. Pendekatan dan Metode Apresiasi Apresiasi seni dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan sebagai berikut : 1. Pendekatan aplikatif Apresiasi melalui pendekatan aplikatif ditumbuhkan dengan melakukan kegiatan berkarya seni secara langsung, di studio, di kampus, di rumah atau di mana saja. Melalui praktek berkarya, apresiasi tumbuh dengan serta merta akibat dari pertimbangan dan penghayatan terhadap proses berkarya dalam hal keunikan teknik, bahan, dsb. Melalui berkarya seni, kita dapat merasakan berbagai pertimbangan teknik yang digunakan oleh seniman dalam proses berkarya. Tidak jarang keunikan teknik atau bahan tertentu menumbuhkan gagasan yang unik bagi seorang perupa. Berkarya menggunakan medium batu misalnya, tentu akan meberikan sensasi yang berbeda dibandingkan dengan menggunakan medium tanah liat yang lunak, walaupun kedua medium tersebut dapat digunakan untuk mewujudkan karya seni patung. Semakin banyak pengetahuan kita tentang teknik, alat dan bahan yang digunakan dalam berkarya seni rupa, akan semakin bertambah pula wawasan kita dalam mengapresiasi karya seni rupa. Pendekatan aplikatif dapat juga dilakukan dengan melihat proses berkarya seorang perupa secara langsung. Kita dapat mengunjungi sanggar, studio atau sentra-sentra kerajinan yang ada di daerah kita atau didaerah lain untuk melihat secara langsung bagaimana para perupa dan pengrajin bekerja mewujudkan karya seni rupanya. Dengan kemajuan teknologi saat ini, proses berkarya seni yang dilakukan oleh para perupa tersebut dapat juga kita saksikan melalui tayangan film dalam bentuk video atau CD. Dengan demikian wawasan kita tentang proses berkarya seni akan semakin kaya. 2. Pendekatan kesejarahan Apresiasi dengan pendekatan ini ditumbuhkan melalui pengenalan sejarah perkembangan seni. Dalam praktek sehari-hari secara sederhana, kita dapat mencoba meneliti asal usul sebuah karya seni rupa dengan bertanya kepada orang tua kita di rumah, ayah, ibu, paman atau siapa saja tentang riwayat sebuah karya seni. Pertanyaan tersebut berkisar pada soal fungsi karya pada saat dibuat dibandingkan dengan fungsinya saat ini, siapa (seniman) yang membuatnya, tempat karya seni diproduksi, serta kapan waktu pembuatannya. Apresiasi dengan pendekatan kesejarahan tidak cukup dengan mengunjungi musium atau melihat berbagai karya peninggalan perupa-terdahulu. Seperti telah disebutkan di atas, apresiasi dengan pendekatan ini membutuhkan kemauan untuk mengethui lebih jauh tentang karya-karya seni yang kita lihat. Berbagai model pertanyaan dapat kita buat untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang karya-karya tersebut. Beberpa pertanyaan yang dapat kita ajukan diantaranya sebagai berikut: LINGKUP PERTANYAAN 1. Siapa yang membuat karya itu? 2. Di mana karya itu berada? 3. Bagaimana cara karya itu dihadirkan? 4. Bilamana karya itu datang? 5. Siapa yang memperoleh karya itu? 6. Mengapa ? 7. Berapa harga karya itu? 8. Siapa saja yang melihat karya pada saat itu? 9. Siapa yang melihat karya itu saat ini? 10. Bagaimana cara karya tersebut diperkenalkan/dihadirkan 11. Apa artinya pada saat itu? 12. Apa artinya karya itu pada saat ini? 13. Apa yang terjadi yang ditunjukkan pada/dengan karya itu? 14. Apakah (itu) karya satu-satunya? 15. Bagaimana kondisi karya? 16. Terbuat dari apakah karya (itu)? 17. Untuk siapa karya (itu) dibuat? 18. Benda/karya apakah (itu)? JAWABAN 1. seniman/kriyawaan 2. Saat ini dan dulu 3. Proses pemindahan 4. Peristiwa yg melatarbelakangi kedatangan karya . Pemilik karya itu dulu dan sekarang 6. Latar belakang kepemilikan 7. Harga saat ini 8. individu/komunitas/masyarakat 9. individu/komunitas/masyarakat 10. Pameran/musium/galeri/public space 11. Arti/fungsi pada saat itu 12. Arti/fungsi saat ini 13. Deskripsi objek 14. Varian/jenis karya yang serupa 15. Utuh/rusak dsb/perubahan yg terjadi 16. Material/alat/bahan 17. Latar belakang pembuatan karya 18. Jenis karya seni unsur dan prinsip-prinsip seni rupa) yang terdapat dalam sebuah karya seni. Langkah selanjutnya adalah mengetahui ukuran karya, mengenali teknik dan bahan-bahan yang digunakan, tema yang diangkat dan objek yang dipilih. Langkah-langkah dalam mengapresiasi karya seni rupa Apresiasi seni dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kritik, seperti yang dikemukakan oleh Edmund Feldman (dalam: Aland & Darby, 1991: 8) dalam mengapresiasi karya seni rupa ada 4 tahap, yaitu deskripsi, analisis, interpretasi, dan pemberian keputusan atau penilaian. Dengan menggunakan empat langkah tersebut akan diperoleh informasi penting yang membantu kita dalam memahami dan mengapresiasi suatu karya seni. a. Deskripsi Langkah pertama dan yang terpenting dari empat langkah apresiasi adalah deskripsi, karena dalam deskripsi akan diperoleh informasi dasar yang akan digunakan dalam pembahasan langkah-langkah berikutnya. Hal pertama yang dilakukan dalam membuat deskripsi adalah mengidentifikasi karya dengan mengenali judulnya, seniman penciptanya, dan kapan karya tersebut diciptakan. Di samping itu perlu juga diketahui bahan dan media apa yang dipakai untuk mencipta karya tersebut. Informasi awal ini akan memberikan petunjuk awal tentang makna dan tujuan karya seni tersebut dibuat. Selanjutnya perlu dibuat daftar tentang apa saja yang dapat ditangkap dengan indera mata (penglihatan). Tidak perlu terlalu rinci, yang penting bentuk visual apa yang terlihat, misalnya sosok binatang, manusia, pepohonan, dan sebagainya. Pengamatan tersebut harus dilakukan secara objektif tanpa ada penafsiran. Apabila unsur-unsur karya tersebut tidak diketahui nama atau maknanya maka buatlah daftar tadi dengan hanya menyebutkan bentuk, raut, bidang, atau warna, misalnya sebutkan saja ada lingkaran berwarna merah, segitika biru kecil, warna lembut kehijauan dan sabagainya. Pada bagian akhir deskripsi ini adalah masalah teknis. Di sini perlu diungkap dengan cara apa karya tersebut dibuat. Apabila yang diapresiasi sebuah lukisan maka perlu diketahui jenis cat dan kanvas yang dipakai, alat yang dipakai apakah menggunakan kuas atau pisau palet. Teknik bahan dan alat tersebut akan dapat menghasilkan efek khusus dan bermakna khusus pula. Jadi langkah deskripsi ini hanya mengungkap data dan kondisi fisik visual yang terlihat atau dapat diraba atau diindera. b. Analisis Tahap atau langkah kedua ini berfokus pada hubungan antara sesuatu yang dapat dilihat pada sebuah karya. Pertimbangkan hubungan antara bentuk dan objek-objeknya, ukuran dari suatu objek atau bentuk akan menunjukkan posisinya pada ruang. Bentuk besar mengarahkan kedekatan dan ukuran objek kecil menunjukkan adanya jarak yang agak jauh. Hubungan antara objek dengan bentuk-bentuk tertentu yang berbeda ukurannya dalam suatu karya juga menimbulkan perbedaan. Objek yang besar cenderung lebih dominan dalam sebuah karya, dan menunjukkan bahwa ia memiliki kedudukan yang lebih penting dibanding objek lainnya dalam sebuah karya. Demikian halnya dengan bentuk yang tidak sama antara satu objek dengan objek-objek lainnya, juga warna atau unsur lainnya. Biasanya bentuk/ warna/ tekstur/ raut yang berbeda jauh dengan yang ada di sekelilingnya cenderung lebih menarik perhatian dan cenderung dominan dan memiliki posisi yang lebih penting. Ini semua mengarah pada kompisisi yang diterapkan pada karya tersebut, atau dengan kata lain dalam tahap analisis ini perlu diungkap aspek komposisinya, yaitu bagaimana unsur-unsur visual dipadukan atau dikomposisikan. Di samping itu perlu dilihat perencanaannya dan bagaimana karya tersebut didesain. c. Penafsiran atau interpretasi Tahapan ini oleh Feldman mungkin dianggap paling sulit, tapi juga sekaligus paling kreatif dan bermanfaat dalam empat tahapan ini. Cara terbaik untuk menjelaskan interpretasi ini adalah saat untuk menjelaskan tentang arti atau makna karya tersebut. Namun demikian penting juga dipakai data hasil pengamatan dan pengetahuan yang diperoleh pada dua tahapan sebelumnya untuk mendukung dan membenarkan penjelasan yang dibuat (Aland & Darby, 1991: 13). Dengan uraian tersebut pada tahapan interpretasi ini ingin diungkap makna suatu karya, dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh penciptanya lewat karya yang dibuatnya tersebut. d. Penilaian dan penghargaan Pada tahapan ini dilakukan pengambilan keputusan tentang nilai sebuah karya seni. Penentuan atau keputusan akan nilai karya yang diapresiasi bisa saja dipengaruhi oleh faktor besarnya harga nominal atau nilai historis atau hirarkis karya tersebut. Pada tahapan ini karya seni yang diapresiasi dinilai kualitas estetiknya, apakah karya tersebut termasuk karya yang berhasil atau gagal. Pengambilan keputusan ini tentu saja berdasarkan atas fakta dan analisis serta interpretasi dari penilai yang diperoleh melalui tiga tahapan sebelumnya. Selanjutnya bisa juga dinilai bagaimana atau di mana kedudukan karya seni tersebut kalau dibandingkan dengan karya yang sejenis. Namun demikian ada juga faktor luar yang mempengaruhi penilaian suatu karya misalnya dikaitkan dengan besarnya harga nominal karya seni tersebut atau pengaruh dari ahli yang sudah menyatakan bahwa karya tersebut termasuk berhasil baik. Pengaruh tersebut bisa berpengaruh bisa juga tidak, karena pada dasarnya suka atau tidak suka tidak bisa dipaksakan, jadi seorang apresiator bebas alam memberi komentar atau penilaian pada karya yang diapresiasinya. 3. Kegiatan mengapresiasi karya seni murni dan terapan Dilihat dari jenis fisiknya maka karya seni rupa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu seni rupa dwimatra dan seni rupa trimatra. Dwimatra berarti memiliki dua matra atau ukuran dalam hal ini adalah ada panjang dan lebar karya. Karena berbentuk dwimatra, karya tersebut hanya dapat dilihat dari satu arah pandang saja yaitu dari arah depan. Karya seni rupa dwimatra ini meliputi: seni lukis, seni grafis, gambar, dan sebagainya. Sedangkan seni rupa trimatra memiliki tiga ukuran/ matra, yaitu kecuali panjang, lebar, juga ada ruang atau volume. Karya trimatra ini mestinya dapat diamati dari berbagai arah yaitu dari depan, samping, atas, bahkan dari belakang. Karya seni rupa yang termasuk trimatra antara lain patung atau arca, keramik, seni bangun, monumen, dan sebagainya. Di samping itu ada beberapa karya yang secara fisik berupa karya trimatra, tetapi memiliki permasalahan dwimatra, misalnya relief, kolase, dan karya-karya lain yang bervolume tapi hanya dapat dilihat dari satu arah saja. Dilihat dari aspek fungsi maka karya seni rupa dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu seni murni dan seni terapan. Seni murni adalah suatu karya seni rupa yang diciptakan melulu sebagai media ekspresi estetik seniman penciptanya untuk mengungkapkan ide atau gagasan secara bebas tanpa terikat akan fungsi tertentu. Sedangkan seni terapan merupakan karya seni rupa yang diciptakan walaupun tidak terlepas dari ekspresi penciptanya tidak dapat lepas dari fungsi karya yang mengikatnya. Contoh karya seni rupa murni antara lain seni lukis, seni patung,seni grafis, seni keramik, dan sebagainya. Sedangkan seni terapan misalnya seni bangun (arsitektur), seni kerajinan tangan, seni animasi, karikatur, komunikasi visual, seni dekorasi, dan sebagainya. Share this: TwitterFacebook Tinggalkan Balasan