LAPORAN KASUS DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF Disusun Oleh: Nama : Fina Hidayat NIM : 2013730144 Pembimbing : dr. Dedy Maryanto, M.Sc, Sp.S RumahSakit : BLUD RS Sekarwangi KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF BLUD RUMAH SAKIT SEKARWANGI SUKABUMI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA PERIODE 10 JULI 2017 – 13 AGUSTUS 2017 PENDAHULUAN Stroke merupakan suatu penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2013, stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara. BAB II LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M Umur : 57 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Undrus RT 3/ RW 1, Caringin Wetan, Caringin, Sukabumi, Jawa Barat Pekerjaan : Berkebum Masuk RS : 17 Agustus 2017 No. CM : 550001/ RD1708170067 ANAMNESIS Diperoleh dari saudara dan suami pasien (alloanamnesis), dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2017. I. Keluhan Utama Lemah Anggota gerak sebelah kanan II. Riwayat Penyakit Sekarang Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak satu hari yang lalu, pasien merasakan kelemahan makin memberat sehingga sempat terjatuh, OS datang ke RS Sekarwangi diantar keluarganya dengan keluhan sama yang dirasakan memberat, yang diawali rasa kesemutan disertai dengan nyeri kepala dan sulit menggerakan mulutnya. Penurunan kesadaran, mual, muntah, dan kejang disangkal. Gangguan buang air besar dan buang air kecil disangkal. III. Riwayat penyakit dahulu Menurut keluarga pasien, sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini, dan tidak pernah mengeluhkan akan adanya rasa pusing atau rasa sakit lain sebelum pasien terjatuh. Riwayat trauma sebelumnya disangkal Riwayat kejang disangkal Riwayat neoplasma/keganasan disangkal Riwayat sakit jantung tidak diketahui Riwayat diabetes mellitus Riwayat hipertensi tidak diketahui IV. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada yang mengalami hal serupa Riwayat epilepsy : Disangkal Riwayat DM, hipertensi : Disangkal Riwayat stroke : Disangkal Riwayat hipertensi : Tidak diketahui V. Riwayat Pengobatan: Pasien tidak pernah berobat. VI. Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi : Pasien tinggal dengan suami nya saja, dan pasien tidak memiliki anak, sehari-hari pasien melakukan pekerjaan berkebun sayur sayuran bersama dengan suaminya. Pasien tidak merokok, minum kopi, minum the dan tidak minum-minuman keras. Pasien makan 2x sehari, sering mengkonsumsi makanan asin, VII. Riwayat Alergi; Tidak ada riwayat alergi PEMERIKSAAN A. Pemeriksaan Umum Keadaan umum Tampak sakit berat Kesadaran E3 M6 V5= Compos Mentis TANDA-TANDA VITAL Tekanan darah 150/100 mmHg Suhu 36,7˚C Pernafasan 20 x/menit Nadi 76 x/menit STATUS GENERALISATA Deformitas (-) Kepala Alopesia (-) Mata Konjunctiva anemis (-) Sklera ikterik (-) Pupil: Isokor Reflek pupil +/+ Hidung Sekret/darah (-) Septum deviasi (-) Mulut Bibir sianosis (-) Faring & tonsil hiperemis (-) Tonsil T1/T1 Telinga Sekret/darah (-) Leher Pembesaran KGB (-) Dada: Inspeksi : Paru Dinding dada simetris +/+ Retraksi dinding dada -/Palpasi : Vocal fremitus simetris Nyeri tekan (-) Perkusi : Sonor dikedua lapang paru Batas paru hepar setinggi ICS 5 Auskultasi : Vesikuler Wheezing -/Ronkhi -/- Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-) Palpasi : Ictus cordis teraba Perkusi : Batas jantung kiri pada mid klavikula sinistra. Batas jantung kanan pada linea parasternalis dextra. Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal tidak ada suara tambahan. Abdomen Inspeksi : Distensi abdomen (-) Asitetes (-) Auskultasi : Bising usus (-) Palpasi : Nyeri epigastrium (-) Balotement (-) Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Perkusi : Timpani di 4 kuadran abdomen Ektremitas Akral hangat edema (-) bekas luka (-) CRT < 2” B. Pemeriksaan Neurologis 1. Meningeal Sign Meningeal Sign Kaku kuduk : (-) Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-) Brudzinsky III : (-) Brudzinsky IV : (-) Kernig Sign 2. Pemeriksaan Nervus Kranialis N. I Tidak dilakukan : (-) N. II - Tajam penglihatan : Tidak dilakukan - Lapang pandang : Tidak dilakukan - Funduskopi : Tidak dilakukan - Pengenalan warna : Tidak dilakukan N. III , IV, & VI - Ptosis : Kanan (-), kiri (-) - Eksoftalmus : Kanan (-), kiri (-) - Gerak bola mata : Tidak dilakukan Pupil - Ukuran/ bentuk : Kanan: bulat, normal, kiri: bulat, normal - Isokor/ anisokor : Kanan isokor (4 mm), kiri (isokor 4 mm) - Langsung/ tdk langsung : Kanan (+/+), kiri (+/+) N. V - Sensorik Cabang oftalmikus : Tidak dilakukan Cabang maxillaris : Tidak dilakukan Cabang mandibular : Tidak dilakukan - Motorik Menggigit : Tidak dilakukan Membuka mulut : (-) negatif Mengunyah : (-) negatif - Refleks Kornea N. VII : Kanan (+), kiri (+) - Motorik Mengerutkan dahi : (+) positif Menutup mata : (+) positif Mengunci bibir : (-) negatif Tersenyum : (-) negatif - Sensorik : Tidak dilakukan N. VIII - Mendengar detik jam : Tidak dilakukan - Tes rinne : Tidak dilakukan - Tes weber : Tidak dilakukan - Tes swabach : Tidak dilakukan N. IX - Daya kecap lidah 1/3 posterior : Tidak dilakukan N.X - Arkus faring : tidak dilakukan - Nadi : dbn - Menelan : (+) - Bersuara : Tidak jelas - Refleks muntah : Tidak dilakukan N.IX - Memalingkan kepala : Tidak dilakukan - Mengangkat bahu : Tidak dilakukan N.XII - Menjulurkan lidah : (-) negatif - Atrofi otot lidah : Tidak dapat dinilai - Fasikulasi lidah : Tidak dapat dinilai 3. Refleks Sensorik Suhu, raba, nyeri: tidak dilakukan 4. Refleks Motorik Kanan Kiri 1/1/2 5/5/5 1/1/1 5/5/5 5. Refleks Fisiologis Kanan Kiri Bisep +++ ++ Trisep +++ ++ Brachioradialis +++ ++ Patella +++ ++ Achilles +++ ++ 6. Refleks Patologis Kanan Kiri Hoffman-Tromner + - Oppenheim - - Gordon - - Schaeffer - - Gonda + - Chaddock - - Babinski + - 7. Gangguan fungsi koordinasi : Tidak dilakukan 8. Fungsi luhur : Tidak dilakukan PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan Pemeriksaan GDS: Tanggal 17 Agustus 2017: 117 mg/dl Pemeriksaan Laboratorium: Golongan Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Hb (Hemoglobin) 12,5 Gr% 12-14 Jumlah Leukosit 12.000 /mm3 4000-11000 Trombosit 252.000 /mm3 150000-400000 Hematokrit 40 % 36-46 Ureum 33 Mg/dl 10-50 Serum Kreatinin 0,5 Mg/dl 0.5-0.9 Pemeriksaan Hematologi Kimia Darah Usulan pemeriksaan penunjang Pemeriksaann Radiologi CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik atau perdarahan Apabila dicurigai terdapat lesi structural seperti tumor dapat dilakukan pemeriksaan angiografi CT, venografi CT, CT kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan MRV. RESUME Ny. M 57 tahun, kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kanan sejak satu hari yang lalu, disertai nyeri kepala dan sulit untuk menggerakkan mulut. Penurunan kesadaran (-), Riwayat hipertensi disangkal , riwayat diabetes mellitus (-), TD 150/100 mmHg, RR 20x/menit, N 76 x/menit, suhu 36,7oC. reflex fisiologis dextra meningkat (+++), reflex patologis: Hoffman-Tromner (+), Gonda (+), dan Babinski (+). ASSESMENT: Diagnosis klinis : hemiparesis dextra, disatria, hipertensi. Dx topis : Hemisfer serebsi sinistra Dx etiologi : hemiparesis dextra ec CVD Stroke non-hemoragic Dx Banding : hemiparesis dextra ec CVD stroke hemoragik PLANNING : Nonmedikamentosa - Tirah baring - Diet rendah garam - Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien - Edukasi keluarga agar pasien untuk minum obat secara teratur - Edukasi kelurga pasien untuk membantu pasien memiringkan badan kanan dan kiri - Edukasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh pasien - - Pemeriksaan tensi darah secara rutin Melakukan aktifitas ringan untuk melatih ektremitas yang mengalami paresis Melakukan Rehabilitasi Medik Bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder, melindungi fungsi yang tersisa, mencapai kemandirian fungsonal dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari. Program rehabilitasi medic berupa: Fisioterapi Medikamentosa Terapi yang sudah diberikan - Asering 20 tpm - Mecobalamin 3x1 IV - Citikolin 2x250 mg IV - Ranitidin 2x50 mg IV - Amlodipine 1x5 mg tablet Perawatan 17 S O Agutus Kelemahan 2017 A CM: E3 M6 CVD ec SNH dd - Asering 20 tpm anggota gerak V4 SH kanan, sulit TD: 150/100 untuk mmHg - Mecobalamin 3x1 IV - Citikolin menggerakkan N: mulut P 76 mg IV x/menit RR: 2x250 - Ranitidin 20 2x50 mg IV x/menit Vesikuler, Rh -/- Wh /-/- -/- -/- -/- S1 S2 tunggal reguler 18 Agustus Kelemahan 2017 CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250 anggota gerak V4 SH mg kanan, sulit TD: 140/90 untuk mmHg - Ranitidine 2 x 1 menggerakkan N: mulut - Mecobalami 3 x 1 - Fisioterapi 100 x/menit RR: 24 x/menit Vesikuler, Rh -/- Wh /-/- -/- -/- -/- S1 S2 tunggal reguler 19 Agustus Kelemahan 2017 CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250 anggota gerak V4 SH kanan, sulit TD: 140/ 90 untuk mmHg menggerakkan N: mulut - Mecobalami 3 x 1 - Ranitidine 2 x 1 82 x/menit RR: mg 23 x/menit S: 36.5OC Vesikuler, Rh -/- Wh - Fisioterapi /-/- -/- -/- -/- S1 S2 tunggal reguler 20 Agustus Kelemahan 2017 CM: E4 M6 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250 anggota gerak V4 SH kanan, sulit TD: 140/90 untuk mmHg - Mecobalami 3 x 1 - Ranitidine 2 x 1 menggerakkan N: mulut mg 80 x/menit RR: 20 x/menit S: 36.5o C Vesikuler, Rh -/- Wh /-/- -/- -/- -/- S1 S2 tunggal reguler 21 Agustus Kelemahan E4 M6 V4 CVD ec SNH dd - Citicolin 2 x 250 2017 anggota gerak TD: 120/80 SH kanan - Mecobalami 2 x mmHg RR:20 500 - As. Folat 1x1 x/menit N: 91 x/menit Vesikuler, Rh -/- Wh /-/- -/- -/- -/- S1 tunggal PROGNOSIS Dead : dubia ad bonam Disease : dubia ad bonam Disability : dubia ad bonam Discomfort : dubia ad bonam Dissatisfaction : dubia ad bonam - Amlodipin 1 x 5 mg S: 37.0o reguler mg S2 BAB III LANDASAN TEORI DEFINISI Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. ETIOLOGI Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. 1. Emboli a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis; Fibralisi atrium; Infark kordis akut; Embolus yang berasal dari vena pulmonalis Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik; b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, dimana saat emboli mencapai sirkulasi serebri, akan menyebabkan obstruksi arteri yang memvaskularisasi otak tersebut sehingga terjadi iskemi pada neuron dan oembuluh darah dalam area iskemi tersebut. Berlawanan dengan thrombus, emboli lemah dalam berikatan dengan dinding vaskuler dan umumnya bermigrasi ke distal. Saat tejadi reperfusi pada arteriol dan kapiler yang mengalami kerusakan, menyebabkan perdarahan pada area yang mengalami infark Dampak neurologis dari stroke emboli tidak hanya tergantung pada wilayah pembuluh darah yang tersumbat tetapi juga pada kemampuan embolus menyebabkan vasospasma dan bertindak sebagai iritan di vaskuler. Vasospasme dapat terjadi di segmen pembuluh darah dimana terdapat embolus atau dapat melibatkan seluruh cabang arteri. Vasospasme cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluhnya yang lebih lentur dan kurang ateroskelerotik.. 2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). FAKTOR RISIKO Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering terindentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto adalah hipertensi 57,24% diikuti dengan diabetes mellitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1) Usia Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam decade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. 2) Jenis Kelamin Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka kematiannya masih belum jelas. 3) Herediter Gen berperan besar daam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan kelaian pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atua lebih angota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. 4) Etnik Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku padang lebih banyak menderita dari pada suku jawa (khususnya Yogyakarta). Faktor risiko yang dapat di modifikasi: 1. Riwayat Stroke Seseorang yang pernah memiliki riwayat stroke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali. 2. Hipertensi Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak 3. Diabetes Melitus 4. Hiperkolesterol Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8% 5. Obesitas Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas. 6. Merokok Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali. KLASIFIKASI Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1) Serangan iskemia sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3) Stroke progresif (Progressive Stroke/ Stroke in Evolution). Gejala neurologik makin lama makin berat. 4) Stroke Komplit (Complete Stroke/Permanen Stroke) Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini kesadaran tidak terganggu. PATOFISIOLOGI Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. 2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom. 3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek. Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel. Pembuluh darah Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah Oklusi Perfusi jaringan cerebral ↓ Iskemia Hipoksia Metabolisme anaerob Aktivitas elektrolit terganggu Asam laktat ↑ Na & K pump gagal Nekrotik jaringan otak Infark Na & K influk Retensi cairan Oedem serebral Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia DIAGNOSIS 1). Anamnesis Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti: Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke). Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia 2). Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain. 3). Pemeriksaan Neurologi Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya. Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat. Sirkulasi terganggu Sensomotorik Gejala klinis lain Hemiplegia kontralateral Afasia global (hemisfer dominan), (lengan lebih berat dari Hemi-neglect (hemisfer non- tungkai) hemihipestesia dominan), agnosia, defisit kontralateral. visuospasial, apraksia, disfagia Hemiplegia kontralateral Afasia motorik (hemisfer (lengan lebih berat dari dominan), Hemi-negelect tungkai) hemihipestesia (hemisfer non-dominan), kontralateral. hemianopsia, disfagia Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer Sindrom Sirkulasi Anterior A.Serebri media (total) A.Serebri media (bagian atas) A.Serebri media (bagian bawah) dominan), afasia afektif (hemisfer non-dominan), kontruksional apraksia A.Serebri media dalam Hemiparese kontralateral, Afasia sensoris transkortikal tidak ada gangguan sensoris (hemisfer dominan), visual dan atau ringan sekali sensoris neglect sementara (hemisfer non-dominan) A.Serebri anterior Hemiplegia kontralateral Afasia transkortikal (hemisfer (tungkai lebih berat dari dominan), apraksia (hemisfer non- lengan) hemiestesia dominan), perubahan perilaku dan kontralateral (umumnya personalitas, inkontinensia urin dan ringan) alvi Kuadriplegia, sensoris Gangguan kesadaran samapi ke umumnya normal sindrom lock-in, gangguan saraf Sindrom Sirkulasi Posterior A.Basilaris (total) cranial yang menyebabkan diplopia, disartria, disfagia, disfonia, gangguan emosi A.Serebri posterior Hemiplegia sementara, Gangguan lapang pandang bagian berganti dengan pola gerak sentral, prosopagnosia, aleksia chorea pada tangan, hipestesia atau anestesia terutama pada tangan Pembuluh Darah Kecil Lacunar infark Gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni, hemiparesis ataksik, sindrom clumsy hand 4). Gambaran Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke. 5). Gambaran Radiologi a) CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut. Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. b) MR angiografi (MRA) MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. PENATALAKSANAAN Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut: 1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit) Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal: Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan perfusi otak Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus kronis Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut: a) Mengembalikan reperfusi otak 1. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. 2. Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut. 3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik. b) Anti-oedema otak Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%. c) Neuroprotektif Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. 2. Fase Pasca Akut Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. Rehabilitasi Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Terapi preventif Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke seperti: Pengobatan hipertensi Mengobati diabetes mellitus Menghindari rokok, obesitas, stress, dll Berolahraga teratur STROKE HEMORAGIK Stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu: A. Stroke Hemoragik Subaraknoid Ekstravasasi darah ke dalam ruang sub arachnoid yang meliputi sistem saraf pusta yang diisi dengan cairan serebrospinal. Resiko dapat meningkat pada pasien yang memiliki riwayat keluarga, merokok, hipertensi dan asupan alkohol yang berlebihan. Manifestasi klinis yang terlihat adalah, sakit kepala mendadak yang hebat, deficit saraf kranialis, hemiparase dan penurunan kesadaran. B. Stroke Hemoragik Intraserebral Stroke perdarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma. Perdaraha ini berlaku secara mendadak. Setengah daripada jumlah penderita mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering sewaktu melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri kepalanya lebih ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan yang terus memburuk daripada perdarahan. Gejala klinis stroke ICH meliputi kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu setengah orang juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, mulutnya merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah, kejang, dan kehilangan kesadaran secara umum. BAB IV PEMBAHASAN Ny. M usia 57 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kanan sejak pasien terjatuh 1 hari yang lalu. Penegakan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien memiliki beberapa faktor risiko CVD antara lain usianya yang sudah tua dan hipertensi. Gejala yang dialami pasien secara mendadak yaitu seperti sakit kepala, kelemahan anggota gerak tubuh, bicara tidak jelas/pelo, dan semua ini mengarah ke diagnosis stroke. Jika dihitung menggunakan skor gajah mada dengan adanya penurunan kesadaran, nyeri kepala dan reflex Babinski positif mengindikasikan suatu stroke perdarahan. Pasien juga mengalami disartria dimana ini merupakan salah satu manifestasi klinis penyakit vaskuler di otak. Etiologi dari disartria dikarenakan thrombosis, emboli sehingga terhambatnya aliran darah ke otak, atau terjadinya perdarahan. Namun untuk menegakkan diagnosis stroke berupa adanya non-hemoragik dan hemoragik diperlukan pemeriksaan penunjang berupa Ct-Scan, dan disini pasien belum melakukan pemeriksaan penunjang tersebut, sehingga gejala yang dialami pasien memberikan hasil diagnosis banding berupa stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik. Penatalaksanaan yang dilakukan 1. Mecobalamin 3 x 1 biasanya digunakan pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia. 2. Citikolin 2 x 250 mg untuk memperbaiki sirkulasi darah otak pada stroke. Menjaga agar suhu tubuh tetap rendah, pemberian secara IV harus diberikan secara sangat perlahan. Efek samping berupa ruam kulit, sakit kepala, pusing, mual, dll. Dosis fase akut 250-500 mg 1-2 kali/hari secara drips atau bolus IV, pemberian harus selambat mungkin. 3. Ranitidin 2 x 50 mg Diberikan untuk mencegah efek samping obat-obat lain yang diberikan yaitu gangguan gastrointestinal. 4. Asam Folat 1 x 1 berdasarkan penelitian, asam folat berguna dalam pengurangan atau pencegahan terjadi nya stroke, dimana asam folat berguna sebagai regulator dalam metabolisme homosistein yang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis. 5. Amlodipin 1 x 5 mg diberikan untuk mengurangi gejala hipertensi yang diderita oleh pasien. BAB V KESIMPULAN Berdasarkan data anamnesa, pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini maka diagnosis sementara pada pasien ini adalah hemiparese dextra ec CVD Stroke Nonhemoragik dd CVD Stroke Hemoragik. Untuk mengetahui diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan literature yang ada, serta tidak lupa pula terapi nonmedikamentosa yang berupa edukasi pada pasien dan melakukan rehabilitasi medik. DAFTAR PUSTAKA Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Yang di unggah pada tanggal 27 Agustus 2017 dari http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. yangb diunggah pada tanggal 27 Agustus 2017 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Lumbantobing. Neurologi Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11. Men L., Hong KS, et al. Efficacy of homocysteine lowering therapy with folic acid in stroke prevention: a meta-analysis. 2010. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM Sri BR., Badrul M. Buku Ajar Neurologi.Sagung Seto. 2016 Sudarsini. Fisioterapi. Penerbit Gunung Samudera. 2017 Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.