Uploaded by User69406

injeksi piridoksin

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman
Belanda, sehingga teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi
mengalami dinamika yang begitu cepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil,
Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan Salep Mata) yang steril, mutlak bebas
dari jasad renik, pathogen atau non patogen, vegetatif atau non vegetatif (tidak ada
jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril berhubungan dengan
proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat
kimia) agar diperoleh kondisi steril. Tentunya disetiap Fakultas mendapatkan mata
kuliah tersebut, karena Teknologi Steril berperan penting dan menjadi Mata Kuliah
Wajib Farmasi.
Dalam Teknologi Steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana
menghasilkan atau membuat sediaan yang steril. Sediaan steril dapat dibuat secara
sterilisasi kalor basah, kalor kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan
teknik aseptik. Kemudian sediaan steril tersebut dilakukan uji sterilitas, uji
pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen).
Suspensi steril adalah padatan yang disuspensikan didalam media cair
yang sesuai dan tidak untuk disuntikkan intravena atau kedalam ruang spinal.
Dimana cara pembuatan dari suspensi steril adalah umumnya menggunakan teknik
aseptik dengan penambahan bakterisida.
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan lebih memahami tentang sediaan suspensi.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan membuktikan teori suspensi yang
sudah didapat dalam perkuliahan.
3. Mahasiswa dapat melatih keterampilan praktikum dan kerjasama dalam
kelompok.
4. Mahasiswa dapat memahami pelaksanaan Praktikum Teknologi Sediaan
Semisolid dan Liquid khususnya sediaan Steril.
5. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan.
6. Mahasiswa dapat menyusun hasil pengkajian praformulasi bahan aktif untuk
sediaan injeksi.
7. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan injeksi.
8. Mahasiswa dapat membuat rekomendasi untuk desain komponen, mutu,
proses pembuatan sediaan injeksi dan evaluasi sediaan injeksi dari hasil
pengkajian praformulasi.
9. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan IK pembuatan injeksi.
10. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mengoperasikan alat – alat untuk
pelaksanaan praktikum.
11. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan steril untuk
sediaan injeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sediaan Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
emulsi, larutan, atau serbuk steril yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah
parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa
yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian
lain dari rute oral.
Menurut rute pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan sebagai berikut:
Injeksi Intravena (iv).
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan atau tidak menimbulkan iritasi yang
dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan injeksi iv, harus
jernih betul dan bebas dari endapan atau pertikelpadat, karena dapat menyumbat
kapiler dan menyebabkan kematian.
Injeksi Subkutan
Umumnya larutannya isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis.
Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkanpada jaringan
dibawah kulit ke dalam alveola.
Injeksi Intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntukkan
masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.
Injeksi Intradermal
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan
sedikit(0.1-0.2ml).
Komponen sediaan injeksi :
1.
Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masingmasing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
2.
Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat
digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus
pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami,
oleum olivarum, oleum arachidis.
3.
Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat. Untuk menaikkan kelarutan obat
digunakan :
-
Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol,
propilenglikol, gliserin.
-
Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
-
Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
-
Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
-
Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
-
Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah
kelarutan steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan
dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat
suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan mengalami nekrosis, pada
pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat
menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di
dapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m.
dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi
luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
- Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan
larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa,
KNO3, dan NaNO3.
d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk
kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
e. Bahan Pengawet (preservatives)
- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
- Benzyl alkohol 2%
- Chlorobutanol 0,5%
- Chlorocresol 0,1-0,3%
- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
- Fenol 0,5%
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk
meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara
oksigen dalam udara dengan obat.
.
Tonisitas larutan sediaan injeksi :

Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi
dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen
dengan larutan 0,9% NaCl)

Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan
osmose dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik
(0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308
mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan
alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan ).

Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah
dari serum darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi
membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar
volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya selsel darah merah. Disebut Hemolisa.

Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi
dari serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari
sel darah merah melintasi membran semipermeabel dan
mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah, disebut
plasmolisa.
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan
suhu Sterilisasi.Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan
sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas perkamen
,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka
suhu tinggi dan dapat mengakibatkan pengraian dan penurunan kerja
farmakologinya.antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang
sebaiknya diracik secara aseptis.Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi
melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Sterilisasi Wadah
1.
Ampul
Setelah dicuci letakkan terbaring dalam kaleng bersih mulut lebar, tutup sedikit
terbuka. Sterilkan dalam oven suhu 170 oC30’. Setelah disterilkan tutup kaleng
dirapatkan dan dikeluarkan dari oven.
2.
Vial
Setelah dicuci dengan air suling, sterilkan dalam oven dengan posisi terbaring seperti
ampul. Tutup karet digodog dengan air suling selama 30’ kemudian dikeringkan
dalam setangkup kaca arloji dalam oven (jangan sampai meleleh!).
3.
Botol Infus
Setelah dicuci dengan air suling masukkan ke dalam kaleng bersih mulut lebar dan
biarkan sedikit terbuka kemudian disterilkan dalam oven suhu 250 oC selama
30’.Tutup karet disterilkan seperti tutup vial.
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar tidak tertutup
rapat dan disterilkan dalam oven selama 30’. Tutup tube direndam dalam alkohol 70%
selama 30’ dan dikeringkan dalam oven.
Evaluasi sediaan parenteral :
1.
Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat
oleh mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul
dimasukkan ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah
ampul terwarnai oleh larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan
berwarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada
ampul berwarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan
pengamatan pada cahaya UV.
2.
Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di
depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan
berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau
lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap
atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus
periksa mata.
3.
Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat
lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4.
Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan
tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level
(SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan
menggunakan aseptic,maka SAL =10 -4
5.
Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6.
Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih
dari volume yang tertera pada etiket.
7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu
1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah
dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai
bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak
boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh
menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
8.
pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara
konvensional) atau dengan alat pH meter.
2.2
Larutan
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat.
Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan
pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan,
seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam
cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula
larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan
padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.
Sediaan Steril

Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia
juga
persyaratan steril.

Steril berarti bebas mikroba.

Sterilisasi adalah proses untuk mendapatkan kondisi steril.

Sediaan steril larutan dapat berwujud:
1.
Injeksi Volume kecil
2.
Infus
3.
Tetes mata.
2.3
Syarat obat dikatakan berkualitas jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas
obat dalam terapi.
2. Safety, Keamanan ini antara lain meliputi keamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan efek
toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3. Aceeptable, Maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian
menarik dan mudah dipakai konsumen.
2.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sediaan:
1.
Terapi, meliputi:
a.
dosis efektif obat. Obat dibuat dalam dosiss yang disesuaikan dengan dosis
terapi efektif obat tersebut.
b.
lama penggunaan obat. Hal ni juga berpengaruh pada penentuan bentuk sediaan
obat yang akan dibuat dan besarnya dosis obat, sehingga pasien tetap merasa nyaman
selama terapi.
c.
farmakokinetka obat. Meliputi waktu paruh, absorpsi, t ½ eliminasi, Vd, Cl, dan
lain-lain.
2.
Sifat disika-kimia meliputi:
a.
ukuran partikel
b.
sifat alir
c.
kompaktibilitas
d.
ketahanan terhadap kelembapan
3.
pH dan osmolalitas injeksi
a.
Isohidris yaitu pH larutan sama dengan pH darah. Kalu bisa pH sama dengan
pH darah, tapi tidak selalu, tergantung pada stabilitas obat. Contoh: ijeksi aminofilin
dibuat sangat basa karena pada kondisi asam akan terurai. Dalam pembuatan
ditambahkan etilendiamin untuk menaikkan kelarutan dari aminofilin.
b.
Isotonis, yaitu tekanan osmosis larutan sama dengan tekanan osmosis cairan
tubuh. Di luar isotonis disebut paratonis, meliputi: hipotonis dan hipertonis.
c.
hipotonis yaitu tekanan osmosis larutan lebih kecil dari tekanan osmosis cairan
tubuh (NaCl 0,9%). NaCl jika terurai menjadi Na (15,1 mOsmol) dan Cl (154
mOsmol) sehingga total 308 mOsmol. Sedngkan tekanan osmosis cairan tubuh yaitu
300 mOsmol. Pada hipotonis, cairan masuk ke tubuh dan masuk ke sel darah merah,
sehingga sel darah merah bisa pecah(ireversibel)
d.
Hipertonis, yaitu tekanan osmosis larutan lebih besar dari tekanan osmosis
cairan tubuh. Air kan mengalir keluar dari sel darah sehinggga sel mengkerut
(krenasi), bersifat reversibel.
e.
Injeksi volume kecil Adalah sedian berupa larutan, emulsi atau suspense dalam
air atau pembawa lain yang cocok, steril dan digunakan secara parenteral yaitu dengan
merobek lapisan kulit atau lapisan mukosa.
2.5
Hal yang harus diperhatikan
a.
Cara sterilisasi basa

Autoclave (121oc selama 15 menit)
Alat-alat yang dimasukan kedalam autoclave ini adalah gelas ukur,
corong. Dan Bahan obat suntik adalah air untuk injeksi.

Kalor Kering
Oven
(menurut FI III pada suhu 150oc selama 1 jam)
( menurut FI IV pada suhu 250oc selama 15 menit)
Alat-alat
yang dimasukan adalah ampul, botol, infuse beling
(Flakon),Erlenmeyer.

Fixasi / Flambeer
Alat-alatnya adalah cawan uap, kaca arloji, pinset, sendok aluminium

Bakar dengan etanol
Alat-alatnya adalah lumping dan alu
Syarat-syarat obat suntik

Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek tiksik

Harus jernih, tidak boleh ada partikel padat kecuali yang berbentuk suspense

Tidak berwarna, kecuali bahan obatnya berwarna

Sedapat mungkin isohidris, artinya pH larutan injeksi sama dengan darah dan
cairan tubuh lain yaitu pH 7,4, yang dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan
tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat optimal

Sedapat mungkin isotonis

Harus steril
Bahan pembawa obat suntik
1.
Aqua pro injeksi
Aqua Pro Injeksi merupakan air yang di jernihkan dengan cara destilasi atau dengan
reverse osmosis. Aqua Pro Injeksi di buat dengan cara destilasi atau dua tahap RO.
Disimpan dan dialirkan pada suhu tinggi (80oC) untuk memperoleh kualitas standar
microbia.

Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat tidak
mengandung ion Ca 2+, CL-, NO3

Tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna

pH 5,0 – 7,0
2.
Aqua pro injeksi bebas O2 atau CO2

CO2 bersifat asamlemah, mampu menguraikan garam natrium ataupun
kalsium membentuk endapan

Aqua pro injeksi bebas O2 digunakan untuk melarutkan zat aktif yang
mudah teroksidasi
3.
Minyak Nabati
Syarat :
 Memenuhi syarat olea pinguia
 Harus jernih pada suhu 10cc
 Tidak berbau asing atau tengik
 Bilangan asam 0,2 – 0,9
 Bilangan iodium 79 – 128
 Bilangan penyabunan 185 – 200
Syarat air untuk injeksi
1.
pH 5,0 – 7,0
2.
bebas pirogen
3.
oksidator tidak lebih dari 5 ppm
4.
logam berat tidak lebih dari 0,1 ppm
5.
total karbonorganik tidak lebih dari 0,5 mg/l
6.
klorin tidak lebih dari 0,5 ppm
7.
amonia tidak lebih dari 0,1 ppm
8.
nitrat tidak lebih dari 0,2 ppm
Perhitungan isotonis
Contoh :
= 1 × 0,90 × 11,1
= 100 𝑚𝑙
Artinya jika 1 g vitamin B6 dilarutkan dalam 100 ml aqua pro injeksi maka akan
diperoleh larutan isotonis. Jika hasil yang peroleh hipertonis, perlu pengurangan
kadar bahan aktif atau penambahan zat pembawa sampai 100 ml.
Jika menurunkan kadar bahan aktif
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Data Praformulasi Bahan Aktif
Nama Bahan Aktif : Piridoksin HCl (Vitamin B6)
NO
ASPEK
1.
Nama Kimia
: Piridoksin HCl ( Vitamin B6)
2.
Rumus Kimia
: C8H11NO3.HCl
3.
Berat Molekul
: 205,04
4.
Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur putih atau hamper putih, stabil di
udara, secara perlahan – lahan dipengaruhi oleh cahaya
matahari
5.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam eter. Larutan mempunyai pH lebih kurang 3
6.
pH
: 3
8.
Farmakologi

Farmakodinamik dan fisiologi
Pemberian Piridoksin HCl secara oral dan parenteral tidak menggunakan
efek farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3 – 4 gr / kg BB
menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba. Tetapi dosis kurang
dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas. Piridoksal
phosphate di dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting
dalam metabolisme berbagai asam amino diantaranya transamilasi,
rasemilasi, triptofan, asam – asam amino.

Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksan dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui saluran
cerna, metabolisme terpenting dari ketiga bentuk saluran cerna.
Metabolisme terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam
piridoksal. Ekskresi melalui urin terutama dan bentuk 4-asam piridoksal
9.
Dosis
: 2,5 % - 5 %
10.
OTT
: Piridoksin HCl tidak dapat dicampur dengan larutan alkali,
garam besi dan larutan asam.
11.
Kontra Indikasi
: Tidak dapat diberikan kepada pasien yang resisten
12.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya
3.2 Data Pra formulasi Bahan Tambahan
Nama Bahan
Aqua pro Injeksi (pembawa)
Pemerian:

Bentuk
Cairan jernih

Warna
Bening/tidak berwarna

Bau
Tidak berbau

Rasa
Tidak berasa
Kelarutan
Dapat bercampur dengan pelarut polar
Indikasi
Sebagai pembawa untuk sediaan injeksi
Pemakaian lazim/Dosis obat
-
Stabilitas dan Penyimpanan
Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau plastic tidak
lebih besar dari 1 liter. Disimpan dalam wadah kaca tipe
I dan II.
OTT (Incompatibilitas)
Dalam formulasi farmasi air dapat bereaksi dengan obat
dan bahan-bahan yaitu dapat menghidrolisis air,
bereaksi keras dengan logam alkali.
Cara Sterilisasi
Dengan pemanasan atau penyaringan.
3.3 Perhitungan volume Pyridoxine HCl ( Vit B6) yang akan dibuat adalah :
NO
NAMA
FUNGSI
% LAZIM
% PAKAI
BAHAN
PER
BATCH
(10 AMPUL)
1.
Pyridoksin
Bahan Aktif
2,5%-5%
5%
1,6 gram
32ml
32ml
HCL
2.
Aqua
Pro Pembawa
Injeksi
Perhitungan Voulume Piridoksin yang akan di buat
R/ Injeksi Piridoksin HCL 2ml
Diketahui : E = 0,36 untuk kadar 2%
Volume vit B6 =  ( n + 2 ) V’+ ( 2 x 3 ) 
V’ = 2ml + 0,15 = 2,15
n
= 10
V = (10+2)2,15 + 6 = 31,8 ~ 31ml

Perhitungan Penimbangan bahan dan isotonis
W = 5 gram / 100 ml x 32 ml = 1,6 gram
V = W x E x 111,1
= 1,6 x 0,36 x 111,1
= 63,9936 ml
-
Artinya jika 1 g vitamin B6 dilarutkan dalam 64 ml aqua pro injeksi maka akan diperoleh
larutan isotonis. Sedangkan hasil yang kita peroleh hipertonis, sehingga perlu pengurangan
kadar bahan aktif
Jika Menurunkan Kadar Bahan Aktif
V = WxEx111,1
32ml = W x 0,90 x 111,1
W=
32
0,36x111,1
= 0,8 gram
Sehingga formulasi menjadi
R/
Pyridoxin
0,8 gram
Aqua PI
NO
ad 32 ml
NAMA
FUNGSI
% LAZIM
% PAKAI
BAHAN
PER
BATCH
(10 AMPUL)
1.
Pyridoksin
Bahan Aktif
2,5%-5%
4%
0,8 gram
32ml
32ml
HCL
2.
Aqua
Injeksi
Pro Pembawa
-
3.4 PROSEDUR PEMBUATAN

Penimbangan
1. Timbang masing-masing bahan
2. Masukan bahan pada masing-masing wadah tertutup

Pelarutan bahan aktif dan bahan tambahan
1. Larutkan vitamin B6 dHCl dalam API bebas pirogen
2. Tutup dengan aluminium foil

Penyaringan 1
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Saring campuran dan penghilangan pirogen dalam keadaan panas,
menggunakan corong yang dilapisi 2 kertas saring, dinginkan (penyaringan
ke-1)
3. Tutup Erlenmeyer dengan aluminium foil

Pencampuran
1. Pindahkan hasil saringan pertama
2. Tambahkan API ad 35 ml

Penyaringan ke - 2
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Saring hasil campuran dan penghilangan pirogen dalam keadaan panas,
menggunakan corong yang dilapisi kertas saring, dinginkan. (penyaringan ke2).
3. Tutup dengan aluminium foil

Pengisisan dan penutupan ampul
1. Siapkan buret 50ml yang sebelumnya telah disterilkan.
2. Masukan larutan kedalam buret.
3. Masukan larutan dari buret kedalam ampul dengan penambahan 0,1ml.
4. Aliri dengan uap air dan semprot dengan gas N2 .
5. Tutup ampul dengan cara dipanaskan

Sterilisasi Akhir
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Masukan sedian injeksi kedalam autoklaf 394oF selama 15 menit

Pengemasan
1. Metelah dingin, beri etiket pada sediaan
2. Masukan kedalam kemasan disertai dengan brosur
3.5 Evaluasi
a.
Organoleptis

Warna : menggunakan mata

Bau
: menggunakan hidung

Rasa
: menggunakan lidah
b.
Uji Kejernihan
Dengan visualisasi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengotor dengan cara :
 Periksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya
 Dengan menggunakan dasar hitam dan putih Jika pengotor berwarna
gelap dapat terlihat pada dasar putih dan sebaliknya.
c.
UJI PH
Cara :
Pemeriksaan pH dengan menggunakankertas indikator yang dicelupkan
ke
dalam larutan obat. Bandingkan dengan pH yang diinginkan.
d. Uji Kebocoran
Ampul di letakan di dalam zat warna metilen blue ( Biru metilen blue 0,5% 1% ) berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam
lubang ,dapat dilihat setelah bagian luar ampul di cuci untuk membersihkan
zat warnanya .
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATAN
Vitamin B6 / pyridoksin HCl ini mudah larut dalam air dan dibuat dalam bentuk
larutan-injeksi volume kecil karena dosis pemakaian vitamin B6 relatif kecil dan hanya
digunakan untuk satu kali pemakaian.. Pelarut yang digunakan adalah aqua pro injeksi
yang dapat melarutkan zat aktif secara sempurna.
Syarat-syarat obat suntik
a. Harus steril
b. Harus jernih, tidak boleh ada partikel padat kecuali yang berbentuk suspense
c. Tidak berwarna, kecuali bahan obatnya berwarna
d. Sedapat mungkin isohidris,
e. Sedapat mungkin isotonis
Sedangkan hasil pengamatan dari praktikum yang dilakukan:
1.
In Process Control
a. Penetapan pH
=7
pH yang diinginkan adalah 2,0-3,8, pH yang kita dapatkan adalah 7. Hasil ini
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2.
End Process control
a.
Uji kebocoran wadah = Tidak terdapat ampul yang bocor
Kebocoran wadah pada sediaan ampul ini, dilakukan dengan cara memasukan
sediaan injeksi kedalam zat warna metilen blue ( Biru metilen blue 0,5% - 1%
) berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam lubang
,dapat dilihat setelah bagian luar ampul di cuci untuk membersihkan zat
warnanya . Setelah di cuci tidak ada ampul yang bocor di buktikan dengan
tidak adanya zat warna yang berpenetrasi ke dalam ampul.
Organoleptis
b.
 Warna
= Jernih
 Bau
= Tidak berbau
 Rasa
= Agak keset
 Bentuk
= Larutan
Kejernihan
= Jernih
Tidak terlihat kotoran
4.2 Pembahasan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan kedalam kulit atau melaui kulit atau selaput lender. Pada praktikum kali ini
kami membuat sediaan parenteral volume kecil yaitu sediaan injeksi dengan pelarut larut air
dan sebagai zat aktifnya yaitu vitamin B6 atau Piridoksin HCl dengan rute IM. Dimana pada
pemberian IM sebaiknya isotonis, kadang dibuat sediaan hipertonis untuk mempermudah
absorpsi jaringan, volume yang disuntikkan 2 ml di daerah deltoid. Pada saat pengerjaan tidak
banyak kendala yang kami temukan karena dari data preformulasi vitamin B6 diketahui
kelarutan vitamin B6 vit B6 tergolong mudah larut dalam sehingga dibuat sediaan larutan
dengan pembawa air yaitu aqua pro injeksi.
pH stabilitas dari vitamin B6 yaitu pada pH 2,0-3,8 sehingga pH sediaan dibuat jauh
dari pH stabilitas zat aktif sehingga penguraian zat aktif kurang dapat diminimalkan dan
memberikan efek farmakologi yang kurang optimal.pH yang tidak sesuai dengan literatur
disebabkan karena terlalu banyak air yang sifatnya netral . Jika dihitung tonisitas sediaan kami
menggunakan metode turunnya titik beku dan didapatkan sediaan kami bersifat hipertonis
karena didapatkan hasil negate yaitu – 0.9397.
Piridoksin HCl yang kami gunakan disterilisasi dengan sterilisasi akhir menggunakan
autoklaf Seharusnya sebelum proses pencampuran, seluruh alat dan bahan harus disterilkan
terlebih dahulu sesuai dengan cara sterilisasi masing-masing alat, namun karena keterbatasan
waktu maka sterilisasi awal untuk alat dan bahan didispensasi.
Air merupakan suatu pembawa utama pada sediaan parenteral. Air juga digunakan pada
pencucian, pembilasan dan pada proses sterilisasi. Suplai air harus menjamin kualitas air yang
sesuai dengan kebutuhan mulai dari proses awal hingga akhir. Untuk kepentingan farmaseutik,
air perlu perhatian khusus seperti kontaminasi elektrolit, zat organik, partikel, gas terlarut
(CO2) dan mikroorganisma.
Air untuk injeksi harus memiliki kemurnian yang tinggi dan bebas pirogen. Untuk itu,
API yang kami gunakan dilakukan dengan proses pendidihan yaitu aquabidest dimasukkan
kedalam Erlenmeyer tutup dengan kaca arloji, kemudian dipanaskan pada penangas setelah
memdidih hitung selama 30 menit. Sediaan injeksi B6 kami tidak menggunakan pengawet
karena kami menggunakan dosis tunggal. Dan sesuai dengan formularium nasional, B6 juga
tidak memerlukan zat pengisotoni karena sudah hipertonis.
Langkah selanjutnya adalah proses pencampuran. Proses pencampuran dilakukan
dengan mencampurkan 15 ml API dengan vitamin B6 hingga larut . Selanjutnya hasil saringan
pertama di tambahkan API ad 35 digunakan saat pencampuran dan disaring. Pembilas
dilakukan untuk meminimalisir hilangnya zat aktif pada alat.
Kemudian dilakukan pengecekan pH dengan menggunakan indicator pH universal dan
didapatkan pH sediaan = 7 sedangkan pH stabilitas zat aktif = 2,0-3,8 sehingga perlu
ditambahkan asam encer dalam hal ini kami tidak menggunakan asam. Pemindahan sediaan
dari erlenmeyer kedalam ampul dilakukan dengan spuit. Setelah sediaan jadi, langkah
selanjutnya adalah penutupan mulut ampul dan disterilisasi akhir dengan autoklaf. Hal ini tidak
dapat dilakukan karena alat penutup ampul tidak tersedia saat itu dan waktu praktikum yang
sudah habis sehingga sediaan tidak disterilisasi akhir. Selanjutnya adalah evaluasi. Hal pertama
yang kami evaluasi adalah fisik sediaan yaitu bau dan warna. Sediaan kami tidak memiliki bau,
karena vit B6 bersifat tidak berbau dan dihasilkan sediaan yang berwarna bening. Selanjutnya
pH, pH sediaan kami adalah 7 yang tidak sesuai dengan data praformulasi kami yaitu piridoksin
HCl yang stabil pada pH 2 – 3,8.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
 Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. Klasifikasi sediaan parenteral
yaitu: Larutan sejati dengan pembawa air (Injeksi piridoksin HCl), larutan sejati dengan
pembawa minyak (injeksi vit K), larutan sejati dengan pembawa campuran (injeksi
phenobarbital), suspensi steril dengan pembawa air (injeksi calciferol), suspensi steril
dengan pembawa minyak (injeksi Bismuthsubsalisilat), emulsi steril (Infus Ivelip
20%), serbuk kering dilarutkan dengan air (Injeksi Solumedrol)
 Sediaan injeksi yang kami buat terdiri dari :
R/ Piridoksin HCl 0,8 gram
Aqua Pro Injection ad 32 ml
Piridoksin HCl berfungsi sebagai antidote, agen pemulihan kekurangan vitamin B6
dan suplemen nutrisi
 Piridoksin HCl yang kami gunakan disterilisasi dengan sterilisasi akhir
menggunakan autoklaf.
 Sediaan yang kami buat tidak menggunakan pengawet karena dibuat dalam dosis
tunggal dan tidak menggunakan pendapar karena sudah hipertonis. Hasil Sediaan vit
B6 kami memiliki kejernihan baik namun pH tidak sesuai yang diharapkan.
Dari evaluasi sediaan praktikum ini hasil pengamatan yang didapatkan adalah:
a. Penetapan pH
=7
b. Uji kebocoran wadah = Tidak Ada yang bocor
c. Warna = Jernih

Bau
= Tidak berbau

Rasa
= Agak keset

Bentuk
= Larutan
c. Kejernihan
= Jernih
5.2
Saran
1. Dalam pratikum harusnya dilakukan secara teliti dan cermat, efektif dan
efesien agar sediaan steril yang diperoleh baik, memenuhi syarat, tidak
mengandung jasad renik hidup baik vegetatif maupun non vegetatif, pantogen
dan non patogen.
2. Setiap langkah dalam tahapan – tahapan proses sterilisasi alat dan bahan harus
dilakukan dengan cermat.
3. Dalam hal peralatan diharapkan lebih lengkap lagi agar semua praktikum
dapat dilaksanakan dan mahasiswa lebih memahami.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta.
2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Empat.
Jakarta.
3.
Anief, Prof.Drs. Moh.Apt. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM-Press.
4.
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-Press.
5.
Bagian Farmakologi FKUI. 1994. Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat. Jakarta : UIPress.
6.
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik. Jakarta : UI-Press.
7.
Martindale. 1972. The Extra Pharmacopeia. 28th Ed. London : The Pharmaceutical Press.
8.
Mutschler, Ernest. 1985. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.
9.
Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient Second
Ed. London : The Pharmaceutical Press.
LAMPIRAN
1. Kertas Kerja Perumusan karakter sediaan.
2. Rancangan Produk / Sediaan
3. Data Praformulasi Bahan Aktif dan Bahan Tambahan
4. Formulir Pemecahan Masalah
5. Cara pengawasan Mutu dan Instruksi Kerja
6. Evaluasi sediaan
7. Lembar sterilisasi
Download