Uploaded by User65694

LAPORAN PENDAHULUAN

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A.
Pengertian
Halusinasi merupakan suatu gangguan persepsi dimana sesorang
mempresepsikan seseatu yang sebenarnya tidak terjadi baik persepsi berupa
suara,
penglihatan,
peraba,
pengecapan
dan
penghidu.
Halusinasi
diakibatkan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan akan adanya objek atau
rangsangan yang nyata. Berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami
persepsi yang salah terhadap adanya stimulus (Muhith, 2015).
B.
Etiologi
Faktor predisposisi dan presipitasi dari halusinasi antara lain (Suliswati,
2005):
1.
Faktor predisposisi
a.
Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b.
Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa
disingkirkan,
kesepian
dan
tidak
percaya
pada
lingkungannya.
c.
Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter
otak.
Misalnya
tejadi
ketidakseimbangan
acetylcholin
dan
dopamin.
d.
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada
ketidakmampuan
klien
dalam
mengambil
keputusan
yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e.
Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan
jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.
Faktor presipitasi
a.
Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b.
Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat
Isi dari
diatasi
merupakan
halusinasi
dapat
penyebab
berupa
halusinasi
perintah
terjadi.
memaksa
dan
menakutkan.
c.
Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang
yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien
d.
Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e.
Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk
beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan memburuk.
C.
Tanda dan Gejala
Tandan dan gejala dari halusinasi sebagai berikut (Damaiyanti, 2012):
Jenis Halusinasi
Halusinasi
pendengaraan



Halusinasi penglihatan



Halusinasi penghidu
Halusinasi pengecap
Halusinasi perabaan





Data Objektif
Bicara atau tertawa
sendiri
Marah-marah tanpa
sebab
Mengarahkan telinga
ke arah tertentu
Menutup telinga
Menunjuk-nunjuk ke
arah tertentu
Ketakutan
kepada
sesuatu yang tidak
jelas
Menghidu
seperti
sedang mambaui baubauan tertentu
Menutup hidung
Sering meludah
Muntah
Menggaruk-garuk
kulit
Data Subjektif
 Mendengar
suara
atau
kegaduhan
 Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
 Mendengar suara yang
menyuruh
melakukan
sesuatu yang berbahaya
Melihat
banyangan,
sinar
bentuk
geometris,
bentuk
kartoon, melihat hantu atau
monster
Membaui bau-bauan seperti
bau darah urine, feses kadangkadang bau itu menyenangkan
Merasakan rasa seperti darah,
urine atau feses
 Menyatakan ada serangga
di permukaan kulit
 Merasa tersengat listrik
D.
Jenis-Jenis Halusinasi
Berikut adalah jeni-jenis halusisnasi yaitu (Yosep, 2007) :
1.
Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah
kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan
kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau
berdebat dengan suara-suara tersebut.
2.
Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3.
Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4.
Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5.
Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di
bawah kulit.
6.
Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7.
Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalnya “phantom phenomenom”
atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8.
Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya
a.
Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada.
b.
Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
E.
Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin
berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
TAHAP
KARAKTERISTIK
PERILAKU
Fase 1 : Comforting :
Klien mengalami
a. Tersenyum atau tertawa
Ansietas Sedang :
perasaan mendalam
Memberi rasa
seperti ansietas,
nyaman tingkat
kesepian, rasa bersalah,
ansietas sedang
takut, dan mencoba
secara umum
untuk berfokus pada
halusinasi merupakan pikiran menyenangkan
suatu kesenangan.
yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir
tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang
cepat.
d. Respon verbal yang
untuk meredakan
lambat jika sedang
ansietas. Individu
asyik.
mengenali bahwa
pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori
e. Diam dan asyik sendiri.
berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani.
Fase II : Condemning Pengalaman sensori
a. Meningkatnya tanda-
: Ansietas Berat:
menjijikkan dan
tanda sistem syaraf
Halusinasi menjadi
menakutkan. Klien
otonom akibat ansietas
menjijikkan.
mulai lepas kendali dan
otonom akibat ansietas
Menyalahkan, tingkat mungkin mencoba untuk
seperti peningkatan
kecemasan berat
mengambil jarak dirinya
denyut jantung,
secara umum
dengan sumber yang
pernafasan, dan tekanan
halusinasi
dipersepsikan. Klien
darah.
menyebabkan rasa
mungkin mengalami
antipasti
dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan
b. Rentang perhatian
menyempit.
c. Asyik dengan
menarik diri dari orang
pengalaman sensori dan
lain.
kehilangan kemampuan
membedakan
halusina
si dan realita.
Fase III : Controlling
Klien berhenti
: Ansietas berat :
menghentikan
dikendalikan halusinasi
Pengalaman sensori
perlawanan terhadap
akan lebih diikuti.
menjadi berkuasa.
halusinasi dan menyerah
Mengontrol tingkat
pada halusinasi tersebut.
berhubungan
kecemasan berat
Isi halusinasi menjadi
orang lain.
pengalaman sensori
menarik. Klien mungkin
tidak dapat ditolak
mengalami pengalaman
hanya beberapa detik
lagi.
kesepian jika sensori
atau menit.
halusinasi berhenti.
a.
.Kemauan
yang
b. Kesukaran
c.
Rentang
d. Adanya
dengan
perhatian
tanda-tanda
fisik ansietas berat :
berkeringat,
tremor,
tidak mampu mematuhi
perintah.
Fase IV : Conquering pengalaman sensori
a.
Perilaku teror akibat
: Panik Umumnya
menjadi mengancam
panik.
menjadi melebur
jika klien mengikuti
b. Potensi
dalam halusinasi.
perintah halusinasi.
suicide
kecemasan panik
Halusinasi berakhir dari
atau
secara umum diatur
beberapa jam atau hari
(membunuh orang lain)
dan dipengaruhi oleh
jika tidak ada intervensi
waham
terapeutik.
c.
kuat
(bunuh
diri)
homicide
Aktivitas
fisik
merefleksikan
halusinasi
perilaku
isi
seperti
kekerasan,
agitasi, menarik diri,
atau katatonia.
d. Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks.
e.
Tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
F.
Rentang Respon Halusinasi
Adatif
- Pikiran logis
Mal adatif
- Kadang-kadang
-
Waham
- Persepsi akurat
proses pikir
-
Halusinasi
- Emosi konsisten
terganggu (distorsi
-
Sulit berespons
pikiran
-
Perilaku
dengan pengalaman
- Perilaku sesuai
- Ilusi
- Hubungan sosial
- Menarik diri
harmonis
- Reaksi
emosiberlebihan
disorganisasi
-
Isolasi sosial
- Perilaku tidak biasa
G.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan
hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b.
Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f)
Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua
yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
c.
Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
2) Mekanisme
penghataran
listrik
di
syaraf
terganggu
(mekanisme penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja,
dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku
merusak,
kurang
perhatian,
tidak
mampu
mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila
perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak
hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi
informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali
sehari.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d.
Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1) Status mental
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan nformasi
f)
Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
h) Tingkat kesadaran
i)
Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
a) Regresi
: malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain.
c) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan
dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau
pemukiman.
2. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
(Akibat)
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi penglihatan
(Masalah)
Isolasi sosial
(Penyebab)
3. Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
b.
Isolasi sosial: menarik diri
c.
Resiko perilaku kekerasan
4. Rencana Tindakan Keperawatan
SP PASIEN
SP KELUARGA
Membina hubungan saling percaya
Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi
halusinasi
:
Strategi Pelaksanaan 1
dengan 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
mendiskusikan isi, frekuensi, waktu
keluarga dalam merawat pasien
terjadi situasi pencetus, perasaan dan 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
respon
serta
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi :
hardik,
obat,
proses
terjadinya
halusinasi
(gunakan booklet)
bercakap-cakap, 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan
melakukan kegiatan.
3. Latih
cara
halusinasi.
mengontrol
halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi : hardik
dengan menghardik
5. Anjurkan
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk
membantu
pasiensesuai
jadwal dan beri pujian.
latihan menghardik.
Strategi Pelaksanaan 2
Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri 1. Evaluasi
pujian
2. Latih
kegiatan
keluarga
dalam
merawat / melatih pasien menghardik
cara
mengontrol
halusinasi
beri pujian
dengan obat (jelaskan 8 benar obat, 2. Jelaskan 8 benar cara memberikan obat
jenis,
guna,
dosis,
frekuensi, 3. Latih cara memberikan/ membimbing
kontinuitas minum obat, kadaluarsa
dan dokumentasi)
minum obat
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat
jadwal dan beri pujian
pada gangguan jiwa
4. Jelaskan
akibat
jika
obat
tidak
diminum sesuai program
5. Jelaskan akibat putus obat
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukan
pada
jadwal
kegiatan
kegiatan untuk latihan menghardik dan
beri pujian.
Strategi Pelaksanaan 3
Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi
dan obat. Beri pujian.
2. Latih
dengan
cara
mengontrol
bercakap-cakap
merawat/
halusinasi
ketika
halusinasi muncul
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik, minum obat, dan
bercakap-cakap.
kegiatan
keluarga
dalam
pasien
dalam
melatih
menghardik dan memberikan obat.
Beri pujian
2. Jelaskan
cara
bercakap-cakap
dan
melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
3. Latih
dan
sediakan
bercakap-cakap
waktu
dengan
untuk
pasien
terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian.
Strategi Pelaksanaan 4
Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegoatan keluarga merawat/
penggunaan obat dan bercakap-cakap.
melatih
Beri pujian
memberikan obat dan bercakap-cakap.
2. Latih
cara
mengontrol
halusinasi
pasien
menghardik,
Beri pujian
dengan melakukan kegiatan harian 2. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM,
(mulai 2 kegiatan)
tanda kambuh, rujukan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
latihan
menghardik,
minum
obat,
jadwal. Beri pujian.
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 5
Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi
minum
obat,
bercakap-cakap,
kegiatan
keluarga
dala
dan
merawat/ melatih pasien menghardik,
melakukan kegiatan harian. Beri pujian
minum obat, bercakap-cakap, kegiatan
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol
harian dan follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat
pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/ PKM
Download