Uploaded by langensarisukses

LAPKAS FINA edit

advertisement
LAPORAN KASUS
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
Disusun Oleh:
Nama
: Fina Hidayat
NIM
: 2013730144
Pembimbing
: dr. Dedy Maryanto, M.Sc, Sp.S
RumahSakit
: BLUD RS Sekarwangi
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
BLUD RUMAH SAKIT SEKARWANGI SUKABUMI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 10 JULI 2017 – 13 AGUSTUS 2017
PENDAHULUAN
Stroke merupakan suatu penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara
berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,
prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi
stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2013,
stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung
lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik
lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi
(contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh:
obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk
mengendalikan kejadian stroke di satu negara.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. M
Umur
: 57 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Undrus RT 3/ RW 1, Caringin Wetan, Caringin, Sukabumi, Jawa Barat
Pekerjaan
: Berkebum
Masuk RS
: 17 Agustus 2017
No. CM
: 550001/ RD1708170067
ANAMNESIS
Diperoleh dari saudara dan suami pasien (alloanamnesis), dilakukan pada tanggal 18
Agustus 2017.
I. Keluhan Utama
Lemah Anggota gerak sebelah kanan
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak satu hari yang lalu, pasien merasakan
kelemahan makin memberat sehingga sempat terjatuh, OS datang ke RS Sekarwangi
diantar keluarganya dengan keluhan sama yang dirasakan memberat, yang diawali rasa
kesemutan disertai dengan nyeri kepala dan sulit menggerakan mulutnya. Penurunan
kesadaran, mual, muntah, dan kejang disangkal.
Gangguan buang air besar dan buang air kecil disangkal.
III. Riwayat penyakit dahulu
Menurut keluarga pasien, sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini, dan tidak pernah
mengeluhkan akan adanya rasa pusing atau rasa sakit lain sebelum pasien terjatuh.

Riwayat trauma sebelumnya disangkal

Riwayat kejang disangkal

Riwayat neoplasma/keganasan disangkal

Riwayat sakit jantung tidak diketahui

Riwayat diabetes mellitus

Riwayat hipertensi tidak diketahui
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada yang mengalami hal serupa

Riwayat epilepsy
: Disangkal

Riwayat DM, hipertensi
: Disangkal

Riwayat stroke
: Disangkal

Riwayat hipertensi
: Tidak diketahui
V. Riwayat Pengobatan:
Pasien tidak pernah berobat.
VI. Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi
:
Pasien tinggal dengan suami nya saja, dan pasien tidak memiliki anak, sehari-hari pasien
melakukan pekerjaan berkebun sayur sayuran bersama dengan suaminya. Pasien tidak
merokok, minum kopi, minum the dan tidak minum-minuman keras. Pasien makan 2x
sehari, sering mengkonsumsi makanan asin,
VII. Riwayat Alergi;
Tidak ada riwayat alergi
PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Tampak sakit berat
Kesadaran
E3 M6 V5= Compos Mentis
TANDA-TANDA VITAL
Tekanan darah
150/100 mmHg
Suhu
36,7˚C
Pernafasan
20 x/menit
Nadi
76 x/menit
STATUS GENERALISATA
Deformitas (-)
Kepala
Alopesia (-)
Mata
Konjunctiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
Pupil: Isokor
Reflek pupil +/+
Hidung
Sekret/darah (-)
Septum deviasi (-)
Mulut
Bibir sianosis (-)
Faring & tonsil hiperemis (-)
Tonsil T1/T1
Telinga
Sekret/darah (-)
Leher
Pembesaran KGB (-)
Dada:
Inspeksi :
Paru
Dinding dada simetris +/+
Retraksi dinding dada -/Palpasi :
Vocal fremitus simetris
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
Sonor dikedua lapang paru
Batas paru hepar setinggi ICS 5
Auskultasi :
Vesikuler
Wheezing -/Ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat
Papula (-), purpura (-), ekimosis (-),
spider naevi (-), vena kolateral (-),
massa (-)
Palpasi :
Ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas jantung kiri pada mid klavikula
sinistra.
Batas jantung kanan pada linea
parasternalis dextra.
Auskultasi :
Bunyi jantung I & II normal tidak ada
suara tambahan.
Abdomen
Inspeksi :
Distensi abdomen (-)
Asitetes (-)
Auskultasi :
Bising usus (-)
Palpasi :
Nyeri epigastrium (-)
Balotement (-)
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Perkusi :
Timpani di 4 kuadran abdomen
Ektremitas
Akral hangat
edema (-)
bekas luka (-)
CRT < 2”
B. Pemeriksaan Neurologis
1. Meningeal Sign
Meningeal Sign
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)
Kernig Sign
2. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. I
Tidak dilakukan
: (-)
N. II
- Tajam penglihatan
: Tidak dilakukan
- Lapang pandang
: Tidak dilakukan
- Funduskopi
: Tidak dilakukan
- Pengenalan warna
: Tidak dilakukan
N. III , IV, & VI
- Ptosis
: Kanan (-), kiri (-)
- Eksoftalmus
: Kanan (-), kiri (-)
- Gerak bola mata
: Tidak dilakukan
Pupil
- Ukuran/ bentuk
: Kanan: bulat, normal, kiri: bulat, normal
- Isokor/ anisokor
: Kanan isokor (4 mm), kiri (isokor 4 mm)
- Langsung/ tdk langsung : Kanan (+/+), kiri (+/+)
N. V
- Sensorik
Cabang oftalmikus
: Tidak dilakukan
Cabang maxillaris
: Tidak dilakukan
Cabang mandibular
: Tidak dilakukan
- Motorik
Menggigit
: Tidak dilakukan
Membuka mulut
: (-) negatif
Mengunyah
: (-) negatif
- Refleks Kornea
N. VII
: Kanan (+), kiri (+)
- Motorik
Mengerutkan dahi
: (+) positif
Menutup mata
: (+) positif
Mengunci bibir
: (-) negatif
Tersenyum
: (-) negatif
- Sensorik
: Tidak dilakukan
N. VIII
- Mendengar detik jam
: Tidak dilakukan
- Tes rinne
: Tidak dilakukan
- Tes weber
: Tidak dilakukan
- Tes swabach
: Tidak dilakukan
N. IX
- Daya kecap lidah 1/3 posterior : Tidak dilakukan
N.X
- Arkus faring
: tidak dilakukan
- Nadi
: dbn
- Menelan
: (+)
- Bersuara
: Tidak jelas
- Refleks muntah
: Tidak dilakukan
N.IX
- Memalingkan kepala
: Tidak dilakukan
- Mengangkat bahu
: Tidak dilakukan
N.XII
- Menjulurkan lidah
: (-) negatif
- Atrofi otot lidah
: Tidak dapat dinilai
- Fasikulasi lidah
: Tidak dapat dinilai
3. Refleks Sensorik
Suhu, raba, nyeri: tidak dilakukan
4. Refleks Motorik
Kanan
Kiri
1/1/2
5/5/5
1/1/1
5/5/5
5. Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Bisep
+++
++
Trisep
+++
++
Brachioradialis
+++
++
Patella
+++
++
Achilles
+++
++
6. Refleks Patologis
Kanan
Kiri
Hoffman-Tromner
+
-
Oppenheim
-
-
Gordon
-
-
Schaeffer
-
-
Gonda
+
-
Chaddock
-
-
Babinski
+
-
7. Gangguan fungsi koordinasi
: Tidak dilakukan
8. Fungsi luhur
: Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan
Pemeriksaan GDS:
Tanggal 17 Agustus 2017: 117 mg/dl
Pemeriksaan Laboratorium:
Golongan
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hb (Hemoglobin)
12,5
Gr%
12-14
Jumlah Leukosit
12.000
/mm3
4000-11000
Trombosit
252.000
/mm3
150000-400000
Hematokrit
40
%
36-46
Ureum
33
Mg/dl
10-50
Serum Kreatinin
0,5
Mg/dl
0.5-0.9
Pemeriksaan
Hematologi
Kimia Darah
Usulan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaann Radiologi
CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik atau perdarahan
Apabila dicurigai terdapat lesi structural seperti tumor dapat dilakukan pemeriksaan
angiografi CT, venografi CT, CT kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan MRV.
RESUME
Ny. M 57 tahun, kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kanan sejak satu hari yang lalu,
disertai nyeri kepala dan sulit untuk menggerakkan mulut. Penurunan kesadaran (-),
Riwayat hipertensi disangkal , riwayat diabetes mellitus (-), TD 150/100 mmHg, RR
20x/menit, N 76 x/menit, suhu 36,7oC. reflex fisiologis dextra meningkat (+++), reflex
patologis: Hoffman-Tromner (+), Gonda (+), dan Babinski (+).
ASSESMENT:
Diagnosis klinis
: hemiparesis dextra, disatria, hipertensi.
Dx topis
: Hemisfer serebsi sinistra
Dx etiologi
: hemiparesis dextra ec CVD Stroke non-hemoragic
Dx Banding
: hemiparesis dextra ec CVD stroke hemoragik
PLANNING :
Nonmedikamentosa
-
Tirah baring
-
Diet rendah garam
-
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien
-
Edukasi keluarga agar pasien untuk minum obat secara teratur
-
Edukasi kelurga pasien untuk membantu pasien memiringkan badan kanan dan kiri
-
Edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh pasien
-
-
Pemeriksaan tensi darah secara rutin
Melakukan aktifitas ringan untuk melatih ektremitas yang mengalami paresis
 Melakukan Rehabilitasi Medik
Bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder, melindungi fungsi yang tersisa,
mencapai kemandirian fungsonal dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari.
Program rehabilitasi medic berupa: Fisioterapi
Medikamentosa
Terapi yang sudah diberikan
- Asering 20 tpm
- Mecobalamin 3x1 IV
- Citikolin 2x250 mg IV
- Ranitidin 2x50 mg IV
- Amlodipine 1x5 mg tablet
Perawatan
17
S
O
Agutus Kelemahan
2017
A
CM: E3 M6 CVD ec SNH dd - Asering 20 tpm
anggota gerak V4
SH
kanan,
sulit TD: 150/100
untuk
mmHg
- Mecobalamin 3x1
IV
- Citikolin
menggerakkan N:
mulut
P
76
mg IV
x/menit
RR:
2x250
- Ranitidin
20
2x50
mg IV
x/menit
Vesikuler,
Rh -/- Wh /-/-
-/-
-/-
-/-
S1
S2
tunggal
reguler
18
Agustus Kelemahan
2017
CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250
anggota gerak V4
SH
mg
kanan,
sulit TD: 140/90
untuk
mmHg
- Ranitidine 2 x 1
menggerakkan N:
mulut
- Mecobalami 3 x 1
- Fisioterapi
100
x/menit
RR:
24
x/menit
Vesikuler,
Rh -/- Wh /-/-
-/-
-/-
-/-
S1
S2
tunggal
reguler
19
Agustus Kelemahan
2017
CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250
anggota gerak V4
SH
kanan,
sulit TD: 140/ 90
untuk
mmHg
menggerakkan N:
mulut
- Mecobalami 3 x 1
- Ranitidine 2 x 1
82
x/menit
RR:
mg
23
x/menit
S: 36.5OC
Vesikuler,
Rh -/- Wh -
Fisioterapi
/-/-
-/-
-/-
-/-
S1
S2
tunggal
reguler
20 Agustus Kelemahan
2017
CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250
anggota gerak V4
SH
kanan,
sulit TD: 140/90
untuk
mmHg
- Mecobalami 3 x 1
- Ranitidine 2 x 1
menggerakkan N:
mulut
mg
80
x/menit
RR:
20
x/menit
S: 36.5o C
Vesikuler,
Rh -/- Wh /-/-
-/-
-/-
-/-
S1
S2
tunggal
reguler
21
Agustus Kelemahan
E4 M6 V4
CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250
2017
anggota gerak TD: 120/80 SH
kanan
- Mecobalami 2 x
mmHg
RR:20
500
- As. Folat 1x1
x/menit
N:
91
x/menit
Vesikuler,
Rh -/- Wh /-/-
-/-
-/-
-/-
S1
tunggal
PROGNOSIS
Dead
: dubia ad bonam
Disease
: dubia ad bonam
Disability
: dubia ad bonam
Discomfort
: dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
- Amlodipin 1 x 5
mg
S: 37.0o
reguler
mg
S2
BAB III
LANDASAN TEORI
DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.oleh
karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan
mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan
bagian kiri atrium atau ventrikel;
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis;
 Fibralisi atrium;
 Infark kordis akut;
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, dimana saat emboli
mencapai sirkulasi serebri, akan menyebabkan obstruksi arteri yang memvaskularisasi
otak tersebut sehingga terjadi iskemi pada neuron dan oembuluh darah dalam area
iskemi tersebut. Berlawanan dengan thrombus, emboli lemah dalam berikatan dengan
dinding vaskuler dan umumnya bermigrasi ke distal. Saat tejadi reperfusi pada arteriol
dan kapiler yang mengalami kerusakan, menyebabkan perdarahan pada area yang
mengalami infark
Dampak neurologis dari stroke emboli tidak hanya tergantung pada wilayah
pembuluh darah yang tersumbat tetapi juga pada kemampuan embolus menyebabkan
vasospasma dan bertindak sebagai iritan di vaskuler. Vasospasme dapat terjadi di
segmen pembuluh darah dimana terdapat embolus atau dapat melibatkan seluruh
cabang arteri. Vasospasme cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin
karena pembuluhnya yang lebih lentur dan kurang ateroskelerotik..
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi
dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).
FAKTOR RISIKO
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering terindentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di
modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto adalah hipertensi 57,24% diikuti dengan diabetes mellitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam decade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun.
2) Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematiannya masih belum jelas.
3) Herediter
Gen berperan besar daam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan kelaian pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atua lebih angota keluarga pernah mengalami
stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.
4) Etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku padang lebih banyak menderita dari pada suku jawa
(khususnya Yogyakarta).
Faktor risiko yang dapat di modifikasi:
1. Riwayat Stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stroke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali.
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang
dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari
140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak
3. Diabetes Melitus
4. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan
trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan
dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein
sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama
lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein
densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein
LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya,
kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan
kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau
tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL
>100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy
Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%
5. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan
predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas
dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99
kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.
6. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang
ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping
itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses
gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam
Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat
kali.
KLASIFIKASI
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:
1) Serangan iskemia sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke progresif (Progressive Stroke/ Stroke in Evolution).
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke Komplit (Complete Stroke/Permanen Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini
kesadaran tidak terganggu.
PATOFISIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan
arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan
bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu
sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian
yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta
sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang
timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar
nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak
masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu
daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun
perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak
ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya.
Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium
(calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian
sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron
yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran
sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah
Trombus/embolus karena plak ateromatosa,
fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Oklusi
Perfusi jaringan cerebral ↓
Iskemia
Hipoksia
Metabolisme anaerob
Aktivitas elektrolit terganggu
Asam laktat ↑
Na & K pump gagal
Nekrotik jaringan otak
Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia,
defek medan penglihatan, afasia
DIAGNOSIS
1). Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).

Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.

Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia
2). Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan
beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan
kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan
jantung, dan lain-lain.
3). Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait,
dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan
tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus
dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang
tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang
tersumbat.
Sirkulasi terganggu
Sensomotorik
Gejala klinis lain
Hemiplegia kontralateral
Afasia global (hemisfer dominan),
(lengan lebih berat dari
Hemi-neglect (hemisfer non-
tungkai) hemihipestesia
dominan), agnosia, defisit
kontralateral.
visuospasial, apraksia, disfagia
Hemiplegia kontralateral
Afasia motorik (hemisfer
(lengan lebih berat dari
dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
hemianopsia, disfagia
Tidak ada gangguan
Afasia sensorik (hemisfer
Sindrom Sirkulasi Anterior
A.Serebri media (total)
A.Serebri media (bagian
atas)
A.Serebri media (bagian
bawah)
dominan), afasia afektif (hemisfer
non-dominan), kontruksional
apraksia
A.Serebri media dalam
Hemiparese kontralateral,
Afasia sensoris transkortikal
tidak ada gangguan sensoris
(hemisfer dominan), visual dan
atau ringan sekali
sensoris neglect sementara
(hemisfer non-dominan)
A.Serebri anterior
Hemiplegia kontralateral
Afasia transkortikal (hemisfer
(tungkai lebih berat dari
dominan), apraksia (hemisfer non-
lengan) hemiestesia
dominan), perubahan perilaku dan
kontralateral (umumnya
personalitas, inkontinensia urin dan
ringan)
alvi
Kuadriplegia, sensoris
Gangguan kesadaran samapi ke
umumnya normal
sindrom lock-in, gangguan saraf
Sindrom Sirkulasi Posterior
A.Basilaris (total)
cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi
A.Serebri posterior
Hemiplegia sementara,
Gangguan lapang pandang bagian
berganti dengan pola gerak
sentral, prosopagnosia, aleksia
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark
Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
4). Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan
leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang
diderita saat ini seperti anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit
yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat
menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian
lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.
5). Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus
dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional
yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus,
dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri
serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke.
Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang
mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.
c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
PENATALAKSANAAN
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan
haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
Karena itu dipelihara fungsi optimal:

Respirasi
: jalan napas harus bersih dan longgar

Jantung
: harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG

Tekanan darah
: dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak

Gula darah
: kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis

Balans cairan
: bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan
pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam
dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan
secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari,
80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Obat
ini
sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai
2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme
secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.

Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin,
disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,
aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau
jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang
lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik
dan anemia aplastik.
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi
wicara, dan psikoterapi.

Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:

Pengobatan hipertensi

Mengobati diabetes mellitus

Menghindari rokok, obesitas, stress, dll

Berolahraga teratur
STROKE HEMORAGIK
Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
A. Stroke Hemoragik Subaraknoid
Ekstravasasi darah ke dalam ruang sub arachnoid yang meliputi sistem saraf pusta
yang diisi dengan cairan serebrospinal. Resiko dapat meningkat pada pasien yang
memiliki riwayat keluarga, merokok, hipertensi dan asupan alkohol yang berlebihan.
Manifestasi klinis yang terlihat adalah, sakit kepala mendadak yang hebat, deficit
saraf kranialis, hemiparase dan penurunan kesadaran.
B. Stroke Hemoragik Intraserebral
Stroke perdarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan
dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma.
Perdaraha ini berlaku secara mendadak. Setengah daripada jumlah penderita
mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering sewaktu
melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri kepalanya
lebih ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan yang
terus memburuk daripada perdarahan. Gejala klinis stroke ICH meliputi kelemahan
atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah
badan. Selain itu setengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo,
mulutnya merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah,
kejang, dan kehilangan kesadaran secara umum.
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. M usia 57 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama kelemahan
anggota gerak tubuh sebelah kanan sejak pasien terjatuh 1 hari yang lalu. Penegakan
diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pasien memiliki beberapa faktor risiko CVD antara lain usianya yang sudah tua dan
hipertensi. Gejala yang dialami pasien secara mendadak yaitu seperti sakit kepala,
kelemahan anggota gerak tubuh, bicara tidak jelas/pelo, dan semua ini mengarah ke
diagnosis stroke. Jika dihitung menggunakan skor gajah mada dengan adanya penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan reflex Babinski positif mengindikasikan suatu stroke
perdarahan. Pasien juga mengalami disartria dimana ini merupakan salah satu manifestasi
klinis penyakit vaskuler di otak. Etiologi dari disartria dikarenakan thrombosis, emboli
sehingga terhambatnya aliran darah ke otak, atau terjadinya perdarahan.
Namun untuk menegakkan diagnosis stroke berupa adanya non-hemoragik dan
hemoragik diperlukan pemeriksaan penunjang berupa Ct-Scan, dan disini pasien belum
melakukan pemeriksaan penunjang tersebut, sehingga gejala yang dialami pasien
memberikan hasil diagnosis banding berupa stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik.
Penatalaksanaan yang dilakukan
1. Mecobalamin 3 x 1  biasanya digunakan pada terapi stroke, cedera otak, penyakit
Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari
kerusakan pada kondisi hipoglikemia.
2. Citikolin 2 x 250 mg  untuk memperbaiki sirkulasi darah otak pada stroke. Menjaga
agar suhu tubuh tetap rendah, pemberian secara IV harus diberikan secara sangat
perlahan. Efek samping berupa ruam kulit, sakit kepala, pusing, mual, dll. Dosis fase
akut 250-500 mg 1-2 kali/hari secara drips atau bolus IV, pemberian harus selambat
mungkin.
3. Ranitidin 2 x 50 mg  Diberikan untuk mencegah efek samping obat-obat lain yang
diberikan yaitu gangguan gastrointestinal.
4. Asam Folat 1 x 1  berdasarkan penelitian, asam folat berguna dalam pengurangan
atau pencegahan terjadi nya stroke, dimana asam folat berguna sebagai regulator dalam
metabolisme homosistein yang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis.
5. Amlodipin 1 x 5 mg  diberikan untuk mengurangi gejala hipertensi yang diderita oleh
pasien.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data anamnesa, pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini maka
diagnosis sementara pada pasien ini adalah hemiparese dextra ec CVD Stroke Nonhemoragik dd CVD Stroke Hemoragik. Untuk mengetahui diagnosis pasti perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan literature
yang ada, serta tidak lupa pula terapi nonmedikamentosa yang berupa edukasi pada pasien
dan melakukan rehabilitasi medik.
DAFTAR PUSTAKA

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Yang di unggah pada tanggal 27 Agustus
2017 dari http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. yangb diunggah
pada tanggal 27 Agustus 2017 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421

Lumbantobing. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.

Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

Men L., Hong KS, et al. Efficacy of homocysteine lowering therapy with folic acid in
stroke prevention: a meta-analysis. 2010.

Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1.
EGC. Jakarta. 2006: 580-81.

Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan
Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM

Sri BR., Badrul M. Buku Ajar Neurologi.Sagung Seto. 2016

Sudarsini. Fisioterapi. Penerbit Gunung Samudera. 2017

Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
Download