BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu wilayah pada dasarnya tidak akan bisa lepas dari sistem infrastruktur yang merupakan sebuah sistem pengungkit perekonomian. Hal ini terjadi karena sifat infrastruktur yang memiliki efek langsung dalam perekonomian. Infrastruktur sendiri bisa dikatakan sebagai aset fisik yang dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya atas kegiatan ekonomi yang terjadi. Pembangunan perekonomian yang merata sangat penting mengingat efisien atau tidaknya sebuah perekonomian juga dipengaruhi oleh infrastruktur. Hal ini menjadi penting karena infrastruktur menentukan sebuah lokasi dari kegiatan ekonomi dan jenis kegiatan atau sektor apa saja yang bisa dilakukan dalam wilayah tersebut. Infrastruktur yang berkembang dengan baik akan mengurangi efek jarak antar daerah, mengintegrasikan pasar secara luas dan menghubungkan wilayah antar negara yang memiliki harga input yang rendah. Selain itu ketersediaan dan kualitas infrastruktur secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pendapatan di berbagai wilayah tersebut. Jaringan infrastruktur yang terbentuk akan memudahkan terjadinya pendistribusian hasil aktivitas ekonomi yang kompetitif di pasar. Kualitas infrastruktur dalam sebuah negara menjadi penting mengingat efektivitas pendistribusian output ekonomi tergantung dari ketersediaan infrastruktur tersebut. Perkembangan infrastruktur sebagai pengungkit ekonomi ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang terus memberikan solusi untuk mendapatkan rumusan yang paling efisien dalam kegiatan ekonomi. Koordinasi dalam pengembangan infrastruktur perekonomian juga dituntut untuk merespon keinginan pasar yang lebih cepat. Economic linkage yang terwujud haruslah memiliki fondasi infrastruktur yang kuat. Informasi sebagai sebuah komoditas ekonomi yang memiliki nilai, kini menjadi bagian yang penting dalam sebuah ekonomi. Sehingga dibutuhkan infrastruktur telekomunikasi yang memadai untuk mendistribusikan informasi tersebut dan memiliki nilai dalam perekonomian. Perkembangan ekonomi global ini menuntut terjadinya transisi dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi. Menurut Naisbitt dan Aburdene (1990) menyimpulkan ada lima mega-trends yang terjadi dalam masa transisi masyarakat industri ke masyarakat informasi yaitu perubahan pada lingkup sosial yang luas, ekonomi, politik, dan perubahan teknologi. Seiring terjadinya transisi ini maka struktur ekonomi pun secara struktural juga akan mengikuti perubahan yang terjadi. Masuda (1980:104) menambahkan pada masyarakat informasi, perkembangan pada batasan pengetahuan akan mengakibatkan terciptanya pasar informasi. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahuiapakah terdapat hubungan antara Infrastruktur Telekomunikasi dan Pertumbuhan Ekonomi. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Infrastruktur Telekomunikasi. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian studi ini yaitu: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dan menambah wawasan bagi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu ekonomi. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan gagasan mengenai upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang serta untuk memperbaiki kinerja agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai sebagaimana mestinya. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa dan masyarakat yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang berkaitan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Infrastruktur Telekomunikasi Stone dalam Kodoatie (2003:157) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Infrastruktur merupakan keseluruhan elemen yang berguna untuk berfungsinya perekonomian dengan memfasilitasi sirkulasi barang, manusia dan ide. Setiap usaha untuk meningkatkan dan mendiversifikasi produksi, memperluas perdagangan, menyebarkan penduduk, mengurangi kemiskinan, serta memperbaiki kondisi lingkungan membutuhkan prasarana infrastruktur. Grigg (2000) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas/struktur-struktur dasar, peralatan- peralatan, instalasiinstalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan ekonomi masyarakat. Todaro (2006:519) juga mendefinisikan infrastruktur sebagai salah satu faktor penting yang menentukan pembangunan ekonomi. Infrastruktur telekomunikasi adalah struktur fisik yang mendasari jaringan komunikasi yang terbentuk dan merupakan pendukung komunikasi jarak jauh. Infrastruktur telekomunikasi terdiri dari dua kata yakni infrastruktur dan telekomunikasi dimana masing-masing memiliki makna etimologis. Infrastruktur berasal dari Bahasa Latin “infra” yang bermakna di bawah dan “structura” yang berarti bangunan, sedangkan telekomunikasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “tele” yang berarti jauh dan Bahasa Latin “communicationem” yang berarti proses penyampaian dan penerimaan pesan. Apabila digabungkan, telekomunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian dan penerimaan informasi yang dilakukan dari satu pihak ke pihak lainnya tanpa adanya keterbatasan jarak dan waktu. 2.1.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam Product Domestic Bruto (PDB). Tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Ada empat faktor yang dianggap menyebabkan pertumbuhan ekonomi (Samuelson, 2005: 569-572), yaitu: 1. Sumber Daya Manusia Kualitas input tenaga kerja, atau sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Faktor produksi lainnya, yakni barang modal, bahan mentah serta teknologi, bisa dibeli atau dipinjam dari negera lain. Namun penerapan teknik-teknik produktivitas tinggi atas kondisi-kondisi lokal menurut tersedianya manajemen, ketrampilan produksi, dan keahlian yang dapat diperoleh melalui angkatan kerja terampil yang terdidik. 2. Sumber Daya Alam Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam yang juga penting antara lain minyak-minyak gas, hutan, air dan bahan mineral lainnya. 3. Pembentukan Modal Pembentukan modal dapat dicapai melalui pengorbanan berupa pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat di bidang ekonomi. 4. Perubahan Teknologi dan Inovasi Perekonomian akan sulit untuk maju apabila tidak menerapkan teknologi dan inovasi yang baru, menghadapi berbagai hambatan usaha, sehingga perlu adanya kegiatan untuk mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow Model pertumbuhan ekonomi yang biasa digunakan sebagai acuan dalam era ekonomi modern ini adalah exogeneous growth model atau Solow growth model. Model Solow mengasumsikan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dipengaruhi oleh perubahan faktor produksi modal fisik yaitu tabungan dan investasi dan tenaga kerja atau pertumbuhan populasi. Sementara itu, teknologi yang menggambarkan tingkat efisiensi dalam perekonomian merupakan variabel eksogen dan dianggap sebagai residual. Model Solow merupakan pengembangan dari model Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Tenaga kerja dan model diasumsikan mengalami diminishing returns jika keduanya dianalisis secara terpisah dan constant returns to scale apabila keduanya dianalisis secara bersama-sama (Todaro & Smith,2006) Model pertumbuhan ekonomi Solow memakai fungsi agregat, yaitu: π = π΄πΎ πΌ πΏ1−πΌ Dengan: Y : Produk Domestik Bruto (PDB) K : Stok modal fisik dan modal manusia L : Tenaga kerja A : Tingkat kemajuan teknologi α : Elastisitas output terhadap modal Persamaan (1) diatas apabila dinyatakan dalam per tenaga kerja maka: π πΎ πΏ = π΄( )π ( )1−πΌ πΏ πΏ πΏ k: pendapatan per tenaga kerja y: akumulasi kapital per tenaga kerja Dengan demikian, model pertumbuhan Solow menekankan pentingnya peranan investasi dalam akumulasi modal fisik (physical capital). Laju pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh tingkat akumulasi kapital per tenaga kerja. Berdasarkan model ini, daerah yang memiliki akumulasi kapital lebih baik akan tumbuh lebih tinggi. Stok kapital didefinisikan sebagai fungsi dari investasi (I) dan depresiasi (D) . Dengan demikian, jika rasio investasi meningkat maka steady state output per tenaga kerja akan semakin tinggi. Daerah dengan kapital awal yang sama namun rasio investasi lebih tinggi akan memiliki steady state pendapatan per kapita lebih tinggi, sehingga ketimpangan (disparitas) antar daerah akan semakin lebar. Sementara itu, daerah dengan kapital awal lebih rendah namun dengan rasio investasi lebih tinggi akan tumbuh lebih tinggi. Selain itu, terdapat asumsi bahwa mobilitas faktor produksi baik modal maupun tenaga kerja pada awal proses pembangunan kurang lancar sehingga modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju. Akibatnya terjadi ketimpangan regional yang lebar. Akan tetapi, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi di antara daerah-daerah seiring dengan proses pembangunan berkelanjutan maka mobilitas modal dan tenaga kerja akan semakin lancar. Apabila negara semakin maju, ketimpangan pembangunan regional akan berkurang. Perkiraan ini merupakan kesimpulan kedua dari model ini dan kemudian dikenal sebagai Hipotesis Neoklasik. 2.2. Penelitian Terdahulu Canning dan Pedroni (1999) melakukan penelitian uji kausalitas Granger antara investasi dalam tiga jenis infrastruktur ekonomi yaitu, jumlah telepon, kilometer jalan beraspal dan kilowatt kapasitas pembangkit listrik berdasarkan data panel 67 negara untuk periode 1960-1990. Mereka menemukan bukti kuat yang mendukung kausalitas berjalan di kedua arah antara masing-masing dari tiga variabel infrastruktur dan PDB di antara sejumlah besar negara yang diselidiki. Penelitian tentang investasi dalam infrastruktur telekomunikasi, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi juga ada dan mengidentifikasi ketersediaan layanan telekomunikasi sebagai elemen penting dalam akumulasi faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi baik di tingkat regional dan sektoral (Yilmaz, dkk, 2001; Datta, dkk, 2004). Penelitian Zahra et al. (2008) menunjukkan bahwa telekomunikasi dapat secara aktif berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi. Di sebagian besar negara berkembang, sektor telekomunikasi sedang menghadapi; teledensitas rendah terutama di daerah pedesaan, rendahnya standar layanan dan kekurangan sumber daya manusia yang berkualitas di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Studi ini menggunakan hipotesis konvergensi Granger Kausalitas dan model autoregresif untuk negara-negara dunia yang dikategorikan ke dalam kelompok pendapatan: rendah, sedang dan tinggi. Pradhan dkk (2014) menggambarkan bahwa pembangunan infrastruktur telekomunikasi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara signifikan terkait di negara-negara G-20 untuk periode 1981-2012. Studi ini mengungkapkan bahwa ada hubungan dua arah antara pengembangan infrastruktur telekomunikasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara G-20 dan model autoregresif vektor panel digunakan untuk mendeteksi kausalitas Granger. Ditetapkan dalam penelitian ini bahwa dalam jangka panjang, ada hubungan sebab akibat dua arah antara pengembangan infrastruktur telekomunikasi dan pertumbuhan ekonomi di negaranegara berkembang dan maju dari G-20. Pradhan et al. (2016), mengevaluasi hubungan sebab akibat antara indeks pembangunan telekomunikasi, perkembangan keuangan dan pertumbuhan ekonomi di 21 negara Asia dari 1991 hingga 2012. Penelitian ini menggunakan PVAR untuk mendeteksi arah kausalitas, membangun keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang. Uji kausalitas mengungkapkan bahwa ada kausalitas Granger baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang di negara-negara Asia yang diteliti, meskipun sifat kausalitas yang tepat berbeda di setiap negara di kawasan Asia. David (2019) meneliti hubungan sebab akibat antara infrastruktur telekomunikasi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara-negara Afrika terpilih. Analisis ini mempertimbangkan panel dari empat puluh enam negara Afrika dari tahun 2000 hingga 2015. Hasil empiris menunjukkan adanya hubungan jangka panjang dua arah antara infrastruktur telekomunikasi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Uji kausalitas mengungkapkan bahwa ada umpan balik kausalitas antara infrastruktur telekomunikasi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Infrastruktur telekomunikasi mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Afrika dan sebaliknya. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Berdasarkan variabel-variabel dan model penelitian yang telah disusun, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif inferensial. Pendekatan kuantitatif inferensial digunakan untuk menjabarkan hasil estimasi dari hasil regresi dengan menggunakan data panel VAR yang kemudian akan diintepretasikan dan diperoleh suatu kesimpulan tertentu dari hasil penelitian yang dilakukan. 3.2. Identifikasi Variabel Berdasarkan model yang telah dirumuskan, maka penelitian ini menggunakan dua variabel yang bersifat endogen. Variabel tersebut adalah infrastruktur telekomunikasi dan variabel pertumbuhan ekonomi. 3.3. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional berisi tentang penjelasan variabel yang digunakan. Berikut ini penjelasan masing-masing variabel yang digunakan: 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan (peningkatan atau penurunan). Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara dalam kurun waktu satu tahun. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi disini diukur dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi -provinsi yang ada di Indonesia, yaitu total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di Provinsi-provinsi di Indonesia dalam waktu tertentu. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai tolak ukur adalah laju pertumbuhan PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia dari tahun ke tahun atas dasar harga konstan 2010. Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2007): πΊ= ππ·π π΅π‘ − ππ·π π΅π‘−1 × 100% ππ·π π΅π‘−1 Dimana: G = Laju pertumbuhan ekonomi PDRBt = PDRB ADHK pada satu tahun PDRBt-1 = PDRB ADHK pada tahun sebelumnya 2. Infrastruktur Telekomunikasi Infrastruktur Telekomunikasi dapat dilihat dari DTI index (Development Telecommunicatin Infrastructure) index merupakan pembentukan indeks dari fixed-telephone subscriptions per 100 inhabitants dan mobile-cellular telephone subscriptions per 100 inhabitants. Pembentukan indeks ini didasarkan pada metode penghitungan Digital Access Index (DAI) oleh International Telecommunication Union (ITU). Cara penghitungan indeks infrastruktur telekomunikasi tersebut adalah sebagai berikut: π·ππΌ πΌππππ₯ = πΉπ: 100 ππΆ: 100 + 2 2 Dimana : FT : Fixed Telephone Subcriptions per 100 Inhabitants MC : Mobile-cellular Telephone Subsctription per 100 Inhabitants Dalam perhitungan indeks infrastruktur ini ITU menggunakan angka dasar atau goal post. Goal post merupakan capaian tertinggi suatu negara dari variabelvariabel telekomunikasi. Angka ini digunakan oleh ITU untuk mengkonversi masing-masing indikator untuk memperoleh nilai riil nya. 3.4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data panel (gabungan antara data time series dan cross section) dalam bentuk tahunan. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian ini, atau data yang sudah dipublikasikkan dan dapat diambil dari instansi yang bersangkutan. 3.5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: 1. Studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam bentuk informasi berupa teori dan data yang berasal dari buku-buku pustaka, jurnal-jurnal ekonomi, serta bahan lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. 2. Pengumpulan data sekunder, yang diperoleh dari instansi yang terkait atau sumber-sumber yang relevan terhadap permasalahan yang sedang diteliti 3.6. Teknik Analisis 3.6.1. Metode Panel VAR (Vector Auto Regressive) Penelitian ini menggunakan teknik analisis panel VAR. Panel VAR merupakan suatu bentuk pengembangan dari teknik analisis VAR dimana alat analisis tersebut tidak lagi hanya menggunakan data time series tetapi juga menambahkan data cross section di dalamnya. Panel VAR digunakan untuk memecahkan suatu masalah peramalan yang tidak hanya terdiri dari unsure waktu tetapi juga unsure keberagaman objek secara individu (misalnya firm, wilayah atau area) (Canova dan Ciccarelli, 2013; Hayakawa, 2015; Love dan Zicchino, 2006; Abrigo dan Love, 2015). Metode yang ditekankan pada penerapan model VAR adalah (Gujarati, 2003:853) : 1. Kemudahan dalam penggunaan, tidak perlu mngkhawatirkan tentang penentuan variabel endogen dan variabel eksogen. Semua variabel dianggap sebagai variabel endogen. 2. Kemudahan dalam estimasi, metode Ordinary Least Square (OLS) dapat diaplikasikan pada tiap persamaan secara terpisah. 3. Variabel yang tergabung pada model VAR harus stationer. Apabila tidak stationer, perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first difference. Secara prosedur olah data, treatment data panel VAR berbeda dengan model panel pada umumnya. Dalam pendekatan model panel statis uji pemilihan model terbaik yang berupa pemilihan model PLS (Pooled Least Square), REM (Random Effect Model) atau FEM (Fixed Effect Model) perlu di dilakukan. Sebaliknya, dalam panel VAR model yang digunakan sudah di asumsikan menggunakan model FEM (fixed effect model). Hal ini terjadi karena dalam panel VAR peneliti memperhatikan adanya keberagaman (heterogeneity) dari perilaku data cross-section yang digunakan.Oleh sebab itu, untuk menangkap keberagaman data cross-section tersebut maka PVAR memasukkan unsur fixed effect. Namun, karena antara fixed effects dan regressors saling berkorelasi yang mengakibatkan koefisien menjadi bias, maka untuk mengatasinya panel VAR menerapkan dua tahapan prosedur. Tahap pertama, yaitu menerapkan forward mean-differencing, dimana prosedur ini menghapus nilai rata-rata dari semua observasi yang tersedia di masa depan untuk setiap firm-year. Selanjutnya, untuk tahap kedua yaitu dengan menggunakan estimasi GMM (Generelized Method of Moment) dimana estimasi ini menggunakan lag dari regressor sebagai instrumen (Jawadi, et.al., 2015). Selain itu, panel VAR juga memasukkan unsure specific time effects yang digunakan untuk menangkap aggregate global shock (seperti oil shock) yang mungkin dapat memengaruhi semua firm dengan cara yang sama. Untuk menghilangkan permasalahan ini panel VAR menghapus variable dummies tersebut dengan mengurangi rata-rata dari perhitungan masingmasing variable untuk masing-masing country-year (Lovedan Zicchino, 2006). Teknik analisis panel VAR juga memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Hayakawa (2015) membagi asumsi tersebut menjadi empat, yaitu: 1.Data harus stabil 2.Variabel shock merupakan variable bebas dan didistribusikan secara identic (identically distributed) selama periode i dan t. 3.Dampak secara individu merupakan distribusi yang identik. 4.Kondisi awal dari model harus memuaskan. Asumsi ini digunakan untuk memperoleh kondisi yang berkaitan dengan stasioneritas data. Selanjutnya menurutAbrigodan Love (2015) terdapat beberapa metode yang harus diterapkan dalam model analisis panel VAR. Metode tersebut terdiri dari: 1. Uji Stationer (Unit Root Test) 2. Estimasihasil VAR dengan menerapkan teknik estimasi GMM 3. Pemilihan model dengan melihat lag optimalnya 4. Uji hubungan antar variable dengan menggunakan uji Kausalitas Granger 3.6.2. Uji Stasioneritas Teknik analisis panel VAR mengharuskan data berada dalam kondisi stasioner.Hal itu dilakukan dengan tujuan supaya hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki tingkat validasi yang tinggi. Selanjutnya data dikatakan stasioner jika data tersebut nilai variansnya tidak terlalu besar dan cenderung mendekati rata-ratanya, atau dengan kata lain data tersebut tidak mengandung akar unit (unit root) (Enders, 2003:225). Jika data yang diteliti mengandung unsure unit root maka tren dari data tersebut akan cenderung berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya, sehingga peneliti akan mengalami kesulitan untuk mengestimasi model tersebut. Uji stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan Phillips-Perron (PP). Dalam metode PP nilai p-value yang digunakan terdiri dari inverse chisquared, inverse-normal, inverse-logit transformation, dan inverse chi-square transformation. Dari kesemua nilai p-value tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai critical value 1%, 5%, dan 10%. 3.6.3. Penentuan Lag Optimum Penentuan lag optimal merupakan salah satu hal terpenting dalam teknik analisis panel VAR. Jika lag yang digunakan terlalu pendek atau sedikit maka model tidak dapat diestimasi secara tepat karena akan menimbulkan bias spesifikasi. Akan tetapi, jika lag yang digunakan terlalu panjang atau banyak maka akan cenderung mengurangi kemampuan model untuk menolak H0 atau hasil estimasi menjadi tidak efisien, karena semakin bertambahnya parameter akan mengurangi tingkat derajat bebas dari model tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Moment and Model Selection Criteria (MMSC) yang dikembangkan oleh Andrews and Lu (2001) untuk menetukan lag optimal dari model yang digunakan. Andrews and Lu (2001) mengembangkan metode MMSC berdasarkan Hansen’s J statistic, dimana metode ini cenderung mendorong jumlah dari moment conditions yang lebih besar daripada jumlah variabel endogen. Dalam metode MMSC ini terdapat beberapa kriteria-kriteria untuk menetukan struktur lag optimalnya. Kriteriakriteria tersebut yaitu: MMSC-Akaike Information Criteria (MAIC), MMSCBayesian Information Criteria (MBIC), dan MMSC-Hannan-Quin Information Criteria (MHQIC). Selanjutnya dari ketiga criteria tersebut, akan dipilih nilai yang paling terkecil di antara nilai dari lag yang diajukan. 3.6.4. Uji Kausalitas Granger Uji Kausalitas Granger merupakan sebuah metode untuk mengetahui di mana suatu variabel dependen (variabel tidak bebas) dapat dipengaruhi oleh variabel lain (variabel independen) dan di sisi lain variabel independen tersebut dapat menempati posisi dependen variabel. Hubungan seperti ini disebut hubungan kausal atau timbal balik. Variabel pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia diformulasikan di bawah ini : π πππ‘ = ∑ π π=1 ππ πππ‘−1 + ∑ π=1 π½π πππ‘−1 + π’ππ‘ Dimana: Xit = Variabel Infrastruktur Telekomunikasi Yit = Variabel Pertumbuhan Ekonomi n = Jumlah lag uit = Variabel Pengganggu α,β,λ,δ = Koefisien masing-masing variabel Regresi kedua bentuk model ini akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien yaitu : 1. ∑ππ=1 ππ ≠ 0 dan ∑ππ=1 π½π = 0 Maka terdapat kausalitas satu arah dari variabel X terhadap Y . 2. ∑ππ=1 ππ = 0 dan ∑ππ=1 π½π ≠ 0 Maka terdapat kausalitas satu arah dari variabel Y terhadap X. 3. ∑ππ=1 ππ = 0 dan ∑ππ=1 π½π = 0 Maka tidak terdapat kausalitas baik antara variabel X terhadap Y maupun Y terhadap X. 4. ∑ππ=1 ππ ≠ 0 dan ∑ππ=1 π½π ≠ 0 Maka terdapat kausalitas dua arah baik antara X terhadap Y maupun antara variabel Y terhadap X. Pengujian Arah Kausalitas Berdasarkan rumus yang telah dijabarkan diatas, maka model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengujian Arah Kausalitas Pertumbahan Ekonomi terhadap Infrastruktur Teelekomunikasi Infrastruktrur Telekomunikasi → LP LP → Infrastruktrur Telekomunikasi Model dasar : π πΌπππ‘ = ∑ π=1 π ππ πΏπππ‘−1 + ∑ π=1 π πΏπππ‘ = ∑ π=1 π½π πΌπππ‘−1 + π’1π‘ π ππ πΏπππ‘−1 + ∑ Dimana : IT = Infrastruktur Telekomunikasi LP = Laju Pertumbuhan Ekonomi π=1 π½π πΌπππ‘−1 + π’2π‘ n = Jumlah Lag uit = Variabel Pengganggu Ι, β, λ, δ = Koefisien t = Waktu (tahun) Hasil-hasil regresi dari model ini akan menghasilkan Model I : 1. H0 :IT memiliki hubungan dengan LP : ∑ππ=1 ππ = 0 2. H1 : IT tidak memiliki hubungan dengan LP : ∑ππ=1 π½π ≠ 0 Model II : 1. H0 :LP memiliki hubungan dengan IT : ∑ππ=1 ππ = 0 2. Ha : LP tidak memiliki hubungan dengan IT : ∑ππ=1 π½π ≠ 0