4.19), maka diperoleh B2 (T ) 2 (1 e ( r ) )r 2 dr (4.24) 0 Gambar 4.2 adalah hasil komputasi yang memperlihatkan B2(T) dengan menggunakan potensial Lennard-Jones. Ternyata gas seperti Ar, N2, Ne dan CH4 memenuhi kurva tersebut sedangkan He bergeser sedikit ke kiri pada kBT/ <10. Hal itu diperkirakan sebagai effek kuantum. 75 1 B2 r03 0 2 5 10 20 50 -1 kBT/ -2 Gambar 4.2 Hasil komputasi B2(T) dengan potensial Lennard-Jones. Pada kurva di mana B2=0 berlaku hukum Boyle p/kBT=n. Artinya tidak ada potensial antar molekul. Pada suhu di mana kBT/ >10 harga B2>0 dan konstan. Artinya, B2 didominasi oleh potensial repulsif (1/r12). Pada suhu rendah di mana harga B2<0, B2 didominasi oleh potensial atraktif (1/r6) dan sepertinya sebanding dengan 1/T. Energi potensial rata-rata sistem N partikel dengan menghitung interaksi pasangan-pasangan dapat ditentukan sebagai berikut. Energi potenial rata-rata satu partikel adalah 1 (r ) dv V Jumlah pasangan berinteraksi adalah N 2 / 2 , sehingga energi potenial rata-rata N partikel adalah U pasangan (r ij ) i j (4.29) 1 N2 1 (r ) dv N 2 2 V 2 Jika (r ) 1, maka persamaan (4.24) dapat didekati sebagai berikut B2 (T ) 2 (1 e ( r ) )r 2 dr 0 1 (r ) dv 2 1 V 2 Untuk kondisi ini, maka energi potensial rata-rata N partikel dalam persamaan (4.29) menjadi N2 U pasangan k BTB2 (T ) V (4.30) 76 Jika dinyatakan u U / V sebagai energi potensial rata-rata pasangan dan n N / V sebagai kerapatan partikel maka u n2 . Persamaan (4.30) di atas merupakan pendekatan yang agak kasar terhadap suku kedua dalam persamaan (4.16). 4.3 Persamaan Keadaan van der Waals Potensial antar molekul dapat dinyatakan sebagai perjumlahan komponen jangkauan dekat yang repulsif, r (r ) , dan jangkauan jauh yang atraktif, a (r ) , seperti (r ) r (r ) a (r ) (4.31) Fungsi partisi kanonik N molekul adalah Z 1 1 N! 3 N e [ r ( rij ) a ( rij )] j i dv1dv2 .....dvN (4.32) Karena setiap molekul merasakan potensial jangkauan jauh yang attraktif dari molekul-molekul lain maka 1 a (rij ) 2 a (rij ) j i j i i (4.33) N ( N 1) 1 aN 2 ( r ) dv a 2 V V di mana a 1 a (r )dv 2 (4.34) Di fihak lain, pengaruh potensial jangkauan dekat yang repulsif adalah mengecualikan molekul-molekul lain dari volume di sekitar suatu molekul, sehingga e r ( rij ) j i dv1dv2 .....dvN (V Nb) N (4.35) 77 Jadi, fungsi partisi dalam persamaan (4.32) menjadi lebih sederhana seperti N Z 1 V Nb aN 2 / V e N! 3 (4.36) Sekarang bisa ditentukan energy bebas Helmholtz: F kBT ln Z , F Nk BT Nk BT ln (V Nb) aN 2 V N3 (4.37) F Tekanan adalah p , sehingga V T p Nk BT aN 2 V Nb V 2 (4.38a) p k BT a 2 vb v (4.38b) atau di mana v=V/N. Persamaan di atas adalah persamaan keadaan gas van der Waals. Karena b/v<<1 maka persamaan di atas dapat didekati menjadi p an 2 a 2 n n(1 nb) n b k BT k BT k BT (4.39) dengan n=N/V. Dibandingkan dengan persamaan (4.19) maka koefisien virial kedua dari persamaan van der Waals adalah B2 (T ) b a k BT (4.40) Hukum Boyle p/kBT=n dipenuhi jika B2=0, atau 78 k BT a b (4.41) Berdasarkan energi bebas dalam persamaan (4.37), entropi S F , T 1 5 S Nk B ln 3 Nk B Nk B ln N Nk B ln(V Nb) 2 (4.42) 5 (V Nb) Nk B Nk B ln 2 N3 Energi dalam adalah U ln Z / . Dari persamaan (4.36) diperoleh 1/ 2 2m 3 1 U N 3/ 2 2 2 2m h 2 h 2m aN 2 2 2 h V (4.43) 3 aN 2 Nk BT 2 V Gambar 4.3 memperlihatkan kurva-kurva isothermal dari gas vander Waals yang diperoleh dari persamaan (4.38b). Terlihat kurva-kurva itu memiliki bentuk yang berbeda, bergantung pada suhunya. Yang paling atas adalah kurva isothermal dengan suhu tinggi. Jelas bahwa pada suhu tinggi suku -a/v2 di abaikan. Harga v tidak bisa lebih kecil dari b. Kurva itu merupakan fungsi yang monoton menurun sama halnya gas ideal. Bilamana suhu diturunkan cukup jauh, terlihat dalam persamaan (4.38) suku kedua berkompetisi dengan suku pertama. Pada suhu tersebut kurva isothermal terlihat berosilasi. Pada suhu sedang, osilasi itu jadi mendatar; ini terjadi karena bagian maksimum dan bagian minimum bertemu membentuk titik belok. Di sana berlaku dp/dv=d2p/dv2=0. Suhu di mana itu terpenuhi disebut suhu kritis TC. pada suhu itu dipenuhi hubungan k BTC 8a 27b (4.44) Pada suhu T<TC terlihat adanya tiga harga v untuk suatu tekanan p. Itu menandakan bahwa di sana terjadi pencampuran fasa gas dan fasa likuid. 79 p T>TC T=TC T<TC b v Gambar 4.3 Beberapa kurva isotermal van der Waals dalam diagram p-v di mana v=V/N. 4.4 Campuran dan pemisahan fasa Transisi fasa adalah perubahan sifat-sifat fisis suatu sistem ketika variabel termodinamika seperti suhu atau tekanan berubah sedikit. Sebagai contoh, zat murni memiliki tiga fasa yakni gas, cair dan padat. Dalam keadaan campuran dua jenis zat, entropi adalah S camp k B N ci ln ci k B N c1 ln c1 (1 c1 ) ln(1 c1 ) (4.45) i di mana konsentrasi adalah ci=Ni/N dan c1+c2=1. Harga maksimum entropi campuran tercapai jika c1=c2=1/2. Jika partikel-partikel sistem itu berinteraksi, maka energi rata-rata dalam suku-suku ekspansi virial dapat ditentukan. Seperti telah dikemukakan dalam persamaan (4.30), kontribusi koefisien virial B2 ke harga rata energi potensial campuran adalah N12 U 11 k B TB2(11) (T ) V N N U 12 2 1 2 k B TB2(12) (T ) V 2 N U 22 2 k B TB2( 22) (T ) V (4.46) 80 di mana indeks atas pada B2 menyatakan interaksi dalam zat yang sama atau antara kedua zat. Misalkan v0=V/N , dan ij k BT (ij ) B2 (T ) v0 (4.47) maka jumlah energi potensial interaksi partikel-partikel campuran kedua zat adalah (camp) U intr U 11 U 22 U 12 N 11c12 22 c 22 2 12 c1c2 atau (camp) U intr N 11c12 22 (1 c1 ) 2 212c1 (1 c1 ) (4.48) Jika kedua zat tidak tercampur maka U12 0 dan U11 Karena v0 N12 k BTB2(11) ; V1 U 22 N 22 k BTB2( 22) V2 V1 V2 V maka energi potensial interaksi dua zat yang tak N1 N 2 N tercampur adalah (tak camp) U intr U11 U 22 N 11c1 22 (1 c2 ) (4.49) Selisih persamaan (4.48)dan (4.49) adalah energi pencampuran (camp) (tak camp) U camp U intr U intr N 212c1 (11 22 )c1 (1 c1 ) (4.50) Nk BTc1 (1 c1 ) di mana 81 1 212c1 (11 22 ) k BT (4.51) Berdasarkan energi bebas Helmholtz, F=U-TS, energi bebas zat-1 dalam campuran dapat dihitung dengan persamaan (4.45) dan (4.50), dan hasilnya Fcamp Nk BT c ln c (1 c) ln(1 c) c(1 c) (4.52) di mana c=c1. Tekanan Osmosis Tekanan osmosis zat-1 diungkapkan sebagai berikut. p1 Fcamp V Fcamp v0 N Karena c=c1=N1/N maka / N (c / N ) / c , sehingga dengan persamaan (4.52) diperoleh p1 k BT ln(1 c1 ) c12 v0 (4.53) Pada konsentrasi rendah, c1<<1, ln[1/(1-c)]c+c2/2 maka p1 dapat didekati seperti p1 k BT v0 1 2 c 2 (1 2 ) c (4.54a) Karena v0=V/N, c=N1/N atau c/v0=N1/V=n1 maka persamaan (4.54a) menjadi p1 1 n1 (1 2 ) n12 k BT 2 (4.54b) Persamaan (4.54b) di atas mirip dengan persamaan (4.19): 82 p n B2 (T )n2 B3 (T )n3 ..... k BT Jadi, suku pertama dalam persamaan (4.54b) adalah persamaan gas ideal untuk zat1: p1V=N1kBT. Suku kedua adalah koefisien virial kedua sebagai koreksi terhadap gas ideal. Jadi, (1-2)/2 adalah harga efektif koefisien virial kedua dari zat-1 di dalam campuran. Jika koefisien itu positif, atau 212c1 (11 22 )/ kBT 1/ 2 , itu diartikan sebagai kontribusi potensial repulsif yang meningkatkan tekanan. Jika =0, seperti dalam Gambar 4.4, campuran memiliki entropi maksimum dengan c1=c2=1/2. Koefisien <1/2 diartikan sebagai kontribusi potensial attraktif. =3.125 0.1 =2.90 0.05 Fcamp =2.77 Nk BT =2.60 0 -0.05 =2.31 -0.1 =2 -0.15 =1 -0.2 =0 -0.25 =-0.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 c=N1/N Gambar 4.4 Energi bebas campuran Fcamp sebagai fungsi konsentrasi zat-1, untuk berbagai harga parameter χ. Gambar 4.4 memperlihatkan energi bebas Fcamp dalam persamaan (4.52) sebagai fungsi konsentrasi zat-1. Harga minimum dari Fcamp dicapai ketika terpenuhi Fcamp c 1 c (1 2c) ln 0 c (4.55) atau b 1 1 c ln 1 2c c (4.56) 83 mencapai harga minimum pada konsentrasi c=1/2 untuk b2 Artinya, Fcamp termasuk b negatif. Untuk b>2 ada tiga harga c, satu di antaranya c=1/2 memberi Fcamp harga yang maksimum dan dua lainnya minimum. Itu berarti, untuk b>2 peningkatan konsentrasi ke harga Fcamp yang sama harus melalui penghalang energi (energy barrier). Garis yang menggambarkan b(c) seperti persamaan (4.56) dimana Fcamp berharga minimum disebut garis binodal; lihat Gambar 4.5. Pada suatu harga konsentrasi c, stabilitas terhadap suatu fluktuasi kecil diperlihatkan oleh tanda dari turunan kedua dari Fcamp, yakni 2 Fcamp c 2 1 2 c(1 c) (4.57) 5 4.5 spinodal 4 χ tidak stabil 3.5 binodal 3 TK 2.5 2 metastabil 1.5 1 stabil 0.5 0 0 0.2 0.4 c 0.6 0.8 1 Gambar 4.5 Garis binodal (persamaan (4.46)) dan garis spinodal (persamaan (4.58)) dari (c). Jika 2 Fcamp / c 2 0 maka campuran tidak stabil dan jika 2 Fcamp / c 2 0 campuran stabil. Jadi, garis yang diperoleh dari hubungan sp 1 2c(1 c) (4.58) di mana 2 Fcamp / c 2 0 merupakan batas antara keadaan stabil dan tak stabil; itu 84 disebut garis spinodal. Garis itu diperlihatkan dalam Gambar 4.5. Jadi, garis spinodal yang diperoleh dari sp 1/[ 2c(1 c)] di mana 2 Fcamp / c 2 0 merupakan batas stabilitas. Untuk semua harga c, area di bawah garis binodal adalah stabil, sedangkan area di atas garis spinodal adalah tidak stabil. Dalam campuran yang tidak stabil zat-zat cepat akan terpisah. Daerah di antara garis binodal dan spinodal adalah daerah metastabil; di sana salah satu fasa, tercampur atau terpisah, memiliki energi bebas lebih tinggi. Jika harga di tingkatkan misalnya mulai dari 2 hingga 3,5 pada konsentrasi tetap misalnya c=0,2 maka terjadi peralihan dari keadaan stabil ke metastabil di =2.31, lalu peralihan metastabil ke tidak stabil di =3.125; lihat Gambar 4.5. Titik TK adalah titik di mana daerah metastabil menghilang karena kedua garis berimpit. Titik itu disebut titik kritis. Di titik itu berlaku sp 1 /[ 2c(1 c)] sehingga sp c 2c 1 0 2c (1 c) 2 (4.59) 2 Dari persamaan ini diperoleh titik TK dengan cTK=1/2 dan χTK=2. Harga efektif koefisien virial kedua dari zat-1 di titik itu adalah (1-2)/2 =-3/2. Berdasarkan persamaan (4.47) maka tekanan osmosis p1 di titik kritis lebih rendah dari pada tekanan gas ideal. A TK binodal T A’ spinodal c Gambar 4.6 Diagram fasa T(c) dari campuran yang memperlihatkan garis binodal dan garis spinodal. 85 Sebenarnya, jauh lebih fisis jika garis binodal dan garis spinodal digambarkan dalam T(c). Untuk itu, sesuai dengan persamaan (4.51) di mana suhu T~1/ maka Gambar 4.5 dapat diganti dengan dengan Gambar 4.6 yang biasa disebut diagram fasa. Misalkanlah campuran disiapkan dengan konsentrasi cA pada suhu TA. Melalui proses pendinginan, campuran itu bisa terpisah pada suhu TA’. Pada suhu itu kedua zat terpisah, yang satu kaya dengan zat-1, dan yang kedua kaya dengan zat-2. 4.5 Transisi Fasa Order Pertama Misalkanlah cA adalah konsentrasi zat-1 dari suatu campuran setimbang dan Fcamp(cA) adalah energi bebas campuran tersebut. Andaikan konsentrasi bergeser sedikit menjadi c cA , maka perubahan energi bebas adalah Fcamp ( ) Fcamp (c) Fcamp (cA ) . Dengan menggunakan persamaan (4.52) dan melakukan pendekatan untuk sangat kecil, diperoleh Fcamp ( ) Nk BT 1 2 c A (1 c A ) 2 1 2c A 1 3c A 3c A2 4 3 2 ..... (4.60) 2c A (1 c A ) 6c A (1 c A )2 12c3A (1 c A )3 Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi Fcamp ( ) a(T Tsp ) 2 b 3 c 4 ..... (4. 61) Nk B Tsp (4.62a) 2 2 Nk BT sp (1 2c A ) 3 (4.62b) dengan a b c 2 3 Nk BT sp (1 3c A 3c A2 ) 3 (4. 62c) Dalam persamaan-persamaan (4.62) di atas 86 sp merupakan harga χsp 1 2c A (1 c A ) (4. 62d) untuk konsentrasi cA, seperti telah dikemukakan dalam persamaan (4.56). Berdasarkan persamaan (4.56) untuk garis binodal dan persamaan (4.51) untuk garis spinodal, seperti terlihat dalam Gambar 4.5, pada konsentrasi cA=0.2 diperoleh b=2,31 pada garis binodal dan sp=3,125 pada garis spinodal. Untuk cA=0.2 itu, daerah ≤2,31 adalah stabil, daerah 2,31<<3,125 adalah metastabil dan daerah 3,125 tidak stabil. Gambar 4.7 memperlihatkan kurva-kurva Fcamp ( ) untuk berbagai harga 2,31≤ ≤3,20; lihat Gambar 4.5. Mulai dari =2,76 terlihat munculnya harga minimum min . Harga-harga itu berkaitan dengan pemotongan garis binodal. Pada =2,76 perubahan energi itu minimum pada min =0,175. Tetapi, di sana ada energi penghalang yang memisahkan keadaan baru dengan kenaikan konsentrasi dari cA ke c. Penghalang itu malah bertahan ketika keadaan yang kaya zat-1 itu mempunyai kecenderungan energi bebas yang signifikan untuk mencegah pemisahan. Hanya pada suatu harga yang besar akhirnya penghalang itu menghilang dan keadaan dengan min =0 (c=cA) menjadi tidak stabil secara absolute; ini berkaitan dengan pemotongan garis spinodal. Pada yang besar (suhu rendah) campuran segera terpisah menjadi keadaan yang kaya zat-1. Ketika itu terjadi, konsentrasi berubah diskontinu, dengan suatu lompatan dari 0 ke min . Penjelasan ini merupakan hakikat dari transisi fasa order pertama. Pada titik minimum min dipenuhi Fcamp ( ) 2a T Tsp 3b 4c 2 0 ( 4.63) 0 0 dan dari 2aT Tsp 3b 4c 2 0 didapat 3b 1 8c 8c 3b2 16c 2aT Tsp . 87 =2,31 2,6 2,76 2.9 3.0 3.125 3.2 Fcamp ( ) min (a) (a) Fcamp (min ) spinodal binodal T 3,125 2,76 2,6 (b) Gambar 4.7 (a) Perubahan energi bebas sebagai fungsi c c A dengan cA=0.2 untuk berbagai harga ; (b) Perubahan energi bebas pada min sebagai fungsi . Jelas, solusi-solusi min adalah garis binodal. Solusi-solusi itu ada jika terpenuhi 9b2 32ac T Tsp sehingga untuk garis binodal berlaku Tb Tsp 9b 2 32ac (4.64) 0 0 adalah keadaan tercampur (biasa disebut disordered state); keadaan itu stabil jika garis spinodal dilalui, yakni pada suhu T=Tsp. Secara termodinamik, transisi 88 terjadi di suhu T=Tsp dimana energi bebas dari keadaan terpisah (disebut ordered state) menjadi lebih rendah atau F 0 . Selanjutnya tinjau konsentrasi cA=0,5. Jika campuran didinginkan, artinya parameter ditingkatkan maka titik kritis TK akan dilalui. Persamaan (4.60) menjadi sederhana seperti Fcamp ( ) Nk BT 4 (2 ) 2 4 3 (4.65) Dengan Fcamp / 0 diperoleh min 3 ( 2) 8 ( 4.66) Selain transisi fasa antara keadaan campuran homogen dua zat dan keadaan terpisah, ada berbagai contoh transisi fasa lain seperti kondensasi Bose-Einstein, feromagnet-paramagnet dalam material magnet, dan superkonduktor dalam logam. Dalam hal transisi, fasa dibedakan dengan suatu parameter order; transisi fasa ditandai dengan perubahan mendadak dari suatu besaran makroskopik. Dalam campuran dua zat, energi bebas pada kesetimbangan fasa mempunyai diskontinuitas pada turunan pertama. Hubungan termodinamik antara energi bebas Gibbs dan entropi adalah G S T p Artinya, pada transisi fasa entropi itu diskontinu sehingga didefenisikan kalor laten sebagai perkalian antara perubahan entropi dan suhu di saat transisi fasa, L T S (4.67) Menurut klassifikasi Ehrenfest, transisi fasa ditandai dengan turunan energi bebas paling rendah yang diskontinu pada saat transisi. Dengan klassifikasi itu maka transisi disebut transisi order pertama seperti dalam Gambar 4.7. 4.7 Transisi Fasa Order Kedua Transisi order kedua merupakan diskontinuitas pada turunan kedua dari energi bebas, misalnya pemisahan fasa cair-uap pada titik kritis. Transisi fasa oder kedua tersebut dikarakterisasi dengan 89 (G / T ) p 0 dan ( 2 G / T 2 ) p 0 pada suhu kritis Tc. Untuk itu dalam Gambar 4.8 diperlihatkan potensial Gibbs G0(T) pada tekanan konstan untuk T>Tc yang secara kontinu berubah menjadi G(T) untuk T<Tc. G G S T p G G0 Tc T Gambar 4.8 Transisi fasa order kedua dalam diagram G-T; lingkaran besar menyatakan kelengkungan dari G0(T) dan lingkaran kecil menyatakan kelengkungan dari G(T). Ketika suhu diturunkan, berlaku G0(Tc)= G(Tc) di saat T=Tc. Pada T< Tc berlaku hubungan G(T ) G(Tc ) G(T ) Dengan penguraian Taylor di sekitar T=Tc diperoleh 1 2 G G (T ) G(T ) G(Tc ) (T Tc ) 2 ........... 2 2 T T T c (4.68) 90 Dalam hal ini, G S 0 T sehingga suku order-1 dalam persamaan (4.68) tidak muncul. Lebih jauh, koefisien 2 G C p T 2 T Tc T Tc (4.69) merupakan perubahan kapasitas panas Cp yang diskontinu pada suhu Tc. Dalam persamaan (4.68) diasumsikan bahwa suku order-kedua tidak sama dengan nol, sedangkan suku-suku lebih tinggi hanya merupakan konsekuensi matematik saja. Transisi fasa order-kedua biasa disebut sebagai fenomena order-disorder di mana energi bebas Gibbs G dinyatakan sebagai fungsi dari variabel yang dikenal sebagai parameter order. Menurut Landau, masalah termodinamika dari transisi fasa dapat dirumuskan dalam sistem-sistem biner di mana energi bebas G() adalah invariant terhadap inversi parameter order -, G( ) G( ) (4.70) Menurut Landau, energi bebas Gibbs dapat dirumuskan seperti G( ) G0 1 1 1 A 2 B 4 C 6 .... 2 4 6 (4.71) di mana G0 G(0) G(Tc ) . Koefisien-koefisien A, B, ….adalah fungsi-fungsi yang bergantung secara mulus pada suhu. Persamaan (4.71) itu jelas merupakan ekspansi dari G() dengan pangkat genap, sehingga memenuhi persamaan (4.70). Pada suhu yang dekat dengan Tc harga sangat kecil sehingga persamaan (4.71) bisa dipangkas menjadi G( ) G0 1 1 A 2 B 4 2 4 (4.72) 91 Dengan itu maka harga parameter order pada kesetimbangan suhu bisa ditentukan sebagai berikut, G A B 3 ( A B 2 ) 0 Jelas ada dua harga , yakni 0 (4.73a) dan 1/ 2 A B (4.73b) Terlihat bahwa, 1. Jika A>0 dan B>0, maka persamaan (4.73b) menjadi imajiner sehingga persamaan (4.73a) adalah satu-satunya solusi. Jadi, solusi 0 merupakan keadaan disorder pada suhu T>Tc. 2. Jika A<0 dan B>0 maka selain 0 diperoleh dua harga yang lain dari persamaan (4.73b). Ini merupakan fasa order pada suhu T<Tc. Dalam hal ini, transisi fasa ditandai oleh perubahan tanda dari koefisien A. Menurut Landau dapat dituliskan A A' (T Tc ) dengan A' 0 (4.74) Dengan persamaan (4.74) maka solusi dalam persamaan (4.73b) untuk suhu T<Tc menjadi A' (Tc T ) B 1/ 2 (4.75) Dalam Gambar 4.9 diperlihatkan kurva G( ) dengan asumsi G0=0. Parabola G( ) 12 A 2 dengan A>0 pada suhu T>Tc mempunyai minimum di 0 . G( ) 12 A 2 14 B 4 dengan A<0 dan B>0 pada suhu T<Tc. mempunyai dua minimum di min ( A / B)1/ 2 ; ini memperlihatkan sifat inversi. Kedua minimum itu muncul pada saat suhu diturunkan melalui Tc , bergeser menjauh posisinya secara 92 simetrik dari 0 . Terlihat dalam persamaan (4.74) parameter order memperlihatkan kebergantungan pada suhu secara parabolik pada suhu yang dekat dengan Tc.. G 1.4 T>Tc 1.2 1 0.8 Tc 0.6 0.4 T<Tc 0.2 0 -1 -0.5 -0.2 0 0.5 1 Gambar 4.9 Energi bebas Gibbs G( ) pada suhu dektak Tc. Terjadi peralihan G dari bentuk parabol di atas suhu Tc ke bentuk sumur-rangkap pada suhu di bawah Tc. Kesetimbangan di bawah suhu Tc ditunjukkan oleh fluktuasi antara -min dan +min. Berdasarkan teori Landau tersebut di atas, perumusan entropi dan kapasitas panas bisa diperoleh pada suhu TTc. Sesuai dengan G S T p maka diperoleh A' 2 Tc T ; T Tc S (T ) S (Tc ) 2B (4.76) Kapasitas panas dirumuskan dengan S C p T T p Sebutlah panas jenis adalah C0 jika Tc didekati dari atas, maka panas jenis jika Tc didekati dari bawah adalah 93 Cp T Tc C0 A' 2 Tc 2B (4.77) Oleh sebab itu ada diskontinuitas C p A' 2 Tc di T Tc 2B (4.78) Itu konsistent dengan persamaan (4.68) dan (4.69). Menurut Landau, perbedaan kapasitas panas itu mengindikasikan transisi fasa order kedua. Kurva Cp sebagai fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 4.10. Karena bentuknya, kurva itu disebut sebagai kurva- dan suhu kritis dituliskan seperti T. Cp Tc T Gambar 4.10 Kapasitas panas sebagai fung suhu di sekitar suhu Tc. 94 Soal-soal 1. Perhatikan gambar potensial Lenard-Jones di bawah ini, di mana 12 6 (r ) 4 r r Tunjukkan bahwa harga minimum potensial Lenard-Jones adalah r0 21 / 6 dan (r0 ) . r 2. Untuk menentukan B2 perlu dilakukan integrasi anguler. Tunjukkan bahwa karena (r) bergantung pada r, B2 dapat dituliskan seperti B2 2 (1 e ( r ) r 2 dr 0 di mana (r) seperti gambar dalam soal nomor 1. Tunjukkan bahwa B2 2 3 . 3 3. Gambarlah fungsi f-Mayer: f 1 e ( r ) untuk a) Potensial interaksi bola padat di mana r 0 r (r ) b) Potensial Lenard-Jones seperti gambar dalam soal nomor 1. 4. Untuk suhu rendah di mana kBT<<, kontribusi dominan terhadap integral ditentukan oleh kontribusi-kontribusi dari integran untuk r>r0. Tunjukkan bahwa a untuk batasan ini, B2 di mana k BT 95 a 2 (r ) r 2 dr . 0 Dengan itu maka selanjutnya tunjukkanlah bahwa secara pendekatan berlaku B2 b di mana b a k BT 2 3 r0 . 3 5. Tinjaulah gas partikel 1-dimensi yang berada dalam boks sepanjang L. Andaikan interaksi antar partikel memenuhi potensial r a 0 r a ( x) Sistem seperti ini disebut gas Tonk. a) Evaluasi koefisien B2. b) Bentuk interaksi di atas mencegah partikel untuk bertukar tempat. Berapakah volume partikel yang mungkin agar partikel bisa bergerak? c) Tentukanlah fungsi partisi dan persamaan keadaan dan tunjukkan bahwa hasilnya konsisten dengan soal a). 96 5 STATISTIK FERMI-DIRAC 5.1 Pendahuluan Secara kuantum, fungsi keadaan sistem dengan banyak partikel diungkapkan dalam bentuk simetrik atau antisimetri terhadap pertukaran partikel. Misalnya, untuk sistem dua partikel yang diberi nomori 1 dan 2, dengan fungsi basis 1 dan 2 bisa diperoleh dua macam fungsi keadaan, 1 (1) 2 (2) 1 (2) 2 (1) (5.1a) 1 (1) 2 (2) 1 (2) 2 (1) (5.1b) Pada fungsi keadaan pertama, pertukaran partikel tidak mengubah fungsi keadaan. Artinya fungsi keadaan itu bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Pada fungsi keadaan kedua, pertukaran pertikel menyebabkan fungsi keadaan berubah tanda. Artinya, fungsi keadaan itu bersifat antisimetrik terhadap pertukaran partikel. Dalam statistik Maxwell-Boltzmann, masalah simetri ini tidak diperhitungkan. Dalam statistik kuantum masalah simetri menjadi penting karena terkait dengan cara pendistribusian partikel di tingkat-tingkat energi. Ada dua jenis statistik kuantum. Yang pertama membahas partikel-partikel yang mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati suatu keadaan k (disebut keadaan mikro) hanyalah 0 atau 1. Hal itu menyebabkan fungsi keadaan bersifat antisimetrik terhadap pertukaran partikel seperti persamaan (5.1b). Fisika statistik untuk itu disebut statistik Fermi-Dirac dan partikel yang memenuhinya disebut fermion. Suatu partikel fermion memiliki spin pecahan. Elektron misalnya, mempunyai spin s=1/2, demikian juga proton dan inti-inti 13C dan 3He. Jenis kedua memperhatikan partikel-partikel yang tidak mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati suatu keadaan tidak terbatas: 0, 1, 2, 3,….. Oleh sebab itu fungsi keadaannya, bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Statistik untuk itu disebut statistik Bose-Einstein, dan partikel 97 yang memenuhinya disebut boson. Suatu partikel boson memiliki spin bulat: 0, 1, 2,..... Contohnya fonon, foton dan inti 4He masing-masing berspin s=0.. Dalam sistem partikel kuantum dimungkinkan pertukaran energi dan partikel sekaligus, sehingga sistem partikel kuantum dipandang sebagai ensembel kanonik besar. Fungsi partisi besar untuk sistem ini telah dikemukakan dalam Bab 2 paragraf 2.3. 5.2 Distribusi Fermi-Dirac Dalam persamaan (2.47) dan (2.51), fungsi partisi besar sistem partikel adalah e ( Ei ) ni i ni i (5.2a) i dengan i e ( Ei ) ni (5.2b) ni adalah fungsi partisi besar keadaan mikro ke-i. Karena ni=0 dan 1 untuk fermion, maka fungsi partisi besar untuk keadaan mikro -i adalah i e ( Ei ) ni 1 e ( Ei ) (5.2c) ni Dengan menggunakan persamaan (2.58), potensial kanonik besar keadaan mikro kei adalah i k BT ln i k BT ln 1 e ( Ei ) (5.3) Jumlah partikel di keadaan mikro ke-i adalah 98 n( Ei ) i ( E ) k BT ln 1 e i Karena 1 / k BT maka akan diperoleh n( E i ) 1 e ( Ei ) (5.4) 1 Inilah yang disebut fungsi distribusi Fermi, yang merupakan jumlah fermion berenergi Ei pada suhu T. Fungsi di atas sering juga dituliskan seperti f(Ei). Fungsi distribusi diperlihatkan dalam Gambar 5.1. Terlihat bahwa pada suhu T=0, semua keadaan mikro diisi fermion hingga energi . Energi pada T=0 disebut energi Fermi, (T=0) = EF. (5.5) Tampak dalam Gambar 5.1 bahwa jika suhu T→0: untuk energi dalam daerah E<EF, e e ( E EF ) / kBT ( E EF ) / kBT 0 , sehingga n(E)=1, sedangkan untuk energi dalam daerah E>EF, , sehingga n(E)=0. n T=0 1 T=0.05 TF T=0.2 TF EF E T=0.5 TF Gambar 5.1. Bilangan okupasi sebagai fungsi energi. Keadaan itu sangat berbeda dengan distribusi Boltzmann dalam persamaan (2.25): ni exp( Ei / k BT ) di mana dengan T→0 semua partikel berada di tingkat dasar. Dalam distribusi Fermi-Dirac, akumulasi pada tingkat dasar dicegah oleh prinsip eksklusi Pauli, dan pada T→0 partikel-partikel menempati tingkat-tingkat 99 energi E ≤EF saja. Jadi, energi EF memberikan indikasi sebagai energi maksimum dari sistem fermion pada T→0. Pada suhu tinggi sebagian partikel berpindah dan mengisi keadaan-keadaan dengan energi yang lebih tinggi dari pada EF seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.1. Sehubungan dengan energi Fermi EF, momentum partikel fermion tersebut adalah k F 2mEF . Momentum ini disebut momentum Fermi. Partikel-partikel fermion bisa mengisi keadaan-keadaan dengan bilangan gelombang k k F sehingga membentuk bola berjari-jari kF. Bola itu disebut bola Fermi dan keadaan keadaan dengan k k F terletak tepat dipermukaan bola. Permukaan bola itu disebut permukaan Fermi. Konsep permukaan Fermi sangat penting dalam fisika zat padat. 5.3 Gas elektron Gas elektron adalah sekumpulan elektron-elektron yang tidak berinteraksi satu sama lain mirip gas ideal sehingga energinya kontinu. Di dalam logam, elektron-elektron mempunyai dua kelompok energi, yakni pita valensi dan pita konduksi seperti dalam Gambar.5.2. Pada suhu T=0 seluruh elektron mengisi penuh pita valensi, yakni energi EEF di mana energi Fermi EF adalah potensial kimia µ pada T=0. Pada suhu T>0 pita konduksi terisi secara parsial dengan energi E>EF hingga tingkat energi tertentu. Tetapi, meskipun demikian jumlah keseluruhan partikel adalah konstan. E Pita konduksi EF Pita valensi n(E) Gambar 5.2 Struktur pita energi logam pada T>0. 100 Jumlah partikel dalam pita valensi N n( Ek ) n( E ) g ( E ) dE k 0 (5.6) 1 0 e ( E ) / kBT 1 g ( E ) dE Dalam persamaan (3.6) telah dikemukakan rapat keadaan perselang energi untuk gas ideal: g ( E ) 4 V 2m / h 2 3/ 2 E1/ 2 . Dalam kasus gas elektron, kerapatan itu adalah 2m g ( E ) 4 V 2 h 3/ 2 E1/ 2 (5.7) di mana faktor 2 diberikan untuk menyatakan adanya degenerasi 2s+1 dari spin s=½ dari elektron. Gas elektron pada T=0 Pada suhu T=0 seluruh elektron mengisi tingkat-tingkat energi E E F di mana energi Fermi EF adalah potensial kimia µ pada T=0. dan exp[(E-EF)/kBT=0. Jumlah elektron N dalam volume V adalah 2m N g ( E ) dE 4 V 2 h 0 8 2m V 2 3 h 3/ 2 3 / 2 EF E 0 1/ 2 dE (5.8) E F3 / 2 Dengan itu maka energi Fermi adalah h 2 3N EF 8m V 2/3 (5.9a) Dalam kaitannya dengan kesetaraan suhu, energi Fermi dapat disetarakan dengan suhu 101 TF EF kB (5.9b) yang disebut suhu Fermi. Dalam tabel di bawah ini diperlihatkan jumlah elektron per satuan volume, energi Fermi, dan suhu Fermi untuk berbagai jenis logam. Suhu Fermi dari berbagai jenis logam Logam N/V (cm3) EF (eV) TF (K)=EF/kB Li 4,71022 4,72 5,5 104 Na 2,541022 3,12 3,7 104 K 1,41022 2,14 2,4 104 Cu 8,41022 7,04 8,2 104 Ag 5,21022 5,51 6,4 104 Au 5,91022 5,54 6,4 104 Untuk memperoleh gambaran lebih ril, tinjaulah logam Na. Setiap atom Na menyumbangkan satu elektron valensi. Jumlah elektron per satuan volume, N/V, sama dengan jumlah atom Na per volume dalam logam itu. Lihat tabel di atas. N N A 0,971gram/cm 3 6,02 10 23 atom/mol 2,54 10 22 cm 3 V M 23 gram/mol Dengan persamaan (5.9), energi Fermi logam Na adalah (6,63 1034 Js) 2 3 22 3 EF 2,54 10 cm 31 8 9,1 10 kg 2/3 3,12 eV Energi total elektron-elektron pada T=0 adalah 102 2m U 0 n( E ) E g ( E )dE 4 V 2 h 8 2m V 2 5 h 3 NEF 5 3 / 2 EF E 3/ 2 dE 0 3/ 2 EF5 / 2 (5.10) Tekanan gas elektron adalah 8 2m U p 2 V S , N 5 h 3/ 2 EF5 / 2 (5.11) Tampak bahwa meskipun suhu T=0 gas elektron masih mempunyai tekanan. Gas elektron pada T>0 Jumlah elektron N dipandang konstan, atau dN/dT=0. Untuk memeriksa hal itu, gunakan persamaan (5.6). dN d n( E ) g ( E )dE dT dT 0 d 1 g ( E) dT e( E ) / k T 1dE B 0 Jika kBT<<EF maka perubahan distribusi Fermi hanya berarti di sekitar EF seperti terlihat dalam Gambar 5.1. Oleh sebab itu persamaan di atas dapat didekati sebagai berikut dN 1 g(EF ) ( E E ) / k BT dE dT T F e 1 0 (E E ) / k T B F (E EF ) e g(EF ) dE 2 ( E EF ) / k BT k T B 0 1 e ( E EF ) 1 dE 0 2 k BT 4 cosh ( E EF ) / 2k BT 0 g ( EF ) 103 Di sekitar EF, fungsi cosh 2 ( E EF ) / 2k BT ( E EF ) adalah fungsi genap sedangkan ( E EF ) adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dN/dT=0 atau N konstan. Jumlah elektron yang tereksitasi di atas EF karena energi kBT, bisa didekati seperti N eks g ( EF )k BT 3 N 3 T k BT N 2 EF 2 TF (5.12) Untuk tembaga (Cu) suhu TF=8,2104 K sehingga pada suhu 300 K elektron tembaga yang tereksitasi sekitar 0,37 % saja. Pada T>0 tapi T<<TF jumlah elektron ditentukan sebagi berikut: 2m N n( E ) g ( E )dE 4 V 2 h 0 3/ 2 z 0 E1/ 2 1 e E / k BT 1 dE (5.13) 2 V 3 I 3 ( z) 2 di mana h 2 /( 2mkBT ) adalah panjang gelombang termal dari elektron, dan z e / k BT . Dalam persamaan (5.13) I3/2(z) merupakan hasil ekspansi Sommerfeld , yakni n 1 x n 1 ln z 2 n(n 1) fn ( z) ..... 1 1 x 2 (n) 0 z e 1 (n 1) 6 ln z (5.14) Untuk n=3/2, (5 / 2) 34 1 / 2 diperoleh f3 / 2 ( z ) 4 / k BT 3 1/ 2 3/ 2 2 3/ 4 ..... 1 2 6 / k BT sehingga persamaan (5.13) menjadi 8 2m N V 2 3 h 3/ 2 3 / 2 1 2 k BT ..... 8 2 (5.15) 104 Tampak, pada suhu T=0 di mana µ=EF, jumlah elektron sesuai dengan persamaan (5.8). Karena N konstan, maka potensial kimiawi harus bergantung suhu. Dengan cara pendekatan diperoleh potensial kimiawi pada suhu terbatas sebagai berikut: h 2 3N 8m V 2/3 2 k T 2 1 B ..... 8 2 / 3 (5.16) 2 T EF 1 12 TF 2 Tampak bahwa energi Fermi adalah potensial kimia maksimum, yakni pada suhu T=0 seperti telah dikemukakan di atas. Potensial kimiawi lebih kecil untuk suhu yang lebih tinggi. Energi total elektron gas adalah 2m U n( E ) E g ( E )dE 4 V 2 h 3 / 2 EF e E 3/ 2 ( E EF ) / k BT 0 1 dE (5.17) 3 V 3 k BT I 5 ( z ) 2 di mana, dengan pendekatan seperti persamaan (5.14) diperoleh f5 / 2 ( z ) / k BT 5 / 2 1 5 2 1 .... 1/ 2 2 15 / 88 8 / k BT Dengan hasil itu maka 8 2m U V 2 5 h 3/ 2 5/ 2 5 2 1 8 2 k BT (5.18) Tampak bahwa pada T=0, energi total elektron sesuai dengan persamaan (5.10). Dari energi di atas diperoleh tekanan gas elektron seperti U 0 5 2 U 1 p 8 V S , N V T TF 2 (5.19) 105 Kapasitas panas gas elektron adalah sebagai berikut 3 2 T U CV Nk B 4 TF T V (5.20) Persamaan (5.3) adalah potensial kanonik besar fermion di keadaan-i. Potensial besar keseluruhan keadaan adalah i i (5.21) k B T ln(1 e ( Ek ) / k BT ) k Untuk gas elektron, potensial besar itu harus diintegral karena energinya kontinu. Dengan EF maka EF k BT ln(1 e ( E EF ) / kBT ) g ( E ) dE 0 2m 4 V 2 h 3/ 2 EF k BT ln(1 e ( E EF ) / kBT ) E1 / 2 dE 0 Hasil integral parsil dalam persamaan di atas adalah 16 2m V 2 h 15 3/ 2 E F5 / 2 2 3V (2m) 3 / 2 (k B T ) 2 E F1 / 2 3 3 h (5.22a) 2 k T 2 U 0 1 2 B 3 E F atau T 2 U 0 1 2 3 TF 2 (5.22a) Selanjutnya entropi dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan S T V , dan hasilnya adalah 106 4 T S 2U 0 2 3 TF (5.23) Dari persamaan (5.6), distribusi fermion dapat diturunkan seperti dN 2m 4 V 2 dE h 3/ 2 E1 / 2 e ( E E F ) / k BT (5.24) 1 Ini merupakan distribusi energi gas elektron menurut statistik Fermi-Dirac. Kurva dN/dE sebagai fungsi E diperlihatkan dalam Gambar 5.3. dN dE T=0 T >0 E EF Gambar 5.3 dN/dE sebagai fungsi E. Kecepatan rata-rata gas elektron adalah v 1 1 dN vdN v dE N N dE Karena elektron dipandang sebagai gas maka E=1/2mv2, v=(2E/m)1/2, sedangkan dN/dE bisa dilihat pada persamaan (5.24). Maka kecepatan rata-rata adalah v (2 / m)1 / 2 dN 1 / 2 16Vm E dE N dE Nh3 EF E e( E E ) / kT 1dE F 0 Dengan pendekatan seperti persamaan (5.14) diperoleh EF e ( E E 0 k E F ) / k BT 1 dE 1 2 2 EF (k B T ) 2 2 6 107 sehingga 2 v v 0 1 6 T TF 2 (5.25) di mana v 0 8Vm Nh 3 E F2 (5.26) adalah kecepatan rata-rata partikel fermion pada suhu T=0. Jadi, meskipun suhu T=0, partikel masih mempunyai kecepatan. 5.4 Emisi Termionik Energi potensial sebuah elektron di dalam logam adalah seperti Gambar 5.4(a). Pada suhu normal, pita konduksi diisi oleh elektron-elektron hingga batas energi Fermi EF seperti kurva distribusi dalam Gambar 5.4(b). Energi e disebut fungsi kerja yakni energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron dari logam. Dalam kasus efek fotolistrik, elektron dilepaskan jika foton h>e. Besaran disebut fungsi kerja dari logam. Pada suhu tinggi, beberapa elektron menempati keadaan di atas energi EF seperti terlihat dalam Gambar 5.3(b) di atas. Pada suhu yang cukup tinggi beberapa elektron memperoleh energi sebesar E=EF+e sehingga lepas dari logam. E e T tinggi EF T=0 dn/dE a) b) Gambar 5.4 (a) Energi potensial sebuah elektron di dalam logam dan di permukaan, (b) distribusi elektron. 108 Proses ini disebut emisi termionik, dan merupakan dasar bagi tabung elektron. Besarnya rapat arus termolistrik dihitung sebagai berikut: 1/ 2 evdN e 2 j V V m E 1/ 2 dN dE dE (5.27) 1/ 2 2E dimana e adalah muatan elektron, kecepatan v m . Dengan menggunakan dN/dE dalam persamaan (5.24) maka j 16 me h3 E F e EF E e ( E E F ) / kT 1 dE (5.28) 4me (kT ) 2 ee 3 h Persamaan rapat arus di atas disebut persamaan Richardson-Dushman. Fungsi kerja e bergantung pada jenis logam seperti diperlihatkan dalam table di bawah ini. Fungsi kerja berbagai jenis logam. Elemen e (eV) Elemen e (eV) Aluminum 4.08 Besi 4.5 Berillium 5.0 Timah 4.14 Kadmium 4.07 Magnesium 3.68 Kalsium 2.9 Merkuri 4.5 Kobalt 5.0 Nikel 5.01 Tembaga 4.7 Perak 4.73 Emas 5.1 Natrium 2.28 109 5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor Dalam teori pita, semikonduktor mempunyai pita valensi dan pita konduksi. Setiap pita merupakan kumpulan dari energi-energi keadaan, dan masing-masing energi keadaan itu merupakan solusi unik dari persamaan Schrödinger untuk fungsi potensial yang periodik dari bahan semikonduktor. Setiap energi keadaan hanya bisa diduduki maksimum oleh satu elektron. Rapat keadaan elektron di pita konduksi, sebutlah Dc(E), dan rapat keadaan hole di pita valensi , sebutlah Dv(E), adalah Dc ( E ) 8 m n 2m n ( E E c ) ; E E c h3 (5.29) Dv ( E ) 8 m p 2m p ( E v E ) ; E E v h3 di mana mn dan mp adalah massa effektif elektron dan hole. Massa effektif elektron dan hole dalam beberapa bahan semikonduktor diperlihatkan dalam table berikut, di mana m0 adalah massa diam elektron. Si Ge GaAs InAs AlAs mn/m0 0,26 0,12 0,068 0,023 2,0 mp/m0 0,39 0,30 0,50 0,30 0,30 Persamaan (5.29) dapat dilukiskan seperti Gambar 5.5. E Ec Pita konduksi Dc Ec D Pita valensi Ev Dv Ev Gambar 5.5 Pita energi dan rapat keadaan dalam semikonduktor. 110 Probabilitas suatu keadaan berenergi E bisa diduduki oleh sebuah elektron dinyatakan oleh fungsi distribusi Fermi-Dirac f (E) 1 e (E EF ) / k BT 1 (5.30) Pada pita konduksi di mana energi E cukup tinggi atau (E-EF)>>kBT , probabilitas penempatan sebuah elektron dapat didekati seperti f ( E ) e(E EF ) / kBT (5.31) yang merupakan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann. Pada pita valensi di mana energi E cukup rendah atau (E-EF)<<-kBT probabilitas penempatan sebuah elektron dapat didekati seperti f ( E ) 1 e(E F E ) / kBT (5.32) Dengan demikian, probabilitas untuk hole di pita valensi itu tentulah 1-f(E), yakni 1 f ( E ) e(E F E ) / kBT (5.33) Sekarang dapat ditentukan jumlah elektron di pita valensi dan jumlah hole di pita valensi. Jumlah keadaan dalam pita konduksi dan pita valensi untuk selang energi antara E dan E+dE masing-masing adalah Dc(E)dE dan Dv(E)dE. Dengan menggunakan persamaan (5.31) dan Dc(E) dalam persamaan (5.29) jumlah elektron di dalam pita konduksi adalah n f ( E ) Dc ( E ) dE Ec 8mn 2mn h 3 E EF e ( E EF ) / k BT dE (5.34) Ec 8mn 2mn h s 3 e ( Ec EF ) / k BT s E EF e ( E Ec ) / k BT d ( E Ec ) 0 Misalkan x=(E-Ec)/kBT, maka integral di atas merupakan fungsi Gamma, yakni 111 s k BT 3 / 2 x e x dx 0 2 k BT 3 / 2 sehingga persamaan (5.34) menjadi n Nc e( Ec EF ) / kBT (5.35) dengan 2 mn k BT Nc 2 h2 3/ 2 (5.36) Nc disebut rapat effektif elektron dalam pita konduksi. Rumusan untuk hole dapat diturunkan dengan cara yang sama. Dengan menggunakan persamaan (5.33) dan Dv(E) dalam persamaan (5.29) jumlah hole di dalam pita valesi adalah p N v e ( EF Ev ) / kBT (5.37) dengan 2 m p k BT N v 2 h2 3/ 2 (5.38) Nv disebut rapat effektif hole dalam pita valensi. Harga-harga Nc dan Nv untu Ge, Si dan GaAs adalah sebagai berikut. Ge Si GaAs Nc (cm-3) 1,041019 2,81019 4,71017 Nv( cm-3) 6,01018 1,041019 7,01018 Sebenarnya, elektron di dalam pita konduksi berasal dari atom-atom donor yang di-dop pada semikonduktor, sedangkan hole dalam pita valensi berasal dari atom-atom akseptor yang di-dop pada semikonduktor. Kehadiran atom donor dan 112 atom akseptor menggeser energi Fermi dari semikonduktor. Persamaan (5.35) dan (5.37) bisa dipakai untuk menentukan energi Fermi sebagai fungsi dari banyaknya elektron (n) yang diberikan oleh donor dan banyaknya hole (p) yang ditimbulkan oleh akseptor. Hasilnya adalah EF Ec k BT ln Nc ; doping donor n E F Ev k BT ln (5.39) Nv ; doping akseptor p (5.40) Terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi donor semakin jauh energi Fermi di bawah Ec. Tetapi, semakin kecil konsentrasi akseptor semakin jauh energi Fermi di atas Ev. Kedua persamaan (5.39) dan (5.40) dilukiskan seperti Gambar 5.6. Ec k BT ln EF Nc n Ec k BT ln (a) EF Nv p (b) Gambar 5.6 didop dengan (a) donor dan (b) Ev Energi Fermi semikonduktor yang Ev akseptor. Sebagai contoh, semikonduktor silicon (Si) di-dop dengan atom-atom donor dengan n=1017cm-3 pada suhu 300 K. Untuk silikon Nc=2,81019 cm-3. Dengan menggunakan persamaan (5.39) diperoleh Ec E F k B T ln Nc n 1,3805x10 -23 J/K 300K ln 2,8 1019 1017 0,146 eV Artinya, energi Fermi 0,146 eV di bawah Ec. 113 Misalkan semikonduktor yang sama didop dengan atom-atom akseptor dengan p=1014cm-3 pada suhu yang sama. Untuk silicon Nv=1,041019cm-3. Dengan persamaan (5.40), maka diperoleh E F Ev k B T ln Nv p 1,3805x10 -23 J/K 300K ln 1,04 1019 1014 0,31 eV Artinya, energi Fermi 0,31 eV di atas Ev. Dari persamaan (5.39) dan (5.40), perkalian konsentrasi elektron dan konsentrasi hole adalah np N c N p e ( Ec EF ) / k BT (5.41) Nc N p e E g / k BT di mana Eg=Ec-EF adalah energi gap. Sebutlah np ni2 maka ni N c N p e Eg / 2 k BT (5.42) Terlihat bahwa di dalam semikonduktor selalu ada beberapa elektron dan hole, apakah semikonduktor di-dop atau tidak. Jika di dalam semikonduktor tidak ada dopan, semikonduktor dikatakan intrinsik. Di dalam semikonduktor intrinsik, n dan p yang tak sama dengan nol merupakan akibat dari eksitasi termal. Dalam hal ini, tentulah n=p adalah cirri dari semikonduktor intrinsik. Jadi, n p ni ; ni disebut konsentrasi pembawa yang intrinsik dan itu adalah persamaan (5.42). Terlihat bahwa konsentrasi pembawa yang intrinsik dari suatu bahan semikonduktor bergantung pada energi gap dan suhu. Di bawah ini diperlihatkan energi gap dari beberapa bahan semikonduktor. Eg(eV) InSb Ge Si GaAs GaP ZnS Intan 0,18 0,67 1,12 1,42 2,25 2,7 6 Untuk silikon pada suhu 300 K, konsentrasi pembawa intrinsik itu adalah 114 1,12eV 1,6 10 -19 J/eV 1010 cm 3 . ni 1019 2,28 1,04 exp -23 2 1,3805x10 J/K 300K Dengan itu maka untuk silikon, np 10 20 cm 6 . Ini adalah konstan pada suhu 300 K. Jika semikonduktor silikon tipe-n mempunyai konsentrasi elektron n=1015 cm-3, maka konsentrasi hole adalah p=1020/1015=105cm-3. Sebaliknya, jika semikonduktor silikon tipe-p mempunyai konsentrasi hole p=1017 cm-3, maka konsentrasi hole adalah p=1020/1017=103cm-3. Dari persamaan (5.42) dapat dikemukakan bahwa pada semikonduktor intrinsik di mana n=p , energi Fermi adalah E F(i ) EC k B T ln ni k B T ln N c Ec N 1 1 E g k B T ln c 2 2 Nv (5.43) Jadi, energi Fermi dari semikonduktor intrinsik dekat sekali dengan pertengahan gap. 115 Soal-soal 1 Tinjaulah suatu sistem elektron pada permukaan yang luasnya A. Tunjukkan bahwa jumlah rata-rata elektron dapat dituliskan seperti N mA dE 2 ( E ) / k BT 0 e 1 Gunakan rumus integral dx 1 e bx ln 1 ae bx b 1 ae bx konstanta 2. Hitunglah suhu di mana potensial kimia suatu gas elektron menjadi nol. 3. Hitunglah tekanan gas elektron yang berdegenerasi, dan tentukanlah hubungan antara tekanan dan rapat energi U/V. Hitunglah tekanan gas elektron dalam aluminium. 4. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas fermion bisa dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi: U nk E k . k 5. Energi Fermi sebagai fungsi suhu dapat diturunkan sebagai berikut: 2 E F (T ) E F (0) 1 12 T F 2 ...... di mana EF(0) adalah energi Fermi pada T=0. Tunjukkan bahwa suku koreksi 1% dari energi Fermi berkaitan dengan suhu T 3 5 F . 6. Tunjukkan bahwa jumlah fermion dengan kecepatan di antara v dan v+dv pada suhu T adalah 116 dN 8Vm 3 v2 dv 2 h 3 e[(m v / 2) EF ] / kT 1 7. Berdasarkan statistik Fermi-Dirac, n( E i ) 1 e ( Ei E F ) / kT 1 . Tentukanlah energi Ei yang lebih besar dari EF agar n( Ei ) e( Ei E F ) / kT ada dalam penyimpangan 10%. 8. Buktikan bahwa distribusi pembawa muatan di dalam pita konduksi dan pita valensi memuncak pada energi-energi dekat dengan pinggir pita. 9. Distribusi pembawa elektron hole Ev Ec E Selanjutnya, dengan menggunakan aproksimasi Boltzmann, tunjukkan bahwa energi di mana distribusi pembawa muatan itu memuncak masing-masing pada Ec+kBT/2 dan Ev-kBT/2. 10. Pada semikonduktor tertentu, rapat keadaan di dalam pita konduksi dan pita valensi adalah konstan, masing-masing adalah A dan B. Misalkan energi Fermi EF tidak dekat dengan Ev dan Ec. a) Rumuskanlah konsentrasi p dan n. b) Jika A=2B, tentukanlah lokasi energi Fermi intrinsik relative terhadap pertengahan gap pada suhu 300K. 117 11. Untuk semikonduktor tertentu, rapat keadaan dalam pita konduksi dan pita valensi masing-masing adalah: Dc(E)=A(E-Ec).u(E-Ec) dan Dv(E)=B(Ev-E). u(EvE) di mana u(x)=0 jika x<0 dan u(x)=1 jika x>0. Misalkan doping tidak tinggi. a) Rumuskan konsentrasi n dan p sebagai fungsi energi Fermi. b) Jika A=2B, hitunglah energi Fermi intrinsic pada suhu 300K. Gunakan sifat xe x dx 1 . 0 12. Fungsi distribusi Boltzmann f ( E) exp[( E E F ) / k BT ] sering dipakai sebagai pendekatan terhadap fungsi distribusi Fermi-Dirac. Gunakanlah pendekatan itu dan misalkan Dc(E)=A(E-Ec)1/2 untuk menentukan a) Energi di mana ditemukan paling banyak elektron. b) Konsentrasi elektron pada pita konduksi (n). c) Energi kinetik rata-rata elektron , E-Ec. Gunakan fungsi Gamma. 118 6 SISTEM SPIN DAN KEMAGNETAN 6.1. Paramagnetisme Bahan paramagnet mengandung atom-atom yang memiliki momen dipol magnet. Tinjaulah sistem dengan momen-momen dipol yang tidak berinteraksi satu sama lain. Energi sebuah momen dipol (sebutlah ) di dalam medan magnet B adalah E . B B cos . Energi dari N buah momen dipol adalah N U B cos i . i 1 dengan i adalah sudut antara B dan momen dipol ke-i. Fungsi partisi sistem adalah 2 2 Z d1 d1 sin 1e B cos1 d 2 d 2 sin 2 e B cos 2 ...... 0 0 0 0 (6.1) 2 d N d N sin N e B cos N 0 0 Karena setiap faktor dalam persamaan di atas adalah sama, maka persamaan itu menjadi N 2 Z d d sin e B cos Z1N 0 0 (6.2) Z1 adalah fungsi partisi sebuah dipol, yakni 119 Z1 2 0 0 B cos d d sin e (6.3) 2 e B e B 4 sinh B B B Dengan demikian maka fungsi partisi sistem adalah 4 Z sinh( B) B N (6.4) Dari fungsi partisi di atas, energi sistem adalah U ln Z 1 NB coth(B) B NB L ( B) (6.5) di mana L ( x) coth( x) 1 x (6.6) disebut fungsi Langevin. Dari hubungan antara energi U dan magnetisasi M : U=MB maka magnetisasi adalah M Entropi sistem 1 ln Z N L ( B) B diturunkan dari rumusan (6.7) energi bebas Helmholtz F k BT ln Z , adalah F k BT ln Z B.N S T B , N T T 4 sinh( B) Nk BT ln B (6.8) 4 Nk B ln sinh( B) 1 B coth(B) B Jika suhu cukup tinggi atau B `1 bisa dilakukan pendekatan 120 coth(B) 1 B B (6.9) 3 Dengan demikian fungsi Langevin menjadi L ( B) B 3 . (6.10) Dengan itu maka energi sistem menjadi N 2 B 2 ; U 3k BT B / k BT `1 (6.11) sedangkan magnetisasi menjadi M N 2 B; 3k BT B / k BT `1 (6.12) Berdasarkan MB di mana adalah suseptibilitas magnet maka N 2 ; 3k B T B / k BT `1 (6.13) Persamaan (6.11), (6.12) dan (6.13) disebut hukum Curie. Dalam persamaan (6.12), M=0 jika B=0 yang merupakan ciri dari bahan paramagnet. Sesungguhnya sifat paramagnetik atom atau molekul ditimbulkan oleh spin elektron yang tak berpasangan di dalamnya. Karena spin elektron adalah s=1/2, maka di dalam medan magnet B spin itu memiliki dua tingkat energi, E1=-µBB sehubungan dengan spin sejajar medan, dan E2=µBB sehubungan dengan spin berlawanan arah medan; µB =9,273210-24 J/T adalah magneton Bohr elektron. Fungsi partisi suatu sistem paramagnetik dari N buah spin elektron adalah Z e B B 1 e B B 2 .......e B B N (6.14) 1 , 2 ,......., N di mana i=+1 menyatakan spin mengarah ke atas dan i=-1 menyatakan spin mengarah ke maka. Persamaan di atas dapat diubah menjadi 121 Z e B B e B B N . (6.15) 2 cosh( B B) N Energi sistem diturunkan dengan menggunakan fungsi parti si di atas, U ln Z N B B tanh( B B) (6.16) Magnetisasi diperoleh dengan menggunakan hubungan U=-MB, M 1 ln Z N B tanh( B B) B (6.17) Magnetisasi sebagai fungsi B B diperlihatkan dalam Gambar 6.1. Terlihat bahwa pada medan magnet rendah ada hubungan linier antara magnetisasi dan medan magnet. Ini juga merupakan ciri dari sifat paramagnetisme. M NµB µBB -NµB Gambar 6.1 Magnetisasi M sebagai fungsi B B . Pada medan magnet yang rendah tanh( B B) B B , sehingga diperoleh M N B2 B ; B B / k BT <<1 k BT (6.18) Karena M=B di mana adalah suseptibilitas magnet, maka N B2 ; B B / k BT <<1 k BT (6.19) Rumusan magnetisasi dan suseptiblitas magnet yang diturunkan secara klassik 122 seperti dalam persamaan (6.12) dan (6.13) hanya berbeda faktor 1/3 dengan persamaan (6.18) dan (6.19) . Hukum termodinamika pertama untuk kemagnetan adalah dU Q MdB ; jika medan magnet konstan maka dU Q sehingga panas jenis adalah CB 1 U N T B Karena d U N 2 B 2 U 2 U k B 2 2 T B dT B B k BT cosh B B maka diperoleh CB B2 B 2 k B2T 2 cosh 2 B B / k BT (6.20) Gambar 6.2 memperlihatkan panas jenis CB sebagai fungsi kBT/µB. CB kB k BT B B Gambar 6.2 Panas jenis CB sebagai fungsi kBT/µB. Terlihat bahwa harga maksimum CB tercapai pada kBT0.8 µB. Telah dikemukakan pada awal paragraf ini bahwa sebuah dipol magnet yang searah medan magnet memiliki energi: E1=-µB. Jadi, suhu rendah dengan energi termal kBT<<µB tidak 123 mampu untuk membalik arah dipol. Hanya dengan energi termal kBT=2µBB dipol itu bisa membalik arah dan energinya menjadi E2=µB. Ada bahan paramagnet dengan atom-atom berspin lebih besar daripada setengah, J>1/2, misalnya 3/2, 5/2.... Spin yang demikian memiliki tingkat energi lebih daripada dua buah. Misalnya, dengan spin J ada 2J+1 buah tingkat energi, yakni Ei g B B i (6.21) dengan i 2 J , 2 J 1,........, 2 J 1, 2 J dan g adalah faktor Lande g=2,0023 untuk spin elektron bebas, dan B e adalah magneton Bohr dari elektron. Fungsi 2mc partisi mirip dengan persamaan (6.14) yakni N 2J e q ( J 1) e qJ Z e q i / 2 eq 1 i 2 J N (6.22a) di mana q g B B (6.22b) Tetapi e q ( J 1) e qJ e q ( J 1 / 2) e gq( J 1 / 2) sinh[( J 1 / 2)q] sinh(q / 2) eq 1 e q / 2 e q / 2 sehingga persamaan (6.22a) menjadi sinh[( J 1 / 2)q] Z sinh(q / 2) N (6.23) Magnetisasi adalah M 1 ln Z B 1 1 1 1 Ng B J coth J q coth q . 2 2 2 2 124 Mengingat fungsi Brillouin B J (q) 1 1 1 1 1 J coth J q coth q J 2 2 2 2 (6.24) maka rumusan magnetisasi menjadi M Ng B J BJ (q). (6.25) Fungsi Brillouin di atas adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dalam penggambarannya cukup ditinjau q 0. Untuk q , B J (q) 1. Ini memberikan harga jenuh bagi magnetisasi, yakni M gN B J . (6.26) Untuk q 0, fungsi B J (q) harus diekspansi dengan cara sebagai berikut. e x ex 2 x 2 ..... coth x x e e x 2 x x 3 / 3 .... Jika x<<1 maka coth x 1 x2 / 2 1 (1 x 2 / 2)(1 x 2 / 6) 2 x(1 x / 6) x . 1 x x 3 Jadi, untuk q 0, B J (q) 1 2 1 1 1 1 ( J 1 / 2)q q ( J 1 / 2) J ( J 1 / 2)q 3 2 q 6 q 1 1 ( J 1 / 2) 2 J 3 12 (6.27) 1 ( J 1)q 3 Dari persamaan (6.25 ) dan (6.27) maka 125 M 1 Ng B2 J ( J 1) B 3 (6.28) Untuk memperoleh pemahaman yang baik, perlu diperiksa harga B J (q) dalam daerah 0<q<. Untuk itu diferensialnya B J dari persamaan (6.24) adalah, dB J dq 1 ( J 1 / 2) 2 4 J sinh 2 q / 2 J sinh 2 [( J 1 / 2)q] (6.29) Ternyata diferensial di atas selalu positif, sehingga fungsi B J (q) adalah fungsi yang monoton naik. Gambar 6.3 memperlihatkan M / B sebagai fungsi g B B untuk berbagai harga J. M/µB J=5/2 J=3/2 J=1/2 gµBB Gambar 6.3 M / B sebagai fungsi g B B untuk berbagai harga J. 6.2 Paramagnetik Pauli Tinjaulah elektron-elektron dalam logam lengkap dengan spinnya. Karena spinnya s=1/2 maka bilangan kuantum magnetiknya ms=±1/2. Dalam medan magnet B, suatu spin elektron bisa menempati salah satu dari dua keadaan kuantum spin, masingmasing dengan energi E 1 / 2 B B searah medan B (6.30) E 1 / 2 B B berlawanan arah medan B 126 Pada B=1 Tesla, E1/20,5 10-4eV<< EF (3,12 eV untuk logam Na). Meskipun medan magnet cukup besar, beda energi antara kedua keadaan kuantum spin sangat kecil. Inilah alasannya mengapa kedua keadaan kuantum spin itu dipandang berdegenerasi dengan energi yang dekat dengan energi dasarnya. Sekarang misalkan suhu T>0; sesuai dengan persamaan (5.13) maka jumlah elektron dengan spin searah B adalah N () EF 2m (T ) n( E ) g ( E )dE 2 V 2 h 0 V f 3 ze 3 2 B / k BT 3 / 2 EF 0 E1 / 2 z 1e B B / k BT E / k BT e 1 dE (6.31) Jumlah elektron dengan spin berlawanan arah B adalah N ( ) (T ) EF 2m n( E ) g ( E )dE 2 V h2 0 V 3 f 3 ze 2 B / k BT 3 / 2 EF 0 E1 / 2 B / k T E / k T z 1e B B e B 1 dE (6.32) Dengan demikian maka magnetisasi adalah M B N ( ) N ( ) BV f ze 3 3 2 B B / k BT f ze B B / k BT 3 2 (6.33) Pada suhu tinggi dan medan magnet yang kecil, f 3 ze B B / k BT ze B B / k BT 2 dan f 3 ze B B / k BT ze B B / k BT 2 Jadi, magnetisasi pada suhu rendah adalah 127 M 2 BVz 3 sinh B B / k BT (6.34) Jumlah elektron adalah N N ( ) N ( ) V 3 ze B / k BT ze B / kBT atau N2 Vz 3 cosh B / k BT (6.35) Oleh sebab itu magnetisasi bisa dinyatakan seperti M B N tanhB B / kBT (6.36) Hasil ini sama dengan persamaan (6.17). Pada medan magnet yang kecil suseptibilitas magnet adalah M N B B k BT 2 (6.37) Hasil ini sama dengan persamaan (6.19). Pada suhu rendah, dengan menggunakan pendekatan dalam persamaan (5.14) maka magnetisasi dalam persamaan (6.33) menjadi M BV 4 ( B B)3 / 2 4 ( B B)3 / 2 3 1/ 2 3 3 4 2m BV 2 3 h 3/ 2 ( E F B B) 3 / 2 ( EF B B) 3 / 2 Karena EF B B , bisa dilakukan pendekatan 3 B B ( EF B B)3 / 2 EF3 / 2 1 2 EF sehingga diperoleh apa yang disebut magnetisasi Pauli, 128 2m M p 4 B2V 2 h 3/ 2 E F1 / 2 B (6.38) B2 g ( E F ) B Rumusan magnetisasi di atas mengungkapkan bahwa pada suhu rendah, elektronelektron berada jauh di bawah permukaan Fermi dan prinsip Pauli mencegah mereka untuk membalikkan arah spinnya ketika merespon medan magnet, kecuali elektronelektron yang berada pada permukaan Fermi. Di sekitar energi EF terjadi perubahan arah spin-spin seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.4(b). EF (a) (b) Gambar 6.4 Penempatan spin-spin pada keadaan-keadaan yang berdegenerasi-2; (a) T=0, B=0; (b) T=0, B0. Untuk setiap spin perubahan arah itu memerlukan energi E=2BB. Prinsip larangan Pauli memaksa spin up harus naik ke atas energi Fermi EF karena di bawahnya sudah penuh. Elektron-elektron itulah yang selanjutnya menjadi elektron penghantar. Sebenarnya pergeseran energi itu sangat kecil dibandingkan dengan EF, sehingga kerapatan spin-down hampir sama dengan kerapatan spin-up. Karena setiap elektron yang tergeser memperoleh tambahan energi 2µBB, maka jumlah magnetisasi dalam persamaan (6.38) bisa dituliskan seperti M p ns 2 B (6.39) dengan ns adalah jumlah elektron yang mengalami pergeseran. Inilah yang disebut magnetisasi Pauli. Jadi, jumlah elektron yang tergeser oleh medan magnet adalah ns 1 2 g ( EF ) B B (6.40) 129 Akhirnya, suseptibilitas magnet dapat diturunkan seperti p M B2 g ( E F ) B (6.41) adalah konstan. Material dengan suseptibilitas magnet >0 disebut paramagnet dan effek medan magnet pada suhu rendah itu disebut paramagnetik Pauli. 6.3 Fluktuasi magnetisasi Nilai rata-rata momen magnet dari suatu bahan paramagnet pada keadaan setimbang suhu dengan suatu reservoir bersuhu T adalah M 1 1 ln Z 1 Z M i e Ei Z i B Z B (6.42) di mana Mi adalah magnetisasi pada keadaan mikro ke-i dengan energi Ei. Magnetisasi itu berubah terhadap medan magnet B. Jadi, M itu berubah terhadap B. Turunannya terhadap B adalah suseptibilitas, yakni M B (6.43) Sesungguhnya, suseptibilitas adalah respons dari bahan paramagnet terhadap medan magtnet luar. Jika suseptibilitas bahan paramagnetik itu besar, maka perubahan kecil dari medan magnet menyebabkan perubahan besar dari magnetisasi bahan tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa distribusi M di sekitar harga rata-ratanya tentulah agak besar. Dengan kata lain, keadaan- keadaan dengan harga-harga M yang berbeda memiliki probabilitas- probabilitas yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, dapat diharapkan bahwa deviasi-deviasi di sekitar harga rata-rata akan signifikan. Jadi, ada suatu hubungan antara suseptibilitas dan lebar distribusi M di sekitar M . Untuk mengungkapkan itu, misalkan energi keadaan mikroskopik ke-i adalah Ei.=-BMi ; maka 130 M B M Z 1 M i e BM i B Z i 2 Ei i e i M2 M 2 1 Z M i e Ei 2 Z B i (6.44) Inilah yang disebut suseptibilitas tanpa medan magnet luar. Dapat pula dituliskan, 2 M M 2 k BT (6.45) M disebut fluktuasi dari M; dalam matematik disebut deviasi standar dari distribusi M, sedangkan M disebut variansinya. 2 6.4 Diamagnetisme Landau Fermion bermuatan listrik seperti elektron, di dalam medan magnet B mempunyai hamiltonian seperti 2 1 e Hˆ p A(r ) 2m c (6.46) di mana A(r ) vektor potensial yang ditimbulkan medan, yakni B A . Misal kan medan itu konstan dan pada sumbu-z: B (0,0, B) , dan misalkan pula dengan medan itu ditimbulkan vektror potensial A ( By ,0,0) . Andaikan partikel berada dalam kubus bersisi a. Dengan hamiltonian dan vektor potensial di atas, maka solusi persamaan Schrödinger adalah (r ) e i ( k x k z ) f ( y ) x z (6.47) Fungsi f(y) memenuhi persamaan 2 2 1 e 2 ' ( k By ) f ( y) E f ( y) x 2 c 2m y 2m (6.48) 131 Dengan menyatakan c eB mc (6.49) yang tak lain adalah frekuensi siklotron, maka persamaan (6.48) dapat dituliskan seperti 2 2 1 2 m ( y y ) f ( y ) Ef ( y ) c 0 2 2m y 2 (6.50) di mana y0 k x c eB (6.51) Jadi, persamaan (6.50) itu adalah persamaan osilator harmonis dengan c adalah frekuensi sudut gerak osilasi di sekitar y0. Solusi energi dari persamaan (6.50) adalah E 1 k z 2 ( 1/ 2)c ; 0,1,2,..... 2m (6.52) Terlihat, bahwa fermion memiliki tingkat-tingkat energi. Ini yang disebut tingkattingkat Landau. Dengan demikian maka fungsi partisi besar untuk keadaan-v adalah 1 e ( E ) 1 e e 1 2 k z ( 1/ 2) c 2m (6.53) di mana =1/kBT. Mengingat fungsi partisi besar sistem adalah maka diperoleh 1 k z 2 ( 1/ 2) c 2m ln g ( ) ln 1 e e (6.54) 132 di mana g(v) adalah rapat keadaan dari tingkat ke-v. Kerapatan itu ditentukan sebagai berikut. Misalkan kx dikuantisasi dengan kx=2/a sehingga osilator akan terlokalisasi di setiap y0 hc /(eBa ) . Dengan begitu maka jumlah osilator yang bisa masuk dalam kubus adalah a / y0 . Jumlah ini merupakan rapat keadaan g 2 Ba 2 hc / e (6.55) di mana faktor 2 adalah degenerasi spin. Dari persamaan (6.54) untuk elektron-elektron yang tidak berinteraksi di dalam medan magnet berlaku ln 2 1 k z 2 ( 1 / 2 ) c Ba 2 ln 1 e e 2 m hc / e (6.56) 2 Ba 2 h( c ( 1 / 2)) hc / e Misalkanlah 1 k z 2 x a 2m h( x ) dk z ln 1 e e 2 6.57) dengan x ( 1 / 2)c . Selanjutnya, berlaku penjumlahan Euler sebagai berikut 0 0 1 h( 1 / 2) h( x)dx 24 h' (0) (6.58) Dengan demikian maka persamaan (6.56) menjadi ln VBe VBe c dh( ) h ( x ) dx ...... c hc 0 hc 24 d (6.59) mV 2 2 2 1 eB h( y )dy 24 mc 2 dk e ( k / 2m ) 2 2 ..... 1 Dari persamaan (6.54), magnetisasi M ditentukan dengan 133 1 ln B M Terlihat dalam persamaan (6.59) bahwa yang mengan medan magnet B adalah suku kedua dan seterusnya. Untuk medan magnet yang kecil, persamaan (6.59) cukup sampai suku kedua saja. Pada suhu T=0, integran dalam suku itu adalah 1 untuk k kF dan sama dengan nol untuk lainnya. Mengingat magneton Bohr B eh / 2mc dan 2m g ( EF ) 4 V 2 h 3/ 2 E1F/ 2 maka magnetisasi adalah 1 M d B2 g ( E F ) B 3 ( 6.60) 1 3 (6.61) dan suseptibilas magnet adalah d B2 g ( E F ) Dibandingkan dengan paramagnetik Pauli dalam persamaan (6.38), jelas terlihat bahwa magnetisasi di atas adalah negatif. Zat yang magnetisasinya berlawanan tanda dengan medan magnet (suseptibilitasnya negatif) disebut diamagnetik dan efek di atas disebut diamagnetik Landau. 6.5 Sistem Spin berinteraksi; Model Ising 1-dimensi Ernst Ising memodelkan N buah spin yang tersusun dalam kisi 1-, 2 -, atau 3dimensi dengan masing-masing spin bisa mengarah ke atas atau ke bawah. Dalam model ini diandaikan ada interaksi antara dua buah spin bertetangga terdekat. Tinjaulah model Ising dalam kisi satu-dimensi seperti Gambar 6.5. Dengan menggunakan syarat batas bebas, energi sistem spin dalam kisi 1-dimensi adalah N 1 U J si si 1 (6.62) i 134 di mana si 1 . Harga J <0 jika kedua spin sejajar dan J >0 jika kedua spin berlawanan arah. Dalam persamaan (6.62) interaksi hanya antara dua spin bertetangga terdekat saja. Selain itu belum disertakan energi interaksi dengan medan magnet luar. Gambar 6.5 Model Ising dalam kisi satu-dimensi. Tinjaulah sistem dengan dua spin. Ada empat keadaan mikro yang mungkin, yakni -J -J J J Fungsi partisi untuk sistem dua spin itu adalah Z 2 2e J 2e J 4 cosh J (6.63) di mana 1 / k BT . Tinjaulah sistem dengan tiga spin. Ada delapan keadaan mikro yang mungkin, yakni -2J -2J 0 2J 0 0 2J 0 Fungsi partisi untuk sistem tiga spin itu adalah Z 3 2e 2 J 2e 2 J 4 2 e J e J e 2 J e J Z 2 (6.64) 2 cosh J Z 2 22 cosh J 2 Secara umum dapat dinyatakan bahwa Z N 2(2 cosh J ) N 1 (6.65) Energi bebas Helmholtz sistem spin adalah F k BT ln Z N F kBT ln 2 ( N 1) ln(2 cosh J ) 135 sehingga untuk N>>, F Nk BT ln(2 cosh J ) (6.66) Entropi sistem spin yang berasal dari interaksi spin-spin adalah, ln 2 cosh J F S Nk B ln 2 cosh J Nk B T T T V , N N ln( 2 cosh J ) T NJ Nk B ln 2 cosh J tanh J T Nk B ln 2 cosh J atau 2 J S Nk B ln e 2 J 1 1 e 2 J (6.67) Energi sistem spin yang berasal dari interaksi spin-spin adalah U ln Z N 1 Z N NJ tanh J Z N (6.68) dan panas jenis C 1 U 2 2 k B ( J ) (sechJ ) N T (6.69) Panas jenis sebagai fungsi suhu diperlihatkan oleh Gambar 6.6. Panas jenis maksimum tercapai pada suhu J/kBT=1,2. 0.5 0.4 C kB 0.3 0.2 0.1 0 0 1 2 3 J/kBT 4 5 6 Gambar 6.6 Panas jenis rantai Ising sebagai fungsi suhu, tanpa medan magnet. 136 Fungsi korelasi spin-spin Sebuah spin pada suatu tempat dapat dinyatakan berkorelasi dengan sebuah spin di tempat lain. Korelasi itu diungkapkan dengan fungsi korelasi spin-spin G(r) di mana r adalah jarak antara kedua spin. Jika spin-spin tidak berkorelasi maka G(r)=0. Pada suhu tinggi, interaksi spin-spin tidak penting sehingga tanpa medan magnet spinspin itu terorientasi secara acak. Jadi, pada kBT>>J maka G(r)0 untuk suatu jarak r. Untuk T dan B yang tetap, jika spin ke-i mengarah ke atas maka kedua spin tetangganya memiliki peluang besar mengarah ke bawah. Jika digeser sejauh r dari spin ke-k, peluang spin ke- k+r mengarah ke atas semakin kecil. Jadi, G(r)0 jika r∞. Sekarang misalkan sk adalah spin ke-k, maka fungsi korelasi didefenisikan seperti G (r ) sk sk r sk sk r (6.70a) Harga sk =m=M/N pada setiap tempat, sehingga G(r ) sk sk r m 2 (6.70b) Jika r=0, maka G(r ) m 2 m 2 seperti telah dikemukakan dalam persamaan (6.45). Pada suhu T>0, m=0 sehingga G(r ) sk sk r (6.70c) Persamaan (6.62) dapat dituliskan secara umum seperti N 1 U J i si si 1 (6.71) i dengan Ji adalah energi interaksi antara spin ke-i dan spin ke-i+1. Berdasarkan defenisi harga rata-rata maka secara umum sk sk r 1 ZN N 1 ...... s s exp J i si si 1 k k r s1 1 s N 1 i 1 (6.72) dengan fungsi partisi (6.65) 137 N 1 Z N 2 2 cosh J i (6.73) i 1 Untuk r=1 persamaan (6.72) adalah s k s k 1 1 ZN s1 1 N 1 s s exp k k 1 J i si si1 s N 1 i 1 ...... N 1 1 1 ...... exp J s s i i i 1 Z N J k s1 1 s N 1 i 1 sehingga s k s k 1 1 1 Z N ( J 1 ,....., J N 1 ) ZN J k tanh J Jk J Untuk r=2, sk sk 2 sk sk 1sk 1sk 2 dengan sk21 1 sk sk 2 sk sk 2 1 ZN N 1 sk s k 1s k 1sk 2 exp J i si si 1 s N 1 i 1 ...... s1 1 1 1 2 Z N J k J k 1 N 1 ...... exp J i si si 1 s N 1 i 1 s1 1 1 1 2 Z N ( J 1 ,....., J N 1 ) ZN J k J k 1 J k J k 1 J tanh J 2 Jadi, pada suhu T>0, fungsi korelasi spin-spin untuk model Ising 1-dimensi secara umum berlaku G(r ) sk sk r tanh J r (6.74) Dengan mendefeniskan sebagai panjang korelasi, maka fungsi korelasi boleh dinyatakan seperti G(r ) e r / (6.75) 138 Jika dibandingkan dengan persamaan (6.74), maka untuk model Ising 1-dimensi, panjang korelasi itu adalah 1 ln(tanh J ) (6.76) Panjang korelasi sebagai fungsi J/kBT diperlihatkan dalam Gambar 6.7. Terlihat bahwa pada suhu tanh J 1 2 exp(2J ) rendah, sehingga ln(tanh J ) 2 exp(2J ) . Jadi, pada suhu rendah berlaku 1 2 J e ; 2 J 1 (6.77) Persamaan di atas menunjukkan bahwa panjang korelasi menjadi besar pada suhu rendah. Panjang korelasi memberikan skala panjang untuk peluruhan korelasi antara spi-spin. 30 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 J/kBT Gambar 6.7 Panjang korelasi sebagai fungsi J/kBT. Pengaruh Medan Magnet Model Ising 1-dimensi yang telah dibicarakan tidak mengandung medan magnet luar. Persamaan (6.71) hanya memperlihatkan energi interaksi spin-spin tanpa medan magnet. Sekarang, misalkan sistem spin ditempatkan dalam medan magnet luar B. Dengan menggunakan syarat batas toroida energi total interaksi adalah 139 N N 1 U J si si 1 B B si si 1 2 i 1 i 1 (6.78) di mana sN+1=s1; lihat Gambar 7.8. Gambar 7.8 Susunan spin dalam model Ising 1-dimensi dengan syarat batas toroida. Fungsi partisi spin-spin adalah Z N ....... Ts1 ,s2 Ts2 ,s3 .......TsN ,s1 s1 s2 (6.79) sN ~ di mana Ts,s’ adalah elemen-elemen matriks transfer T . Elemen-elemen matriks ini adalah sebagai berikut Tss ' e [ Jss' 12 B B ( s s ')] (6.80) dengan T e ( J B B) , T e ( J B B) , T T e J sehingga matriks transfer adalah ( J B B ) e J ~ T T e T ( J B B ) T T e J e (6.81) Sifat-sifat matriks transfer adalah sebagai berikut. T~ 2 s1 ,s3 Ts1 ,s2 Ts2 ,s3 (6.82) s2 T~ N s1 ,sN 1 ....... Ts1 ,s2 Ts2 ,s3 ......TsN ,sN 1 s2 s3 (6.83) sN Dengan sN+1=s1, maka T N s ,s .......Ts ,s Ts ,s ......Ts ,s ~ 1 s1 1 1 s1 s2 s3 2 2 3 N 1 ZN sN 140 ~ Jadi, ZN adalah trace (jumlah elemen diagonal) dari matriks T N : ~ Z N trace T N (6.84) Karena trace suatu matriks invariant terhadap representasi matriks tersebut, maka ~ matriks T boleh dituliskan seperti ~ 0 T 0 (6.85a) ~ di mana adalah harga eigen dari matriks T dalam persamaan (6.76). Dengan matriks di atas maka N ~ N 0 T 0 N (6.85b) dan ~ Z N trace T N N N (6.86) Harga-harga eigen ditentukan seperti berikut. Dari persamaan (6.81) berlaku e ( J B B ) e J e ( J B B ) e J 0 dengan mana diperoleh e J cosh B B e 2 J e 2 J sinh 2 B B 1/ 2 (6.87) Jelas terlihat bahwa untuk semua harga B dan . Energi bebas Helmholtz per spin adalah N 1 1 F (T , B) k BT ln Z N k BT ln ln 1 N N Untuk N yang besar, / 0 , sehingga N 141 1 F (T , B) k BT ln N 1/ 2 k BT ln e J cosh B B e 2 J e 2 J sinh 2 B B (6.88) Berdasarkan M F maka magnetisasi sistem spin dengan model Ising 1-dimensi B adalah M N B sinh B B sinh 2 BB e (6.89) 4 J 1 / 2 Perdefenisi: M 0 untuk B 0 adalah ciri paramagnet, dan M 0 untuk B 0 adalah ciri feromagnet. Dari persamaan (6.89) terlihat M 0 untuk B 0 . Ini menunjukkan bahwa model Ising 1-dimensi adalah paramagnet. Tetapi, pada T0, e 4 J 0 dan M N B yang merupakan ciri dari feromagnet. Artinya, pada T=0 model Ising 1-dimensi mengalami transisi dari keadaan paramagnet ke keadaan ferromagnet. 1 Pada suhu rendah, J >>1 dan B B >>1, sinh B B 2 e B B e 2 B B dan magnetisasi per spin m M / N B untuk B 0 . Jadi, pada suhu rendah keadaan saturasi, m B , bisa tercapai hanya dengan medan magnet luar yang kecil saja. Dinding domain dalam model Ising 1-dimensi Gambar 6.9 adalah model Ising 1-dimensi dengan N=7, tanpa medan luar, (a) keadaan dasar, (b) keadaan dengan sebuah dinding domain dan (c) keadaan dengan dua buah dinding domain. Sebuah dinding domain adalah batas antara dua kelompok spin yang arahnya berlawanan. Seperti telah dikemukakan, dua spin searah berinteraksi dengan energi –J dan yang berlawanan arah berinteraksi dengan energi J. Dengan syarat batas bebas, maka keadaan dasar (a) berenergi U=-6J. Keadaan (b) yang mengandung dinding domain memiliki energi U=-4J, dan keadaan (c) dengan 142 dua buah dinding domain memiliki energi U=-2J . Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pembentukan suatu dinding domain memerlukan energi 2J. (a) U=-6J dinding domain (b) U=-4J dinding domain (c) U=-2J Gambar 6.9 Model Ising 1-dimensi, (a) keadaan dasar, (b) dan (c) keadaan dengan dinding domain. Berdasarkan syarat batas bebas seperti pada persamaan (6.67) dan (6.68), pada T=0 entropi S=0 dan U=-(N-1)J. Andaikan pada T>0 terjadi eksitasi dengan pembalikan semua spin di sebelah kanan suatu garis dinding domain seperti Gambar 6.9. Energi yang diperlukan untuk menciptakan sebuah dinding domain adalah 2J. Karena ada (N-1) buah tempat di mana bisa ditempatkan dinding domain maka entropi meningkat dengan S k B ln( N 1) . (6.90) Dengan demikian maka peningkatan energi bebas karena pembentukan sebuah dinding domain adalah F 2 J k BT ln( N 1) (6.91) Jelas bahwa untuk T>0 dan N, penciptaan sebuah dinding domain akan mengurangi energi bebas. Jadi, penciptaan lebih banyak dinding domain sampai spin-spin menjadi acak secara bebas mengakibatkan magnetisasi menjadi nol. Kesimpulannya adalah, M=0 untuk T>0 pada N. 143 6.6 Model Ising 2-Dimensi Suatu contoh model Ising dua-dimensi diperlihatkan dalam Gambar 6.10. Gambar 6.10 Contoh dinding domain dalam model Ising 2-dimensi. Total magnetisasi sebanding dengan luas daerah dengan domain positif dikurang daerah dengan domain negatif. Pada T=0 seluruh spin berarah sama, misalnya potif, sehingga tidak ada garis-garis batas. Pada T>0, ada cukup energi untuk menciptakan garis-garis batas dan memunculkan domain negatif. Jika panjang garis batas suatu domain negatif adalah b maka energi untuk membentuknya adalah 2Jb. Oleh sebab itu, probabilitas adanya suatu domain negatif adalah exp(-2Jb). Dengan demikian maka daerah-daerah negatif yang luasnya besar tidak terjadi pada suhu rendah, sehingga kebanyakan spin tetap positif dan magnetisasi tetap positif. Oleh sebab itu M>0 untuk T>0, sehingga sistem adalah ferromagnetik. Magnetisasi M akan menjadi nol pada suatu suhu kritis Tc>0. Lars Onsager (1944) melakukan perhitungan secara eksak untuk model Ising 2-dimensi dari kisi berbentuk persegi tanpa medan magnet luar (B=0). Dengan menggunakan interaksi berjangkauan pendek, perhitungan itu memperlihatkan suatu transisi fasa. Hasil-hasil perhitungan itu adalah sebagai berikut. 2J 1 k B Tc (6.92) k BTc 1 2,269 J ln(1 2 ) (6.93) sinh atau 144 Solusi eksak energy U adalah sinh 2 2J 1 2 U 2 NJ tanh 2J NJ K1 ( ) 1 sinh 2J cosh 2J (6.94) dengan K1 ( ) /2 0 d (6.95) 1 2 sin 2 adalah integral elliptik lengkap jenis pertama di mana 2 sinh 2J (cosh 2J ) 2 (6.96) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 1 J 2 3 Gambar 6.11 Parameter sebagai fungsi J; =1/kBT. Gambar 6.11 memperlihatkan parameter sebagai fungsi J. Terlihat bahwa harga maksimum =1 adalah pada J =0,44 atau T=Tc=2,269J/kB seperti persamaan (6.89). Harga =0 terjadi pada suhu rendah dan suhu tinggi Suku pertama dari energi dalam persamaan (6.94) sama dengan dua kali energi untuk model Ising 1-dimensi dalam persamaan (6.68). Suku kedua dalam persamaan itu sama dengan nol pada suhu rendah dan suhu tinggi karena K1 (0) / 2 . Pada T=Tc atau =1 suku kedua itu juga nol karena sinh(2 J / k BTc ) 1 . Tetapi, K1() mempunyai singularitas logaritmik di T=Tc di mana =1, sehingga keseluruhan suku kedua itu berkelakuan sepeperti 145 (T Tc ) ln T Tc di dekat Tc. Jadi, energy U(T) adalah kontinu di T=Tc dan di semua suhu lainnya. Kapasitas panas yang diturunkan dengan C (T ) C (T ) Nk B 4 U adalah T J coth 2J 2 K1 ( ) E1 ( ) (1 tanh 2 2J )( 1 2 (2 tanh 2 2J 1) K1 ( )) (6.97) di mana E1 ( ) /2 d 1 2 sin 2 (6.98) 0 adalah integral eliptik lengkap jenis kedua. Pada suhu dekat Tc, kapasitas panas itu adalah 2 2 2J T ln 1 konstanta C Nk B k BTc Tc (6.99) Terlihat bahwa kapasitas panas secara logaritma divergen pada pada T=Tc, yakni T C ~ ln 1 Tc (6.100) T=TC dikaitkan dengan transisi fasa. Untuk itu perlu diketahui apakah pada suhu itu ada magnetisasi spontan, yakni pada T>0 apakah M0 untuk B=0. Tetapi solusi Onsager terbatas pada medan magnet B=0. Untuk menentukan magnetisasi spontan harus digunakan rumusan F untuk B terbatas, lalu dibuatlah B=0. B Sayangnya tidak diketahui solusi eksak dari model Ising 2-dimensi sebagai fungsi medan magnet B. Menurut Yang (1952) magnetisasi untuk T<TC dan suseptibilitas untuk B=0, solusi eksak untuk magnetisasi per spin adalah 146 1 [sinh 2J ]4 m(T ) B 0 1/ 8 T TC (6.101) T TC Magnetisasi per spin sebagai fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 6.12. m TC T Gambar 6.12 Magnetisasi per spin sebagai fungsi suhu. Terlihat bahwa pada suhu dekat dengan TC magnetisasi m B 1 T / TC 1 / 8 ; harga ini dikaitkan dengan keadaan teratur (order). Pada suhu T>TC, m=0, dikaitkan dengan keadaan disorder. Suseptibilitas pada B=0, ketika TTC adalah T ~ 1 TC 7 / 4 (6.102) 6.7 Teori Mean-Field Di atas telah dikemukakan bahwa solusi eksak model Ising 2-dimensi terbatas pada medan magnet luar B=0. Untuk mengatasi hal tersebut berkembanglah teori meanfield atau teori medan molekuler dari Weiss. Dalam bentuknya yang paling sederhana, diasumsikan bahwa setiap spin berinteraksi dengan medan magnet efektif yang sama, q Bef J s j B (6.103) j 1 147 Untuk suatu spin, sebutlah spin ke- i, somasi dijalankan pada q buah spin tetangganya. Karena orientasi spin-spin tetangga itu bergantung pada orientasi spin ke-i, maka Bef berfluktuasi dari harga rata-ratanya q Bef J s j B qJm B (6.104) j 1 di mana s j m untuk semua j. Tetapi, dalam aproksimasi mean-field, deviasi Bef dari Bef di abaikan sehingga setiap spin dipandang memperoleh medan Bef . Dengan asumsi dan aproksimasi tersebut, maka fungsi partisi sebuah spin adalah Z1 e s1Bef 2 cosh(qJm B) (6.105) s1 1 Dengan fungsi partisi di atas, maka energy bebas Helmholtz sebuah spin adalah F1 1 ln Z1 k BT ln[ 2 cosh(qJm B)] (6.106) sehingga magnetisasi per spin adalah m F1 tanh [ (qJm B)] B (6.107) Persamaan di atas adalah self-consistent yang solusinya m. Gambar 6.17 memperlihatkan harga m pada B=0 masing-masing dengan qJ 0,5; 1; 1,5; dan 2. Perpotongan kurva magnetisasi dengan garis diagonal pada qJ 1 di mana m0 adalah keadaan stabil, sedangkan m=0 untuk semua harga qJ adalah keadaan yang tak-stabil. Dari Gambar 6.17 terlihat bahwa solusi m tanh (qJm) 0 hanya jika qJ 1 . Jadi, suhu kritis TC adalah pada qJ 1 atau TC Jq kB (6.108) Jelas bahwa untuk qJ 1 atau T<TC magnetisasi m0, tetapi dengan qJ 1 atau T>TC magnetisasi m=0. 148 2 tanh(Jqm) Jq=2 1.5 1.5 stabil 1 1 0.5 0.5 m 0 2 -1.5 -1 -0.5 0 -0.5 0.5 1 1.5 m 2 tak-stabil -1 stabil -1.5 -2 Gambar 6.17 Harga magnetisasi m pada medan magnet B=0 untuk qJ 0,5; 1; 1,5; 2. Di dekat TC magnetisasi sangat kecil sehingga persamaan (6.107) dapat diekspansi menjadi m Jqm 1 Jqm 3 .......... 3 (6.109) Persamaan ini mempunyai dua solusi, yakni m0 (6.110a) dan m 3 ( Jq 1)1 / 2 3/ 2 ( Jq ) (6.110b) Solusi pertama, m=0 berkaitan dengan suhu tinggi, di mana sistem spin berada pada keadaan paramagnet tak teratur (disorder), sedangkan solusi kedua berkaitan dengan suhu rendah di mana sistem spin berada pada keadaan ferromagnetik teratur (order). Solusi mana yang benar ditentukan oleh energi bebas Helmholtz paling kecil. 149 Mengingat kBTC Jq dalam persamaan (6.108) maka persamaan (6.110b) dapat dituliskan seperti 1/ 2 m(T ) 3 1/ 2 T TC T TC TC (6.111) Jelas terlihat bahwa jika suhu T digeser dari bawah menuju TC , magnetisasi m menuju nol. Magnetisasi m disebut sebagai parameter order dari sistem spin, karena m0 menunjukkan keadaan order sedangkan m=0 menunjukkan keadaan disorder dari sistem spin. Suseptibilitas per spin pada B=0 di sekitar suhu TC adalah m (1 tanh 2 Jqm) lim B 0 B 1 Jq (1 tanh 2 Jqm) (6.112) Terlihat, untuk suhu yang tinggi, J0, suseptibilitas per spin menuju hukum Curie (lihat persamaan 6.13)) untuk spin-spin tak berinteraksi. Untuk T sedikit di atas TC berlaku ~ T T TC (6.113) Inilah yang disebut hukum Curie-Weiss. Magnetisasi pada suhu TC sebagai fungsi medan magnet luar B bisa ditentukan dengan mengekspansi persamaan (6.107) seperti 3 B 1 B ...... m m m k BT 3 k BT (6.114) Untuk m dan B sangat kecil, bisa diasumsikan B/kBT<<m sehingga diperoleh B m 3 k BTC 1/ 3 ; T TC . (6.115) Energi per spin dalam aproksimasi mean-field merupakan nilai rata-rata dibagi dua untuk menghindari penghitungan dua kali. Energi itu adalah 150 1 2 E Jqtanh( ( Jqm B)) 2 (6.116) 1 Jqm 2 2 Karena m=0 pada T>TC maka energi dan kapasitas panas sama dengan nol untuk semua suhu T>TC. Pada suhu TTC kapasitas panas C3kB/2. Ini menunjukkan adanya lompatan kapasitas panas pada T=TC. 6.8 Teori Landau Tentang Transisi Fasa Telah dikemukakan bahwa ide teori mean-field adalah pengabaian korelasi antara spin-spin. Untuk model Ising dapat dituliskan spin di titik kisi r sebagai m(r ) m (r ) dan interaksi bisa dinyatakan seperti m(r )m(r ' ) m (r )m (r ' ) m 2 m (r ) (r ' ) (r ) (r ' ) (6.117) Jika disumsikan (r ) m, suku terakhir bisa diabaikan sehingga m(r )m(r ' ) m (r )m (r ' ) m 2 m (r ) (r ' ) m 2 mm(r ) m(r ' ) 2m' mm(r ) m(r ' ) m 2 (6.118) Dengan pendekatan itu, total energi adalah U J m( r ) m( r ' ) B B m( r ) r,r ' r J m[m(r ) m(r ' )] m 2 B B m(r ) r,r' r (6.119) 1 NJm 2 Jm B B m(r ) 2 r Dengan itu maka fungsi partisi adalah 151 Z 1 NJm2 e 2 2 cosh ( Jm B B)N (6.120) Dan energy bebas untuk suatu harga m tertentu adalah F k BT ln Z 1 NJm 2 N ln cosh ( JM B B) 2 (6.121) Dalam keadaan setimbang energy bebas itu minimum untuk harga T dan B tertentu. Dengan demikian maka harga m bisa diperoleh dengan meminimumkan F. Hasilnya adalah m B tanh ( Jm B B) (6.122) Landau menyadari bahwa ungkapan kualitatif dari teori mean-field bisa disederhana- kan melalui rumusan energi bebas. Karena m sangat kecil di suhu kritis, beralasan untuk mengasumsikan kerapatan energi bebas f=F/V bisa dituliskan seperti 1 1 f (m, T ) a bm 2 cm 4 Bm 2 4 (6.123) di mana a, b, c bergantung pada T. Asumsi untuk persamaan (6.123) di atas adalah bahwa f bisa diekspansi dengan deret ukur dalam m di sekitar m=0 dekat dengan suhu kritis. Seperti teori mean-field, meskipun asumsinya kurang tepat, namun teori Landau ini secara umum sangat berguna. mUntuk model Ising, Landau mengasumsikan bahwa f(m) simetris terhadap m=0, sehingga m3 dilupakan. Besaran m disebut parameter order karena harganya nol jika T>TC tidak sama dengan nol jika T<TC. Jadi, m itu mengkarakterisasikan sifat transisi. Harga setimbang dari m adalah harga yang meminimumkan energi bebas. Dalam Gambar 6.18 diperlihatkan dua buah kurva f sebagai fungsi m dengan a=1. Kurva pertama dengan b=c=2, sedangkan yang kedua –b=c=2. Terlihat, jika b>0 dan 152 c>0, harga minimum f di m=0. Tetapi jika b<0 dan c>0, harga minimum f di m0. Untuk B=0, f bm cm 3 0 m (6.124) Jika diasumsikan b b0 (T TC ) dan c>0, maka dari persamaan (6.122) diperoleh m b0 TC T c (6.125) f 14 12 b=c=2 10 8 6 4 -b=c=2 2 0 0 0.5 1 1.5 2 2.5 m Gambar 6.18 Kerapatan energy bebas f sebagai fungsi m. Dari kerapatan energy bebas f entropi adalah s f a 1 b 2 b (m 2 ) c (m 4 ) m T T 2 T 2 T 4 T (6.126) Selanjutnya, panas jenis adalah s 2a b (m 2 ) cT 2 (m 4 ) C T T T T T T 4 T 2 T 2 (6.127) 153 di mana 2 b / T 2 0 , dan telah diasumsikan c tidak bergantung pada T. Karena m=0 untuk T>TC maka C T 2a untuk TTC dari atas. Untuk TTC dari T 2 2 2 (m 2 ) (m 2 ) b0 b b bawah, diperoleh 2 0 . Jadi, diperoleh b0 dan , 2 T c T T c 2a T T 2 C 2 2 T a T b0 T 2 2c T TC dari atas (6.128) T TC dari bawah Terlihat bahwa parameter order m dan panas jenis C memi;liki ke;lakuan yang sama didekat TC seperti yang telah diperoleh sebelumnya dengan teori mean-field dari model Ising. 154 Soal-soal 1. Tentukanlah perbandingan jumlah elektron yang memiliki spin paralel dan antiparalel terhadap medan magnet sebagai fungsi suhu. Lakukanlah pada T=10, 300 dan 1000 K. Ingat, momen magnet spin suatu elektron: M S 2 B S , di mana B adalah magneton Bohr elektron . 2. (a) Tunjukkan bahwa fungsi partisi suatu gas elektron dalam suatu medan magnet B adalah Z= 2 cosh(µBB/kBT), di mana µB adalah magneton Bohr. (b) Hitunglah energi magnetik suatu elektron gas dalam medan magnet, lalu tunjukkan bahwa paramagnetisme elektron-elektron bebas berkaitan dengan magnetisasi M=nµB tanh(µBB/kBT), n adalah jumlah elektron per satuan volume. 3. Momen magnetik atom-atom (juga molekul) yang memiliki momentum sudut J adalah M J B gJ . (a) Temukanlah suatu rumusan yang memberikan jumlah atom-atom dengan nilai Jz=mħ, jika atom-atom ditempatkan dalam medan magnet B yang sejajar sumbu-z. (b) Tunjukkan bahwa fungsi partisi sistem itu adalah: Z sinh[(j 12) μ B gB / kT ] sinh(12 μ B gB / kT ) . (c) Buktikan bahwa untuk j=1/2, fungsi partisi itu berubah menjadi fungsi partisi untuk elektron. 4. Tinjaulah sistem dengan empat spin dari suatu rantai Ising 1-dimensi. Tentukanlah keadaan-keadaan mikronya, lalu buktikan bahwa fungsi partisinya adalah 155 Z 4 2(2 cosh J ) 3 5. Tunjukkan bahwa untuk harga J terbatas, fungsi korelasi spin-spin G(r) akan meluruh jika r membesar. 6. Tunjukkanlah bahwa energi konfigurasi suatu rantai Ising 1-dimensi dengan satu domain tidak bergantung pada jumlah spin dalam domain. 7. Tentukanlah m(T) dari solusinumeriknya persamaan (6.107) untuk B=1, dan abndingkanlah hasilnya dengan solusi eksak dari persamaan (6.89). 156 7 STATISTIK BOSE-EINSTEIN Dalam Bab 5 telah dikemukakan bahwa partikel-partikel yang memiliki spin 0, 1, 2,..... tidak mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati suatu fungsi keadaan tidak terbatas: 0, 1, 2, 3,….. Oleh sebab itu fungsi keadaannya, bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Statistik untuk itu disebut BoseEinstein, dan partikel disebut boson. Partikel-partikel yang termasuk boson memiliki spin bulat: 0, 1, 2,..... Contohnya fonon dan foton, demikian juga inti 4He berspin 0. Dalam Bab 5 sudah dikemukakan bahwa sistem partikel kuantum dapat dipandang sebagai ensembel kanonik besar. 7.1 Distribusi Bose-Einstein Dalam persamaan (2.47) dan (2.51), fungsi partisi besar sistem partikel adalah e ( Ei ) ni i i (7.1) i dengan i e ( Ei ) ni (7.2) ni adalah fungsi partisi besar keadaan mikro ke-i dan =1/kBT. Karena ni=0, 1, 2, ..... untuk boson, maka fungsi partisi besar untuk keadaan mikro -i adalah i e ( Ei ) ni ni 1 e ( Ei ) e 2 ( Ei ) e 3 ( Ei ) ....... (7.3) 1 1 e ( Ei ) Dengan fungsi partisi besar di atas, potensial kanonik besar pada keadaan mikro ke-i adalah 157 1 i k BT ln i k BT ln ( E ) i 1 e (7.4) dan potensial kanonik besar adalah k BT ln k BT ln i i 1 k BT ln ( E ) i i 1 e k BT ln 1 e i (7.5) ( E ) i Berdasarkan rumusan jumlah partikel n( Ei ) i / , maka dari persamaan (7.4) jumlah partikel pada keadaan mikro ke-i adalah n ( Ei ) k B T 1 i i 1 e ( E ) i (7.6) 1 Persamaan (7.6) di atas disebut distribusi Bose-Einstein. Persamaan yang sama dikenal sebagai bilangan okupasi Bose yang merupakan jumlah boson berenergi Ei pada suhu T. Distribusi itu konvergen hanya jika (Ei-µ)>0 untuk semua keadaani. Andaikan E0=0 maka distribusi itu mempunyai makna jika potensial kimiawi 0. (7.7) Dengan demikian maka nilai z=eµ adalah 0<z<1. Dalam Gambar 7.1 diperlihatkan kurva bilangan okupasi n sebagai fungsi (E-). Untuk E> maka exp[(E-)]=1, dan n→; artinya keadaan E> harus selalu dipenuhi. 158 n(E) FD 1 BE (E-) 0 Gambar 7.1 Bilangan okupasi sebagai fungsi (E-) untuk Bose-Einstein (BE) dan Fermi-Dirac (FD). 7.2 Radiasi Planck Dalam fisika benda hitam dikemukakan bahwa atom-atom di dalam dinding benda itu mampu menyerap radiasi dan mengemisikannya kembali secara sempurna. Penyerapan dan pengemisian radiasi berlangsung secara kontinu hingga tercapai keadaan setimbang. Dalam keadaan setimbang, laju penyerapan sama dengan laju pengemisisan. Spektrum emisi itu diungkapkan dengan intensitas sebagai fungsi panjang gelombang. Ternyata kebergantungan intensitas terhadap panjang gelombang bergantung pada suhu dinding. Dalam interaksinya dengan material, radiasi dipandang sebagai partikel yang disebut foton; momentumnya dirumuskan seperti h/ dan energi hv, di mana dan v masing-masing adalah panjang gelombang dan frekuensi radiasi tersebut. Radiasi benda hitam dapat diasumsikan sebagai gas foton. Antar foton tidak ada interaksi, interaksi hanya dengan atom dinding saja. Masalahnya adalah, jumlah foton tidak konstan, karena foton-foton itu bisa diserap dan diemisikan oleh atom-atom dalam dinding. Oleh sebab itu syarat dn i 0 tidak terpakai; artinya parametr tidaklah penting, sehingga untuk foton i =0 dan distribusi Bose-Einstein untuk kasus ini menjadi n( E k ) 1 e hv / k BT 1 . (7.8) Selain itu, karena spektrumnya kontinu, maka benda hitam berukuran jauh lebih besar dari pada panjang gelombang rata-rata radiasi, maka rumusan itu berubah menjadi 159 dn g ( E )dE e hv / kT 1 (7.9) di mana, g ( E )dE 4V (2m 3 )1 / 2 1 / 2 E dE . h3 Dari segi momentum, E=p2/2m, g(p)=g(E)dE/dp, g ( p) g ( E ) dE dp 1/ 2 4V (2m 3 )1 / 2 p 2 2 m h3 p 4V 2 3 p m h (7.10a) Selanjutnya, dengan p=h/=hv/c, maka g(v)=g(p)dp/dv. Jadi 4V hv h 4V 2 3 v h3 c c c 2 g ( ) (7.10b) Dengan demikian maka dn 8V v2 dv c 3 e hv / kT 1 (7.11) di mana faktor 2 telah dimasukkan mengingat foton sebagai gelombang menjalar secara transversal. Distribusi kerapatan energi foton dalam selang frekuensi dv, yakni energi yang berkaitan dengan dn buah foton persatuan volume adalah (v)dv hv dn V (7.12) Jadi, kerapatan energi foton adalah (v ) 8 hv 3 1 1 8 h hv / kT 3 hc / kT 3 c e 1 e 1 (7.13) 160 Apa yang telah dilakukan di atas merupakan penurunan persamaan radiasi benda hitam, yang telah dikemukakan Planck sebelumnya. Dalam Gambar 7.2 diperlihatkan kurva ( ) pada berbagai suhu. T3 T2 T1 Gambar 7.2 Spektrum radiasi benda hitam pada suhu T1<T2<T3. Energi total per satuan volume adalah U 8 hv 3 1 (v)dv hv / kBT dv 3 V 0 c e 1 0 4 4 3 3 k BT T 4 ch (7.14) di mana 4 4 kB c3h3 (7.15) dikenal sebagai konstanta Stefan-Boltzmann. 7.3 Gas Ideal Boson Suhu Rendah Energi suatu partikel gas ideal boson adalah energi kinetik (translasi) saja, yakni E 2 k 2 / 2m . Kerapatan keadaan gas boson adalah sama dengan gas ideal 161 2m g ( E ) 2V 2 h 3/ 2 E1/ 2 Jumlah partikel boson N ni ( Ei ) i i 1 e ( Ei ) 1 . Karena tingkat-tingkat energinya kontinu maka N n( E ) g ( E )dE (7.16) 0 g (E) e dE 1 ( E ) Jelas bahwa jumlah partikel boson dalam volume V bergantung pada potensial kimiawi µ dan suhu T: N=N(µ,T). Dalam kebanyakan eksperimen, N itu tetap, dan analisa dilakukan dengan menggunakan ensembel kanonik besar. Karena N tetap maka potensial kimiawi harus bergantung pada suhu: µ=µ(T). Jumlah partikel dalam persamaan (7.16), 2m N 2V 2 h 3/ 2 E1/ 2 e ( E ) 1dE 0 (7.17a) 2m 2V 2 h 3/ 2 x1 / 2 z 1e x 1dx 0 Nyatakanlah N V 3 q 3 ( z) (7.17b) 2 di mana 1 x n1 qn ( z ) dx (n) 0 z 1e x 1 (7.18) disebut fungsi polilogaritma. 162 Sekarang, jika T0, µ0 atau z1, q 3 ( z ) ditentukan sebagai berikut. 2 1 x n1 1 ze x x n1 qn ( z ) dx dx (n) 0 z 1e x 1 (n) 0 1 ze x Nyatakanlah 1 z m e mx x 1 ze m sehingga z x n 1 qn ( z) dxe x z m e mx ( n) 0 m 0 1 m z dx e mx x n1 (n) m1 0 1 zm du e u u n 1 n (n) m1 m 0 di mana u=mx. Ingat bahwa defenisi fungsi gamma adalah du e u u n1 (n) . Jadi, 0 zm qn ( z ) n m1 m Untuk z=1 qn (1) (n) (7.19) adalah fungsi zeta dari Riemann. Untuk n=3/2, q3 / 2 (1) (3 / 2) 2,612 . Dengan demikian maka persamaan (7.17b) menjadi 2mkBTC N (3 / 2) 3 2,612V h2 V 3/ 2 N eks.max (7.20) di mana TC adalah suhu kritis di mana z=1 (maksimum) atau potensial kimiawi µ=0 163 (maksimum). Jumlah partikel N dalam persamaan (7.20) adalah sama dengan jumlah maksimum partikel tereksitasi, N eks.max . Suhu kritis itu dapat dinyatakan seperti h2 N TC 2mk B 2,612V Sebagai gambaran tentang suhu TC, 2/3 (7.21) misalkan volume 1cm3 berisi 1023 atom hidrogen yang massanya 1,710-27 kg. Dengan persamaan (7.21) diperoleh TC=7K. Untuk atom yang massanya dua kali lebih besar, suhu kritis itu 3,5K. Untuk suhu 0TTC potensial kimiawi µ=0. Jika suhu dinaikkan, T>TC, jumlah partikel tereksitasi tidak bertambah karena µ<0. Pada suhu T<TC jumlah partikel tereksitasi adalah N eks T N TC 3/ 2 ; T TC (7.22) Partikel-partikel boson yang tidak tereksitasi berada pada keadaan dasar E=0. Sesuai dengan persamaan (7.5) jumlah partikel itu adalah N 0 n(0) 1 e z 1 1 z (7.23) dengan z e . Jika T→0, µ=0, z→1 maka n(0)N. Artinya, pada suhu T<TC , jumlah partikel pada keadaan dasar adalah T N 0 N N eks N 1 TC 3/ 2 ; T TC (7.24) Persamaan (7.24) menunjukkan bahwa jika suhu diturunkan mulai dari TC, partikel boson mulai terkondensasi di keadaan dasar, dan jumlah partikel di keadaan dasar itu terus bertambah jika T0K. Ketika semua atau hampir semua partikel bertumpuk di keadaan dasar, maka keseluruhan partikel itu berbagi fungsi keadaan dasar dan oleh sebab itu berkelakuan sebagai suatu partikel tunggal. Inilah yang disebut kondensasi Bose-Einstein. Peristiwa kondensasi itu merupakan gejala kuantum makroskopik. 164 Suhu Tinggi Tinjaulah gas boson pada suhu tinggi, z=eµ<<1. Dari persamaan (7.16) jumlah partikel 2m N 2V 2 h 3/ 2 2m e ( E ) 1dE 2V h 2 0 E 1/ 2 E 1/ 2 e ( E ) 1 e ( E ) dE 0 3/ 2 Misalkan x=E maka 2m N 2V 2 h 3/ 2 z 3/ 2 x1/ 2 e x 1 ze x dx 0 Karena z e 1 , maka dapat dilakukan ekspansi 2m N 2V 2 h 2m 2V 2 h 3/ 2 z 3/ 2 3/ 2 1/ 2 x e (1 ze x .........) dx 2 u 2 (1 zeu .........) du 0 z x 2u e 3/ 2 2 0 dengan x=u2. Tampak bahwa integral di atas adalah integral Gauss, di mana u 2 n u 2 / a e 0 (2n 1)! a du n! 2 2 n1 Akhirnya diperoleh N V z z ......... 1 3 2 2 (7.25) dengan 1/ 2 h2 2 m 1/ 2 h2 2 mk T B adalah panjang gelombang termal partikel boson. 165 Persamaan (7.25) merupakan ekspansi yang dapat dilakukan karena N3 / V 1; artinya, jarak antar partikel jauh lebih kecil dari pada panjang gelombang termal. Hal itu terpenuhi pada suhu tinggi atau z=eµ<<1. Ketika T atau 0 apakah z1? Itu tidak terjadi, karena N konstan. Maka µ harus bergantung suhu, seperti telah dikemukakan dalam penjelasan bagi persamaan (7.16). Jadi, pada peningkatan suhu T, µ-∞ lebih cepat daripada 0. Energi gas ideal boson adalah U n( E ) E g ( E )dE (7.26) 0 Eg ( E ) dE e ( E ) 1 merupakan energi gas boson sebagai fungsi suhu dan potensial kimiawi. sedangkan tekanan gas boson 1 pV ln g ( E ) ln 1 e 1 ( E ) dE 0 2m Mengingat g ( E ) 2V 2 h 3/ 2 E1/ 2 , maka integral parsil akan menghasilkan pV 2 E g (E) 2 dE U ( E ) 30e 3 1 (7.27) Persamaan di atas secara implicit merupakan persamaan gas boson. Sehubungan dengan energi, dari persamaan (7.26) U 0 2m dE 2V 2 1 h Eg ( E ) e ( E ) 2m 2V 2 h 3/ 2 z 5/ 2 3/ 2 E 3/ 2 e ( E ) 1dE 0 x3/ 2ex 1 ze x dx 0 166 atau 2m U 2V 2 h 3/ 2 z 5/ 2 x 3/ 2 x e (1 ze x ......) dx (7.28) 0 dengan x=βE. Ekspansi boleh dilakukan karena z e 1 . Selanjutnya, dengan menggunakan integral Gauss diperoleh U V 3z z ........ 1 3 2 4 2 (7.29) Mengingat z<<1 pada suhu tinggi dan N3 / V 1 , maka dapat dilakukan pendekatan, 3 N 1 3 N z 1 ... V 2 2 V Substitusi ke persamaan (7.29) akan menghasilkan U 3 1 3 N Nk BT 1 ....... 2 4 2 V (7.30) Tampak bahwa energi itu sama dengan energi gas ideal klassik pada suhu yang tinggi, yakni U 3 Nk BT . Berdasarkan persamaan (7.27), tekanan adalah 2 1 3 N pV Nk BT 1 ....... 4 2 V (7.31) Sudah disadari bahwa nilai potensial kimiawi untuk suhu 0TTC adalah µ=0. Bagaimana jika suhu T>TC? Dalam persamaan (7.20) N eks,max adalah hasil integral dalam persamaan (7.24a) di mana µ=0. Selisih antara N eks,max dan N adalah 1 1 N eks,max N E ( E ) g ( E )dE 1 e 1 0 e Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi 167 2m N eks ,max N 2V 2 h 3/ 2 e e 1 E 0 e E E 1 / 2 dE 1 e ( E ) 1 Karena µ cukup kecil maka integral itu didominasi oleh E yang kecil, sehingga fungsi-fungsi eksponensial di atas dapat dilinierisasi. Dengan pendekatan itu maka 2m N eks,max N 2V 2 h 3/ 2 0 E 1/ 2 1 dE (E ) Misalkan E=x2 maka x 1 dx 2 1 dE 2 tan E 1/ 2 ( E ) x2 0 0 0 Jadi, 2m N eks,max N 2 V 2 h 3/ 2 k BT 2 sehingga diperoleh N eks,max N V 32 4 m 3 h6 2 1 k T B 2 (7.32) 2 T 3 / 2 1 C 2.6211 k BT ; 4 T T TC Dalam Gambar 7.3(a) diperlihatkan µ sebagai fungsi T dan dalam Gambar 7.3(b) N0 dan Neks sebagai fungsi T. Jika jumlah partikel N lebih besar dari pada jumlah maksimum partikel terseksitasi Neks,maks, maka tidak ada tingkat eksitasi lebih yang bisa ditempati partikel. Hal itu menyebabkan jumlah partikel tersisa (N-Neks,maks) akan menempati keadaan dasar. Jumlah partikel tersisa yang menempati keadaan dasar merefleksikan hilangnya potensial kimia, dan penambahan suatu partikel tidak akan menambah energi sistem. Gas boson di keadaan seperti itu disebut gas Bose yang berdegenerasi. 168 0 (a) 1 T/TC 1 N eks N (b) N0 N 0 1 T/TC Gamar 7.3 (a) Kurva µ sebagai fungsi T, dan (b) jumlah partikel boson di keadaan dasar dan keadaan tereksitasi sebagai fungsi T. Energi total partikel boson untuk suhu tinggi T>TC diperoleh dari persamaan (7.29). Energi total pada T<TC adalah 2m U 2V 2 h 3/ 2 e E1/ 2 ( E ) 0 V 1 dE 3 (5 / 2) 1 Berdasarkan persamaan (7.19), V / 3 N eks / 2,612 , sedangkan (5 / 2) =2,011, maka T U 0,77 N eksk BT 077 Nk BT TC T 0,77nRT TC 3/ 2 3/ 2 (7.33) ; T TC Kalor jenis molar adalah T 1 U CV 1,952 R n T V TC 3/ 2 ; T TC (7.34) 169 Gambar 7.4 memperlihatkan kapasitas kalor molar sebagai fungsi suhu. Terlihat bahwa sebagai akibat dari sifat potensial kimiawi µ, terjadi transisi kalor jenis molar CV di T=TC. Pada T yang tinggi sekali CV menuju ke harga gas ideal klassik. CV Gas ideal klassik 3/2 R 0 1 T/TC Gambar 7.4 Kalor jenis molar gas boson ideal. Ramalan tentang kondensasi Bose-Einstein dikemukakan pada tahun 1924. Tetapi ramalan itu baru menjadi kenyataan pada tahun 1955, ketika E. Cornell dan C. Wieman berhasil mendemonstrasikan fenomena itu dengan gas atom 87Rb. 7.4 Kapasitas zat padat Zat padat adalah sistem dari sejumlah besar atom atau molekul yang posisinya masing-masing dalam keadaan setimbang karena gaya-gaya kohesi yang kuat hasil dari interaksi listrik. Gerakan yang ada adalah gerak individu dalam bentuk vibrasi kecil di sekitar kedudukan setimbangnya. Karena gaya kohesi yang kuat, vibrasi satu atom berdampak terhadap atom tetangganya. Oleh sebab itu vibrasi berlangsung secara kolektif. Vibrasi kolektif itu membentuk gelombang berdiri dalam zat padat; frekuensinya membentuk spektrum diskrit dengan spasi yang sangat kecil sehingga dapat dipandang kontinu. Karena vibrasi itu berkaitan dengan sifat elastik bahan, maka gelombangnya menjalar dengan kecepatan bunyi. Gelombang demikian dinyatakan sebagai partikel yang disebut fonon. Dua bentuk penjalaran gelombang elastik dalam zat padat adalah longitudinal dan transversal. Misalkan kecepatannya masing-masing vl dan vt; misalkan pula g(v)dv sebagai jumlah modus-modus berbagai vibrasi dalam daerah 170 frekuensi antara v dan v+dv. Untuk gelombang transversal berlaku rumusan untuk fonon, g t (v)dv 8V 2 v dv v 3t (7.35a) 4V 2 v dv v 3l (7.35b) dan untuk gelombang longitudinal: g t (v)dv Jumlah keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv adalah 1 2 g (v)dv 4 V 3 3 v 2 dv vl vt (7.36) Jika N adalah jumlah atom dalam zat padat, maka modus vibrasi harus digambarkan dalam 3N buah posisi koordinat atom. Jadi, jumlah modus vibrasi adalah 3N, sehingga 1 2 o 3N g (v)dv 4V 3 3 v 2 dv vl vt 0 0 vo atau 1 2 v3 3N 4V 3 3 0 vl vt 3 (7.37) di mana v0 disebut frekuensi cut-off. Selanjutnya persamaan jumlah keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv dapat dituliskan seperti: g (v)dv 9N 2 v dv vo3 (7.38) Dalam pembahasan radiasi benda hitam modus-modus vibrasi elektromagnet telah dipandang sebagai gas foton. Di sini juga, modus-modus vibrasi elastik dalam zat padat dapat dipandang sebagai gas fonon. Energi sebuah fonon adalag hv di mana v adalah frekuensi vibrasi elastik. Karena semua fonon identik, dan karena jumlahnya dengan energi sama tidak terbatas, maka dalam keadaan setimbang suhu fonon memenuhi statistik Bose-Einstein. Jadi jumlah fonon berenergi hv dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv dalam kesetimbangan suhu pada T adalah dn g (v)dv 9 N v 2 dv e hv / kT 1 vo3 e hv / kT 1 (7.39) 171 Total energi vibrasi dalam daerah frekuensi itu adalah dU hv dn 9 Nh v 3 dv vo3 e hv / kT 1 (7.40) sehingga total energi vibrasi seluruh modus adalah v 9 Nh o v 3 dv U 3 hv / kT vo 0 e 1 (7.41) Selanjutnya dapat ditentukan kapasitas kalor zat padat pada volume tetap adalah: 9N A h 2 1 U n T V o3 kT 2 CV o 4 e h / kT e h / kT 0 d 1 (7.42) di mana n menyatakan jumlah mole dan n=N/NA,, NA adalah bilangan Avogadro. Dengan menyatakan D=hvo/kB sebagai suhu Debey, kNA=R, dan x=hv/kBT maka T CV 9 R D 3 D / T 0 x 4e x dx e x 1 (7.43) Kurva CV sebagai fungsi T/D diperlihatkan dalam Gambar 7.6. Ternyata kurva di atas dipenuhi oleh padatan-padatan Ag, Al, C(grafit), Al2O3 dan KCl. Suhu Debey untuk padatan-padatan ini adalah seperti tabel di bawah ini. CV/R 3 0 0.5 1.0 1.5 2.0 T/D Gambar 7.6 CV sebagai fungsi suhu. Tabel suhu Debey dari beberapa jenis padatan 172 Jenis padatan D(K) Jenis padatan D(K) Ag 225 Ge 366 Au 165 Na 159 C(grafit) 1860 Ni 456 Cu 339 Pt 229 Dari kurva di atas terlihat bahwa pada suhu D atau di atasnya, kapasitas kalor semua zat adalah 3R ; hal ini sesuai denga hukum Dulong-Petit yang dikemukakan pada abad 19. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ekipartisi energi, karena kBT>>hvo=kBD, maka energi vibrasi per derajat kebebasan adalah 2(½kBT)=kBT, dan untuk 3 derajat kebebasan dari setiap atom adalah 3kBT. Oleh sebab itu, energi dalam adalah U N (3k BT ) 3nRT (7.44) yang berkaitan dengan CV=3R. 173 Soal-soal 1. Berdasarkan hubungan entropi S dan potensial kanonik besar : S T V , Turunkanlah rumusan untuk entropi. 13. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas boson bias dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi: U nk E k . k 14. Hitunglah tekanan suatu gas boson dibawah suhu kondensasi TC , dan jelaskan mengapa itu tidak bergantung pada volume. 15. Periksalah kalau fenomena kondensasi Bose-Einstein dalam gas boson terjadi dua dimensi. 16. Andaikan foton-foton sebagai osilator klasik dengan energi rata-rata kBT. Tentukanlah distribusi rapat energi; ini adalah rumus radiasi benda hitam dari Rayleigh-Jeans. Mengapa asumsi ini memberikan distribusi yang sama untuk frekuensi rendah pada rumus radiasi Planck? 17. Asumsikan foton mengikuti statistik Maxwell-Boltzmann. Tentukanlah distribusi kerapatan energi; ini adalah rumus radiasi benda hitam dari Wien. Mengapa asumsi ini memberikan distribusi yang sama untuk frekuensi tinggi pada rumus radiasi Planck? 174 8 KONDENSASI BOSE-EINSTEIN Perlu diulangi apa yang telah dikemukakan dalam Bab7, yakni sifat gas ideal boson pada suhu rendah. Jika suhu diturunkan ke suhu rendah, potensial kimia meningkat dari nilai negatif menjadi nol tepat pada suhu kritis. Jika suhu terus diturunkan potensial kimia itu bertahan nol dan partikel-partikel boson mulai terkondensasi di keadaan dasar partikel-tunggal. Semakin rendah suhu, semakin banyak partikel boson yang bertumpuk di keadaan dasar itu. Secara keseluruhan partikel-partikel boson itu berbagi fungsi keadaan dasar sehingga berkelakuan sebagai suatu partikel besar. Fenomena itulah yang disebut kondensasi Bose-Einstein. 8.1 Kondensasi Boson Dalam persamaan (7.17a) jumlah partikel boson dalam sistem adalah 2m N 2V 2 h 3/ 2 E 1/ 2 e ( E ) 1dE konstan (8.1) 0 di mana jumlah partikel boson itu dipandang konstant. 12 2.5 x 10 2 T=5K, /kB=-0,001 1.5 E1 / 2 e ( E ) 1 T=5K, /kB=-1 1 T=10K,/kB= -12 0.5 0 0 5 T=1K,/kB= -0.0001 10 15 20 25 30 E/kB Gambar 8.1 Integran E1/ 2 / e ( E ) 1 sebagai fungsi E/kB. 175 Dalam Gambar 8.1 diperlihatkan integran E 1/ 2 e ( E ) 1 sebagai fungsi E/kB untuk berbagai harga T dan /kB. Integral dari fungsi merupakan luas dibawah masing-masing kurva, dan itu sebanding dengan jumlah partikel. Terlihat dalam gambar, Semakin rendah suhu semakin rendah suhu semakin kecil luas dibawah kurva. Itu berarti, semakin kecil jumlah partikel. Tetapi dari semula telah diandaikan jumlah partikel adalah konstan. Jika demikian maka pertanyaannya adalah: dimana partikel-partikel itu pada suhu rendah ??? Menurut Einstein, partikel-partikel bukannya menghilang, tetapi bertumpuk di keadaan dasar partikel tunggal. Maka, pada suhu rendah keadaan dasar partikel boson diduduki oleh sejumlah boson, seperti Gambar 8.2. Dikatakan bahwa keadaan kuantum seperti itu adalah kuantum yang makroskopik. Inilah yang disebut kondensasi Bose-Einstein. 0 Gambar 8.2 Keadaan dasar 0 dengan sejumlah boson. Pertanyaannya adalah pda kondisi fisis seperti apakah sifat seperti itu bisa dicapai? Besaran pertama yang perlu ditinjau adalah suhu kritis Tc seperti telah diperlihatkan pada persamaan (7.21). h2 N TC 2mk B 2,612V 2/3 (8.2) Untuk memperoleh perkiraan suhu kritis misalkan jumlah atom 1022 dalam volume 1 cm3. Untuk atom hidrogen, massa atom adalah 1.710-24 gram diperoleh Tc=7 K. Untuk atom yang lebih berat akan diperoleh suhu kritis yang lebih rendah. 176 Pengetahuan sebelumnya menunjukkan bahwa pada tekanan atmosfer, semua zat pada suhu rendah seperti itu berfasa padat atau likuid. Titik beku paling rendah dimiliki oleh: nitrogen pada 63 K, neon pada 25 K, hidrogen 14 K. 4He adalah pengecualian, yang mencair pada 4,2 K dan tidak bisa membeku walau suhu terus diturunkan. Itu menunjukkan bahwa gaya-gaya antar-atom sangat lemah. Kerapatannya hanya 0,14 gram/cm3 dan viskositasnya 40 P; ini berarti bahwa sifatsifatnya lebih dekat pada gas kental daripada likuid. Pada suhu kamar, viskositas air 0.01 P, dan nitrogen dan helium mempunyai viskositas 210-4 P. Karena viskositas sebanding dengan T1/2, viskositas gas-gas itu pada 4 K akan berorder 10-5 P. 8.2 Fenomena Okupasi Makroskopik Apakah artinya jika keadaan dasar diduduki oleh sejumlah partikel. Untuk itu misalkan keadaan dasar itu adalah 0ei (8.3) dengan 0 sebagai amplitudo dan fasa. Fungsi di atas dinormalisasi sebagai berikut dV N * (8.4) di mana N adalah jumlah partikel boson yang menduduki keadaan dasar. Pengertian dari *V bergantung jumlah partikel. Gambar memperlihatlan suatu boks bervolume V dengan sejumlah tertentu partikel. Periksalah dari waktu ke waktu berapa banyak partikel di dalam boks. V Gambar 8.3. Tiga keadaan partikel dalam boks bervolume V . Dapat dibedakan tiga kasus berikut: 177 1. Di sana hanya ada satu partikel. Dalam banyak waktu boks itu kosong. Tetapi, ada peluang untuk menemukan partikel di dalam boks seperti *V . Jadi peluang itu sebanding dengan V . Faktor * disebut rapat peluang. 2. Jika jumlah partikel sedikit lebih banyak maka beberapa partikel ada di dalam boks. Suatu harga rata-rata bisa didefenisikan, tapi jumlah partikel yang sebenarnya di dalam boks mempunyai fluktuasi yang relatif besar di sekitar ratarata itu. 3. Dalam kasus sangat banyak partikel, selalu terdapat banyak partikel dalam boks. Jumlah itu berfluktuasi tetapi fluktuasi di sekitar harga rata-rata relatif kecil. Harga rata-rata itu sebanding dengan V dan * sekarang disebut kerapatan partikel. Kerapatan aliran probabilitas partikel Jp (jumlah partikel/s/m2) adalah 1 Jp (i qA) * cc 2m (8.5) di mana q adalah muatan partikel dan A potensial vektor. Dengan persamaan (8.3) 2 J p 0 ( qA) 2m (8.6) Jika fungsi gelombang diduduki secara makroskopi, kerapatan aliran probabilitas partikel menjadi suatu kerapatan aliran partikel.Misalkan kecepatan partikel vs maka mJ p s vs (8.7) m 02 s (8.8) Kerapatan (massa/m3) adalah sehingga diperoleh kecepatan 1 vs qA m (8.9) 178 Persamaan (8.9) penting sekali, karena memperlihatkan hubungan antara kecepatan kondensat, yakni konsep klassik, dengan fasa fungsi gelombang, suatu konsep kuantum. 8.3 Persamaan Gross–Pitaevskii Misalkan adalah fungsi gelombang keadaan dasar dari sistem N boson. Berdasarkan aproksimasi Hartree-Fock fungsi itu dapat diungkapkan sebagai perkalian fungsi-fungsi partikel tunggal , (r1 , r2 ,......., rN ) (r1 ) (r2 )......... (rN ) (8.10) di mana ri adalah koordinat boson ke-i. Hamiltonian sistem boson itu adalah N 2 2 4 2 as H V ( r ) (ri rj ) i 2m ri 2 i 1 i j m (8.11) di mana V adalah potensial luar. Suku kedua merupakan interaksi antara partikelpartikel dengan as adalah panjang hamburan boson-boson. Fungsi gelombang partikel tunggal memenuhi persamaan Schrödinger 2 2 4 2 as 2 V ( r ) (r ) (r ) (r ) 2 m 2m r (8.12) Persamaan ini disebut persamaan Gross–Pitaevskii; persamaan ini bersifat nonlinier dan mirip dengan persamaan Ginzburg–Landau. Fungsi partikel-tunggal itu memenuhi syarat normalisasi (r ) 2 dV N (8.13) Suatu kondensat Bose-Einstein (BEC) adalah gas boson yang atom-atomnya berada pada suatu keadaan kuantum yaitu persamaan Schrodinger partikel-tunggal. Sebuah partikel kuantum bebas digambarkan oleh persamaan Schrodinger partikel-tunggal. Interaksi antara partikel-partikel dalam suatu gas ril harus diperhitungkan dengan suatu persamaan Schrodinger yang berkaitan dengan banyak-benda. Jika rata-rata spasi antara partikel-partikel di dalam gas lebih besar daripada panjang hamburan 179 (disebut batas encer), maka orang dapat mengaproksimasikan potensial interaksi yang sesungguhnya dalam persamaan itu dengan suatu pseudopotensial. Nonlinieritas dari persamaan Gross-Pitaevskii berawal dari interaksi antara partikelpartikel, di mana persamaan Schrodinger partikel tunggal menggambarkan satu partikel di dalam potensial perangkap. 8.4 Helium 4He Teori kondensasi di atas diturunkan untuk gas boson ideal. Dalam keadaan normal tidak ada gas yang dapat didinginkan hingga mencapai sihu TC. Pada umumnya bahan-bahan ada dalam keadaan padat, tidak mengalami kondensasi Bose-Einstein. Pengecualian adalah atom 4He; atom ini termasuk boson karena spinnya 0. Pada tekanan normal, bahan ini tidak berbentuk padat meskipun suhunya rendah. Tetapi bahan ini bukan gas, melainkan berupa cairan pada suhu 4,2 K dengan kerapatan 0,178 gram/cm3. Meskipun demikian interaksi antar atom cukup lemah. Jika dinyatakan sebagai gas maka suhu kritisnya TC=3.2 K. Dalam eksperimen ditemukan transisi fasa pada suhu T=2.17 K di mana gas 4HeI berubah menjadi cairan 4HeII seperti Gambar 8.3. CV 0 2 T T(K) Gambar 8.3 Kalor jenis molar likuid 4He yang besama-sama dengan uapnya. Karena bentuk kurva mirip huruf , maka kurva itu disebut kurva lamda dan suhu transisi disebut T. Bentuk kurva dalam Gambar 8.5 itu mirip dengan Gambar 7.4 untuk gas boson ideal. Artinya, telah terjadi kondensasi Bose-Einstein. Pergeseran TC bisa dijelaskan karena 4He adalah likuid bukan gas. Pada suhu suhu di bawah 2.172 K 180 helium dinamakan 4 HeII dan di atas suhu 2.172K dinamakan 4 HeI. 4 HeI memperlihatkan kelakuan yang aneh, tidak mempunyai kalor jenis. Hal itu diperlihat oleh penurunan CV pada suhu sedikit di atas 2,172 K. Sifat menonjol dari 4HeII adalah tidak memiliki viskositas. Bahan likuid tanpa viskositas disebut superfluid. Karena tidak memiliki viskositas, aliran bahan superfluid tidak mengalami gesekan. Superfluiditas untuk pertama kalinya ditemukan dalam likuid 4He pada tahun 1938 oleh Pyotr Kapitsa, John Allen dan Don Misener. 8.5 Superfluid Helium Di bawah suhu kritis (T) helium memperlihatkan sifat yang unik yakni superfluid. Sebagian liquid yang membentuk komponen superfluid adalah suatu fluida kuantum makroskopik. Atom helium adalah netral, q=0. Massa partikel m=m4 sehingga persamaan (8.9) menjadi 1 vs m4 (8.14) Untuk sembarang loop di dalam liquid persamaan di atas memberikan v . d s . ds s m4 (8.15) Karena sifat single-valued fungsi gelombang berlaku . ds 2 n (8.16) dengan n adalah bilangan bulat. Jadi persamaan (8.15) menjadi v s . ds 2 n m4 (8.17) Untuk helium, besaran 2 =1,010-7 m2/s m4 (8.18) adalah kuantum sirkulasi. Untuk gerak melingkar dengan jari-jari r, 181 v . ds 2 v r s s (8.19) Dalam kasus single kuantum, n=1, vs 1 2 r (8.20) Bilaman superfluid helium dibuat bergerak rotasi, persamaan (8.19) tidak akan terpenuhi untuk semua loop di dalam likuid kecuali jika rotasi terorganisasi di sekitar garis vortex seperti dalam Gambar 8.4. Gambar 8.4 Bagian bawah: sayatan vertikal dari suatu kolom superfluid helium yang berotasi sekitar suatu sumbu vertikal. Bagian atas: pandang atas permukaan yang memperlihatkan pola ters-teras vortex. Dari kiri ke kanan laju rotasi ditingkatkan untuk menghasilkan kerapatan garis-vortex. Garis-garis ini mempunyai teras hampa dengan suatu diameter sekitar 1 Å (yang lebih kecil daripada jarak rata-rata partikel. Superfluid helium berotasi sekitar teras dengan kecepatan sangat tinggi. Persis di luar teras kecepatan itu sebesar 160 m/s. Teras-teras dari garis-garis vortex dan kontainer berotasi layaknya suatu benda padat di sekitar sumbu-sumbu rotasi dengan kecepatan sudut yang sama. Jumlah garis-garis vortex meningkat dengan kecepatan sudut seperti diperlihatkan dalam Gambar 8.4 bagian atas. Baca: E.J. Yarmchuk and R.E. Packard, J. Low Temp. Phys. Vol. 46 (1982) p. 479 182 8.6 Penjebakan dan pendinginan atom-atom Kondensat Bose-Einstein memerlukan kondisi yang sangat khusus. Boson-boson yang telah dimurnikan dari elemen-elemen lain ditempatkan dalam ruang vakum. Pilihan yang populer adalah boson dari atom-atom helium, natrium, rubidium dan hidrogen. Perkembangan laser membuka jalan untuk pengembangan metoda baru untuk memanipulasi dan pendinginan atom-atom yang diekploitasi untuk merealisasikan kondensasi Bose-Einstein dalam uap atom-atom alkali. Untuk itu perhatikan Gambar 8.5. Oven Pelambat Zeeman Penjebak magneto-optiks Gambar 8.5 Penjebakan dan pendinginan atom-atom. Suatu berkas natrium keluar dari suatu oven bersuhu 600 K, sesuai dengan kecepatan 800 m/s. Berkas itu dilewatkan melalui apa yang disebut pelambat Zeeman, di mana kecepatan atom-atom diturunkan hingga sekitar 30 m/s yang setara dengan suhu 1 K. Di dalam pelambat Zeeman, suatu berkas laser menjalar dalam arah berlawanan dengan berkas atom, sehingga gaya radiasi yang dihasilkan melalui absorpsi foton memperlambat atom-atom. Karena effek Doppler, frekuensi transisi atom dalam kerangka laboratorium pada umunya tidak konstan. Tetapi, dengan menggunakan suatu medan magnet tak-homogen yang dirancang sedemikian maka effek Doppler dan effek Zeeman saling meniadakan dan frekuensi transisi atom bisa dibuat fix. Keluar dari pelambat Zeeman atom-atom itu cukup lambat untuk siap ditangkap oleh penjebak magneto-optiks, di mana atom-atom itu selanjutnya didinginkan melalui interaksi dengan sinar laser ke suhu 100 µK. Cara lain pengkompensasian untuk mengubah geseran Doppler adalah dengan meningkatkan frekuensi laser (disebut chirping). 183 Dalam eksperimen lain, penjebak magneto-optiks diisi dengan mentransfer atomatom dari penjebak magneto-optiks kedua di mana atom-atom ditangkap langsung dari uapnya. Setelah jumlah atom-atom terakumulasi cukup banyak (~1010) di dalam penjebak magneto-optiks, suatu perangkap magnet dinyalakan dan berkas laser dipadamkan sehingga atom-atom terkurung oleh perangkap magnet murni. Pada tingkat ini, kerapatan atom-atom relatif rendah, dan gas masih sangat takberdegenerasi dengan kerapatan ruang-fasa beroder 10-6. Langkah terakhir untuk mencapai kondensasi Bose-Einstein adalah pendinginan evaporatif, di mana atom-atom berenergi lebih tinggi akan meninggalkan sistem. Sederhananya, pendinginan evaporatif memungkinkan atomatom yang lebih berenergi (lebih cepat) melepaskan diri dari perangkap meninggalkan atom-atom lain yang lebih lambat, lebih dingin, kurang berenergi. Dari semuah jenis atom, rubidium adalah yang termudah untuk dikondensasi-BECkan karena atomnya paling besar; atom ini mencapai kecepatan rendah pada suhu lebih tinggi karena hubungan massa energi; lihat persamaan (8.18)-(8.20). Ketika atom-atom mencapai suhu di mana hanya atom-atom pada keadaan dasar yang tersisa, mereke bergabung menjadi kondensat Bose-Einstein, yang bersifat layaknya suatu super-atom. 8.7 Laser Atom Laser atom analog dengan laser optik. Laser atom mengemisikan gelombang materi sebagaimana laser optik mengemisikan gelombang elektromagnet. Outputnya adalah gelombang materi yang koheren, suatu berkas atom-atom yang bisa difokuskan pada suatu titik atau dikolimasi untuk bergerak jarak jauh tanpa menyebar. Berkas itu koheren, artinya berkas atom itu luar biasa terang. Laser atom memerlukan resonator (kavitas) yang dalam hal ini berupa bahan aktif, dan kopler output. Resonator itu adalah suatu jebakan magnet di mana atomatom itu dikurung oleh “cermin-cermin magnet”. Bahan aktif adalah suatu awan termal dari atom-atom ultra-dingin, dan kopler output adalah suatu pulsa rf yang mengkontrol “reflektifits” cermin-cermin magnet. Analogi dari emisi spontan dalam laser optik adalah hamburan spontan atomatom yakni tumbukan-tumbukan yang mirip dengan tumbkan antara bola-bola billiard. Di dalam laser optik, emisi stimulat foton-foton menyebabkan medan 184 radiasi terbentuk di dalam modus tunggal. Di dalam laser atom, adanya kondensat Bose-Einstein (atom-atom yang menempati suatu “modus tunggal” sistem yakni keadaan dasar) menyebabkan hamburan terstimulasi oleh atom-atom ke dalam modus itu. Tepatnya, adanya suatu kondensat dengan N atom meningkatkan probabilitas suatu atom akan terhambur ke dalam kondensat dengan N+1 atom. Dalam suatu gas normal, atom-atom terhambur di antara banyak modus dari sistem. Tetapi ketika suhu kritis untuk kondensasi Bose-Einstein tercapai, mereka terhambur terutama ke dalam energi keadaan terendah dari sistem, satu dari ribuan keadaan kuantum yang mungkin. Proses yang mendadak ini merupakan analogi yang sangat dekat dengan ambang pengoperasian suatu laser, ketika laser mendadak hidup saat suplai atom-atom radiasi ditingkatkan. Dalam laser atom, eksitasi medium aktif dilakukan dengan pendinginan evaporasi- proses evaporasi menciptakan suatu awan yang tidak setimbang termal dan relaks menuju suhu lebih dingin. Ini menghasilkan pertumbuhan kondensat. Setelah setimbang, gain bersih dari laser atom adalah nol, artinya, fraksi kondensat jadi konstant hingga pendinginan lebih jauh dilakukan. Tak sama dengan laser optik yang kadang-kadang meradiasikan beberapa modus, laser gelombang materi selalu beroperasi dalam modus tunggal. Pembentukan kondensat Bose-Einstein sebenarnya melibatkan kompetisi modus: keadaan eksitasi pertama tidak bisa terpopulasi secara makroskopik karena semua boson lebih mudah menempati keadaan dasar. Output laser optik adalah berkas cahaya terkolimasi. Untuk laser atom, output adalah suatu berkas atom. Laser optik dan laser atom bisa berbentuk kontinu dan pulsa, tetapi sejauh ini laser atom yang telah direalisasi baru dalam bentuk pulsa. Baca: Wolfgang Ketterle (2002), Nobel lecture: When atoms behave as waves: Bose-Einstein condensation and the atom laser, Rev. Mod. Phys, 74,1131-1151 8.8 Helium 3He Pada tahun 1972 fenomena yang sama dalam 3He ditemukan oleh Douglas D. Osheroff, David M. Lee, and Robert C. Richardson. Sebenarnya atom 3He termasuk fermion. Pada tekanan atmosfer, gas 3He mencair pada suhu 3,2K sedangkan 4He mencair pada 4,2K. Kedua isotop tidak membeku pada suhu 0K 185 sekalipun. Kerapatan 3 He adalah 0,07 gram/cm3 sedangkan 4 He adalah 0,14 gram/cm3. Viskositas 3He adalah 25 µP sedangkan 4He adalah 50 µP. Berdasarkan persamaan (4.9), suhu Fermi 3He adalah 4,5 K. Maka agar 3He berdegenerasi, suhunya harus jauh di bawah 4.5 K. Pada suhu di bawah 1mK, dua atom 3He yang berpasangan membentuk molekul diatomik yang dapat dipandang sebagai sebuah boson, sehingga bersifat superfluid. Elektronelektron adalah juga fermion, sehingga sifat superfluid dalam 3He merupakan analogi dengan elektron. Analogi elektronik dari superfluid 3He dikenal sebagai superkonduktivitas yang ditemukan oleh Komerlingh-Onnes pada tahun 1911. Teori superkonduktivitas baru muncul pada tahun 1957 oleh Bardeen, Cooper dan Schrieffer (BCS). Superkonduktivitas diartikan sebagai superfluiditas fermion dari elektron. Persis sama dengan 3He, di bawah suhu transisi ada suatu mekanisme yang menciptakan gaya tarik netto antara pasangan-pasangan elektron dengan energi sekitar energi Fermi. Muatan listrik suatu elektron menginduksikan suatu kerapatan muatan di sekitarnya, dan kerapatan muatan itu akan menarik elektron lain sehingga terbentuk pasangan elektron yang disebut pasangan Cooper. Elektron-elektron dalam pasangan itu bergerak dengan cara terkorelasi, bahkan jika jarak antara keduanya cukup besar sekalipun dan diantaranya ada elektron-elektron lain. Karena gerakan yang terkorelasi itu, maka pada keadaan dasar elektron-elektron itu sulit untuk bisa tereksitasi sehingga pasangan-pasangan elektron bergerak tanpa gesekan sebagaimana superfluid boson. Karena muatan satu pasangan Cooper adalah 2e, maka gerakan pasangan itu merupakan arus listrik, dan aliran superfluidnya adalah suatu arus listrik tanpa resistivitas (superkonduktor). 186 Apendiks 1 KONSTANTA FUNDAMENTAL Besaran Konstanta Boltzmann Konstanta Stefan- Simbol Nilai numerik Unit 1,3806503 10-23 JK-1 8,617342 10-23 eVK-1 σ 5,6703 x 10-8 W/m2K4 NA 6,022 x 1023 1/mole 8,314 J/mole K kB Boltzmann Bilangan Avogadro Konstanta gas universal R= NA kB Kecapatan cahaya c 2,99792458 108 ms-1 Permeabiltas ruang hampa µ0 4 107 NA-2 Permittivitas ruang hampa 0=1/ µ0c2 8,854187817 10-12 Fm-1 h 6,62606876 10-34 Js h / 2 1,054571596 10-34 Js Konstanta Planck Konstanta Planck/2 Muatan elementer e 1,602176462 C Massa diam elektron me 9,10938188 kg mec2 0,510998902 MeV mp 1,67262158 Kg mpc2 938,271998 MeV mn 1,675 x 10-27 kg 939,57 MeV mu=m( C)/12 1,66053873 kg muc2 931,494013 MeV 8,617342 10-23 eVK-1 Massa diam proton Massa diam neutron mnc2 Satuan massa atom 12 Inversi struktur halus -1 137,03599976 Jari-jari Bohr a0 0,5291770282 10-10 m 0,529 Å 27,2113834 eV Unit energi atom e2/40a0 187 Magneton Bohr µB 9,27400899 10-24 JT-1 Magneton inti µN 5,05078317 10-27 JT-1 Nilai-g elektron ge 2,002319 Nilai-g proton gN 5,585695 Elektron volt eV 1,6022 x 10-19 J Angstrom Å 10-10 m 188 Apendiks 2 TURUNAN DARI PERSAMAAN KEADAAN Tinjaulah tiga besaran X, Y, Z dalam suatu persamaan keadaan F(X, Y, Z)=konstan. Misalkan X, Y sebagai variabel- variabel bebas sementara Z=Z(X, Y). Maka Z Z dZ dX dY X Y Y X (A2.1) Jika Y, Z dinyatakan sebagai variabel- variabel bebas, maka X X dX dY dZ Y Z Z Y X Jika persamaan (A2.1) dikali dan persamaan (A2.2) dikali Y Z diperkurangkan, hasilnya adalah (A2.2) Z lalu Y X Z X Z X X Z X Y Y dX Y Z Y dZ Y Z X Z Y X `Karena dX dan dY bebas satu sama lain, persamaan di atas kompatibel jika Z X Z 0 X Y Y Z Y X X X Z 0 Y Z Z Y Y X atau X Z Y Z X Y 1 Z Y X Y Z X Y X Y Z X Z X Y Z 1 Y Z Z X X Y (A2.3) (A2.4) Sekarang tinjau besaran R(X, Y); diferensialnya adalah R R dR dX dY X Y Y X Jika Y=konstan, dY=0, maka 189 R R X Z Y X Y Z Y (A2.5) Selain itu diperoleh juga hubungan R R R Y X Z X Y Y X X Z (A2.6) Persamaan (A2.5), (A2.6) bersama dengan (A2.3) dan (A2.4) dan hbungan Maxwell biasa digunakan untuk transformasi dan komputasi turunan-turunan dari persamaan keadaan. 190 Apendiks 3 BEBERAPA INTEGRAL 1 x sin bx cos bx b 1. x sin bx dx b 2. sin 3. 2 x sin bx dx 4. 2 2 x sin bx dx 5. xe 6. 2 2x 2 2 bx bx x x e dx e b b 2 b 3 7. e 2 bx ax bx dx dx x n dx 2 0 ax e dx 2 9. 0 x2 x 1 sin(2bx) 2 cos(2bx) 4 4b 8b 1 2 1 2 a 10. 2 n1 ax x e dx 2 0 11. x 0 2 n ax2 e x3 x 1 x 3 sin(2bx) 2 cos(2bx) 6 4b 8b 4b n! ; a0 a n1 x e x dx x 1 sin(2bx) 2 4b 1 bx e (bx 1) b2 0 8. 2 n 2 n1 ax2 n! x e dx n1 ; a 0, n 0,1, 2, 3,... a0 2a 2n 1 2( n1) ax2 (2n)! dx x e dx 2a 0 n! 22 n1 a 2 n1 ; a 0, n 0,1 2, 3... 12. x 2 dx 0 e x 1 6 191 13. x2 0 e x 1 dx 2 (3) 2,40 14. (n) 1 (k 1) n disebut fungsi zeta Riemann k 0 15. x3 4 dx 0 e x 1 15 16. x z 1 ax2 e dx ( z ); fungsi Gamma 0 192 Apendiks 4 RUMUS STIRLING Karena N!=1 2 3 ......... N, maka ln N! ln 1 ln 2 ln 3 ........ ln N N ln x dx x ln x x 1 N 1 N ln N N 1 (A4.1) Jika N>>1, maka ln N! N ln N N (A4.2) Pendekatan yang lebih teliti untuk N! Bisa dperoleh dari ungkapan integral N! dx x N e x (A4.3) 0 Dalam integran f ( x) x N e x , xN adalah fungsi yang cepat bertambah untuk N besar, dan e-x adalah fungsi yang menurun terhadap x. Maka f(x) memperlihatkan suatu maksimum yang tajam untuk beberapa nilai x. Untuk itu misalkan z=x/N, zN=eNlnz sehingga f x N e x N N z N e Nz N N e( zln z ) (A4.4) Karena maksimu z-ln z adalah di z=1, maka tuliskan z=1+t dan f N N e N (t 1ln(t 1)) N N e N e N (t ln(t 1)) (A4.5) Karena ln(t+1)t-t2/2 maka f N N e N e Nt 2 /2 (A4.6) Jadi untuk N besar fungsi f mempunyai harga maksimum di t=0, sehingga 193 N ! fdx N N e N Ndt e Nt 2 /2 1 0 N N 1e N dt e Nt 2 /2 (A4.7) N N e N 2N 1/ 2 dan akhirnya, 1 ln N! N ln N N ln( 2N ) . 2 (A4.8) Ini adalah bentuk lebih kuat dari aproksimasi Stirling. 194 Apendiks 5 FUNGSI GAMMA Fungsi Gamma didefenisikan seperti (n) e x x n1dx (A5.1) 0 dan berlaku (n 1) n(n) n! ; n bulat positif (A5.2) 1 ! 0! 1 dan (1) (2) 1 . (A5.3) Untuk pecahan (n / 2) (n 2)!! (A5.4) 2 ( n1) / 2 di mana n !! n (n 2) ..... 4 2 ; jika n genap (A5.5) n !! n (n 2) ..... 3 1 ; jika n ganjil (A5.6) dan berlaku 1!! 0!! 1 dan (1 / 2) (3 / 2) 2 . (A5.7) 195 Apendiks 6 INTEGRAL FERMI Integral yang sering terjadi dalam kaitannya dengan gas ideal Fermi mempunyai bentuk In 0 e ex x 1 2 x n dx n !(1 21n ) (n) (A6.1) di mana fungsi zeta Riemann didefenisikan sepert ( n) 1 k 0 (k (A6.2) 1) n Harga-harga beberapa fungsi itu adalah (3 / 2) 2,612 (2) 2 6 1,645 (5 / 2) 1,341 (3) 1,202 (4) (6) 4 90 6 945 1,082 1,014 196 Apendiks 7 INTEGRAL BOSE Dalam gas ideal boson ditemukan integral sebagai berikut. I B ( n) 0 1 e 1 x x n dx ex 0 1 e x x n dx e ( k 1) x x n dx 0 k 0 (A7.1) e ( k 1) x x n dx k 0 0 k 0 1 (k 1) n 1 e y y n dy 0 Jika digunakan defenisi fungsi zeta Riemann ( n) k 0 (k 1 1) n (A7.2) dan defenisi funghsi gamma (n) e x x n 1 dx (A7.3) 0 maka diperoleh I B (n) (n 1) (n 1) (A7.4) Jika n adalah suatu bilangan bulat maka berlaku I B (n) n ! (n 1) (A7.5) 197 Apendiks 8 TABEL PERIODIK 198 Daftar Bacaan 1. R. Feynman, R. Leighton, and M. Sands, The Feynman Lectures on Physics, Volume I, Addison Wesley 1963 2. C. Kittel, Elementary Statistical Physics, John Wiley & Son 1967 3. M. Alonso and E. J. Finn, Fundamental Unversity Physics, Volume III, Quantum and Statistical Physics, Addison Wesley 1968 4. L. D. Landau and E. M. Lifshitz, Statistical Physics, Pergamon Press, 1971 5. K. Huang, Statistical Mechanics, John Wiley & Son 1987 6. D. J. Amit and Y. Verbin, Statistical Physics, World Scientific 2006 199 INDEKS aproksimasi Hartree-Fock, 180 aproksimasi mean-field, 149, 151 aproksimasi Sterling, 31, 34 4 energi dalam, 2, 3, 4, 13, 16, 33, 34, 54, 57, 63, 65, 74, 100, 146, 174 energi Fermi, 100, 101, 102, 103, 106, atom He, 181 109, 114, 115, 116, 117, 118, 119, availabilitas, 12, 13, 21 130, 187 bahan paramagnet, 122, 125, 131 energi internal molekul, 61 benda hitam, 67, 160, 162, 172, 175 ensembel kanonik besar, 45, 56, 99, Bobot statistik, 27 boson, 48, 99, 158, 159, 162, 163, 158, 163 ensemble kanonik, 33, 48 165, 166, 167, 169, 170, 171, 175, ensemble mikrokanonik, 33 176, 177, 178, 180, 181, 184, 186, entalpi, 4, 14, 18, 49 187, 198 entropi, 1, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13, Diamagnetisme Landau, 132 14, 18, 19, 25, 30, 31, 32, 34, 36, dinding domain, 143, 144, 145 39, 40, 41, 42, 46, 47, 48, 50, 54, distribusi Bose-Einstein, 159, 160 55, 56, 66, 68, 80, 81, 84, 90, 94, distribusi energi molekul, 59, 60 107, 144, 154, 175 distribusi Fermi, 100, 104 distribusi Maxwell-Boltzmann, 37, 59, 112 fermion, 48, 98, 99, 100, 101, 107, 108, 109, 117, 133, 186, 187 feromagnet, 90, 143 doping akseptor, 114 frekuensi siklotron, 133 doping donor, 114 fungsi distribusi dua partikel, 73 efek kuantum, 57 fungsi distribusi Fermi, 112, 119 effek Doppler, 184 fungsi distribusi radial, 73, 75 effek Zeeman, 184 fungsi gamma, 164 Ekspansi Virial, 75 fungsi korelasi, 73, 138, 139, 157 emisi termionik, 110 fungsi korelasi pasangan, 73 energi bebas Gibbs, 4, 15, 16, 19, 20, fungsi Langevin, 121, 122 49, 90, 92 energi bebas Helmholtz, 4, 14, 24, 38, 39, 83, 121, 150 fungsi partisi, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 46, 47, 48, 49, 51, 53, 54, 55, 59, 62, 63, 71, 72, 73, 79, 99, 117, 120, 200 121, 133, 138, 149, 152, 156, 158, 175 model Ising dalam kisi satu-dimensi, 135 fungsi zeta dari Riemann, 164 model Ising dua-dimensi, 145 garis binodal, 85, 86, 87, 88, 89 momen dipol magnet, 22, 120 garis spinodal, 85, 86, 87, 88, 89 momentum Fermi, 101 garis-garis vortex, 183 panjang gelombang de Broglie, 53 gas 3He, 186 panjang gelombang termal, 53, 57, 58, gas ideal, 2, 6, 19, 20, 50, 51, 52, 53, 71, 105, 166, 167 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 63, panjang korelasi, 139, 140 66, 67, 68, 80, 84, 86, 101, 102, Paramagnetik Pauli, 127 162, 167, 168, 171, 176, 197, 198 parameter order, 90, 92, 93, 94, 151, gas van der Waals, 17, 24, 79 153, 155 harga efektif koefisien virial kedua, 84 pelambat Zeeman, 184 hubungan Maxwell, 7, 24 pendinginan atom-atom, 184 Hukum Boyle, 79 penjebak magneto-optiks, 184, 185 hukum Curie , 122, 151 integral eliptik lengkap jenis kedua, 147 Keadaan makro, 27 keadaan mikro, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 98, 99, 100, 131, 136, 158, 159 kondensasi Bose-Einstein, 90, 165, 171, 175, 176, 177, 181, 184, 185, 186 kondensat Bose-Einstein, 180, 185, 186 laser atom, 185, 186 magnetisasi, 22, 23, 44, 121, 122, 123, 126, 128, 129, 130, 131, 134, 135, 143, 144, 145, 147, 148, 149, 150, 151, 156 penjumlahan Euler sebagai, 134 permukaan Fermi, 101, 130 persamaan Clausius-Clapeyron, 19 persamaan Gibbs-Duhem, 4, 17 persamaan Ginzburg–Landau, 180 persamaan Gross–Pitaevskii, 180 persamaan Richardson-Dushman, 110 persamaan Sackur-Tetrode, 55, 57 Potensial besar, 5, 71, 107 potensial kimia, 3, 5, 17, 45, 48, 50, 101, 102, 106, 117, 169, 176 potensial kimiawi, 2, 16, 17, 19, 20, 47, 57, 106, 159, 163, 164, 165, 167, 168, 171 potensial Lennard-Jones, 70 potensial pasangan, 72 potensial termodinamika, 4 prinsip eksklusi Pauli, 98 rapat effektif elektron, 113 201 rapat effektif hole, 113 semikonduktor, 111, 113, 114, 115, 116, 118, 119 suhu kritis, 80, 91, 95, 145, 149, 153, 164, 165, 176, 177, 182, 186 superfluid, 182, 183, 187 semikonduktor intrinsik, 115 superkonduktivitas, 187 silikon tipe-n, 116 suseptibilitas magnet, 122, 123, 129, Sistem Partikel Berinteraksi, 70 131 statistik Bose-Einstein, 98, 172 Tekanan osmosis, 83 statistik Fermi-Dirac, 98, 108, 118 teori Landau, 94, 153 Suhu Debey, 173 Transisi Fasa Order Kedua, 90 suhu Fermi, 103, 187 Transisi Fasa Order Pertama, 87 suhu karakteristik rotasi, 62 vibrasi pada satu molekul diatomik, suhu karakteristik vibrasi, 63 63 202