MODUL/BAHAN AJAR MENERAPKAN K3LH DAN MENERAPKAN PROSEDUR GMP Oleh: Noni Mulyadi Erwan Sujono KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERTANIAN CIANJUR DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan .............................................................................................. 1 C. Strategi dan Media Pembelajaran ................................................... 1 D. Ruang Lingkup ................................................................................. 1 II. KEGIATAN PEMBELAJARAN................................................................... 2 A. Kegiatan Belajar 1. Menerapkan K3LH ……………………………............... 2 1. Lembar Informasi ....................................................................... 2 2. Lembar Kerja .............................................................................. 29 3. Lembar Evaluasi …………………....................................................... 33 B. Kegiatan Belajar 2. Menerapkan Prosedur GMP …………………………….. 34 1. Lembar Informasi ....................................................................... 34 2. Lembar Kerja .............................................................................. 60 3. Lembar Evaluasi …………………....................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 63 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kejuruan salah satu tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Lulusan SMK diharapakan dapat bekerja secara efektif dan efisien, mengembangkan keahlian dan keterampilan, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri. Salah satu program studi keahlian yang dikembangkan di SMK adalah Program Studi Keahlian Agribisnis Hasil Pertanian dengan dua Kompetensi Keahlian yaitu Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian dan Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Program studi Keahlian Agribisnis Hasil Pertanian di SMK dibuka agar lulusan siswa kelompok kompetensi tersebut dapat mengisi lowongan kerja di Industri Pengolahan Pangan. Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor 251 /C/KEP.MN/2008 mengenai Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan dinyatakan bahwa penyelenggaraan bidang studi / program studi/ kompetensi keahlian pada SMK dapat dikembangkan berdasarkan komoditas tertentu sesuai tuntutan kebutuhan dunia kerja, tanpa mengabaikan kemampuan dasar kompetensi keahlian yang bersangkutan. Kompetensi Keahlian Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian terdiri dari tujuh standar kompetensi dasar kejuruan dan 18 standar kompetensi kejuruan. Dua standar kompetensi akan dibahas dalam modul ini yaitu: Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) dan Menerapkan prosedur kerja GMP (Good Manufacturing Practice). Pembahasan modul ini lebih menekankan pada pendalaman pengetahuan oleh karena itu teori disajikan secara ringkas dan dilengkapi dengan soal-soal teori. B. Tujuan Setelah mengikuti teori dan praktek peserta pelatihan diharapkan dapat : 1. Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) 2. Menerapkan prosedur kerja GMP (Good Manufacturing Practice) C. Strategi dan Media Pembelajaran Strategi pembelajaran yang digunakan dalam modul ini lebih menekankan pada penguasaan pengetahuan oleh karenanya metode yang digunakan terdiri dari ceramah, diskusi atau tanya jawab, penugasan. Beberapa standar kompetensi yang relatif sulit maka dilakukan dengan metode praktek. Media pembelajaran yang digunakan terdiri dari modul, transparansi dan benda realita berupa bahan dan peralatan praktek. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari modul ini adalah: 1. Menerapkan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) 2. Menerapkan prosedur kerja GMP (Good Manufacturing Practice) Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 1 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP II. KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Kegiatan Belajar-1: MENERAPKAN KESELAMATAN, KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN HIDUP (K3LH) 1. LEMBAR INFORMASI 1.1. MENDESKRIPSIKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun waktu terutama terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik daripada menunggu sampai kecelakaan terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian kompensasinya. Kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terutama masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih banyak perusahaan yang belum melak-sanakan ketentuan-ketentuan yang mengarah kepada pencegahan penyakit aki-bat kerja, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian, waktu dan memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja sendiri disamping pengertian dan pengeta-huan masih terbatas, ada sebagian dari mereka masih segan menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya. Oleh karena itu masalah ke-selamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, tenaga kerja maupun organisasi lainnya. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada dunia usaha dan dunia industri harus diperhatikan dengan seksama pada semua tenaga kerja yang berada di dalam lingkup tersebut. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk men-ciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan. Dengan menerapkan K3 akan dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. K3 telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja (Anonimous, 1993). Kesehatan Kerja Kesehatan kerja sangat perlu untuk dipahami dan diterapkan di lingkungan kerja oleh tenaga kerja yang terlibat dalam suatu usaha. Pada usaha budidaya dan pengolahan rumput laut kesehatan kerja dapat diterapkan dilapangan maupun di dalam ruangan. Kesehatan kerja juga sangat berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas pekerjaan yang akan dilakukan. Kesehaan kerja meliputi beberapa aspek yang perlu diperhatikan antara lain, kesehatan karyawan atau tenaga kerja, kesehatan lingkungan kerja atau sanitasi lingkungan, kesehatan sarana dan peralatan kerja serta hingga pembuangan limbah dari hasil usaha a. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 2 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 1) Pengertian Kesehatan. Kesehatan adalah spesialisasi dalam ilmu higinies beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan setinggi-tingginya (Situmorang, 2004). Prinsip – prinsip dasar sanitasi dan higinies perlu dipelajari dengan baik sehingga suatu usaha budidaya dan pengolahannya akan dapat mengembangkan dan menetapkan metoda ataupun program sanitasi, higinies dan keselamatan kerja yang baik, yang diberlakukan di perusahaan tersebut. Adanya suatu program sanitasi dan higinies yang baku akan dapat digunakan sebagai tolok ukur menilai apakah suatu kondisi kebersihan dan kesehatan telah tercapai dan terpelihara dengan baik atau belum. Kesehatan lingkungan kerja sangat perlu diperhatikan pada usaha budidaya rumput laut yang sebagian besar dilakukan di lapangan atau luar ruangan ataupun usaha pengolahan rumput laut yang dilakukan di dalam ruangan tertutup. Hakekat kesehatan lingkungan kerja dan kesehatan kerja mencakup dua hal : 1) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau para pekerja be-bas. Dengan demikian higinies dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja. 2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada me-ningkatnya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi. Program sanitasi – higinies perusahaan dan keselamatan kerja harus mencakup semua aspek produksi. Program ini hendaknya diterapkan mulai dari aspek-aspek urusan rumah tangga umum, penanganan dan penyimpanan bahan baku, pengo-lahan, penggudangan, sampai kepada usaha-usaha pengendalian binatang peng-ganggu, pembuangan dan penanganan limbah dan fasilitas umum lainnya, Pro-gram higinies terutama mencakup higinies pekerja, meliputi aspek kesehatan umum, kebersihan, dan penampilan umum (Diknas RI, 2003). Tujuan utama dari Higinies Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan demikian mungkin dicapai, karena terdapatnya korelasi antara derajat kesehatan yang tinggi dengan produktivitas kerja perusahaan, yang didasarkan kenyataan-kenyataan berikut: 1) Untuk efisiensi kerja yang optimal, pekerjaan harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara dimaksud di antaranya tekanan panas, penerangan, keamanan kerja sesuai dengan peralatan kerja yang digunakan. 2) Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akibat kecelakaan kerja dan penyakit umum lebih mahal dibandingkan biaya untuk pencegahan. Lingkungan tempat bekerja juga berpengaruh terhadap kenyamanan bekerja yang berkorelasi terhadap efisiensi produksi. Gangguuan pembuangan dan penanganan limbah dan fasilitas umum lainnya, Program higinies terutama mencakup higinies pekerja, meliputi aspek kesehatan umum, kebersihan, dan penampilan umum (Diknas RI, 2003). Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 3 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2) Kondisi Kesehatan yang Menyebabkan Rendahnya Produktivitas Kerja Berdasarkan hasil survei dan pengamatan Lembaga Nasional Higinies Perusahaan dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja tentang kesehatan yang berhubungan dengan produktivitas kerja diperoleh gambaran adanya kondisi kesehatan yang sangat tidak menguntungkan. Tempat bekerja pada dunia usaha budidaya pada umumnya di ruang terbuka sehingga kebutuhan oksigen untuk para pekerja di luar ruangan tercukupi. Pada kondisi lingkungan budidaya yang berair, ruang budidaya sangat lembab. Oleh karena itu dalam melakukan kegiatan budidaya para pekerja harus selalu menggunakan pakaian kerja sesuai dengan peraturan perusahaan dan tidak menggunakan pakaian kerja yang basah. Pemakaian baju kerja yang basah dapat mengganggu kesehatan para pekerja. Oleh karena itu pada para pekerja yang bekerja berhubungan langsung dengan air yang akan membasahi pakaian kerja sebaiknya menggunakan pakaian kerja yang terlindung dari air, atau menggunakan pakaian yang lain sehingga kesehatan para pekerja tetap terjamin. Penggunaan pakaian kerja yang basah dapat mengakibatkan kesehatan para pekerja terganggu. Pada bidang budidaya di laut penggunaan pakaian lengan panjang, topi, alas kaki dan pelampung dengan baik merupakan salah satu bentuk penerapan K3 di lingkungan kerja (Dini, 2003). Situmorang (2003) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi produkstivitas kerja antara lain adalah: 1) Penyakit Umum Baik pada sektor pertanian, maupun sektor pertambangan, industri, dan lain-lainnya, penyakit yang paling banyak terdapat adalah penyakit infeksi, penyakit endemik dan penyakit parasit. 2) Penyakit Akibat Kerja Penyakit yang ditimbulkan akibat kerja antara lain seperti pneumoconioses, dermatoses akibat kerja, keracunan bahan kimia, gangguan-gangguan mental psikologi akibat kerja, dan lain-lain yang terdapat pada tenaga kerja. 3) Kondisi Gizi Keadaan gizi pada buruh-buruh sering tidak menguntungkan ditinjau dari sudut produktivitas kerja. Adapun keadaan gizi kurang baik dikarenakan penya-kit-penyakit endemis dan parasitis, kurangnya pengertian tentang gizi, kemam-puan pengupahan yang rendah, dan beban kerja yang terlalu besar. 4) Lingkungan Kerja Lingkungan kerja sering kurang mendukung untuk memperoleh produktivitas tenaga kerja. Pada industri budidaya rumput laut kondisi lingkungan kerja seperti musim, iklim dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap produkstivitas kerja, sedangkan industri pengolahan rumput laut yang dilakukan di dalam ruangan kondisi lingkungan kerja seperti suhu udara dan kelembaban di dalam ruangan mempengaruhi produkstivitas tenaga kerja. b. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja di lingkungan usaha sangat mendukung produktifitas kerja, karena sangat berpengaruh terhadap keselamatan para tenaga kerja untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja. Prosedur-prosedur atau langkah kerja yang akan dilakukan perlu dipahami terlebih dahulu oleh para tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang berhubungan dengan peralatan kerja seperti mesin, kelistrikan atau peralatan lain yang memiliki resiko tinggi. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 4 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Salah satu bentuk melindungi keselamatan kerja pada usaha budidaya rumput laut adalah perlunya menggunakan pelampung dan perahu yang layak pada saat penanaman rumput laut yang dilakukan di laut, 1) Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, Peralatan, alat kerja, bahan dan proses pengolaannya, tempat kerja serta lingkungannya, serta caracara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja, mengingat risiko bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja serta orang lainnya, dan juga masyarakat pada umumnya (Suma’mur, 1985). Tujuan kesela-matan kerja adalah sebagai berikut : 1) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan peker-jaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas perusahaan (Gambar 2). 2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. 3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut : 1) Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. 2) Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan banyaknya jam kerja bagi tenaga kerja. 3) Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasikan, misalnya sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan-keracunan bahan kimia, kecela-kaan-kecelakaan karena mesin, kebakaran, ledakan-ledakan, dan lain-lain. 4) Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. 5) Analisis kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya. Sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Sebanyak 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia (aonimous, 1993). Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Jelas bahwa keselamatan kerja adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara mela-kukan pekerjaan, 2) Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 5 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP karakteristik fisik dan mental dari pada pekerjaannya, harus sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan. 3) Keselamatan Kerja dan Peningkatan Produksi dan Produktivitas Keselamatan kerja erat hubungannya dengan peningkatan produksi dan produk-tivitas. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil kerja (output) dan upaya yang dipergunakan (input). Keselamatan kerja dapat membantu peningkatan produksi dan produktivitas atas dasar: 1) Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakaan yang menjadi sebab sakit, cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecil-kecilnya, sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari. 2) Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggu-naan peralatan kerja dan mesin yang produktif dan efisien dan bertalian dengan tingkat produksi dan produktivitas yang tinggi. 3) Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan partisipasi pengusaha dan buruh akan membawa iklim keamanan dan ketenagaan kerja, sehingga sangat membantu bagi hubungan buruh dan pengusaha yang merupakan landasan kuat bagi terciptanya kelancaran produksi. 4) Latar Belakang Sosial-Ekonomi dan Kultural Keselamatan kerja memiliki latar belakang sosial-ekonomi dan kultural yang sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan, dan lain-lain erat hubungannya dengan pelaksanaan keselamatan kerja. Demikian juga, keadaan ekonomi ada sangkut pautnya dengan permasalahan keselamatan kerja tersebut. Pembangunan adalah bidang ekonomi dan sosial, maka keselamatan kerja lebih tampil ke depan lagi dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala seginya termasuk problematik keselamatan kerja menampilkan banyak permasalahan, sedangkan kondisi sosial kultural belum cukup siap untuk menghadapinya. Keselamatan harus ditanamkan sejak anak kecil dan menjadi kebiasaan hidup yang dipraktekkan sehari-hari. Keselamatan kerja merupakan suatu bagian dari keselamatan pada umumnya, masyarakat harus dipahami. 5) Metoda Pencegahan Kecelakaan Kerja Pencegahan kecelakaan kerja pada dasarnya merupakan tanggung jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja agar selamat sesuai dengan ketentuan perusahaan. Umumnya kejadian kecelakaan kerja disebabkan kesalahan manusia (human error), dimana penyebab kecelakaan bermula pada kesalahan atau ketidakdisiplinan pekerja dalam menjalankan prosedur kerja yang telah ditetapkan. Ada beberapa perbuatan yang mengusahakan keselamatan kerja, antara lain: 1) Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang diberikan. 2) Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan kepada atasan. 3) Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi secermat mungkin. 4) Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 6 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 5) Peralatan dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja dipakai (digu-nakan) bila perlu. Anonimous (2000) menerangkan bahwa kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan cara: 1) Peraturan perundangan yaitu ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, pemeliharaan pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan supervisi medis, P3K, dan pemeriksaan kese-hatan. 2) Standarisasi yaitu penetapan standar-standar resmi setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamat-an jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higinies umum, dan alatalat pelindung diri. 3) Pengawasan yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundangundangan yang diwajibkan. 4) Penelitian bersifat teknik yang meliputi sifat dan ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, penelaahan tentang bahanbahan dan desain di tempat kerja. 5) Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan. 6) Penelitian psikologis yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. 7) Penelitian syarat statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya. 8) Pendidikan yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan. 9) Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja 10) Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbul-kan sikap untuk selamat. 11) Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakantindakan keselamatan sangat baik. 12) Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektivitas penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelaka-an-kecelakaan terjadi sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan. 13) Organisasi K3, dalam era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang-perorang atau secara pribadi, tapi memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang memadai. Soebandono menjelaskan bahwa penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja merupakan suatu hambatan pada tingkat keamanan dalam bekerja. Dalam hal ini perlu adanya pengertian serta usaha pencegahan, baik untuk keselamatan maupun kesehatan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 7 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP kerja disamping perlu adanya hubungan baik antara sesame tenaga kerja maupun pimpinan. Usaha pencegahan akibat kekurangan segi teknis di bidang konstruksi dapat dilakukan dengan desain kerja yang baik dan organisasi/pengaturan kerja. Pencegahan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan : 1) Substitusi, yaitu dengan mengganti bahan-bahan yang membahayakan dengan bahan yang tidak berbahaya, tanpa mengurangi hasil pekerjaan maupun mutunya. 2) Isolasi, yaitu menjauhkan atau memisahkan suatu proses pekerjaan yang mengganggu / membahayakan. 3) Ventilasi, Baik secara umum maupun secara lokal yaitu dengan udara bersih yang dialirkan ke ruang kerja dengan menghisap udara keluar ruangan. 4) Alat pelindung diri, alat ini dapat berbentuk pakaian, topi, pelindung kepala, sarung tangan, sepatu yang dilapisi baja bagian depan untuk menahan beban yang berat, masker khusus untuk melindungi pernafasan terhadap debu atau gas berbahaya, kaca mata khusus las dsb. 5) Pemeriksaan kesehatan, hal ini meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala untuk mencari faktor penyebab yang menimbulkan gangguan maupun kelainan kesehatan terhadap tenaga kerja 6) Latihan dan informasi sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan berhati-hati terhadap berbagai kemungkinan adanya bahaya. 7) Pendidikan dan penyuluhan tentang K3, dilaksanakan secara teratur Organisasi ini dapat berbentuk struktural seperti Safety Department (Departemen K3), fungsional seperti Safety Committee (Panitia Pembina K3). Pernyataan berikut sesuai dengan International Labour Office (ILO) tentang langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja, yakni agar organisa-si K3 ini berjalan dengan baik maka harus didukung oleh adanya : 1) Seorang pimpinan (Safety Director), 2) Seorang atau lebih teknisi (Safety Engineer), 3) Adanya dukungan manajemen, 4) Prosedur yang sistimatis, kreativitas dan pemeliharaan motivasi dan moral pekerja. 1.2. MELAKSANAKAN PROSEDUR K3 a. Dasar Perundangan. Dasar perundangan dalam kesalamatan kerja sabagai basic safety management adalah “Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Adalah Upaya Atau Pemikiran Dan Penerapanya Yang Ditujukan Untuk Menjamin Keutuhan Dan Kesempurnaan Jasmaniah Maupun Rohaniah Tenaga Kerja Pada Khususnya Dan Manusia Pada Umunya, Hasilkarya Dan Budaya Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja” (UU No.1 Tahun 1970).dari pernyataan diatas maka Maksud dan tujuan unadang undang keselamatan kerja adalah : 1) Tenaga kerja 2) Orang lain yang berada dalam ruang operasional. 3) Sumber sumber produksi Ruang lingkup dari undang undang tersebut adalah ruang lingkup pekerjaan berarti bisa didarat. Dipermukaan air, didalam tanah (daerah pertambangan), di udara. Ruang lingkup Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 8 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP tadi mengandung unsur – unsur : dilakukan usaha, ada tenaga kerja yang bekerja dan ada sumber bahaya. Dasar hokum yang pokok tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah UUD 1945 pasal (27) ayat 2 “Tiap Warga Negara Berhak Atas Pekerjaan Dan Penghidupan Yang Layak Bagi Kemanusiaan” kemudian diterjemahkan lebih detail dalam Undang Undang No. 14. 1969 tentang Ketentuan – Ketentuan pokok ketenaga kerjaan pasal 3 “Tiap Tenaga Kerja Berhak Atas Pekerjaan Dan Penghasilan Yang Layak Bagi Kemanusiaan”. Pasal 9 “ Tiap Tenaga Kerja Berhak Mendapatkan Perlindungan Atas Keselamatan, Kesehatan, Kesusilaan Pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama”. Pasal 10 “pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi (1). norma keselamatan kerja. (2) norma kesehatan kerja. (3). Norma kerja. (4) Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja. Kewajiban yang ditanggung pengurus dalam hal ini bisa penyelenggara usaha meliputi : Pasal 8. Pemeriksaan kesehatan badan ; Pasal 9. menjelaskan dan menunjukan kondisi bahaya di tempat kerja. Semua pengamanan dan perlindungan yang diharuskan meliputi : APD, cara & sikap bekerja yang aman, memperkerjakan setelah yakin mampu bekerja, Pembinaan, wajib memenuhi dan menaati syarat K3. Adapun persyartan untuk Nilai Ambang Batas Factor Fisika ditempat kerja adalah (Kep Menaker RI No. .. Kep 51. Men /1999) Pasal 2 : - NAB IKLIM kerja menggunakan parameter ISBB, Bagaimana Tercantum Pada Lampiran I (Lampiran pada Keputusan Menteri Tersebut). Pasal 3. : - NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 db A. Kebisingan > NAB waktu pemanjaman ditetapkan seperti lampiran II (Lampiran pada Keputusan Menteri Tersebut). Pasal 4. : NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja adalam 4 m/det2. Getaran >NAB pada pemanjanan ditetapkan dalam lampiran III Pasal 5. NAB RADIASI frekwensi radio dan gelombang mikro ditetapkan seperti lampiran IV. NAB Radiasi sinar ultra ungu ditetapkan 0,1 m watt/cm2 Radiasi sinar ultra ungu > NAB waktu pemanjanan ditetapkan seperti pada lampiran IV. Sedangkam untuk pemgendalian bahan kimia berbahaya dituangkan dalam kep.Menaker RI. No. ; dan Kep. 187/Men/1999. Tentang bahan kimia berbahaya ditempat kerja. Pasal 2: Pengusaha Yang Menggunakan, Menyimpan, Memakai, Memproduksi Dan Mengangkut Bahan Kimia Berbahaya Ditempat Kerja Wajib Mengendalikan Untuk Mencegah Kecelakaan Dan P.A.K. Pasal 3: Yang dimaksud pengendaliaan adalah penyediaan MSDS atau LDKB dan Petugas K-3 Kimia atau ahli K-3 Kimia. Pasal 13 : Nilai ambang batas (NAK) bahan kimia yang termasuk B3 ditetapkan sebagaimana dalam lampiran III. Pasal 15: Industri yang melakukan proses > dari ketetapan NAK dinyatakan sebagai industry yang mempunyai Potensi bahaya Besar. Pasal 16. Perusahaan yang dikategorikan sebagai potensi bahaya besar wajib a.1. memperkerjakan ahli K-3 kimia, mempunyai dokumen pengendalian, melaporkan perubahan nama B-3 kuantitas dan proses, pengujian factor kimia per 6 bulan, pemeriksaan instalasi per 2 tahun, pemeriksaan tenaga kerja tiap tahun. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 9 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP b. Sasaran Keselamatan Kerja. Sasaran dalam memperoleh keselamatan kerja adalah semua karyawan yang terlibat dalam proses produksi dari mulai karyawan baru, para supervisor, golongan para manager baik manager produksi, safety, mekanikal dan lainya. Dapat dipahami bahwa “berproduksi tanpa terjadi kecelakaan atau cidera akibat bekerja. Dalam suatu proses produksi diperlukan tentang dokumen peraturan tentang keselamatan kerja (safety), perlunya tindakan disiplin dalam bekerja, serta melaporkan apabila terjadinya kecelakaan kerja atau cidera akibat berkerja. Difinisi Bahaya (Hazard) adalah segala sesuatu yang dapat menjadikan sumber yang menyebabkan kerugian berupa cidera, penyakit akibat kerja yang berujung pada kerusakan atau tidak mampu melaksanakan fungsinya. Identifikasi keadaan bahaya adalah proses mengenal/mengidetifikasi keadaan bahaya dan bisa untuk mendifinisikan karaketeristiknya, sedangkan Resiko adalah kombinasi dari kemungkinan dan kosekuensi- kosekuensinya dari keadaan bahaya yang muncul. Untuk inilah diperlukan pertimbangan untuk menjalankan suatu proses pekerjaan dengan apa yang disebut sebagai Penilaian resiko. Penilian resiko ini adalah estimasi dari tingkatan resiko yang akan terjadi dengan melihat tingkat keparahan, frekwensi kejadian dan probabilitasnya. c. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Kecelakaan terjadi bisa diakibatkan karena penyebab tunggal atau penyebab yang majemuk karena suatu musibah bisa karena satu factor tetapi kebanyakan kecelakaan terjadi karena banyak factor. Dari satu factor menyebabkan efek yang berkelanjutan (efek domino) yang bisa terjadi dalam situasi kerja yang mempunyai tekanan yang tinggi, sebagai ilustrasi, “seorang kontrakator listrik ditarget dalam pemasangan beberapa lampu penerangan jalan dengan kondisi route pemasangan dengan jalan menanjak dikarenakan kurang tepat dalam menganalisa waktu selesai (analisa bow) dan imbalan yang bagus apabila diselesaikan waktu yang sedikit dramatis. Karena kondisi yang tergesa gesa sehingga para pekerja pada kontraktor tersebut ditekan dengan waktu yang singkat mengakibatkan para pekerja diharuskan lembur. Akibat yang terjadi karena penerangan yang kurang pada waktu pemasangan, para pekerja banyak yang terpeleset ketika pemasangan lampu dan fitting. Akibat yang diperoleh banyak pekerja yang cidera fisik dan berefek panjang dikarenakan banyak pekerja yang sakit dan bertambah parah jika dipaksakan. Dalam contoh diatas bertambah runyam ketika kurangnya persiapan raw material (kabel, fitting, lampu yang digunakan, dll)” Faktor-faktor penyebab kecelakaan diantaranya adalah Manusianya sendiri dalam hal ini pengalaman, attitude (tingkah laku dan budi pekerti), respon/instingnya, diikuti dengan mesin dan peralatan yang digunakan, metode/cara kerja, material yang digunakan dalam bekerja, dan factor yang terakhir adalah lingkungan dimana manusia tersebut bekerja. Lingkungan tertutup merupakan resiko paling besar dalam timbulnya kecelakaan dibandingkan dengan kerja dilakukan dalam alam terbuka, apalagi mesin dan bahan yang digunakan merupakan bahan B3 akan menempati resiko yang lebih besar. Bidang perikanan merupakan salah satu kegiatan yang mayoritas dilakukan di alam terbuka, kegiatan ini ternyata memiliki resiko yang cukup tinggi. Karena tidak seperti kegiatan wisata lainnya yang didukung oleh fasilitas yang menunjang keselamatan pelaku atau pengunjung, Kegiatan Alam Terbuka justru sangat rentan terjadinya kecelakaan karena memang kegiatan ini dilaksanakan ditempat yang masih alami seperti kondisi perbukitan terjal, jurang, aliran sungai yang deras, dan kondisi alam lainnya yang berpotensi Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 10 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP menimbulkan bahaya dan juga mempersulit upaya penyelamatan bagi korban atau penderita. Meskipun bukan suatu hal yang diharapkan, kecelakaan (accident) memerlukan langkah antisipatif yang diantaranya dengan mengetahui atau mendiagnosa pe-nyakit maupun akibat kecelakaan, penanganan terhadap korban dan evakuasi korban bila diperlukan. Hal ini memerlukan pengetahuan agar korban tidak meng-alami resiko cidera yang lebih besar. Pertolongan Pertama adalah sebagai suatu tindakan antisipatif dalam keadaan darurat namun memiliki dampak yang sangat besar bagi penderita atau korban. Kesalahan diagnosa dan penanganan dapat mendatangkan bahaya yang lebih besar, cacat bahkan kematian. Satu hal yang perlu diingat adalah Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Serahkan penanganan selanjutnya (bila diperlukan) pada dokter atau tenaga medis yang berkompeten. Pertolongan Pertama (PP) adalah perawatan pertama yang diberikan kepada orang yang mendapat kecelakaan atau sakit yang tiba-tiba datang sebelum mendapatkan pertolongan dari tenaga medis. Hal ini berarti: 1. Pertolongan Pertama harus diberikan secara cepat walaupun perawatan selanjutnya tertunda. 2. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga akan meringankan sakit korban bukan menambah sakit korban. d. Dasar-Dasar Pertolongan Pertama Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diag-nosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian. Namun sebelum kita memasuki pembahasan kearah penanggulangan atau pengobatan terhadap luka, akan lebih baik kita berbicara dulu mengenai pencegahan terhadap suatu kecelakaan (accident), terutama dalam kegiatan di alam bebas. Selain itu harus kita garis bawahi bahwa situasi dalam berkegiatan sering memerlukan bukan sekedar pengetahuan kita tentang pengobatan, namun lebih kepada pemahaman kita akan prinsipprinsip pertolongan terhadap korban. Sekedar contoh, beberapa peralatan yang disebutkan dalam materi ini kemung-kinan tidak selalu ada pada setiap kegiatan, aka kita dituntut kreatif dan mampu menguasai setiap keadaan. Berikut ini gambar peralatan P3K yang harus tersedia di lingkungan kerja Gambar 1.2.1. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 11 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP (a) (b) Gambar 1.2.1. Peralatan P3K (a) di dalam ruangan (b) di luar ruangan e. Prinsip Dasar Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat tersebut diantaranya: 1. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah atau kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau masih dalam bahaya. 2. Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien. Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumberdaya yang ada baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota. 3. Biasakan membuat cataan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah Anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian, dsb. Catatan ini berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan tambahan oleh pihak lain. 1.3. MENERAPKAN KONSEP LINGKUNGAN HIDUP a. Manusia dan lingkungan hidupnya Manusia sangat bergantung pada lingkungan hidupnya, manusia akan musnah jika lingkungan hidupnya rusak. Lingkungan hidup yang rusak adalah lingkungan hidup yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam mendukung kehidupan. Keinginan setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari, namun tanpa disertai kearifan dalam proses pencapaian-nya, justru kemerosotan kualitas hidup yang akan diperoleh. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan eksploitasi sumberdaya alam. Seiring dengan perubahan peradapan, kebutuhan terus berkembang baik jenis maupun jumlahnya, sedangkan penyediaan sumberdaya alam terbatas. Eksploitasi yang berlebihan akan mengakibatkan merosotnya daya dukung alam. Disisi lain dalam proses penyediaan barang kebutuhan manusia juga akan dihasilkan limbah, limbah yang dihasilkan menjadi beban bagi lingkungan untuk mendegradasinya. Jumlah limbah yang semakin besar yang tidak terdegradasi akan menimbulkan masalah pencemaran. Langkah efisiensi dan rehabilitasi dalam pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan agar peningkatan kualitas hidup dapat dicapai secara adil merata dan berkesinambungan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 12 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP b. Lingkungan hidup sebagai suatu sistem Lingkungan hidup adalah sistem kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda (materi), daya (energi), keadaan (tatanan alam) dan mahluk hidup, termasuk manusia dengan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut difinisi di atas lingkungan hidup merupakan suatu sistem sehingga tentu terdiri dari sub-sistem yang merupakan komponen penyusun sistem. Lingkungan hidup tersusun dari tiga komponen yakni Abiotik, Biotik dan Kultur. Ketiga komponen tersebut memiliki hubungan saling mempengaruhi dan saling keter-gantungan antara satu dan lainnya. Hubungan timbal balik antar komponen ling-kungan hidup akan menuju pada suatu kesetimbangan. Perubahan yang terjadi pada salah satu sub sistem akan berpengaruh pada kesetimbangan seluru sistem lingkungan hidup dan akan menuju pada kesetimbangan yang baru. Secara lebih jelas tergambar pada diagram berikut. Hubungan antara Lingkungan hidup dengan tempat kerja Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan phisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya. Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi. Proses industrilisasi dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat pada umunya, seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan sosial masyarakat, tetapi kegiatan industrilisasi bisa juga memberikan dampak yang tidak baik terutama terhadap lingkungan tempat tinggal masyarakat umum. Lingkungan tempat kita tinggal haruslah dijaga agar dampak dari pengaruh industrialisasi tidak menambah kerusakan lingkungan tempat tinggal, dengan menanam banyak pohon, memaksimalkan pengolahan limbah baik limbah padat, cair dan gas sehingga diusahakan tercapainya zero defect , suara bising dari mesin pengolahan tidak menyebar ke lingkungan tempat tinggal. c. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur Sumber : http://www.fao.org/docrep/006/y4743e/y4743e0e.gif 13 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Gambar 1.3.1. identifikasi dampak lingkungan pabrik terhadap pekerja. Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang pembangunan secara umum, negara kita mengalami perubahan-perubahan terutama di bidang tehnologi maupun industri. Dengan adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit/kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan), faktor fisik (panas, bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja juga merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan darah tinggi dan lainlainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya ha-nya dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan Tempat kerja adalah suatu tempat yang sangat erat hubungannya dengan pekerja dan pengelola/yang memiliki serta pengunjung yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan produksi barang atau jasa dan saling interaksi, tempat tersebut dapat berupa ruangan terbuka, tertutup, bergerak atau tidak bergerak. Gambar 1.3.2. menunjukkan lokasi pabrik sebagai tempat usaha yang menjadi bagian dari lingkungan hidup. Upaya promosi kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja, selain untuk memberdayakan masyarakat di tempat kerja untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya sendiri juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja yang sehat. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 14 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Sumber : http://www.fao.org Gambar 1.3.2. Lokasi pabrik pengolahan sebagai tempat kerja Tujuan menjaga kesehatan di tempat kerja adalah : a. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja. b. Menurunkan angka absensi tenaga kerja. c. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja. d. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, medukung dan aman. e. Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang sehat. f. Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masayarakat. Dua konsep yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan pekerja dan lingkungannya adalah pencegahan dan peningkatan kesehatan.Secara mendasar menjaga kesehatan di tempat kerja adalah perlu melindungi individu (pekerja), lingkungan didalam dan diluar tempat kerja dari bahan-bahan berbahaya, stress atau lingkungan kerja yang jelek. Gaya kerja yang memperhatikan kesehatan dan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada dapat mendukung terlaksananya promosi kesehatan di tempat kerja. 1.4. MENERAPKAN KETENTUAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN a. 1) 2) Sistematika Pertolongan Pertama Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan adalah : Jangan Panik Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal, korbankorban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan untuk membantu dan pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya. Pentingnya menjauhkan dari sumber kecelakaannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi korban. Keun-tungan lainnya adalah penolong dapat memberikan pertolongan dengan tenang dan dapat lebih mengkonsentrasikan perhatiannya pada kondisi korban yang ditolongnya. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 15 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 3) 4) Kerugian bila dilakukan secara tergesa-gesa yaitu dapat membahayakan atau memperparah kondisi korban. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban. Bila pernafasan penderita berhenti segera kerjakan pernafasan bantuan. Pendarahan. Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa kematian dalam waktu 3-5 menit. Dengan menggunakan saputangan atau kain yang bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian ikatlah saputangan tadi dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun juga agar saputangan tersebut menekan luka-luka itu. Kalau lokasi luka memungkinkan, letakkan bagian pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh. Gambar 1.4.1. Penangan luka pendarahan ringan 5) 6) 7) Perhatikan tanda-tanda shock. Korban-korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari letak anggota tubuh yang lain. Apabila korban muntah-muntah dalm keadaan sete-ngah sadar, baringankan telungkup dengan letak kepala lebih rendah dari bagian tubuh yang lainnya. Cara ini juga dilakukan untuk korban-korban yang dikhawatirkan akan tersedak muntahan, darah, atau air dalam paru-parunya. Apabila penderita mengalami cidera di dada dan penderita sesak nafas (tapi masih sadar) letakkan dalam posisi setengah duduk. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru. Korban tidak boleh dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat dipastikan jenis dan keparahan cidera yang dialaminya kecuali bila tempat kecelakaan tidak memungkinkan bagi korban dibiarkan ditempat tersebut. Apabila korban hendak diusung terlebih dahulu pendarahan harus dihentikan serta tulang-tulang yang patah dibidai. Dalam mengusung korban usahakanlah supaya kepala korban tetap terlindung dan perhatikan jangan sampai saluran perna-fasannya tersumbat oleh kotoran atau muntahan. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan. Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi korban ke sentral pengobatan, puskesmas atau rumah sakit. Perlu diingat bahwa pertolongan pertama hanyalah sebagai life saving dan mengurangi kecacatan, bukan terapi. Serahkan keputusan tindakan selanjutnya kepada dokter atau tenaga medis yang berkompeten. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 16 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP b. Kasus-Kasus Kecelakaan dalam Kegiatan Alam Terbuka Berikut adalah kasus-kasus kecelakaan atau gangguan yang sering terjadi dalam kegiatan di alam terbuka berikut gejala dan penanganannya: 1) Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak kekurangan O2, lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dehidrasi (keku-rangan cairan tubuh), hiploglikemia, animea. Gejala • Perasaan limbung • Pandangan berkunang-kunang • Telinga berdenging • Nafas tidak teratur • Muka pucat • Biji mata melebar • Lemas • Keringat dingin • Menguap berlebihan • Tak respon (beberapa menit) • Denyut nadi lambat Penanganan 1. Baringkan korban dalam posisi terlentang 2. Tinggikan tungkai melebihi tinggi jantung 3. Longgarkan pakaian yang mengikat dan hilangkan barang yang mengham-bat pernafasan 4. Beri udara segar 5. Periksa kemungkinan cedera lain 6. Selimuti korban 7. Korban diistirahatkan beberapa saat 8. Bila tak segera sadar >> periksa nafas dan nadi >> posisi stabil >> Rujuk ke instansi kesehatan 2) Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan cairan. Hal ini terjadi apabila cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang masuk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca). Dehidrasi disebabkan karena kurang minum dan disertai kehilangan cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu berlebihan. Gejala dan tanda dehidrasi Dehidrasi ringan • Defisit cairan 5% dari berat badan • Penderita merasa haus • Denyut nadi lebih dari 90x/menit Dehidrasi sedang • Defisit cairan antara 5-10% dari berat badan • Nadi lebih dari 90x/menit • Nadi lemah • Sangat haus Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 17 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Dehidrasi berat • Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan • Hipotensi • Mata cekung • Nadi sangat lemah, sampai tak terasa • Kejang-kejang Penanganan 1. Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock 2. mengganti elektrolit yang lemah 3. Mengenal dan mengatasi komplikasi yang ada 4. Memberantas penyebabnya 5. Rutinlah minum jangan tunggu haus 3) Asma yaitu penyempitan/gangguan saluran pernafasan. Gejala • Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas • Terdengar suara nafas tambahan • Otot Bantu nafas terlihat menonjol (dileher) • Irama nafas tidak teratur • Terjadinya perubahan warna kulit (merah/pucat/kebiruan/sianosis) • Kesadaran menurun (gelisah/meracau) Penanganan 1. Tenangkan korban 2. Bawa ketempat yang luas dan sejuk 3. Posisikan ½ duduk 4. Atur nafas 5. Beri oksigen (bantu) bila diperlukan 4) Pusing/Vertigo/Nyeri Kepala yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh kelelahan, kelaparan, gangguan kesehatan dll (Gambar 4.8 (a)) Gejala • Kepala terasa nyeri/berdenyut • Kehilangan keseimbangan tubuh • Lemas Penanganan 1. Istirahatkan korban 2. Beri minuman hangat 3. beri obat bila perlu 4. Tangani sesuai penyebab 5) Maag/Mual yaitu gangguan lambung/saluran pencernaan. Gejala • Perut terasa nyeri/mual • Berkeringat dingin • Lemas Penanganan 1. Istirahatkan korban dalam posisi duduk ataupun berbaring sesuai kondisi korban Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 18 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2. Beri minuman hangat (teh/kopi) 3. Jangan beri makan terlalu cepat 6) Lemah jantung yaitu nyeri jantung yang disebabkan oleh sirkulasi darah kejantung terganggu atau terdapat kerusakan pada jantung. Gejala • Nyeri di dada • Penderita memegangi dada sebelah kiri bawah dan sedikit membungkuk • Kadang sampai tidak merespon terhadap suara • Denyut nadi tak teraba/lemah • Gangguan nafas • Mual, muntah, perasaan tidak enak di lambung • Kepala terasa ringan • Lemas • Kulit berubah pucat/kebiruan • Keringat berlebihan Tidak semua nyeri pada dada adalah sakit jantung. Hal itu bisa terjadi karena gangguan pencernaan, stress, tegang. Penanganan 1. Tenangkan korban 2. Istirahatkan 3. Posisi ½ duduk 4. Buka jalan pernafasan dan atur nafas 5. Longgarkan pakaian dan barang barang yang mengikat pada badan 6. Jangan beri makan/minum terlebih dahulu 7. Jangan biarkan korban sendirian (harus ada orang lain didekatnya) 7) Histeria yaitu sikap berlebih-lebihan yang dibuat-buat (berteriak, berguling-guling) oleh korban; secara kejiwaan mencari perhatian. Gejala • Seolah-olah hilang kesadaran • Sikapnya berlebihan (meraung-raung, berguling-guling di tanah) • Tidak dapat bergerak/berjalan tanpa sebab yang jelas Penanganan 1. Tenangkan korban 2. Pisahkan dari keramaian 3. Letakkan di tempat yang tenang 4. Awasi 8) Mimisan yaitu pecahnya pembuluh darah di dalam lubang hidung karena suhu ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin)/kelelahan/benturan (Gambar 4.8 (b)). Gejala • Dari lubang hidung keluar darah dan terasa nyeri • Korban sulit bernafas dengan hidung karena lubang hidung tersumbat oleh darah • Kadang disertai pusing Penanganan 1. Bawa korban ke tempat sejuk/nyaman Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 19 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2. 3. 4. 5. 6. Tenangkan korban Korban diminta menunduk sambil menekan cuping hidung Diminta bernafas lewat mulut Bersihkan hidung luar dari darah Buka setiap 5/10 menit. Jika masih keluar ulangi tindakan Pertolongan Pertama 9) Kram yaitu otot yang mengejang/kontraksi berlebihan (Gambar 4.8 (c)). Gejala • Nyeri pada otot • Kadang disertai bengkak Penanganan 1. Istirahatkan 2. Posisi nyaman 3. Relaksasi 4. Pijat berlawanan arah dengan kontraksi (c) (a) (b) Gambar 1.4.2. Berbagai kasus yang sering terjadi di alam terbuka (a) pusing, (b) mimisan (c) keram otot 10) Memar yaitu pendarahan yang terdi di lapisan bawah kulit akibat dari benturan keras. Gejala • Warna kebiruan/merah pada kulit • Nyeri jika di tekan • Kadang disertai bengkak Penanganan 1. Kompres dingin 2. Balut tekan 3. Tinggikan bagian luka 11) Keseleo yaitu pergeseran yang terjadi pada persendian biasanya disertai kram. Gejala • Bengkak • Nyeri bila tekan • Kebiruan/merah pada derah luka • Sendi terkunci • Ada perubahan bentuk pada sendi Penanganan 1. Korban diposisikan nyaman Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 20 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2. Kompres es/dingin 3. Balut tekan dengan ikatan 8 untuk mengurangi pergerakan 4. Tinggikan bagian tubuh yang luka 12) Luka yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan secara tiba-tiba karena kekerasan/injury. Gejala • Terbukanya kulit • Pendarahan • Rasa nyeri Penanganan 1. Bersihkan luka dengan antiseptic (alcohol/boorwater) 2. Tutup luka dengan kasa steril/plester 3. Balut tekan (jika pendarahannya besar) 4. Jika hanya lecet, biarkan terbuka untuk proses pengeringan luka Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menangani luka: a) Ketika memeriksa luka: adakah benda asing, bila ada: o Keluarkan tanpa menyinggung luka o Kasa/balut steril (jangan dengan kapas atau kain berbulu) o Evakuasi korban ke pusat kesehatan b) Bekuan darah: bila sudah ada bekuan darah pada suatu luka ini berarti luka mulai menutup. Bekuan tidak boleh dibuang, jika luka akan berdarah lagi. 13) Pendarahan yaitu keluarnya darah dari saluran darah kapan saja, dimana saja, dan waktu apa saja. Penghentian darah dengan cara 1. Tenaga/mekanik, misal menekan, mengikat, menjahit dll 2. Fisika: dikompres dengan air dingin maka akan mengecil,atau dengan dikompres dengan air panas sehingga terjadi penjedalan dan akan mengurangi pendarahan. 3. Kimia: Obat-obatan 4. Biokimia: vitamin K 5. Elektrik: diahermik 14) Patah Tulang/fraktur yaitu rusaknya jaringan tulang, secara keseluruhan mau-pun sebagian (Gambar 1.6) Gejala • Perubahan bentuk • Nyeri bila ditekan dan kaku • Bengkak • Terdengar/terasa (korban) derikan tulang yang retak/patah • Ada memar (jika tertutup) • Terjadi pendarahan (jika terbuka) Jenisnya • Terbuka (terlihat jaringan luka) • Tertutup Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 21 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP (a) (b) (c) Gambar 1.4.3. Jenis-jenis patah tulang (a) patah tulang tertutup, (b) patah tulang terbuka, dan (c) patah intraarticular (persendian) Penanganan 1. Tenangkan korban jika sadar a) Untuk patah tulang tertutup o Periksa Gerakan (apakah bagian tubuh yang luka bias digerakkan/diangkat), Sensasi (respon nyeri), Sirkulasi (peredaran darah) o Ukur bidai disisi yang sehat o Pasang kain pengikat bidai melalui sela-sela tubuh bawah o Pasang bantalan didaerah patah tulang o Pasang bidai meliputi 2 sendi disamping luka o Ikat bidai b) Untuk patah tulang terbuka o Buat pembalut cincin untuk menstabilkan posisi tulang yang mencuat o Tutup tulang dengan kasa steril, plastik, pembalut cincin o Ikat dengan ikatan V o Untuk selanjutnya ditangani seperti pada patah tulang tertutup Tujuan Pembidaian 1. Mencegah pergeseran tulang yang patah 2. memberikan istirahat pada anggota badan yang patah 3. mengurangi rasa sakit 4. Mempercepat penyembuhan 15) Luka Bakar yaitu luka yangterjadi akibat sentuhan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik, atau zat-zat yang bersifat membakar) Gambar 1.7 (a) Penanganan a) Matikan api dengan memutuskan suplai oksigen b) Perhatikan keadaan umum penderita c) Pendinginan o Membuka pakaian penderita/korban o Merendam dalam air atau air mengalir selama 20 atau 30 menit. Untuk daerah wajah, cukup dikompres air d) Mencegah infeksi Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 22 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP e) f) g) h) o Luka ditutup dengan perban atau kain bersih kering yang tak dapat melekat pada luka o Penderita dikerudungi kain putih o Luka jangan diberi zat yang tak larut dalam air seperti mentega, kecap dll Pemberian sedative/morfin 10 mg im diberikan dalam 24 jam sampai 48 jam pertama Bila luka bakar luas penderita diKuasakan Transportasi kefasilitasan yang lebih lengkap sebaiknya dilakukan dalam satu jam bila tidak memungkinkan masih bisa dilakukan dalam 24-48 jam pertama dengan pengawasan ketat selama perjalanan. Khusus untuk luka bakar daerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh. 16) Hipotermia yaitu suhu tubuh menurun karena lingkungan yang dingin (Gambar 4.10 (b)) Gejala • Menggigil/gemetar • Perasaan melayang • Nafas cepat, nadi lambat • Pandangan terganggu • Reaksi manik mata terhadap rangsangan cahaya lambat Penanganan 1. Bawa korban ketempat hangat 2. Jaga jalan nafas tetap lancar 3. Beri minuman hangat dan selimut 4. Jaga agar tetap sadar 5. Setelah keluar dari ruangan, diminta banyak bergerak (jika masih kedinginan) 17) Keracunan makanan atau minuman (Gambar 4.10 (c)) Gejala • Mual, muntah • Keringat dingin • Wajah pucat/kebiruan Penanganan 1. Bawa ke tempat teduh dan segar 2. Korban diminta muntah 3. Diberi norit 4. Istirahatkan 5. Jangan diberi air minum sampai kondisinya lebih baik (a) (b) Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur (c) 23 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Gambar 1.4.4. Kasus yang sering terjadi di lapangan (a) luka bakar, (b) hipotermia (c) kerracunana makanan 18) Gigitan binatang gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupakan alat dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang mengancam keselamatan jiwanya. Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar daripada luka biasa. Pertolongan Pertamanya adalah: • Cucilah bagian yang tergigit dengan air hangat dengan sedikit antiseptik • Bila pendarahan, segera dirawat dan kemudian dibalut Ada beberapa jenis binatang yang sering menimbulkan ganguan saat melakukan kegiatan di alam terbuka, diantaranya: 1) Gigitan Ular Tidak semua ular berbisa, akan tetapi hidup penderita/korban tergantung pada ketepatan diagnosa, maka pada keadaan yang meragukan ambillah sikap menganggap ular tersebut berbisa. Sifat bisa/racun ular terbagi menjadi 3, yaitu: 1. Hematotoksin (keracunan dalam) 2. Neurotoksin (bisa/racun menyerang sistem saraf) 3. Histaminik (bisa menyebabkan alergi pada korban) Nyeri yang sangat dan pembengkakan dapat timbul pada gigitan, penderita dapat pingsan, sukar bernafas dan mungkin disertai muntah. Sikap peno-long yaitu menenangkan penderita adalah sangat penting karena rata-rata penderita biasanya takut mati. Penanganan untuk Pertolongan Pertama (Gambar 4.11): 1. Telentangkan atau baringkan penderita dengan bagian yang tergigit lebih rendah dari jantung. 2. Tenangkan penderita, agar penjalaran bisa ular tidak semakin cepat 3. Cegah penyebaran bias penderita dari daerah gigitan dengan cara: o Torniquet di bagian proximal daerah gigitan pembengkakan untuk membendung sebagian aliran limfa dan vena, tetapi tidak menghalangi aliran arteri. Torniquet / toniket dikendorkan setiap 15 menit selama + 30 detik o Letakkan daerah gigitan dari tubuh o Berikan kompres es o Usahakan penderita setenang mungkin bila perlu diberikan petidine 50 mg/im untuk menghilangkan rasa nyeri 4. Perawatan luka o Hindari kontak luka dengan larutan asam KMn04, yodium atau benda panas o Zat anestetik disuntikkan sekitar luka jangan kedalam luka-nya, bila perlu pengeluaran ini dibantu dengan pengisapan melalui breastpump sprit atau dengan isapan mulut sebab bisa ular tidak berbahaya bila ditelan (selama tidak ada luka di mulut). 5. Bila memungkinkan, berikan suntikan anti bisa (antifenin) 6. Perbaikan sirkulasi darah, dengan cara: o Meminum kopi pahit pekat Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 24 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Kafein nabenzoat 0,5 gr im/iv Bila perlu diberikan pula vasakonstriktor 7. Obat-obatan lain o Ats o Toksoid tetanus 1 ml o Antibiotic misalnya: PS 4:1 Gigitan Lipan Ciri-ciri 1. Ada sepasang luka bekas gigitan 2. Sekitar luka bengkak, rasa terbakar, pegal dan sakit biasanya hilang dengan sendirinya setelah 4-5 jam Penanganan 1. Kompres dengan yang dingin dan cuci dengan obat antiseptik 2. Beri obat pelawan rasa sakit, bila gelisah bawa ke paramedik Gigitan Lintah dan Pacet Ciri-ciri Pembengkakan, 1. Gatal 2. Kemerah-merahan (lintah) Penanganan 1. Lepaskan lintah/pacet dengan bantuan air tembakau/air garam 2. Bila ada tanda-tanda reaksi kepekaan, gosok dengan obat atau salep anti gatal Sengatan Lebah/Tawon dan Hewan Penyengat lainnya Biasanya sengatan ini kurang berbahaya walaupun bengkak, memerah, dan gatal. Namun beberapa sengatan pada waktu yang sama dapat me-masukkan racun dalam tubuh korban yang sangat menyakiti. Perhatian: • Dalam hal sengatan lebah, pertama cabutlah sengat-sengat itu tapi jangan menggunakan kuku atau pinset, Anda justru akan lebih banyak memasukkan racun kedalam tubuh. Cobalah mengorek sengat itu dengan mata pisau bersih atau dengan mendorongnya ke arah samping • Balutlah bagian yang tersengat dan basahi dengan larutan garam inggris. o o 2) 3) 4) (c) (a) (b) Gambar 1.4.5. Penanganan pertama pada kasus giguitan ular (a) penyedotan bisa (b) pengeluaran sisa darah dan bisa ular (c) menghambat penjalaran bisa ke dalam tubuh c. Evakuasi Korban Evakuasi korban adalah salah satu tahapan dalam Pertolongan Pertama yaitu untuk memindahkan korban ke lingkungan yng aman dan nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut (Gambar 1.4.6). Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 25 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Prinsip evakuasi korban adalah : 1) Dilakukan jika mutlak perlu 2) Menggunakan teknik yang baik dan benar 3) Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau bahkan kematian Alat Pengangkutan Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu, namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu: 1) Manusia Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan. Bila penolong satu orang maka penderita dapat: • Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak • Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang • Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas • Dipanggul/digendong • Merayap posisi miring Bila penolong dua orang maka penderita dapat: Pengangkutan korban tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban patah tulang leher atau tulang punggung. • Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan • Model membawa balok • Model membawa kereta (b) (a) Gambar 1.4.6. Evakuasi korban tanpa menggunakan alat bantu (a) penolong satu orang (b) penolong dua orang atau lebih 2) Alat bantu • Tandu permanen • Tandu darurat • Kain keras/ponco/jaket lengan panjang • Tali/webbing Persiapan yang perlu diperhatikan: Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 26 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP a) Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkan penilaian kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan gangguan persendian b) Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi c) Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut d) Memilih alat yang tepat e) Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan penderita yang tidak daolam posisi benar d. Farmakologi Farmakologi adalah pengetahuan mengenai obat-obatan. Yang dibahas disini hanya sekedar obat-obatan standar yang sering dibutuhkan dalam Kegiatan Alam Terbuka. Berikut dibawah ini obat-obatan dan kegunaannya yang dapat diberikan dalam proses P3K (Tabel 1.4.1) Tabel 1.4.1. Obat-obatan dan kegunaannya dalam P3K No Nama Obat Kegunaan 1 CTM Alergi, obat tidur 2 Betadine Antiseptik 3 Povidone Iodine Antiseptik 4 Neo Napacyne Asma, sesak nafas 5 Asma soho Asma,sesak nafas 6 Konidin Batuk 7 Oralit Dehidrasi 8 Entrostop Diare 9 Demacolin Flu, batuk 10 Norit Keracunan 11 Antasida doen Maag 12 Gestamag Maag 13 Kina Malaria 14 Oxycan Memberi tambahan oksigen murni 15 Damaben Mual 16 Feminax Nyeri haid 17 Spasmal Nyeri haid 18 Counterpain Pegal linu 19 Alkohol 70% Pembersih luka/antiseptic 20 Rivanol Pembersih luka/antiseptic 21 Chloroetil (obat semprot luar) Pengurang rasa sakit 22 Pendix Pengurang rasa sakit 23 Antalgin Pengurang rasa sakit, pusing 24 Paracetamol Penurun panas 25 Papaverin Sakit perut 26 Vitamin C Sariawan 27 Dexametason Sesak nafas Sumber : Materi Latihan PP Ospek. KSR PMI Unit UNSOED Purwokerto.2006 Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 27 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2. LEMBAR KERJA Lembar kerja 1. APLIKASI KONSEP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Langkah Kerja : 1 Amati bersama kelompok anda, dan lakukan wawancara terhadap unit unit produksi di Sekitar Lingkungan Anda mengenai keselamatan kerja yang perlu diterapkan dilapangan dalam melakukan Proses produksi, beserta upaya-upaya yang dilakukan bila terjadi kecelakaan kerja. 2 Diskusikan bersama kelompok hasil yang telah anda lakukan dalam aplikasi konsep: a. Peluang-peluang terjadinya kecelakaan kerja di bidang pengolahan pangan, dan bandingkan dengan peluang kecelakaan kerja di bidang pengolahan yang lainnya. b. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan di lapangan pengolahan bila terjadi kecelakaan akibat pingsan c. Pertolongan pertama yang dilakukan bila terjadi luka akibat kebakaran di tempat unit pengolahan roti akibat kebocoran gas. 3 Form pengamatan. Gambaran pekerjaan. Kemungkinan proses Konsekwensi yang dilalui kecelakaan 1. a. b. c. 2. a. b. Penulisan laporan hasil pengamatan : Bab 1. Landasan teori: dari lembar informasi, penambahan dari sumber pustaka yang lain misal dari internet, perpustakaan. Bab 2. Flow chart tentang kemungkinan resiko yang mungkin terjadi dari setiap proses. Bab 3. Teknik menghindar dari resiko yang dihadapi. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 28 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Lembar kerja 2. OBSERVASI PEKERJA YANG BERKERJA DIRUANGAN GEN-SET Langkah Kerja : Peserta dibagi dalam 4 kelompok, masing masing diberi bagian pengamatan perkelompok sendiri sendiri. Kelompok 1. Pengamatan tentang potensi kecelakaan yang mungkin terjadi. Kelompok 2. Metode kerja yang digunakan di ruangan Gen-Set. Kelompok 3. Mengamati simbol simbol yang digunakan dalam ruangan tersebut untuk mengingatkan pekerja agar berhati hati beserta kode resikonya jika ada. Kelompok 4. Lingkungan yang ada dalam ruangan gen set dan lingkungan sekitarnya. Penulisan laporan hasil pengamatan : Bab 1. Landasan teori: dari lembar informasi, penambahan dari sumber pustaka yang lain misal dari internet, perpustakaan. Bab 2. Flow chart tentang kemungkinan resiko yang mungkin terjadi dari setiap proses. Bab 3. Teknik menghindar dari resiko yang dihadapi. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 29 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Lembar kerja 3. OBSERVASI LINGKUNGAN KERJA DI PEMBUATAN PUPUK ORGANIK Langkah kerja. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok, masing masing diberi bagian pengamatan perkelompok sendiri sendiri. Kelompok 1. Faktor abiotik disekitar lingkungan kerja tersebut. Kelompok 2. Faktor biotik disekitar lingkungan kerja tersebut. Kelompok 3. Faktor kultur budaya disekitar lingkungan kerja tersebut. Kelompok 4. Analisis resiko kemungkinan yang terjadi jika ada kecerobohan pekerja. Penulisan laporan hasil observasi: Bab 1. Landasan teori: dari lembar informasi, penambahan dari sumber pustaka yang lain misal dari internet, perpustakaan. Bab 2. Identifikasi lingkungan setempat Bab 3. Relavansi yang timbul dan resiko kecelakaan yang mungkin terjadi Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 30 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Lembar kerja 4 APLIKASI PELAKSANAAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN. Langkah Kerja : Lakukanlah simulasi pertolongan pertama pada kecelakaan jika korban digigit binatang buas (ular) dan fraktur tulang. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok dengan kondisi medan yang berbeda, dialam terbuka 2 kelompok sedangkan kelompok yang lain di suatu ruangan. Setelah latihan dilakukan lakukan diskusi tentang kondisi tersebut, dari sikap mental hingga teknik penanganan yang dilakukan. Dilakukan pembahasan tentang hal tersebut. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 31 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 3. LEMBAR EVALUASI 1. Seorang praktikan yang akan menuangkan asam asetat pekat ke dalam beaker glass harus menggunakan alat pelindung diri berupa…. A. sepatu, masker, sarung tangan B. sarung tangan, jas lab, masker C. jas lab, sarung tangan, helm D. jas lab, masker, earplug 2. Disediakan perlengkapan kerja sebagai berikut : i. hairnet ii. baju kerja iii. sepatu boots iv. sandal jepit Untuk menjamin keselamatan kerja pada area pengolahan basah, perlengkapan yang harus dipakai oleh pekerja adalah .... A. i, iii,iv B. ii, iii, iv C. i, ii, iii D. i, ii, iv 3. Perhatikan perlengkapan kerja berikut ini.... i. tutup kepala ii. masker iii. sepatu boots iv. sendal jepit v. lap tangan Untuk menjamin keselamatan kerja pada proses produksi roti, perlengkapan yang harus dipakai oleh pekerja yaitu........... A. i , ii, iii, iv B. i, ii, iii, v C. i , ii , iv, v D. i, iii, iv, v 4. Simbol dari label bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bantu proses maupun bahan sanitasi yang menunjukkan Hazard Warning for Dangerous Chemical yaitu .... A. Kode R B. Kode S C. Kode Mr D. Kode RS 5. Setelah proses pengolahan daging, agar kontaminasi mikroba dapat dihindarkan maka alat pengolahan sebaiknya... A. dicuci dengan air dingin bertekanan supaya lemak dapat dihilangkan B. dibilas dengan disinfektan hipoklorit C. dicuci dengan air panas suhu 63 oC sehingga lemak dapat dihilangkan. D. dicuci dengan disinfektan khlor sepaya mikroba mati Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 32 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP B. Kegiatan Belajar- 2: MENERAPKAN PROSEDUR KERJA GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) 1. LEMBAR INFORMASI 1.1. MENGIDENTIFIKASI PERSYARATAN GMP DALAM KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN a. Ruang Lingkup Cara Produksi Pangan Yang Baik Good Manufagturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan. GMP sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil sedang maupun yang berskala besar. Melalui GMP ini industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan. Good Manufagturing Practice (GMP) merupakan salah satu pra syarat apabila suatu perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Pra syarat ini berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan, pelaksanaan tugas dan kegiatan lainnya dalam suatu pabrik Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berbagai hal yang dibahas dalam Good Manufagturing Practice (GMP) adalah sebagai berikut : Lingkungan Sarana Pengolahan, Bangunan dan Fasilitas Pabrik, Peralatan Pengolahan, Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi, Sistem Pengendalian Hama, Higiene Karyawan, Pengendalian Proses, Manajemen dan Pengawasan, Pencatatan dan Dokumentasi. Lingkungan Sarana Pengolahan Pencemaran pada bahan pangan dapat terjadi karena lingkungan yang kotor. Oleh karena itu, lingkungan di sekitar sarana produksi/pengolahan harus terawat baik, bersih, dan bebas dari tumbuhnya tanaman liar. Mengingat lingkungan yang kotor dapat menjadi penyebab pencemaran bahan pangan maka dari sejak awal pendirian pabrik perlu dipertimbangkan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan pencemaran tersebut. Untuk menetapkan lokasi pabrik perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangagn yang diproduksinya. 1) Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 33 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP a) Lokasi Pabrik Lokasi pabrik pengolahan pangan yang baik dan sehat yaitu berada di lokasi yang bebas dari pencemaran. Pada saat memilih lokasi pabrik pengolahan pangan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah: (1) Pabrik pengolahan pangan harus berada jauh dari lokasi industri yang sudah mengalami polusi yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan yang dihasilkan. (2) Pabrik pengolahan pangan harus tidak berlokasi di daerah yang mudah tergenang air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak berjalan lancar. Lingkungan yang demikian menjadi tempat berkembangnya hama seperti serangga, parasit, binatang mengerat, dan mikroba. (3) Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari daerah yang menjadi tempat pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh dari daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya. (4) Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari tempat pemukiman penduduk yang terlalu padat dan kumuh. b) Lingkungan Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara sebagai berikut: (1) Sampah dan bahan buangan pabrik lainnya harus dikumpulkan setiap saat di tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga tidak menumpuk dan menjadi sarang hama. (2) Tempat-tempat pembuangan sampah harus selalu dalam keadaan tertutup untuk menghindari bau busuk dan mencegah pencemaran lingkungan. (3) Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu dipantau agar tidak mencemari lingkungan. (4) Sistem saluran pembuangan air harus selalu berjalan lancar untuk mencegah genangan air yang mengundang hama. (5) Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, dan dilengkapi dengan sistem drainase yang baik agar tidak tergenang air. Disamping itu, jalan jalan yang berdebu sebaiknya selalu disiram air agar debu tidak beterbangan dan mencemari sarana pengolahan pangan. b. Bangunan dan Fasilitas Pabrik Bangunan dan fasilitas pengolahan pangan harus dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia, serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Bangunan secara umum harus memenuhi hal-hal berikut ini : 1) Bangunan dan ruangan sesuai persyaratan teknik dan higiene : jenis produk pangan dan urutan proses. 2) Mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang. 3) Bangunan terdiri dari ruang pokok (proses produksi), ruang pelengkap (administrasi, toilet, tempat cuci dll). 4) Ruang pokok dan ruang pelengkap harus terpisah untuk mencegah pencemaran terhadap produk pangan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 34 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 5) Ruangan proses produksi : cukup luas, tata letak ruangan sesuai urutan proses, ada sekat antara ruang bahan dan proses/pengemasan. 1). Disain dan Konstruksi Pabrik Ruang proses pengolahan meliputi : a)Ruang bahan baku dan bahan pembantu, b)Ruang bahan berbahaya (insektisida, pencuci, desinfektan), c) Ruang penyiapan bahan (ruang penimbangan, pencucian, pengupasan), d)Ruang proses (pemasakan, penggorengan, pemang-gangan, fermentasi, pencetakan, dll), e)Ruang pengemasan f) Ruang penyimpanan produk. 2). Kontruksi Lantai a)Lantai tahan lama, mudah pembuangan air, tidak tergenang, mudah dibersihkan dan didesinfeksi. b)Lantai ruang proses: rapat atau kedap air, tahan terhadap air, garam, asam, basa, atau bahan kimia lain. c) Lantai rata, halus, tidak licin, mudah dibersihkan. d)Ruang pengolahan plus pencucian/pembilasan, lantai miring kearah pembuangan air, lubang pembuangan ditutup. e)Pertemuan dinding lantai melengkung agar mudah pembersihan. 3). Kontruksi Dinding atau Ruang pemisah a) Dinding tahan lama, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi produk pangan dari kontaminasi. b)Bahan dinding tidak beracun, min. 20 cm dibawah dan diatas lantai tidak menyerap air (pondasi semen). c) Permukaan halus, rata, berwarna terang,tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan. Bahan dinding contoh : porselin, keramik warna terang/muda. d)Min. 2 m dari lantai, dinding kedap air. e) Pertemuan dinding dengan dinding atau lantai mudah dibersihkan. 4). Kontruksi Atap dan Langit-langit a)Konstruksi dapat melindungi ruangan dan tidak mengakibatkan pencemaran. b)Tahan lama, tahan terhadap air & tidak bocor, bahan tidak larut air dan tidak mudah pecah. c) Tidak menimbulkan debu, mudah dibersihkan. d)Tidak terdapat lubang, retak untuk mencegah tikus, serangga. e)Tinggi langit-langit dari lantai min. 3 m untuk aliran udara yang cukup dan mengurangi panas akibat proses produksi. f) Permukaan rata dan berwarna terang. g) Khusus untuk langit-langit di ruang pengolahan yang menggunakan atau menimbulkan uap air, terbuat dari bahan yang tidak menyerap air (langit dilapisi cat tahan panas bukan kapur). 5). Kontruksi Pintu a) Pintu dari bahan yang tahan lama (kayu, aluminium dll), kuat dan tidak mudah pecah. b) Permukaan pintu rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 35 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP c) d) e) f) Pintu diruangan yang basah dilapisi bahan yang tidak menyerap air. Pintu dapat ditutup dan dibuka dengan baik. Pintu ruang proses membuka keluar, sebaiknya dilengkapi tirai (plastik lembaran). Pintu ukuran besar untuk kendaraan dilengkapi pintu kecil untuk lalu lintas orang sehingga pembuakaan pintu besar hanya jika diperlukan. 6). Kontruksi Jendela a)Bahan tahan lama, tidak mudah pecah atau rusak. b)Permukaan rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan. c) Jendela tidak terlalu rendah minimal 1 m dari lantai dan tidak terlalu tinggi untuk memudahkan pembersihan. d)Jendela dibatasi ukuran dan jumlahnya untuk menghindari pencemaran dari luar. e)Jendela dilengkapi kasa pencegah serangga yang mudah dibersihkan. 7). Kontruksi Penerangan dan Ventilasi a)Tempat kerja dan ruang kerja cukup terang. b)Ruangan gelap atau remang - remang mengundang masuk dan bersarangnya hama. c) Sumber penerangan harus dilindungi agar tidak menjadi sumber pencemar (misal lampu diberi fiber glass/kaca tahan pecah). d)Peredaran udara baik dan dapat menghilangkan uap, gas, bau, debu, panas. e)Ventilasi dapat mengontrol suhu dan udara tidak menjadi terlalu panas dan bau. f) Udara tidak mengalir dari ruang kotor ke ruang bersih. g) Lubang ventilasi dilengkapi kasa pencegah hama dan mudah dibersihkan. Gambar 1.1.1. Penerangan pada tempat kerja dan ruang kerja 8). Kontruksi Gudang a) Jumlah cukup : gudang bahan pangan dan non-pangan (bahan pembersih, bahan pelumas dll) terpisah. b) Gudang mudah dipelihara dan dibersihkan. c) Mencegah masuknya hama (binatang pengerat, burung, serangga, mikroba). d) Perlindungan efektif terhadap produk pangan. e) Mencegah kerusakan bahan pangan dengan mengatur suhu, kelembaban, sinar dll sesuai jenis bahan c. Peralatan Pengolahan Tata letak kelengkapan ruang pengolahan diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan pengolahan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya di desain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 36 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Persyaratan peralatan pengolahan : 1) Adanya petunjuk penggunaan peralatan. 2) Peralatan dapat digunakan sesuai fungsinya 3) Tidak membahayakan produk pangan dan pekerja. 4) Bagian peralatan yang kontak langsung harus halus, rata, tidak berlubang, tidak mengelupas. 5) Pencegahan terhadap kontaminasi dari baut, pelumas, bahan bakar dll. 6) Alat mudah dibersihkan dan didesinfeksi khususnya yang kontak langsung dengan bahan/produk pangan. 7) Peralatan terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun (contoh baja tahan karat). Bahan akan tergantung jenis bahan pangan atau proses. 8) Tata letak peralatan harus memudahkan proses, pemeliharaan, pencucian, pembersihan, kemudahan dan keamanan kerja. 9) Peralatan harus diawasi, diperiksa, dipantau, dikalibrasi 10) Peralatan untuk memasak, memanaskan, mendinginkan, menyimpan atau membekukan harus sedemikian rupa sehingga suhunya tercapai. 11) Suhu peralatan mudah dipantau dan diawasi. 12) Untuk alat tertentu dilengkapi pengatur kelembaban, aliran udara dll. 13) Pengukur waktu diperlukan pada alat tertentu d. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa ruang pengolahan dan ruangan yang lain dalam bangunan serta peralatan pengolahan terpelihara dan tetap bersih, sehingga menjamin produk pangan bebas dari mikroba, kotoran, dan cemaran lainnya 1) Suplai Air a) Suplai air harus berasal dari sumber air yang aman dan jumlalmya cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/ pembersihan, pengolahan, dan penanganan limbah. b) Sumber dan saluran air untuk keperluan lain seperti untuk pamadam api, boiler, dan pendinginan harus terpisah dari sumber dan saluran air untuk pengolahan. c) Pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya diberi warna yang berbeda pula untuk membedakan fungsi airnya. d) Air yang mengalami kontak langsung dengan produk pangan harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan pada bahan baku air untuk air minum. e) Untuk menjamin agar air selalu ada, sarana penampungan air disediakan dan selalu terisi air dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 37 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Gambar 1.1.2. Pipa-pipa air diberi warna yang berbeda untuk membedakan fungsi airnya 2). Sarana Pembuangan Air Limbah a) Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang baik berupa saluran-saluran air atau selokan. b) Sistem pembuangan air dan limbah harus dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mencemari sumber air bersih dan produk pangan 3) Fasilitas Pencucian/Pembersihan a) Proses pencucian atau pembersihan sarana pengolahan termasuk peralatannya adalah proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh suatu industri. Oleh karena itu, industri harus menyediakan fasilitas pencucian/ pembersihan yang memadai. b) Fasilitas pencucian/pembersihan harus disediakan dengan suatu rancangan yang tepat. c) Fasilitas pencucian/pembersihan untuk produk pangan hendaknya dipisahkan dari fasilitas pencucian/ pembersihan peralatan dan perlengkapan lainnya. d) Fasilitas pencucian/pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih, dan sumber air panas untuk keperluan pencucian/pembersihan peralatan. e) Kegiatan pembersihan dan sanitasi hendaknya dilakukan cukup sering untuk menjaga agar ruangan dan peralatan tetap bersih. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau penyedotan dengan pembersih vakum. Dapat juga pembersihan dilakukan secara kimia dengan menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabuagan dari cara fisik dan kimia. Jika diperlukan, cara desinfeksi (pencucihamaan) dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen,kemudian larutan klorin 100 sampai 250 ppm (mg/liter) atau larutan iodin 20 sampai 59 ppm. f) Kegiatan pembersihan dan desinfeksi harus diprogramkan dan harus menjamin bahwa semua bagian pabrik dan peralatan telah dibersihkan dengan baik, termasuk pembersihan alat-alat pembersih itu sendiri. g) Program pembersihan dan desinfeksi harus dilakukan terus-menerus secara berkala serta dipantau ketepatan dan efektivitasnya serta dicatat. Catatan program pembersihan harus mencakup: (1) luasan, benda, peralatan atau perlengkapan yang harus dibersihkan, (2) karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan, cara dan frekuensi pembersihan, dan (3) cara memantau kebersihan. 4) Fasilitas Higiene Karyawan Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin kebersihan karyawan dan menghindari pencemaran terhadap pangan, yaitu: a) Tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun,handuk atau alat pengering tangan, b) Tempat membilas sepatu yang didepan pintu masuk atau ruang ganti sepatu & pakaian kerja. c) Tempat ganti pakaian karyawan, dan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 38 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP d) e) f) Toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup untuk seluruh karyawan. Jumlah toilet yang cukup adalah 1 buah untuk 10 karyawan pertama, dan 1 buah untuk setiap penambahan 25 karyawan Toilet atau jamban harus dilengkapi dengan sumber air mengalir dan saluran pembuangan. Toilet hendaknya ditempatkan pada lokasi tidak langsung berhubungan dengan ruang pengolahan Gambar 1.1.3. Fasilitas higiene karyawan e. Sistem Pengendalian Hama Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama lain adalah penyebab utama terjadinya pencemaran terhadap bahan pangan yang menurunkan mutu dan keamanan produk pangan. Banyaknya bahan pangan,terutama yang berserakan akan mengundang hama untuk masuk ke dalam pabrik dan membuat sarang di sana. Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus dilakukan, yaitu melalui: (1) sanitasi yang baik, dan (2) pengawasan atas barang-barang dan bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Praktek-praktek higiene yang baik akan mencegah masuknya hama ke dalam pabrik. 1). Mencegah Masuknya Hama Untuk mencegah masuknya hama, bangunan pabrik harus tetap terjaga dalam keadaan bersih dan terawat. Untuk mencegah masuknya hama dapat diupayakan hal-hal sebagai berikut: a) menutup lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat masuk, b) memasang kawat kasa pada jendela, pintu, dan ventilasi, c) mencegah supaya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing tidak berkeliaran di halaman pabrik dan di ruang pengolahan. 2). Mencegah Timbulnya Serangan Hama Hal-hal berikut ini dapat dilakukan untuk mencegah adanya serangan hama di dalam sarana pengolahan. a) Adanya bahan/produk pangan yang berserakan dan air yang tergenang merangsang timbulnya sarang hama, oleh karena itu, bahan pangan harus disimpan di dalam wadah yang cukup kuat dan disusun pada posisi tidak mengenai lantai dan cukup jauh dari dinding. b) Keadaan di luar dan di dalam pabrik harus tetap bersih, dan sampah-sampah harus dibuang di tempat-tempat sampah yang kuat dan selalu tertutup. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 39 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP c) d) Pabrik dan lingkungannya harus selalu diperiksa terhadap kemungkinan timbulnya serangan hama. Sarang hama harus segera dimusnahkan baik dengan perlakuan fisik atau kimia tanpa mempengaruhi mutu dan keamanan produk pangan f. Kesehatan dan Higiene Karyawan Karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan produk pangan dapat merupakan sumber cemaran baik biologis, kimia, maupun fisik. Oleh karena itu, higiene karyawan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Praktek-praktek higiene karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan pangan tidak mencemari produk pangan yang bersangkutan. 1). Kesehatan Karyawan Karyawan yang sakit atau diduga masih membawa penyakit (baru sembuh dari sakit) hendaknya dibebaskan dari pekerjaan yang berhubungan langsung dengan produk pangan, karena mikrobanya dapat mencemari produk pangan tersebut. Karyawan yang memang sakit hendaknya diistirahatkan. Beberapa contoh penyakit karyawan yang mikrobanya dapat mencemari pangan antara lain: sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, penyakit kulit seperti gatal, kudis, dan luka, dsb. 2). Kebersihan Karyawan Karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan pangan harus selalu dalam keadaan bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu. Perlengkapan seperti baju kerja, penutup kepala, dan sepatu tidak boleh dibawa keluar dari pabrik. Karyawan harus selalu mencuci tangannya dengan sabun pada saat-saat sebelum mulai melakukan pekerjaan mengolah produk pangan sesudah keluar dari toilet/jamban, sesudah menangani bahan mentah atau bahan kotor lainnya karena dapat mencemari produk pangan lainnya. 3). Kebiasaan Karyawan yang Jelek Selama bekerja mengolah bahan pangan, karyawan di bagian pengolahan pangan hendaknya meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mencemari pangan, misalnya: merokok, meludah, makan atau mengunyah, bersin atau batuk. Selama mengolah bahan pangan, karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti, bros dan perlengkapan lainnya yang jika jatuh ke dalam produk pangan dapat membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya g. Pengendalian Proses Dalam menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses pengolahan hendaknya dikendalikan secara hati-hati dan ketat. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan proses pengolahan makanan antara lain adalah sebagai berikut : 1) menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan, 2) menetapkan komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi, 3) menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap, 4) menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik untuk melindungi produk pangan yang didistribusikan, Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 40 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Cara-cara tersebut di atas sesudahnya ditetapkan harus diterapkan, dipantau, dan diperiksa kembali agar pengendalian proses tersebut berjalan secara efektif. Dalam rangka pengendalian proses, untuk setiap produk pangan yang dihasilkan hendaknya ditetapkan, hal-hal sebagai berikut: a) jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, dan bahan tambahan makanan yang digunakan, b) bagan alir yang sudah baku dari proses pengolahan yang harus dilakukan, c) jenis, ukuran, dan persyaratan kemasan yang digunakan, d) jenis produk pangan yang dihasilkan, e) keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan termasuk: nama produk, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, dan nomor pendaftaran. 1) Pengendalian Tahap-Tahap Penting dan Tahap-Tahap Kritis Di dalam proses pengolahan pangan ada tahap-tahap yang dianggap penting yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan. Tahap-tahap penting tersebut misalnya adalah kecepatan putaran pengadukan, pengaturan keasaman (pH), inkubasi pada suhu tertentu, penggorengan pada suhu minyak tertentu, waktu proses, dan sebagainya. Terhadap tahap-tahap ini diperlukan perhatian khusus untuk mengendalikan proses yang sesuai. Sebagai contoh, jika pengadukan adonan tidak dilakukan pada kecepatan putaran yang sesuai mungkin saja pengadukan menjadi tidak merata sehingga mengakibatkan adonan gagal menghasilkan produk yang bermutu baik. Demikian juga, jika suhu inkubasi untuk suatu proses fermentasi tidak sesuai maka fermentasi tidak akan berlangsung dengan semestinya. Oleh karena itu terhadap tahap-tahap seperti ini perlu dilakukan kalibrasi agar ketepatan proses selalu terjamin. Jika tahap-tahap penting ini berkaitan dengan pengendalian terhadap bahaya bakteri patogen, misalnya pemanasan pada suhu tertentu, maka tahap-tahap penting ini menjadi tahap-tahap kritis yang harus mendapatkan perhatian secara ekstra hati-hati. Sebagai contoh, pasteurisasi susu pada suhu 63oC selama 30 menit atau pada suhu 72°C selama 15 detik dapat memusnahkan bakteri patogen seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis atau penyebab penyakit disentri. Oleh karena itu, pasteurisasi merupakan tahap pengolahan kritis yang harus dipantau secara ketat. Dalam hal ini kalibrasi termometer sangat penting untuk menjamin tercapainya suhu proses yang dipersyaratkan. 2) Kontaminasi Silang Bahan pangan yang sedang ditangani selama dalam proses pengolahan mudah sekali mengalami kontaminasi baik melalui air, udara atau kontak langsung dengan produk pangan lain atau kontak langsung dengan karyawan. Jika kontaminasi ini terjadi sebelum bahan pangan mendapatkan proses termal seperti pasteurisasi atau sterilisasi, dampaknya mungkin tidak akan terlalu besar. Akan tetapi jika kontaminasi ini terjadi setelah bahan pangan diolah maka yang terjadi adalah kontaminasi silang yang merugikan. Contoh kontaminasi silang adalah kontaminasi produk makanan yang telah diolah dengan bahan mentah yang masih kotor, atau kontaminasi produk makanan oleh peralatan yang masih kotor. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a) bahan mentah hendaknya disimpan terpisah jauh dari bahan makanan yang telah diolah atau siap dikonsumsi, b) ruang pengolahan hendaknya diperiksa dengan baik terhadap kotoran-kotoran yang mungkin menyebabkan kontaminasi silang, Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 41 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP c) karyawan yang bekerja di ruang pengolahan hendaknya memakai alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi, sepatu, sarung tangan, serta selalu mencuci tangan jika hendak masuk dan bekerja di ruang pengolahan, d) permukaan meja kerja, peralatan dan lantai di ruang pengolahan harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi setiap selesai digunakan untuk mengolah bahan mentah terutama daging dan ikan. 3) Pengendalian Proses Lain Proses pengolahan makanan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mencegah masuknya bahan-bahan asing dan bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam makanan, misalnya pecahan kaca, potongan logam atau plastik, kerikil, dan lain-lain. Bahan-bahan yang sifatnya beracun seperti pembasmi nyamuk atau racun tikus hendaknya disimpan jauh dari tempat penyimpanan makanan. Terhadap bahan-bahan tersebut harus diberikan label yang jelas sehingga mudah dibaca. Bahan mentah dan bahan-bahan lainnya yang digunakan harus diperiksa dan dipilih dahulu sebelum diolah. Bahan-bahan yang diduga mengandung bahan-bahan berbahaya seperti bakteri patogen, residu pertisida, dan bahan -bahan beracun lainnya yang tidak dapat dihilangkan dalam proses pengolahan harus ditolak dan tidak masuk ke dalam sarana pengolahan. Bahan-bahan yang masuk ke gudang penyimpanan haras diatur sedemikian rupa sehingga yang masuk lebih dahulu harus digunakan lebih dahulu. Dengan demikian akan terhindar penggunaan bahan-bahan yang sudah lewat masanya. Bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas produk pangan hendaknya tidak beracun atau dapat menyebabkan perubahan terhadap produk pada kondisi penyimpanan yang normal. Bahan kemasan harus dipilih yang dapat melindungi produk terhadap pengaruh dari luar serta tahan terhadap perlakuan selama pengangkutan dan peredaran. Kemasan yang digunakan harus dibersihkan dan didesinfeksi terlebih dahulu sebelum digunakan. Untuk produk-produk pangan yang siap konsumsi, kemasan harus bersih dan steril. 4) Penyimpanan Produk pangan hendaknya disimpan di dalam lemari, rak, atau kotak-kotak sehingga tidak bersentuhan dengan lantai. Tumpukan produk pangan dalam kemasan hendaknya tidak terlalu tinggi karena akan merusak produk serta menimbulkan panas yang dapat menurunkan mutu produk. Penyimpanan produk pangan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontaminasi silang. Bahan-bahan beracun seperti insektisida atau racun tikus hendaknya disimpan terpisah balk dari bahan baku maupun dari produk pangan. Bahan baku pangan atau bahan tambahan pangan yang memerlukan kondisi suhu rendah hendaknya disimpan pada suhu yang dipersyaratkan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 42 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Gambar 1.1.4. Produk pangan disimpan pada rak-rak sehingga tidak bersentuhan dengan lantai 5) Transportasi Selama transportasi bahan pangan atau produk pangan harus dijaga agar terhindar dari sumber kontaminasi, terlindung dari kerusakan yang dapat mengakibatkan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu alat pengangkut untuk bahan pangan atau produk pangan seharusnya dirancang untuk tidak mencemari pangan. Alat pengangkut ini juga hendaknya mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi. Jika alat pengangkut ini digunakan untuk berbagai jenis bahan baik untuk bahan pangan maupun untuk bahan bukan pangan, disarankan di antara periode pengangkutan dilakukan pembersihan. h. Manajemen dan Pengawasan Lancar tidaknya kegiatan produksi suatu industri apakah industri dengan skala kecil, menengah, maupun besar sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen yang baik selalu melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam industrinya dengan tujuan mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi selama kegiatan itu dilakukan. Demikian juga berhasilnya pelaksanaan produksi di suatu industri sangat ditentukan oleh manajemen dan pengawasan ini. Untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif, tergantung pada skala industrinya, dibutuhkan minimal seorang penanggung jawab jaminan mutu yang mempunyai latar belakang pengetahuan higiene yang baik. Yang bersangkutan bertanggung jawab penuh terhadap terjaminnya mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Dengan demikian tugas utamanya adalah mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika selama produksi terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Kegiatan pengawasan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan dikembangkan terus untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik. i. Pencatatan Dan Dokumentasi Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali, industri pengolahan pangan harus mempunyai catatan atau dokumen yang lengkap tentang hal-hal berkaitan dengan proses pengolahan termasuk jumlah dan tanggal produksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kedaluwarsa. Dokumentasi yang baik dapat meningkatkan jaminan terhadap mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan. 2. a. Mengimplementasikan Persyaratan GMP Pada Aktivitas Kerja Persyaratan GMP diketahui Untuk mengimplementasikan pelaksanaan GMP pada aktivitas kerja, perlu terlebih dahulu diketahui tentang berbagai persyaratan yang sesuai dengan persyaratan GMP. Lokasi/area kerja, bangunan, peralatan, higiene karyawan, dan sanitasi harus didesain sesuai dengan persyaratan GMP. b. 1). Area kerja, bahan baku, produk dan peralatan secara rutin dipantau memastikan kesesuaian Area kerja Pertimbangan dalam pemilihan lokasi: a) Lingkungan yang dapat menjadi sumber pencemaran. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 43 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP b) c) d) e) Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. Kemungkinan perluasan. Keberadaan sarana & prasarana lain. Sumber air dan bahan. Lokasi bebas dari : Sarana jalan : Lingkungan : sumber pencemaran dari industri, daerah tidak tergenang air/banjir, sampah/ limbah, pemukiman padat dan kumuh. dikeraskan, ada saluran air dan mudah dibersihkan, tidak berdebu. sampah dan bahan buangan ditangani, pengaturan halaman dan tanaman. 2). Bahan baku a) Bahan Baku Dijamin tidak Tercemar Mikroba, Kimia & Fisik b) Pengadaan Sesuai Jaminan Pemasok/Verifikasi Analisis/ Pengujian (Testing) c) Penanganan, Penyimpanan & Transportasi Sesuai Kondisi (Suhu dan RH). 3). Peralatan produksi Persyaratan peralatan produksi : a) Adanya petunjuk penggunaan peralatan. b) Peralatan dapat digunakan sesuai fungsinya c) Tidak membahayakan produk pangan dan pekerja. d) Bagian peralatan yang kontak langsung harus halus, rata, tidak berlubang, tidak mengelupas. e) Alat mudah dibersihkan dan didesinfeksi khususnya yang kontak langsung dengan bahan/produk pangan. f) Peralatan terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun (contoh baja tahan karat). Bahan akan tergantung jenis pangan atau proses. g) Tata letak peralatan harus memudahkan proses, pemeliharaan, pencucian, pembersihan, kemudahan dan keamanan kerja. h) Tata letak peralatan harus diatur sesuai dengan urutan proses sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang i) Peralatan analisa, dan berbagai sistem kontrol dijaga dari getaran, gangguan elektronik, serta kelembaban yang berlebih j) Peralatan harus diawasi, diperiksa, dipantau, dikalibrasi k) Peralatan untuk memasak, memanaskan, mendinginkan, menyimpan atau membekukan harus sedemikian rupa sehingga suhunya tercapai. l) Suhu peralatan mudah dipantau dan diawasi. m) Untuk alat tertentu dilengkapi pengatur kelembaban, aliran udara dll. n) Pengukur waktu diperlukan pada alat tertentu c. Bahan mentah, produk dan komponen pengemas ditangani sesuai dengan prosedur GMP di tempat kerja 1). Bahan mentah a) Menetapkan spesifikasi bahan (sifat kimia, fisik, sensorik, mikrobiologis). b) Bahan yang rusak, busuk atau mengandung bahan berbahaya yang tidak bisa dikurangi sampai batas aman tidak boleh digunakan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 44 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP c) Gunakan bahan tambahan yang diizinkan sesuai peraturan (pengawet, pewarna dll). d) Bahan tambahan yang belum ada peraturannya harus izin khusus menteri atau pejabat yang ditunjuk. e) Bahan sebelum digunakan minimal diperiksa secara organoleptik (sensorik) dan fisik, jika mungkin diuji secara kimia, mikrobiologi, biologi. f) Bahan diberi label yang jelas g) Air yang digunakan harus memenuhi syarat. 2). Kerusakan bahan dan produk Tata cara penanganan dan penyimpanan bahan baku dan bahan tambahan sangat berpengaruh terhadap tingkat keawetan bahan. Penanganan dan penyimpanan bahan yang tepat akan meminimalkan resiko kerusakan bahan. Demikian halnya dengan produk, teknik pengemasan dan penggudangan yang tepat akan memperpanjang daya simpan produk. Diperlukan pengetahuan tentang jenis bahan dan komposisinya agar dapat diketahui penanganan bahan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya resiko kerusakan Kerusakan ada tiga jenis: a) Kerusakan kimia, contoh : ketengikan, pencoklatan, dll. b) Kerusakan fisika, contoh: memar, layu dll. Kerusakan fisika memacu kerusakan kimia dan mikrobiologi. c) Kerusakan biologi/mikrobiologi, kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba atau hewan. Kerusakan mikrobiologi bisa membawa bahaya yang lebih besar. 3). Produk Akhir a) Spesifikasi produk akhir. b) Pengujian produk akhir dan kesesuaian dengan spesifikasi serta persyaratan (standar). c) Pencatatan bahan yang digunakan, kondisi proses dan produk akhir, harus mampu telusur. d) Pemakaian bahan pengemas yang tepat e) Produk akhir dikemas sesuai peraturan dan spesifikasi perusahaan. f) Adanya keterangan masa kadaluwarsa g) Adanya sistim penarikan produk (kode produksi). 4). Produk Kadaluwarsa a) Kadaluwarsa ditetapkan oleh perusahaan b) Produk yang sejenis memiliki daya simpan/kadaluwarsa yang berbeda tergantung kondisi bahan dan prosesnya c) Kadaluwarsa ditentukan dengan melihat kerusakan/ bahaya yang mungkin terjadi d) Tanggal kedaluarsa biasanya ditentukan lebih singkat daripada waktu simpan yang sebenarnya (untuk jaminan keamanan atau kepuasan pelanggan) 5). a). Penyimpanan dan Pengemasan Persyaratan Penyimpanan (1) Prinsip penyimpanan : FIFO (First In First Out) (2) Sebaiknya Disimpan di Dalam Lemari/Rak atau Kotak/Karton (3) Disimpan pada Kondisi yang sesuai misal : produk pangan dalam kaleng, produk beku, produk dingin, dan lain-lain Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 45 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP (4) (5) (6) (7) (8) Pisahkan bahan pangan masak dari bahan pangan mentah Pisahkan Bahan pangan dari Bahan bukan pangan Pisahkan Bahan Pangan dari Bahan Beracun & Berbahaya Beri Label & Keterangan Jelas Usahakan tidak bertumpuk-tumpuk b). (1) (2) (3) Kemasan Berguna Untuk Perusahaan/ Produsen Pangan dan Konsumen Gunakan/Implementasikan PP Label dan Iklan Pangan No. 69 Tahun 1999 Mencakup : Identifikasi Lot/Kode produksi, Keterangan produk, Informasi label utuk Konsumen d. Kontaminasi diidentifikasi dan dilakukan tindakan pengendaliannya 1). Sumber Kontaminasi a) Bahan baku mentah Pemakaian bahan baku yang sesuai dengan standar mutu dan berasal dari pemasok yang bersertifikat dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi. Diperlukan proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan kotoran terutama tanah untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah dianggap amat penting Karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora. Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan bahan pangan Alat ini harus dibersihkan serta disanitasi secara berkala dan efektif dengan interval waktu yang agak sering guna menghilangkan sisa kotoran bahan pangan dan tanah yang memungkinkan untuk pertumbuhan kuman. b) c) Peralatan untuk sterilisasi panas Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75-76 0C agar bakteri thermofilik dapat dibunuh atau dihambat pertumbuhannya. d) Air untuk pengolahan pangan Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum. e) Air pendingin kaleng Dalam proses pengalengan produk pangan, setelah proses sterilisasi berakhir, kalengkalengnya harus segera didinginkan dengan air pendingin. Air pendingin kaleng harus mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup, biasanya digunakan khlorinasi air sehingga memiliki residu khlorine 0.5-1.0 ppm. Pembersihan peralatan-peralatan/ mesin yang menangani produk akhir (post process handling equipment). Harus dalam keadaan kering dan bersih untuk menjaga agar tidak terjadi rekontaminasi. GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolahan pangan baik yang berkontak langsung dengan produk pangan, maupun yang tidak. Mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya, inilah sebabnya mengapa persyaratan GMP mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan bahan/produk pangan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 46 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Proses pembersihan akan menghilangkan sisa bahan/produk pangan, lapisan kotoran dan tanah yang biasa menjadi sumber pertumbuhan mikroba, sesudah itu pemberian disinfektan akan mampu membunuh mikroba pada permukaan alat/mesin. Pada hakekatnya setiap pabrik harus mempunyai pola praktek higiene dan sanitasi yang diikuti dengan seksama. Konsentrasi dari disinfektan yang dipakai harus selalu diawasi dan disesuaikan dengan petunjuk dari pabrik maupun agen pembuatan disinfektan 2). Kontaminasi Silang dan Cara Menghindarinya Apa Yang Dimaksud Dengan Kontaminasi Silang? Jika tidak dilindungi dengan baik, produk pangan yang sudah diolah mungkin saja tercemar kembali oleh cemaran–cemaran fisik, kimia dan biologis. Pencemaran kembali produk pangan ini disebut pencemaran silang atau kontaminasi silang. Kontaminasi silang sangat merugikan dihitung dari segi waktu dan biaya, karena upaya yang telah diberikan untuk membuat produk pangan menjadi mubazir sebab produk pangan yanng terkontaminasi silang telah terlanjur dijual dan menimbulkan keracunan pada konsumen. Jika ini terjadi, industri pangan yang membuat pangan tersebut dapat dituntut ke pengadilan. a) b) Bagaimana Kontaminasi silang Terjadi ? Kontaminasi silang terjadi karena produk pangan yang sudah diolah tercemar kembali oleh cemaran dari bahan mentah yang masih kotor (produk pangan yang telah diolah diletakkan di dekat bahan mentah yang masih kotor) maupun dari mesin dan peralatan yang masih kotor seperti meja kerja, alat-alat pengolahan, kemasan dan lingkungannya yang masih kotor. Produk pangan tercemar kembali oleh cemaran dari karyawan yang sedang bekerja. Ini terjadi kalau produk pangan yang sudah diolah diletakkan di tempat sembarangan sehingga karyawan yang tidak bertanggung jawab terhadap produk pangan (misalnya karyawan bengkel) dapat mencemari produk pangan yang bersangkutan. c) Bagaimana Menghindari Kontaminasi Silang ? (1) Jauhkan produk pangan yang sudah diolah dari bahan mentah atau bahan – bahan lainnya yang dianggap dapat mencemari (2) Jauhkan produk pangan yang sudah diolah dari mesin dan peralatan yang kotor (3) Hindari pencemaran oleh karyawan yang tidak bertugas di ruang pengolahan (4) Simpan produk pangan yang sudah diolah di tempat khusus yang bersih (5) Simpan wadah atau kemasan yang sudah dicuci di tempat khusus yang bersih (6) Letakkan botol bersih dengan posisi mulut botol ke bawah Melindungi produk pangan yang sudah diolah dari cemaran melalui lingkungan yang kotor khsusunya udara (1) Gunakan meja yang bersih untuk menyimpan produk pangan yang sudah diolah (2) Jangan gunakan peralatan yang kotor berulang– ulang. Bersihkan dulu peralatan yang kotor sebelum digunakan (3) Jangan memegang bahan/produk pangan dengan tangan telanjang, gunakan penjepit atau sendok. Jika harus dipegang, gunakan kantong plastik bersih sebagai sarung tangan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 47 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 3). Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah pangan. Standar yang digunakan adalah: a) “Pre rinse” atau langkah awal yaitu: menghilangkan tanah dan sisa produk pangan dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya. b) Pembersihan: menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih efektif. c) Pembilasan: membilas tanah dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari permukaan. d) Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-alat bersih. e) Penggunaan disinfektan: untuk membunuh mikroba. f) Pembersihan akhir: bila diperlukan untuk membilas cairan disinfektan yang padat. g) “Drain dry” atau pembilasan kering: disinfektan atau final rinse dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi genangan air karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan kuman. e. 1). Tempat kerja dijaga pada kondisi bersih dan rapi memenuhi standar GMP Lokasi Perusahaan harus berlokasi di daerah yang bebas dari kotoran yang bersifat bakteriologis, biologis, fisis dan kimia (seperti daerah rawa, pembuangan sampah, perkampungan yang padat penduduk dan kotor, daerah kering dan berdebu, dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, dekat gudang pelabuhan dan sumber pengotoran lainnya), sehingga tidak menimbulkan penularan dan kontaminasi terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat. 2). Ruang Produksi a) Ruang kerja harus cukup luas agar semua proses dapat berjalan dengan baik. b) Rancang bangun harus sedemikian rupa, sehingga memudahkan dalam pembersihan dan pengawasan higiene produk. c) Bangunan dan peralatan harus dirancang untuk mencegan masuknya tikus dan kontaminan lainnya seperti asap, debu, dan sebagainya. d) Bangunan dan peralatan harus dirancang agar diperoleh higiene yang baik, dengan cara mengatur aliran proses dari saat bahan tiba sampai produk akhir. 3). Laboratorium Laboratorium harus merupakan ruang khusus yang terpisah dari kemungkinan terjadinya kontaminasi dari luar. Letak laboratorium harus dekat dengan penyediaan air bersih, listrik dan gas. a) Tinggi ruang laboratorium minimal 3 meter. Lantai dan meja diberi lapisan penutup yang tahan terhadap senyawa kimia, mudah dibersihkan dan dicuci. Dinding ditutup dengan lapisan ubin/porselin minimal hingga ketinggian 2 meter, selebihnya harus dicat tahan air. b) Bentuk pintu dalam yang baik adalah swing type. c) Penyediaan air harus bertekanan konstan tidak kurang dari 2 kg per cm2 dengan laju aliran 30 liter per menit. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 48 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP d) Tegangan listrik harus konstan. Variasi tegangan harus dibawah 5%, supaya pembacaan alat-alat elektronik cukup teliti. Untuk itu laboratorium perlu dilengkapi dengan automatik transformer stabilizer yang menghasilkan variasi voltage sekecil mungkin. e) Harus disediakan air dan listrik darurat. f) Perlu adanya penyediaan gas, baik yang berasal dari perusahaan umum maupun gas petroleum cair dalam tabung, yang ditempatkan pada stasiun gas yang terletak di luar bangunan dan disalurkan melalui jaringan pipa ke dalam lab. g) Instalasi air, listrik dan gas harus dicat dengan warna yang berbeda agar mudah dikenal dan harus dipasang pada dinding, bukan di dalam dinding (build in). h) Laboratorium harus dilengkapi dengan sistem pengaturan udara(air conditioning). Suhu laboratorium harus selalu berada dalam kisaran 15-250 C. i) Laboratorium harus diberi penerangan yang cukup, yaitu sekitar 7000-1000/1m/m2. j) Kran gas, uap dan udara harus dari tipe yang cepat bila klep dibuka. k) Pusat pengamanan listrik, gas dan uap dari sebuah laboratorium harus diletakkan di luar ruang laboratorium. l) Udara yang dikeluarkan dari dalam laboratorium harus tidak diedarkan kembali ke dalam sistem air conditioning atau tempat lain. m) Setiap laboratorium harus dilengkapi dengan minimal satu selimut api f. Proses Dalam Pengolahan Pangan dikendalikan 1). Mengapa Proses Pengolahan Pangan perlu Dikendalikan? Untuk mengolah bahan pangan mentah menjadi suatu produk pangan diperlukan cara-cara pengolahan yang harus dilalui tahap demi tahap secara berurutan. Setiap tahap pengolahan ini dilakukan dengan tujuan tertentu yang berkaitan dengan mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Oleh karena itu, maka setiap tahap pengolahan ini harus dikendalikan supaya benar. a) Proses pengolahan pangan perlu dikendalikan untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu untuk dikonsumsi b) Pada prinsipnya pengendalian proses pengolahan adalah untuk menghindari atau menghilangkan sumber bahaya c) Proses pengendalian hendaknya dilakukan sejak bahan mentah masuk sampai produk pangan dihasilkan. 2). a) b) c) d) e) Bagaimana Pengendalian Proses Pengolahan Pangan Dilakukan? Tentukan jenis, jumlah, dan persyaratan dari bahan mentah, bahan penolong, sumber air bersih, dan bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan untuk suatu proses pengolahan tertentu. Periksa bahan mentah, bahan penolong, BTP dengan teliti sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan sebelum pengolahan pangan dimulai. Singkirkan bahan-bahan yang tidak memenuhi syarat Tentukan komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi untuk satu jenis produk pangan tertentu. Catat komposisi ini dan gunakan komposisi yang telah ditentukan secara baku ini setiap saat. Tentukan jenis, ukuran dan persyaratan kemasan yang digunakan. Catat dan gunakan informasi ini untuk pemantauan. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 49 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP f) g) h) Tentukan proses pengolahan pangan yang baku, kemudian buat bagan alirnya secara jelas Tentukan kondisi baku dari setiap tahap pengolahan, misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan, berapa kecepatan putaran pengadukkan, dan sebagainya. Tentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan Bagaimana mengendalikan Tahap–Tahap Pengolahan Kritis Di dalam pengolahan pangan ada tahap-tahap yang dianggap sangat penting yang menentukan keamanan produk pangan yang dihasilkan. Tahap–tahap ini disebut tahap pengolahana kritis. Tahap ini disebut tahap kritis karena jika tidak dilakukan dengan benar produk pangan tidak dapat terjamin keamanannya. Jadi yang termasuk tahap kritis adalah tahap pengolahan yang dapat menurunkan dan menjamin bahaya sampai batas aman. 3). Tahap – Tahap Yang Dianggap Kritis a). Pemilihan Bahan Mentah (1) Memilih bahan mentah yang tidak mengandung bahaya bagi kesehatan manusia baik bahaya fisik, kimia maupun biologis. (2) Memilih BTP yang diizinkan penggunaanya untuk pangan b). Formulasi Khusus (1) Menggunakan BTP dengan takaran tidak melebihi takaran maksimum yang diperbolehkan (2) Mengatur pH asam yang sesuai untuk menekan pertumbuhan bakteri, misalnya produk saus (3) Mengatur kadar gula tinggi, untuk menekan pertumbuhan mikroba, misalnya pada produk sirup c). Proses Pengolahan (1) Pemanasan dengan suhu dan waktu yang tepat, misalnya pada proses pasteurisasi atau sterilisasi, untuk memusnahkan bakteri pembusuk atau patogen (2) Mempertahankan suhu penyimpanan dingin dengan tepat untuk menjaga agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba (3) Mempertahankan suhu penyimpanan hangat (sekitar 65°C) untuk menjaga agar mikroba tidak tumbuh. g. Proses, kondisi dan praktik tidak konsisten dengan GMP dan prosedur tempat kerja dikenali dan dilaporkan Dalam pelaksanaan kegiatan produksi perlu prosedur untuk pemantauan kegiatan berkaitan dengan pelaksanaan GMP di tempat kerja. Salah satu yang berkaitan dengan hal tersebut adalah pelaksanaan kegiatan sanitasi penerapan Standar Prosedur Operasi Sanitasi/Sanitation Standart Operation Procedures (SSOP). Prosedur ini berhubungan dengan seluruh fasilitas produksi Maksud dan tujuan penerapan SSOP adalah : 1) Menjelaskan prosedur sanitasi untuk digunakan di tempat kerja 2) Memberikan jadwal prosedur sanitasi 3) Memberi landasan untuk pelaksanaan monitoring di tempat kerja 4) Mendorong perencanaan untuk menjamin pelaksanaan tindakan koreksi 5) Mengidentifikasi tren dan mencegah terjadinya kembali Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 50 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 6) Membawa perbaikan berkelanjutan di tempat kerja Delapan kunci persyaratan sanitasi meliputi : 1) Keamanan air 2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan 3) Pencegahan kontaminasi silang 4) Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet 5) Proteksi dari bahan-bahan kontaminan 6) Pelabelan, penyimpanan, dan pengunaan bahan toksin yang benar 7) Pengawasan kondisi kesehatan personel 8) Menghilangkan pest dari unit pengolahan. Dengan pelaksanaan kunci persyaratan sanitasi tersebut maka maksud dan tujuan dari SSOP akan tercapai 1.3. GMP dan Kaitannya Dengan Sistem HACCP dan SSOP Sistem HACCP telah diakui oleh dunia Internasional sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara. global. Agar sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program pre-requisite, yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk memberi kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk pangan dengan mutu yang diharapkan. Sistem HACCP harus dibangun di atas dasar yang kokoh untuk pelaksanaan dan tertibnya GMP (Good Manufacturing Practices) serta penerapan SSOP (Standard Sanitation Operating Procedure). Karena pentingnya dari dua hal tersebut maka GMP dan SSOP biasanya dibahas secara terpisah. Secara umum, perbedaan antara GMP dan SSOP adalah sebagai berikut: GMP secara luas berfokus dan berakibat pada banyak aspek, baik aspek operasi pelaksanaan tugas yang terjadi di dalam pabriknya sendiri maupun operasi personel. Sedang SSOP merupakan prosedur atau tata cara yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi yang bermutu tinggi, aman dan tertib. Setiap segmen dari industri pangan harus mampu menyediakan kondisi yang diperlukan untuk menjaga pangan yang mereka awasi atau kendalikan. Hal itu dapat dicapai melalui penerapan GMP sebagai suatu syarat awal pre-requisite penerapan sistem HACCP. Berdasarkan asal usulnya, SSOP dibagi menjadi dua, yaitu (1) berasal dari US FDA dan (2) berasal dari US Departement of Agriculture FIS (Food Safety and Inspection Service). 1). SSOP yang berasal dari US FDA meliputi beberapa hal sebagai berikut : a). Pemeliharaan Umum : bangunan/fasilitas fisik pabrik harus dijaga dengan cara-cara perbaikan, pembersihan dan sanitasi yang memadai. b). Bahan yang digunakan untuk pembersihan/sanitasi, penyimpanan dan penyimpanan bahan berbahaya dan toksik secara tertib. c). Pest Control (Pengendalian Hama) : Cara pengendalian hama yang efektif. Penggunaan insektisida atau rodentisida yang diijinkan dan dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati agar tidak mengkontaminasi atau lingkungan. d). Sanitasi permukaan peralatan yang berkontak langsung dengan harus dalam Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 51 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP keadaan bersih dan secara reguler dibersihkan dan disanitasi. Penyimpanan dan penanganan peralatan : harus disimpan di lokasi dan bebas dari rekontaminasi ulang atau kontaminasi silang. Setiap pabrik harus dilengkapi dengan peralatan sanitasi yang meliputi: (1) Sumber air (2) Saluran air (3) Pembuangan sampan (4) Fasilitas toilet (5) Fasilitas cuci tangan. f). Tempat pembuangan (isi perut dan kotoran) : Harus dilakukan secara tertutup rapat agar tidak menghasilkan bau-bau yang busuk, yang mengkontaminasi udara dan kamar kerja. SSOP yang berasal dari FIS (Food Safety and Inspection Service) memberikan petunjuk SSOP secara, tertulis untuk melaksanakan petunjuk SSOP tersebut yang meliputi pelaksanaan sehari-hari yang harus dilakukan untuk rnencegah terjadinya kontaminasi produk dan kemungkinan terjadinya pencampuran bahan/produk dengan bahan lain yang tidak harus ada. Untuk melaksanakan hal itu diperlukan lima persyaratan utama yaitu: Persyaratan pertama : perlunya memastikan apakah industri pangan tersebut telah memiliki rencana tertulis untuk menjelaskan tata kerja harian, yang harus dilakukan oleh suatu industri sebelum dan selama pelaksanaan tugas . dan frekuensi yang harus dilakukan. Tujuan langkah tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi langsung dan pastikan bahwa industri pangan tersebut memiliki prosedur reaksi cepat terhadap terjadinya kontaminasi langsung. Persyaratan kedua : untuk memastikan bahwa rencana tersebut telah ditandatangani dan dibubuhkan tanggal oleh pejabat yang bertanggung jawab atau atasannya. Rencana tersebut harus ditandatangani kapan dimulai dan kapan telah dilakukan modifikasi. Persyaratan ketiga : apakah industri pangan tersebut telah memiliki prosedur praoperasional sanitasi dan membandingkannya dari aktivitas sanitasi yang harus dilakukan secara rutin dari pabrik. Secara minimal, prosedur pra-operasional tersebut dapat ditujukan terhadap pembersihan dari permukaan peralatan yang langsung kontak dengan . Persyaratan keempat : menyatakan bahwa SSOP tertulis tersebut telah dengan jelas menyatakan siapa yang bertanggung jawab pada pelaksanaan tugas yang ditentukan dan yang sehari-hari menjaga sanitasi (baik dengan nama individu atau title tugas). Persyaratan ke lima dan terakhir : bahwa industri menjaga agar arsip, laporan, atau catatan yang terkait dengan pelaksanaan tugas harus tercatat rapi, termasuk koreksi bila ada. catatan tersebut harus dipastikan ada dalam komputer di samping hard copy, yang mudah dicari, diperoleh atau ditemukan oleh personel individu. Program sanitasi yang dianggap efektif, menjadi begitu penting dalam industri pangan sebagai suatu usaha yang menjamin keamanan pangan dan' pengeterapan sistem HACCP secara berhasil. Kesalahan dan atau penyimpangan SSOP akan menghasilkan kondisi lingkungan yang memudahkan terjadinya kontaminasi dari produk. Setiap pelaksanaan SSOP, perlu diikuti monitoring, penyimpanan rekaman, dan perlu sekali dilakukan verifikasi. e). 2). Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 52 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP Dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang ada sangkut-pautnya dengan kesehatan, masalah higiene dan sanitasi memegang peranan yang amat penting. Berbagai masalah kontaminasi dan infeksi oleh mikroba, mudah diatasi atau dipecahkan bila masalah higiene dan sanitasi ditingkatkan. Berbagai usaha yang dilakukan oleh industri untuk menanggulangi masalah pencemaran mikroba telah dilakukan, tetapi sering kurang berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu disebabkan oleh pola perilaku para karyawannya tidak tertib serta kurang tercermin sikap waspada terhadap masalah higiene dan sanitasi. Tujuan SSOP adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari yang paling bawah sampai ke paling atas: a) Mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas yaitu jika tingkat keamanan produk meningkat, dan kontaminasi mikroba menurun. b) Mengetahui adanya peraturan Good Manufacturing Practices (GMP) yang mengharuskan penggunaan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi. c) Mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi. d) Mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air pendingin (cooling water), khususnya pada industri pengolahan . e) Mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu dan konsentrasi desinfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi. f) Mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan dengan cukup. 1.4. Dokumentasi SSOP Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan sangat selaras dengan pre-requisite (persyaratan dasar) penerapan HACCP. Persyaratan dasar Sistem HACCP merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan. Diskripsi dari pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi GMP yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan. Sebelum kita membahas bagaimana implementasi pre-requisite program ini, akan didiskusikan terlebih dahulu prinsip-prinsip yang mendasarinya yaitu sanitasi dan higiene. Secara umum, pre-requisite program adalah hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan yang dikenal juga dengan GMP, GFP (Good Farming Practices), GDP ( Good Distribution Practices) dan sebagainya. Beberapa hal lain yang sering menjadi persyaratan dasar pada umumnya berkaitan dengan regulasi teknik seperti Sistem monitoring residu, Sistem Pengendalian Residu, NKV (Nomor Kontrol Veteriner), Sistem Pengendalian Hama dan lain-lain. Penerapan program pre-requisite harus didokumentasikan dalam Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPO Sanitasi) atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Sedangkan dalam rangka monitoring dilakukan audit khusus terhadap program pre,equisite, baik internal maupun eksternal. Program pre-requisite dalam penerapannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: program harus terdokumentasi, identifikasi semua langkah dalam operasi yang kritis terhadap keamanan dan mutu pangan, terapkan prosedur kontrol yang efektif pada setiap tahap operasi, monitor prosedur kontrol untuk menjamin efektifitasnya, pelihara Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 53 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP pencatatan yang baik, dan review prosedur pengendalian secara periodik maupun ketika ada perubah, operasi. SPO Sanitasi sebagai pre-requisite HACCP serta masalah sanitasi dan higiene dalam industri pangan adalah wajib, maka terdapat beberapa kewajiban dalam aplikasinya yaitu: a) Industri pangan harus mempunyai dan menerapkan Program SPO secara tertulis; b) Industri pangan harus memonitor kondisi dan penerapan SPO Sanitasi; c) Industri pangan harus melakukan tindakan koreksi segera bila ada penyimpangan kondisi dan penerapan SPO Sanitasi; d) Industri pangan harus memelihara rekaman pengendalian sanitasi. SPO Sanitasi akan memberikan beberapa manfaat bagi unit usaha dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain: memberikan jadwal pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, menjamin setiap personil mengerti sanitasi, memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, mendemontrasikan komitmen kepada pembeli dan inspektor, serta meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi di unit usaha. NSHATE (1999), mengelompokan prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan dalam SPO sanitasi menjadi 8 Kunci persyaratan Sanitasi, yaitu: Kunci 1. Keamanan air; Kunci 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; Kunci 3. Pencegahan kontaminasi silang; Kunci 4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet; Kunci 5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan; Kunci 6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar; Kunci 7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi; Kunci 8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan. Dalam dokumentasinya, kunci-kunci sanitasi tersebut seharusnya mencakup masalah monitoring yang mampu menjawab apa, bagaimana, dimana, kapan dan siapa, koreksi dan rekaman. Kunci 1: Keamanan Air Air adalah komponen yang sangat penting peranannya dalam industri pangan. Diantaranya adalah sebagai bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, untuk membuat es atau glazing, untuk mencuci peralatan dan sarana lainnya, untuk minum dan sebagainya. Keamanan pasokan air yang akan kontak dengan produk pangan dan yang kontak langsung dengan permukaan peralatan sangat mutlak dan penting untuk dijaga secara konsisten dan efisien. Terutama air yang digunakan untuk produksi pangan atau es. Perlu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih. Pipa dari saluran air harus teridentifikasi dengan jelas antara air bersih dengan air tidak bersih. Beberapa sumber air yang dapat digunakan dalam industri pangan, yaitu (1) air PAM (Perusahaan Air Minuet), air tersebut biasanya dan seharusnya telah memenuhi standar mutu, artinya telah melalui treatment, dan dianalisa secara periodik; (2) air sumur, hal yang perlu diperhatikan bila akan menggunakan air sumur adalah peluang kontaminasinya sangat besar seperti dari banjir atau hujan deras, septic tank, dan air pertanian; dan (3) air laut, walaupun jarang digunakan, namun dalam beberapa industri perikanan kadang-kadang Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 54 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP digunakan dan standarnya harus sesuai standar air minum kecuali kadar garam. Monitoring keamanan air. Untuk monitoring air PAM, dapat dilakukan dengan cara memonitor apakah dalam bukti pembayaran, air yang digunakan berasal dari PAM, selanjutnya sebagai jaminan bahwa air PAM tersebut memenuhi syarat standar perlu dilampirkan fotokopi hasil analisa air dari PAM. Data informasi tersebut penting untuk dievaluasi, serta dimonitor dan perlu dilakukan inspeksi langsung terhadap air yang masuk ke dalam industri pangan. Dan apabila timbul keraguan terhadap kualitas air PAM, perlu menyarankan untuk diadakan analisa tambahan oleh bisnis pangan dengan menggunakan jasa pengujian laboratorium penguji yang terakreditasi. Hal ini lalu menjadi perlu untuk dilakukan secara periodik. Untuk melakukan monitoring air sumur, yang biasanya milik sendiri, seharusnya dilakukan pengujian kualitas air melalui laboratorium penguji pangan yang terakreditasi sebelum suatu usaha bisnis pangan dimulai dan dilakukan paling tidak sekali setahun atau lebih sering. Sedangkan untuk monitoring air laut, harus dilakukan lebih sering dari PAM atau air sumur. Untuk monitoring dengan inspeksi secara visual atau organoleptik, prosedur seharusnya sesuai persyaratan dan dibuktikan dengan pengujian laboratorium. Tindakan Koreksi. Tindakan koreksi harus dilakukan segera apabila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan terhadap standar atau ketentuan lainnya. Sebagai contoh tindakan koreksi apabila mutu keamanan air tidak sesuai, maka dilakukan penyetopan saluran, stop proses produksi sementara serta tarik (recall) produk yang terkena. Sedangkan apabila ditemukan adanya koneksi silang maka stop proses, tarik produk yang terkena, dan apabila terjadi arus balik pada pembuangan harus segera perbaiki, dan catat setiap hari. Rekaman. Rekaman harus dilakukan pada setiap monitoring serta apabila terjadi tindakan koreksi. Bentuk rekaman dapat berupa rekaman bukti pembayaran dan rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing, dan rekaman monitoring sanitasi harian. Kunci 2: Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan Monitoring. Tujuan monitoring pada kunci kedua dari prinsip sanitasi ini adalah memberikan jaminan bahwa permukaan yang kontak dengan pangan dirancang untuk memfasilitasi proses sanitasi, serta dibersihkan secara rutin. Beberapa hal yang seharusnya dimonitor terhadap kondisi kebersihan adalah kebersihan alat/bahan yang kontak langsung dengan produk, meliputi: kondisi permukaan alat yang kontak dengan pangan, kebersihan dan sanitasi permukaan alat yang kontak dengan pangan, tipe dan konsentrasi bahan sanitasi, kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. Monitoring kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan dapat dilakukan dengan inspeksi visual terhadap permukaan apakah dalam kondisi baik, apakah terpelihara kebersihan dan kondisi sanitasinya, apakah sarung tangan dan pakaian luar dalam kondisi baik. Pengujian kimia juga dapat dilakukan untuk memonitor konsentrasi sanitizer (dengan test strips/kits) dan untuk verifikasi dapat dilakukan dengan pengujian mikrobial permukaan secara berkala. Tindakan koreksi. Beberapa hal yang perlu diobservasi terhadap kondisi kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan bahan adalah konsentrasi sanitizer apakah bervariasi setiap hari, apabila hal ini terjadi maka tindakan koreksi yang dapat dilakukan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 55 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP adalah memperbaiki/ganti peralatan dan latih operator. Selanjutnya adalah observasi lokasi pertemuan dua meja apakah terisi rontokan produk, apabila terjadi pisahkan meja agar mudah dibersihkan. Observasi lainnya yang penting untuk dilakukan adalah apakah meja kerja menunjukkan tanda-tanda korosi, apabila terjadi perbaiki atau ganti meja yang tidak korosi. Rekaman. Rekaman harus dilakukan pada setiap monitoring maupun setiap waktu jika terjadi tindakan koreksi. Bentuk rekaman dapat berupa rekaman monitoring periodik, rekaman periodik konsentrasi bahan kimia, dan rekaman monitoring sanitasi harian/bulanan. Kunci 3: Pencegahan kontaminasi silang Kontaminasi silang adalah bagian yang sering terjadi pada industri akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara lain: 1) Tindakan karyawan untuk mencegah kontaminasi silang, 2) Pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, 3) Rancangan sarana prasarana untuk mencegah kontaminasi silang. Monitoring. Monitoring untuk pencegahan terjadinya kontaminasi silang dilakukan terhadap hal-hal berikut ini: 1) Pemisahan yang cukup antara aktivitas, penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk olahan atau produk jadi 2) Pemisahan produkproduk dalam penyimpanan, 3) Pembersihan dan sanitasi area, alat penanganan dan pengolahan pangan. Praktek higiene pekerja. pakaian dan pencucian tangan. Praktek pekerja dan peralatan dalam menangani produk. Di samping itu, arus pergerakan pekerja dalam pabrik serta unit usaha perlu diatur sehingga alirannya baik. Sedangkan beberapa contoh tindakan pekerja yang tidak baik, misalnya, setelah menangani bahan baku lalu menangani produk olahan, bekerja dekat atau di lantai lalu menangani produk, menangani bahan-bahan kaleng lalu menangani produk, kembali dari toilet tidak cuci tangan, sekop untuk menangani limbah di lantai, digunakan juga untuk produk, menggaruk-garuk muka lalu menangani produk, atau memegang pegangan pintu yang tidak bersih lalu menangani produk Tindakan Koreksi. Beberapa tindakan koreksi yang seharusnya dilakukan jika pada saat monitoring ditemukan ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang adalah: 1) stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai, 2) ambil tindakan yang mencegah terjadinya kembali, dan 3) evaluasi keamanan produk. Jika perlu, disposisi ke produk lain, reproses, atau dibuang untuk produk terkontaminasi. Rekaman. Dokumentasikan koreksi yang dilakukan, di samping rekaman periodik pada saat dilakukan monitoring. Kunci 4: Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet Kondisi fasilitas cuci tangan, kondisi fasilitas sanitasi tangan, dan kondisi fasilitas toilet menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas-fasili tersebut pada umumnya bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri-bak-t patogen. Monitoring. Monitoring ditujukan untuk mendorong program pencucian tangan sehingga mencegah penyebaran kotoran dan potensi mikroorganisme patogen pada area penanganan, pengolahan dan produk pangan. Koreksi. Beberapa tindakan koreksi yang seharusnya dilakukan apabila kondisi fasilitasfasilitas sanitasi tersebut di atas tidak sesuai adalah: Perbaiki atau isi bahan perlengkapan Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 56 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP toilet dan tempat cuci tangan, buang dan buat larutan baru Jika konsentrasi bahan sanitasi salah, observasi catatan tindakan koreksi ketika kondisi sanitasi tidak sesuai, dan perbaiki toilet yang rusak. Rekaman. Beberapa rekaman yang dapat dilakukan untuk menjaga ketelusuian kunci dari sanitasi ini adalah: Kondisi dan lokasi fasilitas cuci tangan dan toilet; kondisi dan ketersediaan tempat sanitasi tangan; konsentrasi bahan sanitasi tangan; dan tindakan koreksi yang dilakukan pada kondisi yang tidak sesuai. Kunci 5: Proteksi dari bahan-bahan kontaminasi Tujuan dari proteksi produk dari penyebab kontaminasi adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindungi dari kontaminasi mikrobial. kimia dan fisik. Monitoring. Beberapa hal yang perlu dimonitor adalah bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter, yang dilakukan dalam frekuensi yang cukup, pada saat dimulai produksi dan setiap 4 jam, serta observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan Koreksi. Koreksi yang mungkin dilakukan apabila terjadi penyimpangan pada saat monitoring adalah: 1) hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan, 2) perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi, 3) hindari adanya genangan air di lantai, 4) gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang pengolahan, pelatihan, bang bahan kimia tanpa label dan lain-lain. Kunci 6: Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar Monitoring. Tujuan dari monitoring pada kunci keenam ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi. Beberapa aspek yang dimonitor adalah kegiatan dan sistem pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelabelan adalah bahwa pelabelan wadah asal hares menunjukkan: nama bahan/larutan dalam wadah, nama dan alamat produsen/distributor, petunjuk penggunaan dan label wadah untuk kerja harus menunjukkan: 1) Nama bahan/larutan dalam wadah; 2) Petunjuk penggunaannya Sedang penyimpanan bahan yang bersifat toksin seharusnya dilakukan dengan: tempat yang dibatasi aksesnya, memisahkan bahan food grade dengan non food grade, dan jauhkan peralatan dan barang-barang kontak dengan produk. Penggunaan bahan toksin harus mengikuti instruksi perusahaan produsen dan prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk. Waktu untuk monitoring harus dilakukan dengan frekuensi yang cukup, direkomendasikan paling tidak sekali sehari, dan observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan Koreksi. Koreksi yang dapat dilakukan apabila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin diantaranya adalah : pindahkan bahan toksin yang tidak benar penyimpanannya, bahan yang tidak dilabel dengan benar, kembalikan kepada pemasok, perbaiki label, buang wadah yang rusak, periksa keamanan produk, dan laksanakan pelatihan Rekaman. Rekaman untuk monitoring dan tindakan koreksi yang seharusnnya dilakukan adalah: rekaman kontrol sanitasi periodik, rekaman kontrol sanitasi harian, dan log informasi harian. Kunci 7: Pengawasan kondisi kesehatan personil Tujuan dari kunci ke 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda- Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 57 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi. Monitoring. Monitoring ditujukan untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan. Beberapa tanda-tanda kesehatan personil yang perlu mendapat perhatian pada saat monitoring adalah: diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine. Tindakan Koreksi. Beberapa tindakan yang seharusnya dilakukan olel manajemen adalah: memulangkan/mengistirahatkan personil, dan menutup bagian luka dengan impermeable bandage, mengistirahatkan atau memulangkan pegawai Rekaman. Rekaman yang perlu dilakukan adalah terhadap data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler serta rekaman tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan. Kunci 8: Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan Tujuan dari kunci Sanitasi ke 8 ini adalah untuk menjamin tidak adanya hama pengganggu dalam bangunan pengolahan pangan. Beberapa hama pengganggu yang mungkin membawa penyakit adalah lalat dan kecoa mentransfer Salmonella Staphylococcus, C. perfringens, C. botulinum, Shigella, Streptococcus, dan lain lain. Binatang pengerat merupakan sumber Salmonella dan parasit sedangkan burung adalah pembawa berbagai bakteri patogen seperti Salmonella dan Listeria Monitoring. Tujuan dari monitoring hama ini adalah untuk mengkonformasikan bahwa hama (hama pengganggu) telah dikeluarkan dari area pengolahan seluas luasnya dan harus ada konfirmasi bahwa prosedur diikuti untuk mencegah investasi. Monitoring dapat dilakukan dengan inspeksi visual, gunakan senter (flashlight) untuk mengetahui tempat persembunyian dan alat perangkap tikus , alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan. Koreksi. Sebagai contoh setelah dilakukan observasi ternyata setelah pestisida dan perangkap digunakan, lalat memasuki kembali ke ruang pengolahan, maka tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah tambahkan air curtain di atas pine luar dan pindahkan wadah buangan keluar. Rekaman Rekaman yang seharusnya dilakukan pada kunci ke 8 ini adalah rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian. Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 58 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 2. LEMBAR KERJA Lakukanlah observasi pada industri pengolahan pangan untuk mengetahui: 1. Bagaimana industri melakukan identifikasi persyaratan GMP 2. Bagaimana industri mengimplementasikan persyaratan GMP pada aktivitas kerja 3. Bagaimana cara industri mengidentifikasi dan melaporkan proses, praktek atau kondisi yang menghalangi pencapaian GMP Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 59 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP 3. LEMBAR EVALUASI 1. Berdasarkan persyaratan GMP lokasi pabrik pengolahan pangan harus.... A. dekat dengan suplayer bahan baku B. dekat dengan pasar C. jauh dari tempat pembuangan sampah D. jauh dari keramaian E. dekat dengan pemukiman penduduk 2. Ruangan proses produksi harus cukup luas, tata letak ruangan sesuai urutan proses, ada sekat antara ruang bahan dan proses/pengemasan. Persyaratan ini merupakan persyaratan GMP ditinjau dari aspek .... A. lingkungan saran pengolahan B. bangunan dan fasilitas pabrik C. fasilitas dan kegiatan sanitasi D. pengendalian proses E. sistem pengendalian hama 3. Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin.... A. memudahkan karyawan untuk membuang hajat B. ruang pengolahan dan ruang lainya terpelihara dan tetap bersih C. agar produk yang dihasilkan dapat disimpan dengan aman D. agar air limbah pengolahan tidak mencemari lingkungan E. peralatan pengolahan tidak membahayakan pekerja 4. Berikut adalah Higiene karyawan yang dipersyaratkan di dalam GMP kecuali .... A. karyawan harus selalu mencuci tangannya dengan sabun pada saat-saat sebelum mulai melakukan pekerjaan mengolah produk pangan B. karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan pangan harus selalu dalam keadaan bersih C. karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan pangan harus mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu D. karyawan yang sakit diperbolehkan menangani/mengolahan bahan pangan E. karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan dan sejenisnya selama mengolahan bahan pangan. 5. “Manajemen dan pengawasan” yang dipersyaratkan dalam GMP adalah.... A. diperlukan seorang penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya B. setiap karyawan harus mempunyai kebiasaan yang baik dan mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan C. setiap karyawan harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 60 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP D. setiap karyawan harus sehat secara mental dan fisik serta mempunyai pengetahuan tentang proses produksi pangan yang ditanganinya E. diperlukan seorang penanggung jawab yang berbadan sehat, mempunyai kebiasaan yang baik serta mempunyai pengetahuan tentang proses produksi pangan yang ditanganinya 6. Penanganan bahan baku yang sesuai dengan prosedur GMP adalah.... A. bahan baku harus ditimbang B. bahan baku harus dicuci terlebih dahulu C. spesifikasi bahan ditetapkan D. bahan yang rusak boleh digunakan E. bahan tambahan tidak boleh digunakan 7. Alasan persyaratan GMP mengharuskan setiap permukaan peralatan yang bersinggungan dengan bahan/produk pangan dan berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi adalah... A. mikroba membutuhkan air untuk pertumbuhannya B. peralatan yang basah bila digunakan berpengaruh terhadap warna C. mikroba akan hilang jika peralatan di cuci dan dikeringkan D. dalam kondisi basah peralatan bebas dari mikroba E. jika dicuci pakai air bersih peralatan tidak perlu dikeringkan 8. Prinsip dari pengendalian proses pengolahan adalah.... A. pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap dikonsumsi B. proses pengolahan dilakukan dengan urutan proses yang benar C. upaya untuk mengawetkan bahan hasil pertanian D. mendapatkan produk olahan yang bermutu baik E. menghindari dan atau menghilangkan sumber bahaya 9. Dalam pelaksanaan kegiatan produksi perlu prosedur untuk pemantauan kegiatan berkaitan dengan pelaksanaan GMP di tempat kerja. Prosedur tersebut adalah .... A. HACCP B. SSOP C. GHP D. GLP E. GMP 10. SPO Sanitasi sebagai pre-requisite HACCP serta masalah sanitasi dan higiene dalam industri pangan adalah wajib, beberapa kewajiban industri pangan dalam aplikasinya antara lain.... A. industri pangan harus mempunyai dan menerapkan Program SPO secara tertulis B. industri pangan tidak perlu melakukan tindakan koreksi segera bila ada penyimpangan kondisi dan penerapan SPO Sanitasi C. industri pangan harus memelihara rekaman pengendalian sanitasi D. jawaban a dan b benar E. jawaban a dan c benar Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 61 Menerapkan K3LH dan Menerapkan Prosedur GMP DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anonim, 1978 . Peraturan Menteri Kesehatan No. 23/1978 tentang cara produksi pangan yang baik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim, 2002. Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah Tangga. Badan Pengawas Obat dan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangandan Bahan Berbahaya. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Jakarta. Anonim. 2002. Good Manufacturing Practices (GMP) / Quality Sistem (QS) Regulation. Food And Drug Administration. USA Bakrun, M. 2006. Modul Sisdiklat Good Manufacturing Practice, PPPPTK. Cianjur Chaidir S, 2003. Mengikuti Prosedur Kerja Menjaga Praktek Pengolahan Yang Baik. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Winarno FG, Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M Brio. Bogor Elkom,. 2008., Modul Pelatihan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Elkom press, Surabaya. http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/2009/10/page/4 http://rodabelajar.blogspot.com/2010/04/siklus-biogeokimia.html http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia-PPPPTK Pertanian Cianjur 62