Uploaded by User66520

SKRIPSWEET3.0

advertisement
BAB I
1.1 Latar Belakang
Pornografi
merupakan
istilah
yang
digunakan
untuk
mengungkapkan segala sesuatu yang bersifat seksual. Menurut Armando
2004, pornografi adalah materi yang disajikan menggunakan berbagai jenis
media dengan tujuan untuk membangkitkan hasrat seksual. (Kurniawan &
Creativity, 2017) menjelaskan pornografi sebagai penggambaran tubuh atau
aktivitas perilaku seksual manusia secara terbuka dan ditujukan untuk
memicu gairah seksual pada individu yang mengkonsumsinya. Kata
pornografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu porne dan graphein.
Porne yang berarti prostitusi dan grapste yang berarti tulisan, menulis,
gambar atau menggambar. (Giles, 2003) Atau secarah harafiah dapat
diartikan sebagai penggambaran kegiatan prostitusi.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia no.44 tahun 2008 pasal
1 ayat 1 tentang pornografi menyatakan bahwa :
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh
atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma
kesusilaan dalam masyarakat.”
Tidak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana bentuk pornografi yang
paling awal. Namun bukti sejarah mengenai ekspresi pornografi dalam
kebudayaan barat telah ada sejak masa Yunani Kuno, berbentuk nyanyiannyanyian cabul yang dipersembahkan untuk menghormati salah satu dewa
dalam kepercayaan Yunani Kuno yakni dewa Dionysius (Downs, 2005).
Sedangkan jejak pembuatan konten porno baik berupa foto maupun video
baru ditemukan jauh setelah itu, sekitar akhir tahun 1907-1912 di Argentina,
dan disebarkan secara besar-besaran pada kisaran tahun 1980-an, dimana
produsen konten porno mulai dilegalkan dibeberapa negara dan dapat
disebarluaskan dengan memanfaatkan berbagai jenis media (cetak, audio,
audiovisual), baik secara legal maupun terselubung (Taufik, 2013).
Persebaran konten pornografi mulai meluas seiring dengan perkembangan
internet yang terjadi pada awal tahun 2000-an. Hingga tahun 2017 telah
teridentifikasi lebih dari 3juta video porno terunggah di internet dari
berbagai situs porno aktif diseluruh dunia, dengan total durasi lebih dari
500.000 jam. Yang berarti jika ditonton secara terus menerus, akan
menghabiskan waktu sekitar 68 tahun untuk menonton semuanya,
(PornhubInsight, 2017) .
Di Indonesia internet mulai berkembang pada tahun 1990-an,
diawali dengan didaftarkannya Protokol Internet (IP) yang pertama oleh
Universitas Indonesia pada tahun 1988, dan di ikuti munculnya IndoNet,
yang merupakan Internet Service Provide (ISP) komersial pertama di
Indonesia dengan memanfaatkan sistem Dial-up untuk menghubangkan
pengguna pada internet (Kurnia, 2015).
Pada tahun 2016, Indonesia menjadi salah satu negara dengan
pengguan internet terbanyak, tercatat sebanyak 132,7 juta orang di
Indonesia telah terhubung internet, jumlah ini meningkat sekitar 51.8%
dibandingkan pada tahun 2014 (Widiartanto, 2016). Jika dibandingkan
dengan jumlah pengguna pada tahun 2017 prosentase meningkat menjadi
62,6%.
Sumber : infografis penetrasi dan perilaku pengguna internet di
Indonesia 2017
(APJII, 2017)
Perkembangan internet juga mulai mempengaruhi area pengguna
untuk mengakses internet itu sendiri, pada awalnya internet hanya di akses
dalam area pendidikan atau perkantoran saja, namun berdasarkan laporan
dan survey yang dilakukan oleh (APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia), 2016) bahwa 69,9% atau sebanyak 92,8 juta
responden yang tersebar diseluruh Indonesia menyatakan bahwa
responden tidak memiliki tempat tetap untuk mengakses internet. Yang
berarti bahwa rata-rata pengguna internet menggunakan perangkat yang
mudah dibawa, sehingga mempermudah pengguna untuk mengakses
internet dimanapun. Data tersebut juga di dukung oleh hasil survey APJII
yang menyebutkan bahwa 44,16% orang Indonesia mengakses internet
melalui smartphone atau telephone genggam pribadi, 4,49% menggunakan
komputer atau laptop pribadi dan 39,28% menggunakan keduanya (APJII,
2017).
Sumber :
infografis penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia 2017
(APJII, 2017)
Memanfaatkan perangkat pribadi dalam mengakses internet
merupakan salah satu bentuk keuntungan dan kemudahan yang didapat
oleh pengguna intrernet dalam hal kebebasan mengakses internet,
dimanapun dan kapanpun.
Terbukanya akses internet memungkinkan pengguna untuk
mengakses bermacam-macam situs dengan berbagai fasilitas dan sarana
yang dapat mempermudah penggunanya untuk mendapatkan informasi,
baik dalam bentuk teks, foto, video, dan suara secara multimedia yang
sangat interaktif, (Oneto & Sugiarto). Termasuk didalamnya situs yang
menyajikan konten pornografi atau seks secara eksplisit dan tidak layak
untuk dikonsumsi oleh remaja. (Yulianto, 2014).
(Ropelato, 2006) dalam (Markey & Markey, 2012) menyatakan
bahwa diperkirakan ada 372 individu yang menuliskan kata kunci yang
berhubungan dengan konten pornografi perdetik, melalui mesin pencarian
(search engine) seperti google dan sejenisnya. Menurut hasil survey yang
dilakukan oleh salah satu situs porno (pornhub), kata kunci seperti hot sex,
hentai, porn for woman, HD sex adalah kata kunci yang paling populer di
ketik pada mesin pencarian situs tersebut. (PornhubInsight, 2018). Kata
kunci yang berhubungan dengan konten pornografi tersebut mendominasi
permintaan pencarian di internet dari seluruh dunia sebesar 25%, (Markey
& Markey, 2012).
Pornografi yang dapat diakses secara online diseluruh penjuru
dunia tanpa batasan usia, diduga berdampak pada meningkatnya angka
aduan mengenai pelecehan seksual, dan tuntutan dalam hal legalisasi
hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan (Taufik, 2013). Hal tersebut
dikuatkan dengan hasil survey yang dilakukan oleh (APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), 2016) 76,4% atau sebanyak
101,3juta responden menyatakan bahwa keamanan berinternet bagi remaja
masih tidak cukup untuk mencegah remaja membuka atau masuk dalam
situs dengan konten yang tidak sesuai dengan usianya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalan UU no. 44 tahun 2008 pasal
16 bahwa pemerintah sebagai salah satu badan yang berwenang dalam
memberikan
pembinaan,
pendampingan
dalam
penjegahan
berkembangnya dan komersialisasi pornografi dimasyarakat, telah
bekerjasama dengan
Kominfo untuk mengontrol pertumbuhan dan
kemudahan akses situs yang mengandung pornografi, seperti bekerja sama
dengan relawan teknologi informasi komunikasi dan berbagai institut
teknologi untuk membangun budaya internet sehat (Kominfo, 2014)
Namun keluasan jaringan di internet menjadi rintangan besar dalam
usaha mengontrol persebaran dan pertumbuhan situs yang mengandung
konten pornografi. Pada tahun 2017 Kemkominfo mendeteksi sebanyak 30
juta situs porno yang dapat dibuka secara bebas di Indonesia, (Devega,
2017). Temuan tersebut selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh
salah satu website porno pada tahun 2017, menyatakan bahwa kata kunci
bermuatan pornografi dituliskan sebanyak 25milyar kali perhari dalam
mesin pencarian atau setara dengan 800kali pencarian dalam satu detik.
(PornhubInsight, 2017).
Persebaran dan kemudahan akses konten pornografi online di
Indonesia menjadi isu yang membuat pemerintah merilis himbauan tegas
kepada seluruh Internet Service Provide (ISP) atau penyedia layanan
internet untuk melaksanakan kewajibannya, melakukan penyaringan, guna
melindungi tatanan sosial masyarakat, norma dan nilai, dengan demikian
dapat mencegah munculnya konten porno yang dianggap melanggar
hukum positif berlaku. (Salahuddien, 2010). Langkah tersebut diambil
mengingat 75,50% dari total 143,26 juta pengguna internet di Indonesia
masih berusia 13-18tahun. (APJII, 2017).
Konten pornografi yang dapat diakses secara online, memunculkan
dampak pada semua lapisan kehidupan masyarakat, sebagaimana yang
terjadi di Kab. Malang. Berdasarkan penggalian data awal yang dilakukan
oleh peneliti di SMP “x” di kab.Malang yakni wawancara singkat dengan
Guru Bimbingan Konseling di SMPN 1 Turen, menyatakan bahwa ada
beberapa murid kelas VIII yang sudah mulai berpacaran dan beberapa kali
tertangkap sedang bergandengan tangan atau bermesraan diarea sekolah
setelah jam pulang sekolah. Siswa yang bersangkutan telah mendapat
bimbingan dan dimintai penjelasan mengenai perilaku terebut,dan siswa
tersebut mengaku hanya meniru apa yang dilihatnya di TV. Selain itu
ditemukan 23 siswa kelas VII dari 100 siswa menyatakan pernah mencari
konten pornografi online, sisanya sebanyak 67 siswa dari 100 siswa kelas
VII mengaku pernah terhubung dengan konten pornografi online tanpa
sengaja. Data tersebut menjadi menarik mengingat akses internet di area
tersebut masih terbatas. Namun tidak membatasi remaja untuk mengakses
konten pornografi online. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh
peneliti beberapa siswa mengaku pernah melihat berbagai jenis konten
pornografi online seperti iklan yang menampakkan alat krelamin pria,
iklan judi online yang menampilkan wanita dengan pakaian minim, atau
iklan game yang menampilkan karakter berpakaian minim, saat mereka
sedang mencari materi untuk memenuhi tugas sekolahnya. Kendati
demikian 23 dari 67 siswa yang telah terpapar konten pornografi online
tanpa sengaja mengaku kembali mengakses konten pornografi online
diwaktu lain.
Pencarian konten pornografi secara online, diduga berdampak pada
meningkatnya angka aduan mengenai pelecehan seksual, dan tuntutan
dalam hal legalisasi hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan (Taufik,
2013).
Pernyataan tersebut cukup relevan, jika melihat telah terjadi
beberapa kasus terkait kejahatan seksual yang dilakukan oleh remaja
dibawah usia 18 tahun. Menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia), setidaknya ada 84 laporan pornografi dan pornoaksi masuk ke
KPAI dan terus meningkat. Seluruhnya dilakukan oleh remaja dari
kalangan pelajar di bawah umur, (Suara Pembaruan, 2013).
Dampak dari perilaku mengakses konten porno secara online yang
dilakukan oleh remaja terlihat dengan munculnya kasus pelecehan seksual
di tahun 2016, yaitu kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja
berusia 15 tahun berinisial SS. Tidak hanya SS, 3 pelaku lain juga di
tangkap sebagai tersangka. Salah satu tersangka masih berusia 9 tahun.
(Anggoro, 2016). Selain itu di kota Samarinda, juga terjadi kasus
pelecehan seksual yang dilakukan oleh lima remaja SMP. Pelecehan
seksual tersebut dialami oleh seorang gadis dan dilakukan oleh lima
temannya. Menurut pengakuannya, pelaku melakukan hal tersebut karena
terinspirasi dengan video yang mereka tonton melalu situs porno,
(detikNews, 2014).
Secara psikologis perilaku mencari konten porno secara online atau
Online pornography seeking behavior,
merupakan kondisi dimana
seorang dengan sengaja mengetikkan kata kunci yang berhubungan dengan
pornography pada mesin pencarian (search engine) untuk mengakses
konten bermuatan porno secara online (Markey & Markey, 2012).
Menurut Chun (2007) dalam (Setiyawan, 2013) mengungkapkan
bahwa perilaku mengakses konten porno secara online tersebut dapat
berdampak pada kejahatan seksual sebab, seseorang yang sering menonton
video porno memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar dalam
melakukan perilaku seksual atau pelecehan seksual.
Elly Risman,( Psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta)
dalam intervienya bersama (komunikonten, 2018) menuturkan, ketika
remaja melakukan pencarian konten pornografi secara online dan
melihatnya secara berulang, akan berdampak pada kerusakan otak secara
permanen pada pree frontal cortex (PFC) yang merupakan pusat nilai,
moral, dan perencanaan ke depan dan berfungsi sebagai tempat mengatur
manajemen diri.
Selain itu, perilaku mengakses konten pornografi online yang
dilakukan oleh remaja dapat menyebabkan kecanduan, menurut keterangan
(Zulhaqqi, 2015) dalam sebuah laman tanya jawab di salah satu situs
online detik.com, menyatakan bahwa dampak yang muncul dari seringnya
remaja mengkonsumsi konten pornografi onlline adalah kecanduan, sebab
hal tersebut memiliki efek residu yang akan tinggal di memori. Dan akan
ter-recall meskipun sedang tidak menonton dan sedang melakukan
aktifitas lain.
Gambaran fenomena online pornography seeking behavior
tersebut, semakin memperkuat kenginan peneliti untuk menjadikan kajian
dalam penelitian ini. Penelitian ini difokuskan pada faktor yang mendasari
remaja mengakses konten pornografi online, oleh remaja SMP. Fokus
penelitian diputuskan oleh peneliti dengan pertimbangan bahwa, ketika
berbicara mengenai dinamika sebuah perilaku maka seharusnya kita
melihat hal paling medasar atau faktor yang memuncukan perilaku
tertentu. Pertimbangan tersebut didukung oleh penjelasan Max Weber
bahwa perilaku yang dimunculkan oleh individu telah melewati proses
logis yang konsisten dan dipengaruhi oleh motivasi, yang berarrti bahwa
setiap individu telah memilih untuk melakukan suatu hal dalam rangka
mencapai apa yang mereka kehendaki dengan cara tertentu dan didukung
dengna pilihan motivasi. (Wirawan, 2012)
Berdasarkan observasi literasi yang dilakukan oleh peneliti, belum
ada penelitian yang membahas mengenai faktor-faktor yang mendasari
remaja mengakses konten pornografi online pada remaja SMP di kab.
Malang kususnya. Pada kesempatan ini peneliti berfokus pada SMPN 1
Turen, kab. Malang sebaga subjek penelitian. Untuk itu, dengan adanya
penelitian berjudul Faktor-Faktor Yang Mendasari Remaja Mengakses
Konten Pornografi Online, diharapkan dapat menjadi pelengkap data
penelitian sebelumnya baik tentang faktor online pornograpy seeking
behavior pada remaja maupun menjadi data pendukung dalam mencari
penanganan perilaku tersebut.
1.2 Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, yaitu untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendasari remaja mengakses konten pornografi nline,
maka permasalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam grand tour
question , yaitu apa faktor-faktor yang mempengaruhi remaja mengakses
konten pornografi online? Untuk memperkaya grand tour question dapat
dibuat subquestion seperti berikut :
1. Konten pornografi apa yang pernah diakses dalam dua bulan terakhir?
2. Bagaimana cara mengakses konten pornografi tersebut?
3. Apa yang membuat remaja mengakses konten pornografi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan bagaimana siswa SMPN 1 Turen dapat
mengakses konten pornografi online.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat siswa SMPN 1
Turen mengakses konten pornografi online
1.4 Manfaat Penelitian
Adanya penelilitan ini diharapkan cukup berkontribusi pada dua hal yakni
dari segi manfaat teoritis serta manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian dapat memperkaya dan memperdalam
pemahaman kajian ilmu Psikologi utamanya untuk konsentrasi
perkembangan anak, menjadi bahan masukan dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan, utamanya dalam kajian ilmu
psikologi.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian yang berjudul faktor-faktor yang mendasari
remaja mengakses konten pornografi online ini dapat menambah
wawasan dan pemahaman bagi pembaca mengenai faktor yang
menyebabkan seorang remaja mengakses konten pornografi online.
Selain itu, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak terkait
untuk mencegah anak mengakses konten pornografi online
berdasarkan faktor-faktor yang muncul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pornografi online pada remaja sudah pernah dilakukan
sebelumnya oleh para peneliti lain, akan teteapi fokus masalah yang dikaji, lokasi
dan hal-hal lain berbeda dengan penelitian yang dilakukan kali ini. Beberapa
penelitian sebelumnya diantaranya adalah sebagai berikut:
Yang pertama adalah penelitian yang berjudul “Perilaku Penggunaan
Smartphone Dan Akses Ponografi Di kalangan Remaja Perempuan” di tulis oleh
tiga mahasiswa
Fakutas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yaitu
Rachmaniar, Uji Prihandini, Preciosa Alnashava Janitra ini menggunakan metode
studi deskriptif kualitatif, untuk mengetahui perilaku penggunaan smartphone dan
bagaimana teknologi tersebut memungkinkan akses terhadap pornografi
dikalangan remaja perempuan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa potensi akses terhadap pornografi online
menjadi semakin mudah karena fitur yang dimiliki oleh smartphone dengan
sistem operasi iOS atau Android menyediakan berbagai jenis aplikasi termasuk
media sosial yang populer pada saat ini seperti Line, Instagram, Snapchat,
YouTube, dan lain-lain. Media sosial yang hadir dengan berbagai jenis fitur dapat
meningkatkan potensi untuk mengakses konten pornografi. Sebab dalam salah
satu media sosial (Instagram), pengguna memiliki keterbatasan dalam melakukan
penyaringan konten, hal ini terjadi karena Instagram hadir dengan fitur “Explore”
atau “jelajah” yang memungkinkan pengguna untuk melihat foto-foto yang terkait
dengan foto atau video yang pernah mereka sukai (like) atau yang tidak berkaitan
langsung dengan akun mereka, fitur ini pun menampilkan konten yang disukai
orang-orang lain pada saat tertentun (tranding topic). Foto mupun video yang
muncul telah “dipilih” oleh Instagram dengan alogaritma yang bekerja pada media
sosial ini. Oleh seabab itu meskipun tidak ada motif untuk mengases pornografi,
nyatanya tidak dapat dipungkiri bahwa konten pornografi tersebut justru hadir
dengan sendirinya kehadapan mereka. Pada akhirnya perkembangan teknologi
menjadi salah satu pemicu munculnya perilaku mengakses konten pornografi,
sebab teknologi menyuguhkan berbagai jenis informasi melalui internet yang
terkadang menyuguhkan pornografi tanpa dikehendaki.
Yang kedua adalah penelitian ilmiah berjudul Gender, Sexual Affect, And
Motivations For Intenet Pornography Use yang ditulis oleh Bryant Paul dan Jae
Woong shim. Dalam penelitian ini Bryan paul dan jae woong shim mencoba
mencari motivasi dasar dari penggunaan internet pornografi, dan melihat
hubungan gender, sexual affect dengan motivasi penggunaan internet pornografi
menggunakan metode analisis korelasi. Tujuan lain dari penelitian tersebut adalah
untuk melihat berbagai potensi dimensi yang muncul dalam motivasi penggunaan
internet pornografi dari perspektif komunikasi. Responden dari penelitian tersebut
merupakan 321 mahasiswa laki-laki dan perempuan dari midwestern university.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa salah satu motivasi penggunaan
internet pornografi yaitu, untuk membangun dan menjaga hubungan dengan
pasangan, anggapan bahwa menonton pornografi bersama dapat meningkatkan
kedekatan hubungan menjada alasan lain mengapa seseorang menggunakan
internet pornografi. Motivasi lain adalah untuk menjaga mood (mood
management), menggunakan internet pornografi dianggap bisa membantu visual
untuk meningkatkan gairah seksual saat masturbasi, atau dapat dilakukan pada
saat bosan/ tertekan untuk menjadi salah satu jalan mengembalikan suasana hati
yang kurang baik, dan menjadikannya kebiasaan. Oleh sebab dua alasan terakhir
itu, munculah gagasan bahwa pencarian pornografi secara online di internet dapat
menjadi perilaku patologis. Yang terakhir adalah menggunakan internet
pornografi untuk tujuan fantasi seksual, sehingga pengguna merasakan seakanakan berinteraksi dengan model. Dalam penelitian ini juga terungkap bahwa lakilaki dan perempuan memiliki kesamaan motivasi dalam menggunakan internet
pornografi, namun laki-laki memiliki alasan yang lebih kuat dan mengakses lebih
banyak inernet pornografi daripada responden wanita. Namun sayangnya
beberapa aitem yang digunakan dalam menentukan faktor dari motivasi masih
tidak seimbang, beberapa aitem lebih terkait dengan laki-laki dari pada
perempuan. Selain itu analisis korelasi antara motivasi dan sexual affect
menunjukan hubungan positif antara keempat motivasi dengan erotofilic. Dimana,
individu dengan kecenderungan erotofilic memiliki motivasi lebih besar dalam
penggunaan internet pornografi, baik dalam konteks sosial maupun hubungan
seksual, dibandingkan individu dengan kecenderungan erotofobic.
Yang ketiga, merupakan artikel ilmiah yang berjudul perilaku mengakses
pornografi pada anak usia sekolah dasar (7-12tahun) yang merupakan studi kasus
di rumah pintar bangjo semarang ini ditulis oleh Fathimah Az Zahrah,
Syamsulhuda Budi Musthofa, Ratih Indraswari yang merupakan mahasiswa
pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku fakultas kesehatan masyarakat universita
diponegoro. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu untuk
mengetahu lebih dalam tentang perilaku mengakses konten pornografi pada anak
usia sekolah dasar. Responden dari penelitian ini adalah tujuh anak usia sekolah
dasar, yang berada di rumah pintar bangjo, dan seluruhnya merupakan anak pasar.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengawasan dalam berinteraksi
dengan lingkungan yang rendah berpengaruh pada potensi anak dalam
mengkonsumsi konten bermuatan pornografi hal tersebut terbukti dengan
keterangan responden yang menyatakan bahwa dorongan untuk melihat tayangan
pornografi datang dari rasa ingin tahu, rasa ingin tahu tersebut muncul karena
adanya informasi dari teman sebaya mengenai tayangan pornografi, selain itu
responden mengaku diajak oleh teman sebaya untuk melihat tayangan pornografi.
Selain interaksi dengan lingkungan sosial, pengawasan yang rendah terhadap
penggunaan teknologi, seperti telephone genggam dan berbagai jenis teknologi
yang dapat terhubung dengan internet merupakan peluang bagi anak untuk
menemukan konten pornografi. Karena konten pornografi dapat muncul saat anak
melakukan pencarian baik saat menggunakan media sosial maupun mesin
pencarian. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian dimana responden mengaku
melihat konten pornografi saat menjelajah menggunakan mesin pencarian. Konten
tersebut muncul ketika respoden mencari lirik lagu seorang penyanyi luar negeri
dan konten pornografi muncul karena mesin pencarian menganggap bahwa kata
kunci tersebut terkait dengan konten yang ditampilkan. Perilaku mengakses
tayangan pornografi ini telah dilakukan berulang-ulang dan sudah mencapai tahap
desentisasi, yaitu kondisi dimana pemahaman mengenai pornografi yang awalnya
dianggap melanggar norma-norma, bergeser menjadi suatu yang biasa dan tidak
tabu.
Berikutnya
merupakan
penelitian
dengan
judul
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Minat Mengakses Situs Porno Pada Siswa Smp X Di Semarang,
yang ditulis oleh Anna Dian Savitri Dan Gusti Yuli Asih dari Fakultas Psikologi
Universitas Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau faktor-faktor yang
mempengaruhi minat mengakses situs porno berdasarkan teori Kotler. Dimana
faktor yang mempengaruhi minat seseorang dibagi dalam tiga yaitu faktor sosial
yang mencakup kelompok acuan, yakni kelompok yang memiliki pengaruh
langsung seperti kelompok teman sebaya, keluarga , peran dan status sosial . yang
kedua, adalah faktor pribadi yang teriri dari faktor ekonomi, gaya hidup,
kepribadian dan konsep diri. Dan yang terakhir adalah faktor psikologis yang
mencakup kepercayaan diri, motivasi, dan presepsi. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan mengikut sertakan 149 siswa smp “X” Semarang. Hasil
dari penelitian ini menunjukan bahwa keinginan untuk mengakses situs pornografi
berasal dari diri sendiri, hal tersebut diperkuat dengan anggapan bahwa remaja
yang bisa membuka situs pornografi dianggap lebih modern dibandingkan dengan
remaja yang tidak pernah membuka situs pornografi di internet. Dalam penelitian
tersebut lebih menekankan pentingnya peran keluarga dalam pendampingan dan
pengawasan perkembangan remaja dalam mengontrol diri dan interaksinya
dengan lingkungan acuan.
Jurnal international lainnya, berjudul Online pornography seeking behaviors
yang di tulis oleh Patrick M. Markey dari Villanova University, USA dan
Charlotte N. Markey dari Rutgers University, USA. Penelitian ini bertujuan untuk
menilai perilaku mengakses konten pornografi online. Dengan menggunakan data
pencarian dari google web dan wordtracker untuk melihat jumlah pencarian dan
kata kunci yan digunakan dalam melakukan pencarian konten pornografi online.
Penelitian ini dilakukan sebab internet telah menjadi media umum untuk
mendistribusikan konten pornografi. Dalam mencari konten pornografi online
individu menggunakan kata kunci tertentu, yaitu kata-kata yang dimasukan ke
berbagai mesin pencarian untuk menemukan konten pornografi secara online.
Kata kunci yang digunakan untuk mencari konten pornografi online merupakan
kata kunci umum seperti “porno”, “xvideo”, “porn”, semua kata itu dipilih karena
akan memberikan hasil percarian yang lebih luas dan merupakan generalisasi
keberbagai kata yang dapat digunakan unuk mencari konten pornografi online.
Berdasarkan survey yang dilakukan mayoritas individu yang melakukan
pencaarian konten pornografi online dilakukan oleh pria, sebab pria lebih
memiliki ketertarikan mengenai variasi seksual seperti fantasi tentang tempat,
dibagian mana wanita mudah terangsang, dan pada akhirnyabersedia untuk
melakukan hubungan seksual. Selain itu alasan lain menyebutkan bahwa
pornografi online memberikan mereka banyak mitra “virtual” yang menarik
secara fisik dan memberikan kepuasan fisik tanpa komitmen.
Tabel
No Nama
1
Rachmaniar, Uji
Prihandini,
Preciosa
Alnashava Janitra
2
3
Fokus penelitian
Pendekatan
Perilaku
Penggunaan Kualitatif
Smartphone
Dan
Kaitannya Dengan Akses
Ponografi Di kalangan
Remaja Perempuan
Bryant Paul dan Motivasi Dasar Dari Kuantitatif
Jae Woong shim
Penggunaan
Internet
Pornografi, Dan Melihat
Hubungan
Gender,
Sexual Affect
Fathimah
Az
Zahrah
Syamsulhuda
Budi Musthofa,
Ratih Indraswari
Perilaku
Mengakses Kualitatif
Pornografi Pada Anak deskriptif
Usia Sekolah Dasar (712tahun)
Yang
Merupakan Studi Kasus
Di Rumah Pintar Bangjo
Semarang

Potensi akses terhadap pornografi online
menjadi semakin mudah karena fitur yang
dimiliki oleh smartphone
 Paparan pornogafi tanpa sengaja yang terjadi
berulang menjadi suatu hal yang biasa.
 Motivasi penggunaan internet pornografi adalah
untuk mempertahankan hubungan, manajemen
suasana hati, telah menjadi kebiasaan, untuk
tujuan fantasi seksual
 laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan
motivasi
dalam
menggunakan
internet
pornografi, namun laki-laki memiliki alasan
yang lebih kuat dan mengakses lebih banyak
inernet pornografi daripada responden wanita
 individu dengan kecenderungan erotofilic
memiliki
motivasi
lebih
besar
dalam
penggunaan internet pornografi
 Pengawasan dalam berinteraksi dengan
lingkungan yang rendah berpengaruh pada
potensi anak dalam mengkonsumsi konten
bermuatan pornografi
 Dorongan untuk melihat tayangan pornografi
datang dari rasa ingin tahu yang muncul karena
adanya informasi dari teman sebaya mengenai

4
5
Yang Deskriptif
Minat
Porno
X Di

M. Online
Pornography Deskriptif
Seeking Behaviors
N.

Anna Dian Savitri Faktor-Faktor
Dan Gusti Yuli Mempengaruhi
Asih
Mengakses Situs
Pada Siswa Smp
Semarang
Patrick
Markey
Charlotte
Markey



tayangan pornografi.
Pengawasan yang rendah terhadap penggunaan
teknologi, seperti telephone genggam dan
berbagai jenis teknologi yang dapat terhubung
dengan internet merupakan peluang bagi anak
untuk menemukan konten pornografi
Faktor yang mempengaruhi minat mengakses
situs porno yakni, faktor sosial, faktor ekonomi,
faktor psikologis
Adanya anggapan bahwa remaja yang bisa
membuka situs pornografi dianggap lebih
modern dibandingkan dengan remaja yang tidak
pernah membuka situs pornografi
Kata kunci yang digunakan untuk mencari
konten pornografi online merupakan kata kunci
umum untuk memberikan hasil percarian yang
lebih luas
Pornografi online memberikan mereka banyak
mitra “virtual” yang menarik secara fisik dan
memberikan kepuasan fisik tanpa komitmen.
Faktor lain yang mendorong seseorang
mengakses konten pornografi online adalah
untuk mendapatkan fantasi yang tidak
didapatkan saat berhubungan dengan pasangan
didunia nyata
2.2 Konten Pornografi Online
Kata pornografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu porne dan
graphein. Porne yang berarti prostitusi dan grapste yang berarti tulisan,
menulis, gambar atau menggambar. (Giles, 2003) . jadi pornografi bisa
diartikan sebagai penggambaran tubuh atau aktivitas perilaku seksual
manusia secara terbuka dan ditujukan untuk memicu gairah seksual pada
individu yang mengonsumsinya (Kurniawan & Creativity, 2017).
Pengertian yang sama dinyatakan juga dalam Encarta Referency
Library (Downs, 2005) bahwa pornografi adalah segala sesuatu yang secara
materia baik berupa film, surat kabar, tulisan, foto, atau lain-lainnya. Yang
menyebabkan timbulnya atau munculnya hasrat-hasrat seksual.
Menurut UU Republik Indonesia no.44//2008 tentang pornografi,
dijelaskan bahwa yang termasuk dalam konten pornografi adalah gambar,
sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.
Lebih rinci UU Republik Indonesia no.44//2008 pada Bab II, pasal
4 menjelaskan mengenai muatan konten yang mengandung pornografi, yaitu
konten yang memuat :
1. Persenggamaan,
termasuk
persenggamaan
yang
menyimpang;
2. Kekerasan seksual;
3. Masturbasi atau onani;
4. Ketelanjangan
ketelanjangan;
5. Alat kelamin.
atau
tampilan
yang
mengesankan
Menurut penelitian (Markey & Markey, 2012) konten pornografi
telah di teliti sejak 1970-an dimana persebaran atau media yang digunakan
berupa media cetak, seperti majalah dan kini berkembang menjadi penjualan
soft copy dengan media yang lebih moderen, hingga kini pornografi dapat
diakses melalui jaringan internet, yang dapat diunduh ataupun dikonsumsi
secara online.
(Griffiths, 2004) mengistilahkan sejumlah perilaku yang berkaitan
dengan seks ketika terhubung atau bersumber dari internet disebut dengan
pornografi online . (Djatmiko, 2000) menjelaskan bahwa pornogrfi online
merupakan segala kegiatan seks tanpa kontak fisik, yang dapat meningkatkan
hasrat seksual. (Lestari & Hartosujono, 2014) Menjelaskan pornografi onine
sebagai segala aktivitas seksual yang dilakukan melalui jaringan internet, baik
melalui chatting, cerita seks, gambar seks, kartun (animasi, manga) seks, dan
lain sebagainnya. Salah satu aktifitas pornografi online adalah menonton
pornografi, yang merupakan media eksplisit seksual yang tujuannya untuk
membangkitkan gairah seksual yang melihatnya.
Atau secara ringkas dapat dikatakan bahwa online pornography
adalah segala jenis aktivitasyang dilakukan melalui jaringan internet baik
berupa chatting, atau aktivitas lain yang melibatkan tulisan, suara, gambar
statis, gambar bergerak, gerak tubuh, yang mengandung persenggamaan,
kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan dan alat kelamin.
Sehingga memicu gairah seksual orang yang mengkonsumsinya dan secara
sosial dianggap melanggar norma kesusilaan.
2.3 Perilaku Mengakses Konten Pornografi Online
Mengakses konten pornografi online merupakan sebuah perilaku
dimana seorang individu memiliki kecenderungan menggunakan mesin
pencarian untuk mengakses dan menonton konten pornografi secara online,
(Markey & Markey, 2012). Hal terebut dapat di ketahui dengan melakukan
penggalian data self report dan melihat riwayat yang ada di mesin pencarian,
dari sana akan diketahui spesifik telah dilakukan dalam jangka waktu tertentu
(harian, mingguan, bulanan) relatif terhadap jumlah rata-rata penelusuran di
Google untuk kata kunci tersebut. Berdasarkan data dari google trend kata
kunci yang sering digunakan pengunjung untuk memasuki situs porno adalah
kata sex dan porn. (Paul & Shim, 2008) dan beberapa kata lain yang menjadi
kata kunci yang paling di cari menurut wordtracker, (Markey & Markey,
2012). Wordtracker merupakan tools yang menyediakan data kata dasar yang
sering digunakan oleh pengguna internet untuk mengakses situ dengan konten
porno, dan membandingkannya dalam kurun wkatu yang ditentukan. (Markey
& Markey, 2012)
Menurut young dalam (Ramania, 2014) tersedianya konten
pornografi di dunia maya dengan segala kemudahan dalam mengakses dapat
menyebabkan pola perilaku yang mengarah pada kecanduan.
Selain adiksi, (Cline, 2006) menyatakan bahwa ada efek lain dari
paparam pornografi online, yaitu ketika materi seks yang tadinya tabu, tidak
bermoral, merendahkan martabat manusia, perlahan dianggap menjadi suatu
yang biasa dan mulai tidak sensitif terhadap korban kekerasan seksual. Efek
tersebut juga diikuti efek lain yang disebut ekskalasi, kondisi dimana terjadi
peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang lebih berat, lebih eksplisit,
lebih sensasional dan lebih menyimpang dari sebelumnya. Setelah itu efek
akan meningkat dengan munculnya kecenderungan untuk melakukan perilaku
seksual, dari hanya untuk dilihat menjadi untuk diaplikasikan kedalam
kehidupan nyata. (Cline, 2006)
Menurut (Fagan, 2011) representasi visual dari seksualitas yang
kurang tepat, mampu menimbulkan distorsi terhadap persepsi perilaku
seksual yang dimiliki individu terhadap perilaku seksual secara umum,
kemudian dapat menyebabkan persepsi berlebihan pada perilaku seksual yang
bahkan dapat merubah merubah sikap dan perilaku seseorang secara seksual.
2.4 Teori Tindakan Sosial Oleh Max Webber
Weber merupakan tokoh populer yang diklasifikasikan sebagai salah satu
tokoh paradigma definisi sosial, yang tertarik dengan fenomena sosial, ekonomi
dan sejarah. Dalam setiap penjelasannya mengenai sebuah fenomena, Webber
tidak menggunakan konsep sebab-akibat untuk mengungkap sebuah fenomena,
akan tetapi menggunakan konsep alectative affinity, yaitu konsistensi logis dan
pengaruh motivasional yang mendukung secara timbal balik. Atau secara
sederhana weber memperkenalkan konsep tentang makna suatu perilau.
Teori ini dibangun atas dasar fenomena sosial yang dipertanyakan
oleh weber menyangkut apakah yang dimaksud dengan perilaku tertentu? Apa
dan bagaimanakah konsep perilaku tertentu? faktor-faktor apa yang
menyebabkan perilaku tertentu?
Menurut Weber dunia terwujud karena adanya struktur sosial yang
merupakan produk dari perilaku manusia, dimana individu memilih utuk
melakukan suatu hal dalam rangka mencapai apa yang mereka kehendaki
dengan cara tertentu dan didukung dengan pilihan motivasi. Weber juga
menyatakan bahwa, dalam masyarakat individu merupakan aktor yang kreatif,
dimana norma, kebiasaan dan nilai bukan merupakan faktor utama dalam
kemunculan sebuah perilaku. Menurut weber perilaku individu yang muncul
dalam realitas sosial dipengaruhi oleh pemahaman individu atau pemberian
makna yang dilakukan oleh individu terhadap sebuah perilaku.
Berbeda dengan kebanyakan ilmuan perilaku lain, perhatian Weber
pada teori perilaku berorientasi tujuan dan motivasi perilaku, tidak berarti
bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, namun Weber juga
memperhatikan lintasan besar sejarah dan perubahan sosial, dan yakin bahwa
cara terbaik untuk memahami perilaku yang berkembang dalam masyarakat
adalah dengan menghargai bentuk-bentuk tipikal perilaku yang menjadi ciri
khas. Oleh karena itu Weber mengklasifikasikan perilaku menjadi empat
kelompok berdasarkan motif para pelakunya:
1. Perilaku tradisional
Ialah perilaku yang dilakukan berdasarkan kebiasaan tanpa
perencanaan, tanpa refleksi yang sadar.
2. Perilaku Afektif
Merupakan perilaku yang dilakukan dan didominasi oleh perasaan
atau emosi npa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.
3. Zweckrationalitat (rasionalitas instrumental)
Yaitu prilaku yang dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan
dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan.
4. Wetratiionalitat (berorientasi tujuan)
Perilaku yang berorientasi pada tujuan yang telah bersifat absolut
dan melihat alat-alat untuk mewujudkan perilaku hanya sebagai
pertimbangan dan perhitungan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian
Penelitian dengan judul Faktor Yang Mendasari Remaja Mengakses
Konten Pornografi Online ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha
mengungkap dan menggambarkan bagaimana fenomena yang terjadi yang
ditemukan oleh peneliti di lapangan. Penelitian deskriptif adalah salah satu bentuk
penelitian yang memang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi,
baik itu fenomena yang alamiah ataupun fenomena buatan manusia sendiri. Jadi
fenomena itu bisa berupa aktivitas, bentuk, karakteristik, hubungan, perubahan
perbedaan dan kesamaan antara fenomena yang satu dengan yang lainnya.
Penelitian deskriptif ini biasanya dilakukan dengan tujuan utama yakni berusaha
menggambarkan secara sistematis fakta atau bisa juga karakteristik objek maupun
subjek yang diteliti, sehingga dengan penelitian deskriptif ini dapat menganalisa
mengenai faktor yang mempengaruhi remaja mengakses konten pornografi online,
sehingga dapat diungkap dan digambarkan secara sistematis.
3.2 Unit Analisis
Adapun pendekatan yang dipakai untuk mengungkap fenomena yang
dikaji adalah pendekatan tindakan sosial dari perspektif Max Weber. Pendekatan
ini digunakan karena disesuaikan dengan fenomena yang diteliti yakni tentang
faktor yang mendasari remaja mengakses konten pornografi online yang
dilakukan oleh remaja tepatnya di SMPN 1 Turen, kab.Malang. Pendekatan ini
menjelaskan bahwa perilaku yang dimunculkan oleh individu telah melewati
proses logis yang konsisten dan dipengaruhi oleh motivasi, dimana individu telah
memilih untuk melakuan suatu hal dalam rangka mencapai apa yang mereka
kehendaki dengan cara tertentu dan didukung dengan pilihan motivasi.
Jadi dalam penelitian ini diambil data serta penjelasan mengenai FaktorFaktor yang mendasari reamaja mengakses konten pornografi online sehingga
dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dengan cara peneliti
berinteraksi secara langsung dengan remaja yang pernah mengakses konten
pornografi online.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian
dengan
judul
Faktor-Faktor
Yang
Mendasari
Remaja
Mengakses Konten Pornografi Online ini dilaksanakan yakni pada pertengahan
bulan November 2019 sampai bulan Januari 2020.
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMPN 1 Turen kab.
Malang, Rumah peneliti di Jalan Pratu Subari no 31 di Desa sedayu kec. Turen,
Kab. Malang, Jawa Timur.
3.3 Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
teknik sampling snowball, yaitu pemilihan subjek yang diawali dari jumlah sedikit
kemudian semakin lama berkembang menjadi banyak sesuai dengan kebutuhan
dan terpenuhinya informasi. Alasan digunakannya teknik ini karena diawal proses
pengambilan data peneliti sempat kesulitan untuk menetukan responden yang
sesuai dengan kriteria penelitian karena tema penelitian yang cukup sensitif. Oleh
sebab itu peneliti dibantu oleh key informant untuk menentukan informan
berikutnya, akan tetapi tetap ada kriteria bagi informan yaitu remaja usia 13-14
tahun, yang pernah mengakses onten pornograafi online minimal tiga kali dalam
seminggu dalam kurun waktu 3 bulan terakhir sebelum penelitian dilaksanakan.
Yang menjadi key informant dalam penelitian ini adalah siswa laki-laik berinisial
A, yang pernah mendapatkan bimbingan dari guru konseling karena berpacaran
disekolah setelah jam pulng sekolah, dan diduga telah terpapar konten pornografi
online.
Terdapat 8 (delapan) informan dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Subjek Penelitian
No
.
Inisial dan
Keterangan
Usia
1.
G /L
(key informant)
N/P
(informan 2)
MMH/L
(informan 3)
YA/P
(informan 4)
F/L
(informan 5)
KA/L
(informan 6)
S
(informan 7)
RD/L
(informan 8)
13
Jenis konten
pornografi yang
diakses
Video, film
13
Anime
13
Game, foto, video
13
video
13
Video
13
video
13
Cerita, video, cerita
bergambar
video
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif. Teknik yang
dilakukan di lapangan adalah wawancara. Untuk mempermudah pelaksanaan
tahapan-tahapan tersebut, peneliti berupaya untuk melakukan wawancara dengan
subyek penelitian dan menunjukkan surat izin penelitian sebagai legalitas peneliti.
 Wawancara
Agar data yang diperoleh di lapangan sesuai dengan pokok permasalahan
yang dirumuskan, peneliti melakukan tanya-jawab dengan subjek yang telah
dipilih berdasarkan prosedur snowball, sehingga peneliti mendapatkan informasi
yang mendalam dan mampu menjawab rumusan masalah. Selain itu, peneliti juga
menggunakan pedoman wawancara, yaitu berupa acuan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini dilakukan untuk menghindari jawaban
yang meluas. Pertanyaan dibuat berdasarkan poin-poin permasalahan dalam
penelitian ini. Peneliti melakukan teknik wawancara terbuka sehingga
memunculkan kesan akrab dan tidak muncul rasa canggung diantara peneliti
dengan informan sehingga informan merasa nyaman dalam menyampaikan
informasi. Selain itu peneliti juga melakukan penyesuaian bahasa dengan
informan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia tapi yang tidak formal
dan tidak baku. Ketika wawancara sedang berlangsung, peneliti juga melakukan
pencatatan poin-poin penting yang disampaikan oleh informan.
3.5 Teknik Analisis Data
Penelitian
dengan
judul
Faktor-Faktor
Yang
Mendasari
Remaja
Mengakses Konten Pornografi Online ini menggunakan metode penelitian
kualitatif yang berusaha melihat gambaran menyeluruh dari objek penelitian serta
menginterpretasikan data dengan cara memberi makna terhadap data yang
diperoleh. Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data kualitatif.
Dalam Bungin (2007) dikatakan tentang teknik analisis data kualitatif
yakni:
Teknik analisis data kualitatif dilakukan menggunakan logika induktif
dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di
lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum.
Logika induktif yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris yang diperoleh
dengan cara terjun lapangan, kemudian masuk pada tahap reduksi data yaitu
melakukan kategorisasi atau penggolongan terhadap informasi yang diperoleh,
memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus peneliti, dan membuang data
yang tidak perlu (yang tidak sesuai dengan fokus penelitian). Hasil dari reduksi
data tersebut maka dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan dan wawancara sehingga mempermudah peneliti dalam mencari data
tersebut ketika sewaktu-waktu diperlukan. Setelah data direduksi, dilakukan
penjelasan terhadap kategorisasi-kategorisasi data tersebut, kemudian dianalisis
menggunakan perspektif teori yang dipakai yaitu teori tindakan sosial oleh Max
Weber untuk mendapatkan data sesuai dengan proposisi-proposisi teori.
Dafta Pustaka
Anggoro, F. (2016, Mei 16). Remaja 15 tahun jadi tersangka pencabulan empat
bocah. Retrieved Mei 09, 2017, from AntaraNews.com:
http://www.antaranews.com/berita/434598/remaja-15-tahun-jadi-tersangkapencabulan-empat-bocah
APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). (2016). Data Pengguna
Internet. Jakarta: APJII.
APJII. (2017). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet di Indonesia. Jakarta:
APJII.
detikNews. (2014, April 23). Polisi Selidiki Kasus Video Mesum ABG yang Bikin
Heboh di Samarinda. Retrieved Desember 15, 2017, from detik.com:
https://news.detik.com/berita/2563762/polisi-selidiki-kasus-video-mesum-abgyang-bikin-heboh-di-samarinda?nd771104bcj=
Devega, E. (2017, November 13). Sorotan Media. Retrieved maret 25, 2019, from
Website Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia:
https://kominfo.go.id/content/detail/10914/kominfo-baru-blokir-2-persen-dari-30juta-situs-pornografi/0/sorotan_media
Downs, D. A. (2005). Pornograpy. Microsoft Corporation.
Giles, D. (2003). Psikologi Media. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates.
Kominfo. (2014, Agustus). Kominfo; Pengguna Internet di Indonesia Capai82
Juta. Retrieved September 2017, from Kementrian Komunikasi dan Informasi
Republik Indonesia:
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna
+Internet+di+Indonesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker
komunikonten. (2018, Desember 18). Gen Z dan Ancaman Pornografi. Retrieved
januari 20, 2019, from komunikonten: http://www.komunikonten.com/gen-z-danancaman-pornografi/
Kurnia, V. U. (2015, January). MIUNG. Retrieved Oktober 18, 2017, from
MIUNG.COM: http://www.miung.com/2015/01/perkembangan-pesat-internet-diindonesia.html
Kurniawan, D., & Creativity, J. (2017). Menangkal Cuberporn : Membahas Add
Ons dan APlikasi Antipornografi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Markey, P. M., & Markey, C. M. (2012). Online pornography seeking behaviors.
USA: www.researchgate.net.
Oneto, E., & Sugiarto, Y. Anti Gaptek Internet. Jakarta: PT Kawan Pustaka.
PornhubInsight. (2017, december 11). 2017 YEAR in review. Retrieved febuari 15,
2019, from Pornhub Insight: https://www.pornhub.com/insights/2017-year-inreview
PornhubInsight. (2018, december 11). 2018 YEAR in review. Retrieved febuari 15,
2019, from Pornhub Insight web site: https://www.pornhub.com/insights/2018year-in-review#traffic%20time
Salahuddien, M. (2010, Juli 23). Konsep penyaringan konten di internet.
Retrieved Oktober 2017, 2017, from Detiknet.com:
https://inet.detik.com/telecommunication/d-1405236/-konsep-penyaringankonten-porno-di-internet
Setiyawan, A. (2013). HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI DAN DURASI
TERPAAN FILM PORNO DENGAN SIKAP REMAJA LAKI-LAKI
TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya Vol.2 No.1 .
Suara Pembaruan. (2013, November 14). Pornografi Di Kalangan Pelajar
Mengerikan. Retrieved Desember 14, 2017, from Suara Pembaruan:
http://sp.beritasatu.com/home/pornografi-di-kalangan-pelajar-mengerikan/44891
Taufik, M. (2013, April 4). Asal usul film porno. Retrieved Oktober 18, 2017,
from merdeka.com: https://www.merdeka.com/peristiwa/asal-usul-filmporno.html
Widiartanto, Y. H. (2016, 10 21). 2016, Pengguna Internet Indonesia Mencapai
132 Juta. Retrieved 05 08, 2017, from kompas.com:
http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.in
donesia.capai.132.juta
Yulianto. (2014). GAMBARAN SIKAP SISWA SMP TERHADAP PERILAKU
SEKSUAL PRANIKAH. Jurnal Psikologi Vol. 8 No. 2 , 46-58.
Zulhaqqi, R. (2015). Dampak Menonton Film Dewasa Pada Psikologi Remaja .
Jakarta: DetikHealth.
Download