Uploaded by User67820

BAB I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan ditentukan dan diukur
dengan angka kematian ibu dan kematian perinatal, sedang kesejahteraannya ditentukan
oleh penerimaan gerakan keluarga berencana. Mengingat peran wanita yang sangat vital
dalam pembangunan bangsa maka kesejahteraan wanita perlu diperhatikan. Salah
satunya adalah dengan memperhatikan permasalahan yang sedang dihadapi wanita saat
ini yaitu masih tingginya Angka Kematian Ibu. (Manuaba, 2010)
Diseluruh dunia setiap menitnya, 380 wanita mengalami kehamilan, 190 wanita
menghadapi kehamilan tidak diinginkan, 110 wanita mengalami aborsi yang tidak aman
dan 1 wanita meninggal. Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu
langsung. Pola penyebab kematian langsung dimana–mana sama, yaitu perdarahan
(25% biasanya perdarahan paska persalinan), sepsis (15 %), hipertensi dalam kehamilan
(12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab-sebab lain
(8%).
(m.voaindonesia.com/a/angka-kematian-ibu-melahirkan-naik-kemenkes-terus-
tingkatkan-kualitas-layanan/1812785.htmn diunduh November 2014)
Berdasarkan penelitian WHO, selama tahun 2010 terdapat 536.000 wanita yang
meninggal disebabkan komplikasi kehamilan dan persalinan, maka didapatkan 400 ibu
yang meninggal setiap 100.000 kelahiran hidup dari seluruh kematian maternal di dunia.
Sedangkan menurut data Depkes RI pada tahun 2010 sebanyak 99 % kematian ibu
akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara – negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara – negara berkembang merupakan tertinggi dengan 450 kematian
1
ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9
negara maju 51 negara persemakmuran.
Jumlah Angka Kematian Ibu di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Menurut Depkes RI tahun 2008 jika
dibandingkan AKI Singapura adalah 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Malaysia
mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI Vietnam sama seperti Negara
Malaysia, sudah mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 112 per 100.000
kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Masih menurut data dari Depkes pada tahun
2010 penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan
persalinan terutama yaitu perdarahan 28 % dan sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11
%, partus lama 5% dan abortus 5 %. Demikian pula Angka Kematian Bayi, khususnya
angka kematian bayi baru lahir, angka kematian bayi di Indonsia masih berada dibawah
dibandingkan negara ASEAN lainnya yaitu Singapura 3 per 1000, Brunei Darussalam 8
per 1000, Malaysia 10 per 1000, Vietnam 18 per 1000, Thailand 20 per 1000 dan
Indonesia sendiri yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup.
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir tahun 2012
Angka kematian ibu di Indonesia mengalami kenaikan yang drastis jika dibandingkan
dengan tahun 2007 yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Namun demikian,
angka kematian bayi mengalami penurunan meski tak berbeda jauh dengan hasil Survey
Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 yaitu 34 per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 32 per 100.000 kelahiran hidup.
2
Salah
satu
tujuan
pembangunan
millenium
(Millenium
Development
Goals/MDG’s) adalah menurunkan AKI sebanyak tiga perempat dari angka nasional
pada tahun 2015. Selain itu, kesepakatan global Millennium development Goals
(MDG’s) menargetkan AKI di Indonesia dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan untuk AKB adalah 23/100.000. Upaya
penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi
90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Hal ini berdasarkan kenyataan
bahwa lebih dari 90 % kematian ibu disebabkan komplikasi obstetrik, yang sering tak
dapat diramalkan pada saat kehamilan. Kebanyakan komplikasi itu terjadi pada saat atau
sekitar persalinan.
Beberapa faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia menurut SDKI
(2012) masih didominasi oleh faktor obstetrik yang tidak diduga sebelumnya. Faktor
obstetrikini antara lain perdarahan (42%), eklampsi/preeklampsi (13%), abortus (11%),
infeksi (10%), partus lama/macet (9%) dan penyebab lain (15 %). Sedangkan faktor
penyebab tidak langsung kematian ibu dikarenakan faktor terlambat dan terlalu. Ini
semua terkait dengan faktor akses, sosial budaya, pendidikan, dan ekonomi.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012
menunjukan bahwa AKI berjumlah 747 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
berjumlah 355 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Kota Depok yang merupakan salah
satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat jumlah angka kematian ibu pada tahun
2007 sebesar 18 kasus, 2008 sebesar 17 kasus, 2009 sebesar 13 kasus dan dari bulan
januari hingga september 2010 berjumlah 11 kasus. Rata – rata penyebab kematian ibu
disebabkan karena perdarahan dan kurang gizi. Kematian itu terjadi saat melahirkan dan
3
masa nifas atau 40 hari setelah melahirkan. Jumlah kematian ibu melahirkan pada
tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2009, Kota Depok menduduki peringkat ke 18
dengan 19 kasus. Dan menurut Laporan KIA Kab/Kota tahun 2012 jumlah kematian ibu
sebesar 64 kasus per 40.381 kelahiran hidup. Sedangkan jumlah angka kematian bayi
muda (neonatal) dini dengan usia 0-7 hari dari bulan januari hingga September 2010
sebanyak 35 kasus, tahun 2007 sebanyak 98 kasus, tahun 2008 sebanyak 16 kasus dan
tahun 2009 sebanyak 73 kasus. Kematian bayi neonatal lanjut (8-28 hari) dari bulan
januari hingga September 2010 berjumlah 3 kasus, tahun 2007 mencapai 16 kasus, dan
2009 13 kasus. Kematian bayi dibawah 5 tahun (balita) tahun 2010 berjumlah 3 kasus,
tahun 2007 berjumlah 33 kasus, tahun 2008 berjumlah 16 kasus, dan tahun 2009
berjumlah 31 kasus. (Profil Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2014)
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Dalam
pendekatan risiko, dinyatakan semua ibu hamil berpotensi terjadi komplikasi dalam
persalinan. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah ketuban pecah dini (KPD).
Hal ini dapat menyebabkan resiko infeksi maternal neonatal dan perdarahan antepartum.
Seperti yang telah diketahui bahwa penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan,
infeksi, hipertensi, partus macet dan aborsi. Sedangkan kematian janin dapat disebabkan
oleh faktor maternal seperti infeksi, faktor fetal seperti hamil kembar, serta faktor
plasental seperti ketuban pecah dini dan prolaps tali pusat. (Saifuddin Abdul Bari,
2008).
Data yang diperoleh dari RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Depok
menunjukan jumlah kasus Ketuban pecah dini di bulan januari sampai maret 2015
sebanyak 60 kasus. Hal ini bisa dibayangkan jika dalam tiga bulan terjadi 60 kasus
4
maka dalam setahun dapat terjadi 240 kasus. Hal ini membutuhkan penanganan yang
tepat dan dini untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah
KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang
terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Taufan Nugroho, 2012 Hal
150).
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai konstribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang
kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat
komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan
RDS (Respiration Dystress Syndrome). (Taufan Nugroho, 2012 Hal 150).
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas, maka usaha
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Faktor yang
berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD yaitu fisiologi selaput amnion,
inkompetensi serviks, infeksi vagina/serviks, kehamilan ganda, polihidramnion, trauma,
distensi uteri, stress maternal, stress fetal, infeksi, serviks yang pendek, serta prosedur
medis. (Eni Nur Rahmawati, 2011 Hal 128).
Ketuban pecah Dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelolah ketuban pecah dini (KPD) akan membawa akibat meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi. Penatalaksanaan ketuban pecah dini
5
masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan. Apabila segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah cesar dan apabila menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi choriomnionitis. (Deltrian_pdf, diakses tanggal 31 Agustus 2014).
Berdasarkan dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas
masalah ketuban pecah dini (KPD) dengan pendekatan asuhan kebidanan dengan judul
“Asuhan kebidanan Pada Ny N dengan Ketuban pecah Dini Di RS Bhayangkara Brimob
Kelapa Dua Depok.”
1.2
Rumusan Masalah
Masih tingginya Angka Kematian Ibu secara nasional di Indonesia yakni 359 per
100.000 kelahiran hidup dan di kota Depok yang merupakan salah satu kabupaten yang
ada di provinsi Jawa Barat sebagai kota tempat studi kasus juga masih memiliki Angka
Kematian Ibu yang cukup tinggi yaitu sebesar 64 kasus per 40.381 kelahiran hidup,
serta tingginya angka kejadian Ketuban Pecah Dini d RS Bhayangkara Brimob Kelapa
Dua Depok membuat penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan kebidanan Pada Ny N
dengan Ketuban pecah Dini Di RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Depok.”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny N dengan Ketuban
Pecah Dini di RS Bhayangkara Brimob Kelapa Dua Depok.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
Dengan studi kasus ini diharapkan Penulis dapat :
1. Melakukan pengkajian pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini.
2. Menginterpretasikan data yang diperoleh dan memutuskan diagnosa, masalah,
dan kebutuhannya.
3. Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial yang dapat terjadi
berdasarkan diagnosa dan masalah yang ditemukan.
4. Menentukan kebutuhan dan tindakan segera sebagai kewaspadaan diri jika
diagnosa dan masalah potensial terjadi.
5. Menyusun rencana asuhan yang akan diberikan pada pasien secara menyeluruh.
6. Melaksanakan tindakan tindakan sesuai yang telah direncanakan dengan baik
dan benar.
7. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.
1.4
Manfaat Penulisan
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan bagi tempat penelitian khususnya petugas penolong persalinan
agar dapat menindaklanjuti hasil asuhan yang diberikan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai pengembangan dalam pembelajaran khususnya mata kuliah asuhan
kebidanan IV (patologi dalam persalinan), serta menambah bahan perpustakaan
dan dikembangkan pada asuhan selanjutnya.
7
3. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada ibu bersalin
dengan Ketuban Pecah Dini.
1.5
Metode Memperoleh Data
Dalam melaksanakan tugas studi kasus ini, penulis memperoleh data melalui
studi kepustakaan, studi pendahuluan, membaca rekam medic pasien, anamnesa
langsung kepada pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang baik melalaui
laboratorium maupun dengan alat-alat penunjang lainnya.
1.6
Ruang Lingkup
Dalam penulisan studi kasus ini dibatasi dengan ruang lingkup yang mencakup
asuhan kebidanan pada Ny N G4P2A1 hamil 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini di
RS Bhayangkara Brimob Kelapa dua Depok pada bulan 3 April 2015.
8
Download