MAKALAH PENYULUHAN PENERAPAN PENGOLAHAN LIMBAH BUDIDAYA IKAN GURAME DENGAN METODE BIOFLOK Oleh : Kelompok 5 TRI SUNTARI MUTHIA RAIDHA ALMA SURYA NAINGGOLAN AIDA SAFITRI LATHIFAH IQBAL RONA FATKANA B0A013002 B0A013015 B0A013024 B0A013032 B0A013042 B0A013053 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN PURWOKERTO 2015 LEMBAR PENGESAHAN Oleh : Kelompok 5 TRI SUNTARI MUTHIA RAIDHA ALMA SURYA NAINGGOLAN AIDA SAFITRI LATHIFAH IQBAL RONA FATKANA B0A013002 B0A013015 B0A013024 B0A013032 B0A013042 B0A013053 Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian akhir praktikum Mata Kuliah Teknik Penyuluhan Perikanan Program Studi DIII Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Pada tanggal 12 November 2015 Koordinator Asisten Chaerul Amin D0A013012 Asisten Pendamping Veno Amalia Supinda D0A013055 ii DAFTAR ISI COVER ................................................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii DAFTAR ISI......................................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2 II. PEMBAHASAN ............................................................................................ 3 2.1 Identifikasi masalah ....................................................................................... 3 2.2 Penyebab masalah .......................................................................................... 3 2.3 Alternatif pemecahan masalah ....................................................................... 3 2.4 Prioritas pemecahan masalah ......................................................................... 3 III. PENUTUP...................................................................................................... 12 3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 12 3.2 Saran .............................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13 iii I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Desa beji merupakan desa yang temasuk kedalam wilayah Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Berada disebelah utara Kabupaten Bayumas yang memiliki jarak dari kota Kecamatan ±4 km dan dari kota Kabupaten ±7 km. Kelompok Tani Pembudidaya Ikan (pokdakan) salah satunya Kelompok Tani Pamuji Inggil yang bergerak di bidang pembenihan. Di daerah tersebut, banyak terdapat kelompok tani pembudidaya ikan gurame yang kegiatan budidayanya tidak memperhatikan pengolahan limbah yang dihasilkan secara efektif. Rendahnya kesadaran petani mengenai dampak limbah sisa pakan antibiotik yang mencemari lingkungan sekitar tambak di desa beji tersebut. Salah satu penyebab rendahnya kesadaran ini karena kurangnya informasi pengelolaan limbah yang didapat oleh kelompok tani pembudidaya yang tidak diinformasikan secara menyeluruh oleh pemerintah. Teknologi bioflok merupakan salah satu teknologi alternatif baru dalam mengalasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pcngolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006). Teknologi bioflok ini memanfaatkan teknologi budidaya yang didasarkan pada prinsip asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) oleh komunitas mikroba (bakteri heterotrof) dalam media budidaya yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai sumber makanan (De Schryver et al., 2008). Bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta pemakan bakteri (Hargreaves, 2006; Avnimelech, 2007) dan dapat mencapai ukuran hingga 1000 µm (De Schryver et al., 2008).Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Pada kondisi C dan N yang seimbang dalam air, bakteri heterotrof yang merupakan akan memanfaatkan N, baik dalam bentuk organik maupun anorganik, 1 yang terdapat dalam air untuk pembentukan biomasa sehingga konsentrasi N dalam air menjadi berkurang (de Schryver et al., 2008). 1.2 Tujuan a. Sasaran dapat mengetahui penerapan pengolahan limbah budidaya ikan gurame dengan metode bioflok. b. Desa beji mampu dikurangi limbah budidaya dan dimanfaatkan kembali menjadi pakan agar tidak menyebabkan pencemaran perairan sekitar tempat budidaya 2 II. 2.1 PEMBAHASAN Identifikasi masalah Sosial Desa Beji merupakan desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Di desa Beji terdapat Kelompok Tani Pembudidaya Ikan (Pokdakan) salah satunya Kelompok Tani Pamuji Inggil yang bergerak di bidang pembenihan ikan gurame.Di daerah tersebut, banyak terdapat kelompok tani pembudidaya ikan gurame yang kegiatan budidayanya tidak memperhatikan pengolahan limbah yang dihasilkan secara efektif.Rendahnya kesadaran petani mengenai dampak limbah sisa pakan antibiotik yang mencemari lingkungan sekitar kolam pembenihan di Desa Beji tersebut. Akibatnya limbah kegiatan pembenihan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi pada perairan sekitar yang umumnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Desa Beji. 2.2 Penyebab masalah 1. Kurangnya informasi pengelolaan limbah yang didapat oleh kelompok tani pembudidaya yang tidak diinformasikan secara menyeluruh oleh pemerintah. 2. Sedikitnya peran masyarakat sekitar yang berpendidikan dan pemerintah desa dalam membantu mengatasi permasalahan limbah. 3. Limbah kegiatan budidaya yang menyebabkan kontaminasi pada perairan sekitar yang umumnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat desa tersebut. 2.3 Alternatif pemecahan masalah Membuat saluran pembuangan air limbah dengan sistem penyaringan, sebelum air tersebut mengalir langsung ke sungai. 2.4 Prioritas pemecahan masalah Melakukan tahap persiapan bahan dan alat, kemudian mempraktekan cara budidayanya. Teknologi bioflok, sering disebut juga dengan teknik suspensi aktif (activated suspension technique, AST), menggunakan aerasi konstan untuk memungkinkan terjadinya proses dekomposisi secara aerobik dan menjaga flok bakteri berada dalam suspensi (Azim et al., 2007). Dalam sistem ini, bakteri heterotrof yang tumbuh dengan kepadatan yang tinggi berfungsi sebagai bioreaktor 3 yang mengontrol kualitas air terutama konsentrasi N serta sebagai sumber protein bagi organisme yang dipelihara.Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien. menghindari stress lingkungan dan predasi (Bossier & Verstraete, 1996; de Schryver et al., 2008). Flok bakteri tersusun atas campuran berbagai jenis mikro-organisme (bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati (Jorand et al., 1995, Verstraete, et al., 2007; de Schryver et al., 2008) dengan ukuran bervariasi dengan kisaran 100 - 1000 µm (Azim et al., 2007; de Schryver et al., 2008). Selain flok bakteri, berbagai jenis organisme lain juga ditemukan dalam bioflok scperti protozoa, rotifer dan oligochaeta (Azim et al., 2007; Ekasari, 2008). Komposisi organisme dalam flok akan mempengaruhi struktur bioflok dan kandungan nutrisi bioflok (Izquierdo, et al., 2006; Ju et al., 2008). Ju et al. (2008) melaporkan bahwa bioflok yang didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau mengandung protein yang lebih tinggi (38 dan 42% protein) daripada bioflok yang didominasi oleh diatom (26%).Kondisi lingkungan abiotik juga berpengaruh terhadap pembentukan bioflok seperti rasio C/N, pH, temperatur dan kecepatan pcngadukan (de Scryver et al., 2008; Van Wyk & Avnimeleeh, 2007).Sementara menurut de Schryver et al. (2008), mekanisme pembentukan flok oleh komunitas bakteri merupakan proses yang kompleks yang merupakan kombinasi berbagai fenomena fisika, kimia dan biologis seperti interaksi permukaan bakteri secara fisik dan kimiawi, dan quorum sensing sebagai kontrol biologis. Aplikasi teknologi bioflok dalam akuakultur hingga saat ini teknologi bioflok telah diaplikasikan pada budidaya ikan dan udang seperti nila, sturgeon, snook, udang putih dan udang windu (Arnold et al., 2009).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi teknologi bioflok berperan dalam perbaikan kualitas air, peningkatan biosekuriti, peningkatan produktivitas. peningkatan efisiensi pakan serta penurunan biaya produksi melalui penurunan biaya pakan (Avnimelech, 2007).Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi ammonia dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al. 4 (2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat daripada oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi de Schryver et al. (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4/L hingga 98% dalam sehari. Penggunaaan aplikasi ini menunjukkan bahwa bioflok memiliki kapasitas yang besar dalam mengkonversi nitrogen anorganik dalam air, sehingga dapat memperbaiki kualitas air dengan lebih cepat. Hasil-hasil penelitian mengenai aplikasi bioflok dalam kegiatan akuakultur secara langsung juga menunjukkan bahwa kualitas media pemcliharaan, pertumbuhan dan efisiensi pakan udang windu yang dipelihara dengan peningkatan rasio C/N secara signifikan lebih baik daripada kontrol (Hari et al. 2004,2006; Samocha et al., 2007). Peningkatan efisiensi pakan juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian aplikasi bioflok (Azim & Little, 2008; Hari et al., 2004, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bioflok sebagai suplemen pakan telah meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrien pakan secara keseluruhan, Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bioflok dapat dimanfaatkan, baik secara langsung maupun sebagai tepung untuk bahan baku pakan (Azim & Little, 2008; Ekasari, 2008; Kuhn et al., 2008; 2009). Pertumbuhan bioflok dalam sistem akuakultur dipcngaruhi oleh fakior kimia, fisika dan biologis dalam air.Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk 5 mendorong pembentukan bioflok dalam sistem budidaya diantaranya adalah pcrgantian air seminimal mungkin hingga mendekati nol, aerasi kuat serta peningkatan rasio C/N (Van Wyk & Avnimelech, 2007).Menurut Van Wyk & Avnimelech (2007) karakteristik sistem bioflok adalah kebutuhan oksigen yang tinggi dan laju produksi biomas bakteri yang tinggi.Oleh karena itu dalam sistem ini diperlukan aerasi dan pengadukan yang kuat untuk menjamin kebutuhan oksigen baik dari organisme budidaya maupun biomas bakteri serta untuk memastikan bahwa bioflok tetap tersuspensi dalam air dan tidak mengendap.intensitas pengadukan dan kandungan oksigen juga mempengaruhi struktur dan komposisi bioflok (de Schryver et al., 2008). Intensitas pengadukan yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ukuran bioflok sedangkan kandungan oksigen yang terlalu rendah dapat menyebabkan dominasi bakteri filamen pada bioflok yang akan menyebabkan bioflok cenderung terapung. Pakan buatan yang digunakan dalam kegiatan akuakultur umumnya mengandung protein yang cukup tinggi dengan kisaran 18 - 50% (Craig & Helfrich, 2002) dengan rasio C/N kurang dari 10 (Azim et al., 2007).Hal ini tentunya berdampak pada keseimbangan rasio C/N dalam media budidaya, sehingga untuk penerapan teknologi bioflok, rasio C/N perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan rasio C/N dalam air untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri heterotrof dapat dilakukan dengan mengurangi kandungan protein dan meningkatkan kandungan karbohidrat dalam pakan (Azim et al., 2007) atau dengan menambahkan sumber karbohidrat secara langsung ke dalam air (Avnimelech, 2007). Sumber karbohidrat dapat berupa gula sederhana seperti gula pasir atau molase (Ekasari, 2008), atau bahan-bahan pati seperti tepung tapioka, tepung jagung, tepung terigu dan sorgum (Avnimelech, 1999). 1. Tahap persiapan bahan dan alat budidaya A. Bahan: 1) Probiotik, bahan ini berfungsi sebagai bibit bakteri yang akan menguraikan limbah organik sisa pakan, bangkai plankton yang sudah mati menjadi protein. 6 2) Molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu/gula aren, bahan ini berfungsi sebagai sumber carbon (N), karena sistem bioflok akan terbentuk jika C/N rasio lebih dari 12. 3) Ikan gurame, usahakan mencara ikan dengan berkualitas unggul. Akan menjadi lebih baik jika indukan yang digunakan bibit hasil pembibitan sendiri, jadi lebih aman dari bibit penyakit. 4) Pakan ikan, pakan ikan yang baik memiliki kandungan protein diatas 32%. Kolam dengan sistem bioflok tidak menganjurkan penggunaan bahan pakan seperti keong, bekicot, ayam tiren, ikan runcah dan sejenisnya. Jika pembentukan flok sudah jadi, maka pemberian pakan bisa menggunakan pakan dengan konsentrasi protein lebih rendah atau pakan yang tidak terlalu mahal, karena kolam sudah dipenuhi dengan protein organik alami yang diuraikan oleh bakteri heterotrofik. 5) Air merupakan hal yang utama karena menjadi bahan dasar budidaya, usahakan menggunakan air yang tidak tercemar dan bersih, jangan menggunakan air yang mengandung bahan kimia berbahaya karena akan berdampak buruk pada kesehatan pengkonsumsi ikan gurame. B. Alat-alat: a. Aerator, alat ini menjadi alat yang harus disiapkan sebelum menerapkan sistem bioflok ini pada budidaya ikan gurame. Alat ini berfungsi menyuplai Oxigen sekaligus mengaduk flok agar terus mengambang, karena salah satu keberhasilan untuk menjadikan bahan limbah organik menjadi flok protein harus dengan mengaduk terus-menerus 24 jam pada konsentrasi oxigen yang cukup yakni minimal berkisar 1,8 mg/l diatas permukaan air dan 2,1 mg/l dibawah permukaan kolam. Karena bakteri pembentuk plok protein tidak akan berkembang pada kondisi oxigen yang minim. b. Pompa air, meskipun kolam sistem bioflok ini merupakan sistem yang bisa digunakan tanpa mengganti air, tapi sebagai antisipasi tidak ada salahnya jika merancangnya untuk penambahan ketika air sidikit pekat. Karena dengan 7 penambahan dan pengurangan air secara berkala tentu ini akan menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan tidak adanya pergantian sama sekali. c. Bak sortir, serok kecil dan besar, dan berbagai macam peralatan yang dibutuhkan dalam berbudidaya bisa disiapkan. 1. Tahap operasi budidaya a) Pengisian air, pengisisan air dilakukan ketika semua peralatan dan media kolam bioflok sudah difinising, cek terlebih dahulu apa yang masih kurang jangan sampai ada yang merugikan pada saat oprasi budidaya sudah berjalan.Isi air dengan ketinggian 30-40 cm, hal ini dilakukan agar bibit gurame tidak stres dan mati karena belum mampu menahan tekanan air dan kelelahan menggapai makanan yang terlalu jauh. Tidak hanya itu, dengan pengisisan yang tidak terlalu banyak memungkitkan flok akan terbentuk dengan cepat, dengan seiring berjalanya waktu dan ikan mulai tumbuh besar, maka air harus terus ditambah sampai batas ketinggian maksimal yang idealnya berkisar antara 100-120 cm.Tambahkan probiotik, sebagai bibit bakteri pengurai zat organik menjadi flok protein dengan konsentrasi 5-10ml/ meter kubik. probiotikterdapat ditoko-toko penjualan pakan ikan.Tambahkan molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu dan aren kedalam kolam dengan kensentrasi 50-100 ml/meter kubik. Molase berfungsi sebagai bahan perangsang tumbuh kembangnya bakteri-bakteri pengurai supaya dapat berkembang secara efektif.Lakukan pengadukan secara terus menerus 24 jam, dengan menghidupkan aerator. Biarkan sampai beberapa hari sampai air benar-benar matang dan sudah terdapat flok protein didalamnya. Kisaran waktu pembentukan flok tidak bisa dipastikannamun terdapat ciri-ciri yang menandakan air kolam siap ditebar benih diantaranya air yang sudah matang akan terlihat berwarna kuning hijau kecoklatan, kuning tidak kuning hijau juga tidak hijau berwarna samar tapi domonan kecoklatan.Air terlihat seperti keruh, tapi jika diambil sample pada gelas yang bening akan kelihatan jernih dan jika didiamkan beberapa menit akan terlihat ada endapan berwarna hijau samar kuning dan tidak pekat jika dipegang.Jika kolam diaduk pada dasarnya akan keluar kabluk, seperti debu yang melayang-layang diair (Fani, 2013). 8 b) Pemberian pakan, lakukan pemberian pakan dengan konsentrasi lebih banyak pada malam hari karena sifat ikan gurame yang nokturnal atau aktif pada malam hari, mak pemberian pada malam hari akan lebih efesien. Campukan juga probiotik pada pelet atau pakan ikan dengan konsentrasi 4 ml/kg. Jika memungkinkan dapat difermentasikan pakan ikan yang sudah tercampur dengan probiotik tersebut pada tempat yang minim oxigen yang akan membentuk warna pakan menjadi keputihan. Menurut penuturan para pembudidaya sistem bioflok propesional hal tersebut memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan ikan gurame. Tidak hanya itu,harus diatur pemberian pakan secara teratur agar didapat hasil yang maksimal dengan pakan yang serendahrendahnya. c) Pengolahan air, memang benar penerapan sistem biflok ini tidak membutuhkan ganti air sampai panen tiba, tetapi tidak ada salahnya jika melakukan penambahan air dikarenakan seiring bertambahnya usia maka tubuh gurame pun akan semakin bertambah dan perlu juga menambahkan probiotik seminggu sekali dengan konsentersi 5-10 ml/meter kubik, hal ini untuk menjaga kesetabilan bakteri pengurai supaya terus berkembang. d) Pemeliharaan, pemeliharaan ini merupakan waktu yang akan banyak menemui bermacam-macam kendala dan rintangan yang cukup menguras pikiran dan tenaga, tapi tidak usah terlalu dipikirkan, jika dilakukan penanganan dan pengoprasian dengan perosedur yang telah dianjurkan, maka kendala-kendala itu akan mudah untuk diatasi. Berikut langkah-langkah pemeliharaan: 1. Jadwalkan secara teratur waktu dan ukuran pemberian pakan, misalkan jika ikan gurame diberikan pakan sehari 3 kali pukul 00:09, 15:00 dan 21:00 dengan ukuran 5% dari berat badannya, maka pemberian harus dilakukan secara teratur dan tepat waktu. 2. Tambahkan air 2 hari sekali sampai batas ideal 100-120 cm. Jika kolam dikurangi sebanyak 20 L maka harus ditambah sebanyak 40 L atau 2 kali lipat dari pengurangannya. 9 3. Lakukan pengambilan sampling ikan gurame 10 hari sekali untuk menentukan ukuran pakan yang ideal untuk diberikannya berkisar antara 3-6% dari berat badan si gurame. 4. Tambahkan molase/tetes tebu/gula pasir/gula batu seminggu sekali dengan konsentrasi 50-100 ml/meter kubik, hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan C/N rasio agar tetap berada diatas 12. Namun dapatdiganti dengan tepung terigu atau tepung tapioka jika molase berupa tetes tebu tidak tersedia. 5. Pertahankan suhu pada 28°C, suhu ini sangat berpengaruh tehadap flok pada kolam terutama pada musim pncaroba, dikondisi ini suhu sering kali berubahubah oleh karena itu dianjurkan untuk mengatapi kolam dengan fiberglass, tujuannya ketika musim penghujan suhu dan keasaman PH tidak mengalami penurunan maupun peningkatan secara derastis begitupun sebaliknya pada saat musim kemarau. 6. Lakukan pengontrolan serutin mungkin dan segera ambil tidakan jika ikan gurame yang dipelihara mengalami perbedaan seperti, nafsu makan berkurang, gerakan ikan lamban dan sebagainya. Jika hal tersebut terjadi, cek apakah air terlalu pekat atau tidak. Jika terlalu pekat, maka lakukan pengurangan air hingga 50% dan tambah dengan air bersih sampai ketinggian semula (Andi,S. 2013). 2. Tahap panen Panen, sehari sebelum melakukan panen harus memuasakan gurame. Hal ini bertujuan supaya ketika dipanen, gurame tidak memuntahkan kembali pakan atau buang kotoran pada saat pengiriman. Ikan Gurame Siap Panen. Pindahkan air kolam kekolam yang belum terisi air supaya gurame mudah dipanen. Hal ini bertujuan supaya tidak perlu mematangkan air kembali seperti tahap awal dan lebih bisa mengefisiensikan waktu. Dapat kembali digunakan air tersebut dengan konsentrasi 50 air bersih dan 50 air bekas panen tersebut. 10 3. Setelah panen Setelah panen perlu dilakukan pencucian pada kolam yang telah dipanen tersebut, bersihkan flok-flok yang mengumpul disela-sela media kolam sampai bersih, dapat mengunakan sabun sebagai pembersihnya.Biarkan sekama sehari sampai air benar-benar habis mengering, kemudian dapat kembali mengisi dengan air sisa panen maupun menggunakan air bersih. Ditahap ini sudah sampai penghujung dan akan kembali lagi menuju tahap awal oprasi budidaya (Dedi, 2012). 11 III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum ini adalah penggunaan bioflok dapat menekan perairan akibat aktifitas budidaya agar tidak tercemar limbah sisa pakan, dan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh ikan dengan menguraikannya kembali menjadi senyawa atau nutrient yang bermanfaat bagi tubuh ikan tersebut. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi dampak dari pencemaran air yang pengeluarannya mengalir ke sungai dan tentunya sebagian besar digunakan penduduk desa Beji untuk kebutuhan sehari-hari. 3.2. Saran Diharapkan dapat diadakannya penyuluhan mengenai sistem bioflok ini, serta pemerintah dapat mensubsidi alat dan bahan yang diperlukan untuk menjalankan sistem ini agar dapat terealisasikan. 12 DAFTAR PUSTAKA Andi, S. 2013. Teknologi Bioflok Hemat Pakan Alami. Cipta Jaya. Jakarta. Arnold, L.R. et al., 2009. Gambaran Inkontinensia Urin pada Wanita Gemuk di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado., pp.1–21. Avnimelec. 2006. Feeding With Microbial Flocs by Tilapia in Minimal Discharge Bio-Flocs Technology Ponds. Aquaculture 264: 140-147. Azim et al. 2007. Microbial protein production in activated production suspension tank manipulating C/N ratio in feed and implication for fish culture. Bioresource Technology 99, 3590-3599. De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, and W. Verstraete. 2008. The Basics of Bio-Flocs Technology: The Added Value for Aquaculture. Aquaculture, 277: 125–137. Dedi,W. 2012. Pengolahan Limbah Perikanan. Karya Abadi. Surabaya. Ekasari. 2008. Bioflok Sebagai Alternatif Budidaya Perikanan. Pustaka Jaya. Bandung. Fani. 2013. Pengolahan Limbah Budidaya Sistem Bioflok. Gramedia. Jakarta 13