Uploaded by colitiaphari69

pdf-askep-penyakit-menular-seksual

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Menular seksual (PMS) merupakan penyakit yang cara penularannya
melalui hubungan kelamin. Penyakit menular seksual adalah berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan seksual. Penyakit menular
seksual sering dikenal masyarakat luas dengan sebutan penyakit kelamin dan gejala yang
timbul kebanyakan di sekitar alat kelamin (Ida Ayu,2009).
Menurut penelitian lebih lanjut dijumpai bahwa semakin bertambah penyakit yang
timbul akibat hubungan seksual. Dari sudut epidemiologi ternyata penyakit menular
seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan pertambahan dan terjadinya migrasi
penduduk, bertambahnya kemakmuran, serta terjadi perubahan perilaku seksual yang
semakin bebas tanpa batas. Terdapat berbagai jenis penyakit menular seksual. Namun,
yang paling umum dan paling penting untuk diperhatikan adalah penyakit gonore,
klamidia, herpes kelamin, sifilis, hepatitis B, dan HIV/AIDS (Ida Ayu,2009).
Di era modern ini, penyakit menular seksual masih tetap merupakan masalah
kesehatan masyarakat, baik ditinjau dari segi kesehatan, politik maupun sosial ekonomi.
Dalam dekade terakhir ini, telah terjadi peningkatan kejadian penyakit menular seksual
dibanyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 1995, WHO memperkirakan
lebih dari 330 juta penderita penyakit menular seksual berobat setiap tahunnya dan setiap
hari terjadi sekitar 1 juta infeksi penyakit menular seksual. Kelompok remaja dan dewasa
muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk
tertular penyakit menular seksual (Suharjo,2008).
Selisih yang terlihat pada angka-angka penyakit untuk penyakit menular seksual
memperlihatkan perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Angka insidensi
sifilis dan gonorrhea pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Di Indonesia,
penyakit ini telah mulai menjalar dengan perkembangan penularan yang cukup cepat.
Perubahan perilaku seksual menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berkaitan
dengan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah
terakhir ini mempunyai dampak yang lebih luas baik biologis, psikologis,
spiritual, dan etika (Ida Ayu,2009).
Penyakit menular seksual dapat menimbulkan infeksi akut (mendadak) yang
sosial,
(atas) dan menimbulkan penyakit radang panggul. Pengobatan yang kurang memuaskan
menyebabkan penyakit menjadi menahun (kronis) yang mengakibatkan rusaknya fungsi
alat genitalia. Hampir seluruh penyakit menular seksual dapat disembuhkan kecuali
beberapa penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus seperti
herpes,
HIV/AIDS, hepatitis B, dan kutil kelamin. Namun, beberapa penyakit menular seksual
yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi resisten terhadap berbagai anti-biotika
generasi lama. Penyakit menular seksual yang tidak diobati secara dini dapat berlanjut
pada berbagai kondisi yang cukup serius (Ida Ayu,2009).
Mengingat besarnya permasalahan penyakit menular seksual dan
bahaya
komplikasi yang ditimbulkannya, maka pengetahuan mengenai penyakit ini dan upayaupaya pencegahannya penting untuk diketahui oleh masyarakat. Peran sebagai seorang
perawat dalam mengatasi Penyakit Menular Seksual (PMS) diatas ialah memberikan
asuhan keperawatan dengan intervensi yang sesuai terhadap respon yang terjadi pada
pasien yang memgalami penyakit menular seksual serta melakukan kolaborasi dengan
dokter ataupun tenaga medis lain dalam memberikan perawatan yang tepat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
melakukan peran sebagai perawat dalam pencegahan dan penanganan masalah
Penyakit Menular Seksual (PMS)
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Penyakit Menular Seksual (PMS)
2. Mengetahui etiologi Penyakit Menular Seksual (PMS)
3. Mengetahui cara penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)
4. Mengetahui manifestasi klinis Penyakit Menular Seksual (PMS)
5. Mengetahui upaya pengendalian dan pencegahan Penyakit Menular Seksual
(PMS)
6. Mengetahui jenis-jenis Penyakit Menular Seksual (PMS)
7. Mengetahui penyakit HIV/AIDS
8. Mengetahui asuhan keperawatan HIV/AIDS
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui dan menjelaskan apa yang dimaksud Penyakit Menular Seksual
(PMS), cara menanganinya dan asuhan keperawatannya. Serta dapat menerapkannya di
lingkungan rumah sakit maupun masyarakat sebagai upaya pensegahan penyakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Alat Kelamin Pria
2.1.1 Alat Kelamin Internal
Organ reproduksi dalam pria terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan
kelenjar asesoris.
a. Testis
Testis adalah kelenjar kelamin jantan pada hewan dan manusia. Testis
berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis dibungkus oleh skrotum, kantong
kulit di bawah perut. Pada manusia, testis terletak di luar tubuh, dihubungkan
dengan tubulus spermatikus dan terletak di dalam skrotum. Ini sesuai dengan
fakta bahwa prosesspermatogenesis pada mamalia akan lebih efisien
dengan
suhu lebih rendah darisuhu tubuh (< 37°C).
Pada tubulus spermatikus terdapat otot kremaster yang apabila
berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis akan
diturunkan, otot kremaster akan berelaksasi dan testis akan menjauhi tubuh.
Fenomena ini dikenal dengan refleks kremaster.
Selama
masa
pubertas,
testis
berkembang
untuk
memulai
spermatogenesis. Ukuran testis bergantung pada produksi sperma (banyaknya
spermatogenesis), cairan intersisial, dan produksi cairan dari sel Sertoli.
Pada umumnya, kedua testis tidak sama besar. Dapat saja salah satu
terletak lebih rendah dari yang lainnya. Hal ini diakibatkan perbedaan struktur
anatomis pembuluh darah pada testis kiri dan kanan. Testis berperan
pada sistem
reproduksi dan sistem
memproduksi sperma (spermatozoa),
endokrin. Fungsi
memproduksi
hormon
testis:
seks
pria
seperti testosteron.
Kerja testis di bawah pengawasan hormon gonadotropik dari kelenjar
pituitari bagian anterior luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating
hormone (FSH). Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika
albuginea. Di dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus
seminiferus. Tubulus ini dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah
tengah berkembang.
atau
Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk diejakulasikan), akan
bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus efferen, dan epididimis. Bila
mendapat rangsangan seksual, spermatozoa dan cairannya (semua disebut air
mani) akan dikeluarkan ke luar tubuh melalui vas deferen dan akhirnya, penis.
Di antara tubulus seminiferus terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial
Leydig. Sel Leydig memproduksi hormon testosteron. Pengangkatan testis
disebut orchidektomi atau kastrasi.
b. Saluran reproduksi
Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari
epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi dan uretra.
1) Epididimis (tempat pematangan sperma)
Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam skrotum yang keluar
dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan dan kiri.
Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai
sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens
2) Vas deferens (saluran sperma dari testis ke kantong sperma)
Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran lurus
yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens
tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar
prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari
epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis).
3) Saluran ejakulasi
Saluran ejakulasi merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung
semen dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar
masuk ke dalam uretra.
4) Uretra
Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis.
Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung semen
dan saluran untuk membuang urin dari kantung kemih.
c. Kelenjar kelamin
Kumpulan kelenjar aksesoris terdiri dari vesikula seminalis, prostate, dan
kelenjar bulbouretralis. Sebelum ejakulasi, kelenjar tersebut mensekresikan
mucus bening yang menetralkan setiap urine asam yang masih tersisa dalam
Sel-sel sperma
dapat
bergerak
dan
mungkin
aktif
mengadakan
metabolisme setelah mengadakan kontak dengan plasma semen. Plasma semen
mempunyai dua fungsi utama yaitu: berfungsi sebagai
media
pelarut
dan
sebagai pengaktif bagi sperma yang mula-mula tidak dapat bergerak serta
melengkapi sel-sel dengan substrat yang kaya akan elektrolit (natrium dan
kalium klorida), nitrogen, asam sitrat, fruktosa,
asam
askorbat,
inositol,
fosfatase sera ergonin, dan sedikit vitamin-vitamin serta enzim-enzim. Kelenjar
aksesoris terdiri dari:
1) Vesikula seminalis (tempat penampungan sperma)
Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan
kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding
vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber
makanan bagi sperma.
Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60 % total volume semen.
Cairan tersebut mengandung mukus, gula fruktosa (yang menyediakan
sebagian besar energi yang digunakan oleh sperma), enzim pengkoagulasi,
asam askorbat, dan prostaglandin.
2) Kelenjar prostat (penghasil cairan basa untuk melindungi sperma)
Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian
bawah kantung kemih. Kelenjar prostat adalah kelenjar pensekresi terbesar.
Cairan
prostat
bersifat
encer
dan
seperti
susu,
mengandung
enzim
antikoagulan, sitrat (nutrient bagi sperma), sedikit asam, kolesterol, garam
dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan hidup sperma.
3) Kelenjar bulbouretra / cowper (penghasil lendir untuk melumasi saluran
sperma)
Kelenjar bulbouretralis adalah sepasang kelenjar kecil yang terletak
disepanjang uretra, dibawah prostat. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra)
merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar
Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa).
2.1.2 Alat kelamin luar
a. Penis
Penis (dari bahasa Latin yang artinya “ekor”, akar katanya sama
merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pada manusia,
penis terdiri atas tiga bangunan silinder berisi jaringan spons. Dua rongga yang
terletak di bagian atas berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga lagi
berada di bagian bawah yang berupa jaringan spons korpus spongiosum yang
membungkus uretra. Ujung penis disebut dengan glan penis. Uretra pada penis
dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak mengandung
pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Bila ada
suatu
rangsangan,
rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah sehingga penis menjadi tegang dan
mengembang (ereksi).
Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan sisa
metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu reproduksi. Penis
sejati dimiliki oleh mamalia. Reptilia tidak memiliki penis sejati karena hanya
berupa tonjolan kecil serta tidak tampak dari luar, sehingga
disebut
sebagai hemipenis (setengah penis).
Gambar 2.1 Struktur penis
b. Skrotum
Skrotum adalah kantung (terdiri dari kulit dan otot) yang membungkus testis
atau buah
zakar.
Skrotum
terletak
di
antara penis dan anus serta
di
depan perineum. Pada wanita, bagian ini serupa dengan labia mayora. Skrotum
berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum
kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot
polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga
dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot
yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster.
Pada skrotum manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis. Rambut
pubis mulai tumbuh sejak masa pubertas.
Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu
lingkungan yang memiliki suhu 1-8oC lebih dingin dibandingkan temperature
rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya pengaturan oleh
sistem otot rangkap yang menarik testis mendekati dinding tubuh untuk memanasi
testis atau membiarkan testis menjauhi dinding tubuh agar
lebih
dingin.
Pada manusia, suhu testis sekitar 34°C.
Pengaturan suhu dilakukan dengan mengeratkan atau melonggarkan skrotum,
sehingga testis dapat bergerak mendekat atau menjauhi tubuh. Testis
akan
diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak menjauh pada suhu
panas.
Gambar 2.2 Anatomi reproduksi pria
1. Hormon Pada Pria
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron,
LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan
hormon pertumbuhan.
a.
Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk
membentuk
sperma,
terutama
pembelahan
meiosis
untuk
membentuk
spermatosit sekunder.
b. LH (Luteinizing Hormone)
LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi selsel Leydig untuk mensekresi testoteron.
Kandiloma
akuminata
adalah
kandiloma
genital
eksternal
disebabkan oleh infeksi HPV (human papillomavirus). Sebanyak 80
yang
strain
HPV telah diidentifikasi, dan 30 diantaranya menyebabkan infeksi genital.
Insidensi Kandiloma akuminata berkisar 0,5-1% pada orang dewasa
muda
yang aktif secara seksual di Amerika Serikat. Kasus baru yang dilaporkan
mencapai 1 juta setiap tahun. Remaja, orang dewasa muda dan orang dengan
banyak pasangan seksual (multiple partners) memiliki resiko lebih tertinggi
mengalami infeksi. Tidak ada bukti bahwa kondom mencegah penyebaran
HPV, dan HPV dapat menyebar melalui berbagai aktivitas seksual di luar
senggama. Risiko neoplasia intraepitel servikal pada perempuan
yang
terinfeksi dengan HPV meningkat. Pajanan asap rokok aktif dan pasif sangat
kuat dihubungkan dengan ekspresi HPV.
Kandiloma akuminata dapat disebabkan kontak dengan penderita yang
terinfeksi HPV. Sampai saat ini dikenal lebih dari 100 macam jenis HPV, yang
sering menyebabkan kondiloma akuminata yaitu tipe 6 dan 11. HPV ini masuk
melalui mikro lesi pada kulit, biasanya pada daerah kelamin dan melakukan
penetrasi pada kulit sehingga menyebabkan abrasi permukaan epitel. Human
Papilloma Virus adalah epiteliotropik; yang sifatnya mempunyai afinitas tinggi
pada sel-sel epitel. HPV yang masuk ke lapisan basal sel epidermis dapat
mengambil alih DNA dan mengalami replikasi yang tidak terkendali. Fase
laten virus dimulai dengan tidak adanya tanda dan gejala yang dapat
berlangsung sebulan bahkan setahun. Setelah fase laten, produksi virus DNA,
kapsid dan partikel dimulai. Lamanya inkubasi sejak pertama kali
terpapar
virus sekitar 3 minggu sampai 8 bulan atau dapat lebih lama. HPV yang masuk
ke sel basal epidermis ini dapat menyebabkan nodul kemerahan di sekitar
genitalia. Penumpukan nodul merah ini membentuk gambaran seperti bunga
kol. Nodul ini bisa pecah dan terbuka sehingga terpajan mikroorganisme dan
bisa terjad penularan karena pelepasan virus bersama epitel.HPV yang masuk
ke epitel dapat menyebabkan respon radang yang merangsang pelepasan
mediator inflamasi yaitu histamin yang dapat menstimulasi saraf perifer.
Gambar 2.8 Kondilomata akuminata pada penis
2.7.6 Virus Hepatitis
Hepatitis adalah penyakit hati akut yang dapat disebabkan oleh beberapa
virus yang umumnya ditularkan melalui hubungan seksual.
a.
Virus Hepatitis A (HAV) menyebabkan infeksi hati jangka pendek atau
terbatas tapi juga bisa sangat serius meskipun tidak menyebabkan infeksi
kronis. Infeksi virus Hepatitis A dapat menular melalui aktivitas seksual,
juga kontak mulut dan anus. Vaksinasi dapat mencegah HAV infection.
b. Virus Hepatitis B (HBV) menyebabkan penyakit hati serius yang dapat
mengakibatkan kerusakan hati permanen (sirosis), kanker, gagal hati, dan
kematian. HBV menyebar melalui hubungan heteroseksual maupun
homoseksual serta melalui kontak dengan cairan tubuh seperti darah.
Berbagi jarum suntik yang terkontaminasi virus, tato, dan tindik
juga
dapat menularkan virus hepatitis B. Wanita hamil dengan HBV dapat
menularkan virus ke bayinya saat melahirkan. Infeksi HBV dapat dicegah
melalui vaksinasi.
c. Virus hepatitis C (HCV) dapat langsung menyebabkan penyakit hati, tapi
infeksi lebih sering terjadi secara diam-diam dan kemudian
menjadi
sirosis hati, kanker, gagal hati, dan kematian. HCV ini paling sering
ditularkan melalui penggunaan jarum suntik atau kontak dengan
darah
yang terinfeksi. Jenis PMS ini dapat menyebar melalui kontak seksual,
dari ibu ke janin selama kehamilan dan persalinan. Belum ada
untuk Hepatitis C, dan pengobatan HCV tidak selalu efektif.
vaksin
Gambar 2.9 Salah satu manifestasi pada penderita hepatitis
2.7.7 Chancroid
Chancroid adalah suatu penyakit menular seksual yang
disebabkan
oleh Haemophilus ducreyi, ditandai dengan ulkus genital nekrotikans. Infeksi
HIV dikaitkan dengan angka infeksi chancroid yang tinggi. Laki-laki lebih
sering mengalami chancroid daripada perempuan (Michael, 2008).
Gejala yang timbul pada Chancroid yaitu pengembangan borok
menyakitkan pada alat kelamin (penis), chancroid juga dapat menyebabkan
kelenjar getah bening di daerah pangkal paha membengkak, ulkus chancroid
Nyeri biasanya berkembang 3-10 hari setelah terinfeksi, nyeri saat buang air
kecil, nyeri saat menggerakan perut, baik pria maupun wanita bisa mengalami
demam dan kelelahan umum dengan penyakit.
Penyakit ini diawali dengan benjolan-benjolan kecil yang muncul
disekitar genetalia atau anus, 4-5 hari setelah kontak dengan penderita.
Benjolan itu akhirnya akan terbuka dan mengeluarkan cairan yang berbau tidak
sedap (Rosari, 2006). Chancroid adalah sejenis bakteri yang menyerang kulit
kelamin dan menyebabkan luka kecil bernanah. Jika luka ini pecah,
bakteri akan menjalar kearah pubik dan kelamin.
Gambar 2.10 Chancroid
tiba menunjukkan status hidrasi. Kehilangan
cairan berkenan dengan diare dapat dengan
cepat menyyebabkan krisis dan mengancam
hidup.
5
6
Pantau pemasukan oral dan
Mempertahankan keseimbangan cairan,
memasukkan cairan sedikitnya
mengurangi rasa haus, dan melembabkan
2500 ml/hari
membran mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada
Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu
pasien, gunakan cairan yang
mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk
mudah ditoleransi oleh pasien dan
dikonsumsi (misalnya jeruk asam) karena lesi
yang menggantikan elektrolit
pada mulut.
yang dibutuhkan, misalnya
gatorade, air daging.
7
Hilangkan makanan yang
Mungkin dapat mengurangi diare.
berpotensial menyebabkan diare.
Yakni yang pedas/ makanan
berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan/
konsentrasi makanan yang
diberikan per selang jika
diberikan.
Kolaborasi
8
Berikan cairan/ elektrolit melalui
Mungkin diperlukan untuk mendukung/
selang pemberi makanan/ IV.
memperbesar volume sirkulasi, terutama jika
pemasukan oral tak adekuat, mual/ muntah
terus menerus.
9
Pantau hasil pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi,
misalnya
Hb/Ht
Bermanfaat dalam memperkirakan kebutuhan
cairan
Elektrolit serum/ Urine
Mewaspadakan kemungkinan adanya
gangguan elektrolit dan menentukan
kebutuhan elektrolit tersebut
BUN/Kr
10
Mengevaluasi perfusi/ fungsi ginjal
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi:
Antiemetik, misalnya
Mengurangi insiden muntah untuk
proklorperazin maleat
mengurangikehilangan cairan/ elektrolit lebih
(Compazine), trimetobenzamid
lanjut.
(Tigan), metoklopramid (Reglan)
Antidiarea, misalnya difenoksilat
Menurunkan jumlah dan keenceran feses,
(Lomotil), loperamid imodium,
munurunkan jumlah kejang usus dan
paregorik, atau antispasmodik,
peristaltik, catatan: antibiotik mungkin
misalnya mepenzolamat bromida
digunakan untuk mengobati diare jika
(Canti)
disebabkan oleh infeksi
Antipiretik, misalnya
Membantu mengurangi demam dan respons
asetaminofen (Tylenol)
hiper metabolisme, menurunkan kehilangan
cairan tak kasat mata.
11
Pertahankan selimut hipotermia
Mungkin diperlukan bila tindakan lain gagal
bila digunakan.
mengurangi demam yang berlebih
b. Infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi.
Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 2 x 24 jam risiko infeksi pada
klien dapat dicegah atau diperkecil
Kriteria Hasil:
a. Mencapai masa penyembuhan luka.
b. Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi infeksi
No
Intervensi
Rasional
Mandiri
1
Cuci tangan sebelum dan sesudah
seluruh kontak perawatan
dilakukan. Instruksikan pasien/
Mengurangi resiko kontaminasi silang
orang terdekat untuk mencuci
tangan sesuai indikasi
2
Berikan lingkungan yang bersih
Mengurangi patogen pada sistem imun dan
dan berventilasi baik. Periksa
kemungkinan pasien mengalami infeksi
pengunjung/ staf terhadap tanda
nosokomial
infeksi dan pertahankan
kewaspadaan sesuai indikasi
3
Diskusikan tingkat dan rasional
Meningkatkan kerjasama dengan cara hidup
isolasi pencegahan dan
dan berusaha mengurangirasa terisolasi
mempertahankan kesehatan
pribadi
4
Pantau tanda-tanda vital termasuk
Memberikan informasi data dasar, awitan/
suhu.
peningkatan suhu secar berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukkan
bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi
yang baru dimana obat tidak lagi dapat secara
efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
5
Kaji frekuensi/ kedalaman
Kongesti/ distres pernapasan dapat
pernapasan, perhatikan batuk
mengidentifikasi perkembangan PCP,
nspasmodik kering pada inspirasi
penyakit yang paling umum terjadi. Meskipun
dalam, perubahan karakteristik
demikian, TB mengalami peningkatan dan
sputum, dan adanya mengi/ronki.
infeksi jamur lainnya, viral, dan bakteri dapat
Lakukan isolasi pernapasanbila
terjadi yang membahayakan sistem
etiologi batuk produksif tidak
pernapasan.
diketahui.
6
Selidiki keluhan sakit kepala,
Ketidaknormalan neurologis umumdan
kaku leher, perubahan
mungkin dihubungkan dengan HIV ataupun
penglihatan. Catat perubahan
infeksi sekunder. Gejala-gejala mungkin
mental dan tingkah laku. Pantau
bervariasi dan perubahan yang kecil pada
kekakuan nukal/ aktivitas kejang.
alam perasaan/ sensorium (perubahan
kepribadian atau depresi) sampai halusinasi,
kehilangan daya ingat, demensia hebat,
kejang, dan kehilangan penglihatan. Infeksi
SSP (ensefalitis paling umum) mungkin
disebabkan oleh protozoa dan organisme
helmintes, atau jamur.
7
Periksa kulit/ membran mukosa
Kandidiasis oral, KS, herpes, CMV, dan
oral terhadap bercakputih/ lesi.
Cryptococcus adalah penyakit yang umum
terjadi dan memberi efek pada membran kulit.
8
Bersihkan kuku setiap hari.
Mengurangi risiko transmisi bakteri patogen
Dikikir lebih baik daripada
melalui kulit.
dipotong dan hindari memotong
kutikula.
9
Periksa adanya luka /lokasi alat
Identifikasi perawatan awal dari infeksi
invansif. Perhatikan tanda-tanda
sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
inflamasi/ infeksi lokal
Kolaborasi
10
Pantau studi laboratorium,
misalnya
JDL/ diferensial
Pemindahan diferensial dan perubahan pada
jumlah SDP mengidentifikasi proses infeksi
Periksa kultur/ sensitivitas lesi,
Mengidentifikasi penyebab demam
darah, urine, dan sputum
11
Berikan antibiotik anti jamur/
Menghambat proses infeksi
agen antimikrobia
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
Tujuan :
Setelah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 2 x 24 jam nutrisi adekuat dan
masukan cairan terpelihara.
Kriteria hasil :
a. Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.
b. Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan.
c. Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat.
8
Konsultasikan dengan tim
Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan
pendukung ahli diet/ gizi.
individu dengan rute yang tepat.
d. Nyeri kronik berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan
Tujuan :
Setelah tindakan keperawatan yang dilakukan selama 2 x 24 jam nyeri sudah tidak
dirasakn dan berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Keluhan nyeri hilang/ terkontrolnya rasa sakit
b. Menunjukkan posisi/ ekspresi wajah rileks
c. Dapat tidur/ beristirahat adekuat
No
Intervensi
Rasional
Mandiri
1
Kaji
keluhan
nyeri,
lokasi,
intensitas, frekuensi, dan waktu.
Mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi
dan tanda-tanda perkembangan/ resolusi serta
komplikasi.
2
Dorong mengungkapkan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut.
.
3
Berikan
misalnya
aktivitas
hiburan,
membaca,
menonton
televisi.
4
Memfokuskan kembali pikiran,
dapat meningkatkan
kemampuan
mungkin
untuk
menanggulangi.
Lakukan
misalnya
tindakan
paliatif,
pengubahan
posisi,
Meningkatkan relaksasi.
masase, rentang gerak sendi yang
sakit.
5
Instruksikan
untukmelakukan
pasien
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
bimbingan
imajinasi dan relaksasi progresif.
Kolaborasi
6
Berikan
analgesik/
anlgesik narkotik.
antipiretik,
Memberikan penurunan nyeri/ tidak nyaman,
mengurangi demam
3.5 Evaluasi
a. Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
b. Risiko infeksi pada klien dapat dicegah atau diperkecil.
c. Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara.
d. Nafsu makan klien kembali normal.
e. Keluhan nyeri hilang/ terkontrolnya rasa sakit
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit Menular Seksual adalah infeksi apapun yang terutama didapat melalui
kontak seksual. PMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal
dalam darah atau cairan tubuh meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan
parasit-parasit kesil. Sebagian organisme yang terlibat hanya ditemukan
di
saluran
genital (reproduksi) saja tetapi yang lainnya juga ditemukan di dalam organ tubuh lain.
Terdapat berbagai jenis penyakit menular seksual. Namun, yang paling umum dan paling
penting untuk diperhatikan adalah penyakit gonore, klamidia, herpes kelamin, sifilis,
hepatitis B, dan HIV/AIDS. Gejala yang dialami dapat asymtomatic
maupun
symtomatic.
4.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan pada
klien dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) secara jelas agar dapat
menunjang
keahlian perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan, mampu menegakkan
diagnosis dan intervensi secara cepat dan tepat, sehingga dapat memperpendek masa
patologis penyakit pada tubuh klien. Selain itu dalam rangka mencegah penyebarluasan
penyakit seksual maka perlu meningkatkan upaya promotif dengan cara melakukan
penyuluhan tentang penyakit menular seksual sehingga masyarakat lebih bisa waspada
dan perlu juga untuk melakukan pengendalian terhadap semakin banyaknya kegiatan
seks bebas. Peran seorang perawat dan tenaga medis lainnya sangat penting dalam
melakukan penanggulangan penyakit menular seksual yang sangat berbahaya dengan
memberikan pendidikan kesehata (Health Education) kepada masyarakat terkait bahaya
dan upaya pencegahan penyakit menular seksual.
DAFTAR PUSTAKA
Adam,dr.H.A.M. 2012. Bahan Ajar Infeksi Menular Seksual (IMS) Pada Sistem Urogenitalia.
Makassar: FK Universitas Hasanuddin
Ayu C M,Ida,Bagus G M,Ida.2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2.
Jakarta: EGC
Benson,Ralph C,Pernoll,Martin L.2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta:
EGC
Cahyono,Suharjo B.2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern.Yogyakarta: kanisius
Cotran,Robbins. 2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7.Jakarta: EGC
Gonore pada wanita.
http://gonore.org/gonore-pada-wanita/. Diakses pada tanggal 9
September 2014 pukul 18.40 WIB
Heffner, Linda J. & Danny J. Schust. 2005. At a Glance SISTEM REPRODUKSI Edisi
Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series
Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. 2008. Lecture Notes Penyakit Infeksi, Edisi 6.
Jakarta : Erlangga
Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins &
Cotran, Ed . Jakarta : EGC
Michael, Greenberg L, Anthony Morocco, Christy Salvaggio. 2008. Teks- Atlas Kedokteran
Kedaruratan Greenberg, Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Penyakit Gonorrhea. http://penyakitgonorrhea.com/. Diakses pada tanggal 9 September 2014
pukul 20.00 WIB
Romauli,S.dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan . Jogjakarta : PT.
Nuha Medika.
Sastrawinata,Sulaiman.2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta:EGC
Tambayong,Jan.2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Timmreck,Thomas C.2005. Epidemiologi: Suatu pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC
Wibowo,
Jessika.
2012.
Mengenal
Penyebab
Gonorrhea.
http://www.penyakitmenularseksual.com/mengenal-penyebab-gonorrhea.html. Diakses
pada tanggal 9 September 2014 pukul 20.35 WIB
Wibowo, Jessika. 2012. Penyebab Gonorrhea. http://www.penyakitkelamin.net/penyebabgonorrhea/. Diakses pada tanggal 9 September 2014 pukul 19.15 WIB
Download