1 Peluang dan Tantangan Industri Kosmetika dalam Rangka Harmonisasi ASEAN 2 Perizinan Kosmetika 3 PENUTUP • Globalisasi merupakan proses keterbukaan dunia untuk mengakses informasi maupun hal-hal real lain melalui perdagangan maupun kemudahan mobilisasi manusia dari satu tempat ke tempat lain. • Untuk dapat melakukan perdagangan di tingkat global perlu adanya harmonisasi standar yang dapat diterima oleh dunia internasional. • ASEAN dalam rangka memperkuat diri di posisi global juga mengharmonisasi standar ASEAN agar produk-produknya berdaya saing di tingkat global • • ASEAN memegang peranan penting dalam perdagangan global, apapun produk katagorinya. Dengan pasar > 500 juta orang jika dibandingkan Uni Eropa yang hanya > 300 juta. Infrastruktur harus dipersiapkan dengan baik agar pasar Indonesia tidak menjadi target “dumping”, serta industri terutama UKM siap dan tidak tereliminasi di pasar lokal, regional dan global. 1 2 3 Untuk meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN dalam rangka menjamin mutu, keamanan dan klaim manfaat dari semua kosmetika yang dipasarkan di ASEAN. Menghapus hambatan perdagangan kosmetika melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan satu standar. Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN. • Semua Negara ASEAN bisa memasarkan produk kosmetikanya di Indonesia dengan mudah. Dan Indonesia adalah pasar terbesar di ASEAN. • Perusahaan kosmetika dituntut untuk meningkatkan efisiensinya agar bisa terus bersaing. • Untuk itu maka perusahaan kosmetika yang ada mau tidak mau harus menerapkan ASEAN Cosmetic Directive (ACD) dan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) • • Karena standar yang sama, maka produk kosmetika Indonesia bisa dipasarkan di seluruh negara – negara ASEAN. Bagi toll manufacturing, bisa menerima order dari seluruh negara – negara ASEAN. PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian; 9. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005; 10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan dan Organisasi Kementerian Negara; 11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per /XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/PerNI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; 1. Kosmetika: Bahan atau sediaan yg dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. 12 2. Izin produksi adalah izin yang harus dimiliki oleh pabrik kosmetika untuk melakukan kegiatan pembuatan kosmetika. 3. Industri kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. 4. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPKB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. 5. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. 7. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. 8. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 9. Kepala Balai adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. 1) Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. 2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri. • Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetika. • Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus memiliki izin produksi. • Izin produksi sebagaimana dimaksud diberikan oleh Direktur Jenderal. • Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. • Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang akan dibuat. • Izin produksi sebagaimana dimaksud dibedakan atas 2 (dua) golongan sebagai berikut : – Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika; – Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. • Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Kepala Badan. • Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan CPKB. • CPKB sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penerapan CPKB ditetapkan oleh Kepala Badan. PERSYARATAN Izin Produksi Berdasarkan Golongan : Uraian Penanggung jawab Golongan A Apoteker Golongan B Tenaga Teknis Kefarmasian (S1 Farmasi, D3 Farmasi, Asisten Apoteker, Analis Farmasi) Jenis produk Memproduksi semua jenis produk Produk tertentu dengan peralatan sederhana Fasilitas » Sesuai Produk » Ada Laboratorium » Sesuai Produk » Tidak Harus Ada Lab Persyaratan CPKB Hygiene, Sanitasi dan Dokumentasi 19 TATA CARA MEMPEROLEH IZIN PRODUKSI(1) Permohonan Izin produksi Industri Kosmetika Gol A Kelengkapan: a. surat permohonan b. fc izin usaha industri/ tanda daftar industri c. nama direktur/pengurus d. fc KTP direksi perusahaan e. susunan direksi/pengurus f. surat pernyataan direksi/pngurs tdk terlibat dlm pelanggran peraturan perundang2an bidang farmasi g. fc akta notaris pendirian perusahaan h. fc NPWP i. denah bangunan disahkan Ka BPOM j. bentuk & jenis sediaan kosmetika yg dibuat k. daftar peralatan yg tersedia l. surat pernyataan kesediaan bekerja sbg apoteker PJ m. fc ijazah & STRA PJ yg dilegalisir n. PNBP TATA CARA MEMPEROLEH IZIN PRODUKSI(2) Permohonan Izin produksi Industri Kosmetika Gol B Kelengkapan: a. surat permohonan b. fc izin usaha industri/ tanda daftar industri c. nama direktur/pengurus d. fc KTP direksi perusahaan e. susunan direksi/pengurus f. surat pernyataan direksi/pngurs tdk terlibat dlm pelanggaran peraturan perundang2an bidang farmasi g. fc akta notaris pendirian perusahaan h. fc NPWP i. denah bangunan disahkan Ka BPOM j. bentuk & jenis sediaan kosmetika yg dibuat k. daftar peralatan yg tersedia l. surat pernyataan kesediaan sbg PJ m. fc ijazah & STR PJ yg dilegalisir n. PNBP Alur Tata Cara Memperoleh Izin Produksi Pemohon Dirjen Ka BPOM Ka Dinkes Prov Ka Balai POM Permohonan Tembusan 1 Tembusan 2 7 HK Evaluasi thd persyaratan adminstratif Tembusan 3 14 HK 7 HK Rekomendasi Tembusan 7 HK 14 HK Menyetujui, Menunda, atau Menolak Izin produksi kosmetika Rekomendasi Terima hasil analisis Pemeriksaan kesiapan/ pemenuhan CPKB utk Gol A, & kesiapan pemenuhan higiene sanitasi/ & dok utk Gol B Tembusan 14 HK Analisis hsl pemeriksaan Tembusan PERUBAHAN IZIN PRODUKSI Harus dilakukan perubahan izin produksi: • • • • Perubahan golongan, penambahan bentuk & jenis sediaan, pindah alamat/lokasi, perubahan nama direktur/pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yg sama atau nama industri *) Permohonan perubahan izin produksi sesuai alur Tata Cara Memperoleh Izin Produksi, kecuali *) tdk dilakukan proses terkait CPKB (Adendum) 23 PENCABUTAN IZIN PRODUKSI Izin produksi dicabut : a. Atas permohonan sendiri b. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang c. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang d. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut e. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika 24 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN • Pembinaan terhadap pabrik kosmetika dilakukan secara berjenjang oleh Kepala Dinas dan Direktur Jenderal. • Pengawasan terhadap produk dan penerapan CPKB dilakukan oleh Kepala Badan. • Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengantanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan. KETENTUAN PERALIHAN Pada saat peraturan ini mulai berlaku: a. Permohonan izin produksi yg sedang dalam proses diselesaikan berdasarkan Permenkes No. 236/Menkes/Per/X/1977 ttg Perijinan Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan b. Pabrik kosmetika yang telah memiliki izin produksi wajib melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan ini diundangkan. c. Peraturan ini ditetapkan tgl 20 Agustus 2010 26 TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI Mengeluarkan Rekomendasi Izin Produksi Kosmetika. Tahapan: I. 1. Berkas diterima dari pemohon 2. Lakukan pengecekan terhadap kelengkapan berkas 3. Berkas tidak lengkap ditolak II. 1. Lakukan peninjauan ke sarana produksi kosmetika oleh tim penilai 2. Buat berita acara administrasi hasil peninjauan lapangan 3. Buat Rekomendasi izin produksi kosmetika dari Ka.Dinkes Provinsi yang ditujukan ke Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes. 27 Pilot project Peningkatan Daya Saing Industri Kosmetika Nasional DIT. BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN KEMENTERIAN KESEHATAN 2013 Tujuan PP Mendapatkan Pola Pembinaan yang Tepat Mendapatkan pola pengembangan industri kosmetika yang tepat Menggali potensi bahan alam Indonesia menjadi produk unggulan Meningkatnya Daya Saing Industri Kosmetika Nasional Pelaksanaan Pilot Project INDUSTRI SEBELUM INTERVENSI INTERVENSI INDUSTRI SETELAH INTERVENSI COACHING TRAINING FASILITASI (PAMERAN, SERTIFIKASI BAHAN BAKU, PEMBERIAN REFERENSI KEMENKES ASOSIASI KUMKM BPOM Intervensi INDUSTRI Perindustrian INDIKATOR KEBERHASILAN PP 1. Adanya Peningkatan Pemenuhan CPKB 2. Dapat melakukan notifikasi sendiri lengkap dengan penyusunan DIP 3. Semua produk ternotifikasi 4. Penambahan jenis sediaan 5. Perluasan jangkauan pemasaran 6. Peningkatan uji laboratorium terhadap produk 7. Kenaikan Omset • Tantangan harmonisasi kosmetika ASEAN harus bisa kita jadikan peluang. • Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetika, yang memiliki izin produksi dan wajib menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik. • Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. • Penggunaan bahan berbahaya/bahan yang dilarang dalam kosmetika sangat membahayakan kesehatan dan bahkan mengakibatkan kematian, dan merupakan tindakan pidana. L/O/G/O TERIMA KASIH