TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PENDEKATAN DAN METODE STUDI ISLAM URGENSI STUDI ISLAM INTERDISIPLINER DI ERA MILLENIAL Dosen: Zakiyuddin Baidhawy Oleh: Nur Winarsih: 1120100170019 PROGRAM STUDI “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM” PASCASARJANA IAIN SALATIGA 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan Islam bukan hanya sebagai agama monodimensi. Islam bukan hanya agama yang didasarkan pada intuisi mistis manusia dan terbatas hanya pada hubungan antara manusia dengan Tuhan. Ini hanyalah satu dari sekian banyak dimensi agama Islam. Untuk mempelajari aspek multidimensional dari Islam, metode filosofis niscaya dipergunakan untuk menemukan sisi-sisi terdalam dari hubungan manusia dengan Tuhan dengan segenap pemikiran metafisikanya yang umum dan bebas. Dimensi lain dari agama Islam adalah masalah kehidupan manusia di bumi ini. Untuk mempelajari dimensi ini harus dipergunakan metode-metode yang selama ini dipergunakan dalam “ilmu manusia”. Agama (Islam), dengan cara pandang seperti ini, tidak lagi berwajah tunggal (Single Face) melainkan memiliki banyak wajah (Multiface). Secara substantive-perennial agama merupakan system nilai (value system) yang bersumber dari dzat yang transhistoris, transtruktural, transcendental, realitas tertinggi, kebenaran mutlak dalam kesejatian abadi. Manusia sebagai penerima agama merupakan makhluk temporal- cultural, tidak tak terbatas dan terikat oleh ruang dan waktu. Oleh karenanya agama lebih merupakan tatanan kemanusiaan yang bersifatnormative, dan oleh karenanya dalam tataran aplikatif sangat tergantung pada bagaimana cara memahami dan menginterpretasikannya. Dalam perspektif ini, maka system nilai agama yang sacred-transcultural dan yang profane historical, antropogiskodisional tidak dapat terpisahkan. Pemahaman demi pengetahuan maupun reinterpretasi terhadap pesan-pesan Tuhan harus terus berlangsung secara dinamis, seiring dengan dinamika kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya transformasi dan internalisasi nilai-nilai transendental (transcendental values) agama dalam kesejarahan manusia, sehingga manusia menuju tatanan kehidupan yang rahmatan lil „alamin. Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang Islam khususnya, sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya. sehingga walaupun keadaannya amat bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah serta sejalah dengan data-data historis yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Dalam makalah ini, pemakalah akan menjelaskan tentang Studi Islam Interdisipliner. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam? 2. Bagaimana Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam? 3. Bagaimana Generasi Millenial? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendekatan dalam Studi Islam Dalam kamus besar bahasa Indonesia Pendekatan adalah Pertama, Proses perbuatan, cara mendekati. Kedua, usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode - metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Dalam bahasa inggris pendekatan diistilahkan dengan “Approach”, dalam bahasa Arab disebut dengan “Madkhal”.1 Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hal ini adalah agama Islam. Islam dapat dilihat dalam beberapa aspek yang sesuai dengan paradigmanya.2 Islamic Studies adalah studi tentang disiplin dan tradisi intelektual keagaamaan klasik menjadi inti dari Islamic Studies, karena ada di jantung kebudayaan yang dipelajari dalam peradaban Islam dan agama Islam, dan karena banyak muslim terpelajar masih memendangnya sebagai persoalan penting. Pengertian Islamic Studies sebagai studi tentang teks-teks Arab pra-modern utamanya karena itu mesti dipertahankan. Ketrampilan utama yang dibutuhkan adalah bahasa Arab.3 Islamic Studies adalah bukan sebuah disiplin, namun ia lebih merupakan kesalinghubungan anatara beberapa disiplin. Dalam bahasa metodologi, para peneliti meminjam serangkaian disiplin termasuk ilmu-ilmu sosial. Kurang tegasnya batasan- 1 2 3 Dr. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. hlm. 99. M Yatimin, Abdullah. Studi Islam Kontemporer. Hlm 58 Zakiyyuddin Baidhawy. Studi Islam pendekatan dan metode.hlm 2. batasan ini justru menyediakan peluang untuk memperkaya studi interdisipliner yang beragam.4 Pendekatan merupakan cara pandang atau paradikma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya di gunakan dalam memahami agama. Adapun jenis-jenis pendekatan yang dibutuhkan dalam studi islam adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan Historis Yang dimaksud dengan pendekatan historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah. Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan peristiwaperistiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya. jadi dengan mempelajari masa lalu orang dapat mempelajari masa kininya dan dengan memahami serta menyadari keadaan masa kini maka orang dapat menggambarkan masa depannya. Itulah yang dimaksud dengan perspektif sejarah. Contoh pendekatan historis yaitu ketika seseorang ingin memahami Alquran secara benar maka hendaknya ia juga mempelajari sejarah turunnya alquran atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya alquran. Hal ini bertujuan untuk memahami hikmah dari suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan memelihara syariat dari kekeliruan dalam pemahamannya5 2. Pendekatan Filosofis Yang dimaksud adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu 4 5 Ibid. Hlm 4 Abdullah Nata. Metodologi Studi Islam. Hlm 48 dengan menggunakan analisis spekulatif. Filsafat adalah berfikir secara sistematis radikal dan universal. Namun filsafat tidak mau menerima segala bentuk bentuk otoritas, baik dari agama maupun ilmu pengetahuan. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukanan Sidi Gazalba yang menurutnya adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.6 3. Pendekatan Sosiologis Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat. Sarjono soekanto mengartikan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan nilai. Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama, hal ini karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proposional dengan menggunakan ilmu sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bias jadi penguasa mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya nabi Musa harus dibantu nabi Harun, dan masih banyak contoh lainnya. Beberapa peristiwa tersebut dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosiologi. Disinilah letaknya sosiologi asebagai salah satu alat dalam memahami agama. Dalam buku berjudul Islam Altenative, Jalaluddin Rahmat menunjukkan berapa 6 Sidi, Gazalba. Sistematika Filsafat.Jilid 1. Hlm 15 besarnya perhatian agama dalam masalah sosial, dengan lima alasan sebagai berikut: a. Al-qur‟an atau kitab-kitab hadits yaitu berkenaan dalam urusan muamalab. Misal dalam surat Al-mukminun ayat 1-9 berisi mengenai orang yang khusyuk sholaynya, menghindarkan diri ari perbuatan yang tidak bermanfaat,menjaga amanat dan janji. b. Ditekankan masalah muamalah (sosial) dalam ibadah adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah dikerjakan sesuai mestinya. c. Bahwa ibadah mengandung segi kemasyarakatan lebih besar ganjarannya daripada perseorangan. d. Dalam urusan ibadah ada ketentuannya. Misal apabila tidak mampu melaksanakan puasa maka jalan keluarnya membayar fidyah dalam bentuk member makan orang miskin. e. Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar.7 Melalui pendekatan sosiologis agama akan dapat dipahami dengan mudah karena agama sendiri itu diturunkan untuk kepentingan sosial. B. Pendekatan Interdisipliner dalam studi Islam 1. Pengertian Pendekatan Interdisipliner Pendekatan Interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Dalam pemecahan masalahannya di bidang ekonomi dengan interdisipliner hanya dengan satu ilmu saja yang serumpun. Dari sudut ekonomi mikro di antaranya : dalam lingkup kecil “Rumah tangga” 7 Abuddin, Nata. Metodologi Studi Islam. Hlm 38 yang tidak sedikit para rumah tangga mengalami permasalahan ekonomi khususnya pada masalah kemiskinan, yang cara pemecahan masalahnya dengan salah satunya mencari pekerjaan yang menjanjikan, bekerja keras, tidak putus asa, tidak boros dalam artian tidak besar pasak dari pada tiang : besar pengeluaran dari pada pendapatan. Dari sudut ekonomi makro diantaranya : dalam lingkup luas “Pemerintah” yang pernah pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan BBM (bahan bakar minyak) dengan tujuan tertentu, tetapi bagi para masyarakat kebijakan tersebut tidak lah sesuai dengan kemampuan masyarakat, khusunya masyarakat awam/kecil. Sehingga kemiskinan pun semakin merajalela. Pemecahan masalahnya dengan pemerintah harus bisa melihat kebawah (masyarakat kecil), dan sejahterakan masyarakat.8 Dalam kamus bahasa Indonesia Interdisipliner berarti bidang studi atau pengelompokan sejumlah mata pelajaran yang sejenis atau memiliki ciri yang sama (mata pelajaran yang telah berkorelasi satu dengan yang lain). Pendekatan Interdisipliner merupakan pemahaman ilmu “agama islam” dengan menggunakan beberapa keilmuan yang saling berkaitan. Dalam mengkaji Islam dengan studi Interdisipliner haruslah dengan beberapa ilmu yang serumpun atau yang saling berkaitan. 2. Sejarah Pendekatan Interdisipliner Pendekatan Interdisipliner adalah kajian dengan menggunakan sejumlah pendekatan atau sudut pandang (Perspektif). Pendekatan ini muncul sebagai bentuk dari tuntutan modernitas dan globalisasi dalam mengkaji Islam yang saintifik dan secara serius melibatkan berbagai pendekatan. Pendekatan 8 https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121203214249AA6n7Pm monodisiplin tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan jaman yang dihadapi umat Islam di berbagai tempat. Pendekatan monodisiplin menekankan pada pengajaran Islam sebagai sebuah doktrin. Kajian Islam normative tersebut merupakan bagian panjang dari tradisi keilmuan Islam klasik. Kerangka studi demikian digunakan di berbagai belahan dunia Islam, khususnya di Mesir, Arab Saudi, Pakistan, Afganistan dan menjadi model kajian dominan di masyarakat Muslim di seluruh dunia. Kajian Islam secara normatif dalam pemikiran Islam terwujud dalam ilmu fiqh, ushul fiqh, hadits, ilmu hadits, tafsir, ilmu tafsir dan lain-lain. Wacana Islam secara normative, hingga saat itu menjadi bagian penting dalam kerangka keilmuan yang digunakan di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) terlebih di daerah-daerah). Paradigma yang bekerja dalam kajian normative sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abed al-Jabiri adalah paradigma bayani. Paradigma bayani adalah studi dan pemikiran yang berbasis pada teks (an-nash) dan mengutamakan proses berfikir deduktif-analogis-qiyas. Tumpuan utama paradigma ini adalah memahami teks melalui kaidah bahasa, yang kemudian menghadirkan kajian ushul fiqh klasik, sebagaimana diletakkan dasar-dasarnya oleh Imam Syafi‟i. Meskipun tetap diperlukan, paradigma bayani yang normative memiliki kelemahan: Pertama, paradigma bayani kurang memiliki pijakan realitas historis, sosiologis dan antropologis sehingga menimbulkan kesenjangan antara teori dan praktik. Kedua, paradigma bayani kurang mampu mengapresiasi perkembangan keilmuan yang berlangsung dengan cepat. Perkembangan ilmu-ilmu sosia dan humaniora, belum lagi sains dan teknologi, akan sulit direspons oleh paradigma tersebut. Akibatnya kajian Islam akan stagnan karena tidak mau beranjak dari posisi yang mapan berabad-abad yang lampau.9 Studi Islam tidak lagi terbatas kepada penggunaan paradigma bayani, melainkan dengan paradigma-paradigma yang lain. Kajian Islam dengan mengunakan pendekatan yang lain yaitu interdisipliner atau bidang ilmu dan disiplin adalah jawaban bagi tantangan dunia Islam saat ini. Tuntutan kajian Islam secara holistic sebenarnya disadari oleh para cendekiawan Islam era paruh kedua abad ke -20. Para cendekiawan muslim tersebut umumnya terdidik dalam dua tradisi keilmuan. Yaitu tradisi keilmuan Islam klasik dan sekaligus menimba ilmu dari tradisi intelektual dan keilmuan barat. Mereka mencoba melakukan sintesis antara kajian Islam klasik dengan pendekatan-pendekatan baru yang berkembang dalam studi agama dan sosial humaniora di barat. Para cendekiawan itu muncul dari berbagai penduduk muslim di berbagai dunia. Fazlur Rahman cendekiawan muslim dari Pakistan misalnya, memperkenalkan upaya pembaruan metodologi studi Islam, khususnya hukum Islam, dengan perangkat hermenuetika. Teori double movement (gerakan ganda) adalah salah satu kontribusinya. Begitu juga dengan al-hadd al a‟la dan al-had al-adna yang dikenalkan oleh Syahrur adalah sebagian dari contoh yang dilakukan oleh cendekiawan muslim kontemporer dalam upaya pembaharuan pemikiran Islam.10 3. Kerangka Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Islam Paradigma interdisipliner atau dalam istilah M. Amin Abdullah adalah interkoneksitas merupakan asumsi untuk memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia. Setiap bangunan keilmuan apapun, 9 M.Amin, Abdullah, Islam dalam Berbagai Pembacaan Konsep Kontemporer, Ahwan Fanani dan Tolhatul Chair (Ed.). hlm. 6-7 10 Ibid hlm 8 baik keilmuan agama (termasuk agama Islam maupun agama-agama lain), keilmuan sosial, humaniora, maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri. Ketika ilmu pengetahuan tertentu mengklaim dapat berdiri sendiri, merasa dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak memerlukan bantuan dan sumbangan dari ilmu lain, maka cepat atau lambat akan berubah menjadi narrowmindedness (untuk tidak menyebut fanatisme) terhadap partikularitas disipilin keilmuan. Kerjasama yang saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antar disiplin keilmuan akan lebih dapat membantu manusia memahami kompleksitas kehidupan yang dijalaninya dan memecahkan persoalan yang dihadapinya. Dalam satu studi, misalnya menggunakan pendekatan sosiologis, historis dan memecahkan persolan yang dihadapinya. Pentingnya pendekatan ini menurut Khoituddin Nasution semakin disadari keterbatasan dari hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual saja, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus. Bahkan mungkin bisa ditambah dengan pendekatan hermenuetik. Ketika membahas masalah yang berhubungan dengan kedokteran, seharusnya tidak cukup dengan kajian normative. Kajian normative akan lengkap bila diikuti dengan kajian kedokteran. Dengan cara seperti ini, persoalan dipahami akan lebih lengkap sebelum memutuskan status hukum menurut ajaran Islam. Demikian juga menjawab atau menyelesaikan hukum (status ternak) pertanian dan semacamnya. Untuk menentukan hukumnya harus dipahami lebih dahulu secara lengkap dari sisi ilmu peternakan dan ilmu pertanian. Kemudian ditetapkan status hukumnya. Seperti ini deskripsi cara kerja pendekatan interdisipliner untuk mengungkap esensi dari kajian suatu obyek.11 Kupasan di atas menghasilkan kesimpulan bahwa perkembangan pembidangan studi Islam dan pendekatannya sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Adanya penekanan terhadap bidang dan pendekatan tertentu dimaksudkan agar mampu memahami ajaran Islam lebih komprehensif sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang semakin lengkap dan kompleks. Perkembangan tersebut adalah suatu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi, karena tidak terjadi pertanda agama semakin tidak mendapat perhatian. Pendekatan interdisipliner menurut catatan Khoituddin Nasution, bukan hal yang baru dalam sejarah keilmuan klasik. Sejumlah teori (sejarah, antropologi, sosiologi, sastra, dan arkeologi, ilmu politik, filsafat, linguistik telah digunakan sejak lama oleh para ilmuan klasik meskipun teori-teori tersebut mengalami perkembangan. Ada beberapa teori yang mendapat penekanan pada beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan adanya kehausan untuk memahami ajaran Islam yang lebih sempurna. Munculnya teori-teori baru adalah sebagai respon terhadap fenomena kaum muslim yang semakin hari semakin maju dan kompleks. 4. Beberapa Pendekatan Interdisipliner a. Pendekatan Filsafat Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran , ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebat dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa 11 Nasution, Khoituddin. Pengantar Studi Islam. 2009, hlm. 222 Indonesia, poerwardaminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada dialam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik obyek fenomena.12 Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi berikut: 1). Segi semantik, filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia yaitu pengetahuan hikmah (Wisdom). Jadiphilosophia berarti cinta pengetahuan, kebijaksanaan, dan kebenaran. Maksudnya adalah orang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabdikan dirinya kepada pengetahuan. 2). Segi praktis; filsafat yaitu alam pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat disebut filosof. Yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh di dalam tugasnya filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan sesuatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Contoh pendekatan filsafat agama Islam, ajaran agama Islam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuan antara lain agar seseorang merasakan hidup berdampingan dengan orang lain, dengan mengajarkan puasa misalkan agar seorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dengan menggunakan pendekatan 12 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm ,42. filosofis ini seseorang akan dapat memberikan makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula mendapat hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan demikian ketika seoarang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan dan kebosanan, semakin mampu mengenali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritual yang dimiliki seseorang.13 Contoh yang kedua tentang kontroversi penafsiran iblis dalam al-Quran berawal dari rencana Tuhan untuk menciptakan dan mempersiapkan seorang khalifat di bumi. Dalam al-Qur‟an surat Al-Baqoroh ayat 30-34, peristiwa ini dijelaskan: Kisah iblis pada surat di atas, pada awalnya menggambarkan narasi penciptaan Adam yang oleh tuhan dianggap sebagai “the only one caliph on the earth”. Amanah kekhalifahan ini rupanya kurang mendapat simpatik di kalangan malaikat karena itu mereka “memprotes” dan “menolak” kebijakan tersebut. Dalam wacana tafsir klasik dan modern, persoalan pertama yang muncul ketika memperbincangkan eksistensi iblis itu adalah makna sujud, yasjudu.Terhadap kata ini semua mufasir baik klasik dan modern sependapat bahwa makna kata sujud yang dimaksud adalah sujud tahiyyat, penghormatan, bukan sujud dalam pengertian ibadah atau menghambakan diri pada Adam. At-tabari dan ar-Razi menafsirkan kata iblis pada ayat yasjuduberasal dari jenis malaikat.mereka berpendapat demikian dengan alasan bahwa kata “istisna”, semua malaikat sujud pada Adam kecuali iblis menunjukkan makna bahwa iblis itu berasal dari jenis mereka (malaikat).14 13 14 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, hlm , 43-44 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Cet.9, hlm.25 b. Pendekatan Sosiologi Dari segi sosiologi ini, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah tingkatan, yang salah satu implikasi teologis terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an dan hadist, sebagai contoh mengenai wanita. Wanita Islam dalam kontekstual adalah munculnya rasa takut dan berdosa bagi kaum wanita bila ingin “menggugat” dan menolak penafsiran atas diri mereka yang tidak hanya disubordinasikan dari kaum laki-laki, tetapi juga dilecehkan hak dan martabatnya. Akibatnya secara sosiologis mereka terpaksa menerima kenyataan-kenyataan diskriminatif bahwa lelaki serba lebih dari perempuan, terutama dalam hal-hal seperti: pertama, wanita adalah makhluk lemah karena tercipta dari tulang rusuk pria yang bengkok; kedua, wanita separuh harga laki-laki; ketiga, wanita boleh diperistri hingga empat; keempat: wanita tidak bisa menjadi pemimpin negara.15 c. Pendekatan Sejarah Melalui pendekatan sejarah , seseorang diajak menukik dari alam idealis kea lam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini , seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada dialam empiris dan historis. Pendekatan sejarah ini amat dibutuhkan dalam memahami agama , karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan . dalam hal ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam , menurut pendekatan sejarah . ketika ia mempelajari al-Qur‟an ,ia sampai pada suatu kesimpulan 15 M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, hlm 35 bahwa pada dasarnya, kandungan al-qur‟an itu terbagi menjadi dua bagian, bagian yang pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perunpamaan. C. Generasi Millenial Millennials atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 19802000an. Maka ini berarti millenials adalah generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini. Millennials sendiri dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Generasi millennials memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka lahir pada saat TV berwarna,handphone juga internet sudah diperkenalkan. Sehingga generasi ini sangat mahir dalam teknologi. Di Indonesia sendiri dari jumlah 255 juta penduduk yang telah tercatat, terdapat 81 juta merupakan generasi millenials atau berusia 17- 37 tahun. Hal ini berarti Indonesia memiliki banyak kesempatan untuk membangun negaranya. Tapi, kemanakah mereka pergi? Apakah mereka bersembunyi? Sungguh tidak, jika kita melihat ke dunia sosial media, generasi millennials sangat mendominasi jika dibandingkan dengan generasi X. Dengan kemampuannya di dunia teknologi dan sarana yang ada, generasi millenials belum banyak yang sadar akan kesempatan dan peluang di depan mereka. Generasi millennials cenderung lebih tidak peduli terhadap keadaan sosial di sekitar mereka seperti dunia politik ataupun perkembangan ekonomi Indonesia. Kebanyakan dari generasi millenials hanya peduli untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonisme. Memiliki visi yang tidak realistis dan terlalu idealistis, yang penting bisa gaya. Tidak terima dengan kalimat-kalimat diatas? Berikut ini adalah hal yang bisa kamu lakukan, jika ingin menjadi generasi millenials yang bermanfaat : 1. Berfikir Kritis Terbukalah dengan apa yang ada disekeliling kita, mulai dari masalah politik, ekonomi hingga sosial dan budaya. Jangan telan mentah-mentah informasi yang kamu dapatkan. Cobalah untuk berfikir kritis dan pikirkan apa yang bisa kamu kontribusikan untuk memecahkan masalah di sekitar anda. 2. Gunakan media sosial secara bijak Media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, tergantung bagaimana kamu menggunakannya. Maka gunakanlah dengan bijak, hindari penyebaran informasi tanpa fakta. 3. Bantu orang lain Memikirkan orang lain bukan berarti hanya memperhatikan keluarga kamu saja. Melainkan konsep masyarakat secara keseluruhan. Jika kamu dapat membantu 10 atau bahkan 100 keluarga sekaligus, kenapa harus cuma satu?16 16 https://rumahmillennials.com/siapa-itu-generasi-millenials/ BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Generasi Millenial adalah generasi yang lahir di era perkembangan teknologi, internet juga berperan besar dalam keberlangsungnya hidup mereka. Justru karena generasi ini adalah generasi melek teknologi maka studi islam dapat dikembangkan melalui teknologi. Para millenial muslim inggin menyampaikan bahwa berislam juga bisa menjadi modren berislam juga bukan teroris, mereka terbuka dalam bergaul, hidup berpindidikan tinggi dan survive dalam dunia modern. Mereka dilahirkan dalam keadaan muslim sekaligus dalam dunia modern membuat mereka menjadi generasi yang terbuka dan juga sekaligus tidak kehilangan identitas keislamannya. Kita juga bisa berdakwah dalam dunia millenial ini dengan beberapa pendekatan studi Islam contohnya kita menggunakan pendekatan histori yang didalamnya meninjau suatu permasalahan dari sudut pandang sejarah. Justru di era millenial ini sejarah atau histori bisa kita simpan dan kita dakwahkan menggunakan internet yang disitu akan dapat di akses oleh semua orang dan semua kalangan. Disinilah keuntungan dari generasi millenial. DAFTAR PUSTAKA Armai, Arief. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: ciputat press Abdullah, M Yamin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah Abdullah, M Yamin. 2009. Islam Dalam Berbagai Pembacaan Konsep Kontemporer, Ahwan Fanani dan Tolhatul Chair (ed). Jogjakarta: Pustaka Pelajar Baidhawy, Zakiyuddin. 2011. Studi Islam Pendekatan dan Metode. Jogjakarta: Bintang Pustaka Abadi Gazalba, Sidi. 1967. Sistematika Fisafat. Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang Harun, Nasution.1995. Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Cet 9. Jakarta: Bulan Bintang Khoiruddin, Nasution. 2009. Pengantar Studi Islam. Jogjakarta Nata. Abuddin. 2011. Studi Islam. Jakarta: Rajawali pers Nata, Abuddin. 2001. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Pesada. https://rumahmillennials.com/siapa-itu-generasi-millenials/Pukul 21.00 wib. 27 Des 2017.